njing dan cerita-cerita sembarang yang hanya akan memusingkan kepala ketika dibaca
DESCRIPTION
Ini bukan buku, bukan pula e-book, bukan juga modul pelebat bulu ketek, melainkan ini hanya sekadar project iseng semata. Ya, anggap saja ini semacam selebaran promo panci murah ataupun modus penjualan obat kuat dalam bentuk digital.Tidak ada yang istimewa. Sebab, semua tulisan yang terangkum di sini adalah cerita-cerita sembarang yang hanya akan membuat kepala menjadi pening semata.TRANSCRIPT
Rengga Bagus Nanjar
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibacar
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 2
Kata Pengantar
Ini bukan buku, bukan pula e-book, bukan juga modul pelebat bulu ketek, melainkan ini hanya sekadar project iseng semata. Ya, anggap saja ini semacam selebaran promo panci murah ataupun modus penjualan obat kuat dalam bentuk digital.
Tidak ada yang istimewa. Sebab, semua tulisan yang terangkum di sini adalah cerita-cerita sembarang yang hanya akan membuat kepala menjadi pening tidak karuan.
Ah, sudahlah. Pokoknya, bila sampai ada yang mengalami gatal-gatal, muntah-muntah, mencret, atau bahkan keguguran, setelah membaca beberapa tulisan yang terangkum di sini, jangan salahkan saya! Sebab, kemungkinan besar hal tersebut bukan dikarenakan tulisan saya, melainkan karena Anda jarang mandi, nggak pernah gosok gigi, serta lupa cuci tangan dan kaki.
Sekian....
Salam anu
Rengga Bagus Nanjar
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 3
Konten:
Perihal Snack Pang-pang dan Kudapan Cokelat Harga Gope'an Sikap
Ada Banyak yang Bangsat dari Sejarah Persilatan Ombak Mungil yang Kautampung dalam Botol Plastik
Lambemu, Kecut! Kuawuk
Tentang Segala yang Tak Karuan dari Sebuah Kota yang Pernah Membuatmu Menaruh Marah pada Senja
Gulana Bujang Yang Gemar Membaptiskan Dirinya Sebagai Tuhan dan Menjilati Tinja
Milik Tetangga Setelah Berkenalan dengan Luka Yang Kerap Terlupakan dalam Setiap Perjalanan
Setablet Obat Pening yang Bercakap dengan Teka-teki, Bukan Ritual Mengutuki Tuhan lantaran Dititipi Cinta Rasa Tahi Ayam
Kali ini, Aku Putuskan untuk Memakai Judul yang Tidak Biasa Senyum
Tentang Titah dari Potret dalam Bingkai Bukan tentang Kecebong dalam Baskom, Melainkan tentang Cebok dan
Polah-Tingkah Para Pongah Mutan Pengeja Malam dan Cerita di Balik Tempe Mendoan yang Tak
Lagi Menghangat Kantuk
Yang Luput dari Lagu Cinta Melulunya Efek Rumah Kaca: Melayu Lebih Bermutu ketimbang Gingseng yang Berjoget di Atas Panggung
Warna dan Beragam Rupa Ajal dalam Gambar Bukan Cinta, tapi Perkara Rembulan Pepat dan Cerita-Cerita dari Si
Cangkir yang Membuat Manusia Menjadi Gila Tiga, dua, dan satu
Karsinah Tak Marah, Apalagi Meradang, Sekalipun Ia Membawa Pedang
Layar Kaca Kotak Yang Berisik itu Bukan Gemericik Hujan, Njing!
Yang Dilipat Sepanjang Pendar Lampu Kota Parade Getir dan Desir
Yang Mengaku Datang dari Negeri Kenangan Absurd
Nona-nona yang Lupa Menuliskan Namanya di Buku Hadir Perihal Kau yang pada Suatu Periode Tertentu Bisa Menjelma Persis
Seperti Diriku Seharusnya Kaubungkus Telinga Ibumu Kemudian Kausimpan dalam
Saku
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 4
Perihal Snack Pang-pang dan Kudapan Cokelat Harga Gope'an
aku, kau, dan pagi, kerap menjelma bak katana Himura Battousai; gamang bermandi anyir dan merah darah selepas Perang Boshin; serupa alah ora Agenor pada trisula Poseidon
lucu, tapi itulah kami: bagian dari pelengkap diorama dan cerita yang kerap mencak-mencak setelah mengunyah kudapan cokelat harga gope'an; didera sakit gigi tingkat kepalang, tapi masih suka mengulang
ah, sial! gara-gara mendeskripsikan paragraf pertama aku jadi lupa hendak menulis apa?
oh, iya ... snack Pang-pang, aku ingat sekarang;
kudapan berbentuk serupa bantal yang tempo hari sempat menjadi perbincangan hangat di kalangan pembangkang
“Kenapa kudapan cokelat harga gope'an tak mau belajar dari snack Pang-pang tentang bagaimana cara menakar rasa yang tepat?”
“Mungkin kudapan cokelat harga gope'an tak mau menjadi seragam lantaran ia ingin menjaga kesinambungan kehidupan. Bukankah memang harus ada yang berbeda serta tidak harus pas agar semuanya menjadi indah dan bisa saling merindukan?
