marifatul insan mengenal diri manusia

Upload: rahmat-rimansah

Post on 10-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

ma'rifatul insan

TRANSCRIPT

  • Ma'rifatul Insan (Mengenal Diri Manusia)Ditulis oleh RedaksiKamis, 14 Januari 2010 15:33

    I. Mukadimah (Pendahuluan)Allah SWT menciptakan manusia ke dunia mempunyai maksud tertentu, yakni selain agarberibadah kepadaNya diamanatkan sebagai Khalifah Fil Ardhi sehingga tercipta masyarakatyang tentram serta sejahtera. Akan tetapi tugas yang diamanatkan kepada Al-Insan (manusia)sering kali dimanipulasikan sesuai kehendak hawa nafsu syaitan,sehingga fungsi sebagaikhalifah tidak dapat dilaksanakan dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya, jika setiapmanusia memahami akan maksud diciptakan Allah SWT ke dunia ini, maka segala geraklangkahnya selalu disesuaikan dengan syariat dinullah. Tujuan diciptakan manusia secaraargumen yang ditegaskan Allah SWT seperti firmanNya: "Dan Aku tidak menciptakan jin danmanusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (QS.51:56). Dengan penjelasan firmanAllah SWT tersebut sudah jelas dan tegas apa yang seharusnya diperbuat oleh manusiadalam kehidupan sehar-hari, yaitu penghambaan secara totalitas kepada Al-Khaliq.Harus diakui dalam realita kehidupan sehari-hari penyimpangan hampir tidak dapatdihindarkan dari perbuatan manusia, karena dunia sekuler lebih dominan dibandingkan denganhakekat kebesaran Allah SWT,sebagai penguasa tunggal. Terjajahnya oleh bentuk kezaliman pada dasarnya terdapat peluang yang dimiliki oleh manusia, yakni berupa da'fu iman (lemahiman). Terdapatnya da'fu iman jika dibiarkan hidup pada diri seseorang akan memudahkanoperasinya kelompok syaitan dengan leluasa. Karena para syaitan mempunyai komitmenuntuk menghancurkan umat manusia dengan wasail (sarana) serta berbagai arah pengertipenegasan Allah SWT: "Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakanmereka bersyukur (taat)." (QS.7:17).Perlu disadari secara cermat, bahwa aktivitas syaitan seperti ditegaskan oleh Allah SWTmelalui ayat di atas, sebuah gerakan yang akan dijalankan secara istimariyah sampai padasuatu keberhasilan tertentu yaitu menciptakan manusia mungkar.II. Sifatul InsanHilangnya penyadaran manusia terhadap asal serta tujuan diciptakan oleh Allah SWT adalahkonsekuensi tidak ma'rifah (mengenal) terhadap dirinya. Sehingga menjadikan hidupnya tanpamemperhatikan norma-norma yang seharusnya dipatuhi. Dalam kaitan ini perlu direnungkanpepatah yang menyebutkan: "man a'rafa nafsah faqad a'rafa rabbah, maknanya "Barang siapamengenal dirinya niscaya mengenal Rabbnya."Maka sangat wajar jika di kalangan ummat kurang menyadari hakekat untuk apa diri inidiciptakan dan harus bagaimana melakukan aktivitas di dunia, karena tidak mengenal akan dirinya sendiri. Padahal manusia diciptakan lebih mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya,yakni diberikan akal. Hanya masalahnya, akal itu tidak difungsikan sebagaimana seharusnyasesuai dengan petunjuk dari Sang Khaliq.Gambaran manusia yang tidak memfungsikan akal seperti aturannya telah ditegaskanAl-Quran: "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin danmanusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tandakekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untukmendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS.7:179).

