pemantauan pelaksanaan pembangunan daerah...

37
Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019 i

Upload: hahanh

Post on 26-Apr-2018

232 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

i

Page 2: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

I.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1

I.2 Tujuan dan Sasaran............................................................................................... 3

I.3 Ruang Lingkup Kegiatan ........................................................................................ 3

I.4 Metode Pelaksanaan .............................................................................................. 3

I.5 Keluaran dan Manfaat ............................................................................................ 3

BAB II KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN KAWASAN PERBATASAN .............................................................................................................. 5

II.1 Perkembangan Pelaksanaan RPJMN 2015 – 2019 dalam Aspek Perencanaan

Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan....................................... 5

II.2 Implementasi dan Capaian Program/Kegiatan dalam Rangka Pelaksanaan RPJMN di

Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan ...........................................................11

III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi Program/Kegiatan di Daerah Tertinggal

dan Kawasan Perbatasan ......................................................................................22

BAB III HASIL KEGIATAN PEMANTAUAN .................................................................. 26

III.1 Hasil Pemantauan pada Rapat Singkronisasai Rencana Aksi Kegiatan Lintas ................26

Batas Negara tahun 2017 pada 5 April 2016 ......................................................................26

III.2 Hasil Pemantauan Kabupaten Merauke, Provinsi Papua ..............................................27

III.3 Pemantauan dan Evaluasi di Provinsi Sulawesi Tengah ..............................................30

III.4 Hasil Pemantauan di Kabupaten Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Timur .....................31

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................... 33

IV.1 Kesimpulan ..........................................................................................................33

IV.2 Rekomendasi .......................................................................................................33

DAFTAR ISI

Page 3: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Potensi Ekonomi Kawasan Perbatasan Kabupaten Merauke ........................................................ 28

Tabel 3. 2 Kebutuhan Infrastruktur Kawasan Perbatasan Kabupaten Merauke ........................................ 29

Gambar 2. 1 Program Prioritas Nasional - PN Daerah Tertinggal ....................................................................... 6

Gambar 2. 2 Jumlah Usulan setiap Wilayah Pulau – PN Daerah Tertinggal .................................................... 8

Gambar 2. 3 Program Prioritas Nasional – PN Daerah Perbatasan .................................................................... 9

Gambar 2. 4 Jumlah Usulan setiap Wilayah Pulau – PN Daerah Perbatasan ................................................ 10

Tabel 2. 1 Overview Musrenbangnas 2016 ................................................................................................................... 7

Tabel 2. 2 Indikator Pembangunan Daerah Tertinggal ......................................................................................... 11

Tabel 2. 3 Karakteristik Ketertinggalan setiap Wilayah Pulau .......................................................................... 12

Tabel 2. 4 Progres Pelaksanaan Inpres 6 PLBN ........................................................................................................ 17

Tabel 2. 5 Progres Pelaksanaan Inpres 6 PLBN (Lanjutan) ................................................................................. 18

Tabel 2. 6 Progres Pembangunan PLBN Terpadu ................................................................................................... 18

Tabel 2. 7 Capaian Pembangunan Jalan Paralel Perbatasan ............................................................................... 20

DAFTAR GAMBAR

Page 4: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

1

I.1 Latar Belakang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015–2019 merupakan tahapan ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025. RPJMN 2015-2019 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden No 2 tahun 2015, menjabarkan Visi, Misi dan sembilan Program prioritas (Nawa Cita) Presiden dan Wakil Presiden. RPJMN 2015-2019 ini merupakan salah satu dokumen yang dijadikan acuan dalam implementasi program pembangunan di Indonesia. Dalam RPJMN 2015-2019 terdapat arah kebijakan dan sasaran pembangunan yang telah diklasifikasikan dalam beberapa dimensi pembangunan. Dengan adanya dokumen perencanaan tersebut, harapannya setiap satuan Kementrian/Lembaga (K/L) dapat fokus dalam mengimplementasikan programnya sehingga sasaran pembangunan nasional dapat tercapai seluruhnya dan memberikan dampak yang signifikan pada kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Pembangunan di daerah tertinggal, kawasan perbatasan dan kawasan rawan bencana merupakan salah satu implementasi dari Nawa Cita Pembangunan yang telah dijabarkan dalam RPJMN 2015–2019. Pembangunan di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan merepresentasikan Nawa Cita ke tiga, yaitu “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan”. Sedangkan pembangunan kawasan rawan bencana merepresentasikan Nawa Cita ke tujuh, yaitu “Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik”. Dengan demikian, program pembangunan ini menjadi agenda prioritas yang harus segera ditangani dan dapat diselesaikan pada tahun 2019. Arah kebijakan untuk setiap bidang berbeda – beda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan wilayah tersebut. Sementara itu program pembangunan dalam RPJMN 2015 – 2019 sudah dijabarkan dengan jelas di dalam matrik yang memuat diantaranya mengenai sasaran, indikator, target dalam tahun tertentu (2015 – 2019) dan penanggung jawab program.

Sejalan dengan Peraturan Presiden (perpres) Nomor 131 tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015–2019, penanganan daerah tertinggal pada periode 2015-2019 dilakukan pada 122 Kabupaten. Jumlah tersebut merupakan hasil dari terentaskannya 70 kabupaten dari 183 kabupaten tertinggal pada periode RPJMN 2010-2014 dan adanya 9 kabupaten tertinggal yang berasal dari Daerah Otonom Baru (DOB). Sedangkan pada akhir RPJMN 2015-2019 ditargetkan dapat terentaskan paling sedikit 80 kabupaten tertinggal. Dalam upaya pengentasan 122 kabupaten tersebut telah disusun arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang difokuskan pada: (a) promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan; (b) upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pelayanan dasar publik; dan (c) pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung oleh sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas dan infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah tertinggal dan kawasan strategis.

Sementara itu, untuk pembangunan kawasan perbatasan pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan yang unik dengan mengedepankan aspek keamanan, kesejateraan, dan kelingkungan. Pembangunan yang ada di kawasan perbatasan tidak hanya sekedar

BAB I

PENDAHULUAN

Page 5: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

2

membangun dengan orientasi dalam wilayah tersebut, tetapi juga mempertimbangkan orientasi outward looking yaitu menguatkan hubungan sosial - ekonomi dengan negara tetangga. Dalam sasaran pembangunan kewilayahan dan antarwilayah pembangunan kawasan perbatasan memiliki target 187 lokasi prioritas yang telah ditangani dan 92 pulau kecil terluar/terdepan sehingga pada kedepannya kawasan perbatasan menjadi kawasan yang sejahtera, berdaulat, environmental friendly dan berdaya saing.

Sesuai amanat UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perecanaan Pembangunan Nasional, yang selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan RPJMN, diperlukan adanya pemantauan terhadap pelaksanaan RPJMN. Pemantauan pelaksanaan RPJMN merupakan salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk memberikan informasi kinerja pembangunan, permasalahan yang dihadapi dan alternatif tindak lanjut yang diperlukan untuk mencapai sasaran pembangunan yang tercantum dalam RPJMN. Oleh karena itu, dalam rangka menjaga pencapaian sasaran pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan diperlukan adanya pemantauan dan review pelaksanaan RPJMN 2015 – 2019 khususnya pada bidang Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan.

Page 6: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

3

I.2 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari pemantauan dan review pelaksanaan RPJMN 2015 – 2019 bidang Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan yang dilaksanakan oleh Bappenas beserta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes, PDTT); Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP); dan K/L lainnya yang terkait pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan adalah:

1. Mengamati perkembangan pelaksanaan RPJMN 2015 – 2019 bidang daerah tertinggal dan kawasan perbatasan;

2. Menjaga konsistensi masukan (input), keluaran (output) dan hasil (outcome) antara realisasi dengan RPJMN 2015 – 2019 bidang daerah tertinggal dan kawasan perbatasan;

3. Mengidentifikasi permasalahan dalam pembangunan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan serta alternatif tindak lanjut yang diperlukan untuk mencapai sasaran pembangunan yang tercantum dalam RPJMN;

Secara umum, sasaran yang ingin dicapai melalui pemantauan dan review pelaksanaan RPJMN 2015 – 2019 bidang Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan adalah meningkatkan efektifitas pelaksanaan rencana pembangunan dan sebagai bahan masukan dalam penyusunan kebijakan, perencanaan dan pengalokasian anggaran untuk menjaga konsistnesi pencapaian pencapaian target RPJMN 2015-2019 bidang pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan.

I.3 Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup pelaksanaan pemantauan dan review pelaksanaan RPJMN 2015 – 2019 bidang Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan (K/L mitra kerja utama dan mitra kerja dalam rangka meanstreaming), meliputi:(1) pengumpulan data primer untuk identifikasi dan inventarisasi program pembangunan darah tertinggal dan kawasan perbatasan, (2) analisis terhadap perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan hasil pemantauan; (3) analisis terhadap pencapaian hasil pembangunan di Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan.

Adapun instansi terkait dengan pelaksanaan program/kegiatan tersebut adalah K/L mitra kerja serta K/L lainnya dan Pemda terkait, sebagai target dan sasaran lokasi pemantauan.

I.4 Metode Pelaksanaan

Metodologi yang dikembangkan dalam pelaksanaan pemantauan ini adalah deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Data yang digunakan dalam pemantauan ini diperoleh melalui pengumpulan data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dan informasi mengenai pelaksanaan pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan diperoleh melalui K/L terkait, Rapat-rapat koordinasi, Focus Group Discussion (FGD), serta peninjauan kemajuan pelaksanaan program/kegiatan yang sedang berjalan. Analisis review terhadap pencapaian sasaran RPJMN 2015-2019 dilakukan dengan menggunakan gap analysis, yaitu melihat perbedaan capaian sampai dengan tahun 2015 dan memperkirakan pencapaian sasarannya pada tahun 2016.

I.5 Keluaran dan Manfaat

Hasil keluaran yang diharapkan (output) kegiatan pemantauan dan review pelaksanaan RPJMN 2015 – 2019 bidang Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan adalah:

Page 7: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

4

a. Terimplementasikannya program/kegiatan pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam RPJMN 2015-2019 secara konsisten;

b. Teridentifikasinya penilaian terhadap capaian sasaran pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan pada tahun 2019 sesuai dengan RPJMN 2015-2019;

c. Teridentifikasinya permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan;

d. Tersusunnya alternatif tindak lanjut dan perbaikan yang perlu dilakukan untuk mencapai sasaran pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019;

e. Tersusunnya laporan akhir pemantauan dan review pelaksanaan RPJMN 2015 – 2019 bidang Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan.

Sementara itu manfaat/benefit yang didapat dari hasil pemantauan adalah:

a. Terjadinya keterpaduan berbagai program/kegiatan K/L dalam pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan;

b. Meningkatnya kualitas kinerja pelaksanaan program/kegiatan di Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan sebagai dasar untuk penyempurnaan dan rencana pelaksanaan program/kegiatan pembangunan berjalan dan tahun berikutnya.

Page 8: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

5

II.1 Perkembangan Pelaksanaan RPJMN 2015 – 2019 dalam Aspek Perencanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan

RPJMN 2015 – 2019 sebagai dokumen perencanaan lima tahunan dijabarkan kembali ke dalam bentuk dokumen perencanaan tahunan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Dokumen RKP tersebut merupakan bentuk perencaan yang mengkombinasi pendekatan top up dan bottom up. Melalui pendekatan top up pemerintah pusat memberikan arah kebijakan untuk masing – masing aspek pembangunan bidang dan kewilayahan. Sementara itu, kontribusi daerah (bottom up) dalam perencanaan tersebut adalah dengan memberikan masukan kebutuhan daerah sesuai degnan arah kebijakan yang telah ditetapkan. Arah kebijakan dan kebutuhan wilayah tersebut dipertemukan di dalam Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) untuk dapat ditarik prioritas yang harus segera ditangani.

Penyusunan RKP sebagai bentuk penjabaran RPJMN melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu dalam penyusunannya ada kemungkinan penyesuaian terhadap penjabaran RPJMN tersebut sesuai dengan isu strategis nasional, sectoral, maupun di daerah. Pada posisi tersebut RKP tidak hanya menjadi penjabaran tetapi juga menjadi perbaikan dan penyempurnaan RPJMN itu sendiri. Kaitannya dengan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan, secara konsisten Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan menjadi Prioritas Nasional tersendiri sebagai bentuk afirmasi di Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan.

