makalah sindrom gawat nafas

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome gawat nafas (respiratory distress syndrome) adalah istilah yang digunakan unyuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keerlambatan perkembangan maturitas paru(Whalley dan wong,1995). Gangguan ini biasanya juga di kenal denga nama hyaline membrane disease(HMD) atau penyakit membrane hyaline, karena pada penyakit ini selalu ditemukn membran hialin yang melapisi alveoli. RDS sering ditemukan pada bayi premature. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya, semakin tua usia kehamilan semakin rendah kejadian RDS. Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan(matur). Insidens pada bayi premature kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan lebih sering terjadi pada bayi laki- 1

Upload: alex-rahma

Post on 06-Aug-2015

1.062 views

Category:

Documents


61 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Sindrom Gawat Nafas

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Syndrome gawat nafas (respiratory distress syndrome) adalah istilah

yang digunakan unyuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini

merupakan penyakit yang berhubungan dengan keerlambatan perkembangan

maturitas paru(Whalley dan wong,1995). Gangguan ini biasanya juga di kenal

denga nama hyaline membrane disease(HMD) atau penyakit membrane

hyaline, karena pada penyakit ini selalu ditemukn membran hialin yang

melapisi alveoli.

RDS sering ditemukan pada bayi premature. Insidens berbanding

terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia

kehamilan ibu semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya,

semakin tua usia kehamilan semakin rendah kejadian RDS.

Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi

pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30%

pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup

bulan(matur). Insidens pada bayi premature kulit putih lebih tinggi dari pada

bayi kulit hitam dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada bayi

perempuan (Nelson,1999). Selain itu kenaikan frekuensi juga ditemukan pada

bayi yang lahir dari ibuyang menderita gangguan perfusi darah uterus selama

kehamilan misalnya,ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta

perdarahan antepartum.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang,maka dapat dirumuskan

masalahnya “Sindrom Gawat Napas”

1

Page 2: Makalah Sindrom Gawat Nafas

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum :

Tujuan pembuatan makalah ini untuk memperoleh

pengetahuan mengenai Sindrom Gawat Napas

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa/mahasiswi di Siti

Khadijah mengenai Sindrom Gawat Napas.

2. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa/mahasiswi Siti

Khadijah Palembang mengenai Sindrom Gawat Napas.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Secara Teoritis

Menambah khasanah ilmu terutama dalam keperawatan

khususnya mengenai respiratory distress syndrome.

1.4.2 Secara Praktis

1. Bagi Kelompok

Untuk memperoleh pengalaman dan wawasan mengenai

respiratory distress syndrome sehingga terpacu untuk

meningkatkan potensi diri sehubungan dengan penaggulangan

Sindrom Gawat Napas.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan

dan menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya

mahasiswa ilmu keperawatan dalam hal pemahaman perkembangan

dan upaya pencegahan yang berhubungan dengan Sindrom Gawat

Napas yang sebaiknya dimulai sedini mungkin.

2

Page 3: Makalah Sindrom Gawat Nafas

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Sindrom distress pernapasan dapat dibagi menjadi :

1. Sindrom Distres Pernapasan Dewasa ( ARDS )

2. Sindrom Distres pernapasan Idiopatik Bayi Baru Lahir ( IRDS )

ARDS adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas

alveolus dan atau membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu

gangguan besar pada sistem paru, kardiovaskuler atau tubuh secara luas.

Hyaline Membrane Disease dikenal juga sebagai respiratory distress

sydrome yang idiopatik, merupakan keaadaan akut yang terutama ditemukan

pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi

dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat dibawah 1500

gram. Kira-kira 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami

RDS.

Respiratory distres syndrome adalah perkembangan yang imatur pada

sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS

dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae.

RDS adalah keadaan hipoksia dan cedera paru yang terjadi akibat

atelektasis primer yang luas.

