pembaharuan hutang fix

27
Implementasi Novasi Subyektif Pasif sebagai Upaya Mengakhiri Kredit Macet dalam Dunia Perbankan Disusun oleh : Rizki Arditya Cahyo Nugroho S351508035 Kelas A

Upload: rizki

Post on 07-Jul-2016

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pembaharuan Hutang Fix

Implementasi Novasi Subyektif Pasif sebagai Upaya Mengakhiri Kredit Macet dalam Dunia Perbankan

Disusun oleh :

Rizki Arditya Cahyo Nugroho S351508035

Kelas A

Program Magister Kenotariatan

Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta

2015

Page 2: Pembaharuan Hutang Fix

Implementasi Novasi Subyektif Pasif Sebagai Upaya Mengakhiri Kredit Macet dalam Dunia Perbankan

Rizki Arditya Cahyo Nugroho(Mahasiswa S2 Progam MKN FH UNS)

Email : [email protected].

AbstrakPenyaluran kredit merupakan salah satu bisnis perbankan, namun disisi

lain juga dapat mengundang hal-hal beresiko tinggi terutama masalah perbankan

yang bernama kredit macet. Akibat adanya kredit macet akan menjadi beban bank

karena kredit macet menjadi salah satu indikator penentu kinerja sebuah bank.

Maka dari itu apabila terjadi kredit macet biasanya bank akan melakukan upaya

untuk mengakhiri kredit macet tersebut. Upaya untuk mengakhiri kredit macet

salah satunya dapat melalui novasi subyektif pasif. Novasi subyektif pasif adalah

pembaharuan hutang dengan cara mengganti debitur lama dengan debitur baru.

Pelaksanaan novasi subyektif pasif terjadi ketika debitur tidak dapat

melaksanakan kewajibanya membayar hutang kepada bank dan disisi lain bank

sudah memberikan surat peringatan kepada debitur untuk melaksanakan

kewajibanya. Dalam prakteknya di dunia perbankan pelaksanaan novasi subyektif

pasif harus melalui beberapa proses antara lain proses permohonan novasi,

analisis atau penilian kredit, keputusan kredit dan administrasi kredit.

A. Pendahuluan

Kata Kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu “credere” yang artinya

kepercayaan. Banyak usaha di sektor industri, baik besar maupun kecil

memerlukan kredit yang berfungsi sebagai bantuan permodalan agar usaha dapat

berjalan lancar dan mencapai kemajuan. Pada umumnya, pengusaha tidak selalu

dapat menyediakan sendiri seluruh modal yang diperlukan dalam usahanya,

sehingga diperlukan adanya kredit dari pihak lain yaitu bank. Pemberian kredit

oleh bank sangat diharapkan, sebab melalui pemberian kredit kepada pengusaha

merupakan salah satu tujuan dari usaha bank yaitu setelah bank berhasil menghimpun

dana dari masyarakat, maka kepada bank dituntut utuk dapat menyalurkan kembali

kepada masyarakat antara lain melalui pemberian kredit. Jika terjadi pemberian kredit

Page 3: Pembaharuan Hutang Fix

berarti bank memberikan uang kepada debitur yang berjanji akan mengembalikan

uang tersebut di waktu tertentu dimasa yang akan datang. Karena adanya tenggang

waktu tersebut maka dapat terjadi kejadian yang tidak diduga sehingga dalam kredit

terkandung pengertian tentang “Degree of Risk” yaitu suatu tingkat resiko

tertentu, oleh karena pelepasan kredit mengandung suatu risiko, baik risiko bagi

pemberi kredit maupun bagi penerima kredit. (Muchdarsyah Sinungan, 1979: 12)

Bagi penerima kredit, risiko yang mungkin timbul adalah jika ia tidak

dapat mengembalikan pinjaman tersebut, ia akan kehilangan modal. Bagi pihak

pemberi kredit, salah satu resiko yang dapat terjadi adalah jika pihak penerima

kredit tidak dapat melunasi kewajibannya pada waktu yang telah diperjanjikan

atau dengan kata lain jika terjadi apa yang disebut dengan kredit macet.( Sudiman

Sidabukke, 2008:2). Kredit macet merupakan suatu keadaan dimana seseorang

nasabah tidak mampu membayar lunas kredit tepat pada waktunya. Adanya kredit

macet akan menjadi beban bank karena kredit macet menjadi salah satu indikator

penentu kinerja sebuah bank. Maka dari itu apabila terjadi kredit macet biasanya

para pihak terutama kreditur akan melakukan upaya untuk mengakhiri perjanjian

kredit tersebut.