Perencanaan 2016 menggunakan pendekatan Holistik – Integratif, Tematik, dan Spasial untuk dapat mengintegrasikan seluruh stakeholder yang berperan dalam membangun Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dengan penekanan pada aspek kewilayahan yang dibahas secara menyeluruh. Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah maka tidak lepas dari tujuan arah kebijakan RPJMN 2015-2019 yang telah disebutkan di atas. Pada tahun 2015 dan 2016, pelaksanaan RKP menggunakan prinsip memperbaiki komposisi dan efisiensi belanja dengan cara pengalihan subsidi BBM untuk perkuatan pendanaan prioritas RPJM. Selain itu pada RKP tahun 2016 terdapat penambahan arah kebijakan berupa “pembangunan infrastruktur dan konektivitas antara daerah tertinggal dan pusat pertumbuhan” untuk merespon permasalahan daerah tertinggal khususnya terkait dengan terbatasnya aksesibilitas dan sarana dan prasarana wilayah yang menghambat peningkatan pelayanan dasar dan aktivitas ekonomi di daerah tertinggal. Adapun pada RKP tahun 2017 prinsip pelaksanaannya akan berubah menjadi peningkatkan efektifitas belanja dengan memperkuat landasan landasan pembangunan sehingga memperbanyak lapangan pekerjaan melalui pengembangan kawasan industri, destinasi wisata serta infrastruktur, serta memperkenalkan paradigma pembangunan dengan pendekatan holistik, tematik, terintegrasi dan spasial agar terjadi peningkatan kualitas belanja.

Prioritas Nasional Daerah Tertinggal yang dituangkan ke dalam RKP 2017 akan berfokus kepada empat kegiatan prioritas. Apabila diurutkan maka kegiatan prioritas paling utama ialah kegiatan pemenuhan pelayanan dasar publik, lalu peningkatan aksesibilitas/ konektifitas di daerah, pengembangan ekonomi lokal, serta yang terakhir terkait peningkatan kapasitas SDM maupun IPTEK. Maksud dari penentuan urutan program prioritas nasional ialah sebagai dasar dalam penentuan proporsi perencanaan kegiatan yang akan dilakukan. Disebabkan karena

BAB II

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

DAERAH TERTINGGAL DAN KAWASAN PERBATASAN

Page 9: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

6

Sumber : RKP tahun 2017, Bappenas

adanya keterbatasan anggaran, maka intervensi kegiatan terhadap lokus lokasi harus harus ditangani secara bertahap agar memiliki dampak lebih signifikan. Hal tersebut juga selaras dengan prinsip penganggaran presiden terkait penyusunan RKP 2017 yaitu money follow program, yang berarti anggaran negara harus berorientasi manfaat untuk rakyat dan berorientasi pada prioritas untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Gambar 2. 1 Program Prioritas Nasional - PN Daerah Tertinggal

Proses perencanaan kegiatan yang dilakukan pada keempat program prioritas tidak akan lepas dari proses koordinasi baik itu antar K/L di tingkat pusat maupun dengan daerah sehingga ada keterkaitan antara program yang satu dengan program lainnya demi mendukung percepatan pembangunan daerah tertinggal di seluruh Indonesia. Penentuan intervensi program kegiatan dilakukan dengan menggunakan konsep gabungan antara development from above dan development from below. Konsep development from above merupakan konsep yang berbasis pada akselerasi pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Dasar dari adanya konsep ini dikarenakan adanya perkembangan wilayah yang tidak terjadi di seluruh bagian yang ada. Hal tersebut menjadikan perencanaan program akan difokuskan kepada wilayah yang memiliki sektor dinamis sehingga diharapkan dapat menjalar ke sektor / wilayah lainnnya. Dengan kata lain, pemilihan intervensi wilayah akan melihat kepada lokasi yang memiliki pusat pertumbuhan baru.

Page 10: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

7

Sumber : Analisis Musrenbangnas tahun 2016

Adapun konsep development from below merupakan konsep yang berbasis pada pemerataan, utamanya pada pemerataan kebutuhan pokok masyarakat di suatu wilayah. Konsep ini diwujudkan dengan kegiatan pembangunan yang difokuskan kepada wilayah yang sangat membutuhkan pengembangan (dalam hal ini berupa desa-desa di Daerah Tertinggal). Program pembangunan yang difokuskan di desa tertinggal dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar/standar pelayanan minimum di wilayah tersebut sehingga gabungan antara konsep development from above dan development from below diwujudkan dengan intervensi program kegiatan yang dilakukan secara terfokus pada kawasan tertentu yang memiliki sektor dinamis berupa potensi kawasan agar memberikan hasil yang signifikan dan memberikan spillover effect kepada wilayah sekitar khususnya desa-desa tertinggal. Dengan adanya integrasi program kegiatan dengan menggunakan prinsip holistic – integrative, tematik dan spasial, diharapkan dapat mengentaskan desa di Daerah Tertinggal menjadi desa mandiri atau berkembang.

Musrenbangnas yang merupakan bagian dari tahapan perencanaan pembangunan nasional memiliki peran yang krusial dalam pembangunan daerah tertinggal. Berdasarkan hasil musrenbangnas pada prioritas nasional Pembangunan Daerah Tertinggal, terdapat total 4737 usulan yang berasal dari daerah di seluruh Indonesia sesuai pada Tabel 2.1 berikut

Tabel 2. 1 Overview Musrenbangnas 2016

Program

Prioritas

Disetujui

dengan

anggaran

K/L

Belum ada

kesepakatan Ditolak

tidak

dibahas

Jumlah

Usulan

Pemenuhan Pelayanan Dasar Publik 67 66 30 496 659

Pengembangan Ekonomi Lokal 95 44 64 415 618

Peningkatan

Aksesibilitas/Konektivitas 139 121 203 2.886 3.349

Peningkatan SDM dan Iptek 21 12 15 63 111

Jumlah Usulan 322 243 312 3.860 4.737

Tabel overview kesepakatan musrenbangnas menunjukkan bahwa usulan paling banyak terdapat pada Program Prioritas Peningkatan Aksesibilitas/Konektivitas dengan jumlah usulan sebanyak 3349 usulan. Melihat dari status kesepakatan untuk usulan pada Program Prioritas Peningkatan Aksesibilitas/Konektivitas, maka dapat dikatakan bahwa usulan paling banyak ialah usulan dengan status tidak dibahas yakni sebanyak 2886 usulan. Hal tersebut menunjukan adanya kebutuhan akan infrastruktur dan sarana – prasarana konektivitas di Daerah Tertinggal. Namun begitu banyak dari usulan yang belum dapat diakomodir oleh pemerintah pusat baik dikarenakan ditolak maupun tidak dibahas.

Page 11: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

8

Sumber : Analisis Musrenbangnas tahun 2016

Gambar 2. 2 Jumlah Usulan setiap Wilayah Pulau – PN Daerah Tertinggal

Menurut jumlah usulan yang ada di tiap pulau pada Gambar 2.2 maka dapat dilihat bahwa usulan paling banyak terdapat pada Kawasan Timur Indonesia yaitu pulau Sulawesi dengan total 1254 usulan. Adapun usulan dari Kawasan Timur Indonesia lain seperti Maluku cukup banyak walaupun masih dibawah rata-rata usulan yang ada. Sementara itu Wilayah Pulau Papua yang relatif luas dan memiliki daerah tertinggal paling banyak hanya mengajukan usulan dengan jumlah 219 usulan. Perlu adanya perhatian yang berlebih terhadap mekanisme usulan yang sudah berjalan karena keterbatasan akses sarana prasarana komunikasi di daerah tertinggal yang menghambat akses ke pemerintah pusat sehingga proses pengusulan menjadi tidak terakomodir.

Strategi yang digunakan dalam membangun Kawasan Perbatasan di dalam RPJMN 2015 – 2019 adalah melalui pendekatan dimensi pengelolaan Batas Wilayah Negara, Pengelolaan Lintas Batas Negara, Pembangunan Kawasan dan Penguatan kelembagaan sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Strategi tersebut kemudian diadopsi ke dalam perencanaan tahun 2016 untuk RKP tahun 2017 dimana digunakan lima Program Prioritas Nasional (PPN) untuk dapat mengintegrasikan Kementerian/Lembaga dalam membangun Kawasan Perbatasan dengan pendekatan Holistik – Integratif, Tematik dan Spasial. Lima PPN untuk Prioritas Nasional Kawasan Perbatasan adalah sebagaimana Gambar 2.3

Page 12: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

9

Sumber : RKP 2017, Bappenas

Gambar 2. 3 Program Prioritas Nasional – PN Daerah Perbatasan

Strategi yang ada di dalam RPJMN 2015 – 2019 telah diakomodir di dalam perencanaan tahun 2016 (RKP tahun 2017) dengan tetap memberikan fokus pada batas negara, lintas batas, pengembangan kawasan dan pengembangan kelembagaan. Dimensi pengembangan kelembagaan memang tidak terlihat secara langsung menjadi PPN, namun begitu pengembangan kelembagaan diakomodir di dalam PPN Peningkatan Kualitas Diplomasi, Kerjasama Sosial – Ekonomi. Melalui hal tersebut kelembagaan pengelola perbatasan diharapkan dapat diperkuat untuk mendukung penyelesaian permasalahan batas wilayah negara. PPN yang menjadi sangat prioritas adalah Pembangunan 7 PLBN Terpadu (mengakomodir dimensi lintas batas pada strategi dalam RPJMN). Hal tersebut dilakukan dalam rangka implementasi Inpres 6 tahun 2015 tentang Percepatan Pembangunan 7 PLBN Terpadu. Inpres tersebut menargetkan pembangunan 7 PLBN harus selesai pada tahun 2017 dan dapat berfungsi sesegera mungkin untuk melayani aktivitas lintas batas antar negara. Sementara itu kaitannya dengan dimensi batas wilayah telah diakomodir dalam PPN Pengamanan Sumberdaya dan Batas Wilayah dan PPN Peningkatan Kualitas Diplomasi. Dimensi pembangunan kawasan sendiri diakomodir dalam PPN Pembangunan 10 PKSN dan Membuka Isolasi Lokpri.

Page 13: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

10

Sumber : Analisis Musrenbangnas tahun 2016

Gambar 2. 4 Jumlah Usulan setiap Wilayah Pulau – PN Daerah Perbatasan

Melihat pada detil usulan yang ada di dalam setiap PPN Pembangunan 10 PKSN pada Gambar 2.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar persentase usulan yang disetujui masih lebih rendah dari usulan yang ditolak dan usulan belum dibahas. Hal tersebut disebabkan karena usulan yang tidak sesuai dengan arah kebijakan K/L yang tertuang dalam Renstra dan Renja K/L, kurang siapnya kriteria teknis, tidak masuk ke dalam target nasional, tidak masuk dalam menu yang ditawarkan pemerintah pusat, dan salah Prioritas Nasional. Hal tersebut juga menunjukan bahwa kurang berjalannya koordinasi baik di level pusat maupun di level daerah. Idealnya pemerintah pusat harus mampu menyesuaikan Renstra, Renja dan target nasional sektoral dengan RPJMN yang telah disepakati bersama untuk kemudian diimplementasikan pada kebijakan yang bersifat sektoral. Selain itu pemerintah pusat harus mampu memberikan koordinasi kepada daerah terkait dengan apa yang menjadi arah kebijakan pemerintah pusat dengan memberikan uraian road map yang terintegrasi antar sektor dan sesuai dengan RPJMN 2015 – 2019. Sementara itu daerah harus terus dapat berkoordinasi di daerah untuk terus memahami apa yang menjadi arah kebijakan pemerintah pusat untuk kemudian diterjemahkan kedalam bentuk usulan pembangunan dari daerah yang komprehensif dengan menjekaskan urgensi dan prioritas dari usulan tersebut, bukan sekedar memberikan shopping list yang sulit untuk direalisasikan semua oleh pemerintah pusat.