Bangunan paru janin dan produksi surfactan penting untuk fungsi

respirasi normal. Bangunan paru dari produksi surfaktan bervariasi pada

masing-masing bayi. Bayi prematur lahir sebelum produksi surfactan

memadai. Surfactan, suatu senyawa lipoprotein yang mengisi alveoli,

mencegah alveolar colaps dan menurunkan kerja respirasi dengan

menurunkan tegangan permukaan. Pada defisiensi surfactan, tegangan

permukaan meningkat, menyebabkan kolapsnya alveolar dan menurunnya

komplians paru, yang mana akan mempengaruhi ventilasi alveolar  sehingga

terjadi hipoksemia dan hiperkapnia dengan acidosis respiratory. Reduksi pada

ventilasi akan menyebabkan ventilasi dan perfusi sirkulasi paru menjadi

buruk, menyebabkan keadaan hipoksemia. Hipoksia jaringan dan acidosis

3

Page 4: Makalah Sindrom Gawat Nafas

metabolik terjadi berhubungan dengan atelektasis dan kegagalan pernafasan

yang progresif.

Atelektasis primer mengacu kepada keadaan kolapsnya alveolus

secara substansial yang dijumpai pada bayi baru lahir. Dengan kolapsya

alveolus maka ventilasi berkurang. Timbul hipoksia yang menyebabkan

cedera paru dan terpacunya reaksi peradangan. Peradangan menyebabkan

edema dan pembengkakkan ruang interstisium yang semakin menurunkan

pertukaran gas antara kapiler dan alveolus yang masih berfungsi. Peradangan

juga menyebabkan terbentuknya membran-membran hialin yang merupakan

akumulasi fibrin putih di alveolus. Pengendapan fibrin tersebut semakin

menurunkan pertukaran gas serta compliance paru maka usaha bernapas

meningkat.

Penurunan ventilasi alveolus menyebabkan penurunan V/Q dan

vasokonstriksi arteriol paru. Vasokonstriksi paru dapat menyebabkan

peningkatan volume dan tekanan jantung kanan, sehingga terjadi pirau darah

dari atrium kanan, melalui foramen ovale bayi baru lahir yang masih paten,

langsung ke atrium kiri. Demikian juga, resistensi paru yang tinggi juga dapat

menyebabkan darah deoksigenasi melewatkan paru dan langsung di salurkan

ke sisi kiri tubuh melalui duktus arteriosus dan menyebabkan pirau kanan ke

kiri. Pirau kanan ke kiri memperburuk keadaan hipoksia, sehingga timbul

sianosis berat.

Untuk setiap usaha melakukan ventilasi pada alveolus yang kolaps,

bayi harus mengeluarkan sejumlah besar energi. Pengeluaran energi tersebut

akan diiringi oleh peningkatan kebutuhan oksigen yang semakin memperah

sianosis. Seiring dengan peningkatan kebutuhan oksigen bayi terperangkap

dalam suatu siklus umpan balik positif.

Pada awalnya bayi akan memperlihatkan napas yang cepat dan

dangkal sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan oksigennya yang tinggi,

sehinga pada analisis gas darah mula-mula terjadi alkalosisi respiratorik

karena karbon dioksida terbuang. Namun, bayi akan segera kelelahan karena

kesulitan mengembangkan alveolus dan parunya dan tidak dapat

mempertahankan usaha respirasinya. Apabila hal ini terjadi, maka usaha

4

Page 5: Makalah Sindrom Gawat Nafas

bernapas melambat dan gas darah memperlihatkan asidosis respiratorik dan

dimulainya kegagalan pernapasan.

Maka dijelaskan dengan skema ini

Peningkatan Usaha Bernapas

+ +

Peningkatan Kebutuhan Oksigen

Sewaktu usaha bernapas meningkat maka kebutuhan oksigen juga

meningkat yang kemudian meningkatkan usaha bernapas.

2.2 Etiologi

2.2.1 IRDS

1. Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32

minggu) dan tidak adanya, gangguan atau defisiensi surfactant

2. Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar

3. Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi

matur atau prematur.

