pembagian hart a pusaka menurut hukum kew arisan...
TRANSCRIPT
-
PEMBAGIAN HART A PUSAKA MENURUT HUKUM KEW ARISAN ISLAM DAN HUKUM KEW .ARISAN ADA T PERPATIH DI DAERAH REMBAU PROPINSI NEGERI
SEMBILAN MALAYSIA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syarat mempcroleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SH!)
Oleh:
FATEHAH BINTI ZULKAFLI 106044103562
KONSENTRASI PERADILAN A GAMA PROGRAM STUDI AHW AL AL- SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUI\1 UIN SY ARIF HIDA YATULLAH
JAKARTA L110 U / 1fillQ M
-
PEMBAGIAN HART A PUSAKA MENURUT HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ADAT
PERPATIH DI DAERAH REMBAU PROPINSI NEGERI SEMBILAN MALAYSIA
SKRIP SI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Olch:
FATEHAH BINTI ZULKAFLI NIM: 106044103562
Di Bawah Bimbingan :
DR. H . fifi Fauzi Abbas. M.A NIP: 150 210 421
KOSENTRASI PERADILAN A GAMA PROGRAM STUD I AHW AL SY AKHSHIYAH
FAKUL T AS SYARIAH DAN HUKUM VIN SY ARIF HIDA YA TULLAII
JAKARTA 1429 HI 2008 M
-
PENGESAHAN P ANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang be1judul "PEMBAGIAN HARTA PUSAKA MENURUT HUKUM
KEWARISAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ADAT PERPATIH DI
DAERAH REMBAU PROPINSI NEGERI SEMBILAN MALAYSIA" telah
diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 15 September 2008 Skripsi ini telal1 diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sai:jana Hukum !slain pada
Program Studi Ahwal Syahkshiyah.
PROF. DR. H. AMIN SUMA Slfl, MA, MM. NIP : 150 210 422
PANITIA UJIAN SIDANG MUNAQASAH
Ketua
Sakertaris
: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA Nip: 150 169 422
: Kamarusdiana, S.Ag, MH Nip: 150 285 972
Pembimbing : Dr. H. Afifi Fauzi Abbas. MA Nip: 150 210 421
Penguji I
Peng1tji II
: Prof. Dr.H. A. Sutarmadi Nip: 150 031 177
: Kamarusdiana, S.Ag, MH Nip: 150 285 972
( ..... p .... : ... : ...................... ) ~ ( .......................................... )
'\)
( .......................................... )
~ ( ............................................ )
-
KATA PENGANTAR
~ )1 i:r-)' .Ji1 r
Segala puji bagi Allah SWT, Pencipta dan Penguasa alam semesta yang telah
melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis terutarnanya dalam rangka
penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah menyelamatkan umat dari alarn kegelapan lee alam
terang benderang.
Skripsi ini ditulis dalam rangka melengkapi syarat-syarat guna memperoleh
gelar strata satu (S. l), pada Program Studi Ahwal Syakhsiyah, Fakultas Syariah dan
Hukum UlN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul: "PE:MBAGIAN HARTA
PUSAKA MENURUT HUKUM KEWARISAN ISLAIVI DAN HUKUM
KEWARISAN ADAT PERPATIH DI IDAERAH RENCBAU PROPINSI
NEGERI SEMBILAN MALAYSIA".
Untuk menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat petunjuk dari berbagai
pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam ha! ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. DR. Muhannnad Amin Suma MA, SH, MM. selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UlN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dengan
kewenangan yang dimiliki telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk
menyusun skripsi ini.
-
2. Bapak Drs. H.A Basiq Djalil, SH, MA dan Bapak Kamarusdiana S.Ag. MI-I,
masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ahwal Syakhshiyah yang
telah banyak memberi motivasi dan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. I-I. Afifi Fauzi Abbas, M.A, selaku dosen pembimbing skripsi yang
dengan sabar memberi tunjuk ajar, arahan, dan masukan kepada penulis hingga
selesainya skripsi ini. I-lanya Allah saja yang memba!as jasa baiknya kepada
penulis.
4. Seluruh Staff Pengajar (dosen) Program Studi Ahwal Syakhshiyah Fakultas
Syariah dan Hukum, serta kepada karyawan dan staff perpustakaan yang telah
memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Teristimewa buat tatapan ayahanda tercinta Zulkafli Bin Taha dan lbunda
tercinta Che Num Binti Bakar, kakanda tersayang Kaklong, Angal1, Alang,
Kakteh, Banchek dan Kakcik serta selmuh ahli keluarga yang amat dicintai dan
disayangi, terima kasih banyak atas bantuan kalian terutama dari segi keuangan,
doa serta dukungan kalian tidak dilupakan. Terima kasih juga atas pengorbanan
serta kesabaran yang tidak terhingga serta sentiasa memberi semangat tanpa
jemu hingga penulis dapat menyelesaikan pengajian di sini dengan selamat, dan
sempurna. Tidak ada yang dapat dipersembahkan sebagai balasan, melainkan
sebuah keberhasilan.
6. Teman-teman sahabat perjuangan, terutama K.wi, K.wani, K.siti, K.leli, K.ti,
Cikdah, jutaan terima kasih penulis ucapkan karena. turut mendoakan
-
keberhasilan, memberi partisipasi, dan semangat kepada penulis demi
keberhasilan penulisan karya ilmiah ini.
7. Teman-teman Malaysia yang berada di Indonesia maupun di Malaysia, dan
teman-teman seangkatan 2006/2007 Jurusan Ahwal Syakhsiyyah. Terima kasih
atas kebersarnaan kalian dalarn menemani penulis selama kuliah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Akhirnya, semoga slaipsi ini dapat memberikan masukar1 yang positif kepada
pembaca sekalian, semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat
imbalan dari yang Maha Kuasa. Penulis menyadari bahwa dalarn penulisan skripsi ini
tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan, maka kritikan dart saran yang bersifat
konstruktif sangat diharapkan dalan1 rangka perbaikan dan kesempurnaan penulisan
m1.
Kepada Allah SWT jualah penulis memohon, semoga jasa baik yang telah
kalian sumbangkan menjadi amal soleh dan mendapat balasan yang lebih baik dari
Allah SWT.
-Amin Ya Rabbal A 'lamin-
Jak 4 Juli 2008 M
arta: l Rajab 1429 H
Penulis
v
-
DAFTARISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFT AR ISi .................................................................................................... vi
DAFT ART ABEL .......................................................................................... viii
BABI PENDAHULUAN
A. La tar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Pembatasan dan Perwnusan Masai ah ........................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 9
D. Objek Penelitian ......................................................................... 10
E. Metode Penelitian ....................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 14
BAB II PEMBAGIAN W ARIS DALAM ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hukum ..................................................... 16
B. Rukun-rukun dan Syarat-syarat Kewarisan Dalam Islam .......... 23
C. Sebab-sebab dan Halangan Untuk Menerima Warisan .............. 24
D. Ahli Waris dan Bagian-bagiannya ............................................. 26
E. Wasiat Wajibah ........................................................................... 39
BAB III KEDUDUKAN HART A DALAM SISTIM KEWARISAN
ADAT PERPATIH DI REMBAU
A. Sekilas Tentang Adat Tanah Melayu (Malaysia) ....................... 42
-
B. Adat Perpatih Dalam Hukum Adat Negeri Sembilan ................ 49
C. Macam-macam Harta Dalam Sistim Adat Perpatih ................... 57
D. Demografi Daerah Rembau Negeri Sembilan ............................ 65
BAB IV PEMBAGIAN HARTA PUSAKA DALAM ADAT PERPATIH
A. Sistem Perwarisan Harta Dalam Adat Perpatih .......................... 75
B. Cara Membagi Harta Pada Masyarakat Rembau ..................... 77
C. Aspek yang Berbeda Dalam Pembagian Harta Pusaka
Hukum Islam dan Adat Perpatih ................................................ 85
D. Analisa Penulis ........................................................................... 93
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 102
B. Saran-saran ............................................................................... l 04
DAFT AR PUST AKA ................................................................................... 107
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Jumlah Penduduk Daerah Rembau Mengikut Jantina dan Mukim ..... 69
Tabel 3.2 : Profil Daerah Rembau ........................................................................ 70
Tabel 3.3 : Sarana Keagamaan .............................................................................. 70
Tabel 3.4 : Jumlah Persentase Penganut Daerah Rembau .................................... 72
Tabel 3.5 : Jumlah Penduduk Mengikut Bangsa Daerah Rembau ........................ 72
Tabel 3.6 : Jumlah Sarana Pendidikan Daerah Rembau ....................................... 73
Tabel 3.7 : Jumlah Penduduk Mengikut Mata Pencariim ..................................... 74
Vlll
-
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum Islam melengkapi selurnh segi kehidupan manusia, baik untuk
mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak. Dengan demikian
terdapat lima ha! yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia yaitu agama, aka!.
j iwa, harta dan keturunan. Di antara aturan yang mengatur hubungan manusia
yang ditetapkan oleh Allah adalah aturan tentang harta pusaka yaitu semua harta
yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal selepas kematiannya semua harta
bergerak seperti emas, perak, mata wang dan perabot, ataupun harta tidak
bergerak seperti tanah, rumah dan sebagainya.'
Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tent1mg pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa saja yang berhak
menjadi ahli waris dan berapa bagiarmya masing-masing.2 Adapun hukum
kewarisan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kehidupan manusia.
Setiap menusia di dunia ini akan mengalami satu peristiwa yang disebut dengan
kematian. Sebagaimana foman Allah dalam surah Al-Ankabut, ayat 57:
1 Mustofa Al-Khin, Kitab Fikah Mazhab Syajie, (Kuala Lumpur : Pustaka Salam Sdn Bhd, 2003) Jilid 5, h. 845.
2 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003) h. 355
-
2
Artinya: 'Tiap-tiap yang be1jiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami
kamu dikembalikan ". (Al-Ankabut/ 29 : 57)
Sistem kewarisan merupakan suatu sistem yang lahir dari fitrah awal
manusia dan ia menjadikan orang yang kemudian mewarisi warisan dari orang
yang terdahulu. Setiap bangsa juga mempunyai sistem kewarisan tertentu yang
berbeda dari sistem warisan yang lain.
Hukum kewarisan Islam atau dikenali dengan istilah faraidh atau mirats
adalah didasarkan kepada Al-Quran dan Sunnah. Ia merupakan suatu istilah Arab
yang juga bermaksud undang-undang pusaka Islam a.tau 'mirats ', yang
berasaskan Al-Quran dan As-Sunnah. Ia adalah satu cabang ilmu yang berkaitan
dengan pewarisan, pengetahuan tentang cara pengiraan yang membolehkan
pembagian harta pusaka dibuat dan pengetahuan tentang baha.gian yang wajib dari
harta pusaka untuk setiap mereka yang berhak.'
Dari definisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa, ilmu faraidh atau mirats
adalah satu ilmu yang membincangkan tentang cara pembagian pusaka menurut
hukum Islam, dan siapa yang berhak untuk mendapat harta tersebut.4
Di antara yang diatur dalam hukum kewarisan ini adalah mengenai
ketentuan-ketentuan tentang siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris, berapa
bagian masing-masing, dan cara membagi clan syarat-syarat penerima harta.
3 Zaleha Kamaruddin, Kam us !stilah Undang-Undang Ke/uarga Islam, (Kuala Lumpur: Zebra Editions Sdn Bhd, 2002), h. 26
4 Mimi Kamariah Majid, Undang-Undang Keluarga Di Malaysia, (Butterworths: The Butterworth Group Of Companies, 1992), h. 197
-
3
Pemilikan harta pusaka tidak akan menimbulkan tanggungjawab terhadap harta si
penerima waris, karena hutang-hutang yang ditinggalkan si mati tidak akan
berpindah kepada si penerima tetapi terbebankan pada harta peninggalan si mati.
Tegasnya sistem kewarisan Islam mengakui hak setiap ahli waris dalam
harta peninggalan dengan cara seluas-luasnya membuka kemungkinan untuk
diwariskan kepada semua waris yang ada di antaranya laki-la.ki, perempuan, anak-
anak atau orang tua.