Contoh persentase usulan yang ada dalam PPN Pembangunan 10 PKSN tersebut mengindikasikan bahwa dalam implementasi perencanaan tahunan untuk mendetilkan RPJMN terdapat beberapa aspek yang harus diperbaiki. Renstra dan Renja K/L harus sesuai dengan RPJMN dan RKP yang disusun. Kisi – kisi arah kebijakan yang telah didetilkan dalam RKP untuk setiap Bidang/Prioritas Nasional harus diakomodir K/L di dalam Program/Kegiatan yang akan diimplementasikan. Begitu juga dengan RKP, harus terus diperbaiki kualitasnya untuk dapat mengintegrasikan seluruh K/L dalam membangun sesuai dengan fokus Bidang/Prioritas Nasional yang ada. RKP harus dapat mencegah munculnya kepentingan sektoral dalam pembangunan sehingga nantinya arah kebijakan yang ada dalam RKP maupun Renja setiap K/L akan selaras dan terintegrasi satu sama lain. Selain itu pemerintah pusat harus memberikan upaya yang lebih untuk dapat mensosialisasikan apa yang menjadi fokus pemerintah pusat

0

5

10

15

20

25

Pro

vin

si A

ceh

Pro

vin

si S

um

ate

raU

tara

Pro

vin

si K

alim

anta

nB

arat

Pro

vin

si K

alim

anta

nTi

mu

r

Pro

vin

si K

alim

anta

nU

tara

Pro

vin

si K

ep

ula

uan

Ria

u

Pro

vin

si M

alu

ku

Pro

vin

si M

alu

ku U

tara

Pro

vin

si N

usa

Ten

ggar

a Ti

mu

r

Pro

vin

si P

apu

a

Pro

vin

si R

iau

Pro

vin

si S

ula

wes

iU

tara

Pro

vin

si P

apu

a B

arat

Belum Ada Kesepakatan Belum Dibahas Disetujui Ditolak

Page 14: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

11

Sumber : RPJMN 2015 - 2019

dalam pembangunan. Daerah harus dapat memahami apa yang menjadi isu strategis nasional dan mengkonsolidasikan dengan seluruh stakeholder pembangunan yang ada di daerah untuk kemudian memberikan usulan yang sesuai dan nantinya dapat direalisasikan. Seluruh perencanaan dan stakeholder harus terintegrasi untuk dapat menjaga konsistensi pembangunan baik dari sisi perencanaan maupun implementasi.

II.2 Implementasi dan Capaian Program/Kegiatan dalam Rangka Pelaksanaan RPJMN di Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan

Implementasi Program/Kegiatan pemerintah di Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan tidak lepas kaitannya dengan sasaran pembangunan yang telah dijabarkan di dalam Buku II RPJMN Agenda Pembangunan Bidang. Sasaran pembangunan tersebut tentunya sudah mengakomodir semua isu strategis di Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan yang harus segera diselesaikan. Oleh karena itu Program/Kegiatan yang merupakan dukungan nyata pemerintah kepada daerah tertinggal dan kawasan perbatasan harus dapat sejalan dan berorientasi menyelesaikan sasaran pembangunan tersebut secara berkejalnjutan dan terintegrasi. Sasaran pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan tentunya memiliki karakteristiknya masing – masing sesuai dengan isu strategis yang ada di dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu perlu penetapan kebijakan program yang sesuai dengan sasaran pembangunan.

Berdasarkan capaian sasaran pembangunan serta arah kebijakan dalam rangka

percepatan pembangunan daerah tertinggal sesuai PP 78/2014, maka upaya yang dilakukan

untuk mengatasi ketertinggalan dilakukan dengan cara percepatan pembangunan

infrastruktur/konektivitas, promosi potensi Daerah Tertinggal untuk mempercepat

pembangunan, pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar publik, serta pengembangan

perekonomian masyarakat yang didukung SDM yang berkualitas. Goal jangka menengah dari

pembangunan Daerah Tertinggal dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2. 2 Indikator Pembangunan Daerah Tertinggal

INDIKATOR 2014

(Baseline) 2015 2016 2017 2019

a. Jumlah Daerah Tertinggal 122 (termasuk

9 DOB)

n.a * n.a * n.a * 42

b. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal

7,10% 6,96% 7,02% 7,17% 7,24%

c. Persentase penduduk miskin di daerah tertinggal

16,6% 16,0% 15,4% 14,9% 14,0%

d. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal

68,5 68,1 68,5 68,8 69,6

Daerah Tertinggal memiliki fokus penanganan kesenjangan antar wilayah di masing – masing wilayah pulau. Sasaran yang diajukan adalah dengan mengentaskan minimal 80 Kabupaten Daerah Tertinggal yang ditetapkan dalam RPJMN 2015 - 2019. Outcome dari sasaran tersebut adalah sebagai berikut: (1) meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal menjadi rata-rata sebesar 7,24 persen; (2) menurunnya persentase penduduk miskin

Page 15: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

12

Sumber : Analisis Data Podes tahun 2014

di daerah tertinggal menjadi rata-rata 14,00 persen; dan (3) meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal menjadi rata-rata sebesar 69,59. Dapat diketahui bahwa dalam sasaran tersebut yang dituju adalah pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi wilayah di daerah tertinggal. Melalui pendekatan peningkatan kualitas SDM dan pertumbuhan ekonomi diharapkan daerah – daerah yang mempunyai status sebagai “Daerah Tertinggal” dapat terentaskan dan memberikan trickle down effect pada wilayah di sekitarnya.

Percepatan pembangunan Daerah Tertinggal dalam RKP 2015 dan 2016 dilaksanakan melalui tiga konsep pembangunan, yaitu (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal; (2) menurunkan persentase penduduk miskin di daerah tertinggal; dan (3) meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah tertinggal yang ditunjukkan oleh peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) di daerah tertinggal. Sesuai dengan dokumen RKP 2016, maka pada tahun 2016 telah dilaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal diantaranya berupa:

1. Peningkatan sarana dan prasarana dasar di daerah tertinggal dalam bentuk: a. Pembangunan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) terpusat 5 Kwp 16 unit di

7 kabupaten; b. Pembangunan PLTS Tersebar 80 wp di 20 kabupaten; c. Pembangunan energi biomassa di 3 kabupaten; d. Pembangunan sarana air bersih sebanyak 26 unit di 17 kabupaten; e. Pembangunan fasilitas air minum di 12 kabupaten; f. Pembangunan jaringan komunikasi dan informasi desa di 20 kabupaten sebanyak

48 unit; g. Rehabilitasi Rumah Layak Huni di 8 kabupaten; h. Pembangunan Radio Komunikasi Tenaga Surya di 5 kabupaten; i. Pengadaan Televisi dan Parabola di 10 kabupaten.

2. Peningkatan sarana dan prasarana ekonomi di daerah tertinggal, diantaranya: a. Pembangunan Pasar Kecamatan di enam kabupaten; b. Pembangunan 5 peternakan modern di lima kabupaten; c. Pengadaan Keramba Jaring Apung di 11 kabupaten; d. Pendampingan terhadap 100 lembaga ekonomi masyarakat; e. Pembangunan 7 unit embung dan penampungan air hujan di 7 kabupaten.

Pendekatan kewilayahan dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal dilakukan berdasarkan analisis ketertinggalan di setiap wilayah yang ada. Berdasarkan indikator ketertinggalan, maka penyebab utama ketertinggalan di masing masing wilayah pulau dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2. 3 Karakteristik Ketertinggalan setiap Wilayah Pulau

Page 16: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

13

Berdasarkan tabel tersebut, maka arah kebijakan dalam setiap pengembangan wilayah pulau diwujudkan dalam bentuk berikut:

1. Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Sumatera: a. Upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar publik dan pengembangan

perekonomian wilayah yang berbasis energi dan hasil bumi serta pengembangan ekonomi masyarakat melalui pengembangan Agriculture Estate/Aquaculture Estate secara terintegrasi (hulu-hilir), berbasis komoditi unggulan daerah antara lain sektor perkebunan, tanaman pangan, peternakan, perikanan, kepariwisataan bahari dan sosial-budaya menunjang kegiatan ekonomi (keterkaitan) dengan pengembangan energi dan hasil bumi yang didukung oleh sektor perdagangan dan jasa.

b. Peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah di Kabupaten Daerah Tertinggal di Wilayah Sumatera;

c. Peningkatan infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah tertinggal dan pusat pertumbuhan; dan

d. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah tertinggal.

2. Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Jawa-Bali diarahkan sebagai lumbung pangan nasional dan pendorong sektor industri dan jasa nasional:

a. Peningkatan Kualitas SDM dan IPTEK kabupaten tertinggal, termasuk untung mendukung pembangunan Agriculture Estate/Aquaculture Estate secara terintegrasi (hulu-hilir), berbasis komoditi unggulan daerah antara lain sektor berbasis industri dan jasa, perikanan dan kelautan, garam, dan produk olahan laut, perkebunan, tanaman pangan, dan hortikultura, yang didukung oleh sektor perdagangan dan pariwisata.

b. Peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah di Kabupaten Daerah Tertinggal.

c. Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM)

d. Mengurangi risiko bencana pada daerah tertinggal dan meningkatkan ketangguhan pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana.

3. Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Kalimantan dalam upaya pengurangan kesenjangan antar wilayah adalah sebagai berikut:

a. Upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pelayanan dasar publik;

b. Peningkatan aksesibilitas yang menghubungkan antara kabupaten tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan di Wilayah Kalimantan, yang juga akan berdampak pada pengembangan Agriculture Estate/Aquaculture Estate secara terintegrasi (hulu-hilir), berbasis komoditi unggulan daerah antara lain sektor perkebunan, penganekaragaman pengolahan hasil hutan dan jasa lingkungan bagi masyarakat yang berada di wilayah konservasi; perikanan darat-sungai; energi, dan pertambangan; tanaman pangan, peternakan, selanjutnya kepariwisataan bahari dan sosial-budaya, yang didukung oleh kegiatan industri pengolahan.

Page 17: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

14

c. Mengurangi risiko bencana pada daerah tertinggal dan pusat pertumbuhan dan meningkatkan ketangguhan pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana; dan

d. Peningkatan Kualitas SDM dan IPTEK kabupaten tertinggal di Wilayah Kalimantan.

4. Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Sulawesi dalam upaya pengurangan kesenjangan antar wilayah:

a. Peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah di Kabupaten Daerah Tertinggal Wilayah Sulawesi;

b. Peningkatan Kualitas SDM dan IPTEK daerah tertinggal di Wilayah Sulawesi;

c. Pengembangan perekonomian daerah tertinggal di Wilayah Sulawesi berbasis komoditas unggulan lokal berbasis pertanian, perkebunan, perikanan dan penganekaragaman produk hasil laut, migas, melalui pengembangan Agriculture Estate/Aquaculture Estate secara terintegrasi (hulu-hilir) yang didukung oleh kegiatan perdagangan, pariwisata dan industri pengolahan serta kegiatan pertambangan nasional.

d. Mengurangi risiko bencana pada daerah tertinggal dan pusat pertumbuhan dan meningkatkan ketangguhan pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana.

5. Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Maluku dalam upaya Percepatan pembangunan Daerah Tertinggal adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan optimalisasi kapasitas pemerintahan dalam implementasi tata kelola yang baik dan bersih.

b. Penanggulangan bencana melalui upaya mitigasi dan adaptasi, serta upaya pengelolaan konflik yang baik dan efektif melalui pendekatan sosial budaya.

c. Pengembangan perekonomian daerah tertinggal di Wilayah Maluku dengan mendorong pengembangan Agriculture Estate/Aquaculture Estate secara terintegrasi (hulu-hilir), berbasis komoditas unggulan lokal di bidang perikanan laut, perkebunan, pangan, hortikultura, dan industri pengolahan (industri pengolahan hasil laut, industri pengolahan hasil kelapa, minyak atsiri) yang didukung oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (kepariwisataan bahari dan sosial-budaya) yang mengalami pertumbuhan yang tinggi.

d. Peningkatan aksesibilitas yang menghubungkan antara daerah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan di Wilayah Maluku;

e. Peningkatan Kualitas SDM dan IPTEK daerah tertinggal di Wilayah Maluku; dan

f. Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di daerah tertinggal Wilayah Maluku.

6. Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Nusa Tenggara difokuskan pada pemecahan permasalahan yang menjadi isu ketertinggalan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada sehingga bisa mengentaskan ketertinggalan di Wilayah Nusa Tenggara sebagai berikut:

Page 18: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

15

a. Penguatan kapasitas dan kualitas kelembagaan daerah dalam pembangunan diutamakan pada membangun keterpaduan pelaksanaan pembangunan antar SKPD dan kemitraan dengan banyak pihak serta afirmasi daerah terhadap masalah-masalah ketertinggalan yang dihadapi;

b. Peningkatan kualitas SDM dan IPTEK kabupaten tertinggal termasuk berkaitan dengan pengelolaan sumber daya lokal;

c. Pengembangan kegiatan perekonomian masyarakat secara terpadu dan lintas sektor terutama untuk mendukung Pintu gerbang pariwisata ekologis melalui pengembangan industri Meeting, Incentive, Convetion, Exhibition (MICE), Penopang pangan nasional dengan percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri perikanan dan kelautan; Pengembangan industri berbasis peternakan sapi dan usaha tani jagung melalui pengembangan Agriculture Estate/Aquaculture Estate secara terintegrasi (hulu-hilir) serta pengembangan industri pangan, dan tembaga.

d. Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pelayanan publik dasar diutamakan di bidang penguatan kualitas SDM, Pendidikan, kesehatan, infrastruktur, air bersih, transportasi, listrik dan telekomunikasi;

e. Mengurangi risiko bencana dan konflik sosial pada daerah tertinggal dan pusat pertumbuhan dan meningkatkan ketangguhan pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana dan konflik sosial.

7. Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal di Wilayah Papua dalam upaya pengurangan kesenjangan antar wilayah adalah sebagai berikut:

a. Pengembangan perekonomian kabupaten tertinggal di Wilayah Papua berbasis komoditas unggulan lokal antara lain melalui pembangunan Agriculture Estate/Aquaculture Estate secara terintegrasi (hulu-hilir) di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, pengembangan ekonomi kemaritiman, parawisata budaya dan lingkungan hidup melalui pengembangan industri perikanan dan parawisata bahari serta melalui pengembangan ekonomi berbasis wilayah kampung masyarakat adat yang lebih inklusif (peningkatan pelibatan masyarakat) dan berkelanjutan.

b. Peningkatan aksesibilitas wilayah dan prioritas pemenuhan kebutuhan dasar untuk pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di kabupaten tertinggal Wilayah Papua.

c. Percepatan peningkatan kualitas SDM Papua yang mandiri dan produktif.

d. Peningkatan optimalisasi kapasitas pemerintahan dalam implementasi tata kelola yang baik dan bersih.

Sedikit berbeda dari Daerah Tertinggal, secara umum ruang lingkup pembangunan Kawasan Perbatasan dibagi menjadi dua, yaitu batas wilayah dan kawasan perbatasan. Batas wilayah fokus pada upaya penjagaan dan pengamanan batas wilayah negara. Isu strategis terkait batas wilayah adalah adanya kegiatan illegal di sekitar batas wilayah negara (illegal fishing, illegal logging, human trafficking, perdagangan illegal, transaksi narkoba, dan aktivitas illegal lainnya), pergeseran dan pengrusakan tanda batas, dan penyelesaian kesepakatan batas wilayah. Sementara itu pada aspek kawasan yang ditekankan adalah pembangunan infrastruktur untuk dapat mendukung aktivitas sosial ekonomi masyarakat kawasan perbatasan.

Page 19: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

16

Dua ruang lingkup kawasan perbatasan tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menentukan sasaran pembangunan Kawasan Perbatasan sebagai berikut: (1) Terlaksananya pengelolaan batas wilayah; (2) Terlaksananya aktivitas lintas batas negara yang kondusif; (3) Terlaksananya percepatan pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang; dan (4) Terbentuknya kelembagaan yang kuat dalam pengelolaan perbatasan negara. Sasaran tersebutlah yang idealnya menjadi basis arah kebijakan dan program dari setiap sektor dalam membangun Kawasan Perbatasan Negara.

RPJMN 2015 – 2019 Buku 1 tentang Agenda Pembangunan Nasional dalam Sasaran Pembangunan Kewilayahan dan Antar Wilayah pada bidang Pengembangan Kawasan Perbatasan telah ditetapkan 187 lokpri, 10 PKSN dan 92 Pulau – Pulau Kecil Terluar (PPKT) sebagai sasaran utama. Sasaran tersebut hanya menjelaskan jumlah daerah yang akan ditangani tanpa ada indikator yang menjelaskan pertumbuhan wilayah secara sosial dan ekonomi. Lokpri yang ditangani pemerintah pusat dalam rangka pembangunan kawasan perbatsan masih dibawah 50% dari target 100 lokpri dintangai untuk tahun 2016. Hal tersebut menunjukan bahwa Kawasan Perbatasan Negara masih membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah pusat lebih agar seluruh lokpri yang ditargetkan dalam RPJMN dapat ditangani.

Capaian yang terkait dengan pengelolaan batas wilayah negara diantaranya adalah mengenai perundingan batas negara. Perundingan batas negara merupakan salah satu kegiatan champion dan prioritas yang dilakukan K/L untuk menjaga kedaulatan bangsa khususnya mengenai keutuhan batas wilayah. Perundingan batas wilayah dibagi menjadi dua, yaitu batas darat dan batas laut dimana perundingan batas darat dikoordinatori oleh Kementerian Dalam Negeri sementara batas laut dikoordinatori oleh Kementerian Luar Negeri. Perundingan batas negara yang dilakukan ditekankan kepada perundingan dengan negara Malaysia untuk perbatasan Indonesia – Malaysia di Wilayah Kalimantan, perundingan dengan negara Republik Demokratis Timor Leste (RDTL) untuk perbatasan Indonesia – RDTL di NTT, dan perundingan dengan negara Papua Nugini (PNG) untuk perbatasan Indonesia – PNG di Papua. Langkah yang telah dilakukan dalam rangka perundingan batas Indonesia – Malaysia adalah percepatan penyelesaian Sembilan segmen batas bermasalah atau yang sering disebut sebagai Outstanding Border Problem (OBP) karena adanya ketidaksepemahaman terhadap batas wilayah negara. OBP terdiri dari 5 OBP Sektor Timur (P. Sebatik, S. Sinapad, S. Simantipal, Titik B2700-B3100, dan Titik C500-C600) dan 4 OBP Sektor Barat (Batu Aum, S. Buan/Gunung Jagoi, Gunung Raya, dan Titik D400). Dalam rangka percepatan penyelesaian OBP tersebut telah dilakukan perundingan sebanyak 9 kali dalam Joint Working Group on the Outstanding Boundary Problem (JWG OBP). Perundingan batas negara wilayah darat di NTT (Indonesia – RDTL) difokuskan pada upaya penyelesaian tiga segmen batas bermasalah, yaitu dua unresolved segment di Noel Besi-Citrana dan Manusasi-Bijael Sunan serta satu Unsurveyed Segment di Subina – Oben. Dalam rangka penyelesaian permasalahan segmen batas tersebut telah dibentuk Special Working Group (SWG) yang telah melakukan pertemuan perundingan sebanyak tiga kali. Selain itu terdapat upaya perundingan tingkat teknis di empat segmen batas maritim Indonesia – RDTL di Selaw Wetar, Selat Ombai Bagian Timur, Selat Ombai Bagian Barat dan Laut Timor. Sementara itu untuk perbatasan negara wilayah darat antara Indonesia – PNG telah diidentifikasi bahwa tidak ada segmen bermasalah. Upaya yang harus dilakukan adalah penekanan penegasan batas wilayah melalui perapatan pilar batas. Kondisi saat ini hanya 52 Meridian Marker (MM). Selain itu perbatasan Indonesia – PNG yang dominan berupa garis lurus dan cenderung mengesampingkan kondisi geografis menimbulkan berbagai permasalahan sosial dan lingkungan seperti adanya masyarakat PNG yang bermukim di wilayah Indonesia dan pencemaran di Sungai Fly yang disebabkan oleh aktivitas masyarakat di sekitar sungai tersebut.

Page 20: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

17 Sumber : Analisis Inpres 6 tahun 2015

Capaian ke dua adalah mengenai pencapaian sasaran terlaksananya aktivitas lintas batas negara. Sasaran tersebut telah diakomodir dengan adanya Inpres 6 tahun 2015 tentang Percepatan Pembangunan 7 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu. Tujuh PLBN tersebut berada di Aruk (Sambas – Kalbar), Entikong (Sanggau – Kalbar), Badau (Kapuas Hulu – Kalbar), Wini (Timor Tengah Utara – NTT), Motaain (Belu – NTT), Motamasin (Malaka – NTT) dan Skouw (Jayapura – Papua). Setidaknya terdapat 15 K/L dan 10 Kepala Daerah yang dilibatkan dalam Inpres tersebut. Tugas K/L dan 10 Kepala Daerah dijelaskan dalam Tabel 2.4 berikut:

Tabel 2. 4 Progres Pelaksanaan Inpres 6 PLBN

K/L Tugas Progres

Menkopolhukam Memberikan pengarahan dan

pengawasan umum dalam pelaksanaan

pembangunan.

Sudah dilakukan

Mendagri Memfasilitasi percepatan penyelesaian

status BMN/BMD

Sudah dilakukan dan dalam proses.

Bappenas Memastikan keberlangsungan kegiatan

dan pencapaian sasaran program.

Sudah dituangkan di dalam arah

kebijakan RPJMN dan RKP.

Kemen PUPR Legalisasi masterplan, pembangunan

gedung, menyediakan jaringan

transportasi, penyediaan SPAM,

penyediaan system sanitasi dan drainasi,

dan menyediakan perumahan petugas.

Sudah dilakukan terutama untuk

pembangunan gedung serta sarana

prasarana pendukung. Pada tahun

selanjutnya difokuskan pada

pembangunan kawasan

pendukung dan perumahan

petugas.

Kemen LHK Mempercepat penyelesaian

permasalahan lahan.

Sudah dilakukan terutama untuk

zona inti PLBN.

Menkeu Percepatan pengalihan BMN dan

melengkapi sarpras kepabeanan.

Sudah dilakukan, beberapa sarpras

kepabeanan sudah dilengkapi

Kemen PUPR sehingga perlu

koodrinasi untuk tugas tersebut.

ATR/BPN Legalisasi asset pada lokasi

pembangunan PLBN.

Sudah dilakukan terutama untuk

zona inti PLBN.

Menhub Menyediakan sarana prasarana

transportasi dan pembangunan terminal

barang.

Dalam proses pembahasan dan

perencanaan.

Kemen ESDM Penyelesaian sarpras ketenagalistrikan. Sudah dilakukan dan dalam proses.

Menkumham Menyediakan sarpras keimigrasian. Beberapa sarpras kepabeanan

sudah dilengkapi Kemen PUPR

sehingga perlu koodrinasi untuk

tugas tersebut.

Kemendag Menyediakan pasar perbatasan dan

memperlancar kegiatan

perdagangan.tata niaga lintas batas

negara.

Dalam proses.

Kemenkominfo Membangun pemancar dan jaringan

telkomunikasi dan informasi.

Dalam proses.

Page 21: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

18

Sumber : Analisis Inpres 6 tahun 2015

Tabel 2. 5 Progres Pelaksanaan Inpres 6 PLBN (Lanjutan)

K/L Tugas Progres

Kementan Menyediakan sarpras karantina. Beberapa sarpras kepabeanan

sudah dilengkapi Kemen PUPR

sehingga perlu koodrinasi untuk

tugas tersebut.

Kemenkes Menyediakan sarpras kesehatan. Beberapa sarpras kepabeanan

sudah dilengkapi Kemen PUPR

sehingga perlu koodrinasi untuk

tugas tersebut.

Kemen KP Menyediakan sarpras karantina ikan. Beberapa sarpras kepabeanan

sudah dilengkapi Kemen PUPR

sehingga perlu koodrinasi untuk

tugas tersebut.

BNPP Mengkoordinasikan pelaksanaan,

menetapkan masterplan, menyusun

regulasi pengelolaan, melakukan

evaluasi dan pegawasan pembangunan

Sudah dilakukan koordinasi,

penetapan masterplan dan

evaluasi pengawasan. Saat ini

dalam proses pembahasan tata

kelola kelembangaan PLBN.

Gubernur

terkait

Mengkoordinasikan dan menyiapkan

lahan, melaksanakan pengalihan asset,

memfasilitasi percepatan pembangunan.

Sudah dilakukan dan dalam proses

untuk zona pendukung dan zona

sub inti.

Bupati terkait Menyiapkan lahan, pengalihan asset,

percepatan perizinan dan percepatan

pembangunan.

Sudah dilakukan dan dalam proses

untuk zona pendukung dan zona

sub inti.