2.2.2 ARDS

Terjadi akibat cedera langsung pada kapiler paru atau

alveolus.Namun karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat

maka destruksi yang luas pada salah satunya biasanya menyebabkan

destruksi yang lain.Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim

litik oleh sel-sel yang mati,serta reaksi peradangan yang terjadi setelah

cedera dan kematian sel.contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi

kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.

5

Page 6: Makalah Sindrom Gawat Nafas

1. Destruksi Kapiler

Apabila kerusakan berawal di membran kapiler,maka akan

terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah keruangan

interstisium. Hal ini meningkatkan jarak yang harus di tempuh

oksigen dan karbondioksida untuk berdifusi, sehingga kecepata

pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di cairan

interstisium bergerak ke dalam alveolus,mengencerkan surfaktan

dan meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang di perlukan

untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat.

Peningkatan tegangan permukaan ditambah oleh edema dan

pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan atelektasis

kompresi yang luas, sehingga compliance paru berkurang. Hal ini

kemudian menyebabkan penurunan ventilasi dan hipoksia.

Penyebab kerusakan kapiler paru antara lain adalah septicemia,

pancreatitis dan uremia. Pneumonia, inhalasi asap, trauma dan

tenggelam juga dapat merusak kapiler.

2. Destruksi Alveolus

Apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan,

maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas

berkurang sehingga kecepatan pertukaran gas juga menurun.

Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia,

aspirasi dan inhalasi asap. Toksisitas oksigen yang timbul setelah

24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi penyebab

kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal

bebas oksigen.

Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami

hipoksia sehingga semakin memyebabkan cedera dan kematian

sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak, maka reaksi

peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan

pembengkakan ruang interstisium serta kerusakan kapiler dan

alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan ARDS,

terbentuk membran hialin didalam alveolus. Membran ini adalah

6

Page 7: Makalah Sindrom Gawat Nafas

pengendapan fibrin putih yang bertambah secara progresif dan

semakin mengurangi pertukaran gas.Akhirnya terjadi fibrosis

menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi

semuanya terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar

50%.

2.3 Faktor Resiko

1. Prematuritas

2. Kelompok bayi baru lahir

Semakin prematur bayi semakin tinggi terjadi IRDS, sel-sel

alveolus penghasil surfaktan belum matang sampai usia gestasi antara 28

dan 32 minggu.

Ada 3 hal berkaitan dengan IRDS :

Bayi yang lahir sebelum surfaktan terbentuk

Di alveolus akan menghadapi tegangan permukaan alveolus yang

sangat tinggi setiap kali bernapas, ini berperan menyebabkan

atelektasis primer yang dijumpai pada IRDS

Alveolus bayi prematur berukuran sangat kecil dan tidak berlipat-

lipat

Ini merupakan faktor yang berperan meningkatkan tekanan yang harus

dilakukan untuk mengatasi tegangan permukaan

Bayi prematur memiliki otot dada yang lemah dan belum

berkembang

Mustahil bayi tanpa surfaktan dapat berhasil mengembangkan

alveolusnya dari waktu ke waktu,napas demi napas.

3. Kelompok lain bayi baru lahir yang beresiko menderita IRDS

adalah bayi yang lahir dari ibu Diabetes Melitus Dependen-insulin.

Tampaknya isulin yang disuntikkan menghambat pembentukkan

surfaktan.

2.4 Gambaran Klinis ( biasanya sejak lahir )

1. Dispnoe Berat

2. Penurunan Compliance Paru

7

Page 8: Makalah Sindrom Gawat Nafas

3. Pernapasan yang dangkal dan cepat pada mulanya yang

menyebabkan alkalosis respiratorik karena ( CO2 ) karbondioksida banyak

terbang.

4. Peningkatan kecepatan penapasan

5. Kulit kehitaman akibat hipoksia

6. Retraksi antargia atau dada setiap kali bernapas

7. Napas cuping hidung

8. Banyak bayi selamat dari IRDS, dimana gejala mereda dan

menghilang biasanya dalam 3 hari.