    1 / 9

  • Ma'rifatul Insan (Mengenal Diri Manusia)Ditulis oleh RedaksiKamis, 14 Januari 2010 15:33Akal dalam arti yang sebenarnya akan mampu mengarahkan maupun mengondisikan dirinya,jika setiap insan telah ma'rifah secara jujur. Ma'rifah seperti yang disinggung di atas, sebuahtugas yang sepenuhnya tanggung jawab setiap insan, lebih-lebih keterkaitannya denganAl-Khaliq (hablum minallah).Ketika akal berfungsi, maka reaksi pemahaman tentangakan penciptaan alam pun dapat dikenalnya kemudian mengerti jalan yang harus ditempuh. Dan Allah SWT, memberikan duajalan yang disodorkan kepada manusia untuk dipilihnya seperti firmanNya: "Dan Kami telahmenunjukkan kepadanya dua jalan." (QS.90:10). Kemudian dua jalan yang dimaksud secaratransparan disinggung pada firman lain yaitu: "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu(jalan) kefasikan dan ketaqwaannya (QS.91:8). Dua jalan yang tersedia ketentuan final adalahdiserahkan kepada setiap orang untuk memilihnya, dan tentunya akan membawakonsekuensinya atas pilihannya itu.III. Jalan TaqwaJika pilihan setiap manusia jatuh ke jalan ketaqwaan sudah dapat dibayangkan nilai akhir akansampai kepada sebuah kemenangan yang hakiki. Diraihnya suatu kemenangan melalui aktivitas yang berat, tetapi atas dasar nilai-nilai ketaqwaan (ketaatan) itu, keberhasilanmenyertainya. Secara tegas Allah SWT menyatakan ketaqwaan seseorang akan sampaikepada kemenangan: "Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan bertaqwa kepada Allahdan RasulNya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepadaNya maka mereka adalahorang-orang yang mendapat kemenangan." (QS.24:52).Untuk sampai ke arah kemenangan, sewajarnya setiap manusia mencari jalan denganmaksimal yang disertai sesuai ketentuan syari'at Islam. Maka jawaban yang tepatmencapainya, ustadz Dr. Abdullah Nasih Ulwan melalui sebuah kitab berjudul "Ruhaniyatud-Da'iah" memberikan cara mencapai ketaqwaan. Bahwa terdapat beberapamarhalah (langkah) yang perlu dilalui untuk menuju taqwa yaitu:1. Mu'ahadahLangkah awal yang harus dilakukan setiap orang merenungkan mu'ahadah (mengingatperjanjian) terhadap Allah SWT, maupun terhadap dirinya sendiri. Aktivitas shalat yangdijalankan sehari semalam jika dipahami dengan benar, adalah indikator janji kepada AllahSWT, kemudian disebutnya al-ibadah ritual. Akan tetapi shalat yang dijalankan kurang dipahami sebagai aspek perjanjian (bai'at) sehingga tidak mampu mengubah sikap dalamkehidupan sehari-hari. Dalam kaitan ini Dr.Abdullah Nasih Ulwan memberi metode caramu'ahadah yakni hendaklah seseorang mukmin berkhlwat (menyendiri) antara dia dan Allahuntuk mengintrospeksi diri seraya mengatakan pada dirinya: "Wahai jiwaku, sesungguhnyakamu tidak berjanji kepada Rabbmu setiap hari di saat kamu berdiri membaca "iyyaka na'buduwa iyyaka nasta'in."Janji itulah yang selalu keluar dari lisan maupun qalbu seorang muslim setiap melakukanshalat, dengan demikian, seharusnya ditepati sehingga terhindar dari stempel munafik. Padahal Allah SWT menekankan agar setiap orang menepati janji yang telah dibuatnya: "Dantepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji...." (QS.16:91). Kurang memperhatikandengan perjanjian yang keluar dari lisan seseorang, jika tidak ditepatinya dapat menggugurkan jati diri kemuslimannya.2. Muraqabah