Secara umum, Islam telah menetapkan secara terperinci tentang pembagian
harta pusaka melalui surah an-Nisaa' ayat 11, 12, dan 176. Dari ketiga ayat ini
dapat disimpulkan seperti berikut :
1. Bagian pusaka anak laki-laki adalah dua kali bagian pusaka anak perempuan.
2. Anak perempuan, jika si mati tidak bersama anak laki-laki mendapat Y,
sekiranya seorang dan 2/3 sekiranya ramai atau berbilang.
3. !bu mendapat 1/3 jika si mati tidak mempunyai anak keturunan atau
mempunyai beberapa saudara dan ibu mendapat 1/6 jika si mati mempunyai
anak keturunan atau beberapa saudara.
4. Bapak menerima 1/6 dan 'asabah' (bagi) jika simati mempunyai anak
keturunan perempuan, 1/6 saja jika si mati mempunyai :mak keturunan laki-
laki, dan 'asabah' jika si mati tidak mempunyai anak keturunan apakah laki-
laki atau perempuan.
5. Istri atau istri-istri mendapat Y. jika si mati tidak mempunyai anak ketunman
dan 1/8 jika si mati mempunyai anak keturunan.
-
4
6. Suami mendapat Y,jika si mati tidak mempunyai anak keturunan dan Y. jika si
mati mempunyai anak keturunan.
7. Saudara-saudara seibu sama ada laki-laki atau perempuan mendapat 1/6 jika
seorang dan 1/3 jika berbilang ketika si mati tidak mempunyai anak keturunan
dan bapak ke atas.
8. Bagian pusaka saudara-saudara laki-laki seibu sebapa atau sebapa dua kali
bagian pusaka 5
Di propinsi Negeri Sembilan Malaysia, sebagian masyarakat di propinsi
itu menyelesaikan pembagian kewarisan mengikut hukum adat. Hukum adat
yang digunakan atau dipakai di Negeri Sembilan adalah hukum Adat Perpatih.
Hukum Adat Perpatih ini mempunyai pengaruh yang besar dalam
pemerintahan kerajaan Negeri Sembilan.
Adapun pelaksanaan pembagian kewarisan dalam hukum Adat Perpatih
ini selalu menjadi topik perdebatan hangat di kalangan masyarakat Melayu
karena pemberian hmia pusaka yang memberikan kelebihan kepada kaum
perempuan. Sebagian masyarakat di Malaysia juga seringkali dihadapkan
dengan persoalan bahwa sistem pembagian hmia yang dilaksanakan oleh
masyarakat Adat Perpatih adalah be1ientm1ga'1 denga11 ketetapan hukum
syara'. Ada beberapa daerah di Negeri Sembilan yang menggunakan Adat
Perpatih ini sampai ketahap mengesampingkan undang-undang Islam.
5 Zaini Nasohah et.al. Syariah Dan Undang-Undang Suatu Perbandingan, (Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd, 2004), h. 247-248.
-
5
Menurut pandangan Islam, harta pusaka ialah harta. peninggalan si mati
setelah diselesaikan segala keperluan seperti keperluan penyelenggaraan
pengebumian mayat, membayar hutang-hutang si mati dan menunaikan
wasiat. Peninggalan-peninggalan dari keperluan-keperluan di atas tadi,
merupakan harta pusaka yang akan dibagi-bagikan kepad.a waris si mati. Harta
pusaka itu adalah harta yang menjadi milik si mati dari yang sekecil-kecilnya
sampai kepada yang sebesar-besarnya. Harta pusaka itu pula boleh berupa
sawah ladang, kedai, pakaian, perhiasan-perhiasan, barang-barang perniagaan,
hutang piutang dan sebagainya. Sebelum pembagian haita dijalankan penting
dilakukan penilaian terhadap harta pusaka tersebut.6
Membuat penilaian pada harta pusaka itu ada kepentingannya. Hal ini
akan menentukan dan memudahkai1 pembagian harta pusaka dijalankan.
Setiap waris yang tinggal, tidak mendapat jumlah bagian harta mengikut
kehendak sendiri. Malah mereka akan mendapat bagian-bagian yang telah
ditentukan oleh Al-Qman seperti setengah, sepertiga, dua pertiga, seperempat,
seperenam dan seperdelapan dari kesemua jumlah haita pusaka yang telah
dinilaikan.
Bagian-bagian yang telah ditentukan di dalan1 Al-Quran itu diberikan
kepada orang-orang yang tertentu mengikut darjatnya berdasarkan kepada
waris yang paling dekat, diikuti pula oleh waris-waris yang lain. Waris-waris
6 Faraded Bt. Mohd. Dom, Persoa/an Pembagian Harta Dalam Adat Peipatih, (Latihan llmiah Tahun Kepujian, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1978-1979), h. 73.
-
6
yang dekat dengan si mati itu misalnya di antara suami dan isteri, andainya si
suami meninggal dunia, warisnya yang dekat ialah isterinya dan sekiranya si
mati meninggalkan anak, ia merupakan waris yang kedua dekat dengan si
mati. Setelah itu barulah dimasukkan ibubapa dan saudara-saudara yang lain.
Untuk menentukan bahwa seseorang itu menjadi waris kepada si mati adalah
berdasarkan kepada dua cara. Cara pertama adalah melalui jalan perkawinan
khususnya di antara suami dan isteri. Cara kedua ialah dengan jalan
kekerabatan atau hubungan darah misalnya di antara ibubapa dan anak juga
dengan saudara-saudara yang lain.
Setelah memahami konsep harta pusaka yang serba ringkas menurut
pandangan Islan1 yang menyeluruh dan merangkum semua benda dari yang
sekecil-kecilnya hingga kepada sebesar-besarnya, timbul pula persoalan
tentang konsep harta pusaka menurnt Adat Perpatih. Konsep harta pusaka
dalam masyarakat Adat Perpatih berbeda dengan konsep harta pusaka
mengikut pandangan Islam. 7 Ini karena, Adat Perpatih memberikan kelebihan
kepada kaum wanita. Harta pusaka diberikan kepada perempuan dan waris
laki-laki hanya mendapatkan harta soko8 saja.
Di samping harta pusaka, terdapat beberapa Jems harta yang pada
pengertiannya adalah sama. Ini dapat dibuktikan dengan membandingkan
7 Ibid, h. 74
8 Harta soko misalnya keris, songkok, baju dan alat-alat perhiasan si mati
-
7
deretan jenis barang atau benda yang dinamakan harta pusaka itu seperti
tanah, rumah, sawah dan ladang terdapat dalan1 penge1iian harta pencaharian,
harta bawaan dan harta dapatan9. Cuma yang membedakan harta-harta
tersebut adalah dari segi sumber mandapatkannya, cam pemilikan dan cara
pembagiannya. Kalau menurut pandangan Islam, semua itu diistilahkan
sebagai harta pusaka asal saja ia berupa hak milik simati tanpa mernbedakan
di antara harta pencaharian bujang, pencaharian suarni isteri atau pencaharian
janda. Oleh karena konsep harta di antara kedua-dua sistem itu berbeda, rnaka
tidak heranlah jika cara pembagian harta terse but juga menimbulkan beberapa
kekeliruan dan kesamaran dengan sistem pembagian haiia mengikut Adat
Perpatih ini sehingga menyebabkan terjadinya perselisihan dalam suatu
keluarga.
Dari uraian di atas penulis merasa perlu untuk membahas tentang
pembagian harta pusaka menurut hukum Adat Perpatih ini. Maka penulis
memilih judul "PEMBAGIAN HART A PUSAKA MJENURUT HUKUM
KEWARISAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ADAT PERPATIH
DI DAERAH REMBAU, PROPINSI NEGERI SEMBILAN,
MALAYSIA".
9 Harta dapatan adalah harta yang dimiliki oleh seorang perempuan sebelum ia berkawin.
-
8
B. Pcmbatasan Dan Pcrumusan Masalah
Untuk mempemmdahkan penulis dalam pembahasan, penulis perlu kiranya
mengidentifikasi masalah sehingga jelas masalah yang perlu dibahas. Masalah
yang timbul adalah masalah masyarakat di Daerah Rembau, propinsi Negeri
Sembilan Malaysia menggunakan sistem pembagian harta pusaka menurut Adat
Perpatih. Ini karena masyarakat di propinsi lainnya seringkali dihadapkan dengan
persoalan bahwa sistem pembagian harta pusaka yang di laksanakan di kalangan
masyarakat Adat Perpatih ini berbeda dengan hukum Islam.
Dalam skripsi ini penulis membatasi pada pembagian harta pusaka menurut
hukum Adat Perpatih yang berlaku dalan1 masyarakat desa Rembau, di mana ia
merupakan adat yang diamalkan oleh masyarakat di desa itu kemudian dibedakan
dengan pembagian harta menurut hukum Islam.
Masalah Skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut yaitu pembagian hm1a
menurut Adat Perpatih ini berbeda dengm1 hukum Islam karena ia memberikan
kelebihan kepada kaum perempuan berbanding kaum lelaki. Oleh karena itu,
seringkali terjadi perselisihan dalam sebuah keluarga disebabkan sistem
pembagian harta ini. Perselisihan dalam sebuah keluarga itu juga terjadi karena
adanya kesamaran dan kekeliruan yang sering timbul dalam pembagian harta
Adat Perpatih ini. Ini karena dalam pembagian hm1a Adat Perpatih tidak
dijelaskan atau tidak disebutkan dengan jelas berapakah jumlah pembagian
terhadap ahli-ahli waris mereka. Karena ini maka timbulnya masala11
bagaimanakah sebenamya cara pembagian harta Adat Perpatih ini diberlakukan.
-
9
Agar penelitian dan pembahasan ini lebih terarah dan jelas pokok
permasalahannya, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut :
I. Bagaimana kedudukan harta dalam sistem kewarisan Adat Perpatih di
Rembau?
2. Bagaimana aturan pembagian harta pusaka menurut Adat Perpatih'!
3. Bagaimanakah pelaksanaan pembagian harta pusaka menurut hukum Adat
Perpatih?
4. Adakah perbedaan antara sistem pembagian harta pusaka menurut Islam
dengan sistem pembagian harta pusaka menurut hukum Adat perpatih?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana keduclukan harta clalam sistem kewarisan
Aclat Perpatih di Rembau.
b. Untuk mengetahui bagaimana aturan pembagian harta pusaka menurut
Aclat Perpatih.
c. Untuk mengetahui cara perlaksanaan pembagian harta pusaka menurut
hukum Adat Perpatih.
d. Untuk mengetahui aclakah perbedaan antara sistem pembagian harta
pusaka menurut hukum Islam dengan sistem pembagian harta pusaka
menurut hukum Adat Perpatih.
-
- 10
2. Manfaat Penelitian
Melalui penulisan skripsi ini, setidaknya ada beberapa manfaat yang
dapat di ambil yaitu supaya dapat menambahkan pengetahuan dan wawasan
dalam wilayah kajian yang erat kaitannya dengan program studi yang
digeluti penulis yaitu Peradilan Agama, khususnya menyangkut tentang
pembagian kewarisan di daerah penulis melakukan penelitian secara
langsung.
D. Objek Penelitian
Dengan membawakan judul Pembagian Hai1a Menurut Hukum Kewarisan
Islam dan Hukum Kewarisan Adat Perpatih di Daerah Rembau, Negeri Sembilan
ini, penulis akan coba mengkaji bagaimana cara perwarisan dan pembagian harta
dalam masyarakat tersebut dan masalah yang timbul daii sio.tem pembagian harta
itu.
Berdasaikan kajian perbandingan di antara cara pembagian harta dalam
Adat Perpatih dan cara pembagian harta menurut hukum syara', akan timbul
beberapa persoalan seperti kesamaran yang timbul diantara kedua-dua sistem
tersebut, aspek-aspek yang menimbulkan kekeliruan dan perkara yang
bertentangan di antaia kedua sistem pembagian harta itu.
