makalah takswan koleksi dan pengawetan serangga
TRANSCRIPT
Koleksi dan Pengawetan Spesimen Serangga (Insecta)
dan Laba-Laba (Arachnida)
Oleh :
Ahmad Fadli
2011 38 001
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah tentang Koleksi dan Pengawetan Spesimen Serangga (Insecta) dan Laba-
Laba (Arachnida) ini. Makalah ini disusun untuk melengkapi salah satu tugas
mata kuliah Taksonomi Hewan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Papua semester gasal.
Saya menyadari bahwa tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, penulisan
makalah ini tidak akan terselesaikan. Oleh karena itu saya mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam penyelesaian makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Saya sangat memohon terutama
kepada pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk perbaikan makalah ini di masa mendatang.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya serta pembaca
pada umumnya.
Manokwari, 17 November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 1
1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................ 1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Koleksi Spesimen ................................................................................... 2
2.1.1 Perlengkapan dan Metode Pengkoleksian .................................. 2
2.1.2 Menangkap dan Pengumpulan Spesimen ................................... 3
2.2 Pengawetan Spesimen ............................................................................ 7
2.3 Catatan Lapangan dan Informasi Label untuk Spesimen ....................... 13
2.4 Pemajangan dan Penyimpanan ............................................................... 14
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 16
3.2 Saran ....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Koleksi (atau mengumpulkan) hewan adalah kegiatan menangkap,
mengawetkan, dan membuat spesimen awetan. Spesimen tersebut dapat
digunakan sebagai voucher atau contoh spesimen, dan setelah diidentifkasi
menjadi sangat berguna sebagai patokan identifikasi untuk melakukan
pengamatan di lapangan. Oleh karena itu, tata cara koleksi yang benar harus
diperhatikan, agar spesimen yang dikoleksi bernilai keilmuan tinggi.
Keterampilan pengawetan hewan sangat diperlukan terutama dalam
melakukan koleksi serangga dan laba-laba. Serangga dan laba-laba yang
diawetkan sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan pada masa yang akan
datang, dalam membantu perkembangan ilmu pengetahuan. Awetan serangga atau
biasa disebut insektarium contohnya, sering diperlukan sebagai alat peraga dalam
kegiatan belajar mengajar biologi di kelas. Adanya awetan yang dibuat sendiri
selanjutnya sangat membantu pengadaan alat peraga dan koleksi. Hal ini akan
memudahkan dalam mempelajari berbagai jenis serangga dan laba-laba, termasuk
yang jarang ditemui sekalipun.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
bagaimanakah cara dan teknik mengoleksi dan mengawetkan berbagai jenis
serangga dan laba-laba tanpa merusak bagian tubuhnya?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1. Mempelajari tata cara koleksi dan pengawetan berbagai jenis serangga dan
laba-laba secara standar sehingga dapat diteliti lebih dekat.
2. Mengetahui cara membunuh serangga yang benar agar tidak merusak bagian
tubuhnya.
3. Memahami arti penting koleksi serangga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Koleksi Spesimen
Koleksi spesimen hewan diatur oleh Peraturan Konservasi Satwa 1950-1980.
Pada dasamya semua hewan vertebrata dilindungi, tetapi ada juga beberapa jenis
hewan yang belum dilindungi oleh pemerintah, contohnya beberapa jenis ular.
Kebanyakan hewan invertebrate tidak dilindungi sehingga dapat dikoleksi sesuai
dengan kebutuhan. Jenis hewan invertebrata yang dilindungi oleh pemerintah,
misalnya kumbang permata dan semut yang tergolong Nothomyrmecia.
Hubungan Departemen Konservasi dan Pengelolaan Daerah untuk informasi
terbaru tentang larangan-larangan. Izin untuk koleksi hewan dilindungi
dikeluarkan oleh Departemen Konservasi. Tanpa izin anda tidak boleh melakukan
koleksi.
2.1.1 Perlengkapan dan Metode Pengkoleksian
Serangga dan laba-laba merupakan organisme yang sangat melimpah
keberadaannya dan mampu hidup dimana saja, baik di darat maupun di air.