(*)
Sikap
melipatnya biasa, tanpa tandas; hingga tak berbekas garis jelas
mengangalah bagan yang katanya dilipat
remas saja!
toh hanya kertas, tak mungkin teriak apalagi melawan
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 5
ah, jangan lantaran rasamu tertulis di kertas tersebut maka kau tak berani tegas
(*)
Ada Banyak yang Bangsat dari Sejarah Persilatan
/1/ ada yang lupa cuci tangan setelah bercakap-cakap dengan masa lalu
hampir serupa dengan polah burung kenari yang menggauli si pipit: jungkat-jungkit, crit...
ah, sepertinya susunan kata-kata di atas terlalu klise;
butuh bongkar batok kepala untuk mengenal paham dari sayap yang kepalang
/2/ ada yang gemar mengemasi remah, sekalipun senjanya tak begitu jingga
mungkin, sanggahnya: remah kan musnah pabila petang sudah berdansa
aih, apologi kaum rabun ayam benar;
pongah dengan ketakutan akan gelap dan kesepian
menyedihkan!
/3/ ada laki-laki yang begitu benci dengan puisi
namanya: Diksi, anak pertama dari pasangan Rima dan Licencia Poetica
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 6
ia, Diksi, pernah difatwa anak jadah lantaran yang mendandaninya bukan sastrawan terkenal
aih, itu asumsi paling bangsat dalam sejarah persilatan
(*)
Ombak Mungil yang Kautampung dalam Botol Plastik
pada terik yang tengah berpamit
kau merapal mantra dengan sinis dan cukup lirih
mirip desis, tapi tak serupa ular, melainkan angin
Vamingo de busto rapae luno
sunyi; bibir pantai tak berisik; muka langit terhenti di oranye romantis
Laigo ... cam busto vamingo
kaumelirik, sarat arti
serupa dengan si kidal yang kausembunyikan di saku celana tiga per empat
“Tunggu di sini! Aku hendak bercakap sejenak dengan pasir dan asin.” Kau pun berlari kecil sembari menenteng botol plastik. “Akan kubawakan ombak mungil untukmu.”
“Buat apa, hah?!”
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 7
“Biar kau tahu, bila bukan sastrawan saja yang bisa bersurealis. Tapi cinta juga bisa.”
(*)
Lambemu, Kecut!
minggu punya senja, meski hanya sekadar semburat
ya, untung ada bayu, yang menarikan desir lirih nan mendayu
kopimu dan kopiku, sama-sama terseduh di mug marmer bergambar karikatur
sudah suam-suam kuku, karena didih telah beringsut dari limabelas menit lalu
kretekmu tersulut, kauhisap, dan kepulan putih pucat menyembur dari mulut
kupagut, seruput, lalu beringsut dari kecut
”Jangkrik! Kenapa seduhan arabicamu juga disemati getir?”
kau hanya meringis, dan berlagak sok manis
(*)
Kuawuk
jauh sebelum bergelas-gelas tuak ditengak oleh Tuan, mendung sudah terlebih dulu mengumbar muka-muka bantal. Setelahnya,
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 8
barulah manusia-manusia macam Tuan mulai menimang-nimang kantuk dengan kepalang.
kasihan para Tuan, dan yang sial malah para Puan: kalang-kabut kemasi yang masih basah dari jemuran (ah, tingkahnya sudah serupa pahlawan kesiangan: teriak-koar wartakan hujan pada tetangga seperjuangan, sambil sesekali mengumpati anugrah Tuhan).
“Jika kaubenci hujan, kenapa busanamu malah gemar kaubuat basah?”
(*)
Tentang Segala yang Tak Karuan dari Sebuah Kota yang Pernah Membuatmu Menaruh Marah pada Senja
aku pulang tepat di senja, seperti kala kita tengah menuai pisah di sebuah terminal tua, delapan musim lewat
jauh dari selayang pandang, patahan-patahan kenangan kembali terlempar jauh ke belakang; serupa dengan isak dan kecupan di jidat yang kerap membuatku senang tuk mengenang, sekalipun lebih kerap menyesakkan
ya, kota yang pernah membuatmu menaruh marah pada senja kembali kupijak, setelah sebelumnya kauberbagi pesan melalui sebuah suratan
“Sepertinya aku lupa membunuh desir yang pernah kita sepakati tuk dibuat mati. Jika luang, pulanglah ke kota yang pernah mengenalkan kita pada pisah. Aku hendak memastikan, apakah desir yang kupunya sekarang akan menjadi dag-dig-dug ketika kita bersua? Kutunggu kau di senja, tepat di tanggal serta bulan yang pernah mematahkan hati kita menjadi beberapa bagian.”
aku pun datang memenuhi undangan yang terang-terangan kaulayangkan
ya, di senja, setelah delapan musim lewat, tepat di tempat kali pertama kita mengenal pisah, aku pun kembali bersua dengan
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 9
biang dari segala resah serta muasal dari segala hal yang tak karuan
tapi, sayangnya kau yang biasa kupanggil dengan sebutan mutan—pemilik mata sipit yang bibir mungilnya gemar kupagut kala menangis tersebut kini tak lagi bisa tersentuh seperti delapan musim yang telah lewat; membias dalam pandang kasat mata awam, namun aku tak pernah mampu menyebutmu astral
(*)
Gulana Bujang
gulana bujang di cangkir kopi
getir…
hitam nan pahitnya tetap kentara meski telah bergula
sungguh, menyedihkannya pakai kepalang!
duka gairah bujang terkoyak
tangkap perangai tetangga yang tengah mesra: cipika-cipiki, cium tangan ucap salam, lepas harap tuk dilebur nanti senja, saat pulang
si bujang telan ludah, garuk kepala meski tak gatal
kasihan!
sabtu siang bujang menghilang
sengaja
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 10
pulang ke rumah minggu petang
biasa, tapi jangan ditanya dari mana?
sebab jawabnya kan seperti yang sudah-sudah
lokalisasi kelas kecoa
(*)
Yang Gemar Membaptiskan Dirinya Sebagai Tuhan dan Menjilati Tinja Milik Tetangga Setelah Berkenalan dengan Luka
/1/ aku mengenalnya pada sebuah luka
pada sebuah tanggapan yang sering diucapakan “Ah, itu biasa!”