Oleh karena timbulnya beberapa persoalai1 seperti kesamaran dan kekeliruan
dalam pembagian harta dalam Adat Perpatih ini, maka ia menyebabkan pemicu
terjadinya perselisihan dalam sebuah institusi kekeluargaan dalam masyarakat
Rembau, Negeri Sembilan.
-
11
Oleh karena itu, dalam penulisan ini, penulis coba mencari apakah perkara
yang menimbulkan kesamaran, kekeliruan dan perkara yang bertentangan di
antara kedua sistem pembagian harta tersebut.
E. Metode Penelitian
Untuk menyelesaikan penelitian ini, maka penulis menggunakan metode-
metode berikut :
l. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Pertama, primer. Y akni data yang paling akurat dan yang paling
penting dalam penelitian ini. Yaitu penjelasan dari tokoh-tokoh adat di
Rembau, praktek pembagian waris di Rembau serta implikasi-implikasi
disebabkan pembagian hmia menurut Adat Perpatih ini dan perbedaan-
perbedaan yang terdapat antara pembagian hmia menurut hukum Islam dan
Adat Perpatih di daerah Rembau, Propinsi Negeri Sembilan, Malaysia.
Kedua, sekunder. Merupakan sumber pendukung dari sumber primer
yang bersumberkan dari bahan kepustakaan yang terdiri dari buku-buku,
literatur-literatur, dokumen dan artikel yang berkaitan dengan masalah
kewarisan Adat Perpatih di Rembau dan Hukum Islmn. Diantaranya ialah
maklumat-maklumat yang berhubungan dengan pembagian harta menurut
Adat Perpatih. Dengan menganalisis sumber atau data tersebut, penulis
menggunakan pendekatan-pendekatan keilmuan yang sesuai dengan
masalah yang dibahas.
-
12
2. Sumber Data
Untuk memperoleh data dalam penulisan ini, penulis mendapatkan
sumber dengan menggunakan studi lapangan dan studi kepustakaan (field
reseach and library reseach). Studi ini untuk mempelajari pembagian harta
pusaka menurut hukum Islam dan Adat Perpatih.
Pendekatan analisis kualitatif dilakukan melalui wawancara clan studi
kepustakaan. Wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab
terhadap Kepala Adat Perpatih, diantaranya adalah Dato' Perba dari
Lembaga Suku Biduanda Waris Dua Carak yaitu Hj. Yahaya b. Abel Ghani
PPJ.JP, Dato' Putih clari Lembaga Suku Batu Hampar Petani yaitu Haji
Mohd Zain b. Nawi, serta Dato' Gempa Maharaja dari Lembaga Suku Batu
Hampar yaitu Ismail b. Jassin.
Adapun sumber data dari studi kepustakaan di ambil dari buku-buku
yang menjadi kutipan penulis seperti Kitab Fikah Mazhab Syafie karangan
Mustafa Al-Khin, Adat Perpatih Perbezaan clan Persamaannya Dengan Adat
Temenggung karangan Norhalim Hj. Ibrahim clan sumber-smnber data dari
buku-buku lain. Bagi mendapatkan data, penulis mengunjungi beberapa
perpustakaan tennasuk perpustakaan daerah Rembau, Negeri Sembilan,
perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah, Jakaita clan lain-Jain
perpustakan.
-
13
3. Metode Pengnmpulan Data
Penelitian ini, sebagaimana yang telah dijelaskan mernpakan .field
reseach dan librwy reseach. Teknik pengumpulan data yang digunakan
untuk penelitian field reseach dengan menggunakan wawancara.
Wawancara dilakukan secara berstruktur dengan menggunakan instrument
pedoman wawancara. Wawancara dalam ha! ini adalah percakapan yang
diarahkan kepada masalah tertentu atau pusat perhatian untuk mendapatkan
informasi.
Manakala pengumpulan data library reseach dilakukan dengan cara
mengumpulkan kitab-kitab ataupun buku-buku dan berbagai literatur yang
ada di perpustakaan yang kemudian penulis melakukan studi dokumen atau
penelahan teks-teks dari referensi primer dan sekunder dari berbagai
literatur.
4. Metode Pengolahan Data
Data yang terkumpul selanjutnya diolah, pertama data diseleksi atas
dasar reliabitas dan validitasnya., data yang rendah reliabitas dan validitas
dan yang kurang lengkap digugurkan atau dilengkapi dengan data yang
lainnya. Selanjutnya data yang lulus dalam seleksi diatur dalam tabel agar
mempermudahkan pengolahan selanjutnya.
5. Metodc Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah selurnh data tersedia
dari pelbagai sumber, baik primer maupun sekunder. Setelah dipelajari dan
-
14
ditelaah maka langkah penulis berikutnya adalah mereduksi data, dengan
jalan merangkum masalah yang penulis teliti. Dalam menganalisa data
penulis menggunakan metode pendekatan falsafati, dan dalam pengambilan
kesimpulan penulis menggunakan metode yuridis normatif, yaitu suatu
metode yang menggambarkan suatu masalah berdasarkan kepada norma
hukum yang berlaku.
6. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan, penulis merujuk kepada sistem penulisan
skripsi yang terdapat di dalam buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas
Syariah Dan Hukum, UIN SyarifHidayatullah, Jakarta.
F. Sisternatika Penulisan
Penulisan ini terdiri dari lima bab dengan sistematika sebagai berikut:
l. Bab I ini penulis mengemukakan latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, objek penelitian, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
2. Bab II penulis mendiskripsikan pembagian kewarisan dalam Islam yang
meliputi: pengertian dan dasar hukum, rukun-rukun dan syarat-syarat kewarisan
dalam Islam, sebab-sebab dan halangan untuk menerima warisan, dan ahli waris
dan bagian-bagiannya.
3. Bab III memaparkan kedudukan harta dalam sistem kewarisan Adat Perpatih di
Rembau meliputi: sekilas tentang Adat Tanah Melayu (Malaysia), Adat
-
15
Perpatih dalam hukum adat Negeri Sembilan, macam-macam haiia dalam
sistem Adat Perpatih, dan demografi daerah Rembau, Negeri Sembilaii.
4. Bab IV membahaskan mengenai pembagian harta pusaka dalam Adat Perpatih
yang di dalamnya meliputi : sistem perwarisan harta dalain Adat Perpatih, cara
membagi harta pada masyarakat Rembau, aspek yang berbeda dalam pembagian
harta pusaka hukum Islam dan Adat Perpatih dan analisa penulis.
5. Bab V merupakan bab penutup yaitu kesimpulan clan saran-saran, clalam
perbahasan ini penulis mengemukakan satu kesimpulai1 dari skripsi ini. Selain
itu dalam bab ini penulis akan mengungkapkan beberapa saran berclasarkan
hasil analisa dari peneltian ini yang di harapkan clapat dijadikan bahan masukan
dan sumbangan penulis kepada pihak-pihak yang berkait.
-
BABU
PEMBAGIAN WAIUSAN DALAM ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hokum
1. Pengertian Hokum Kewarisan Islam
a. Menurut Bahasa
Lafal Faraidh adalah kata jamak bagi faridhah yang bermaksud
sesuatu yang diwajibkan atau sesuatu yang ditetapkan. Ini karena di dalam
faraidh terdapat pembagian-pembagian yang ditetapkan oleh syarak.
Faraidh menurut etimologis adalah ketetapan. 1
b. Menurut Istilah
Faraidh menurut terminologis ialah bagian yang ditetapkan oleh
syarak kepada pewaris. Ilmu faraidh dalam pengertiGm syarak bermaksud
pengetahuan mendalam tentang pusaka dan ilmu yang dapat mengantarkan
kita untuk mengetahui bagian pusaka yang berhak diterima oleh orang-
orang yang berhak.
Ilmu faraidh juga disebut sebagai ilmu mawarits, kata jamak bagi
mirats (warisan) yang juga disebut sebagai turats dan irts. Ia adalah kata
nama bagi harta pusaka yang di warisi dari si mati.2
Para fuqaha' menta'rifkan ilmu ini dengan :
1 Mustofa Al-Khin, Mustafa Al-Bugha dan Ali Asy- Syarbaji, Kitab Fikah Mazhab Syafie, (Kuala Lumpur: Pustaka Salim Sdn. Bhd, 2002 ), Jilid 5, Cetakan Pertama ,h 841
2 Ibid, h 841
-
17
"J/mu untuk mengetahui orang yang berhak menerima pusaka, orang yang tidak dapat menerima fusaka, kadar yang diterima oleh tiap-tiap waris dan cara pembagiannya. "
2. Dasar Hukum Kewarisan Islam
Dasar hukum bagi hukum kewarisan Islam adalah Al-Quran, As- Sunnah,
dan ijtihad para ulama'.
a. Al-Quran
Di dalam firman Allah SWT, ada surah dan ayat yang menjelaskan
tentang hukum kewarisan Islam, diantaranya adalah :
.Jj ~ c;_ _,9 ; ;T ':10 0_,~)\;13 01:U')I .Jj ~ ~ J~JJ , ,
(v: f /
-
18
'-1~,a~ jj y}f r ~if 03J:G '] r5J~f_, r5'jl_!1; "9~~ _,;ft,; lS'f';. 3~,"'-'
-
19
-
20
- J" .J)-' J,,. .,,,, ,.. ,.. ,.. !:i ,., (.,.. ,,.,.. .,,., ) ' J J,,.._"' ) ,.. ,.. J"' ,.. ,,.
,dJj ::\lj ,;u if) .llli> 1_;;.191 ~I JI f=.:o.~ .liil JJ ~),\- ,~ "-'T 61?. L1 CJJ' a
-
21
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah berkata : " Telah datang isteri Sa 'ad bin Rabi kepada Rasul/ah SAW. Dengan membawa kedua anak perempuannya dari Sa 'ad bin Rabi lalu berkata : "Ya Rasulullah, ini dua anak perempuan Sa 'ad. Yang bapak dari kedua anak ini, te/ah terbunuh bersama engkau da/am perang Uhud dalam keadaan syahid. Sesungguhnya paman dari kedua anak ini, telah mengambil narta dari keduanya, serta tidak meninggalkan harta untuk mereka, tidak menikahkan keduanya kecuali jika ada hart a, /alu Rasulullah SAW, bersabda : Allah akan memberikan alas hukum ini, lalu turunlah ayat tentang waris. Kemudian Rasulullah SAW, membawa mereka pada pamannya. Lalu Nabi bersabda : berikanlah kedua anak Sa 'ad 213 hart a, ibunya 118 hart a dan sisanya untukmu ".
(HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Alunad, Turrnudzi kecuali Nasa'i)
Artinya: Dari Jbnu Abbas r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda : " berikanlah harta pusaka kepada yang berhak, dan seberapa yang tinggal itu untuk laki-laki yang paling dekat (kepada yang meninggal) ". (HR. Bukhari)
' J!j rL) ~ Alli ~ ~\ L;1\ ..1,!j J. j_.,\.,_,,\ er-" / 0 /
6(
-
22
Artinya Dari Usamah bin Zaid r.a., bahwa Nabi SAW bersabda : "Orang Islam tidak menerima pusaka dari orang kafir dan orang kafir tidak menerima pusaka dari orang Islam". (HR. Bukhari)
Kandungan hadits yang pertan1a menjelaskan tentang ketetapan dalam
wans dan menghilangkan tradisi jahiliyyah yang tidak memberikan harta
wansannya kepada anak-anak perempuan sekaligus menerangkan bagian
masing-masing dan tunmnya ayat-ayat warisan. Hadits k-~dua dan ketiga dapat
dipahami bahwa pembagian warisan diserahkan terlebih dahulu kepada orang-
orang yang berhak yaitu tergolong ke dalam ashabul al-fiu-udh, ashabah dan
zawil arham. Diketahui pula bahwa perbuatan waris mewarisi hanya
diperbolehkan oleh yang satu agama saja.
c. Ijtihad Sahabat
Ijtihad para sahabat, imam-imam madzhab clan mujtahid kenamaan
banyak perannya serta tidak sedikit sumbangannya terhadap pemecahan-
pemecahan masalah faraidh atau waris yang belum dijelaskan clalam nash-
nash Al-Quran maupun hadits. Banyak masalah-masalah yang berhubungan
dengan faraid atau waris diputuskan melalui kesepakat
-
23
B. Rukun- Rukun dan Syarat-Syarat Kewal'isan Islam
l. Rukun- rukun Kewarisan
Rukun kewarisan itu ada tiga :
a. Muwarits, orang yang meninggalkan hartanya.
b. Warits, orang yang ada hubungan dengan orang yang telah meninggal, seperti
kekerabatan (hubungan darah) dan perkawinan.
c. Aiauruts, harta yang menjadi pusaka. Barta ini dalam istilah fiqh dinamakan
mauruts, mirats, iris, turats dan tarikah. 8
2. Syarat-syarat Kewarisan
Syarat- syarat kewarisan adalah :
a. Pewaris (si mati). Mati yang diartikan di sini terdapat dua keadaan. Pe1iama
mati haqiqi dan yang kedua mati hukmi. Mati haqiqi adalah mati yang
sebenarnya, atau tidak hidup manakala mati hukml' adalah mati yang
dihukumkan oleh qadhi karena hilang dan sebagainya. Dengan keputusan
qadhi ini hartanya boleh dibagi-bagikan kepada ahli waris.
b. Warits, yaitu orang yang akan mewaiisi harta peninggalan si mawaris lantaran
mempunyai sebab-sebab untuk mempusakai, sepeiii adanya ikatan
perkawinan, hubungan darah (keturunan) dai1 hubungan hak perwalian dengan
. . s1 muwarns.
