menghidupkan jiwa beragama pada remaja masa kini

3
Menghidupkan Jiwa Beragama pada Remaja Masa Kini Khotib: Dr. Musthofa, M.Si (Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Suka) Khotib Penerjemah: Mustarjudin (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga) Imam: Zamam Suyuti, S. Ag Qori: Al Mizan Hadirin jama’ah Jum’ah yang berbahagia. Sering kita mendengar keluhan para orang tua, para ustadz atau tokoh masyarakat islam. Mereka mengeluhkan bahwa saat ini keberagamaan remaja dan pemuda cukup rendah. Jamaah di masjid-masiid diisi oleh manula. Pengajian remaja sepi bahkan di kampung-kampung sudah sepi kegiatan pengajian remaja. Remaja telah banyak meninggalkan masjid. Padahal sebelumnya mereka telah mendapatkan pendidikan agama semasa anak-anak melalui Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) atau di madrasah diniyah. Pendidikan yang diajarkan pada mereka semasa anak- anak seolah telah sirna tanpa bekas. Padahal mereka baru saja lulus dan diwisuda dari TPA (Taman Pendidikan Al Quran) atau dari madrasah diniyah. Keprihatinan ini juga sudah diantispasi dengan segala upaya oleh para tokoh masyarakat Islam maupun para mubaligh. Namun hasilnya masih tidak signifikan. “Iming-iming” melalui hadits yang menyebutkan bahwa orang yang hatinya selalu terpaut pada masjid akan mendapat naungan pada hari yang sangat menyengat dan menyiksa (hari kebangkitan) pun kurang begitu efektif pada diri remaja. Pertanyaannya adalah: Kenapa pendidikan agama yang sudah begitu gencar ditanamkan namun terasa berlalu begitu saja? Hadirin jama’ah Jum’ah yang berbahagia. Bila kita merujuk pada teori perkembangan yang dikembangkan oleh Jean Piaget, kita dapat memperoleh penjelasan dari masalah ini. Piaget menyatakan bahwa pada masa anak-anak cara bepikir mereka masih bersifat operasional kongkrit. Artinya mereka baru dapat menyerap materi maupun pengalaman yang bersifat kongkrit saja. Kalaupun ditanamkan hal-hal abstrak, mereka akan mengkongkritkannya. Ketika diberitahukan bahwa Tuhan ada di mana-mana, mereka akan sulit memahami tentang keberadaan Tuhan. Ketika kita beritahukan Tuhan Maha Kuat, maka bisa saja muncul dalam gambaran mereka Tuhan seperti superman atau power ranger. Ketika mereka masih anak-anak anak, hal seperti ini belum akan memunculkan masalah. Namun akan muncul masalah pada masa remaja. Ketika masa remaja, kemampuan berpikir mereka sudah meningkat ke operasional abstrak, ia sudah mampu berpikir teoritis dan membuat bayangan atau gambaran yang abstrak. Di sinilah mulai muncul religious doubt. Pada diri mereka muncul pertanyaan untuk apa mereka sholat. Adalah kegunaan ibadah

Upload: ahmad-muzani

Post on 01-Oct-2015

225 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Keberagamaan remaja sekarang