Pembangunan Kawasan PLBN Terpadu pada tahun 2015 hingga 2016 difokuskan pada pembangunan gedung utama PLBN di zona inti kawasan PLBN terpadu disertai dengan sarana prasarana yang menunjang kegiatan Custom, Immigration, Quarantine, and Service (CIQS). Pembangunan gedung inti tersebut melibatkan banyak pihak mulai dari pembebasan lahan hingga pembangunan gedung inti. Kementerian PUPR sangat berperan dalam pembangunan fisik 7 gedung inti PLBN yang ditargetkan selesai pada tahun 2016 dan dapat segera fungsional secara terpadu di tahun 2017 sesuai dengan Inpres 6 tahun 2015. Progres pembangunan PLBN dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut:

Tabel 2. 6 Progres Pembangunan PLBN Terpadu

PLBN Progres

PLBN Terpadu Aruk 95,45 %

PLBN Terpadu Entikong 89,02 %

PLBN Terpadu Nanga Badau 88,55 %

PLBN Terpadu Motaain 100 %

Page 22: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

19

Sumber: Weekly Report Pembangunan PLBN 2016, Kementerian PUPR

PLBN Terpadu Motamasin 92,44 %

PLBN Terpadu Wini 92,71 %

PLBN Terpadu Skouw 96,56 %

Dua PLBN yang ditargetkan dapat segera dioperasikan adalah PLBN Motaain dan PLBN Entikong. Kedua PLBN tersebut ditargetkan segera diresmikan oleh Presiden pada akhir tahun 2016 dan dapat segera dioperasikan. Dalam rangka mendukung pengoperasian PLBN tersebut dalam manajemen satu atap melalui Unit Pelayanan Teknis (UPT) maka BNPP bersama Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) sedang membahas kelembagaan PLBN Terpadu. Beberapa alternatif yang diusulkan Kemenpan untuk kelembagaan PLBN, yaitu (1) PLBN ditetapkan sebagai UPT Kemendagri dengan dasar Mendagri yang merupakan ketua BNPP; (2) UPT Kemenkumham pada dirjen Imigrasi dimana di dalamnya terdapat tugas dan fungsi pelayanan lintas batas negara; dan (3) UPT Kemhan, sesuai dengan Permen 58 tahun 2015 terdapat tugas dan fungsi pengelolaan keamanan kawasan perbatasan yang lebih fokus pada lalu lintas orang. Namun begitu kepastian kelembagaan pengelola PLBN masih dalam pembahasan dan belum memberikan gambaran pasti akan pengelolaanya. BNPP dalam hal ini sebagai koordinator pembangunan Kawasan Perbatasan Negara harus segera merumuskan alternatif jangka pendek, menengah dan panjang untuk pengelola PLBN. Selain pembangunan zona sub inti dan pendukung, langkah kedepan dalam pembangunan PLBN juga diarahkan pada pembangunan kawasan di sekitar PLBN dengan menekankan pada penekanan fungsi PLBN yang berpotensi menjadi pintu gerbang perdagangan internasional yang dapat memicu aktivitas ekonomi antar dua negara. Penetapan kawasan kepabeanan, pembangunan dryport, pengembangan komoditas di sekitar kawasan, dan berbagai upaya harus segera dilakukan dalam rangka mendukung fungsi PLBN sebagai pintu gerbang perdagangan internasional.

Capaian selanjutnya adalah mengenai percepatan pembangunan kawasan perbatasan. Pembangunan kawasan perbatasan menekankan pada pembangunan infrastruktur yang dapat mendukung kegiatan sosial dan ekonomi. Jalan menjadi kebutuhan infrastruktur dasar yang paling utama untuk membuka isolasi lokpri sehingga distribusi hasil pertanian, bahan pokok, dan konektivitas antar wilayah dapat ditingkatkan. Kebutuhan jalan yang paling besar adalah jalan non status atau Jalan Strategis Kabupaten. Jalan non status sangat berperan dalam menghidupkan aktivitas sosial – ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan terutama dalam mendukung konektivitas antar desa di kecamatan perbatasan. Meskipun kebutuhan jalan non status sangat besar di kawasan perbatasan, arah kebijakan Kementerian PUPR masih belum bisa mengakomodir jalan non status. Kementerian PUPR saat ini masih fokus pada pembangunan Jalan Paralel Perbatasan. Capaian pembangunan Jalan Paralel Perbatasan adalah sebagaimana dalam Tabel berikut :

Page 23: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

20

Sumber : Laporan Sestama BNPP pada Rakortas tahun 2016

Tabel 2. 7 Capaian Pembangunan Jalan Paralel Perbatasan

Pembangunan Jalan Paralel Perbatasan tersebut sangat berperan dalam memberikan akses Kabupaten yang memiliki kawasan perbatasan menuju ke pusat - pusat pertumbuhan wilayah. Namun begitu pembangunan jalan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan pembangunan jalan sirip perbatasan atau jalan non status yang menghubungkan desa – desa dalam lokpri ke dalam Jalan Paralel Perbatasan. Kawasan Perbatasan di Kalimantan Utara memiliki kebutuhan infrastruktur jalan yang sangat tinggi mengingat kondisi topografi wilayah yang sangat variatif. Perlu adanya integrasi antara pembangunan jaringan jalan dengan moda transportasi perairan darat dan moda transportasi udara untuk menjawab permasalahan isoloasi geografis wilayah dan dapat memberikan akses lebih di kawasan perbatasan tersebut. Jalan Paralel Perbatasan di NTT atau yang lebih sering disebut sebagai Sabuk Merah Perbatasan masih terfokus pada sisi utara sektor timur, yaitu di Kabupaten Belu. Langkah kedepannya adalah melanjutkan pembangunan menuju sisi selatan sektor timur, yaitu di Kabupaten Malaka. Sementara itu untuk pembangunan Jalan Paralel Perbatasan Trans Papua terkendala untuk membuka akses di sekitar pegunungan tengah Papua karena kondisi geografis yang memerlukan rekayasa teknis yang sangat memakan biaya. Jalan Trans Papua sendiri sebenarnya bukan program khusus pembangunan jalan di kawasan perbatasan Papua, tetapi merupakan program khusus untuk memberikan akses konektivitas yang lebih untuk Papua (tidak hanya di kawasan perbatasan).

Status Panjang Jalan

Jalan Paralel Perbatasan Kalimantan Barat 831, 9 Km

Jalan Pararel yang sudah terbangun/terbuka 643.3 Km

Jalan Paralel yang belum terbangun/terbuka 188,6 Km

Jalan Paralel Perbatasan Kalimantan Timur 270,4 Km

Jalan Pararel yang sudah terbangun/terbuka 102,3 Km

Jalan Paralel yang belum terbangun/terbuka 168,1 Km

Jalan Paralel Perbatasan Kalimantan Utara 728,3 Km

Jalan Pararel yang sudah terbangun/terbuka 577,5 Km

Jalan Paralel yang belum terbangun/terbuka 150,8 Km

Sabuk Merah Perbatasan Sektor Timur NTT 177,99 Km

Jalan Pararel yang sudah terbangun/terbuka 47 Km

Jalan Paralel yang belum terbangun/terbuka 130, 99 Km

Jalan Perbatasan Trans Papua 1.105,1 Km

Jalan Pararel yang sudah terbuka 803,34 Km

Jalan Paralel yang belum terbuka 301,74 Km

Page 24: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

21

Selain jalan terdapat juga infrastruktur penunjang ekonomi dan kesejahteraan rakyat (ekokesra) yang telah dibangun oleh pemerintah pusat di kawasan perbatasan. Capaian yang telah dicapai adalah sebagai berikut:

1. Fasilitas Perumahan Formal type 36 sebanyak 2.075 unit untuk aparatur pemerintah kawasan perbatasan di Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua.

2. PLTD dan PLTS di 113 desa dalam kecamatan lokpri di Kalimatntan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, NTT, Maluku, dan Papua.

3. Pembangunan kantor kecamatan sebanyak 20 unit. 4. Pembangunan ruang kelas sebanyak 20.608 unit. 5. Pembangunan rumah dinas guru sebanyak 2.515 unit. 6. Pembangunan puskesmas sebanyak 221 unit. 7. Pembangunan pasar rakyat sebanyak 84 unit. 8. Pembangunan mess aparatur sebanyak 6 unit. 9. Pembangunan kantor Badan Pengelola Perbatasan (BPP) sebanyak 4 unit. 10. Pembangunan balai pertemuan umum BPP sebanyak 10 unit. 11. Pengadaan kapal 5 – 30 GT sebanyak 734 unit. 12. Pembangunan pelabuhan perikanan, cold storage, pabrik es, dan sarana angkutan d

PKSN Ranai, PKSN Saumlaki, dan PKSN Tahuna. 13. Pencetakan sawah 2000 Ha di Sekayam, Sanggau, Kalimantan Barat. 14. Pembangunan Industri Pengolahan Kakao di Kota Sabang. 15. Pembangunan jaringan irigasi di Kabupaten Kawasan Perbatasan Sambas, Sanggau,

Kapuas Hulu, Bengkayang dan Kupang.

Pembangunan infrastruktur memang sudah dilakukan oleh pemerintah pusat. Namun begitu perlu untuk segera diikuti dengan keberlanjutan pembangunan baik dari integrasi program pembangunan infrastruktur yang akan datang dengan infrastruktur yang telah terbangun maupun keberlanjutan program dari segi pemberdayaan masyrakat untuk dapat mengelola dan memanfaatkan aset yang telah dibangun pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Kelembagaan pengelola Kawasan Perbatasan sesuai dengan Perpres 12 tahun 2010 tentang BNPP menegaskan bahwa BNPP merupakan koordinator dalam pembangunan kawasan perbatasan. BNPP terdiri dari 18 K/L dan Gubernur Provinsi Kawasan Perbatasan sebagai satu kesatuan yang membangun kawasan perbatasan secara terintegrasi dengan tetap memperhatikan tugas dan fungsi masing – masing. Dalam menjalankan tugasnya BNPP dibantu Sekertariat Tetap (Settap) BNPP yang bertugas menetapkan kebijakan program, menyusun kebutuhan anggaran, fasilitasi program, dan monitoring evaluasi program. Namun begitu koordinasi antar anggota BNPP (antar K/L anggota BNPP) sendiri masih kurang baik. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya kesadaran K/L terhadap keanggotaanya dalam BNPP dan adanya target sektoral yang harus segera dicapai dalam kurun waktu tertentu. Rencana Induk dan Rencana Aksi sebagai bentuk dokumen perencanaan untuk kawasan perbatasan dari K/L terkait memang telah disusun dan ditetapkan sebagai salah satu bentuk koordinasi. Namun begitu dokumen perencanaan tersebut belum bisa mengarahkan K/L dalam membangun kawasan perbatasan karena agenda sektoral di setiap K/L.

BNPP secara vertikal mempunyai Badan Pengelola Perbatasan (BPP) di Provinsi dan Kabupaten sebagai perepanjangan tangan BNPP di daerah. Kondisi BPP tidak jauh berbeda dengan BNPP dengan adanya kesulitan untuk melakukan koordinasi kepada SKPD, Bappeda,

Page 25: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

22

dan stakeholder di daerah yang terkait dengan pembangunan Kawasan Perbatasan Negara. Permasalahan tersebut kemudian dicoba untuk diatasi dengan penerbitan PP 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang kemudian ditegaskan kembali dalam Surat Menteri Dalam Negeri nomor 183.5/4070A/S.J tentang Penegasan/Penjelasan Surat Menteri Dalam Negeri nomor 88/3774/SJ perihal Pedoman Persetujuan Perda tentang Perangkat Daerah dimana provinsi perbatasan dengan jumlah perbatasan negara atau lokpri adalah lebih dari dua lokpri maka akan dibentuk Biro Pengelolaan Perbatasan Negara pada Sekertariat Daerah (Sekda) Provinsi dan untuk provinsi perbatasan dengan jumlah lokpri kurang dari dua kecamatan maka akan dibentuk Bagian Pengelola Perbatasan Negara pada Biro Tata Pemerintahan atau Biro yang menangani tata pemerintahan pada Sekda Provinsi. Sementara itu di tingkat kabupaten/kota akan dibentuk Bagian Pengelola Perbatasan Negara pada Sekda Kabupaten/Kota. Melalui hal tersebut diharapkan pengelola perbatasan di daerah dapat lebih kuat posisinya sebagai koordinator dengan bantuan Sekda dan dapat menekan kemungkinan dualisme koordinasi pembangunan antara Bappeda dan BPP.