9. Takipnea ( > 60x/mnt)

10. Mendengkur

Didapatkan gejala lain seperti :

1. Bradikardi

2. Hipotensi

3. Kardiomegali

4. Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki

5. Hipotermi

6. Tonus otot yang menurun

2.5 Patofisiologi

Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya

untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan

faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan

fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya

surfaktan.

Surfaktan adalah substansi yang merendahkan teganagn permukaan

alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu

menahan sisa udara fungsional ( kapasitas residu fungsional ) ( Ilmu

kesehatan anak, 1985 ).

Surfaktan juga menyebabkan ekspansi paru pada tekanan intraalveolar

yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan

menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat

8

Page 9: Makalah Sindrom Gawat Nafas

ekspirasi. Tkanpa surfaktan janin tidak dapat menjaga parunya tetap

mengembang. Oleh karena itu perlu usaha yang keras untuk mengembangkan

parunya.pada setiap hembusan napas (ekspirasi) sehingga untuk pernapasan

berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan

disertai usaha inspirasi yang kuat. Akibatnya setiap kali bernapas menjadi

sukar seperti saat pertama kali bernapas ( saat kelahiran ). Sebagai akibatnya

janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini

daripada yang ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan

meningkatnya kelelahan bayi akan ktidakmampuan mempertahankan

pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis.

Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary

vascular resistance (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal.

Akibatnya terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan

aliran darah pulmonal. Di samping itu peningkatan PVR juga menyebabkan

pembalikan parsial sirkulasi darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri

melalui duktus arterious dn foramen ovale.

Kolaps paru ( atelektasis ) akan menyebabkan gangguan ventilasi

pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah

konstruksi vaskularisasi pulmonal yag menimbulkan penurunan oksigenisasi

jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobic. Metabolisme

anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis

metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi

ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus

alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan

terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jarngan epitel yang nekrotik

membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran ialin ini

melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas.

Atlektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan

karbondioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik.

Penurunan PH menyebabkan vasokontriksi yang makin berat. Dengan

penurunan sirkulasi paru dan dan perfusi alveolar , PaO2 akan menuru tajam,

9

Page 10: Makalah Sindrom Gawat Nafas

PH juga akan menurun tajam serta materi yang diperlukan untuk produksi

surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.

Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh PH, suhu, dan perfusi

normal. Asfiksia, Hipoksemia, dan iskemia paru terutama dalam

hubungannya dengan hipovolemia, hipotensi, dan stress dingin dapat

menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma

akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh penatalaksanna pernapasan

yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut.

RDS adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa

deteriosasi ( kurang lebih 48 jam ) dan jika tidak ada komplikasi paru akan

membaik dalam 72 jam. Proses perbaikan ini terutama dikaitkan dengan

meningkatkan produksi dan ketersediaan materi surfaktan.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

2.6.1 Penentuan faktor komplikasi perlu dilakukan dengan tes spesifik,

seperti :

1. Darah

2. Urine dan glukosa darah ( untuk mengetahui hipoglikemia )

3. Kalsium serum ( untuk meningkatkan hipokalsemia )

4. Analisis gas darah ( menentukan PH serum )

5. PaO2 ( tes untuk hipoksia )

2.6.2 Diagnostik prenatal

Untuk menentukan maturitas paru dilakukan pemeriksaan ( tes

cairan amnion ) yang disebut rasio L/S ( lesitin banding

spingomielin ). Rasio L/S ini berguna untuk menentukan maturitas

paru. Fosfolipid disintesis di sel alveolar dan kinsentrasi dalam cairan

amnion selalau berubah selama masa kehamilan. Pada mulanya

spingomielin lebih banyak, tetapi kira-kira pada usia kehamilan 32-33

minggu konsenrasi menjadi seimbang kemudian spingomielin

berkurang dan lesitin meningkat secara berarti sampai usia kehamilan

35 minggu dengan rasio 2:1.