' Zakiah Daradjat, dkk, I/mu Fiqh 3, (Jakarta : Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama Islam, 1986), Cet. Ke-2, h 16
-
24
c. Tiada halangan. Maksudnya tidak ada perkara yang boleh menghalangnya
daripada mandapat harta pusaka seperti pembunuhan dan berlainan agama.9
C. Sebab- Sebab Dan Halangan Untuk Menerima Harta Warisan
83
1. Sebab- sebab Waris Mewarisi
Sebab- sebab waris mewarisi adalah :
a. Hubungan kekerabatan atau nasab atau disebut juga hubungan darah,
hubungan disini bersifat alamiyah. Hubungan darah ini clitentukan
oleh kelahiran. Seseorang yang clilahirkan oleh seorang ibu
mempunyai hubungan kerabat dengan ibu yang melahirkannya dan
dengan orang-orang yang berhubungan kerabat dengan ibu itu.
Selanjutnya ia mempunyai hubungan kerabat dengan laki-laki yang
secara sah menikahi ibu itu clan ia lahir clari hasil pemikahan tersebut
( sebagai ayah) clan berhubung kerabat pula clengan orang-orang yang
berhubungan kerabat clengan laki-laki tersebut.
b. Hubungan perkawinan, bila seseorang laki-Jaki telah melangsungkan
akacl nikah yang sah dengan seseorang perempuan maka diantara
keduanya telah terdapat hubimgan kewarisan, clalam aiii istri menjacli
ahli waris bagi suaminya yang telah mati dan suami menjadi ahli waris
bagi istrinya yang telah mati.
9 Mohd Yusuf Ahmad, Pendidikan Islam, (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 2003), h 81-
-
25
c. Hubungan pemerdekaan hamba, yaitu hubungan seseorang dengan
hamba sahaya yang telah dimerdekakannya. Hubungan disini hanyalah
hubungan sepihak dalam arti orang telah memerdekakan hamba
berhak menjadi ahli waris bagi hamba sahaya yang telah
dimerdekakannya, tetapi hamba sahaya yang telah dimerdekakan tidak
berhak mewarisi orang yang memerdekakannya.
d. Hubungan sesama Islam dalan1 arti umat Islam, sebagai kelompok
berhak menjadi ahli waris dari orang Islam yang meninggal dan sama
sekali tidak meninggalkan ahli waris. Harta peninggalannya
dimasukkan kedalan1 Baitul maal atau perbendaharaan umat Islam,
yang digunakan untuk umat Islan1. 10
2. Penghalang a tau Sebab-sebab Tidak Mewarisi
Yang dimaksud penghalang disini ialah suatu tindakan atau hal-hal
yang menggugurkan hak seseorang untuk mewarisi harta pusaka. Adapun
yang menjadi penghalang untuk seseonmg itu mendapatkan warisan adalah :
a. Halangan beda agama, dalam arti bila orang yang mati beragama Islam yang
berhak menjadi ahli warisnya hanyalah orang yang beragama Islam. Non
muslim tidak berhak mewarisi mus!im dan sebaliknya muslim ticlak boleh
mewarisi non muslim.
' Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh. (Jakarta : Prenada Media, 2003 ), Cet Ke- l, h. 149-151
-
26
b. Halangan pembunuhan, dengan ruii seseorang yang membunuh orang yang
berhubungan kewarisan dengannya tidak berhak mewarisi orang yang
dibunuhnya itu. Pembunuhan yang menghilangkan hak kewarisan itu yang
disepakati oleh ulama adalah pembunuhan sengaja dalam bentuk
permusuhan. 11
D. Ahli Waris dan Bagian-Bagiannya
I. Ahli Waris
Pengertian ahli waris ialah orru1g yang mewarisi hruia peninggalan si
muwarris lantaran mempunyai sebab-sebab w1tuk mempusakai, seperti
adanya ikatan perkawinan, hubungan darah (keturunzm) dan hubungan hak
l. d . . 12 perwa 1an engan s1 muwarns.
M. Idris Rrunulyo, memberikan pengertian ahli wans ialah
sekumpulan orang-orang atau individu, atau himpunan kerabat atau
keluarga yang berhak menelima harta peninggalan yang ditinggalkan mati
oleh seseorang misalnya:
a. Anak-anak beserta keturunan, baik laki-laki maupun perempuan.
b. Orang tua, ibu dan bapak bese1ia muwali I penggru1ti drui orang tua.
II Ibid, h. 152
12 Fatchur Rahman, J/mu Waris, (Jakarta: PT al-Ma'arif, , 1975 ), Cet ke- 4, h. 36
-
27
c. Saudara-saudara baik laki-laki maupun perempuan beserta keturunan, dan
suami istri.
d. Kalau tidak ada sampai 3 diatas maka harta peninggalan diserahkan
kepada baitul maal. 13
Selanjutnya untuk mengetahui siapa-siapa yang berhak menerima
harta warisan dalam hukum Islam yang sesuai dengan keadilan. Maka
berikut ini akan penulis jelaskan mengenai ahli waris dan pembagiannya
dalam hukum Islam.
Dalam hukum waris Islam, ahli waris yang dinyatakan mendapat
harta warisan dapat dibedakan dalam tiga golongan, yaitu :
a. Ahli waris Dzawil Furudh dan Ketentuan Bagiannya
Ahli waris dzawil furudh adalah ahli waris yang selalu mendapatkan
bagian tertentu, tidak berubah seperti yang telah ditetapkan dalam al-Quran, 1/
2, 1/3, 1/6. 14 Dan ahli waris dzawil furudh adalah sebagai berikut :
I) Ayah dan Ketentuan Bagiannya
Ketentuan bagian ayah ada tiga macam, diantaranya adalah. :
a) Mendapatkan 1/6 : apabila bersama-sama dengan mrnk laki-laki atau cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
13 M. Idris Ramulyo, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : Ind. Hill co, 1987), Cet ke- 2, h. 48-49
14 Hasanain Muhammad Makhluf, Al-Tirkah fl Syari'ati Al-lslamiyah, (Mesir : al-Madani, 1976), Cet. Ke-7, h.43.
-
28
b) Mendapatkan 1/6 dan ashabah : apabila bersama-sama dengan anak
perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
c) Menjadi ashabah: apabila tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki.
Ketentuan ha! tersebut sebagaimana tercantum pada surat an-Nisa' ayat 11
di dalam sumber hukum kewarisan Islam yang sudah terlampirkan di atas.
2) Ibu dan Ketentuan Bagiannya
Ketentuannya ada tiga macam, diantaranya adalah :
a) Mendapat 1/6 apabila bersama-sama dengan anak atau cucu dari anak laki-
laki atau dua orang saudara baik seibu seayal1, atau s,eayah, ataupun seibu
saja atau lebih.
b) Mendapat 1/3 apabila tidalc ada anak, cucu dari anak laki-laki, ataupun dua
orang (lebih) saudara seperti tersebut di atas.
c) Mendapatkan 1/3 apabila bersama-sama dengan ayah beserta suami atau
isteri.
Ketentuan ha! tersebut sebagaimana tercantum pada surat an-Nisa'
ayat 11 di dalam sumber hukum kewarisan Islam yang sudah terlampirkan
diatas.
3) Kakek dan Ketentuan Bagiannya
Kakek (ayah dari ayah) ketentuannya sama denga11 ketentuan ayah,
dalam ha! si ayah tidak ada, karena ia mahjub oleh ayah. Kecuali jika bersama-
sama dengan saudara seibu seayah, atau seayah ataupun dalam masalah
"gharawain ", maka ketentuannya adalah berlainan dengan ayah.
-
29
Cara pembagiannya menurut jumhur Ulama' da.lam masalah tersebut
ialah, apabila kakek tidak bersama-sama dengan ahli waris dzawil furudh selain
saudara tersebut baik laki-laki atau perempuan, seibu seayah atau seayah saja,
maka bagi kakek ketentuan bagiannya ialah memilih diantara yang banyak
diantara "Muqasamah" dan sepertiga harta warisan semuanya. 15
lvfuqasamah, artinya bagian kakek tersebut disamakan dengan bagian
seorang saudara laki-laki diantara saudara lainnya yang ada dengan perhitungan
yang laki-laki dua kali bagian yang perempuan. Tetapi dengan muqasamah itu
kalau bagiannya kurang dari II 3, maka kakek dapat mengambil 1/3 warisan
saJa.
4) Suami dan Ketentuan Bagiannya
Ketentuan bagian suami ada dua macam diantaranya adalah :
a) Mendapatkan Y., apabila bersama-sama dengan anak atau cucu dari anak
laki-laki.
b) Mendapatkan Yz apabila tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki.
Bagian suami ini diatur dalam surat an-Nisa' ayat 12 di dalam sumber
hukum kewarisan Islam yang sudah terlampirkan diatas.
5) Isteri dan Ketentuan Bagiannya
Ketentuan bagian isteri ada dua macam, diantaranya ialah :
15 Moh Anwar Be. Hk, Fara 'id/ : Hukum Waris Dalam Islam dan Masalah-masa/ahnya, (Surabaya : PT Al-Ikhlas, I 981 ), Cet. Ke-1, h. 60-64.
-
30
a) Mendapat 1/8 apabila bersama-sama dengan anak atau cucu dari anak laki-
laki.
b) Mendapat Y, apabila tiada anak atau cucudari anak laki-laki.
Dua ketentuan tersebut sesuai dengan surat an-Nisa' ayat 12 di dalam
surnber hukurn kewarisan Islam yang sudah terlampirkan diatas.
6) Anak Perempuan dan Ketentuan Bagiannya
Ketentuan bagiannya ada tiga macam, diantaranya adalah :
a) Mendapat Yi kalau hanya seorang dan tidak ada anak laki-laki.
b) Mendapat 2/3 bagian, kalau dua orang anak perempuan atau lebih serta tidak
ada anak laki-laki.
c) Tertarik menjadi ashabah bila terdapat anak laki-laki, tentang bagiannya,
anak laki-laki dua lipat dari anak perempuan.
Ketentuan tersebut sesuai dengan surat an-Nisa' ayat 12 di dalam
sumber hukurn kewarisan Islam yang sudah terlampirkm1 di atas.
7) Cu cu Perempuan dari Anak Laki-laki dan Ketentuan Bagianuya
Ketentuan bagiannya ada Iima macam, diantaranya adalah :
a) Mendapatkan Yi kalau hanya seorang dan tidak ada anak, lagi tidak ada
waris yang menarik menjadikannya ashabah.
b) Mendapatkan 2/3, kalau dua orang atau lebih dan tidak ada anak, Iagi tidak
ada waris yang menarik menjadikannya ashabah.
c) Mendapatkan 1/6 jika seorang atau lebih jika bersama-sama dengan seorang
anak perempuan (yakni untuk menyempumakan bagian 2/3).