TRANSCRIPT

Menghidupkan Jiwa Beragama pada Remaja Masa KiniKhotib: Dr. Musthofa, M.Si (Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Suka)Khotib Penerjemah: Mustarjudin (Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga)Imam: Zamam Suyuti, S. AgQori: Al MizanHadirin jamaah Jumah yang berbahagia.Sering kita mendengar keluhan para orang tua, para ustadz atau tokoh masyarakat islam. Mereka mengeluhkan bahwa saat ini keberagamaan remaja dan pemuda cukup rendah. Jamaah di masjid-masiid diisi oleh manula. Pengajian remaja sepi bahkan di kampung-kampung sudah sepi kegiatan pengajian remaja. Remaja telah banyak meninggalkan masjid. Padahal sebelumnya mereka telah mendapatkan pendidikan agama semasa anak-anak melalui Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) atau di madrasah diniyah. Pendidikan yang diajarkan pada mereka semasa anak-anak seolah telah sirna tanpa bekas. Padahal mereka baru saja lulus dan diwisuda dari TPA (Taman Pendidikan Al Quran) atau dari madrasah diniyah.Keprihatinan ini juga sudah diantispasi dengan segala upaya oleh para tokoh masyarakat Islam maupun para mubaligh. Namun hasilnya masih tidak signifikan. Iming-iming melalui hadits yang menyebutkan bahwa orang yang hatinya selalu terpaut pada masjid akan mendapat naungan pada hari yang sangat menyengat dan menyiksa (hari kebangkitan) pun kurang begitu efektif pada diri remaja. Pertanyaannya adalah: Kenapa pendidikan agama yang sudah begitu gencar ditanamkan namun terasa berlalu begitu saja?Hadirin jamaah Jumah yang berbahagia.Bila kita merujuk pada teori perkembangan yang dikembangkan oleh Jean Piaget, kita dapat memperoleh penjelasan dari masalah ini. Piaget menyatakan bahwa pada masa anak-anak cara bepikir mereka masih bersifat operasional kongkrit. Artinya mereka baru dapat menyerap materi maupun pengalaman yang bersifat kongkrit saja. Kalaupun ditanamkan hal-hal abstrak, mereka akan mengkongkritkannya. Ketika diberitahukan bahwa Tuhan ada di mana-mana, mereka akan sulit memahami tentang keberadaan Tuhan. Ketika kita beritahukan Tuhan Maha Kuat, maka bisa saja muncul dalam gambaran mereka Tuhan seperti superman atau power ranger.Ketika mereka masih anak-anak anak, hal seperti ini belum akan memunculkan masalah. Namun akan muncul masalah pada masa remaja. Ketika masa remaja, kemampuan berpikir mereka sudah meningkat ke operasional abstrak, ia sudah mampu berpikir teoritis dan membuat bayangan atau gambaran yang abstrak.Di sinilah mulai munculreligious doubt. Pada diri mereka muncul pertanyaan untuk apa mereka sholat. Adalah kegunaan ibadah sholat maupun puasa yang mereka lakukan? Apakah ibadah yang mereka lakukan bisa menambah tampan, gagah atau cantik?Apalagi ketika mereka mendapati tokoh di hadapan mereka, yang suka mengajak beribadah, sang ayah misalnya, adalah tokoh ganas yang tidak menyenangkan, suka main perintah, membentak atau menghardik.Perlu dipahami bahwa ketika anak memasuki masa remaja, di samping muncul religious doubt, juga muncul dimensi ideologi. Artinya ketika memasuki masa remaja, mereka muncul kebutuhan tokoh ideologis yang jadi patokan dalam langkah-langkah hidupnya.Bila di keluarga remaja tidak mendapatkan tokoh ideologis (sebagaimana disebutkan tadi, misal sang ayah, adalah tokoh ganas yang tidak menyenangkan, suka main perintah, membentak atau menghardik) maka ia akan berupaya menemukan pengisi kebutuhan ideologis di luar keluarga. Di luar, ia bisa menemukan apa saja. Menemukan tokoh yagn disegani dari seniornya dalampeer group(teman bermain) seperti kakak kelas di SMP, atau mungkin kelompok-kelompok punk, atau pula penyanyi idola. Tokoh yang mereka temukan tersebut belum tentu mengajak kepada amalan agama, kita belum menemukan Cherrybelle mengajak ke masjid atau grup Endank Sukamti mengajak sholat, tapi yang banyak terdengar adalah mengajak bercinta sampai mati.Menghadapi hal tersebut, Islam mengajarkan paling tidak dua hal yang perlu kita jalani untuk membina anak-anak kita, yaitu:Pertama, membentuk pembiasaan beribadahRasulullah mengajarkan: Muruu auladakum bish-sholati wa hum abnaa-u sabi siniina wadhribuu hum alaihaa wa hum abnaa-u asyrin Artinya: Suruhlah anak-anakmu menjalankan sholat, jika mereka sudah berumur 7 tahun dan ketika berumur 10 tahun, pukullah bila mereka tidak mau menjalankannya (HR. Al-Hakim dan Abu Dawud).Hadits tersebut mengajak kita untuk membentuk pembiasaan dalam siklus hidup anak kita untuk melaksanakan ibadah. Pembiasaan ini akan menginternalisasi perilaku ibadah dalam hidupnya. Ketika shalat menjadi bagian dari kebiasaan hidupnya, maka tidak mudah baginya meninggalkannya, akan terasa ada sesuatu yang hilang dan muncul rasa bersalah apabila ia meninggalkan ibadah.Kesalahan kita adalah ketika kita mendapati anak-anak aktif ke TPA atau madrasah, rajin ke masjid tanpa kita minta. Dikarenakan mereka telah melakukan hal itu dengan kemauan sendiri, maka kita kadang menjadi merasa tidak perlu untuk mengajak melakukan secara rutin, bila mereka meninggalkan, kita akan maklum. Padahal yang mereka lakukan itu sebenarnya adalah bagian dari keinginan bermain atau bertemu dengan teman sebaya, sepermainan.Kedua, memberi keteladanan yang menyeluruh.Masa anak-anak adalah masa meniru, apa yang dilakukan orang-orang sekitarnya akan ditirukan tanpa mempertanyakan untuk apa hal tersebut dilakukan. Namun ketika anak sudah memasuki masa remaja dan sudah mampu berpikir abstrak, akan mempertanyakan fungsi atau kegunaan atas apa yang mereka lakukan atau tirukan. Ketika yang ditiru tersebut ternyata bukan tokoh menyenangkan lagi, atau bukan tokoh ideal bagi mereka, maka keteladanan akan luntur pada mereka.Terkait dengan hal itu, Allah mengajarkan kita untuk memberi keteladanan sikap dalam mengajak keluarga kita Wamur ahlaka bish-sholaati wastobir alaihaa Artinya: Dan perintahkan kepada keluargamu mendirikan sholat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya (QS. Thaha(20): 132).Ayat tersebut mengajarkan kepada kita agar mengedepankan sikap sabar terhadap keluarga dalam mengajak untuk beribadah. Sikap sabar merupakan keteladanan yang bersifat empatis. Empati yang muncul akan mengarahkan orang tua sebagai sosok ideologis, ia akan mampu mengalahkan pengaruh teman sebaya, penyanyi idola maupun tokoh-tokoh sinetron atau tokoh film yang cakep-cakep.Pada gilirannya keteladanan akan dapat diperoleh ketika anak masih menetapkan orang tua sebagai tokoh idola meski anak tersebut telah menginjak masa remaja.IIMarilah kita mengajari anak-anak kita sebagai generasi Islam mendatang dengan lebih mengedepankan pembentukan pembiasaan dalam berperilaku beribadah dan juga kita rebut hati mereka dengan emapti sehingga akan medorong perilaku keteladanan mereka