Habitat serangga dan laba-laba sangat bervariasi, masing-masing spesies
mempunyai kekhasan tempat hidup, oleh karena itu perlu dipikirkan metode
penangkapan dan koleksi yang tepat untuk mendapatkan spesies serangga dan
laba-laba yang diinginkan. Masing-masing metode dikembangkan untuk
menangkap serangga dan laba-laba yang khas yang didasarkan pada perilaku dan
habitatnya.
Koleksi serangga dan laba-laba memerlukan peralatan tertentu yang telah
disiapkan di dalam tas cangklong yang sewaktu-waktu siap untuk dikeluarkan.
Peralatan tersebut sangat beragam, mulai dari jaring serangga, kotak pemisah
(separation box), botol spesimen, alat penghisap (aspirator), perangkap (trap),
topeles, botol pembunuh (killing bottle), amplop kertas (papilot) ukuran 21,5 cm x
16,5 cm, gabus (sterofoam), catatan lapangan, kertas label sampai pinset, kuas
kecil, pisau, jarum pentul, kapas, pensil 2B dan kertas minyak/kertas tisu.
Sedangkan bahan yang dibutuhkan, antara lain: asam asetat glasial 5%,
gliserin 5%, kloroform, alkohol dan formalin. Tetapi untuk pengawetan serangga
bersayap dengan ukuran sedang sampai besar alat dan bahan yang digunakan
dapat dimodifikasi sehingga lebih murah dan mudah diperoleh dimana saja. Selain
itu tentunya objek yang digunakan adalah serangga atau laba-laba yang akan
diawetkan.
Metode koleksi terbagi menjadi dua katagori, yaitu kolektor aktif (aktif
mencari serangga dengan peralatan berupa jaring serangga, aspirator, beating
sheet, dan lain-lain) dan kolektor pasif (menggunakan perangkap/trap).
2.1.2 Menangkap/Pengumpulan Spesimen
Serangga maupun dapat langsung ditangkap dengan menggunakan jaring
serangga atau dengan menggunakan metode lainnya yang dapat menangkap tanpa
merusak morfologi serangga tersebut. Ada beberapa macam wadah yang umum
digunakan saat kita menangkap serangga, yaitu botol pembunuh (berisi alkohol
90% dan digunakan untuk membunuh serangga berukuran kecil, seperti semut,
lebah, dan lain-lain) dan kertas papilot (lipatan kertas yang berguna untuk
penyimpanan sementara serangga bersayap rapuh seperti kupu-kupu dan capung).
web.ipb.ac.id
Gambar 2.3 Cara Membuat Kertas Papilot
Beberapa cara pengumpulan serangga yang juga dapat diaplikasikan pada
laba-laba, antara lain:
1. Penangkapan serangga dengan menggunakan aspirator
Aspirator digunakan untuk menangkap serangga yang kecil dan
pergerakannya sangat cepat, seperti: parasitoid ordo Hymenoptera, lalat
Agromyzidae, trip, dan afid. Aspirator ini bisa digunakan langsung untuk
menyedot serangga pada tanaman atau serangga-serangga kecil yang berada di
dalam jaring serangga (kombinasi). Semua serangga yang telah ditangkap
kemudian dibunuh dengan cara dimasukkan kedalam botol pembunuh.
scene.asu.edu
Gambar 2.1 Aspirator
2. Penangkapan serangga dengan menggunakan tangan/pinset/kuas
Cara penangkapan ini efektif untuk serangga yang relatif besar dan
pergerakannya relatif tidak begitu gesit, seperti: ulat daun, belalang sembah,
kumbang, dan semut. Penangkapan dengan menggunakan tangan perlu suatu
pengalaman dan keterampilan khusus. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketika
hendak menangkap serangga-serangga yang beracun atau bersengat, seperti ulat
api famili Limacodidae dan semut subfamili Ponerine maka perlu alat bantu
berupa pinset. Sedangkan kuas juga dapat digunakan sebagai alat bantu untuk
menangkap serangga-serangga kecil yang lunak, seperti: nimfa Ephemeroptera
dan Plecoptera.