    2 / 9

  • Ma'rifatul Insan (Mengenal Diri Manusia)Ditulis oleh RedaksiKamis, 14 Januari 2010 15:33Makna muraqabah adalah terpatrinya perasaan keagungan Allah Azza wa Jalla di setiap waktudan keadaan serta merasakan kebesaranNya di kala sepi ataupun ramai. Kuatnya kebersamaan dengan Allah SWT dapat menumbuhkan sikap yang selalu berhati-hati dalamberbuat, artinya akan senantiasa disesuaikan dengan aturan syariat. Jika keberadaan sepertiini berjalan secara istimrariyah (berkesinambungan) sudah dapat dipastikan kelak akan lahir pribadi-pribadi yang hanif.Sikap muraqabah digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW, ketika menjelaskan kata ihsan:"Hendaklah kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya, dan jika memangkamu tidak melihatNya, maka sesungguhnya Allah melihat kamu." Sikap seperti ini di jamanmodern sangat dibutuhkan sebagai pengendali udara materialistis yang dapat merusaksendi-sendi keimanan seseorang. Pengendalian melalui muraqabah lebih jauh akan mampumenciptakan tatanan masyarakat yang aman tentram (betul-betul terkendali).Pelaksanaan muraqabah dimulai ketika akan dimulai saat akan melakukan suatu pekerjaandan di saat mengerjakannya, hendaknya setiap orang mengoreksinya, apakah telah sesuaidengan aturannya atau sebaliknya. Sehingga ketika sampai pada suatu waktu tertentu akanterlihat, lebih-lebih bertemu dengan kegagalan. Mengapa terjadinya suatu kegagalan, padahalmenurut perasaan melakukannya secara maksimal. Inti muraqabah tercermin melalui firman Allah SWT: "Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan melihat pula perubahangerak badanmu diantara orang-orang yang sujud." (QS.26:218-219).3. MuhasabahJika merenungkan apa yang disampaikan Umar Al-Farq r.a., tentang makna muhasabah(introspeksi diri) yaitu: "Hisablah (nilailah) diri kalian sebelum kalian dihisab (dinilai),timbanglah diri kalian sebelum ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukan yang agung(hari kiamat)." Di hari itu kamu dihadapkan kepada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dariamal kalian barang satu pun. Kesalahan yang sering terjadi di kalangan manusia melarikandiri dari sikap muhasabah, sehingga melemahkan untuk meningkatkan prestasi ibadah, karenamerasa sudah berhasil. Lebih jauh lagi hakikat muhasabah seharusnya seorang mukminmemperhatikan modal, keuntungan, dan kerugian, agar ia dapat mengontrol apakahdagangannya bertambah atau menyusut. Yang dimaksud modal di sini adalah Islam secara keseluruhan, mencakup segala perintah, larangan, tuntutan, dan hukum-hukumnya.Sedangkan pengertian laba adalah melaksanakan ketaatan dan menjauhi larangan. Kemudianyang dimaksud kerugian adalah melakukan perbuatan pelanggaran (dosa). Allah SWTmemberikan acuan yang berkaitan dengan muhasabah seperti firmanNya: "Hai orang-orangyang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya AllahMaha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS.59:18).4. Mu'aqabahDalam setiap pekerjaan akan berhadapan dengan sebuah perbuatan kesalahan walaupunmungkin ada yang bersifat sengaja atau karena alpa. Ketika berhadapan dengan perbuatankesalahan yang dilakukan secara sengaja perlu diambil sanksi (mu'aqabah). Namun ajaranIslam yang agung telah memberikan uswah, walaupun perbuatan kesalahan karena alpasebagai pendidikan adanya tindakan mu'aqabah. Hal ini dapat dilihat dari riwayat, bahwaUman bin Khatab ra., pergi ke kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesaimelaksanakan shalat Ashar. Maka beliau berkata: "Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku

    3 / 9

  • Ma'rifatul Insan (Mengenal Diri Manusia)Ditulis oleh RedaksiKamis, 14 Januari 2010 15:33pulang orang-orang sudah shalat Ashar...kini kebunku aku jadikan shadaqah buat orang-orangmiskin."Ibrah yang dapat diambil dari riwayat shahabat, Umar bin Khatab ra bahwa kesadaran untukmengakui kesalahan atas perbuatan dirinya kemudian diterapkan mu'aqabah secarakonsekuen akan membawa dampak positif. Dalam pengertian, dapat dijadikan panutan orang lain, lebih-lebih jika dijadikan panutan oleh para elit kekuasaan. Sekaligus menerapkan aturanhukum diterapkan kepada siapapun tanpa kecuali, bukan perilaku rejim yang menerapkannorma kesewenangan. Pemberian sanksi diberikan atas dasar keadilan yang diberikan AllahSWT setelah sebelumnya diberikan peringatan agar berjalan di wilayah Al-Haq: "....danjanganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan....(QS.2:195). Demikian jugadi tempat terpisah Allah SWT mengingatkan manusia supaya waspada yaitu: "....dan janganlahkamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.4:29).5. MujahadahKerja keras secara maksimal merupakan tahapan yang harus diupayakan untuk mencapaikeberhasilan. Karena sesuatu yang mustahil kesuksesan didapat tanpa melalui perjuangandengan sungguh-sungguh dan itulah kemudian disebugt mujahadah (optimalisasi). Secaraterminologi makna mujahadah yakni apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan,santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnyatepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amalan-amalan sunnah lebihbanyak dari sebelumnya. Kemudian dalam kaitan ini, ia harus tegas, dan penuh semangatsehingga pada akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia bagi dirinya dan menjadisikap yang melekat pada dirinya.Secara tersurat dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman: "Dan orang-orang yang berjihad untuk(mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS.29:69).Bentuk mujahadah yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW diperlihatkan ketika menghadapi akhir ramadhan seperti sabdanya: "Apabila Rasulullah memasuki sepuluh hariterakhir di bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam (dengan ibadah), membangunkankeluarganya bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggang." (HR.Bukhari Muslim).IV. Taskiyatun NafsJika marhalah dalam mencapai ketakwaan dilaksanakan secara maksimal, maka akanmelahirkan orang-orang yang senantiasa mengadakan tazkiyatun nafs (pembersihan diri)setiap saat. Tazkiyatun nafs sebagai konsekuensi logis tercapainya situasi ketakwaan kepadaAllah SWT yang merupakan cita-cita setiap mukmin.Karena itulah Allah SWT menegaskan dalam kitab suci Al-Quran: "Dialah yang mengutuskepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka yang membacakanayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitabdan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS.62:2). Syamarah (buah) dari tazkiyatun nafs akan tampak dalamperilaku seseorang diantaranya yaitu:1. Selalu BersyukurMensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada seseorang adalah perbuatan mulia, tetapi