10

Page 11: Makalah Sindrom Gawat Nafas

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Keperawatan

1. Pengobatan RDS diarahkan untuk pencegahan

Pencegahan Penyebab lain dari kematian bayi antara lain adalah

perhatian terhadap di mana dan dalam posisi apa bayi ditempatkan

dan usaha-usaha untuk mencegah penganiyayaan anak.

2. Pemberian minum per oral tidak diperbolehkan selama fase akut

penyakit, karena dapat menyebabkan aspirasi. Pemberian minum

dapat diberikan melalui parenteral.

3. Tindakan Pendukung yang Krusial

Mempertahankan ventilasi dan oksigenisasi adekuat

Mempertahankan keseimbangan asam-basa

Mempertahankan suhu lingkungan netral

Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat

Mencegah hipotermia

Mempertahankan cairan dan elektrolit yang adekuat

4. Pertimbangan Keperawatan

Dalam merawat bayi RDS perawat harus melakukan

observasi cermat dan intensif, masalah kompleks yang

berhubungan dengan terapi pernapasan harus diperhatikan terutama

pengobatan yang kontinu terhadap hipoksemia dan asidosis. Fungsi

keperawatan yang paling penting adalah mengamati respon bayi

terhadap terapi, mucus mungkin terkumpul di saluran pernapasan

yang akan menghambat saluran pernapasan dan srlang endotrakea

(ET). Pengisapan hanya dilakukan bila diperlukan dan berdasarkan

pertimbangan terhadap bayi tersebut. Pertimbangan terhadap

pengisapan termasuk auskultasi dada, pembuktian bahwa

11

Page 12: Makalah Sindrom Gawat Nafas

oksigenisasi rendah, kelebihan kelembaban paada selang ET dan

kepekaan bayi.

Pada saat melakukan pengisapan mukus, perawat harus

menyadari dan waspada tentang hal berikut.

Pengisapan bukan prosedur yang aman karena dapat

menyebabkan spasme bronkus, bradikardia karena stimulasi saraf

fagal, hipoksia, dan peningkatan tekanan intracranial sehingga

mendorong bayi pada keadaan hemoragi intraventrikular. Tindakan

ini tidak boleh dilakukan secara rutin, tehnik pengisapan ini dapat

menyebabkan infeksi, kerusakan jalan pernapasan bahkan

pneumotoraks.

Penting diperhatiakn bahwa pengisapan yang terus menerus

akan ikut mengeluakan udara bersamaan dengan keluarnya mucus.

Oleh karena itu sekali pengisapan tidak boleh lebih dari 5 detik

( pengisapan menyebabkan saluran udara terambat )

Tujuan pengisapan jalan napas buatan adalah menjaga

terbukanya jalan napas, bukan bronkus. Pengisapan yang dilakukan

di luar ET dapat menyebabkan lesi trauma pada trakea.

Awasi oksigenisasi atau oksimeter denyut nadi sebelum,

selama dan sesudah pengisapan untuk memberi penilaian yang

terus menerus terhadap status oksigenisasi dan untuk menghindari

hipoksemia.

2.7.2 Medis

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit

RDS adalah :

1. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder

2. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan

menurunkan cairan paru

3. Fenobarbital

4. Vitamin E untuk menurunkan produksi radikal bebas oksigen

5. Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan

untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik

12

Page 13: Makalah Sindrom Gawat Nafas

6. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaanya

adalah pemberian surfaktan eksogen.

Surfakatan eksogen adalah derivate dari sumber alami misalnya

manusia ( di dapat dari cairan amnion atau paru sapi,tetapi bisa

juga berbentuk surfakatan buatan )

2.8 Komplikasi

Sebagian bayi yang selamat dari RDS kemudian mengidap displasia

bronkupulmonaris, yaitu suatu penyakit pernapasan kronik yang ditandai oleh

pembentukkan jaringn parut di alveolus, peradangan alveolus dan kapiler, dan

hipertensi paru.