-
31
d) Tertarik menjadi ashabah oleh cucu laki-laki dari anak laki-laki yang
bersamaan tingkatannya (sama halnya cucu laki-laki te:rsebut saudaranya
sendiri atau anak pamannya, lagi telah mempunyai bagian tertentu atau tidak
mempunyai). Juga tertarik menjadi ashabah oleh cucu laki-laki dari jurusan
anak laki-laki yang lebih bawah tingkatannya ( cucu buyut) apabila tidak
mempunyai bagian.
e) Mahjub (terhalang) oleh :
I. Anak laki-laki
2. Dua anak perempuan atau lebih jika tidak ada yang menarik ashabah
kepadanya seperti yang dinyatakan di nomor 4 tersebut.
8) Saudara Perempuan Seibu Seayah dau Ketentuan Bagiannya
Ketentuan bagiannya ada lima macam, diantaranya adalah :
a) Mendapatkan 1/2, apabila seorang, yaitu tidak ada anak, cucu dan ayah se1ia
tidak ada ahli waris yang menarik menjadi ashabah kepadanya.
b) Mendapatkan 2/3, dua orang atau lebih, dengan tiada anak, cucu dan ayah
serta tidak ada yang menariknya menjadikan ashabah kepadanya.
c) Tertarik menjadi ashabah oleh saudara laki-laki seibu seayah atau oleh
kakek ( disebut ashabah bilghair).
d) Menjadi ashabah karena yang lain (ashabah ma 'al ghair) yaitu untuk
seorang atau lebih karena bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu
perempuan dari anak laki-laki.
-
e) Mahjub (terhalang) oleh :
I. Ayah
2. Anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-Jaki
9) Saudara Perempuan Seayah dan Ketentuan Bagiannya
Ketentuan bagiannya ada enam macam, di antaranya adalah :
32
a) Mendapatkan 1/2, apabila seorang yaitu ketika tidak ada anak, cucu, saudara
seibu seayah atau saudara seayah, demikian pula tidak ada yang menarik
menjadi ashabah kepadanya.
b) Mendapatkan 2/3 apabila dua orang atau lebih, yaitu ketika tidak ada anak,
cucu, saudara seibu seayah atau saudara seayah, demikian pula tidak ada
yang menarik menjadi ashabah kepadanya.
c) Te1iaiik menjadi ashabah oleh saudara laki-laki seayah atau nenek laki-laki.
d) Mendapatkai1 1/6, seorang atau lebih ketika bersama-sama dengai1 seorfillg
saudara perempufill seibu seayah, (yaitu tmtuk menyempumakan bagian
213).
e) Menjadi ashabah ma 'al ghair, yaitu seorfillg atau lebih, karena bersama-
sama dengfill ai1ak perempufill atau cucu perempuan.
f) Mahjub (terhalang) oleh :
I. Ayah
2. Anak laki-laki atau cucu laki-laki
3. Dua orfillg (atau lebih) saudaia perempuai1, seibu seayah bila tidak ada
yang menarik ashabah kepadfillya.
-
33
4. Seorang saudara perempuan, seibu seayah ketika bersama-sama anak
perempuan atau cucu perempuan.
5. Oleh saudara laki-laki seibu seayah.
10) Saudara Seibu Laki-laki atau Perempmm dan Ketentuan Bagiannya
Saudara seibu baik laki-laki ataupun perempuan ketentuan bagiannya ada
tiga macam, iantaranya adalah :
a) Mendapat 1/6, apabila hanya seorang ketika tidak ada ayah, nenek laki-laki
tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki.
b) Mendapatkan 113, ketika dua orang atau lebih ketika tidak ada ayah, nenek
laki-laki tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki.
c) Mahjub (terhalang) oleh :
I. Ayah.
2. Kakek.
3. Anak.
4. Cucu dari anak laki-laki. 16
Adapun macam-macam ketentuan (al-ji1rudh al-Muqaddarah)
yang diatur dalam Al-Quran itu ada enam, yaitu :
a) Yang mendapat bagian Y2 (al-nisj7separuh).
b) Yang mendapat bagian \t4 (al-rubu '/seperempat).
c) Yang mendapat bagian 1/8 (al-sumun/seperdelapan).
16 Ibid, h. 68
-
34
d) Yang mendapat bagian 2/3 (al-sulusan/dua per tiga).
e) Yang mendapat bagian 1/3 (al- su1us/sepertiga).
f) Yang mendapat bagian 1/6 (a1-sudus/seperenam).
Ketentuan tersebut pada dasarnya wajib dilaksanakan kecuali
apabila dalam kasus-kasus tertentu tidak bisa di laksanakan misalnya
terjadi kekurangan harta (au/) atau kelebihan harta (radd). 17
b. Ahli Waris Ashabalt dan Ketentuan Bagiannya
Ashabah ialah bagian sisa setelah diberikan kepada ahli waris ashab al-
furudh. Dengan kata lain, ashabah juga berarti mereka yang berhak atas semua
peninggalan bila tidak didapatkan seorang pun diantara "ashabuljiirud". 18
Sesuai dengan sabda Rasululah SAW :
Artinya: "Dari Jbnu Abbas r.a. dari Nabi SAW bersabda : "Berikan/ah faraid (bagian-
bagian yang ditentukan) itu kepada yang berhak dan selebihnya berikanlah untuk laki-laki dari keturunan /aki-laki yang terdekat. "
17 Mudzakir AS, Fikih Sunnah: Terjemahannya, (Bandung: Al .. Ma'arif), Jilid 14, Cet. Ke-2, h. 159.
18 Ibid, h. 159
19 Abdullah Muhammad bin Ismail al- Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut : Dar al- Fikr, 1981) h. 5
-
35
Adapun macam-macam ahli waris ashabah ada tiga macam, yaitu
sebagai berikut:
I) Ashabah bi 11afsih, yaitu ahli waris yang karena kedudukan dirinya
sendiri berhak menerima bagian ashabah. Ahli waris ini semuanya adalah
ahli waris kelompok laki-laki kecuali mutiqah (orang perempuan yang
memerdekakan hamba sahaya), diantaranya adalah :
a) Ayah, ketika tidak terdapat anak.
b) Kakek (ayahnya ayah), demikian seterusnya kearns berturut-turut dari
jurusan laku-laku ketika tidak ada anak dan ayah.
c) Anak laki-laki.
d) Cucu laki-laki dari anak laki-laki demikian seterusnya kebawah
berturut-turut dari jmusan laki-laki.
e) Saudara laki-laki seibu seayah.
t) Saudara laki-laki seayah.
g) Kemenakan laki-laki (anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu
seayah).
h) Kemenakan laki-laki (anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah).
Nomor 7 dan 8 dan seterusnya ke bawah berturut-turut yang keluar
dari jurusan laki-laki.
i) Paman (saudara ayah yang seibu seayah).
j) Paman (saudara ayah yang seayah).
k) Saudara laki-laki sepupu (anak paman seibu seayah).
-
36
I) Saudara laki-laki sepupu (anak paman seayah).
m) Anak keturunan dari saudara sepupu dua golongan tersebut di atas
(seibu seayah atau seayah sebagaiman tersebut dalam nomor 11 dan
12) yang laki-laki darijurusan laki-laki.
n) Kakek Wredah (saudara !aki-laki kakek yang seibu seayah dengan
kakek).
o) Kakek Wredah (saudara laki-laki kakek yang seayah dengan kakek).
p) Anak keturunan kakek wredah dua golongan terse but diatas (nomor 14
dan nomor 15) yang laki-laki dan dari jurusan laki-laki.
q) Kakek laki-laki buyut wredah (saudara kaakek buyut yang seibu
seayah dan yang seayah, serta anak keturunannya yang laki-laki dari
jurusan laki-laki).
r) Orang yang memerdekakan si mati tersebut/ mutiq atau mutiqah.
s) Baitul Maal.
1) Ashabah bi al-ghair, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena
bersama-sama dengan ahli waris lain yang telah menerima bagian sisa.
Apabila ahli waris penerima sisa tidak ada, maka ia tetap menerima bagian
tertentu (furudh al-muqaddarah).
Ahli waris penerima ashabah bi al-ghair tersebut adalah :
a) Anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-.laki.
b) Cucu perempuan garis laki-laki bersama dengan cucu laki-laki garis
laki-laki.
-
37
c) Saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-laki sekandung.
d) Saudara perempuan seayah bersama dengan saudara laki-laki seayah.
2) Asltabah ma 'a al-ghair, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena
bersama-sama dengan ahli waris lain yang tidak menerima bagian sisa.
Apabila ahli waris lain tidak ada, maka ia menerima bagian tertentu (al-furudh
al-muqaddarah).
Ahli waris yang menerima bagian ashabah ma 'al-ghair terse but adalah :
a) Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) bersama dengan
anak perempuan atau cucu perempuan garis laki-laki (seorang atau
lebih).
b) Saudara perempuan seayah (seorang atau lebih) bersama dengan anak
atau cucu perempuan (seorang atau lebih).20
c. Ahli Waris Dzawil al-arham
"Ar ham" merupakan bentuk jama' dari kata "rahmu '. Pengertian asal kata
"ar-rahim" menurut bahasa adalah tempat terbentuknya janin dalam perut
ibunya. Kemudian dijadikan pengertian terhadap kekerabatan secara mutlak. Baik
kekerabatan itu dari pihak bapak atau dari ibu.
Menurut istilah dzawul arham ialah mereka yang tidak mempunyai bagian
tertentu dalam Al-Quran dan sunnah, dan bukan termasuk ashabah. Dengan
20 Ahmad Rofiq, Fiqh Mmvaris : Edisi Reflsi,_ (Jakarta : Raja Grafindo, 2002), Cet. Ke-4, h. 74-75.
-
38
ungkapan yang lebih ringkas, mereka yang bukan ashabul fiirudh clan bukan
ashabah. Maka setiap kerabat yang mempunyai hubungan kekerabatan clengan
mayat, clan tic\ak mewaris melalui jurudh clan ta 'shib, c\ia. itu termasuk dzawil
arham.21
Menurut Dr. H. Abdullah Sic\c\ik, SH. dzawil arham ini ac\alah anggota
keluarga perempuan cligaris bapak clan anggota keluarga digaris ibu, baik laki-laki
atau perempuan. Jac\i kesimpulan dzawil arham ac\alah anggota keluarga c\igaris
ibu baik laki-laki atau perempuan clan semua anggota keluarga perempuan di garis
bapak. Kecuali empat perempuan yang c\itentukan bagiannya di dalam Al-Quran,
yaitu anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, sauc\ara perempuan
sekanc\ung clan sauc\ara perempuan sebapak. 22
Dasar hukumnya ac\alah firman Allah SWT:
JI~ (. J ): } -::
i}jlj ~ ~jli F i_,*j i_,fi-LP.j l;~ J iY.:1; 0;.;\JTj : A\ JLa;'Ji) ~ ~:j J5; :&I 01 ,_;iii~ J ~~ ,J.:;i ~--!' b. j ~T ,,
(Vo
Artinya "Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak
terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah''. (Q.S. Al-Anfal /8: 75)
Ac\apun macam-macam ahli waris dzawil arham, cliantaranya ac\alah:
21 Sarmin Syukur, Hukum Waris Islam : Terjemahannya, (Surabaya : al-Iklas, I 995), Cet. Ke-!, h. 21 l.
22 H. Abdullah Siddik, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Widjaya, 1984), Cet. Ke-1, h. 46.
-
39
Cucu dari anak perempuan.
Kemenakan dari anak dari saudara perempuan.
Kemenakan perempuan dari saudara laki-laki.
Paman seibu (saudara ayah seibu)
Paman dari pihak ibu (saudara ibu).
Bibi dari pihak ibu (saudara perempuan seibu).
Bibi dari pihak ayah (saudara perempuan seayah).
Kakek dari pihak ibu (ayahnya ibu).
Nenek (perempuan) dari pihak ayah atau pihak ibu (ibunya ayah atau
ibu).
Saudara sepupu perempuan (anak perempuan paman).