mungkin kalian akan mengira bila aku tengah mengada-ada
tapi, nyatanya aku memang mengenalnya pada sebuah luka
/2/ pernah ada dua anak kecil mengajakku untuk bermain halma
tapi aku menolaknya dengan cara meludahi muka mereka
keesokan harinya, aku melihat kedua anak kecil tersebut tengah berciuman di depan pintu swalayan
dan, semenjak saat itu, aku mulai mempercayai bila yang tidak kentara oleh mata pasti bernama luka
/3/ Tong Che Leng pernah bercerita padaku tentang sebuah perihal
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 11
dan, ketika kutanya apa judul dari ceritanya, Tong Che Leng malah menyayat dadanya menggunakan bayonet; mengeluarkan seonggok merah yang pada salah satu cerpen karya Mashdar Zainal diberi nama luka, sepertinya, jika tak salah
/4/ setelah selusin karyanya mendapat rupiah, biasanya para penulis akan menaruh kelaminnya di jidat; bercas-cis-cus dengan pongah sembari menjilati tinja milik tetangga
setelah puas, mereka akan membaptiskan dirinya sendiri sebagai Tuhan: memberkati para bedebah yang sejalan serta mengutuki para cecunguk yang bersebrangan
ah, sepertinya mereka semua sudah lupa bagaimana caranya berkarya lantaran keasyikan menjadi bangsat
atau, jangan-jangan mereka itu adalah budak daripada luka (baca saja rasa, biar mudah dicerna agar sesegera mungkin menjadi tinja)
sudahlah...
(*)
Yang Kerap Terlupakan dalam Setiap Perjalanan
biarkan aku berpulang pada kesederhanaan;
pada pola pikir yang sederhana, pada cara pandang yang sederhana, serta pada perasaan yang sederhana pula, tapi bukan yang biasa-biasa saja
ah, bisakah?
“Bukankah yang sederhana itu membosankan?”
“Tidak juga. Buktinya dengan kesederhanaan aku masih bisa hidup di tengah-tengah pola pikir yang semrawut, di antara cara
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 12
pandang yang wang sinawang, dan di sela-sela rasa yang tak karuan. Ya, aku bisa, sekalipun masih kerap kepayahan.”
“Kalau memang begitu, pulanglah!”
“Tadinya aku hendak begitu. Tapi, sayangnya aku sudah lupa dengan rupa kesederhanaan ... bisakah kau membantuku untuk mengingatnya?”
“Maaf, aku tak bisa. Sebab, rupa kesederhanaan bagi setiap orang itu berbeda-beda.”
“Lantas aku harus bagaimana?”
“Aih, kenapa malah bertanya? Bukankah kau itu cuma sekadar lupa? Jadi, yang seharusnya kaulakukan adalah mengingat-ingat, bukannya malah bertanya.”
(*)
Setablet Obat Pening yang Bercakap dengan Teka-teki, Bukan Ritual Mengutuki Tuhan lantaran Dititipi Cinta Rasa Tahi Ayam
aku tahu ceritamu tak akan berlagu pada sembarang pundak
pun jua dengan letupan-letupan indah yang masih gagap kaueja
mungkin kau bisa secara merta mentitahkan rasa tuk berkemas
tapi tidak untuk senaskah ingatan yang terlanjur membekas
“Kau menyuruhku tuk menunggu. Tapi kau malah sibuk membungkusi remah-remah rasa yang sudah terang kan menjadi luka. Maumu itu apa, hah?!”
“Si waktu begitu gemar menguntit,” jawabku lirih
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 13
“Simpan kata-kata bersayap yang kerap kausebut dengan sajak. Kita ini sedang bicara tentang masa depan, Njing, bukan tengah memperdebatkan strukturalisme ataupun humanisme liberal!”
“Kau seharusnya sadar, D. Perihal perkara desir yang dititipkan oleh Tuhan itu juga bagian dari sastra. Pun jua dengan berlembar-lembar kisah dalam cerita yang kerap kita eja. Itu juga termasuk sastra, sekalipun tak pernah diamini oleh H.B. Jassin, sebab beliau sudah meninggal.... Tapi kau jangan menyarankan A.S. Laksana ataupun Sungging Raga tuk membabtis apa yang tengah kita emban. Sebab, hal tersebut hanya akan menjadi perkara cakar-cakaran.”
“Anjing! Menikahlah dengan sastra dan segala macam tetek-bengeknya. Usah lagi kaupedulikan aku yang tak pernah mengutuki Tuhan sekalipun dititipi cinta rasa tahi ayam dan kerap dipaksa berharap tentang masa depan pada mutan tak berperasaan macam kau.”
“Pergilah! Dan menikahlah dengan manusia yang mampu membelikanmu gincu merah merona. Sebab, aku hanya bisa menjajikanmu kesederhanaan: sekelumit kehangatan dalam prosesi menulis puisi bersama, di senja; kala yang kita gadang tuk mulai bercerita dan mengeja.... Tapi, sayangnya waktu sudah terlanjur menguntit. Jadi ... pergilah!”
(*)
Kali ini, Aku Putuskan untuk Memakai Judul yang Tidak Biasa
/1/ sebelumnya kita pernah sama-sama belajar tentang bagaimana caranya menahan lapar
pun juga, kita pernah belajar mengoleskan selai kacang di atas roti tawar harga tujuhribuan
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 14
lalu...ya, itu terjadi di lalu; di waktu kita masih sama-sama gemar membicarakan tentang sastra, sinema, dan juga musik-musik cutting edge
/2/ perihal lapar, kau amat cakap berdamai dengannya
jarang kudapati kauberadu mulut ataupun sekadar mengeluh
konyolnya, aku malah tak pernah tahu kapan terakhir kalinya si lapar memutuskan untuk minggat
ya, itu mungkin karena kau terlalu gemar tertawa kala membuat kesepakatan....
