makalah ppkn
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latarbelakang
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia di awali dengan munculnya beberapa
kerajaan, seperti Kerajaan Hindhu-Budha dan Kerajaan Islam.
Kerajaan Hindhu-Budha di awali sejak abad ke-4 hingga abad ke-7 di
wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan
Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.
Kerajaan Islam hadir pada abad ke-12 dengan sistem pemerintahannya.
Akan tetapi, sebenarnya Islam sudah muncul sejak abad ke-7 Masehi. Saat itu
sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat
Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara
dan Bani Umayyah di Asia Barat.
Pada masa ini juga terjadi era dimana kolonial merajai Indonesia. Ada
beberapa kolonisasa yang terjadi.
Kolonisasi Portugis
Afonso de Albuquerque, karena tokoh inilah yang membuat kawasan
Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya Kolonisasi
berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris
dan Belanda.
Kolonisasi Spanyol.
Fernando Magelhans. Tokoh ini yang memimpin armada yang membawa
banyak pasukan Spanyol untuk memenuhi Indonesia. Berawal sejak tahun
1521 dengan memulai pertualangannya di Sulawesi Utara hingga tahun 1692.
Kolonisasi VOC.
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa
wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di
antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit.
Diawali dengan kedatangan Portugis di Malaka tahun 1509, mereka terus
melakukan perjalanan ke berbagai kota di Indonesia. Mulai dari Bali,
Maluku, hingga berakhir di Flores pada tahun 1595 dengan membangun
sebuah benteng di Ende, Flores.
Kolonisasi Pemerintah Belanda.
Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah
kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles,
pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816.
Pada akhirnya ketika Soekarno mendengar bahwa Jepang sudah tidak memiliki
kekuatan lagi untuk mengambil keputusan, maka pada 17 Agustus 1945, Soekarno
membaca kan teks proklamasi di depan jutaan masyarakat Indonesia
Kolonisasi Jepang.
Masa pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun merupakan salah
satu periode yang paling menentukan dalam sejarah Indonesia. Sebelum
serbuan Jepang tidak ada satu pun tantangan yang serius terhadap
kekuasaan Belanda di Indonesia. Pada waktu Jepang menyerang telah
berlangsung begitu banyak perubahan luar biasa yabg memungkinkan
terjadinya Revolusi Indonesia. Jepang member sumbangan langsung pada
perkembangan-perkembangan tersebut. Terutama di Jawa, dan sampai
tingkatan yang lebih kecil di Sumatera, mereka mengindoktrinasi, melatih,
dan mempersenjatai banyak dari generasi muda serta member kesempatan
kepada para pemimpin yang lebih tua untuk menjalin hubungan dengan
rakyat.
Bab II
PEMBAHASAN
Kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12,
namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi.
Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui
Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia
Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.[4]
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang
pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai
Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal
ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama
Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari
Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan
Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan
seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang
binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang
mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang
semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang
tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan
kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak,
tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya
seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada
saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja
Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal
dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan
oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.[5]
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya,
sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1
Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate.
Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang
Muslim bernama Bayanullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk
dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada
akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan
mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan
Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada
mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari
pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para
mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk
lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk diantaranya:
Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, dan Kesultanan Ternate dan
Kesultanan Tidore di Maluku
era kerajaan Hindu-Buddha
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara
lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit.
Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan maritim yang kuat di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.[1][2] Dalam bahasa Sansekerta, sri berarti "bercahaya" dan wijaya berarti "kemenangan".[2] Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. selanjut prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.[6][7] Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan[2] diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa dari Jawa di tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya dibawah kendali kerajaan Dharmasraya.[8]
Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan sejarawan tidak mengetahui keberadaan kerajaan ini. Eksistensi Sriwijaya diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George Cœdès dari École française d'Extrême-Orient.[2] Sekitar tahun 1992 hingga 1993, Pierre-Yves Manguin membuktikan bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatra Selatan, Indonesia)[2]. Namun Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak di provinsi Jambi sekarang[8], yaitu pada kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi. Sementara Moens sebelumnya berpendapat letak Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (provinsi Riau sekarang), dengan asumsi petunjuk arah perjalanan catatan I Tsing,[ serta hal ini dapat juga dikaitkan dengan berita tentang pembangunan candi yang dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se li chu la wu ni fu ma tian hwa atau Sri Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada kaisar Cina yang dinamakan cheng tien wan shou (Candi Bungsu, salah satu bagian dari candi yang terletak di Muara Takus).
Kerajaan Majapahit
Majapahit adalah sebuah kerajaan di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya dan mejadi Kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas pada masa
kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebat.
Hanya terdapat sedikit bukti fisik sisa-sisa Majapahit, dan sejarahnya tidak jelas. Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.[5] Parang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.
Kerajaan Kutai
Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil . Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh.
berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
A. Indonesia Bagian Timur ( ±1630-1800)
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah
yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-
kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak
terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975
ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda
menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek
di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa
Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II.
Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi
salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda
bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan
kemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh
pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia
Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC).
VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di
wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di
Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap
perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan
dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil
rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang
dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda
terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh
atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-
pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di
perkebunan pala.VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini,
dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram
dan Banten.