    4 / 9

  • Ma'rifatul Insan (Mengenal Diri Manusia)Ditulis oleh RedaksiKamis, 14 Januari 2010 15:33banyak diantara orang sulit melaksanakannya karena melupakan nilai nikmat yang sangatbesar telah diberikan oleh Allah SWT, kecuali orang-orang yang selalu mengadakan tazkiyatun nafs terhadap dirinya sendiri. Sehingga menurut pandangan yang digariskan olehAllah sWT dengan bersyukur kepadaNya kenikmatan pun berlipat ganda seperti firmanNya:"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jikakamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya adzabKu sangat pedih." (QS.14:7). Maka pengaruh dari tazkiyatun nafs akan membekas pada seseorang dengan kegiatan selalumelakukan syukur terhadap Allah SWT.2. BersabarSikap sabar pun hanya akan abadi dalam jiwa seseorang yang selalu dihidupi oleh tazkiyatunnafs,sehingga melahirkan sikap di bawah monitor Al-Haq. Artinya sikap yang keluar ketikamenghadapi ujian maupun cobaan hidup akan dihadapi penuh kesabaran serta keimanankepadaNya. Di samping itu Allah SWT menyertai terhadap orang-orang yang mampumempergunakan pakaian kesabaran dalam menjalani kehidupan baik pada kondisi suka maupun duka: "Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagaipenolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS.2:153).Terutama dalam menghadapi zaman yang serba materialistis disertai oleh budayapembaratan, jika hilangnya pakaian kesabaran, maka hidup akan terasa "gerah". Dan telahtampak bukti-bukti yang ada di hadapan mata, betapa kekerasan disertai kriminalitas salahsatu penyebabnya pengaruh sosial. Maka orang di sebelah seberang membuat analisis akibatjurang pemisah antara si kaya dan si miskin, sehingga menimbulkan krisis moral maupunmeningkatnya kriminalitas.Apabila memperhatikan kondisi yang serba panas, terlihat dengan jelas bahwa nilai kesabaranterlemparkan sejauh mungkin. Padahal, sabar sebuah ruh yang harus dijadikan pola hidup olehorang-orang beriman kepada Allah SWT, RasulNya maupun hari akhir.3. PemaafKonsekuensi tertanamnya tazkiyatun nafs, juga dapat melahirkan orang-orang yang mampumenahan amarah dan membentuk perilaku pemaaf. Karena dalam udara penuh emosionalsulit orang mampu mewujudkan jiwa yang suka memaafkan terhadap kesalahan pihak lain.Sesungguhnya menurut pandangan Islam nilai pemaaf merupakan hasil penataan darikeimanan seseorang. Oleh karenanya Allah SWT mengabadikan dalam Al-Quran: "...danorang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS.3:134).Begitu urgensinya seorang mukmin harus mampu menahan amarahnya disertai sikap suka memaafkan kesalahan orang lain, sehingga Rasulullah SAW memberikan petunjuk dalamsabdanya: "Jangan engkau mudah marah." Maka diulangi beberapa kali, sabdanya:"Janganlah engkau mudah marah." (HR.Bukhari,Muslim). Jelas sekali Islam memandangpentingnya untuk memasyarakatkan pemaaf disertai berupaya mampu menahan amarah, bila sudah membudaya maka niscaya akan diikuti orang di sekitarnya.4. Ar-RahimBentuk Ar-Rahim (kasih sayang) Allah SWT diciptakan agar dijadikan landasan hidup setiaporang, sehingga terwujudnya masyarakat yang penuh damai. Hilangnya perasaan kasihsayang yang kemudian diganti oleh pertikaian menjadikan dunia ini penuh malapetaka. Kalau