Koordinasi BNPP dan BPP tidak jauh pada pelaksanaan tugas dan fungsi dari BNPP itu sendiri, yaitu penekanan pada penyusunan kebutuhan program dan monitoring - evaluasi hasil pembangunan di kawasan perbatasan. BPP banyak berperan dalam penyampaian masukan terkait dengan kebutuhan pembangunan di kawasan perbatasan dalam Rencana Aksi Pembangunan Kawasan Perbatasan (Renaksi). Namun begitu kebutuhan program yang diusulkan oleh BPP kurang bisa menggambarkan kebutuhan prioritas dan urgensi dari kebutuhan program tersebut sehingga usulan program berbentuk long shoping list yang tentunya akan menyulitkan K/L dalam mengintepretasi kebutuhan tersebut. Seharusnya Renaksi dapat lebih spesifik menjelaskan kebutuhan real dan prioritas sehingga K/L dapat kemudian langsung menilai kesesuaiannya dengan arah kebijakan nasional dan ditindaklanjuti dengan pengimplementasian program. Sementara itu dari segi evaluasi baik di pusat maupun daerah, Badan Pengelola Perbatasan masih sangat sulit dalam melakukan evaluasi yang sifatnya kegiatan multisektoral. Selain itu evaluasi masih berorientasi pada ralisasi fisik dan keuangan saja, belum berorientasi pada outcome yang dihasilkan dari pembangunan yang telah dilakukan. Berbagai permasalahan kelembagaan pengelola perbatasan menandakan kelembagaan yang masih belum berjalan optimal dengan baik. Namun begitu BNPP adalah proses yang terus berubah ke arah yang lebih baik mengingat sudah semakin banyak K/L yang memberikan perhatiannya ke Kawasan Perbatasan Negara. Tugas selanjutnya adalah bagaimana mengintegrasikan K/L yang sejatinya adalah anggota BNPP.

III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi Program/Kegiatan di Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan

Beragamnya karakteristik Daerah Tertinggal, terutama yang terkait dengan permasalahan-permasalahan penyebab ketertinggalan, membutukan konsep keberpihakan secara simultan dan masif dari semua aktor pemangku kepentingan di Daerah Tertinggal. Melihat pada kondisi Daerah Tertinggal dan penyebab ketertinggalan yang ada, dapat dikatakan bahwa keberpihakan dan usaha pemerataan untuk pembangunan daerah tertinggal masih kurang karena masih adanya ketimpangan pembangunan antara daerah tertinggal dengan daerah non tertinggal. Selain itu, dalam rangka pelaksanaan percepatan pembangunan Daerah Tertinggal tidak lepas dari adanya masalah maupun hambatan di setiap tahun pelaksanaannya. Secara umum permasalahan dalam proses perencanaan dan koordinasi pembangunan Daerah Tertinggal berupa lemahnya koordinasi lintas pemangku kepentingan dalam mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal. Disamping itu, pengembangan dunia usaha di

Page 26: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

23

Daerah Tertinggal juga masih mengalami kesulitan disebabkan kurangnya insentif terhadap sektor swasta dan pelaku usaha untuk berinvestasi di daerah tertinggal.

Keterbatasan dalam ketersediaan sarana dan prasarana publik dasar di daerah tertinggal juga sangat penting untuk diselesaikan mengingat Daerah Tertinggal memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan daerah lain. Sumberdaya manusia juga membutuhkan peningkatan dan pemberian konsentrasi yang lebih diakrenakan masih rendahnya kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Daerah Tertinggal. Sebagian besar kondisi wilayahnya juga sulit diakses dikarenakan aksesibilitas Daerah Tertinggal yang rendah terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah. Dan yang tidak kalah penting ialah terkait pengelolaan potensi sumber daya lokal yang belum optimal.

Usaha percepatan pencapaian sasaran pokok pembangunan Daerah Tertinggal serta penyelesaian berbagai permasalahan di Daerah Tertinggal tersebut membutuhkan terobosan yang perlu dilakukan, antara lain (1) Mempercepat terbitnya Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT) 2015-2019 yang berkualitas dan dapat dijadikan acuan bagi seluruh stakeholder dalam membangun daerah tertinggal; (2) Merumuskan kebijakan dan skema pendanaan yang bersifat afirmatif dan asimetris untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tertinggal, antara lain melalui dana transfer daerah yang lebih memihak daerah tertinggal; (3) Meningkatkan transfer knowledge dan difusi inovasi pembangunan di daerah tertinggal baik dalam pelayanan publik, tata kelola pemerintah, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan daya saing; dan (4) Menyediakan insentif terhadap sektor swasta dan pelaku usaha untuk berinvestasi di daerah tertinggal. Selain itu dalam upaya pengentasan Daerah Tertinggal maka diperlukan arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang difokuskan pada : (1) Promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan peluang investasi di Daerah Tertinggal; (2) Pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar publik; (3) Pengembangan perekonomian masyarakat didukung oleh SDM yang berkualitas; dan (4) Pembangunan infrastruktur dan konektivitas antara daerah tertinggal dan pusat pertumbuhan yang diarahkan pada pusat kegiatan strategis nasional (PKSN) untuk invenstasi yang berdaya saing.

Berdasarkan arah kebijakan pembangunan Daerah Tertinggal yang ada, maka implementasinya dilakukan melalui strategi sebagai berikut: (1) Pengembangan perekonomian masyarakat; (2) Peningkatan aksesibilitas penghubung ke pusat pertumbuhan; (3) Peningkatan kualitas SDM dan Iptek, (4) Pemenuhan SPM pelayanan dasar publik; (5) Pemberian tunjangan khusus kepada tenaga kesehatan, pendidikan, dan penyuluh pertanian; (6) Harmonisasi regulasi; (7) Pemberian insentif kepada pihak swasta; (8) Pembinaan terhadap daerah tertinggal yang terentaskan; (9) Pengembangan kawasan perdesaan dan transmigrasi; serta dan (10) Percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat melalui peningkatan konektivitas dan kualitas SDM, serta pengembangan ekonomi masyarakat berbasis komoditas lokal pada wilayah adat.

Masalah yang diidentifikasi dalam impelentasi program/kegiatan di kawasan perbatasan ditemukan dari mulai segi perencanaan, pengalokasian, pelaksanaan/pengelolaan, pengawasan, pemanfaatan, dan pelaporan. Permasalahan dari segi perencanaan diantaranya adalah BAPPENAS dan Settap BNPP sudah memberikan pedoman dalam membangun kawasan perbatasan dengan adanya RPJMN 2015 - 2019, RKP, RINDUK, dan Renaksi. Dokumen tersebut seharusnya diacu K/L dalam memberinya dukungan untuk kawasan perbatasan. Namun begitu tidak sedikit K/L yang kurang merujuk dokumen tersebit. Hal tersebut disebabkan oleh K/L merujuk pada target nasional suatu program yang tertulis dalam dokumen Renstra dan Renja

Page 27: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

24

K/L. Selain itu dokumen perencanaan dari Settap BNPP (RINDUK dan Renaksi) masih dianggap oleh K/L sebagai dokumen masukan/rekomendasi terhadap pemenuhan kebutuhan di kawasan perbatasan. Kurangnya pemahaman K/L terhadap Perpres 12 tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan. K/L teknis telah disebut sebagai anggota BNPP di dalam perpres tersebut. Sementara itu di daerah, Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Daerah dan Kabupaten dalam proses pengusulan kurang mengacu pada dokumen perencanaan yang ada (RPJMN, RKP, dan RINDUK). BPP Provinsi dan Kabupaten memang menjadi koordinator di daerah dalam membangun kawasan perbatasan. Namun begitu perannya di daerah kurang kuat dapat mengarahkan SKPD untuk memberikan dukungannya ke daerah. Selain itu BPP dan Bappeda seringkali tidak sepemahaman dalam membangun kawasan perbatasan. Permasalahan lain dalam hal perencanaan adalah kualitas dokumen perencanaan dari RKP dan Renaksi sebagai dokumen perencanaan setiap tahunnya perlu diperbaiki kualitasnya dengan didasarkan pada kebutuhan real kawasan perbatasan yang dijelaskan secara konkrit. Dokumen perencanaan saat ini kurang menggambarkan kebutuhan real dari kawasan perbatasan karena beberapa sasaran dan target masih terlalu general untuk menggambarkan kebutuhan konkrit kawasan perbatasan. Satuan target yang berupa "paket" harus diubah menjadi satuan yang menjawab apa yang akan dilakukan di kawasan perbatasan. Selain itu Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Daerah dan Kabupaten kurang dapat memberikan gambaran kebutuhan program di kawasan perbatasan. Harus ada indikasi jelas apa yang dibutuhkan di kawasan perbatasand ari daerah dengan menjelaskan "apa" dan "berapa" yang dibutuhkan dalam suatu wilayah. Perlu Komitmen pusat dan daerah untuk terus bersama – sama dapat mendorong membuat perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan real dengan menggunakan pendekatan holistik, integratif, tematik dan spasial serta dijelaskan secara konkrit.

Kurangnya sosialisasi pusat ke daerah terhadap mekanisme perencanaan juga merupakan salah satu permasalahan perencanaan pembangunan kawasan perbatasan. Hal tersebut menyebabkan banyak usulan yang cenderung tidak sesuai dengan Prioritas Nasional dan "Menu" yang ditawarkan. Usulan untuk Prioritas Nasional Perbatasan masih banyak yang mempunyai lokus bukan di kawasan perbatasan sementara beberapa usulan dengan lokus kawasan perabatasan masuk ke dalam Prioritas Nasional (PN) lainnya sehingga pembahasan saat forum Musrenbang menjadi kurang efektif. Selain itu belum ada mekanisme khusus untuk dapat memindahkan usulan yuang masuk ke dalam Prioritas Nasional yang salah tersebut. Bappenas sudah memberikan pelatihan khusus untuk Bappeda provinsi terkait dengan mekanisme pengisian usulan dengan tujuan menghindari usulan yang tidak sesuai. Namun begitu masih banyak usulan yang tidak sesuai dengan Prioritas Nasional yang ada. Selain itu tidak jarang provinsi yang kurang memahami kondisi dan kebutuhan prioritas dari kawasan perbatasan daerahnya.

Permasalahan dari segi pengalokasian adalah Ketidakjelasan pagu K/L sebelum sampai dengan forum Musrenbang berakhir menyebabkan K/L tidak bisa membahas usulan daerah secara komprehensif hingga anggaran yang disetujui dan memberikan catatan pembahasan "disetujui dengan mempertimbangkan alokasi anggaran". Hal tersebut mengakibatkan ketidaktegasan hasil forum yang dapat berubah dengan berdasarkan pagu yang ditetapkan nantinya. Selain itu ada juga mengenai Dana Alokasi Khusus dimana DAK yang cenderung dinamis karena perubahan kebijakan DAK dan adanya penambahan/pengurangan menu sementara kebutuhan terhadap kawasan perbatasan cenderung tetap. DAK Afirmasi dan DAK Reguler tidak memiliki perbedaan menu kecuali terhadap lokusnya sehingga menyebabkan alokasi DAK Afirmasi untuk kawasan perbatasan yang relatif lebih kecil dari DAK Reguler. Hal

Page 28: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

25

itu menyebabkan DAK yang seharusnya dapat menjadi alternatif pendanaan dalam membangun kawasan perbatasan menjadi kebijakan yang kurang pasti.

Permasalahan dari segi pengawasan adalah pengawasan untuk pelaksanaan program dari pusat yang kurang baik mengakibatkan seringkali pembangunan yang tidak sesuai dengan target dan lokasi pembangunan yang tidak di lokpri. Kurangnya komitmen daerah untuk membangun kawasan perbatasan dengan mengunci lokasi pada lokpri mengakibatkan banyak pembangunan dilaksanakan di daerah di luar lokpri yang dipandang lebih memiliki kekuatan politis. Tentunya diperlukan adanya sosialisasi kepada daerah akan kepentingan membangun kawasan perbatasan dengan pemda sebagai eksekutor utama di daerah. Penguatan peran BPP sebagai pengawas dalam pembangunan di perbatasan. Hasil pengawasan akan dilaporkan pada BNPP untuk menjadi evaluasi perencanaan kedepan.

Permasalahan dari segi pemanfaatan adalah perencanaan pusat yang tidak terintegrasi dan sesuai kebutuhan mengakibatkan kurangnya keberlanjutan dari program dari segi pemanfaatan. Sebagai contoh adalah pembangunan rumah sakit tidak terintegrasi dengan jalan sehingga kegiatan pelayanan kesehatan tidak berjalan dengan optimal. Selain itu daerah juga kurang kadang kurang siap dalam mengelola aset yang diserahkan pusat sehingga hasil implementasi program tidak dimanfaatkan dengan optimal. Permasalahan dari segi pelaporan adalah informasi terkait evaluasi hasil pembangunan hingga pemanfaatan masih kurang terpublikasi sehingga sulit diketahui gap antara perencanaan dan implementasi untuk identifikasi langkah pada tahun selanjutnya. Evaluasi juga sering kali hanya berorientasi realisasi saja. Selain itu tidak ada evaluasi yang jelas terkait dengan pelaksanaan DAK di daerah.

