modul geomorfologi.pdf
DESCRIPTION
Dalam penentuan indeks kerentanan pesisir maka komponen geomorfologi merupakan salahsatu variabel yang perlu dikaji..Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai bentang alam (landscape), meliputi sifat dan karakteristik dar ibentuk morfologi, klasifikasi dan pembedaanya serta proses yang bertanggung jawab terhadap pembentukan morfologi tersebut.TRANSCRIPT
MODUL PELATIHAN PEMBANGUNAN
INDEKS KERENTANAN PANTAI
Pengolahan Data Geomorfologi Pantai
Disusun oleh :
Sakka
Anggi Afif Muzaki
2010
1
DAFTAR ISI
Halaman
I Pendahuluan .................................................................................................... 1 II. Tujuan .............................................................................................................. 5 III. Tahapan Perolehan Data Geomorfologi ........................................................... 6 IV. Interpretasi Data Geomorfologi Kualitatif ke Data Kuantitatif ............................. 12 V. Biodata Instruktur ............................................................................................... 18
2
I. Pendahuluan
Dalam penentuan indeks kerentanan pesisir maka komponen geomorfologi
merupakan salahsatu variabel yang perlu dikaji..Geomorfologi adalah ilmu yang
mempelajari mengenai bentang alam (landscape), meliputi sifat dan karakteristik dar
ibentuk morfologi, klasifikasi dan pembedaanya serta proses yang bertanggung jawab
terhadap pembentukan morfologi tersebut.
Proses geomorfologi adalah merupakan proses alami yang berlangsung di
permukaan bumi sehingga terjadi perubahan bentuk lahan di permukaan bumi.
Perubahan bentuk lahan tersebut, menghasilkan bentukan pada permukaan bumi yang
berbeda satu dengan yang lainnya, dengan demikian akan mempunyai susunan dan
julat karakteristik fisik dan visual yang berbeda pula. Perbedaan tersebut dapat
diidentifikasi secara jelas melalui karakteristik relief/morfologi, struktur/litologi, dan
proses-proses, geomorfologi. Pada dasarnya dalam menjelaskan karakteristik bentuk
lahan suatu daerah maka perlu dilakukan klasifikasi unit bentuklahan (relief orde ketiga)
yaitu dengan cara menggolongkan benluk-bentuk yang terdapat di permukaan bumi atas
dasar karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing golongan bentuk permukaan bumi.
Karakteristik bentuk lahan terutama dipengaruhi oleh konfigurasi permukaan (relief),
karakteristik struktur geologi atau jenis batuan, dan karakteristik proses-proses yang
mengakibatkan terjadinya bentuk lahan tersebut.
Berdasarkan morfologinya maka daerah pantai dapat di kelompokkan ke dalam 4
macam, yaitu:
a. Pantai bertebing terjal (cliff)
Pantai bertebing terjal merupakan bentuk lahan hasil bentukan erosi marin yang
paling banyak terdapat. Bentukan dan roman cliff berbeda satu dengan yang lainnya,
karena dipengaruhi oleh struktur batuan, dan jenis batuan serta sifat batuan. Cliff pada
batuan beku akan lain dengan cliff pada batuan sedimen. Pelapisan batuan sedimen
misalnya akan berbeda dengan pelapisan yang miring dan pelapisan mendatar. Pada
batas daerah di atas ombak, umumnya tertutup oleh vegatasi, sedangkan bagian
bawahnya umumnya berupa singkapan batuan. Aktivitas pasang surut dan gelombang
mengikis bagian tebing, sehingga membentuk bekas-bekas abrasi seperti: tebing (cliff),
tebing bergantung (notch) dan rataan gelombang pasang surut.
Pada daerah bertebing terjal, pantai biasanya berbatu (rocky beach) berkelok-
kelok dengan banyak terdapat gerak massa batuan (mass movement rockfall type).
Proses ini mnyebabkan tebing bergerak mundur (slope retreat) khususnya pada pantai
3
yang proses abrasinya aktif. Apabila batuan penyusun daerah ini berupa batuan
gamping atau batuan lain yang banyak memiliki retakan (joints) air dari daratan mengalir
melalui sistem retakan tersebut dan muncul di daerah pesisir dan daerah pantai. Di
Indonesia pantai bertebing terjal ini banyak terdapat di bagian Barat Pulau Sumatera,
pantai Selatan Pulau Jawa, Sulawesi, dan pantai Selatan pulau-pulau Nusa Tenggara.