    5 / 9

  • Ma'rifatul Insan (Mengenal Diri Manusia)Ditulis oleh RedaksiKamis, 14 Januari 2010 15:33dunia diisi hanya oleh perbuatan biadab dan menafikan nilai Ar-Rahim, jika yang terjadidemikian, kelak Allah SWT menurunkan peringatan: "Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada merekasebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS.30:41).Sangat penting untuk menciptakan perasaan kasih sayang agar terhindar dari malapetakayang diturunkan oleh Allah SWT hanya karena ulah segelintir manusia. Karena pandanganitulah, Allah SWT menegaskan perlu ditekankan kondisi kasih sayang seperti firmanNya: "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadaporang-orang kafir, tetapi kasih sayang mereka, kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencarikarunia Allah dan keridhaanNya." (QS.48:29).5. Al-AminSalah satu akhlak yang menonjol dalam perilaku Rasulullah SAW adalah Al-Amin (terpercaya),yang harus menjadi petunjuk oleh setiap umat Islam. Karena faktor kepercayaan akan mampumenciptakan kondisi yang mendekatkan perilaku kebajikan dalam operasionalitas hidupnya.Dalam menumbuhkan sikap Al-Amin sedikit banyak dipengaruhi oleh diyah (lingkungan) dimana seseorang berada, karena itu perlu adanya orientasi keluar. Dalam pengertian,bergaullah dengan lingkungan yang terhindar dari hilangnya wilayah Al-Amin, seperti AllahSWT memberikan informasi: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, danhendaklah kamu bersama orang-orang yang beriman." (QS.9:119).Maka peran pergaulanlah dapat mempengaruhi perilaku seseorang, untuk itulah memperhatikan lingkungan dalam dimensi hubungan sosial yang dapat menciptakan situasiaman tenteram sejauh mana adanya upaya ke arah ke sana. Demikian pula, jiwa Al-Amin padahakikatnya fitrah yang melekat dalam jiwa seseorang, tetapi sering terabaikan untukdimanfaatkan sesuai aturan syariah. Jalan taqwa yang menjadi pilihan seseorang merupakan kesuksesan untuk meraih kondisi tazkiyatun nafsi, kemudian terbangunnya ketenangan lahirbatin.6. Al-FalahPuncak tazkiyatun nafsi yang sebelumnya telah melakukan aktivitas syukur hingga al-aminsebagai syamarah (buahnya) adalah alfalah (kemenangan). Al-Falah yang diraihnya bukanhadir tanpa melalui proses tadhiyah untuk meraihnya. Ketaatan/tsiqah kepada Allah SWT danRasulullah SAW menyertainya: "Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan RasulNya dantakut kepada Allah dan bertaqwa kepadaNya, maka mereka adalah orang-orang yangmendapat kemenangan." (QS.24:52).Kemenangan yang dijanjikan Allah SWT sekaligus sebagai cambuk untuk berada serta mampumempertahankan nilai ketaqwaan sampai akhir zaman. Ketika dimilikinya, tentu usaha untuk mempertahankan al-falah dalam sikap yang sesuai dengan syari'atullah, jika melenceng akanmenjadi preseden kurang baik.V. Al-FujuraSifatul insan yang bertentangan dengan sifat at-taqwa adalah al-Fujur (fasik), sehingga jalanini harus dihindarkan jangan sampai masuk ke ruang hati maupun pikiran seorang mukmin.Dimiliki sifat fujur karena dominasi kecintaan kepada dunia secara berlebih-lebihan, sehinggakewajiban kepada Allah SWT atau hukum-hukumNya diabaikan. Kelompok fasik ditegaskan