Kemenakan dari saudara laki-laki yang seibu.23
E. Wasiat Wajibah
Suatu wasiat yang tidak dibuat tetapi di duga keras akan dibuat
sekiranya si mati masih hidup di namakan wasiat wajibah. Para ahli faraidh
umumnya sepakat bahwa wasiat wajibah hanya diberikan kepada cucu yang
memiliki darjat kekerabatan kedua (hanya kepada anaknya anak).24
" Teungku Muhammad Hasbi Ashshiddieqy, Fiqh Mawaris, (Semarang: Pustaka Rizkia Putra, 2001), Cet. Ke-3, h. 29.
24 Otje Salman, Mustafa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), h 68
-
40
Pada dasarnya memberikan wasiat itu adalah suatu tindakan
ikhtihriyah. Y almi suatu tindakan yang dilakukan atas dorongan kemauan
sendiri dalam keadaan bagaimana juga. Penguasa maupun hakim tidak dapat
memaksa seseorang untuk memberikan wasiat. Adapun kewajiban wasiat bagi
seseorang disebabkan keteledorannya dalam memenuhi hak-hak Allah SWT,
seperti tidak menunaikan haji, enggan membayar zakat, melanggar larangan-
larangan berpuasa dan lain sebagainya telah diwajibkan oleh syariat sendiri,
bukan oleh penguasa atau oleh hakim.25
Namun demikian penguasa atau hakim sebagai aparat Negara
tertinggi, mempunyai wewenang untuk memaksa atau memberi surat putusan
wajib wasiat yang terkenal dengan istilah 'washiyat wajibah' kepada orang
tertentu dalam keadaan tertentu. Dikatakan washiyat wajibah (wajib)
disebabkan karena dua hal :
1. Hilangnya unsur ikhtiar bagi si pemberi wasiat dan munculnya unsur
kewajiban melalui perundang-undangan atau surat keputusan tanpa tergantung
kerelaan orang yang berwasiat dan persetujuan si penerima wasiat.
2. Ada kemiripannya dengan ketentuan pembagian harta pusaka dalam
penerimaan laki-laki dua kali lipat bagian perempuan.26
25 KH. Asyhari Abta, Djunaidi Abd. Syakur, I/mu Waris Al- Faraid/, (Surabaya : Pustaka Hikmah Perdana, 2005 ) Cet pertama, h 228
26 Ibid, h 228
-
h 68
41
Adapun orang-orang yang berhak mendapat wasiat wajibah adalah
cucu laki-laki atau perempuan baik pancar laki-laki maupun perempuan yang
terhalang mendapat warisan karena adanya anak si mayyit. 27
Kedudukan cucu perempuan pancar laki-laki adalah ashabul fi;rudh
dan cucu pancar perempuan adalah dzawi/ arham. S1~bagai dzawil arham
arham, cucu pancar perempaun tidak akan menerima waris sedikit pun jika
ada ashabah furudh atau ashabah. Sementara cucu perempuan pancar laki-
laki, walaupun sebagai ashabul furudh, jika ada beberapa anak perempuan
atau anak laki-laki haknya belum terbuka sehingga sepe1ti halnya cucu pancar
perempuan boleh jadi tidak akan menerima warisan sedikit pun.28
Dengan memandangkan bahwa mustahil seorang kakek atau nenek
tega hati membiarkan cucunya tidak mendapat bagian dari harta yang
ditinggalkan, serta memandang bahwa wasiat itu hukumnya wajib, maka surat
wasiat bagi cucu diperkirakan akan dibuat sekiranya dia masih hidup. Adapun
besarnya wasiat wajibah adalah sebesar bagian orang tua11ya dengan ketentuan
tidak boleh lebih dari 1/3 bagian.29
27 Ibid, h 228
28 Otje Salman, Mustafa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung : PT Refika Aditama, 2006),
29 Ibid, h 68
-
BAB III
KEDUDUKAN HART A DALAM SISTEM KEWARISAN ADAT PERP ATIH
DIREMBAU
A. Sekilas Tentang Adat Tanah Melayu (Malaysia)
Sebelum kedatangan Islam, agama Hindu dan Budd.ha telah masuk dan
tersebar di dalam masyarakat di kepulauan Melayu. Pengaruh Hindu dan Buddha
begitu kuat dan jelas mempengarUhi sistem politik, sosial ekonomi dan pemikiran
masyarakat Melayu. Kedatangan Islam di kepulauan Melayu tidak dinafikan telah
banyak membawa pembaharuan kepada corak pemikiran dan sosiopolitik
masyarakat Melayu. Agama Islam telah membawa ajaran clan kebudayaan yang
lebih tinggi dan lengkap.
Ajaran yang lebih rasional dengan lebih mudah diterima oleh masyarakat
Melayu dan akhimya melenyapkan kegemilangan kebudayaan Hindu dan Buddha
di alam Melayu. Pusat peradaban Islam di alam melayu termasuklah Melaka,
Jam bi, Ac heh dan Johor-Riau. 1
Sebelum kedatangan agama Hindu dan Buddha, kepercayaan yang dianut
oleh pribumi yaitu animisme dan dinamisme yang mempercayai bahwa setiap
benda adajiwa dan roh, atau semangat yang mempunyai perwatakan sendiri yang
membawa kesan baik atau buruk.
1 Mahdi Shuid, Suzani Osman, Sazlina Othman, Sejarah Malaysia, (Selangor: Pearson Malaysia Sdn. Bhd, 2006), Cetakan Ke- I , h. 23
-
43
Roh nenek moyang yang dinamakan "hyang" yang sama dengan "poyang"
atau "moyang" dipercayai masih berada di kalangan mereka dan mempunyai
tenaga yang kuat dan bisa mempengaruhi mereka. Oleh karena itu roh perlu
ditenangkan melalui upacara pemujaan dan penyembahan. Ada yang menganggap
"hyang" sebagai jelmaan Tuhan, maka timbullah istilah "sembah hyang", yaitu
menyembah roh jelmaan Tuhan. Pawang dan bomoh merupakan perantara yang
bisa menghubungi "hyang" melalui upacara jampi serapah, penyajian,
penyembelihan, pewayangan, perbomohan dan lain-lain.
Namun ada pendapat mengatakan sebelum masulmya ajaran Hindu dan
Buddha, bahwa telah wujud agama Tauhid, yaitu kepercayaan kepada Tuhan yang
Maha Esa di alam Melayu. Perkataan tuhan itu sendiri berasal daripada "tuha-an"
yaitu gabungan kepada "tuha" yang bermaksud tua dan akhimya "an" yang
bermaksud yang paling tua atau yang tidak ada permulaan. Maka timbullah
konsep "Sang Hyang Tunggal" yang artinya Tuhan Yang Maha Esa, yang
merupakan peninggalan daripada agama Tauhid yang primordial yang dibawa
oleh para Nabi. 2
I. Kerajaan Awa! Tanah Melayu
Menurut sumber-sumber asli dari kerajaan Negara China, sistem
pemerintahan kerajaan Tun-Sun dan Chih-Tuh di Utara Semenanjung Tanah
Melayu adalah baik dan teratur. Gelara:n raja diberikan kepada yang menjadi
2 Azhar Hj. Mad Aros, Tamadun Islam Dan Tamadun Asia, (Sekmgor: Oxford Fajar Sdn. Bhd, 2006), Cetakan Ke-7, h. 71.
-
44
ketua kerajaan dan dibantu oleh beberapa orang pembesar dengan gelaran
tertentu. Kerajaan-kerajaan ini juga mempunyai hubungan yang erat dengan
kerajaan Negara China dan pelabuhan-pelabuan lain di seluruh Nusantara.
Kerajaan-kerajaan ini pula sesuai dengan peranannya sebagai bandar
pelabuhan telah menjadi tumpuan dan tempat persinggahan kapal-kapal
yang belayar mengikuti musim di antara Negara China dengan India untuk
berdagang. Bisa dikatakan kerajaan-kerajaan tersebut sudah mempunyai
kebudayaan yang tinggi karena adanya adat istiadat seperti adat pe1iabalan
raja, adat menyembah raja, adat menyambut pelawat yang membawa
bingkisan dan adat perkawinan, kematian dan pelantikan jawatan tinggi.3
2. Kerajaan Lembah Bujang (Kedah Tua)
Kerajaan Melayu terawal dan tertua di Tanah Melayu ialah kerajaan
Lembah Bujang (Kedah Tua) yang telah berkuasa sejak menjelang kurun
ke-5 masehi dan terkenal sebagai tempat persinggahan pedagang dan
menjadi terkenal karena tanda Gunung Jerai dan kemudahan yang
dimilikinya. Kerajaan ini terletak di Lembah Bujang dan diperintah dengan
baik oleh para pemerintahnya. Menurut kajian, kerajaan ini menpunyai dua
pusat kekuasaan :
1. Terletak di desa Sungai Emas yang telah ada sejak kurnn ke-5 sampai
kurun ke-10 Masehi.
3 Ibid, h. 72.
-
45
2. Terletak di pangkalan Bujang, telah ada sejak kurun ke-10 sampai ke
kurun-14 Masehi.
Fungsi kerajaan Kedah Tua termasuk sebagai pusat pemerintahan
kerajaan Lembah Bujang dan sebagai perlabuhan antar bangsa. Di antara
kapal-kapal yang singgah di perlabuhan tersebut termasuk dari India, Asia
Barat dan Negara China.
Secara keseluruhan, perlabuhan Kedah Tua merupakan tempat
persinggahan yang sangat penting karena kedudukan geografisnya terletak
di jalan masuk ke Selat Melaka dari India dan Asia Barat. Bagi pedagang
dari China ia merupakan pelabuhan yang penting dan sesuai untuk
disinggahi karena terletak di jalan keluar dari Selat Melaka menuju ke India.
Bahan-bahan arkeologi yang banyak dijw11pai dan dari berbagai jenis
peninggalan menunjukkan bahwa kerajaan Lembah Bujang merupakan
kerajaan yang terkenal, makmur dan kuat pada masa dahulu.4
3. Kerajaan Srivijaya
Kerajaan Srivijaya merupakan sebuah kerajaan Melayu tua yang
berpusat di Palembang, Swnatera Utara. Kerajaar1 Srivijaya telah diasaskan
pada akhir kurun ke-7 Masehi. Di puncak pemerintahamlya, kerajaan
Srivijaya telah berhasil menaklukan kerajaan lain yang terkenal seperti
kerajaan Melayu Jambi dan kerajaan Lembah Bujang (Kedah Tua).
4 Siti Zurina Abd Majid, Sejarah Malaysia Tingkatan 5, (Kuala Lumpur: Mutucetak Sdn. Bhd, 2002), Cetakan Ke-I, h. 23.
-
46
Kerajaan Ligor di bagian Selatan Negara Thailand pula telab ditakhlukan
kerajaan tersebut pada tabun 775 Masehi. Apabila kerajaan Srivijaya
berhasil menakhlukan pelabuhan Kedab Tua maka ia sekaligus dapat
menguasai jalan perdagangan yang penting dan kaya di Sela! Melaka.
Kerajaan Srivijaya yang menguasai bandar-bandar pelabuhan Melayu
seperti Kedab Tua, Melayu Jambi dan kerajaan Palembang di Sumatera,
kemudiannya telab meajadi pelabuhan yang makmur clan kaya. Kerajaan
Kedab Tua telab menjadi pelabuhan yang terpenting untuk persinggahan
menjelang abad ke-9. Dikatakan juga kerajaan Srivijaya telab mempunyai
hubungan persababatan dan diplomatik dengan Negara China karena
kedudukannya sebagai pusat perdagangan yang terpenting di gugusan
kepulauan Melayu.