/3/ kali pertama itu memang syarat akan gelak tawa
tak terkecuali dengan perihal selai kacang, seperti yang pernah kita parodikan bersama:
“Meskipun temeh, proses belajarnya tak boleh dianggap remeh.”
“Aku paham arahmu. Tapi, aku ingin tahu bagaimana caramu mendapatkan sebungkus roti tawar dan seplastik selai kacang hanya dengan bermodal uang tujuhribu rupiah?”
“Yang jelas, aku hanya membeli sebungkus roti tawar, tapi tidak dengan selai kacangnya. Sebab, yang terkemas dalam plastik tersebut memang bukan selai kacang....”
“Jika bukan selai kacang, lantas apa?”
“Kau tahu, tidak ... wujud tinja dari perut yang sudah lebih dari dua hari tak kemasukan nasi?”
“Bangsat!”
/4/ jika setiap adegan berhak diganjar piala, maka aku akan memberikan piala pada setiap percakapan-percakapan kita;
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 15
tentang sastra, tentang sinema, dan tentang bebunyian nada yang tak akan biasa bila didengar oleh telinga awam
tapi, yang berhak untuk berjalan di karpet merah dan naik ke podium itu bukanlah soal tema yang kita bicarakan, melainkan soal sudut pandang yang kita gunakan dalam bercakap-cakaplah yang paling pantas untuk unjuk muka di hadapan kebanyakan
ya, biar para sembarang paham, bila berbeda itu bukan sekadar tentang tampilan semata, namun juga tentang apa-apa saja yang tak pernah dianggap
(*)
Senyum
bagaimana caramu dalam melipat senyum, aku ingin tahu?
apakah kaulipat dalam bentuk kotak, persegi panjang, jajar genjang, atau malah kaulipat agar bentuknya serupa daun waru?
atau jangan-jangan kau seperti kakakmu: gemar melipat senyum hingga berbentuk busur, iya?
aih, ngaku?!
kau pasti seperti kakakmu: lihai menyulap batu hingga menjadi merah jambu hanya dengan lipatan senyum berbentuk busur
(*)
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 16
Tentang Titah dari Potret dalam Bingkai
ada yang giat meninjui langit setelah sekuadron mutan menyalakan petasan
mungkin, sangkalnya, itu semua adalah tindakan yang paling mulia
setidaknya menurut perundang-undangan Kitab Antaboga: sejenis serat zaman bahula yang ditulis pada daun lontar
kau tahu tidak, kawan? bila yang giat meninjui langit itu ternyata tak memiliki hidung, tak memiliki mata, dan tak memiliki sanak
jadi, pantaslah bila pada seperkian detik setelah para mutan menyalakan petasan, tingkah serta polah mereka akan serupa dengan perangai demonstran berjubah warna-warna terang: mengepalkan tangan di udara seraya meneriakkan ba-bi-bu yang memekakkan telinga
“Tak lelahkah kalian selalu meninjui langit setelah para mutan menyalakan petasan?”
“Tidak! Sebab itu memang tugas kami.”
“Lantas, siapa gerangankah yang telah menitahkan tugas sekonyol itu kepada kalian?”
“Mereka, potret dalam bingkai yang kerap dipajang pada dinding sekolah dan perkantoran. Yang mana pada banyak kesempatan lebih sering terabaikan; dibiarkan mengusang dalam kunyahan rayap dan bercak hitam.”
“Siapakah yang kaumaksud itu?”
“Cobalah kaubertanya saja pada sejarah. Maka kau akan dapati jawaban yang sebenarnya.”
(*)
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 17
Bukan tentang Kecebong dalam Baskom, Melainkan tentang Cebok dan Polah-Tingkah Para Pongah
jika kaudapati ada secumplung mutan yang tengah belajar cebok, jangan sekali-kali kaumenyuapinya dengan bantuan: menyodorkan gayung, memberinya tissue, ataupun mengulungkan kertas usang bekas bungkus kacang
biarkan dia melakukan proses belajar ceboknya dengan sembarang: mengosek-kosekkan bokong pada tembok, memagutkan lubang dubur dengan pancuran, atau malah sekadar mengelap dan mengusap-usapnya dengan tangan telanjang, kemudian menjilatinya dengan penuh penghayatan
ya, biarkan saja dia bedigasan, usah kautaruh iba apalagi sampai merapalkan petuah-petuah sok bijak yang memekakkan telinga
sebab, kau itu bukalah Tuhan, sekalipun kau kerap merasa dirimu adalah Tuhan hanya lantaran kau telah dititipi lebih oleh Tuhan
namun, tetap saja kau itu bukanlah Tuhan, melainkan hanya sekadar abdi pongah yang gemar membabtiskan diri sendiri sebagai Tuhan
(*)
Mutan Pengeja Malam dan Cerita di Balik Tempe Mendoan yang Tak Lagi Menghangat
/1/ aku menyebutnya si mutan pengeja malam
penyandang tubuh renta yang gemar memakai sarung kumal
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 18
luluh kalian akan dibuatnya
ketika pada suatu malam ia berkisah melalui tindakan: beranjak dari nyaman tuk kemudian menantang hujan
kalian tahu untuk apakah semua kekonyolan tersebut rela ia lakukakan?