    6 / 9

  • Ma'rifatul Insan (Mengenal Diri Manusia)Ditulis oleh RedaksiKamis, 14 Januari 2010 15:33Allah SWT: "Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaumkeluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkankerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintaidaripada Allah dan RasulNya dan (dari) berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allahmendatangkan keputusanNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yangfasik." (QS.9:24).Kefasikan yang melanda jiwa seseorang selain orientasi keduniaan lebih dominan, juga banyak melakukan kemaksiatan lewat kehidupan sehari-hari, dengan melupakan untuk bertaubat(perbaikan) sehingga berbuat penyimpangan terbiasa. Dengan lain perkataan, selalumemproduksi penyakit atau mengotorinya (at-tadbiniyyah) syariat Islam. Jika demikiankenyataannya, maka dominasi kefasikan akan membawa kerugian ummat manusia duniamaupun akhirat kelak.1. At-TadbiniyyahAktivitas orang-orang fasik pada hakekatnya at-tadbiniyyah (mengotori) ketentuan Allah SWTyang seharusnya mampu mengaktualisasikannya semata-mata untuk beribadah kepadaNyasecara kaffah. Bentuk nyata dari usaha at-tadbiniyyah terhadap hukum Allah SWT, akantampak dari aktivitas seseorang yang terkena penyakit fasik yaitu:2. 'AjuulanAkibat kefasikan yang melanda hati dan pikiran, seseorang akan tampak dalam berperilaku 'ajuulan (terburu-buru), sehingga hasilnya kurang memuaskan, kemungkinan lain dapatmerugikan semua pihak. Betapa berbahayanya, orang yang di luar terkena getahnya, padahaltidak mengetahui permasalahannya. Di samping itu, manusia mempunyai sifat tergesa-gesaanseperti ditegaskan oleh Allah SWT: "Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa." (QS.17:11).Perbuatan yang dilakukan secara tergesa-gesa pada hakekatnya bentuk orang-orang yangmembelakangi sunnatullah dan ketidakmampuan menghadapi kesabaran. Sehingga ditempuhjalan garis cepat, yang sebenarnya akan berhadapan dengan kerugian serta berbagaibenturan. Pada akhirnya tercipta kondisi yang tidak menentu dan kemudian lahirlah sikapragu-ragu terhadap langkah berikutnya.3. Al-Maluu'aBentuk kefasikan yang lainnya dalam mengotori kebenaran al-Haq yaitu dimilikinya sifat keluh-kesah dalam jiwa seseorang. Terjadinya al-maluu'a (keluh-kesah) dalam diri seseorangmerupakan sebuah rangkaian yang tidak terlepaskan dari hasil kefasikan, karenanya hidupselalu merasa terasingkan. Jika hanya dipahami secara kasar orang mengatakan, bentukkeluh-kesah (al-maluu'a) diciptakan oleh Allah jadi tidak perlu dipermasalahkan.Sebenarnya bukan permasalahan yang jadi konteks di sini, namun menunjukkan bahwa kekuasaan Allah SWT dalam menciptakan sesuatu. Termasuk pengertian al-maluu'a sepertifirmanNya: "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi kikir." (QS.70:19).Sekaligus informasi, bahwa Allahlah yang memiliki kekuasaan dan penguasa, karena manusiaberhadapan dengan kondisi keluh-kesah sekalipun tidak mampu meninggalkannya. Olehkarena mengapa bangga akan kesombongan diri sendiri, tidakkah kita seharusnya memikirkanayat-ayatNya.4. Al-Qatuura

    7 / 9

  • Ma'rifatul Insan (Mengenal Diri Manusia)Ditulis oleh RedaksiKamis, 14 Januari 2010 15:33Bentuk perilaku kotor dalam bentuk lain yang ada pada jiwa orang-orang fasik yakni Al-Qatuura (kikir), seolah-olah segalanya adalah milik dirinya sendiri baik harta maupun tahta sekalipun.Padahal menurut aturan Allah SWT semuanya merupakan amanah yang harus dipenuhiketentuannya, seperti diberikannya harta, di dalamnya ada hak orang lain: "Dan padaharta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidakmendapat bahagian." (QS.51:19).Walaupun manusia memiliki sifat kikir seperti dalam firmanNya: "Katakanlah: "Kalauseandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscayaperbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya. Dan adalah manusia itu sangat kikir." (QS.17:100). Akan tetapi tidak demikian, jika seseorang yang komitmen terhadapkeimanannya. Karena menyadari, bahwa rizki yang Allah SWT berikan sesungguhnya amanahsemata, yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali olehNya. Jika setiap umat menyadariasal-usul rizki secara proposional, tentu akan melahirkan pribadi-pribadi yang abid (ahliibadah) seperti akhlak para salafus shalihin.5. Al-KafuuraaKonsekuensi mengambil jalur kefasikan maka melahirkan penyakit al-kafuuraa (kafir) dengankata lain perkataan mengingkari terhadap kebenaran. Kelompok umat ini, pada hakekatnyamengetahui adanya kebenaran, tetapi menutup hati untuk melakukannya (amal) karena kekafiran yang terdapat di dalam dirinya. Sehingga Allah SWT memberikan informasikeberadaan orang-orang kafir seperti diabadikan Al-Quran: "Sesungguhnya orang-orang kafir,sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telahmengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagimereka siksa yang amat berat." (QS.2:67).Makna al-kafuuraa secara lebih jauh dapat dipahami baik secara i'tiqadi (keluar dari Islam)maupun kafir secara amali (pengamalan). Dalam konteks kehidupan sehari-hari yang lebihdominan kafir secara amali (pengamalan), walau pun hatinya masih Islam. Sehingga yangperlu pemikiran lebih dalam, adanya usaha untuk mengembalikan ummat ke jalan ketaqwaansekaligus meninggalkan sikap kekafiran baik kafir i'tiqadi maupun kafir secara amali. Kekafiran yang terdapat dalam jiwa seseorang baik secara i'tiqadi maupun kafir amali, pada hakekatnyaakan menempatkan dirinya pada suatu kerugian, sehingga aktivitas amaliyahnya tidakmendapat nilai menurut pandangan Allah SWT, dalam Al-Quran yang artinya: "Sesungguhnyaorang-orang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh orang-orang yang menyuruhmanusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yangpedih. Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat,dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong." (QS.3:21-22).6. Al-JahuulaBentuk pengobatan lain sebagai konsekuensi jalan kefasikan seseorang, adalah terkenaal-jahuula (bodoh) terhadap kebenaran, kemudian merasakan pemilikan al-jahuula tidakdianggap lagi sebagai penyakit yang dapat mengganggu hubungan dengan Allah sWT (hablumminallah) maupun keterkaitannya dengan sesama manusia (hablum minannas). Efek itulahyang selanjutnya dapat mengubah sikap kebaikan kepada kebatilan sebagai sarana jalansyaitan laknatullah.Sebagai diilustrasikan Allah SWT ketika menawarkan tanggung jawab untuk melaksanakanamanat yang ditolak oleh gunung, langit maupun bumi tetapi manusia menerimanya, seperti