Menurut penelitian, ada di kalangan raja Srivijaya yang mempunyai
hubungan kekeluargaan dengan kerajaan Sailendra di Jawa Tengah
menjelang tabun 775 Masehi. Ini untuk menguatkan kedudukannya sebagai
keraj aan yang unggul dan diperkuat lagi dengan hubungan persababatan
yang erat dengan raja India, yaitu Raja Pala. Dengan sistem pemerintaban,
hubungan antar bangsa dan kepimpinan yang baik, kerajaan Srivijaya terus
unggul sebagai kerajaan Melayu dalam tempo yang lama.5
5 Ibid, h. 27.
-
47
Menurut buku Sejarah Kebudayaan Asia, kerajaan Srivijaya telah
mengamalkan sistem pemerintahan yang tersusw1, beraja dan dibantu oleh
para pembesar. Kerajaan Srivijayajuga merupakan pusat peradaban Melayu
yang penting karena ia merupakan pusat pembelajaran dan penyebaran
bahasa Sanskrit. Malahan sebagai pusat pembelajaran dan penyebaran
agan1a Buddha di gugusan kepulauan Melayu. Menurnt sejarah, Raja Chola
telah menyerang kerajaan Srivijaya pada tahW1 1017 Masehi dengan tujuan
merampas kuasa sebagai pusat perdagangan dan kekayaan.
Raja Chola juga telah menyerang kerajaan-kerajaan di Swnatera dan
SemenanjW1g Tanah Melayu pada tahW1 1025 Masehi termasuk kerajaan
Lembah Bujang, kerajaan Panei dan Jambi. Menjelang abad ke-13, kerajaan
Jambi telah menjadi semakin lemah dan tanah jajahannya juga dikuasai oleh
Negara lain, kerajaan Thailand di bawah kepimpinan Sukhotai telah
merampas jajahan takhluk Srivijaya di bagian utara Semenanjung Tanah
Melayu dan Ligor juga ditaklukkan oleh Raja Thailand di bawah
pemerintahan Rama Kbamheng.6
4. Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit mw1cul di saat kejatuhan kerajaan Srivijaya.
Kerajaan ini berpusat di Jawa pada tahun 1350 Masehi, kerajaan Majapahit
6 Azhar Hj. Mad Aros, Tamadun Islam Dan Tamadun Asia, (Selangor: Oxford Fajar Sdn. Bhd, 2006), Cetakan Ke-7, h. 76.
-
48
mengalami zaman kegemilangannya di bawah pimpinan Hayam Wuruk
yang memerintah sehingga tahun 1389 Masehi. Perdana Menteri, Gajah
Mada bertanggungjawab meluaskan kekuasaan Majapahit dan menguatkan
kedudukan kerajaan semasa pemerintahan Hayam Wuruk. 7 Kerajaan
Majapahit juga telah berjaya menaklukan kerajaan Melayu yang ada pada
masa itu di seluruh gugusan kepulauan Melayu.
Kerajaan Majapahit telah berhasil menaklukan kerajaan Srivijaya dan
dengan ini menguasai jalan perdagangan yang kaya dan penting di Selat
Melaka. Setelah memerintah hampir 200 Tahun kerajaan Majapahit menjadi
lemah dan mulai berpecah. Namun begitu kebudayaiannya tetap menjadi
asas kepada budaya Melayu.8
Dengan pergantian pemerintah dan kerajaan, ditambah dengan
datangnya pedagang-pedagang dari luar ke Tanah Melayu, maka secara
tidak langsung budaya serta adat yang dibawa pada masa tersebut semakin
diwarisi dari zaman ke zaman dengan hanya melalui lisan. Ada juga hukum
adat dijadikan sebagai undang-undang, ini bertujuan mengukuhkan
kedudukan raj a pada zaman tersebut.
7 L. Devi, Mansor Hassan, Sejarah Malaysia Tingkatan 5, (Petaling Jaya: Sasbadi Sdn. Bhd, 2000), h. 13.
8 Azhar Hj. Mad Aros, Tamadun Islam Dan Tamadun Asia, (Selangor: Oxford Fajar Sdn. Bhd, 2006), Cetakan Ke-7, h. 75.
-
49
Walaupun dengan kedatangru1 Islrun banyak menghilangkan adat-adat
yang bertentangan dengan syariat seperti pemujaan dan sebagainya, tapi
tidak dinafikan babwa masih ada sisa-sisa yang dipergunakan oleh
masyarakat Malaysia hingga ke hari ini.
B. Adat Perpatih Dalam Hukum Adat Di Negeri Sembilan
Adat perpatih, seperti yang biasa dipabruni, adalah sistem kemasyarakatan
yang berdasarkan sistem nasab ibu (matrilineal), sedangkan sistem sosial !slrun
adalab berteraskan nasab bapa (patrilineal).9
Dalam masyarakat Melayu Negeri Sembilru1, adatnya ada dua jenis adat
yang berkembang yaitu adat Perpatih dan adat Temenggong. Pembagian yang
dimaksudkan ialab :
"ke darat Ada/ Perpatih ke laut Adat Temenggung".
Ini berarti, dari segi adat, Negeri Sembilru1 itu terbagi kepada dua wilayab.
Daerab-daerab yang jauh dari laut (yang dikatakan sebagai ke darat) seperti
Jelebu, Jempol, Kuala Pilab, Trunpin, Rembau dan Seremban adalab wilayab
Adat Perpatih. Masyarakat melayu yang tinggal di pesisiran atau berdekatan
9 Norhalim Haji Ibrahim, Ada/ Perpatih Perbezaan dan Persamaan dengan Adat Temenggong ,(Kuala Lumpur: Penerbit Fajar Bakti Sdn.Bhd, 1993), h. 3.
-
50
dengan laut dalam konteks pendaerahan modem, daerah Port Dickson, adalah
pengamal Adat Temenggung. 10
Namun begitu Negeri Sembilan lebih dikenal clengan negen yang
mengamalkan Aclat Perpatih dibanding clengan negeri-negeri lain. Dari segi
prakteknya masyarakat Melayu di Negeri Sembilan lebih banyak memakai Adat
Perpatih dibanding Adat Temenggung.
Adat Perpatih berasal dari Tanah Minangkabau Sumatera, clibawa oleh
seorang pemimpin Minang bemama Sutan Balun yang bergelar Dato' Perpatih
Nan Sebatang. 11 Adat Perpatih merupakan satu peraturan hidup, kontrol sosial
juga sebagai satu sistem kekerabatan yang liberal dan menyeluruh. Oleh karena
itu terdapat konsep-konsep tertentu di dalamnya seperti jurai, perut, suku dan
sebagainya.
Konsep ini selalu dikaitkan dengan silsilah keturumm seseorang. Dalam
Aclat Perpatih, jurai keturunarmya berbentuk unilineal, yaitu keturunarmya hanya
disilsilahkan kepada satu pihak saja. Jurai keturunan itu pula bersifat matrilineal,
di mana seseorang itu disilsilahkan mengikut sebelah ibu. 12
'0 Ibid, h. 6-7
11 http://halaqah.net I VlO I index. Php? action= profile; U=4 Adat Temenggung, diakses pada 16 April 2008.
12 Faraded Bt. Mohd. Dom, Persoa/an Pembagian Har/a Da/am Adat Perpatih, (Latihan llmiah Tahun Kepujian, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1978-1979), h. 14.
-
52
Dalam setiap suku itu mempunyai seorang ketua yang mana ketua setiap
suku itu dikenal sebagai Lembaga Suku sepe1ti Lembaga Suku Biduanda,
Lembaga Suku Batu Hampar dan seterusnya. 15
Suku Biduanda merupakan suku yang Jebih istimewa kedudukannya
berbanding dengan suku-suku yang Jain. Ini karena menurut anggapan pengamal-
pengamal Adat Perpatih, suku Biduanda itu adalah sebagai suku pribumi yang
sesungguhnya merupakan orang asal di Negeri Sembilan sedangkan suku-suku
lain ialah orang pendatang. Anggota-anggota suku inilah yang berhak
menyandang pusaka Undang Luak. 16
Undang ialah puncak dari pada struktur dan susunan ketua-ketua adat di
peringkat kawasan atau disebut Juak. Suku dianggap sebagai satu kelompok
kekeluargaan yang besar dalam masyarakat Adat Perpatih. Ahli-ahli sesuku
menganggap diri mereka sebagai adik beradik. Dengan itu rasa kesatuan di
kalangan mereka sangat kuat dan kokoh. Keahlian dalam sesuatu suku adalah
kekal sepanjang hayat. 17
Di kalangan masyarakat bersuku ini pula terdapat satu pola tempat
kedianmn bagi pasangan yang telah menjadi suami istri. T'empat kediaman bagi
15 Dalo' Perba, Haji Yahya b. Abd Ghani PPJ. JP, Lembaga Suku Biduanda Waris Dua Carak, Wawancara Pribadi, Di Kantor Balai Undang, 15 April 2008.
16 Undang Luak adalah Ketua Pemerintah dalam Adat Perpatih
17 Faraded Bt. Mohd. Dom, Persoa/an Pembagian Horta Dalam Ada/ Perpatih, (Latihan Ilmiah Tahun Kepujian, Universiti Kebangsaan Malaysia, !978-1979), h. 97
-
53
pasangan suami istri adalah di kawasan kepunyaan ibu istrinya. Di tempat istri,
suami adalah orang semenda dan pihak lelaki yang menjadi ahli perut isterinya
adalah tempat semenda baginya. 18
Adapun keanggotaan dalam suku adalah berdasarkan kelahiran atau melalui
upacara kedim. Penentuan suku adalah mengikut suku ibu. Sekiranya seseorang
perempuan dari suku Tanah Datar kahwin dengan laki-laki daripada suku
Mungkal, anak-anak mereka akan tergolong dalam suku ibunya yaitu suku Tanah
Datar.
Keanggotaan suku melalui sistem istiadat berkedim mempunyai kaitan
dengan upacara menganak angkat. Kedim makna umumnya ialah saudara.
Menurut konsep umum Ada! Perpatih, istilah ini digunakan bagi lembaga anak
angkat yang terdiri dari dua jenis kedim iaitu :
I. Kedim adat clan pusaka
2. Kedim adat pada lembaga
Kedim adat dan pusaka lebih tinggi tingkatnya dibanding kedim adat pada
lembaga. Apabila seseorang itu telah dikedimkan kepada satu suku dengan cara
ini, jika dia seorang perempuan, maka dia berhak pada harta pusaka suku dan
seluruh anggota keluarga yang dikembangkannya meajadi ahli suku yang
mengkedimkannya, tidak lagi suku asal melalui kelahirannya. Jika yang mengikut
upacara ini laki-laki, dia berhak menyandang pusaka yang dijunjung. Oleh sebab
18 Ibid, h. 15
-
54
kedim jenis ini melibatkan segala aspek keanggotaan suku seperti harta pusaka,
gelaran dan sebagainya, maka upacara kedim kategori ini harus dihadiri oleh
ketua adat dalam suku berkenaan seperti Lembaga, Buapak19 dan Waris tennasuk
Dato' Undang. 20
Kedim adat pada lembaga bertaraf lebih rendah daripada kedim adat dan
pusaka dan ia hanya untuk mengikut adat istiadat sahaja. Orang yang dikedimkan
hanya diakui sebagai ahli, tidak berhak menyandang gelaran pusaka atau
mewarisi harta. Namun, dia berhak mendapat perlindungan seperti ahli-ahli lain
dalam suku itu. Dalam upacara kedim kategori ini, lembaga saja yang perlu hadir.
Undang hanya diberitahu setelah selesai segala-galanya.21
Menurnt Abdullah Siddik, yang dimaksudkan dengan kedim adat pada
lembaga ialah pengambilan anak angkat 'terbatas ', yaitu seorang anak perempuan
dari sukunya sendiri atau dari bagian sukunya diambil sebagai anak angkat dan
kepadanya diberi hak hanya atas harta yang ditetapkan dan telah diberikan
kepadanya semasa hidup ibu angkatnya.22
19 Buapak ialah ketua kelompok kekeluargaan perut dalam Adat Perpatih.
20 Norhalim Haji Ibrahim; Adat Perpatih Perbezaan dan Persamaan dengan Adat Temenggong ,(Kuala Lumpur: Penerbit Fajar Bakti Sdn.Bhd, 1993), 98.
21 Ibid, h. 99
22 Abdullah Siddik, Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia, (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 1975), h. 117.