tempe mendoan…
ya, sewujud pakanan kampung yang mana pada kesempatan sebelumnya diidam oleh rusuknya yang tengah sekarat
/2/ aku menyebutnya si mutan pengeja malam
penyandang tubuh renta yang gemar memakai kopiah kusam
pilu kalian akan dibuatnya
ketika pada suatu kesempatan ia nekat menerjang hujan: menjemput apa yang tengah diidam oleh rusuknya dengan berbekal payung rusak
kalian tahu apa yang membuatnya rela untuk bertindak sekonyol itu?
kasih sayang…
ya, sewujud rasa maha dahsyat yang keberadaannya serupa mukjizat
/3/ aku menyebutnya si mutan pengeja malam
penyandang tubuh renta yang tetap ksatria di batas kapasitasnya
henyak kalian akan dibuatnya
ketika pada suatu kesempatan ia memaksa malam untuk membiarkanya mengeja tentang firasat dan kenyataan hayat yang kan bertemu haribaan
kalian tahu kenapa ia bisa sekonyol itu?
cinta…
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 19
ya, sewujud rasa tak berlogika yang telah menjadikannya tegar sekalipun rusuknya telah berpulang bersamaan dengan tempe mendoan yang tak lagi menghangat
(*)
Kantuk
kantuk kerap membuat kepala teklak-tekluk
bukan ongkang-ongkang seperti para pembangkang
kantuk ya mengantuk, teklak-tekluk
hampir serupa dengan liyer-liyer, tapi tak sampai ngiler
kantuk kadang sepaket dengan senut-senut, tapi bukan kedut, bukan pula siul dubur yang biasa disebut kentut
kantuk semacam hilang nafsu, serupa dengan vegetarian yang tak sudi makan daging asu; geleng-geleng, tapi bukan celeng, bukan pula banci kaleng, apalagi maniak kolor rombeng
kantuk, mengantuk
seperti kena kutuk jadi burung pelatuk; teklak-tekluk mematuk kayu gapuk: tuk tuk tuk tuk tuk tuk….
(*)
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 20
Yang Luput dari Lagu Cinta Melulunya Efek Rumah Kaca; Melayu Lebih Bermutu ketimbang Gingseng yang Berjoget di Atas Panggung
Cakap nian kaubercerita. Menyusun aksara dengan pola rima yang bernada. Terkesan Melayu; mendayu bak gelombang di perairan Arafuru.
Ah, Kisanak terlalu jauh menganalogikan Melayu. Bukankah Arafuru berada di barat daya Papua? Sedangkan Melayu identik dengan Krakatau hingga ke barat laut?
Mungkin memang benar yang kauucap, Boi. Bila Melayu akan lebih tepat jika dianalogikan dengan Malaka, bukan Arafuru. Puas kau sekarang, Boi?!
Hahahaha.... Usah kau bermuram durjana begitu, Kisanak. Aku hanya sekadar meralat teori ngawurmu itu, tak lebih. Toh Kisanak juga tahu, kan, bila Melayu sekarang sudah menjamah Ibukota? Tengoklah para perajin hiburan televisi dan radio, pada beberapa waktu yang lalu, sebelum para gingseng berjoget-joget di panggung, Melayu telah terlebih dulu mencuri banyak tempat di berbagai kesempatan. Sekalipun oleh sebagian kalangan yang sok kebarat-baratan, Melayu kerap dianggap sampah dan tak bermutu.
Aku senada dengan yang kaubilang, Boi. Bahkan sebelum Gus tf Sakai, Benny Arnas, serta Damhuri Muhammad, memainkan cengkok di beberapa cerpen mereka, seorang Hamzah Fanzuri pun sudah mampu memelayukan Indonesia melalui diksi-diksinya. Sekaliberlah dengan si Satria Bergitar.
Aih, lagi-lagi Kisanak ngawur, nih. Tolonglah, jangan bicara tentang sastra di sini, apalagi menggunakan teori ngawur. Nanti jika para pengikut A.S. Laksana dan Hermawan Aksan .cs mendengar, bisa habis kita: dicecar dengan beragam ba-bi-bu yang pedasnya bukan kepalang. Memangnya Kisanak mau, diganjar HAH level sembilan oleh mereka? Hahahahahaha....
Boi, lama-lama kau itu macam Andrea Hirata saja. Melarang orang lain mengatakan merah padahal kau sendiri bicara tentang merah.
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 21
Woles, Kisanak. Tak usah merajuk macam penyadap karet yang digigit nyamuk begitu. Kisanak dan aku, kan, sama-sama penikmat Melayu. Jadi kenapa pula mesti malu?
Ah, cakap nian kaubicara, Boi. Sampai-sampai kaumemaksakan rima agar apa yang kauucap terdengar bernada.
Setidaknya aku lebih ksatria dibanding badut-badut gingseng yang gemar memamerkan paha serta belahan dada untuk sesuatu yang disebut dengan hiburan. Hiburan memuakkan! Bikin muntah!
(*)
Warna dan Beragam Rupa Ajal dalam Gambar
aku menggambar rupa ajal di atas kanvas
lengkap dengan mereka-mereka yang pernah disambanginya
pertama: aku bermain dengan warna-warna pucat yang di mana aku biasa menyebutnya dengan tetangga
tapi, berkali-kali aku diperkenalkan dengan sukar
sebab, rupa ajal yang kugambar tak memiliki warna merah: hanya sekadar garis biru melingkar yang tersemat di antara hitam dan cokelat
kedua: aku bermain dengan warna-warna menyala
yang mana warna tersebut kudapat dari salah seorang teman
cukup mudah aku menggambarnya
karena hanya butuh merah yang kutumpahkan begitu saja di kanvas setelah sebelumnya kugores hitam pucat dengan pola
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 22
melingkar; lengkap dengan selongsong ajal yang enggan bercakap
ketiga: aku bermain dengan warna-warna yang tak biasa, tapi kalian tak perlu bertanya seperti apakah warna yang tak biasa itu?