3. Penangkapan serangga dengan menggunakan jaring serangga
Ada tiga jenis jaring yang umum dipakai untuk menangkap serangga, yaitu:
a. Aerial nets adalah jaring yang digunakan dengan bantuan tangan untuk
menangkap serangga yang aktif terbang, seperti: kupu-kupu, capung, lebah,
dan tawon. Sebaiknya gagang jaring dibuat dari bahan yang sangat ringan
dan jaringnya terbuat dari kain kasa yang lembut. Biasanya kain kasa yang
dipakai berwarna putih, tetapi beberapa ahli lebih suka menggunakan kain
kasa yang berwarna hitam untuk menghindari terjadinya pantulan cahaya
yang membuat takut serangga sebelum terjaring. Semua serangga yang telah
ditangkap kemudian dibunuh dengan cara dimasukkan kedalam botol
pembunuh.
b. Sweep nets adalah jaring yang digunakan dengan bantuan tangan untuk
menangkap serangga-serangga kecil yang gesit dan berada di rerumputan
atau pada pucuk-pucuk tanaman, seperti: kumbang Coccinellidae, wereng
Cicadellidae dan Delphacidae. Semua serangga yang telah ditangkap
kemudian dibunuh dengan cara dimasukkan kedalam botol pembunuh.
c. Aquatic nets adalah jaring yang digunakan dengan bantuan tangan untuk
menangkap serangga-serangga yang hidup didalam air (serangga air),
seperti: larva Trichoptera dan Lepidotera.
4. Penangkapan serangga dengan menggunakan beating sheets
Metode ini dilakukan dengan cara penggoyangan tumbuhan dengan keras
yang dibawahnya telah dipasang beating sheets. Penangkapan dengan cara ini
sangat sesuai untuk serangga-serangga yang tidak bersayap terutama efektif untuk
serangga yang berklamufase dengan tumbuhan atau tersembunyi dan juga untuk
serangga-serangga yang pergerakannya lamban, seperti: serangga ordo
Phasmatodea, beberapa serangga ordo Coleoptera, Hemiptera, dan Hymenoptera.
Semua serangga yang telah ditangkap kemudian dibunuh dengan cara dimasukkan
kedalam botol pembunuh.
5. Penangkapan serangga dengan menggunakan kain/wadah bentuk
kerucut sebagai tadah
Metode ini dilakukan dengan cara penyemprotan zat beracun atau insektisida
pyrethroid pada tumbuhan yang dibawahnya telah dipasang kain sebagai wadah
serangga-serangga yang mati dan jatuh. Cara ini sangat efektif untuk serangga-
serangga yang hidup pada kanopi pohon, seperti beberapa serangga ordo
Hymenoptera, Hemiptera, dan Phasmatodea yang tidak bisa dijangkau oleh tangan
atau jaring serangga.
6. Penangkapan serangga dengan menggunakan corong Berlese
Metode ini dilakukan dengan cara mengambil serasah tumbuhan yang
kemudian diletakkan di dalam corong Berlese. Cara ini efektif untuk menangkap
serangga-serangga sangat kecil yang hidup di dalam seresah umumnya berperan
sebagai pengurai bahan organik, seperti: beberapa jenis semut, kumbang
Tenebrionidae, Thysanura, dan beberapa Hexapoda bukan serangga seperti
Collembola, Protura, dan Diplura.
7. Penangkapan serangga dengan menggunakan perangkap
Macam-macam perangkap yang biasa digunakan untuk koleksi serangga
adalah:
a. Pitfall, digunakan untuk memerangkap serangga yang aktif berjalan diatas
tanah, seperti semut, kumbang Carabidae dan Tenebrionidae. Pitfall trap
dapat ditambah umpan untuk serangga yang akan ditangkap.
oisat.org
Gambar 2.2 Pitfall Trap
b. Lampu, digunakan untuk menangkap serangga yang aktif pada malam
hari, seperti Noctuidae, Saturniidae, dan Sphingidae.
c. Feromon Seks atau Seks Feromoid, digunakan untuk menarik serangga
jantan yang terpikat, seperti Plutella xyllostela
d. Aroma pakan sebagai zat pemikat (Methyl Eugenol dan Cue Lure)
digunakan untuk menangkap serangga yang membutuhkan pakan tertentu
yang beraroma dan mutlak diperlukan untuk kepentingan seksualnya,
seperti Bactrocera spp. dan Dacus spp.