Berakhirnya suatu perjanjian diatur dalam pasal 1381 KUH Perdata.

Meskipun dalam KUH Perdata menyebutkan tentang hapusnya perikatan-

perikatan, perlu diketahui bahwa berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata tiap-tiap

perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena undang-undang. Perikatan

disini juga yang dimaksud adalah hubungan hukum yang timbul karena telah

adanya sebuah persetujuan untuk saling mengikatkan diri satu sama lain yang

biasa disebut dengan perjanjian. Didalam pasal 1381 KUH Perdata disebutkan

ada sepuluh cara untuk dapat dikatakan suatu perjanjian telah berakhir. Diantara

sepuluh cara tersebut terdapat salah satu cara yaitu dengan pembaharuan hutang

atau biasa yang disebut novasi. Novasi pada hakekatnya merupakan salah satu

cara untuk menghapus atau mengakhiri suatu perjanjian. Novasi penting

dilakukan karena merupakan upaya reaktif, yaitu dilakukan bagi kredit yang telah

mengalami kesulitan pembayaran pokok atau bunga. Tujuan dari pada novasi

adalah memberikan tenggang waktu bagi debitur agar dapat memenuhi

Page 4: Pembaharuan Hutang Fix

kewajibanya membayar kredit pokok dan bunganya. Debitur yang diberi fasilitas

novasi adalah debitur yang menunjukan itikad baik dan karakter yang jujur serta

keinginan untuk membayar kredit.

Novasi ada tiga macam yaitu novasi objektif, novasi subjektif pasif dan

novasi subjektif aktif. Dari ketiga macam novasi tersebut yang paling sering

terjadi dalam dunia perbankan adalah novasi subjektif pasif. Novasi subjektif

pasif adalah suatu keadaan dimana debiturnya diganti oleh debitur lain. Tujuan

novasi subjektif tiada lain dari pada penghapusan perikatan. Sehingga hubungan

hukum antara kreditur lama dengan debitor atau antara debitur lama dengan

kreditur terhapus dan tak mengingkat lagi.

Berdasarkan hal-hal yang telah diutarakan diatas maka perlunya untuk

mengetahui pelaksanakan novasi subyektif pasif sebagai upaya mengakhiri kredit

macet yang terjadi dalam dunia perbankan.

B. Pemharuan Hutang (Novasi)

Pengertian dan istilah mengenai novasi tidak diberikan dalam undang-

undang, akan tetapi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“BW”), novasi

diterjemahkan sebagai pembaharuan utang.   Menurut J. Satrio,  Novasi adalah

suatu perjanjian yang menyebabkan hapusnya suatu perikatan dan pada saat yang

bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti

perikatan semula.(J. Satrio, 1999:100). Sedangkan Gunawan Widjaja dkk

mengatakan, novasi adalah salah satu bentuk hapusnya perikatan yang terwujud

dalam bentuk lahirnya perikatan baru.(Gunawan Widjaja,2003:80). Dari

pengertian novasi yang diberikan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

novasi adalah suatu perjanjian yang menyebabkan hapusnya suatu perikan dan

pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai

pengganti perikatan semula. Menurut Pasal 1413 KUH Perdata, ada tiga macam

jalan untuk melaksanakan novasi ,yaitu:

1) Apabila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru guna orang

yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama,

yang dihapuskan karenanya

Page 5: Pembaharuan Hutang Fix

2) Apabila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur lama,

yang oleh kreditur dibebaskan dari perikatanya

3) Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, seorang kreditur baru

ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa debitur

dibebaskan dari perikatanya

Dari ketiga macam cara pemberitahuan utang yang disebutkan dalam pasal

1413 KUH Perdata dapat kita ketahui bahwa dalam novasi, perikatan yang lama

hapus demi hukum dan selanjutnya dibentuk suatu perikatan baru antara pihak

yang sama, yaitu antara debitur dan kreditur yang sama dalam perikatan yang

dihapuskan, atau dengan pihak lain yang selanjutnya akan berkedudukan sebagai

kreditur dan debitur baru, yang menggantikan kreditur atau debitur yang lama.