kalian cukup diam, baca saja, usah komentar bila tak ingin serupa dengan mereka-mereka yang telah disambangi ajal: modar oleh polah gambar-gambar
keempat: aku bermain dengan semua warna yang di mana aku biasa memanggilnya dengan sebutan Ayah
ya, Ayah penyuka beragam warna, terutama warna merah, bahkan Ayah pernah mencuri merah dari selaput pelangi yang kupunya, pernah menumpahkan merah dari pola hitam melingkar yang memiliki banyak warna, serta telah memberitahu aku tentang bagaimana rupa ajal yang sesungguhnya
(*)
Bukan Cinta, tapi Perkara Rembulan Pepat dan Cerita-Cerita dari Si Cangkir yang Membuat Manusia Menjadi Gila
/1/ ada yang tertinggal di bibir cangkir
tapi bukan bekas lipstik ataupun ampas kopi
melainkan sekelumit cerita yang kerap tertanggal lantaran jeda kerap menyambang
“Jangan kaucuci cangkirnya! Biarkan ia yang melanjutkan cerita.”
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 23
“Gila! Bagaimana bisa cangkir bercerita? Kaupikir dia itu keponakannya Dongeng Seribu Satu Malam, hah?!”
“Usah mendebat! Buktikan saja. Jika apa yang kuucap tak terbukti benar, baru kau boleh mengutuki cinta.”
/2/ gila yang mungkin kan dikata orang
perihal tingkahku yang gemar bercakap dengan rembulan
tapi, asal kau tahu, kawan, sesungguhnya aku tak benar-benar bercakap dengan rembulan...
“Aku akan bercerita, tapi hanya saat rembulan membulat dengan pepat. Dan, jangan lupa, nanti, saat aku tengah bercerita, tolong pandangilah rembulan; buat dirimu seolah sedang bercakap dengannya. Sebab, hal tersebut satu-satunya cara agar tak melahirkan kecurigaan.”
“Jika aku lupa; melanggar apa yang kauwejangkan, apakah kau akan menghadiahiku sebuah kutukan?”
“Tidak! Sebab tugas cangkir bukanlah mengutuk, melainkan menceritakan kisah dari serentetan cerita yang tak pernah khatam dikisahkan oleh manusia.”
/3/ aku masih menunggui rembulan membulat dengan pepat, sekalipun si cangkir telah pecah di duaributigabelas
gilakah?
iya!
tapi jangan kauberitahu cinta, ya!
(*)
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 24
Tiga, dua, dan satu
/1/ sudahkah engkau meninabobokan para bangsat?
atau, engkau malah tengah sibuk meneteli koreng pada pantat?
ah, sudahlah ... toh apa pun yang kaulakukan, tetap saja kau akan menganggap bajingan itu serupa bangsat
kaprahmu, salah!
/2/ aku titip salam untuk sekelebat hitam yang kerap mangkal di depan langkah
sampaikan juga padanya, bila aku hendak bergegas melawan; kemasi remah kelam tuk kemudian beranjak dari lama
tapi, sayangnya masih kerap kutinggalkan bayang-bayang di bagian setapak muka
/3/ pada dasarnya aku memiliki ketakutan-ketakutan perihal hari depan, hanya saja aku tak pernah menggambarnya dalam muka
(*)
Karsinah Tak Marah, Apalagi Meradang, Sekalipun Ia Membawa Pedang
Karsinah hanya mengulum ludah manakala otak dan hatinya telah berpindah tempat: dari jauh pemahaman ke dasar cerna sembarangan
ya, Karsinah biasa, tak meradang, tak pula muntab apalagi sampai mencak-mencak
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 25
toh yang hilang darinya bukan pelukan, melainkan hanya sekadar gambar dan cerita-cerita yang tak pernah usai dikisahkan
“Kau tahu apa tentang hilang?” tanya Karsinah pada pecahan kaca yang kerap menghibahkan luka pada telapak lunak berwarna cokelat
“Bukankah selama ini kau tak pernah dipeluk?” sambung Karsinah dengan nada setengah oktaf. “Tapi, kenapa kau bisa seenak jidat mendifinisikan hilang dengan gambar luka karena sayatan? Kau mabuk, ya? Jawab, hah?! Darimana muasal semua alasan kita yang serupa? Jangan kau bilang kebetulan, ya. Awas!”
Karsinah tak marah, apalagi meradang, sekalipun ia membawa pedang
Karsinah hanya sekadar bertanya: bagaimana bisa kaumendifinisikan hilang dengan gambar luka karena sayatan? bukankah selama ini kau tak pernah dipeluk, tak pernah memeluk, dan tak jua terkutuk?
(*)
Layar Kaca Kotak
sebatang kretek dan gambar bergerak dalam layar kaca kotak
kawakan, dan makin pongah oleh adegan
sehisap tiga kepul; putih pucat bergelayut lalu beringsut
bul-bul-bul…
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 26
televisi sialan!
adegan ranjang disensor breaking news: si kawakan ereksi karena sapi, si Mamat kudisan karena Cathinone
basi! tapi malah diganjar konspirasi
Dedy Mizwar pun akhirnya bernyanyi: “Alangkah lucunya negeri ini…”
sebatang kretek dan gambar bergerak dalam layar kaca kotak
hiburan; panggung replika budak uang
nan megah dalam gemerlap kasat mata
padahal, memuakkan!
sehisap tahan kepul; dipuntung lalu sembur
pucat muram bergelayut, beringsut susul subuh
oh, kretek khatam
lalu umpat tersemat untuk para kawakan dalam layar kaca kotak
(*)
Yang Berisik itu Bukan Gemericik Hujan, Njing!