2.1.3 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Koleksi Spesimen
Sebagian besar serangga dan laba-laba yang hidup di dunia adalah beracun,
dan mempunyai penyegat. Tindakan pencegahan yang hati-hati pada saat di
lapangan, sebagai berikut:
Jangan pernah memasukkan tangan kedalam batang kayu yang berlobang
tanpa melihat atau mendorong sebatang kayu ke dalamnya.
Berhati-hatilah saat akan menangkap.
Selalu menggunakan sepatu yang dapat melindungi dan celana panjang
yang tebal pada saat dilapangan.
2.2 Pengawetan Spesimen
Pengawetan serangga dan arthropoda yang benar membutuhkan suatu
pengetahuan dan keterampilan yang cukup. Spesimen awetan sangat penting
untuk keperluan penelitian terutama yang berkaitan dengan biodiversitas.
Pengawetan yang salah dapat berakibat fatal bagi spesimen yang disimpan.
Pengawetan diperlukan peralatan-peralatan khusus seperti: relaxing disc, pinset,
span block, pinning block, jarum serangga, jarum pentul, lem PVAC, kertas
karding, botol koleksi, kertas label dan pensil atau tinta tahan luntur.
Pengawetan serangga dan laba-laba dilakukan dengan cara yang berbeda-
beda pada setiap spesies dan fase tumbuhnya. Ada dua cara pengawetan yang
umum dilakukan, yaitu pengawetan kering dan pengawetan basah.
Pengawetan kering dilakukan untuk serangga-serangga yang bertubuh keras
(umumya fase imago) dengan cara di pin (ditusuk dengan jarum preparat atau di
karding). Jarum yang digunakan untuk menusuk spesimen serangga harus jarum
anti karat atau stainless steel (bukan dari baja hitam atau dari kuningan) sebab
jarum non-stainless akan cepat berkarat apabila terkena cairan tubuh serangga.
Ukuran diameter dan panjang jarum bervariasi mulai dari nomor 00 sampai 9.
Apabila jarum ditusukkan secara tidak langsung ke tubuh serangga, seperti halnya
karding, jarum stainless steel tidak perlu dipergunakan, cukup dengan jarum dari
baja. Beberapa serangga besar akan berubah warna atau kotor apabila diawetkan
kering, oleh sebab itu perlu dilakukan proses pengeluaran isi perut atau ‘gutting’
sebelum serangga di pin. Buat belahan sedikit di salah satu sisi pleural membrane
diantara sternal dan tergal plates. Pergunakan pinset untuk mengeluarkan
alimentary canal, alat pencernaan makanan perlu hati-hati jangan sampai
sambungan anterior dan posterior patah. Bagian perut kemudian dibersihkan
dengan cermat dengan kapas dan tissue. Perutnya kemudian dibentuk kembali
dengan diisi kapas agar bentuk abdomen kembali seperti sebelumnya. Belahan
pada ujung pleural membrane kemudian dirapatkan kembali dan harus tertutup
kembali sebelum serangga kering.
Pengawetan basah dilakukan untuk serangga-serangga yang bertubuh lunak
(umumnya fase larva) dilakukan dengan cara menyimpan serangga didalam botol
yang telah diisi dengan alkohol 80%, dengan ketentuan bahwa spesimen yang
diawetkan dalam alkohol harus disimpan dalam botol gelas dengan tutup yang
rapat. Menggunakan botol plastik tidak baik untuk tempat spesimen karena mudah
retak apabila diisi dengan alkohol. Pilih botol yang cukup besarnya agar spesimen
tidak tertekuk dan hancur, selain itu juga akan memudahkan pengambilan pada
saat akan diteliti/diamati.