Pasal 1413 KUH Perdata selain menunjukan jalan untuk melaksanakan

novasi, sekaligus menunjukan terdapat macam-macam novasi. Novasi dibagi

menjadi tiga macam, yaitu:

a. Novasi objektif, yaitu perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan

lain. Novasi objektif dapat terjadi karena:

1) Mengganti atau mengubah isi perikatan. Penggantian perikatan terjadi

jika kewajiban debitur atas suatu prestasi tertentu diganti oleh prestasi

lain

2) Mengubah sebab dari pada perikatan

b. Novasi subjetif pasif, yaitu debiturnya diganti oleh debitur lain, yang dapat

dilakukan dengan dua cara berikut.

1) Expromissie, yaitu debitur semula diganti oleh debitur baru, tanpa

bantuan debitur semula

2) Delegatie, yaitu apabila terjadi persetujuan antara debitur, kreditur

semula, dan debitur baru. Tanpa persetujuan dari kreditur, debitur tidak

dapat diganti dengan kreditur lainnya

c. Novasi subjektif aktif, yaitu apabila krediturnya diganti oleh kreditur lain.

Novasi subjektif aktif merupakan persetujuan segitiga karena debitur harus

mengikatkan dirinya dengan kreditur baru, dan novasinya dapat terjadi

secara bersamaan penggantian, baik kreditur maupun debitur.

Page 6: Pembaharuan Hutang Fix

Secara umum dapat dikatakan bahwa novasi adalah pembentukan

perikatan baru berdasarkan pada suatu bentuk perjanjian, dan oleh karena itu

maka ketentuan yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata berlaku dalam hal ini.

Ketentuan pasal 1414 KUH Perdata yang menyatakan bahwa novasi hanya dapat

terlaksana antara orang-orangyang cakap mengadakan perikatan-perikatan. Pada

dasarnya merupakan penegasan kembali akan berlakunya ketentuan pasal 1320

angka 2 bahwa novasi hanya dapat terjadi antara orang-orang yang cakap untuk

membuat perikatan. (Gunawan Widjaja,2003:80). Jadi jika orang yang melakukan

novasi tidak cakap untuk membuat perikatan maka novasi tersebut dapat

dibatalkan. Selanjutnya pasal 1415 KUH Perdata menentukan bahwa tiada novasi

yang dipersangkakan, kehendak seorang untuk mengadakanya harus dengan tegas

ternyata dari perbuatanya. Ini berarti suatu novasi harus dengan tegas menyatakan

bahwa utang lama atau perikatan lama yang ada diantara debitur dan kreditur

menjadi hapus demi hukum dan sebagai penggantinya dibuat dan berlakulah

perikatan baru dengan segala ketentuan dan syarat syaratnya yang baru, yang

berlaku bagi debitur dan kreditur dalam perikatan baru tersebut. Dalam hal tidak

terdapat kesepakatan atau tidak dapat dibuktikan bahwa telah terjadi penghapusan

perikatan lama yang disertai dengan pembentukan perikatan baru dengan segala

konsekuensinya maka tetap berlakulah ketentuan dalam perikatan yang lama. Ini

berarti tidak terjadi novasi. (Gunawan Widjaja,2003:81-82)

Pasal 1417 KUH Perdata menyebutkan delegasi atau pemindahan, dengan

mana seorang berutang memberikan kepada orang yang mengutangkan padanya

seorang berutang baru mengikatkan dirinya kepada si berpiutang, tidak

menerbitkan suatu pembaharuan utang, jika si berpiutang tidak secara tegas

menyatakan bahwa ia bermaksud membebaskan orang berutang yang melakukan

pemindahan itu, dari perikatannya. Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa

penggantian debitur berdasarkan novasi memerlukan pernyataan yang tegas dari

kreditur. Selama tidak dinyatakan secara tegas bahwa debitur dibebaskan dari

perikatan yang lama maka setiap penunjukan seorang debitur baru yang secara

sukarela kemudian mengikatkan dirinya kepada kreditur senantiasa dianggap

untuk kepentingan kreditur.