kau terlalu khusyuk memainkan sajak, hingga lupa bila di luar sana hujan tak kunjung reda
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 27
harusnya kupingmu awas: rekam perangai malam yang terus-terusan muntah (baca saja hujan)
ya, aku tahu bila jarimu tengah memintal kata; merajutnya sedemikian rupa agar layak menjadi kalimat yang enak dibaca
namun, kaulakukan itu semua di luar batas, dan membuatmu jadi mabuk hingga indra dengarmu mati rasa
keluar, Njing!
pasang telingamu di samping gemericik air yang jatuh dari genting
biar kautahu, bila kecipak rinai itu tak selamanya romantis
keluar, Njing!
pastikan bila bising itu bukan suara mesiu, bukan teriak khatam karena pelor bersarang di kepala, dan bukan desah paksa dari selangkangan yang dijajah
pastikan, Njing!
jangan sampai kau menyesal karena tahu dari berita: empat nama lenyap di saat kautengah sibuk bermain kata
(*)
Yang Dilipat Sepanjang Pendar Lampu Kota
ada diam yang kaulipat kemudian kausimpan dalam saku celana
yang mana pada sepanjang lampu kota kau pernah dengan sengaja membiarkannya beranak-pinak
cakap kaumemperlakukan diam dalam kedudukan yang tak biasa
agaknya kau memang berniat mengutuki para anjing agar tak bisa lagi menyalak
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 28
diam kembali kau dulang, lantas kaubakar di perapian angkringan
seperti waktu yang sudah, kau tak meminta iya sebelumya pada si empunya gerobak
kembali kaumelipat diam, cekatan, dan sejenak ... kauceritakan diammu dengan gerak yang tak lagi gemulai
“Pulang!” katamu. “Aku lupa membawa sebagian mulut yang sedari senja kutanggalkan di bulan.”
“Tenang," jawabku. “Bukankah apa yang sering kaugenggam dan kaumasukan dalam saku celana bisa menggantikanmu berbicara?”
“Sudah! Tapi sinyal cemburu...”
kaulumat diam pada bibir kita yang berpagut
“Peluk! Maka kau akan tahu kenapa sedari tadi diam kulipat-lipat.”
(*)
Parade Getir dan Desir
/1/ sudah petang lagi
getir pun kembali menari di bibir cangkir
nah, bisakah esok pagi aku menyeduh manis bila petang ini getir telah kutenggak habis?
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 29
/2/ kau seperti aku
gemar berterima kasih pada pagi lantaran ia selalu menyisakan sedikit desir tuk bisa dinikmati bersama secangkir kopi
pun setelah itu…
kau dan aku kembali mengeja hari dengan melipat-lipat desir hingga menjadi kecil, hingga dirasa tak lagi getir
/3/ nyinyir itu ada di setiap bibir
mengalir dari tatap sinis dan spionase kelas teri
cara merebaknya pun unik
seunik kinerja biang gosip yang mendoktrin mindset dan persepsi
persis getir, yang menari di bibir cangkir
nah, getir mana: kopimu atau pagimu?
(*)
Yang Mengaku Datang dari Negeri Kenangan
seperti halnya mereka, aku pun terkesan ramah pada apa-apa saja yang mengaku datang dari negeri Kenangan
entah itu dengan menyapa, mengajaknya minum teh, atau bahkan menawarinya untuk bermalam
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 30
ya, seperti kebiasaan mereka; aku pun begitu gemar bermanja-manja dengan apa-apa saja yang mengaku datang dari negeri Kenangan
tak peduli buruk ataupun indah, aku pasti mencuri-curi kesempatan untuk bisa menyandarkan kepala di sana; mengutarakan keluh-kesah sembari menciumi aroma ketiaknya
pun demikian juga dengan yang mengaku datang dari negeri Kenangan, keberadaannya di masa kekinian tak hanya untuk alasan sua semata, melainkan juga untuk urusan misi rahasia: menyematkan sembarang kesan serta rasa pada sesiapa saja yang telah memperlakukannya dengan ramah
tapi, sayangnya pada pukul delapan waktu hujan belum sepenuhnya mereda, sekelompok manusia bersayap yang mengaku sebagai malaikat telah memaksaku untuk menutup mata rapat-rapat; menjadikanku sebagai bagian dari penghuni negeri Kenangan
entahlah ... mungkin, di masa depan, ketika kalian mulai lupa dengan wujud kenangan, sekolompok manusia yang mengaku sebagai malaikat tersebut akan menyuruhku untuk mendatangi kalian dalam bentuk sembarang, dan tentunya aku akan mengaku kepada kalian bila aku datang dari negeri Kenangan
(*)
Absurd
Rindu yang akhirnya membawaku pulang; menyadarkan logika bila aku sudah berdiri jauh dari ambang batas kemampuan.
“Cepatlah kauberpulang pada apa-apa saja yang menjadi semestinya. Kerena jika tidak, aku akan mengemasi semua masa silam yang kaupunya, biar kau tahu rasa dan tak bisa lagi
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 31
bersua dengan beragam reaksi yang kupunya,” ucap Rindu pada suatu ketika (empat hari silam, jika tak salah ingat).
Di dua hari lalu, aku pun bergegas menemui Waktu; menanyakan tentang sebuah perihal yang kerap tertanggal:
“Sudah berapa banyakkah lupa yang terlanjur kupintal?”
“Satu. Tapi laju pikir dan rasamu telah menganak-pinakkannya menjadi banyak, tak terhingga.”
Ah, itu jawaban paling klise yang pernah kudengar dari Waktu; serupa dengan rancauan mereka-mereka yang tengah mabuk tuak.