Penangkapan/Pengumpulan
Pembiusan
Mematikan
Fiksasi
Pengawetan Kering Pengawetan Basah
Gambar 2.3 Bagan umum prosedur pengawetan
1. Pembiusan
Banyak hewan invertebrata memiliki sifat kontraksi tinggi. Jika mereka ingin
diawetkan dalam kondisi alami, mereka harus dibius (secara perlahan) hingga
tidak menjadi sensitive dan tidak mampu bereaksi terhadap perubahan
lingkungannya. Spesimen tersebut kemudian dapat dibunuh dan diawetkan
dengan bahan pengawet tanpa adanya kerutan dan perubahan bentuk semula.
2. Mematikan
Hewan yang diawetkan harus dibunuh secara manusiawi (euthanasia) dengan
tingkat kesakitan yang rendah. Ketika hewan dibius dan tidak berdaya melakukan
reaksi, saat dirangsang mereka biasanya dibunuh dengan cara mencelupkan ke
dalam bahan fiksatif. Misalnya dengan memberikan kloroform atau uap eter.
3. Fiksasi (Pemantapan)
Setelah organisme mati, sel atau jaringan akan mengalami perubahan.
Dekomposisi mulai terjadi karena adanya; (a) bakteri telah ada pada organisme
hidup dan mulai menggandakan diri dan menghancurkan sel-sel hewan. (b) terjadi
pencernaan sendiri atau autolisis. Ini terjadi sebagai akibat kegiatan enzim dari
sel-sel mati, enzim-enzim mengubah protein dari protoplasms menjadi asam yang
menyebar atau merembes keluar dari sel.
Perubahan tersebut dapat diperlambat dengan temperatur yang rendah
(pembekuan) atau dengan menggunakan larutan kimia tertentu yang disebut bahan
pemantap. Suatu bahan pemantap adalah bahan yang dibuat untuk mengawetkan
struktur, bentuk dan unsur pokok dari setiap sel setelah organisme mati.
Bahan pemantap yang ideal harus secara cepat menembus sel, mengubah isi
sel menjadi zat-zat yang tidak dapat dilarutkan dan mengeraskan sel sehingga
tidak akan berubah selama perlakuan berikutnya. Suatu pemantap dibuat hanya
dengan satu bahan kimia merupakan bahan pemantap yang sederhana, sebagai
contoh 5% formalin atau 90% alcohol.
Suatu bahan yang dibuat dari dua atau lebih bahan kimia disebut senyawa
pemantap sebagai contoh FAA (Formalin-Asam Asetat-Alkohol) yang digunakan
untuk pemantapan bahan tumbuhan.
Beberapa cara atau aturan praktek berdasarkan pengalaman adalah : ketika
pemantap memantapkan spesimen atau jaringan gunakan bahan yang besar.
Ukuran yang baik adalah 10 kali volume spesimen. Lamanya waktu yang
diperiukan untuk menyelesaikan bahan pemantap yang lengkap tergantung pada
volume spesimen.
Ketika memantapkan spesimen yang lebih besar dari pada seekor tikus, bahan
pemantap harus disuntik ke dalam rongga tubuh. Setelah pemantap selesai bahan
pemantap harus dibersihkan atau dicuci keluar dari jaringan dan spesimen
dimasukkan dalam sebuah bahan pengawet.
4. Pengawetan
Spesimen dapat diawetkan secara kering atau basah. Pada pengawetan basah,
spesimen disimpan dalam sebuah cairan pengawet. Bahan pengawet ideal
sebaiknya: (a). Mempertahankan penampilan alami dari spesimen baik secara
internal dan eksternai. (b) tidak mengalami kerusakan, (c) mempertahankan warna
alami (d) mencegah pembusukan.
Bahan pengawet yang ideal seperti itu, sampai saat ini belum ditemukan.
Spesimen sering ditempatkan secara langsung dalam bahan pengawet sehingga
tidak diperlukan pemantapan dengan bahan pemantap dalam suatu pengawet
terlebih dahulu. Bahan-bahan pengawet pada kasus-kasus tersebut akan
memantapkan dan mengawetkan spesimen pada waktu yang bersamaan.
Formalin dan alcohol adalah bahan pengawet yang paling popular atau umum.