Tebing bergantung (nocth) juga merupakan cliff, hanya saja pada bagian tebing yang
dekat dengan permukaan air laut melengkung ke arah darat, sehingga pada tebing
tersebut terdapat relung. Relung terjadi sebagai akibat dari benturan gelombang yang
secara terus menerus ke dinding tebing. Manakala atap relung tersebut tidak kuat, maka
tebing tersebut akan runtuh dan tebing menjadi rata kembali dan di depan pantai
terdapat banyak material berupa blok-blok atau bongkah-bongkah dengan berbagai
ukuran.
Rataan gelombang pasang surut pada pantai bertebing terjal ini merupakan
suatu zona yang terkadang terendam air laut pada saat pasang naik dan terkadang
kering pada saat air laut surut. Rataan gelombang pasang surut ini sering juga
merupakan beach dengan meterial yang bisa berupa material halus sampai kasar yang
tergangtung pada kekuatan gelombang yang bekerja pada tebing pantai. Di bawah
rataan pasang surut ini ada yang berupa bidang yang lebih keras terkadang terdapat
material beach yang disebut dengan Plat form.
b. Pantai berterumbu karang.
Terumbu karang (coral reef) terbentuk oleh aktivitas binatang karang dan jasad
renik lainnya. Proses ini terjadi pada areal-areal yang cukup luas. Bird (1970: 190-193)
menyatakan bahwa binatang karang dapat hidup dengan beberapa persyaratan kondisi
yaitu: air jernih, suhu tidak lebih dari 18o C, kadar garam antara 27 – 38 ppm, arus laut
tidak deras. Terumbu karang yang banyak muncul ke permukaan banyak terdapat di
kepulauan Indonesia. Pada pulau-pulau karang yang terangkat umumnya banyak
terdapat endapan puing-puing dan pasir koral di lepas pantainya. Ukuran butiran puing
dan pasir lebih kasar ke arah datanganya ombak/gelombang jika gelombang tanpa
penghalang. Proses tektonik sering berpengaruh pula terhadap terumbu karang. Atol
adalah hasil kombinasi proses binatang karang dengan proses tektonik yang berupa
subsiden.
c. Pantai bergisik
Pantai bergisik pada dasarnya merupakan daerah pasang surut yang terdapat
endapan material hasil abrasi. Material ini dapat berupa material halus dan juga bisa
berupa material yang kasar. Pantai ini ditandai dengan adanya gisik pada pantai cliff
4
dengan material kasar sebagai hasil dari abrasi tebing. Namun pantai bergisik tidak saja
terdapat pada pantai cliff, tetapi juga bisa terdapat pada daerah pantai yang landai. Pada
pantai yang landai material gisik ini kebanyakan berupa pasir, dan sebagaian kecil
berupa meterial dengan butiran kerikil sampai yang lebih besar. Pada umumnya material
pasir suatu gisik pantai berasal dari daerah daratan yang di bawah air sungai ke laut,
kemudian diendapkan oleh arus laut sepanjang patai. Gisik seperti ini dapat dijumpai di
sekitar muara sungai.
d. Pantai berawa payau
Rawa payau juga mencirikan daerah pantai yang tumbuh atau akresi. Proses
sedimentasi merupakan penyebab bertambah majunya pantai ke arah laut. Material
penyusun pantai ini umumnya berbutir halus dan medan ini berkembang pada lokasi
yang gelombangnya kecil atau terhalang serta dengan kondisi air laut yang relatif
dangkal. Karena airnya payau, maka daerah ini kemungkinan untuk pengemabangannya
sangat terbatas. Rawa payau ini pada umumnya ditumbuhi oleh tumbuhan rawa payau
seperti bakau, nipah, dan tumbuh-tumbuhan rawa lainnya yang hidup di air payau.
Tumbuhan bakau ini dapat berfungsi sebagai pemecah gelombang dan sebagai
penghalang pengikisan di pantai, sebaliknya sedimentasi bisa terjadi. Oleh karena itu
pantai mengalami akresi. Peranan bakau di dalam merangsang pertumbuhan pantai
terbukti jelas jika bakaunya hilang/mati, ditebang habis, maka yang terjadi adalah
sebaliknya yaitu pantai mengalami erosi. Pada pantai yang mengalami akresi, umumnya
terdapat urutan (squence) tumbuhaan yang ada yaitu bakau yang paling depan,
dibelakangnya nipah, tumbuhan rawa air tawar/lahan basah. Batas teratas dari bakau
adalah setinggi permukaan air pasang maksimum. Permukaan air pasang tertinggi
terjadi pada saat pasang purnama (pada saat bulan purnama) dan pasang perbani
(pada saat bulan gelap/bulan mati).