-
55
Menurut tradisi, suku adalah unit dasar dari segi kediaman, kekeluargaan
dan pengelompokan para pemilik harta. Kesatuan dalam suku diikat oleh
persamaan nilai dasar yang terkandung di dalan1 kesatuan suku. Setiap individu
mempunyai suku masing-masing dan hanya boleh menjadi anggota satu suku saja.
Setiap suku bisa dibagi kepada kelompok yang lebih kecil yang dinamakan
perut. Bilangan perut dalam tiap-tiap suku bergantung kepada struktur suku.
Dengan kata lain, bilangan perut antara satu suku dengan suku yang lain tidak
sama. Seperti juga suku, kelompok kekeluargaan perut juga. mempunyai seorang
ketua yang disebut dengan Buapak. 23
Peru! adalah kelompok kekeluargaan yang berasal da.ripada satu keturunan
moyang yang sama. Tentang jumlah generasi yang menggabungkan sesuatu perut
itu, para sarjana agak berbeda pendapat. Ada yang mengatakan seperut bermakna
mempunyai kaitan sehingga lima generasi, sembilan generas:i dan enam generasi.
Hubungan kekeluargaan dalam satu perut itu lebih jel.as jika dibandingkan
dengan hubungan kekeluargaan dalam satu suku. Kerjasama di kalangan ahli
perut dalam ritual-ritual utama seperti majlis perkawinan dan kematian, adalah
perlu sebelum melakukan atau menjalankan aktifitas yang lain, ahli seperut akan
dikumpulkan dalam satu majlis yang dinamakan berkarnpung. Istiadat ini
merupakan satu istiadat yang mengumpulkan semua ahli (sesuku/seperut/
23 Dato' Perba, Haji Yahya b. Abd Ghani PPJ. JP, Lembaga Sttlrn Biduanda Waris Dua Carak, Wawancara Pribadi, Di Kantor Balai Undang, 15 April 2008.
-
56
kelompok kekeluargaan yang lain) untuk membicarakan suatu masalah atau
keputusan yang harus diambil untuk kepentingan bersama.
Oleh karena anak-anak perempuan yang menerima harta pusaka, serta
bertanggungjawab pula untuk menjaga ibu bapa atau suarni di masa tua kelak
maka jika keluarga itu tidak mempunyai anak perernpuan, mereka akan
mengambil anak angkat dengan istiadat berkedim tadi.
Adat Perpatih ini diwariskan dari generasi ke generasi melalui kata-kata
perbilangan (undang-undang suku). Ia meliputi berbagai aspek kehidupan
masyarakat termasuk soal harta pusaka, perlantikan pemimpin, hukum nikah
kawin, amalan bermasyarakat, sistem menghukum mereka yang melanggar adat
atau melakukan kesalahan dan pelbagai aspek lagi. 24
Adat Perpatih mempunyai lima prinsip utama yaitu :
I. Keturunan ditetapkan melalui nasab ibu. Adat Perpatih memberi
keistimewaan kepada perempuan yang dianggap bunda kandung yaitu
ibu yang melahirkan anggota-anggota masyarakat. Seseorang individu
itu adalah anggota suku ibunya dan bukan anggota suku bapanya.
2. Tempat kediaman adalah di kawasan ibu isteri. Apabila berlangsung
sesuatu perkawinan, si laki-laki akan meninggalkan kampung
halamannya dan menetap di kawasan ibu isterinya sebagai seorang
semenda.
24 http : //ms. wikipedia. org I wiki I Adat_Perpatih, diakses pada 13 April 2008.
-
57
3. Perempuan mewarisi pusaka, laki-laki menyandang saka. Hanya laki-
laki saja yang berhak menyandang saka Gabatart-jabatan dalam adat)
manakala perempuan adalah mewarisi harta pusaka keluarga ibunya.
4. Perkawinan seperut atau sesuku adalah dilarang. Dalam suatu perut
dan suku, hubungan adalah rapat dan si laki-laki menganggap
perempuan dalam perut atau sukunya adalah saudara perempuannya.
Begitu juga sebaliknya. Oleh karena itulah perkawinan sesama suku
ini adalah dilarang. Perempuan yang kawin sesama suku akan hilang
haknya untuk mewarisi harta pusaka ibunya manakala ia laki-laki akan
hilang haknya untuk menyandang apapun jabatan dalam adat.
5. Orang luar boleh menjadi ahli sesuatu suku. Ini bertujuan agar
perkawinan atau waris mewarisi dibenarkan orang luar untuk menjadi
ahli sesuatu suku dengan cara melalui upacara berkedim. Dalam
upacara ini seseorang itu akan bersumpah taat setia dan bersaudara
dengan ahli-ahli suku yang akan disertainya.25
C. Macam-Macam Harta Dalam Adat Perpatih
Dalam Adat Perpatih terdapat empat jenis harta yaitu26 :
l . Harta Pusaka.
2. Harta Dapatan Tunggal (Harta Dapatan).
25 http: //ms. wikipedia. org/ wiki I Adat_Perpatih, diakses pada 13 April 2008
26 Dato' Putih, Hj Mohd Zain b. Nawi, Lembaga Suku Batu Harnpar Petani, Wawancara Pribadi, Di Rumah Dato' Putih, 21 April 2008.
-
58
3. Harta Carian Bagi (Harta Carian a.tau Harta Pencaharian)
4. Harta Bawa.an Kembali (Harta Pembawa).
1. Harta Pusaka
Pada dasarnya harta pusaka ialah harta kepunyaan se:matu suku a.tau perut
berupa rumah, tanah a.tau barang-barang perhiasan yang ktaknya di atas tanah
pusaka yang diwarisi turun temurun dari ibu bapa a.tau nenek moyang a.tau
generasi yang terdahulu dan hanya diberikan kepada anak-anak perempuan,
saudara-saudara perempuan dan seterusnya.
Perempuan yang mewarisi tanah pusalca hanya mempunyai hak pakai. Dia
boleh memindahkan hak pakai ini kepada orang lain !eta.pi tidak boleh
menukarkan nama pemilik tanah tersebut. Kuasa hak pakai dan mengeluarkan
hasilnya dalam Adat Perpatih di Rembau dikenal sebagai 'genggam nan
beruntuk', yang bermaksud diuntukkan kepada pemegang yang tertentu.27
Mengenai harta pusaka ini, dalam Adat Perpatih dibagikan kepada dua jenis
. 28 yaitu :
a. Barta Pusaka Benar.
b. Harta Pusaka Sendiri.
27 Mad Zahid b. Darus, Sistem Perwarisan Har/a Dalam Ada/ Perpatih Di Rembau (Satu Tinjauan), (Latihan Ilmiah Untuk Sarjana Muda Sastera, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1977-1978), h. 21.
28 Abdullah Siddik, Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia, (Kuala Lumpur : Universiti Malaya, 1975), h. 146.
-
59
Pusaka benar ini, di negeri asal Minangkabau dikenal dengan istilah pusaka
tinggi. lanya juga dikenali sebagai harta pusaka suku. Terdi1i dari tanah-tanah
kampung, sawah, kebun buah-buahan dan rumah yang diwarisi dari ibu yang
letaknya di atas tanah pusaka. Perwarisan harta pusaka benar ini diberikan kepada
anak perempuan sesuku secara turun temurun bermula dari ibu, anak perempuan,
seterusnya kepada keturunan perempuannya. Tanah yang menjadi harta pusaka ini
didaftarkan atas nama wanita. Anak laki-laki tidak boleh memilikinya tetapi
mereka boleh tinggal dan mengerjakan tanah tersebut sebelum dia beristeri atau
jika tanah itu terbengkalai.29
Pemilik-pemilik perempuan adalah sebagai pemegang amanah yang tertentu
saja, yaitu berhak mengusahakan, mengambil faedah dru.ipadanya. Dalam istilah
hukum adat, mereka itu hanya mempunyai hak pakai dan bukan hak milik
perseorangan. Oleh karena itu, harta pusaka benar ini tidak boleh dijual kecuali
oleh sebab tertentu dan dengan kebenaran Lembaga Suku atau Undang.30
Menurut Adat Perpatih, Buapak dan Dato' Lembagalah yang bertindak
sebagai wakil keluarga dalam suku atau dengan pendek kata merekalah sebagai
pemegang kuasa atas tanah pusaka benar. Tidak ada seorang pun dibenarkan
29 Dato' Putih, Hj Mohd Zain b. Nawi, Lembaga Suku Batu Hampar Petani, Wawancara Pribadi, Di Rumah Dato' Putih, 21 April 2008.
30 Abdullah Siddik, Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia, (Kuala Lmnpur : Universiti Malaya, 1975), h. 146.
-
60
menjual atau menggadaikan tanah pusaka benar kecuali atas empat alasan sebagai
yang digurindamkan oleh adat :
Adat pusaka tak berdiri, Rumah gadang ketirisan, Gadis gadang tak berlaki, Maya! terbujur di tengah rumah. 31
Adapun yang dimaksudkan dengan gurindan1 di atas adalah32 :
I) Adat Pusaka Tak Berdiri
Contohnya pada suku atau rumah itu sudah perlu mempunyai penghulu atau
sudah lama pusaka penghulu terbenam lantaran biaya untuk fungsi adat pada
negeri tidak cukup.
2) Rumah Gadang Ketirisan
Rumah adat yang sudah rusak, perlu dibaiki sedangkan pemiliknya tidak
mempunyai uang yang cukup untuk memperbaikinya.
3) Gadis Gadang Tak Berlaki
Adanya dara yang sudah patut dikawinkan tetapi keluarganya tidak
mempunyai uang yang cukup untuk membiayai perkawi11a1111ya. Juga boleh
dijual untuk membiayai hidup gadis tersebut jika tidak kawin hingga akhir
hayatnya.
31 Ibid, h. 147.
32 Ibid, h. 147.
-
61
4) Mayat Terbujur Di Tengah Rumah
Tanah adat tersebut boleh digadaikan untuk membiayai pemakaman mayat
dan keperluan kematian apalagi jika yang mati itu seorang penghulu.
Dalam perkembangan Adat Perpatih yang seterusnya, telah dibolehkan
juga seseorang menjual dan menggadaikan tanah pusaka dengan alasan-alasan
yang sangat terdesak tetapi dibutuhkan orang di dalam perut dan sukunya saja.
Tegasnya penjualan dan penggadaian pusaka dibenarkan dalam sesuku dan
diberikan hak keutamaan kepada waris yang paling dekat, seumpamanya
saudara seibu sebapa, sepupu atau seibu dan seterusnya.33
Pusaka sendiri atau disebut juga pusaka pakaian diri sendiri, adalah
segala jenis harta benda yang diwarisi oleh anak daripada orang-orang tuanya,
seperti barang-barang hiasan dan lain-lain harta carian.34 Pusaka sendiri ini di
negeri asal Minangkabau terkenal dengan istilah Pusaka Rendah.
Inilah harta pusalca jenis kedua dalam Adat Perpatih. Dikenali juga
sebagai harta pusalca waris. Harta ini merupakru1 harta nenek moyang yang
pada asalnya merupakan harta penambahan dalrun sesuatu suku. Harta jenis
ini merupakan harta benda yang diwarisi oleh anak daripada orang tuanya
" Mochtar Nairn, Mengga/i Hukum Tanah dan Hukurn Waris Minangkabau, (Indonesia: Center For Minangkabau Studies Press, 1968), h. 141.
34 Abdullah Siddik, Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia, (Kuala Lumpur: Universiti Malaya, 1975), h. 147.
-
62
seperti barang-barang hiasan dan lain-lain harta carian bapa atau pemberian
kepada bapa. 35
Cara perwarisan harta pusaka waris tidak sama dengan harta pusaka
suku. Perwarisannya tidak diperuntukkan kepada kaum perempuan saja. Ini
bermaksud kaum laki-laki juga berhak menuntut bagiannya. Bagi menentukan
perwarisan ini, permufakatan sering diadakan untuk memutuskan siapa yang
berhak mendapat bagian, sama saja ahli waris laki-laki atau ahli waris
perempuan, bergantung kepada kata putus dari permufakatan itu.
2. Harta Dapatan Tunggal (Harta Dapatan)
Harta dapatan merupakan harta yang d