Formalin biasanya degunakan dengan dilarutkan dala air dengan konsentrasi
3%, 5% dan 10%. Alcohol sebagai bahan pengawet digunakan paling sedikit
70% dalam air. Contoh dari bahan pengawet yang digunakan secara umum
dalam pemantapan dan pengawetan adalah : Formalin (HCHO), Alkohol/ Etanol
(C2H5OH), Asam Asetat (CH3COOH), Asam Kromat (CrO3), Asam Picric
(C6H2(N02)3OH), Osmium Tetroksida (OsO4), Mercurie Klorida (HgCl2).
Setiap spesies serangga dan arthropoda lain mempunyai kekhasan cara
pengawetan, secara umum dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Laba-laba (Arachnida)
Matikan dan awetkan dalam 80% ethanol. Sedikit ditambah glycerol pada
ethanol akan membuat spesimen lemas (fleksibel).
2. Collembola
Matikan dalam 80% ethanol. Jernihkan dalam KOH dan slide mount di
euparal dengan spesimen diletakkan pada sisi kanan. Peletakan gelas obyektif dan
de glass dengan menggunakan kutek tak berwarna.
3. Protura
Matikan dalam 80% ethanol. Jernihkan dalam KOH dan slide mount di
euparal dengan spesimen diletakkan pada sisi ventral. Peletakan gelas obyektif -
dan deglass dengan menggunakan kutek tak berwarna.
4. Diplura
Matikan dalam 80% ethanol, jernihkan dalam KOH dan slide mount dalam
euparal. Peletakan gelas obyektif dan de glass dengan menggunakan kutek tak
berwarna.
5. Thysanura
Matikan dan awetkan dalam 80% ethanol.
6. Odonata
Matikan dalam botol pembunuh, sebaiknya capung dewasa dibiarkan hidup
selama satu atau dua hari di dalam kertas amplop agar isi perutnya terserap tubuh.
Serangga yang mati akan mengalami pembusukan isi perutnya sehingga akan
mempengaruhi warna kulit perutnya atau bahkan putus karena busuk. Setelah
capung dewasa mati, tusuklah dengan jarum serangga pada bagian tengah
mesothorax (jarum harus keluar dari bagian bawah tubuh diantara pasangan kaki
pertama dan kaki kedua). Kembangkan kedua pasang sayapnya dengan ketentuan
letak anterior pinggir sayap belakang tegak lurus dengan tubuh dan letak sayap
depan simetris.
7. Orthoptera
Matikan belalang dewasa dalam botol pembunuh. Tusuklah dengan jarum
serangga pada bagian kanan mesothorax (biasanya pada dasar sayap depan bagian
kanan) belalang dewasa; bentangkan sayap bagian kiri dengan pinggir anterior
sayap belakang membentuk garis tegak lurus dengan tubuh; atur kaki dengan
sempurna dan antena yang panjang diatur menjulur ke belakang di atas tubuh.
8. Mantodea
Matikan dalam botol pembunuh, untuk nimfa awetkan dalam 80% ethanol.
Belalang sembah dewasa diawetkan dengan cara ditusuk dengan jarum serangga
pada garis tengah mesothorax bagian kanan dan kembangkan sayap depan dan
belakang sebelah kiri dengan pinggir anterior sayap belakang membentuk garis
tegak lurus dengan tubuh. Isi perut belalang sembah betina yang besar harus
dibersihkan dan diisi dengan kapas.
9. Hemiptera
Matikan dalam botol pembunuh. Tusuklah dengan menggunakan jarum pada
bagian skutelum bagian kanan. Serangga yang kecil harus dikarding dengan cara
menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang
kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri.
10. Thysanoptera
Matikan dalam 80% ethanol. Awetkan dalam lembaran kertas persegi panjang
dengan bagian ventral menghadap ke atas, bentangkan sayap-sayapnya, kaki-kaki
dan luruskan antenanya.
11. Neuroptera
Matikan dalam botol pembunuh. Awetkan dalam lembaran kertas karding
dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan
dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada
disebelah kiri. Larvanya awetkan dalam 80% ethanol.
12. Coleoptera
Tusuklah serangga dewasa tepat pada anterior elytron sebelah kanan sehingga
jarum keluar diantara coxa tengah dan belakang; atur kaki-kakinya sehingga ruas-
ruas tarsi dapat terlihat dengan jelas. Spesies dengan ukuran sangat kecil
dikarding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki
depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala
berada disebelah kiri. Larva diawetkan dalam 80% ethanol.