Tanda-tanda dispnu dan hipoksia dapat berlanjut dan menyebabkan

kelelahan, kegagalan pernapasan, dan kematian bayi, biasanya dalam 3 hari.

13

Page 14: Makalah Sindrom Gawat Nafas

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

ARDS adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas

alveolus dan atau membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu

gangguan besar pada sistem paru, kardiovaskuler atau tubuh secara luas.

Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi

pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30%

pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup

bulan(matur). Insidens pada bayi premature kulit putih lebih tinggi dari pada

bayi kulit hitam dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada bayi

perempuan (Nelson,1999). Selain itu kenaikan frekuensi juga ditemukan pada

bayi yang lahir dari ibuyang menderita gangguan perfusi darah uterus selama

kehamilan misalnya,ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta

perdarahan antepartum.

3.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari makalah ini adalah laksanakanlah

penatalaksanaan yang sebaik-baiknya pada neonatus dengan sindroma gawat

nafas ini, sehingga pada akhirnya akan dapat menurunkan angka kematian

neonatus

- Bagi Mahasiswa

Diharapkan mahasiswa dapat melakukan pengkajian yang lebih

lengkap untuk mendapatkan hasil yang optimal dan mampu memberikan

asuhan yang kompeten bagi pasien. Mahasiswa juga diharapkan dapat

mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya selama proses pembelajaran di

lapangan.

- Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan bimbingan yang seoptimal mungkin dari pendidik

lapangan dalam membimbing mahasiswa di lapangan dalam memberikan

14

Page 15: Makalah Sindrom Gawat Nafas

asuhan kebidanan dan keperawatan bagi pasien sehingga mahasiswa dapat

mengevaluasikan teori dan praktek yang telah diperolehnya.

- Bagi pasien dan keluarga

Diharapkan kepada klien agar menerapkan asuhan kebidanan yang

telah diberikan baik berupa tindakan pencegahan maupun dalam

pelaksanaannya

15

Page 16: Makalah Sindrom Gawat Nafas

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Surasmi, Asrinin. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC

http://hyaline.membrane.disease/

respiratory.distress.syndrome.blogspod.com/html Sabtu : 25-10-2009/11.15 WIB

FKUI .1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: EGC

Ladewig,patricia,dkk.2006.Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu Bayi Baru

Lahir Edisi 5.Jakarta: EGC

Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB

untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI

Ngatisyah.2005.Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta: EGC

Pelatihan PONED Komponen Neonatal 28-30 Oktober 2004)

Surasmi,Asrining,dkk.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

16

Page 17: Makalah Sindrom Gawat Nafas

DAFTAR ISI

KATA PNGANTAR.............................................................................. i

DAFTAR ISI.......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................... 1

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 2

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi................................................................................... 3

2.2 Etiologi................................................................................... 5

2.3 Faktor Resiko........................................................................ 7

2.4 Gambaran Klinis ( biasanya sejak lahir )........................... 7

2.5 Patofisiologi........................................................................... 8

2.6 Pemeriksaan Diagnostik....................................................... 10

2.7 Penatalaksanaan .................................................................. 11

2.8 Komplikasi ............................................................................ 13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................ 14

3.2 Saran ..................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 18: Makalah Sindrom Gawat Nafas

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Penulis dapat

menyusun makalah ini yang berjudul "Sindrom Gangguan Nafas Pada

Neonatus" tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan

dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,

untuk itu dalam kesempatan ini Penulis menghaturkan rasa hormat dan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing dan semua pihak

yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para

pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan

baik dari bentuk penyusunan maupun materinya, untuk itu Penulis mengharapkan

kritik dan saran dari pembaca, atas kritik dan sarannya, Penulis mengucapkan

terimakasih.

Pariaman, Desember 2012

Penulis

18

i

ii