    8 / 9

  • Ma'rifatul Insan (Mengenal Diri Manusia)Ditulis oleh RedaksiKamis, 14 Januari 2010 15:33firmanNya: "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dangunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akanmengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia, sesungguhnya manusia itu amatzhalim dan amat bodoh." (QS.33:72).Al-jahuula pada dewasa ini lebih tampak tercermin melalui kebijakan yang diambil seseoranguntuk memilih antara kebenaran dan kebatilan, tetapi pilihannya justru kepada kebatilan, yangsesungguhnya mereka mengetahuinya akan mendapat murka (azab) dari Allah SWTkenyataan seperti ini, bukanlah sesuatu yang mengherankan, tetapi dalam zaman yang serbamaterialistis ini kemungkinan bisa terjadi seketika. Bahkan kebenaran pun bisa dibeli dengansegepok uang! Itulah realita yang sungguh ironis terjadi di jaman sekarang ini. Karenahilangnya kewaspadaan pada tiap-tiap diri seseorang, kemudian hidupnya diliputi olehketergantungan yang bersifat materi semata.VI. Khatimah (Penutup)Setelah menelusuri dua sifat Al-Insan antara at-Taqwa dan al-Fujuur yang masing-masingmemiliki konsekuensinya. Tentunya bagi pilihan jalan taqwa akan mendapat berbagaikeberuntungan, dan sebaliknya jika jalan al-fujuur yang menjadi alternatifnya pintukesengsaraan akan diraihnya. Pada akhirnya Allah sWT memberikan pilihan kepada setiap ummat untuk mengambil sikap antara iman atau kafir dan harus dipertanggungjawabkan atashasilnya kelak.Konsep demokrasi yang ditawarkan oleh Allah SWT tercermin melalui firmanNya, yang artinya: "Dan katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang siapa yang ingin(beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir,sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang-orang zhalim itu neraka, yang gejolaknyamengepung mereka." (QS.18:29).Jalan taqwa adalah pilihan yang tepat bagi orang-orang beriman dalam menyelamatkan dirinyauntuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. (QS.2:201).

    9 / 9