13. Diptera
Tusuklah serangga dewasa pada bagian tengah mesothorax sebelah kanan.
Atur sayap-sayapnya untuk spesies yang besar sehingga sayap mengembang pada
sisi anterior membentuk posisi tegak lurus. Serangga yang ukuran tubuhnya kecil
dikarding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki
depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala
berada disebelah kiri, sayapnya dinaikkan ke atas dan kaki-kakinya diatur ke arah
bawah. Serangga dewasa famili Tipulidae diawetkan dalam 80% ethanol atau
dilem dibagian thorax pada kartu segiempat sehingga kaki-kakinya menempel
pada kartu dengan setetes lem pada setiap tibia. Larva diawetkan dalam 80%
ethanol.
14. Lepidoptera
Tusuklah dengan jarum pada bagian garis tengah mosthorax untuk serangga
dewasa; atur kedua sayapnya dengan ketentuan sayap depan bagian posterior
tegak lurus dengan badan, sayap kedua menyesuaikan. Pengaturan posisi sayap
dilakukan pada span block. Larvanya diawetkan dalam 80% ethanol.
15. Hymenoptera
Tusuklah serangga dewasa pada bagian kanan garis tengah mesothorax; atur
sayapnya agar terlihat jelas venasinya. Spesies yang kecil dan atau semua jenis
semut perlu dikarding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara
sepasang kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga;
posisi kepala berada disebelah kiri. Larvanya diawetkan dalam 80% ethanol.
2.3 Catatan Lapangan dan Informasi Label untuk Spesimen
Serangga-serangga dan laba-laba yang telah diawetkan harus diberi label agar
mempunyai arti ilmiah. Label berisi informasi dasar mengenai tempat serangga
ditemukan, tanggal serangga ditemukan, dan nama kolektornya. Selain itu juga
perlu dituliskan nama spesies dan pendeterminasinya (dalam hal ini hanya sampai
Ordo). Sebuah spesimen ilmiah memiliki nilai hanya jika diberi label secara
benar. Pemberian nama dari sebuah spesimen dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu;
a. Sebuah label yang lengkap dibuat dan digantung pada spesimen.
b. Hanya nomor lapangan kolektor yang digantung pada spesimen
sedangkan informasi lainnya ditulis pada buku log milik koiektor.
Pada kedua metode ini, diperlukan data-data sebagai berikut:
1. Nama Umum
Nama yang diberikan penduduk di lokasi tempat ditemukan spesimen
tersebut.
2. Nama llmiah
Nama yang diberikan secara internasional setelah diidentifikasi berdasarkan
cirri-ciri dari spesimen menurut aturan nomenclature.
3. Tanggal Koleksi
Tanggal yang tepat dan waktu spesimen tersebut ditemukan. Tanggal
menunjukkan musim saat spesimen tersebut dikoleksi. Waktu penting untuk
informasi spesies nocturnal atau diurnal.
4. Lokasi
Tempat yang tepat dimana spesimen tersebut ditemukan, lebih baik dengan
menggunakan petunjuk peta.
5. Habitat
Keadaan alam dimana koleksi dibuat antara lain ; tanah, tumbuhan penutup,
kelernbaban, dll. Catat semua informasi yang berhunbungan dengan habitat asal
spesimen tersebut dikoleksi.
6. Kolektor
Merupakan nama dari orang yang mengumpulkan spesimen tersebut. Nama
pengoleksi penting untuk memperoleh informasi tambahan bila dibutuhkan.
7. Nomor Kegiatan Lapangan
Merupakan nomor yang diberikan pengoleksi untuk spesimen yang dikoleksi.
Cara yang baik adalah dengan menentukan tanggal kedalam kegiatan dilapangan.
Misalnya; spesimen yang pertama dikoleksi pada tanggal 22 Maret 2005, dapat
diberi nomor 220305:1. Artinya 22 menunjukkan hari, 03 menunjukkan bulan
Maret dan 05 menunjukkan tahun, serta 1 menunjukkan itu merupakan spesimen
pertama yang dikumpulkan. Spesimen yang kedua yang dikoleksi kemudian
mendapat nomor 220305:2,...dan seterusnya.