Data yang digunakan untuk mengidentifikasi kelas geomorfologi dapat diperoleh
dari Peta Rupa Bumi (RBI), BAKOSURTANAL.Jenis data RBI yang digunakanadalah
data Land Used dengan parameter yang diperolehadalah Air tawar, HutanRawa,
Belukar/Semak, Rawa, Pemukiman, Empang, TegalandanSawahIrigasi.Parameter-
parameter tersebut kemudian dikelaskan berdasarkan kelas indikator yang dikemukakan
oleh Gornitz (1991). Kelompok-kelompok jenis tutupan lahan tersebut adalah
sebagaiberikut :
1. DaratanAluvial, meliputi :Empang, Penggaraman, Sawah Irigasi, Sawah Tadah
Hujan, Tegalan/Ladang.
2. RawaPayau, meliputi :Belukar/Semak dan Rawa.
3. HutanBakau, meliputi : Hutan Rawa.
5
4. Bangunan Pantai, meliputi : Gedungd an Pemukiman.
5. Estuari dan Lagun meliputi : Air TawardanGarisPantai.
6. Pantai Berpasir, meliputi : PasirPantai dan PasirDarat.
Parameter terakhir dari kelas morfologi yaitu pantai bertebing rendah, pantai
bertebing sedang dan pantai bertebing tinggi dihitung dengan menggunakan pendekatan
kemiringan dataran dekat pantai dari data elevasi citra satelit Quick Bird atau Google
Earth.
Penyusunan data geomorfologi yang diperoleh dikelompokan kedalam kelas-
kelas dalam modifikasi dari Thieler and Hammar-Klose. 2000; USGS sebagai berikut:
Parameter
Kelas
Sangatrendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Geomorfologi TebingTinggi
Tebing Sedang
Tebing rendah, Dataran alluvial
Bangunan, Estuaria, Laguna
Struktur Bangunan Pantai, Pantai berpasir, Rawa payau, Paparan lumpur, Delta, Mangrove, Karang
Data geomorfologimerupakan data kualitatif sehingga dalam penentuan indeks
kerentanan pantai data tersebut perlu diubah menjadi data kuantitatif. Nilai bobot pada
masing-masing kelasa dalah sebagai berikut :
1. Kelas Sangat rendah adalah nilai 1
2. Kelas Rendah adalah nilai 2
3. Kelas Sedang adalah nilai 3
4. Kelas Tinggi adalah nilai 4
5. Kelas Sangat tinggi adalah nilai 5
II. Tujuan
Tujuan dari modul ini adalah setiap peserta mampu melakukan perolehan,
pemrosesan dan mengintegrasikan data geomorfologi untuk penentuan Indeks
Kerentanan Pantai (IKP).
6
III. Tahapan Perolehan Data Geomorfologi
1. Buka file “data_geomorfologi” dan “Landuse” pada folder D:\@-IK-Training\Modul-03-
Geomorfologi\Data
2. Lakukan clip data geomorfologi (file : landuse) dengan data sel (file : data
geomorfologi) yang dilakukan dengan cara klik ArcToolbox pilih Analysis Tools pilih
Extract pilih Clip,
akan muncul gambar seperti di bawah ini.
ArcToolbox
7
Isi data geomorfologi (file : landused) pada Input Features dan data sel (file : data
geomorfologi) ke Clip Feature seperti pada gambar di atas. Klik Ok, akan muncul
gambar seperti dibawah, klik close
3. Untuk mengintegrasikan data table maka lakukan Union pada data hasil clip dengan
data sel geomorfologi. Klik ArcToolbox pilih Analysis Tools pilih Overlay pilih union,
akan muncul tabel union seperti di bawah ini.
8
Masukkan file data Landused_Clip dan data_geomorfologi pada “Input feature” klik
Ok akan muncul gambar seperti di bawah ini.
Klik close. Sehingga dihasilkan data yang terintegrasi dalam satu file. Data table
hasil integrasi dapat dilihat dengan cara Klik kanan “Landused_Clip_Union” pilih
open attribute table akan muncul table yang dihasilkan seperti berikut:
4. Ubah coodinat system pada layer ke coordinat system UTM yang dilakukan dengan
cara klik kanan layer pilih properties pilih predefined pilih projected coordinate
systems pilih utm pilih wgs 1984, karena lokasi yang digunakan adalah Kota
Tangerang maka pilih wgs 1984 zone 48s.
9
5. Hitung luas data vektor “Landused_Clip_Union” pada setiap sel yang dilakukan
dengan cara buka tabel data “Landused_Clip_Union” tambahkan kolom pada tabel
tersebut dengan cara klik optins pada bagian bawah tabel pilih add field akan muncul
seperti pada gambar dibawah, beri nama kolom misalnya “area” ubah type menjadi
double, klik Ok.