Page 29: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

26

III.1 Hasil Pemantauan pada Rapat Sinkronisasai Rencana Aksi Kegiatan Lintas Batas Negara tahun 2017 pada 5 April 2016

Pembangunan PLBN merupakan salah satu target pembangunan Kawasan Perbatasan Negara khususnya di dalam RKP tahun 2017 yang merupakan bentuk pendetilan RPJMN 2015 – 2019 khusus untuk tahun 2017. Target dalam RKP tersebut adalah terbangun dan berfungsinya 7 PLBN Terpadu dalam rangka implementasi Inpres 6 tahun 2015. Selain pembangunan zona sub inti dan pendukung, operasionalisasi PLBN secara terpadu dan terintegrasi merupakan fokus kegiatan yang akan dilakukan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan PLBN. Hasil pemantauan terhadap rencana aksi yang akan dilakukan pada tahun 2017 secara umum adalah dukungan – dukungan K/L dalam rangka pembangunan 7 PLBN terpadu. BNPP mengungkapkan bahwa harus ada penekanan terhadap pembangunan PLBN Motaain, Entikong, dan Skouw karena PLBN tersebut merupakan PLBN yang sangat strategis mengingat potensi kegiatan lintas batasnya dan perhatian Presiden RI pada PLBN tersebut. Selain pembangunan fisik PLBN, perlu segera direncanakan terkait pengelola PLBN Terpadu yang direncanakan satu atap. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terlantarnya hasil pembangunan PLBN dengan tidak adanya pengelola yang menjalankan kegiatan pelayanan CIQS di PLBN secara terpadu.

Kondisi PLBN menurut Bappenas sebelum adanya Inpres 6 dan pembangunan PLBN terpadu adalah kurang terintegrasi karena belum dapat memberikan dampak yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi wilayah. Setelah pembangunan berlangsung PLBN diharapkan dapat menjadi pusat pelayanan CIQS yang cepat dan tepat dalam melayani serta memberikan dampak ekonomi yang baik bagi kawasan perbatasan. Oleh karena itu kelembagaan pengelola PLBN harus segera disiapkan untuk menjamin operasionalisasi PLBN secara efisien, fungsional dan produktif bagi wilayahnya. K/L harus diarahkan untuk dapat memberikan program/kegiatan yang khusus dan asimetris di kawasan PLBN dalam rangka mendukung operasionalisasi PLBN yang lebih baik.

Menurut Kementerian PUPR, Pembangunan PLBN ditujukan untuk dapat memfasilitasi mulai dari pejalan kaki hingga kendaraan kargo. Konsep pembangunan yang ada, diadopsi dari konsep Lintas Batas di Amerika dengan tetap memasukan kelembagaan Indonesia. Oleh karena itu perlu peninjauan lagi terkait dengan fungsi dan potensi dari PLBN itu sendiri. Apabila PLBN memiliki fungsi dan potensi untuk menjadi gerbang eksport – import maka diperlukan dryport dan jalur pemeriksaan kargo secara khusus untuk mencegah tercampurnya pemeriksaan pelintas batas biasa dengan pelintas batas yang membawa muatan tertentu. Pembangunan PLBN Terpadu sendiri memiliki permasalahan seperti adanya permasalahan lahan dan penyerahan aset yang ada di dalam kawasan tersebut.

Koordinasi yang intensif dari semua stakeholder terkait pembangunan PLBN menjadi kunci penting dalam rangka bersama – sama dapat mencapai target yang ada di dalam Inpres 6 tahun 2015. Selain itu dengan koordinasi yang lebih intensif dapat diidentifikasi isu – isu strategis mengenai pembangunan PLBN. Berikut merupakan beberapa hasil masukan dari beberapa stakeholder terkait dengan kawasan PLBN Terpadu:

BAB III

HASIL KEGIATAN PEMANTAUAN

Page 30: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

27

1. Dirjen Imigrasi – Kementerian Hukum dan Ham Imigrasi a. Pelaksana fungsi yang melakukan pembebasan asset perlu untuk melakukan

proses administrasi sesudah dan sebelum pembebasan untuk dapat mempercepat pembebasan aset.

b. DJKN Perlu melakukan spoting terkait aset – aset yang akan dibebaskan. c. Meubleair dari PLBN perlu untuk dikelola agar tidak terduplikasi antar K/L. d. Perlu penyiapan kelembagaan sebelum pelaksanaan operasional, dapat diadopsi

pelayanan – pelayanan yang berjalan di bandara. e. Kelengkapan sarana dan prasarana serta SDM di PLBN perlu dipetakan

kebutuhannya. 2. Dirjen Bea Cukai – Kementerian Hukum dan Ham

a. Seharusnya di Entikong tidak ada penghapusan asset milik Bea Cukai.

b. Untuk tahun 2017 Bea Cukai sedang menunggu bagaimana pembagian pengadaan alat seperti yang ada di PLBN.

c. Peralatan yang akan diakomodir diarahkan ke peralatan yang sesuai dengan tugas dan fungsi petugas bea cukai.

d. Tidak ada program khusus yang akan dilaksanakan di PLBN karena Bea Cukai sudah mempunya program rutin di sana.

e. Jaringan intenet juga menjadi salah satu permasalahan di PLBN.

f. Sistem penempatan pegawai yaitu kantor induk dengan penggiliran penugasan.

III.2 Hasil Pemantauan Kabupaten Merauke, Provinsi Papua

Kabupaten Merauke merupakan salah satu daerah yang masuk ke dalam Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan (RI - PNG), Kawasan Pengembangan MIFEE dan Rencana Pengembangan KEK. Sementara itu dalam pendekatan wilayah Papua sendiri, Kabupaten Merauke berada di dalam wilayah adat Anim-Ha. Kabupaten Merauke memiliki potensi yang tinggi sektor pertanian, perikanan, dan perkebunan. Komoditas yang menjadi potensi pengembangan adalah kelapa sawit, karet, tebu dan ubi jalar. Sektor pertanian dari Kabupaten Merauke masih membutuhkan adanya infrastruktur pengelolaan sumberdaya air untuk menunjang aktivitas pertanian dan perkebunan. Hal tersebut dikarenakan kondisi pemenuhan sumberdaya air pertanian dan perkebunan Merauke yang masih sangat bergantung pada air hujan. Sumber air permukaan memang terdapat di Sungai Maro, tetapi belum didukung dengan infrastruktur untuk mendistribusikan sumberdaya tersebut. Sementara itu sub sektor perikanan Kabupaten Merauke membutuhkan dukungan regulasi untuk pengembangan pabrik ikan ekspor agar dapat beroperasi secara optimal lagi. Selain dari sektor pertanian, potensi Kabupaten Merauke terdapat pada potensi pariwsata di Taman Nasional Wasur dan Distrik Sota. Identifikasi terhadap potensi Kabupaten Merauke dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :

Page 31: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

28

Sumber : Hasil Identifikasi tahun 2016

Tabel 3. 1 Potensi Ekonomi Kawasan Perbatasan Kabupaten Merauke

Potensi Ekonomi Keterangan

Pertanian ( padi, jagung, ubi kayau, ubi jalarm kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau)

Belum adanya regulasi atau peraturan daerah yang berpihak kepada pembinaan ekonomi masyarakat.

Perternakan (sapi, kerbau, kuda, kambing, babi, ayam, itik)

Potensi SDA belum dapat dinikmati masayarakat secara menyeluruh

Perkebunan (Karet, lada, jambu mente, buah-buahan)

Komoditas unggulan sektor pekebunan adalah Karet dengan jangkauan pemeasaranya hingga Surabaya dan memiliki 15 jenis tanaman buah

Parawisata Lokasi pilihan suaka margasatwa kumbe dan kawasan pelestarian budidayapeninggalan sejarah leluhur berupa tempat dan benda-benda

Perternakan (Sapi, kambing, kuda, babi, ayam kampung, itik)

populasi ternak terdapat 740 ekor, terdiri dari 636 ekor sapi, kambing 19 ekor, kuda 90, dan babi 8 ekor. Dan untuk pertenakan unggas, ayam kampung sebanyak 4.649 ekor dan itik 274 ekor

Pertanian ( padi, jagung, ubi kayau, ubi jalarm kacang tanah, kacang kedela)

Lyas area panen terbesar untuk tanaman pangan berasal dari padi 84,5 Ha Produksi 3,5 ton/Ha; kacang kedele 39,75 Ha produksi 2 ton/Ha; kacang tanah 17,25 Ha produksi 2,5 ton/Ha

Perkebunan (Karet, kelapam dan pinang)

Luas panan kelapa 15 Ha, karet 188 Ha, dan pinang 2 Ha

Arah pengembangan potensi Kabupaten Merauke dalam RPJMN 2015 – 2019 adalah dengan pengembangan Merauke Integrated Food & Energy Estate (Mifee) dengan mengalokasikan 1,2 Ha lahan pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan Nasional. Lahan yang dialokasikan dibagi menjadi 10 klaster pengembagnan produksi pertanian. Sentra Produksi Pertanian memiliki empat klaster yang tersebar di Merauke, Kali Kumb, Yeinan dan Bian. Sesuai dengan arahan RPJMN 2015 – 2019 kluster tersebut diarahkan pada pengembangan tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perkebunan. Klaster lainnya (Okaba, Ilwayab, Tubang, dan Tabonji).

Infrastruktur menjadi salah satu kunci penting dalam pembangunan ekonomi Kabupaten Merauke. Pembangunan infrastruktur di Kabupaten Merauke didukung dengan adanya Proyek Strategis Nasional oleh pemerintah pusat, DAK, dan Dana Infrastruktur Khusus Papua. Alokasi pendanaan untuk pembangunan infrastruktur tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan infrastruktur yang dapat menunjan ekonomi Kabupaten Merauke. Salah satu kebutuhan infrastruktur yang sangat urgent adalah infrastruktur kawasan perbatasan. Hal tersebut dikarenakan isu strategis di kawasan perbatasan yang sangat terisolasi sementara amanat RPJMN 2015 – 2019 adalah untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai halaman depan Negara. Oleh karena itu infrastruktur di kawasan perbatasan harus didukung dengan memperhatikan kebutuhan riil akan pelayanan dasar di kawasan perbatasan. Beberapa kebutuhan infrastruktur Kawasan Perbatasan Negara Kabupaten Merauke dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 32: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

29

Sumber : Hasil Identifikasi tahun 2016

Tabel 3. 2 Kebutuhan Infrastruktur Kawasan Perbatasan Kabupaten Merauke

Kebutuhan Infrastruktur Urgensi

Jalan Non Status Membuka wilayah yang terisolir dan menambah jalur perekonomian lintas batas

Air Bersih Kecamatan lokpri masih belum tersedia saluran PDAM dan hanya terdapat mata air, air sungai dan air hujan untuk kebutuhan air bersih

Kesehatan Memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang mudah terjangkau dengan mengambangkan dan membangun fasilitas kesehatan puskesmas kecamatan dan puskesmas pemantu di setiap desa

Pendidikan Masyarakat masih belum memiliki fasilitas sekolah dan guru yang layak untuk memenuhi kebutuhan pendidikan nya.