Label mungkin harus diikat dengan benang yang kuat atau nilon pancing pada
spesimen sehingga tidak terlepas dari tubuh spesimen. Pada sebagian besar
invertebrata hal ini tidak mungkin dilakukan, semua spesimen harus ditempatkan
di dalam botol sehingga label dapat diisi di dalam botol spesimen. Label spesimen
harus ditulis dengan pensil atau tinta yang kedap air atau tidak bias luntur apabila
terkena air.
2.4 Pemajangan dan Penyimpanan
Koleksi menjadi lebih berarti ketika spesimen tersebut dapat dipelajari
dan dipajang. Museum dan banyak koleksi pribadi biasanya ditempatkan di
semacam lemari kayu atau besi yang dilapisi kaca. Tiap-tiap laci memiliki
suatu baki yang memudahkan spesimen yang telah dikoleksi untuk dimasukan
dan dikeluarkan sebanyak yang diperlukan. Tiap baki terdiri dari 1 species
dan disusun secara alfabet berdasarkan spesies dalam suatu genus, genus
dalam suatu famili dan begitu seterusnaya. Diperlukan pengasapan dan
repellent,selain itu pemeriksaan secara rutin mengenai kerusakan koleksi (sisa
serbuk di bawah spesimen yang mengindikasikan spesies tersebut dimakan
oleh serangga hama). Awetan serangga secara rutin harus tetap dirawat supaya
tidak cepat rusak. Perawatannya cukup mudah, yaitu dengan cara
membersihkan kotoran yang menempel pada serangga dan pada tempat
penyimpanannya dengan menggunakan kapas atau tisu kering. Selain itu,
tempat penyimpanan harus dijaga supaya tidak lembab. Pada kondisi tempat
yang lembab, akan memicu tumbuhnya jamur-jamur yang dapat merusak
awetan serangga.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Koleksi serangga dan laba-laba meliputi kegiatan menangkap, mengawetkan,
dan membuat spesimen awetan. Metode koleksi terbagi menjadi dua katagori,
yaitu kolektor aktif (aktif mencari serangga dengan peralatan berupa jaring
serangga, aspirator, beating sheet, dan lain-lain) dan kolektor pasif (menggunakan
perangkap/trap).
Prosedur umum pengawetan, meliputi pengumpulan, pembiusan, mematikan,
fiksasi dan pengawetan kering atau basah.Setiap spesies serangga dan laba-laba
mempunyai kekhasan cara pengawetan. Pengawetan serangga dan laba-laba
dilakukan dengan cara yang berbeda-beda pada setiap spesies dan fase
tumbuhnya.
Spesimen awetan sangat penting untuk keperluan penelitian terutama yang
berkaitan dengan biodiversitas. Sebuah spesimen ilmiah memiliki nilai hanya jika
diberi label secara benar. Koleksi menjadi lebih berarti ketika spesimen
tersebut dapat dipelajari dan dipajang.
3.2 Saran
Pada proses pembuatan awetan kupu-kupu, sebaiknya sayap kupu-kupu tidak
dalam kondisi tertutup saat dibungkus kertas minyak, sebab hal itu menyebabkan
sayapnya menjadi kaku ketika dioffset. Akibatnya sayapnya lebih mudah terkoyak
jika dipaksakan untuk dibuka. Demikian juga pada saat proses pengawetan laba-
laba, seharusnya eter yang digunakan tidak terlalu banyak dan lama. Selain itu
pengidentifikasian serangga dapat dilakukan dengan lebih cermat dan
memperhatikan semua ciri-ciri serangga sehingga kemungkinan terjadi salah
spesies lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Nugroho Susetya, Suputa dan Witjaksono. 2011. Petunjuk Praktikum
Entomologi Dasar. Yogyakarta: Fakultas Pertanian Universitas
Gadjah Mada.
Borror, Donald Joyce. 1997. A Field Guide to Insects. Boston: Houghton Mifflin.
Elzinga, Richard J. 2000. Fundamentals of Entomology. Minessota: Practice Hall.