Page 7: Pembaharuan Hutang Fix

Akibat terjadinya novasi menurut pasal 1418 KUH Perdata adalah debitur

lama yang telah dibebaskan kewajibannya oleh kreditur, tidak dapat melakukan

pembayaran kepada debitur lama, sekalipun debitur baru mengalami pailit atau

tidak dapat menjalankan perbuatan hukum. Dengan kata lain, setelah terjadi

delegasi, kreditur tidak dapat menuntut debitur semula, jika debitur baru jatuh

pailit. Berlainan halnya jika hak penuntutan dipertahankan dalam persetujuan atau

jika pada waktu terjadi delegasi, debitur baru ternyata sudah pailit atau dalam

keadaan terus-menerus merosot kekayaanya.

Menurut pasal 1419 KUHPerdata, jika telah terjadi novasi subjektif

aktif,debitur tidak dapat mengajukan sanggahan (tangkisan) terhadap kreditur

baru. Akan tetapi, ia dapat mengajukan kepada kreditur semula, sekalipun ia tidak

mengetahui pada waktu terjadinya novasi akan adanya sanggahan tersebut.

Berkaitan dengan adanya Perjanjian Ikutan atau Perjanjian Accessoirnya

yang dibuat berdasarkan Perjanjian Pokoknya, secara hukum positif bilamana

dilakukan pengalihan hutang sebagaimana mekanisme novasi ,maka terdapat

perbedaan mengenai hapus atau tidaknya Perjanjian Ikutan atau Perjanjian

Accessoir yang melekat pada perjanjian pokok hutang antara kreditur dan debitur

lama, dengan penjelasan sebagai berikut (dengan contoh perjanjian pengikatan

jaminan). Pertama, Jika dilakukan pengalihan hutang dengan cara Delegasi, maka

secara yuridis perjanjian pengikatan jaminannya masih tetap dipertahankan dan

tetap mengikat para pihak yang membuat perjanjian. Hal ini berarti perjanjian

pengikatan jaminannya tidak hapus karena perjanjian pokoknya tetap berlaku. Hal

ini diatur dalam Pasal 1422 KUH Perdata yang menyatakan bahwa apabila

pembaharuan utang diterbitkan dengan penunjukan seorang berutang baru yang

menggantikan orang berutang lama, maka hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik

yang dari semula mengikuti piutang, tidak berpindah atas barang-barang si

berutang baru. Kedua, Jika dilakukan pengalihan hutang dengan cara Novasi

Subyektif Pasif, maka perjanjian pengikatan jaminannya tidak dapat

dipertahankan. Hal ini berarti perjanjian pengikatan jaminannya hapus karena

perjanjian pokoknya sudah tidak berlaku dengan adanya pembebasan utang dari

kreditur kepada debitur lama. Dapat dilihat dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 4

Page 8: Pembaharuan Hutang Fix

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, diatur bahwa Hak Tanggungan menjadi

hapus karena hal-hal sebagai berikut :

1) hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan

2) dilepaskannya Hak Tanggungan oleh Pemegang Hak Tanggungan

3) pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh

Ketua Pengadilan Negeri

4) hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan

Sedangkan dalam Pasal 25 ayat (1) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia, diatur bahwa Fidusia menjadi hapus karena hal-hal sebagai berikut :

1) hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia

2) pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia

3) musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia

C. Pelaksanaan Novasi Subyektif Pasif dalam Dunia Perbankan

Pelaksanaan novasi subyektif pasif dimulai ketika debitur tidak bisa

melaksanakan kewajibanya untuk membayar hutang. Ketika debitur tidak dapat

melaksankan kewajibanya untuk membayar hutang dan sudah diperingatkan oleh

pihak kreditur dengan surat somasi maka nantinya debitur lama yang dengan

sendiri akan menunjuk debitur baru untuk meneruskan pelaksanaan kewajibanya

membayar hutang kepada kreditur atau kreditur yang akan menunjuk debitur baru

untuk melaksanakan kewajiban debitur lama. Berdasarkan peraturan yang berlaku

Penunjukan oleh kreditur terhadap debitur baru dapat dilakukan tanpa persetujuan

dari debitur lama. Dalam prakteknya di dunia perbankan untuk dapat menjadi

debitur baru atau pelaksanaan novasi subyektif pasif harus melalui beberapa

proses sebelum debitur baru tersebut dapat melaksanakan kewajibanya untuk

melanjutkan pembayaran utang kepada kreditur. Adapun proses-proses yang harus

dilaksanakan dalam dunia perbankan sebagai berikut:

1) Proses permohonan novasi

Persiapan proses pengajuan novasi adalah kegiatan tahap permulaan

dengan maksud untuk saling mengetahui informasi dasar antara calon debitur baru

dengan bank. Informasi umum yang dikemukakan oleh pihak bank antara lain

tentang prosedur /tata cara pengajuan novasi serta syarat-syarat untuk meneruskan

Page 9: Pembaharuan Hutang Fix

kredit debitor lama yang telah meninggal dunia . dari pihak calon debitur baru

diharapkan adanya informasi-informasi secara garis besar tentang hal-hal yang

diperlukan pihak bank tentang keadaan calon debitor baru. Proses permohonan

novasi pada lembaga perbankan sama dengan permohonan kredit padaumumnya.

Pelaksanaan pemberian fasilitas kredit pada umumnya dilakukan dengan

mengadakan suatu perjanjian yaitu melalui perjanjian kredit antara bank sebagai

pemberi kredit (kreditor) dengan nasabah sebagai permohonan kredit(debitor)

sehingga diantara keduanya tersebut terjadi hubungan hukum. Sebelum fasilitas

kredit dilaksanakan, maka pihak bank telah menyediakan blanko perjanjian kredit

terlebih dahulu untuk diberikan kepada setiap permohonan kredit, guna meminta

persetujuan debitur mengenai isi perjanjian tersebut, apakah debitur menerima

atau menolak isi perjanjian tersebut( Mariam badrulzaman, 1992:36)

2) Analisis atau penilain kredit

Syarat umum untuk melakukan novasi adalah bahwa debitur baru yang

menggantikan debitur lama harus mempunyai kemampuan untuk mengembalikan

kreditnya tepat pada waktunya. Adapun unsur-unsur yang harus ada sesuai surat

Edaran Bank Indonesia (SEBI) tanggal 28 Februari 1991 Nomor : 23/6/UKU,

yaitu prinsip 5 C , Character, Capacity, Capital, Conditions of Economy dan

Collateral:

a. Character (Watak), adalah penilaian atas kepribadian, moral, kejujuran

calon Debitur secara pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Karena

watak yang jelek akan menimbulkan perilaku-perilaku yang jelek pula.

Perilaku yang jelek ini termasuk tidak mau membayar hutang. Karena itu,

sebelum kredit diluncurkan, harus terlebih dahulu ditinjau apakah

misalnya calon Debitur berkelakuan baik, tidak terlibat tindakan-tindakan

kriminal, bukan merupakan penjudi, pemabuk, atau tindakan-tindakan

tidak terpuji lainnya. Kegunaan dari penilaian terhadap karekter ini adalah

untuk mengetahui sejauh mana itikad/kemauan debitur untuk melunasi

kewajibannya (Willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah

ditetapkan. Suatu pemberian kredit adalah atas dasar kepercayaan, jadi

yang mendasari suatu kepercayaan yaitu adanya keyakinan dari pihak

Page 10: Pembaharuan Hutang Fix

bank, bahwa sipeminjam mempunyai watak, moral, sifat dan juga

mempunyai rasa tanggung jawab yang baik serta kooperatif. Karakter ini

merupakan faktor yang dominan, sebab walaupun nasabah tersebut cukup

mampu untuk menyelesaikan hutangnya tetapi kalau tidak mempunyai

itikad baik tentu akan membawa berbagai kesulitan bagi bank di kemudian

hari. Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari

nasabah tersebut dapat ditempuh melalui upaya sebagai berikut :

a) Meneliti riwayat hidup nasabah

b) Meneliti reputasi nasabah tersebut di lingkungan usahanya

c) Meminta informasi antar bank

d) Mencari informasi kepada asosiasi-asosiasi usaha di mana nasabah

berada

b. Capital (Kapital), adalah penilaian terhadap permodalan dari suatu debitur.