10
Maka pada table “Landused_Clip_Union” telah bertambah kolom “area” seperti pada
Gambar dibawah ini.
Klik kanan kolom “area” pada table pilih calculate geometry, klik Yes akan muncul
gambar seperti di bawah ini:
Klik Ok akan muncul nilai pada kolom “area” seperti pada gambar di bawah ini:
11
6. Export data table “Landused_Clip_Union” ke dalam format “.txt “ sehingga bisa
dibuka di excel dengan cara klik options pilih export akan muncul gambar seperti di
bawah ini:
Ubah letak output table ke direktori yang dinginkan , dilakukan dengan cara klik
Browse akan muncul gambar :
beri nama file sesuai yang diinginkan misalnya “luas.txt.
12
IV. Interpretasi Data Geomorfologi Kualitatif ke Data Kuantitatif
1. Buka file “luas.txt” dengan menggunakan program excel. Masukan nilai luas
landused setiap sel pada table dibawah ini
Kemudian kelompokkan luas landused setiap sel ke dalam kelas yang sesuai seperti
pada tabel di bawah ini dan berikan nilai berdasarkan :
Kelas Sangat rendah adalah nilai 1
Kelas Rendah adalah nilai 2
Kelas Sedang adalah nilai 3
Kelas Tinggi adalah nilai 4
Kelas Sangat tinggi adalah nilai 5
Dengan memperhatikan persentase luas setiap landused yang ada dalam satu sel.
No Sel EmpangSawah
Irigasi
Penggar
aman
Tegalan/
Ladang
Kebun/
PerkebunanAir Tawar Gedung Pemukiman
Pasir
Pantai
Belukar/
Semak
Pasir
Darat
Rumput/
Tanah
kosong
Mangrove
1 23970.1 89328 26976 35553.6
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Sangat
RendahRendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Tebing
Tinggi
Tebing
Sedang
Tebing Rendah
dan Dataran
alluvial
Bangunan,
Estuaria,
Laguna
Struktur Bangunan Pantai, Pantai
berpasir, Rawa payau, Paparan
lumpur, Delta, Mangrove, Karang
1 0 0 140274.2279 0 35553.59561 175828 3.40
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Luas SelNo
Sel
Kelas
Nilai
13
2. Setelah nilai variable geomorfologi pada setiap sel didapat, masukkan nilai tersebut
kedalam sel “data_geomorfologi” padaArcGis.
3. Untuk memasukkan nilai dari program excel ke program ArcGIS, kita dapat
memanfaatkan menu Join table pada ArcGIS. Mula-mula isi nilai ke dalam tabel
diman setiap sel mempunyai koordinat x, y seperti pada gambar di bawah ini. Save
As table tersebut ke dalam format txt, misalnya nilai_geomorfologi.txt.
4. Panggil data hasil olahan (nama file : nilai_geomorfologi.txt ) dengan cara : Klik Tools
pilih add xy data akan muncul gambar seperti dibawah ini.
14
Klik browse pada Choose a table from the map, pilih file nilai_geomorfologi.txt,
inisialisasi x field dengan nilai bujur, dan y field dengan nilail intang. Tentukan
coordinat system yg dipakai dengan cara klik edit akan muncul gambar seperti di
bawah ini:
Klik Select akan muncul gambar seperti di bawah ini:
15
Klik geographic coordinate system pilih word pilih wgs 1984 seperti pada gambar di
bawah.
Klik Add, Klik Ok, maka pada Layers akan muncul file nilai_geomorfologi.txt events.
16
5. Klik kanan file data_geomorfologi, pilih join and relate, pilih join
Akan muncul gambar seperti di bawah. Pilih KODE_SEL pada Choose the field that
the join will be based on. Klik Ok.
17
Setelah selesai maka data geomorfologi pada setiap sel telah tersedia dan dapat
digunakan untuk menentukan nilai CVI.
6. Untuk melihat data geomorfologi tersebut maka klik kanan file Data_Geomorfologi,
pilih open attribute table, akan muncul table data geomorfologi seperti dibawah ini:
7. Export data geomorfologi tersebut dengan cara klik kanan data geomorfologi, pilih
export, beri nama file.
18
V. BIODATA INSTRUKTUR
1. Nama : Sakka
Email : [email protected]
No telp : 081355635506
Instansi : Universitas Hassanudin
2. Nama : Anggi Afif Muzaki
Email : [email protected]
No telp : 085696952400
Instansi : Institut Pertanian Bogor