Listrik Memanfaatkan air sungai yang tersedia disetiap lokpri untuk menyediakan listrik

Telekomunikasi Jaringan telekomunikasi hanya tersedia di ibukota kabupaten

Kapal Kecil Mempermudah masyarakat mengakses kebutuhan ekonomi, pelayanan dan sosial

Bandara Menunjang sarana prasarana fasilitas udara di lokpri

Sementara itu dalam pengembangan ekonomi wilayah diperlukan beberapa dukungan selain infrastruktur, yaitu :

1. Aspek Regulasi, yaitu:

a. Regulasi pengelolaan lintas batas

b. Regulasi Perdagangan lintas batas, Perjanjian kerjasama antara RI-Papua New guinea dalam pengembangan kawasan perbatasan negara

c. Regulasi untuk mengatur pemanfaatan tanah ulayat

d. Regulasi penetapan Kawasan MIFEE sebagai KEK

2. Aspek Kelembagaan, yaitu:

a. Penciptaan iklim investasi yang kondusif di kawasan perbatasan

b. Pembagian kewenangan atau urusan antar jenjang pemerintah: pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam pengelolaan kawasan perbatasan

c. Kelembagaan pengelola perbatasan yang memiliki otoritas penuh untuk mengelola pos-pos lintas batas negara

d. Pengkhususan pemberian kewenangan bagi pemerintahan kecamatan di wilayah perbatasan (Lokpri) dalam bentuk desentralisasi asimetrik dengan penetapan

Page 33: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

30

daerah khusus untuk akselerasi pembangunan dan efektivitas peningkatan kualitas pelayanan publik

III.3 Pemantauan dan Evaluasi di Provinsi Sulawesi Tengah

Provinsi Sulawesi Tengah memiliki beberapa daerah yang masuk ke dalam Daerah Tertinggal, yaitu Banggai Kepulauan, Toli – Toli, Donggala, Parigi Moutong, Tojo Una – Una, Sigi, Buol, Bangga Laut dan Morowali Utara. Namun begitu terdapat juga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Kota Palu yang harapannya dapat memicu pengembangan wilayah di daerah – daerah sekitarnya khususnya daerah tertinggal. Pendekatan pembangunan wilayah harus menekankan pada konektivitas dan efek trickle down effect dari pembangunan di pusat – pusat pertumbuhan. KEK Palu dalam hal ini menjadi embrio pembangunan di Provinsi Sulawesi Tengah untuk dapat memicu pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Harapannya KEK Palu tidak menjadi brckwash effect dari daerah – daerah di sekitarnya. Kondisi ideal dari KEK adalah penciptaan keterkaitan hulu – hilir terhadap berbagai konsep pengembangan kawasan di Provunsi Sulawesi Tengah sehingga tercipta arus perputaran barang, orang, modal, dan informasi yang intensif di dalam satu kesatuan wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. Selain KEK Palu, kawasan strategis yang mendukung pembangunan daerah tertinggal di Provinsi Sulawesi Tengah adalah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Palapas. Kapet Palapas sendiri terdiri dari Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, Kota Palu dan Kabupaten Parigi Moutong. Terdapat juga Kawasan Industri (KI) Palu untuk menunjang aktivitas industri di Provinsi Sulawesi Tenggara khususnya Kota Palu.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah masih melanjutkan Kapet Palapas yang didukung oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah dengan membiayai biaya operasinal pengelola Kapet Palapas. Peran Kapet Palapas masih sangat penting dalam memfasilitasi dan koordinasi terkait dengan program/kegiatan yang diusulkan daerah kepada pemerintah provinsi. Peran ini masih sama dengan konsep Kapet yang lama. Diharapkan pada konsep Kapet yang baru dapat ditambahkan dengan peran/tugas pengelola Kapet terkait operasional seperti penstabilan harga komoditi, penjaminan ketersediaan komoditi. Peran Kapet yang hanya sebagai fasiliator dan koordinator maka capaian Kapet hanya sebatas memfasilitasi SKPD – SKPD terkait produk andalan di masing-masing kabupaten dan koordinasi kebutuhan infrastruktur dengan KemenPUPR. Kebutuhan infrastruktur Kapet seharusnya diperkuat dengan adanya pembagian zona komoditas di wilayah Kapet tersebut, sehingga nantinya infrastruktur yang dibutuhkan dapat lebih fokus sesuai dengan masing-masing zona yang ada di dalam wilayah Kapet. Hal ini akan bermanfaat dalam meningkatkan kepastian pasar komoditi. Selain itu, luasan KAPET Palapas perlu ditambah untuk mendukung 50% kebutuhan pasokan bahan baku di KEK Palu. Kapet menjadi primadona pada era 90-an karena terdapat fasilitas perpajakan, banyak Kapet yang berhasil dimasa itu. Namun pada era 2000-an fasilitas Kapet telah dicabut, sehingga banyak investor yang pergi. Untuk itu, perlu konsep baru yang bisa memberikan insetif kepada Kapet. Insentif yang diinginkan berupa kemudahan dalam berusaha, pengurangan retribusi daerah pagi petani/nelayan, pengurangan pajak badan baik petani atau swasta, dan sebagainya.

Sementara itu untuk KEK/KI Palu progres pembangunan infrastruktur di KEK/KI Palu telah dibangun jalan kawasan sepanjang 1,5 km, pembangunan pintu gerbang, dan kantor management KEK Palu yang difasilitasi oleh Kementerian Perindustrian. Di dalam KEK Palu sudah terdapat Pusat Inovasi Rotan Nasional (PIRNAS), Resi Gudang, dan Pusat Pengembagan Industri Rotan Terpadu (PPIRT). Selain itu, dukungan infrastruktur di luar kawasan adalah Pelabuhan Pantoloan yang dikelola oleh PT Pelindio IV. Permasalahan yang dihadapi dalam

Page 34: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

31

pengembangan KEK/KI Palu terutama terkait dengan pembebasan lahan. Luas KEK/KI yang sudah dibebaskan adalah 77,7 Ha dari total 1.500 Ha. Kendala pembebasan lahan ini disebabkan karena dana yang dialokasikan oleh pemerintah daerah tidak mencukupi. Jika menggunakan dana investor, maka masih terkendala oleh peraturan perundangan yang berlaku, dan juga investor meminta status lahan menjadi Hak Guna Bagunan bukan sewa/pinjam pakai. Administrator KEK menyaran perlu adanya 2 skema pembebasan lahan yaitu oleh swasta dan oleh pemerintah dapat diatur lebih lanjut melalui peraturan perundangan.

Dari uraian terkait progres Kapet dan KEK/KI maka dapat dikaitkan bahwa konsep pengembangan kedepan Kapet dan KEK/KI memiliki keterkaitan hulu – hilir dalam meningkatkan perekonomian daerah terutama daerah tertinggal di sekitarar kawasan strategis tersebut. Namun saat ini daerah kurang dapat mengelola Kapet karena pengelolaanya berada dibawah Kementerian PUPR sehingga kegiatan di dalam Kapet susah untuk dilakukan. Selain itu KEK/KI masih dalam pengembangan infrastruktur, belum kea rah pengembangan komoditas sehingga belum memberikan dampak pengembangan ekonomi yang signifikan ke daerah tertinggal di sekitarnya.

III.4 Hasil Pemantauan di Kabupaten Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sebagaimana amanat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017, Pembangunan Daerah Tertinggal telah ditetapkan sebagai salah satu prioritas nasional di Tahun 2017. Terdapat 5 kabupaten prioritas dalam RKP 2017 dari total 122 kabupaten Daerah Tertinggal yang akan dijadikan lokasi percontohan pembangunan Daerah Tertinggal terintegrasi. Kelima kabupaten tersebut yaitu Kabupaten Lombok Timur, Maluku Tenggara Barat, Morotai, Sabu Raijua dan Sarmi. Integrasi pembangunan akan dilakukan secara terfokus pada lokasi kecamatan yang berpotensi menimbulkan pusat pertumbuhan baru sekaligus mengentaskan desa-desa tertinggal di wilayah sekitarnya.

Kegiatan pemantauan dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi kebutuhan pembangunan Daerah Tertinggal di kecamatan prioritas serta melakukan integrasi kegiatan pembangunan strategis di kecamatan prioritas yang prospektif untuk dibiayai melalui skema Dana Alokasi Khusus (DAK) APBD, APBN dan sumber dana lainnya. Kecamatan yang akan dijadikan lokasi prioritas intervensi di Kabupaten Lombok Timur adalah Kecamatan Keruak, Jerowaru, dan Sembalun. Lokasi kecamatan prioritas memang sudah direncanakan untuk menjadi Kawasan Strategis Kabupaten (KSK). Terdapat KSK Agropolitan Sembalun dan KSK Minapolitan Keruak-Jerowaru yang berlokasi di Kecamatan Keruak dan Jerowaru”.

Salah satu kecamatan prioritas intervensi, yaitu Desa Seriwe di Kecamatan Jerowaru. Desa Seriwe memiliki potensi utama komoditas rumput laut serta perikanan tangkap. Desa Seriwe juga memiliki kelompok usaha pengolahan dodol rumput laut yang telah dikelola oleh Kelompok Usaha Putri Selatan. Sedangkan permasalahan di daerah ini adalah kurang tersedianya air bersih yang berimbas pada kurang tersedianya kebutuhan sanitasi bagi masyarakat sekitar pesisir di Desa Seriwe. Kunjungan lapangan ke Kecamatan Jerowaru dengan melihat beberapa titik pengembangan yang ada diantaranya:

1. Pelabuhan Labuhan Haji. 2. lokasi budidaya rumput laut dan lobster. 3. Lokasi pembuatan kerupuk kulit udang. 4. Lokasi sumber air bersih di kecamatan.

Page 35: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

32

Kecamatan Jerowaru dan Keruak memiliki permasalahan pada pemenuhan kebutuhan layanan dasar berupa air bersih bagi masyarakat sekitar. Kondisi di lapangan menunjukkan daerah pesisir yang mengalami kekeringan dengan kondisi tanah yang kering dan tidak ada air bersih sehingga warga yang sebagian besar masyarakat golongan menengah ke bawah mengalami kesulitan dalam hal mengakses air bersih tersebut. Pejabat daerah menuturkan bahwa masyarakat di Dusun yang dikunjungi masih banyak memiliki masalah sanitasi.

Page 36: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

33

IV.1 Kesimpulan

1. Secara umum pelaksanaan pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan Negara masih menggunakan RPJMN 2015 – 2019 sebagai acuan utama dengan menuangkan Sasaran, Arah Kebijakan dan Strategi pembangunan dalam RPJMN 2015 – 2019 ke dalam RKP untuk menjaga usaha pencapaian sasaran pembangunan dan konsistensi perencanaan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan Negara. Namun begitu RKP harus dapat memberikan masukan untuk dapat mengakomodir perubahan isu – isu strategis di Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan sehingga pembangunan tidak terkesan hanya terjebak dalam kerangka RPJMN tetapi juga mempertimbangkan dinamika wilayah yang ada.

2. Konsistensi antara input, output dan outcome dalam RPJMN dari segi perencanaan dicoba untuk dijaga dengan menuangkan dan mendetilkan kembali RKP yang ada. Namun begitu dalam usaha pencapaiannya (implementasi perencanaan) tidak jarang dicapai output dan outcome yang kurang sesuai dengan target awal karena berbagai kendala dalam implementasi perencanaan pembangunan di Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan. Diluar hal tersebut, pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan telah memberikan capaian yang tentunya diharapkan dapat menjadi modal bagi masyarakat untuk mengembangkan wilayahnya.

3. Permasalahan pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan datang dari wilayah itu sendiri dan stakeholder yang menangani wilayah tersebut. Permasalahan dari wilayah adalah kondisi geografis dan isolasi wilayah yang menyulitkan pelaksanaan pembangunan di Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan. Sementara permasalahan dari stakeholder datang dari segi perencanaan, pengalokasian, pelaksanaan/pengelolaan, pengawasan, pemanfaatan, dan pelaporan. Masing – masing masalah tersebut memerlukan komitmen seluruh stakeholder untuk dapat menguatkan koordinasi sehingga permasalahan – permasalahan dalam pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dapat ditekan seminimal mungkin.

IV.2 Rekomendasi

Hasil pemantauan memberikan tiga poin penting dalam pelaksanaan pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan Negara dalam lingkup RPJMN 2015 – 2019, yaitu (1) RKP harus mampu mendetilkan RPJMN 2015 – 2019 dengan tetap menjaga konsistensi perencanaan tetapi juga mengakomodir dinamika wilayah yang ada; (2) Meskipun pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perabtasan telah memberikan hasil di wilayahnya, tetapi masih terdapat hambatan yang menjadi kendala dalam usaha pencapaian output dan outcome yang sesuai dengan RPJMN 2015 – 2019; dan (3) Hambatan yang ada berakar dari permasalahan baik yang datang dari wilayah itu sendiri maupun stakeholder yang menangani wilayah tersebut. Melalui tiga poin tersebut maka dapat diketahui untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan Negara dapat dilakukan dengan memperkuat koordinasi antar stakeholder baik di pusat maupun daerah dalam memberikan masukan perencanaan kebijakan program, pengalokasian program, pelaksanaan program, monitoring dan evaluasi program. Pemerintah

BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Page 37: Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah …kawasan.bappenas.go.id/images/data/Produk/PemantauanEvaluasi/2016/...III.3 Identifikasi Masalah dan Kendala Implementasi ... Rencana Aksi

Pemantauan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dalam Lingkup RPJMN 2015 - 2019

34

pusat perlu untuk memberikan arah kebijakan yang afirmatif dan integratif kepada Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan dengan memberikan perlakuan – perlakuan khusus baik untuk perencanaan pembangunan maupun implementasi pembangunan itu sendiri. Sementara itu pemerintah daerah harus dapat memberikan kebutuhan wilayahnya yang sesuai dengan prioritas kebutuhan dengan menyertakan urgensi dari usulan program tersebut sehingga pemerintah pusat dapat memahami dengan jelas apa yang menjadi kebutuhan wilayah. Arah kebijakan yang afirmatif dan usulan kebutuhan daerah yang bersifat prioritas tentunya akan menghasilkan alokasi program/kegiatan yang tepat sasaran dan efektif sesuai dengan kondisi anggaran yang ada.