Di duabelas jam yang lalu, aku dengan sengaja mendatangi Tiara; memintanya untuk membantuku mengingat-ingat sesuatu.
“Seharusnya kau tak perlu menyuruhku untuk menggetok batok kepalamu menggunakan palu, Njing. Sebab, selain terkesan surealis, yang sebenarnya kaubutuhkan itu hanya sekadar pelukan, bukan tindakan di luar nalar yang dapat mengganggu logika pembaca...”
“...sepertinya kau memang perlu berdamai dengan dirimu sendiri, Njing. Agar semua tentangmu tidak semakin absurd."
(*)
Nona-nona yang Lupa Menuliskan Namanya di Buku Hadir
nona-nona yang lupa menuliskan namanya di buku hadir tersebut gemar menghilang melalui pintu belakang
entahlah ... sepertinya hal tersebut sudah menjadi tradisi, budaya boleh jadi
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 32
ketika campuran tuak lokal dan soda putih selesai ditenggak, semua harus bersegera hilang melalui pintu belakang
jangan tanya kenapa? sebab pasti kalian sudah tahu kerena...
oh iya, nona-nona yang lupa menuliskan namanya di buku hadir tersebut kerap datang melalui jendela yang terbuka, melalui celah-celah geting yang pecah, atau melalui lubang kunci yang memang dengan sengaja disemati undangan: silahkan datang!
dan, di lengah; pada hajat yang tengah merancak, nona-nona yang lupa menuliskan namanya di buku hadir tersebut akan menyelinap masuk ke dalam kamar
kalian tahu apa yang mereka lakukan?
merupa wajah culas, lengkap dengan sederet melodrama nan rupawan
ya, sebelum menghilang, nona-nona yang lupa menuliskan namanya di buku hadir tersebut akan terlebih dahulu menanggalkan suaranya di ranjang, meneteskan keringatnya di bantal, baru kemudian enyah sebelum kokok ayam datang
(*)
Perihal Kau yang pada Suatu Periode Tertentu Bisa Menjelma Persis Seperti Diriku
AKU tahu kau sama seperti aku: sama-sama tak menyukai kejelasan. Bahkan di suatu periode tertentu, kau bisa seenak jidat menjelma seperti diriku, persis! Hanya soal cerita yang teremban saja yang menjadi pembeda. Selain itu, sama.
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 33
Kadang aku berpikir: apakah kau dan aku itu adalah saudara kembar yang terlahir dari rahim yang berbeda? Atau, jangan-jangan kau dan aku itu merupakan titisan Dewi Alang Kumintir?
Ah, menerka-nerka kemungkinan-kemungkinan konyol hanya membuatku semakin nampak bodoh. Terlebih, selama aku mengenal dirimu, kau tak pernah menyinggung soal kesamaan ini, bukan?
Tapi, sebentar ... bukankah di suatu periode tertentu kau bisa menjelma persis seperti diriku? Nah, dengan begitu, seharusnya kau juga memiliki pikiran seperti diriku, kan? Namun, mengapa kau tak bersikap seperti diriku? Padahal yang kita pikirkan sama. Tapi kenapa tindak lanjut dari yang dipikirkan berbeda?
Ah, jangan-jangan kau dan aku itu tak benar-benar sama? Dan perihal kau yang pada suatu periode tertentu bisa menjelma persis seperti diriku itu hanya sekadar kebetulan semata, tak lebih. Ya, bisa jadi. Atau kemungkinan besarnya, semua itu hanya akal-akalanmu saja: agar aku bisa merasa sempurna dan tidak mendulang sesal.
Bangsat! Jika semua itu benar, berarti selama ini kautelah mempermainankan aku dengan segala kebohongan-kebohongan tentang kesamaan, hah?!
IYA, benar! Ini semua tak lebih dari sekadar permainan. Aku dan kau itu memang tak benar-benar sama. Selama ini aku hanya menjadi diriku sendiri; mempertahankan segala perbedaan yang ada, tak pernah memaksa agar bisa nampak serupa. Namun, justru dari situlah aku dan kau bisa mendulang sempurna; memiliki banyak kesamaan yang berasal dari beragam perbedaan yang tak pernah dipaksa untuk seragam.
(*)
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 34
Seharusnya Kaubungkus Telinga Ibumu Kemudian Kausimpan dalam Saku
kau pernah berpulang pada lelah
menekuri keringat serta penat yang mengarat
“Adakah cara yang lebih tepat untuk mendulang pelukan selain keluhan?”
kau kembali berbincang, lebih tepatnya menyampaikan curhatan: cas-cis-cus tentang ini dan itu
“Njing...” bla-bla-bla...
ah, serupa radio bodol—hampir modar—yang melantun keroncongan: takaran dengar-cuapnya tak berimbang
“Seharusnya kaubungkus telinga ibumu kemudian kausimpan dalam saku.”
“Untuk apa?”
“Agar ketika mengeluh, kau hanya perlu megeluarkan telinga ibumu dari dalam saku.”
“Bangsat! Kaupikir telinga ibuku sesajen kondangan, hah?!”
“Ya, seharusnya memang begitu. Karena hidup tak sekadar didengar, tapi juga mendengar.”
(end)
Njing dan Cerita-Cerita Sembarang yang hanya Akan Memusingkan Kepala ketika Dibaca | 35
Tentang Penulis
Rengga Bagus Nanjar. Lahir di Semarang, 19 Juni 1988. Seorang laki-laki yang bercita-cita menjadi personel Cherrybelle kesepuluh. Beberapa tulisan serta tanda tangannya kerap tersemat di kwitansi jual beli.
http://www.facebook.com/renggabagusnanjar http://www.twitter.com/SedotWcTralala http://renggabagusnanjar.blogspot.com
Copyright@2013