Penilaian terhadap permodalan dari seorang debitur juga merupakan hal

yang penting harus diketahui oleh calon krediturnya. Karena permodalan

dan kemampuan keuangan dari suatu debitur akan mempunyai korelasi

langsung dengan tingkat kemampuan bayar kredit. Permodalan dapat

diketahui misalnya lewat laporan keuangan usaha debitur, yang apabila

perlu disyaratkan audit oleh independent auditor. Kapital adalah jumlah

dana/modal sendiri yang dimiliki oleh nasabah. Makin besar modal sendiri

dalam perusahaan tentu semakin tinggi kesungguhan nasabah menjalankan

usahanya dan bank akan merasa lebih yakin memberikan kredit.

Kemampuan modal sendiri akan merupakan benteng yang kuat agar tidak

mudah mendapat goncangan dari luar. Penilaian atas besarnya modal

sendiri adalah penting mengingat kredit bank hanya sebagai tambahan

pembiayaan dan bukan untuk membiayai seluruh modal yang diperlukan.

Modal sendiri juga diperlukan bank sebagai alat penilaian kesungguhan

dan tanggung jawab nasabah dalam menjalankan usahanya, karena ikut

menanggung resiko terhadap gagalnya usaha. Dalam praktek, kemampuan

capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan

self financing. Bentuk dari self financing ini tidak selalu harus berupa uang

Page 11: Pembaharuan Hutang Fix

tunai, namun juga dalam bentuk barang modal seperti tanah, bangunan,

mesin-mesin. Besar kecilnya capital ini dapat dilihat dari neraca

perusahaan yaitu komponen modal disetor, laba ditahan dan lain-lain.

Untuk perorangan dapat dilihat dari daftar kekayaan yang bersangkutan

setelah dikurangi hutang-hutangnya.

c. Capacity (Kapasitas), Seorang calon debitur harus pula diketahui

kemampuan bisnisnya, sehingga dapat diprediksi kemampuannya untuk

melunasi hutangnya. Kalau kemampuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak

diberikan kredit dalam skala besar. Demikian juga jika trend bisnisnya

ataupun kinerja bisnisnya lagi menurun, maka kredit juga semestinya tidak

diberikan. Kecuali jika menurunnya itu karena kekurangan biaya sehingga

dapat diantisipasi bahwa dengan tambahan biaya lewat peluncuran kredit,

maka trend atau kinerja bisnisnya tersebut dipastikan akan semakin

membaik. Kapasitas adalah kemampuan yang dimiliki nasabah dalam

menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan

dari penilaian ini adalah untuk mengetahui/mengukur sampai sejauh mana

nasabah mampu untuk mengembalikan atau melunasi hutanghutangnya

(ability yo pay) secara tepat waktu, dari kegiatan usahanya.

d. Colateral (Jaminan/Agunan), Fungsi agunan dalam setiap pemberian

kredit sangat penting. Bahkan Undang-Undang mensyaratkan bahwa

agunan itu mesti ada dalam setiap pemberian kredit. Agunan merupakan

the last resort bagi Kreditur, dimana akan direalisasi/dieksekusi jika suatu

kredit benar-benar dalam keadaan macet. Collateral adalah barang-barang

yang disertakan nasabah sebagai agunan kredit yang diterimanya.

Collateral tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh mana

resiko kewajiban finansial nasabah kepada bank. Evaluasi terhadap agunan

ini antara lain jenis, lokasi, ukuran, bukti kepemilikan, status hukum dan

nilainya. Agunan meliputi agunan utama adalah barang yang dibiayai oleh

dana dari bank dan agunan tambahan adalah barang yang tidak dibiayai

oleh dana bank dan bukan merupakan bagian barang yang digunakan

untuk kegiatan operasional usaha nasabah. Apabila usaha nasabah

Page 12: Pembaharuan Hutang Fix

mengalami masalah atau bangkrut, seringkali dana kas atau persediaan

atau piutang tidak dapat lagi dilikuidasi untuk memenuhi berbagai

kewajiban nasabah kepada pihak lain. Oleh karena itu nasabah harus

menyerahkan agunan tambahan di luar barang yang digunakan untuk

kegiatan operasional usaha nasabah.

e. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi), Kondisi perekonomian secara

mikro maupun makro merupakan faktor penting pula untuk dianalisis

sebelum suatu kredit diberikan, terutama yang berhubungan langsung

dengan bisnisnya pihak debitur. Misalnya jika bisnis debitur adalah di

bidang bisnis yang selama ini diproteksi atau diberikan hak monopoli oleh

pemerintah. Jika misalnya terjadi perubahan policy dimana pemerintah

mencabut proteksi atau hak monopoli, maka pemberian kredit terhadap

perusahan tersebut mesti ekstra hati-hati. Kondisi perekonomian yaitu

situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang

mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang

kemungkinannya mempengaruhi kelancaran perusahaan nasabah.

Selain itu, prinsip-prinsip pemberian kredit dengan prinsip 7P yaitu( Jamal

Wiwoho,2008 :96-97):

a. Personality yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah

lakunya sehari hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup

emosi, sikap, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu

masalah. Jadi didalam melakukan analisis kredit dapat melihat kebiasaan

nasabah yang mengajukan permohonan kredit

b. Party, yaitu mengklasifikasikan nasabah dalam klasifikasi tertentu atau

golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta

karakternya, sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu

dana akan mendapat fasilitas yang berbeda dari bank

c. Purpose, yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit,

termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah.tujuananya pengambilan

kredit dapat bermacam-macam

Page 13: Pembaharuan Hutang Fix

d. Prospect, yaitu menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang

menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau

sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang

dibiayai tanpa mempunyai prospek bukan hanya bank yang rugi tetapi juga

nasabah

e. Payment, merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan

kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dan untuk

pengembalian kredit

f. Profitability untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam

mencari laba. Profitability diukur dari period eke periode apakah akan tetp

sama atatu akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang

akan diperolehnya

g. Protection, tujuannya adaah bagaimana menjaga agar usaha dan jamina

mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminannya yaitu

asuransi. Sehingga apabila dikemudian hari terjadi masalah atau kredit

macet tersebut dapat langsung lunas karena diasuransikan

Selain analisis 5 C dan 7 P, dalam melakukan pemberian kredit juga

dianalisis dengn mengunakan prinsip 3 R yaitu (Djoni S.Gazali dan rachmadi

usman 2010:276) :

a. Return (Hasil yang diperoleh), Merupakan hasil yang akan diperoleh oleh

debitur, dalam hal ini ketika kredit telah dimanfaatkan nanti harus dapat

diantisipasi oleh calon kreditur. Artinya, perolehan tersebut mencukupi

untuk membayar kembali kredit beserta bunga, ongkos-ongkos disamping

membayar keperluan perusahaan lain, seperti untuk cash flow, kredit lain

jika ada dan sebagainya.

b. Repayment ( Pembayaran Kembali), Kemampuan membayar dari pihak

debitur tentu saja juga mesti dipertimbangkan, apakah kemampuan

membayar tersebut match dengan schedule pembayaran kembali dari

kredit yang akan diberikan itu. Ini juga merupakan hal yang tidak boleh

diabaikan.

Page 14: Pembaharuan Hutang Fix

c. Risk Bearing Ability (Kemampuan menanggung resiko), Hal lain yang

perlu diperhatikan juga adalah sejauh mana terdapatnya kemampuan

debitur untuk menanggung resiko. Misalnya dalam hal terjadi hal-hal

diluar antisipasi kedua belah pihak. Terutama jika dapat menyebabkan

timbulnya kredit macet. Untuk itu harus diperhitungkan apakah misalnya

jaminan dan/atau asuransi barang atau kredit sudah cukup aman untuk

menutupi resiko tersebut.

Selain prinsip prinsip yang telah disebutkan agar pelaksanaan novasi dapat

berjalan dengan baik, maka diperlukan syarat-syarat tambahan yang diperlukan

antara lain (Indriyani Widyastuti, 2010:102) :

a. Para pihak yaitu debitur baru dan pihak bank harus cakap menurut hukum,

sehingga mampu membuat perjanjian.

b. Perjanjian novasi harus dinyatakan secara tegas dan tertulis, tidak boleh

hanya dipersangkakan.

c. Ada dua pihak dalam novasi yaitu pihak bank sebagai kreditur dan debitur

baru.

d. Antar pihak bank sebagai kreditur dan debitur baru membuat akta novasi

dihadapan notaris.

e. Harus ada akta pengikatan jaminan baru baik jaminan pokok maupun

jaminan tambahan.

f. Jaminan milik debitur baru masih bisa menutup hutang yang diambil alih

debitur baru.

g. Debitur baru harus memenuhi syarat-syarat sebagai debitur baru.

h. Debitur baru harus melakukan pembayaran awal sebagai bukti bahwa

debitur baru mempunyai kesungguhan untuk menyelesaikan hutang yang

diambil alih.

3) Keputusan kredit

Atas dasar laporan hasil analisis kredit, maka pihak bank akan

memutuskan diterima atau ditolaknya permohonan novasi tersebut. Apabila

permohonan tersebut layak untuk dikabulakan, maka akan dituangkan dalam

surat penegasan persetujuan novasi

Page 15: Pembaharuan Hutang Fix

4) Administrasi kredit dalam proses novasi

Administrasi dalam proses novasi adalah pencatatan keseluruhan data

yang berkaitan dengan proses pelaksanaan novasi. Proses pelaksanaan novasi

adalah keseluruhan tindakan yang harus dilakukan dalam pengelolaan novasi,

meliputi sejak dari debitur baru mengajukan permohonan novasi sampai

permohonannya ditolak atau bilamana permohonanya disetujui sampai dengan

hubungan krdit berakhir

D. Penutup

Pelaksanaan novasi subyektif pasif terjadi ketika debitur tidak dapat

melaksanakan kewajibanya membayar hutang kepada kreditur dan disisi lain

kreditur sudah memberikan surat peringatan kepada debitur untuk melaksanakan

kewajibanya. Debitur dapat dengan sendirinya menunjuk debitur baru untuk

melaksanakan kewajibanya membayar hutang kepada kreditur atau kreditur yang

akan menunjuk debitur baru untuk melaksanakan kewajiban debitur lama.

Implementasi novasi subyektif pasif sangat diperlukan dalam dunia perbankan

baik untuk bank, debitur lama dan debitur baru. Bank berkepentingan untuk

kelanjutan atau kelancaran angsuran pengembalian pinjaman disisi lain debitur

lama karena tidak bisa melaksanakan kewajibanya maka diperlukan bantuan

orang lain yaitu debitur baru. Debitur baru juga mendapat keuntungan yaitu

mendapat barang jaminan debitur lama dengan nilai yang dibawah harga pasar

apabila jaminan tersebut dijual oleh debitur sebagai syarat untuk meneruskan

kewajiban debitur lama untuk membayar hutang kepada kreditur. Proses

pelaksaan novasi subjektif dalam dunia perbankan meliputi proses permohonan

novasi, analisis atau penilian kredit, keputusan kredit dan administrasi kredit.

Page 16: Pembaharuan Hutang Fix

Daftar Pustaka

Muchdarsyah Sinungan. 1979. Kredit seluk beluk dan tehnik pengelolaan. Jakarta: Yagrat.

Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi. 2003. Hapusnya Perikatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

J. Satrio. 1999. Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie dan Percampuran Hutang. Bandung: Alumni.

Jamal Wiwoho. 2012. Hukum Perbankan Indonesia. Surakarta : UNS Press.

Indriyani Widyastuti. 2010. Novasi Subyektif Pasif Karena Meninggalnya Debitur pada PT Bank Mandiri (Persero) Cabang Pemuda Semarang. Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman. 2010. Hukum Perbankan. Jakarta: Sinar Grafika.

Sidabukke, Sudiman. (2008). Kredit Macet Dan Novasi Subjektif Pasif. Jurnal Yustika, 11 (1). Pp. 1-15. ISSN 1410-7724. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Irham Fachreza Anas. Pengalihan Hutang Dari Debitur Lama Kepada Debituru. Dalam http://irham-anas.blogspot.co.id/2012/07/pengalihan-hutang-dari-debitur-lama.html diakses 1 oktober 2015

Perundang-undanganKitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk wetboek).