Mereka sudah lama tinggal di Maluku, tetapi usaha – usaha mereka
memaksakan monopoli atas produksi pala, bunga pala, dan yang terpenting
cengkeh, baru mencapai sedikit keberhasilan. Dan kemudian muncul sebuah
persekutuan lokal untuk menentang mereka, yang terutama terdiri atas kaum
Muslim Hitu (Ambon bagian utara) dan pasukan – pasukan Ternate yang ada di
Hoamoal (Semenanjung Seram bagian barat) dengan dukungan kerajaan bangsa
Makassar, Gowa. Persekutuan anti VOC tersebut dipimpin oleh seorang Hitu yang
beragama Islam, Kakiali yang mana dia adalah salah seorang murid Sunan Giri di
Jawa. Pada saat itu dia berpura – pura bersikap bersahabat dengan pihak Belanda,
sekaligus dia mendukung komplotan – komplotan anti VOC. Orang – orang Hitu
mulai membangun benteng – benteng di wilayah pedalaman , dan para pejuang
yang beragama Islam mulai menjarah perkampungan – perkampungan orang
Kristen. Penyelundupan cengkeh yang melanggar peraturan VOC semakin
berkembang. Pihak VOC di Ambon tidak memiliki kekuatan militer untuk
menumpas perlawanan yang tersebar luas itu maupun unyuk mengawasi
perdagangan cengkeh. Pada tahun 1634 VOC memperdayakan Kakiali diatas
sebuah kapal VOC dan menawannya, yang menyebabkan larinya orang – orang
Hitu ke benteng – benteng mereka dan bersiap – siap menghadapi peperangan.
Perlawanan terhadap VOC menjadi makin bertambah besar dan bahkan diduga
sudah mulai merembes diantara masyarakat Kristen.
.
B. JAWA ( ±1640 – 1682 )
Pada pertengahan dan tahun – tahun terakhir abad XVII kedua kerajaan yaitu
kerajaan Mataram dan Banten menghadapi konflik – konflik yang berat di dalam
negeri yang tidak dapat diabaikan oleh VOC di Batavia. Dilihat dari segi
kepentingan VOC, Banten serupa dengan Maluku dalam beberapa hal. Kerajaan
ini merupakan sumber lada yang utama, yang bahkan dalam dunia perdagangan
menjadi lebih penting daripada rempah – rempah Maluku. Di kerajaan ini
bertempat tinggal orang – orang Eropa lain yang bersaing dengan Kompeni
Belanda, negeri ini dapat dicapai dari laut dan perlawanan disana dapat
menggangu Batavia seperti yang telah mengancam Ambon di timur. Sedangkan
kerajaan Mataram merupakan kerajaan yang jauh lebih besar daripada negeri
manapun yang pernah diserang VOC dan mempunyai wilayah pedalaman yang
luas, sehingga kekuatan angkatan laut VOC tidak banyak berarti. Negeri ini
menjadi semakin penting bagi VOC karena kerajaan ini menjadi pemasok beras,
yang tanpa itu Belanda dan sekutu – sekutunya tidak dapat hidup, dan kayu, yang
tanpa itu mereka tidak dapat membangun kapal – kapal. Kerajaan ini juga
merupakan suatu ancaman yang potensial bagi keamanan Batavia. Kepentingan
dagang VOC hampir seluruhnya terbatas di pesisir Jawa, tetapi kejadian –
kejadian disana mempunyai kaitan yang sangat erat dengan wilayah pedalaman
sehingga orang – orang Belanda akhirnya terpaksa bergerak ke jantung Pulau
Jawa.
Penguasa kerajaan Mataram adalah Susuhunan Amangkurat I (1646-77).
Kegiatan Amangkurat I meniadakan kesepakatan orang – orang terkemuka yang
sangat penting artinya bagi kedudukan raja Jawa. Dia membunuh orang – orang
yang dicurigai menentangnya, baik di istana maupun di seluruh pelosok
kerajaannya dan tentu saja menimbulkan kegelisahan dan ketakutan diantara
orang – orang yang masih hidup. Tampak jelas perpecahan di daerah – daerah luar
perbatsan kerajaan. Karena menuntut kepatuhan yang sxebenarnya tidak dapat
dipaksakannya, maka tindakan Amangkurat I tersebut telah mendrong sekutu -
sekutu dan vasal – vasalnya untuk meninggalkannya. Pada tahun 1650 dia
memerintahkan tentara Cirebon menyerang Banten dan pada akhir tahun 1657
tentara Mataram sendiri bergerak menyerang Banten. Kedua serangan tersebut
mengalami kegagalan, sehingga tidak hanya memperkuat perasaan benci Banten
terhadap Mataram namun kemungkinan besar juga menyebabkan Cirebon
meragukan manfaat dari sikap tunduknya kepada Amangkurat I. Satu – satunya
upaya untuk menguasai Ujung Timur pada tahun 1647 mengalami kegagalan,
sehingga sesudah itu wilayah ini tetap bebas dari pengaruh Mataram. Pihak Bali
menyerang pesisir timur dan Mataram tidak dapat berbuat apa –apa. Di luar Jawa,
hanya Palembanglah yang masih tetap menyatakan setia dengan harapan yang
sangat tipis bahwa Mataram akan bersedia membantunya, pertama – tama
melawan musuh mereka bersama, Banten dan kemudian dalam perang melawan
VOC. Jambi dengan tegas menolak kekuasaan Mataram sesudah tahun 1663 dan
memilih bekerja sama dengan VOC. Kalimantan juga sama sekali bebas dari
pengaruh Mataram sesudah sekitar tahun 1659. Selama peperangannya dengan
VOC, Sultan Hasanuddin dari Gowa mengirim utusan – utusan ke Mataram pada
tahun 1657 dan 1658. Akan tetapi, Amangkurat I meminta supaya Hasanuddin
datang sendiri ke istananya sebagai tanda takluk, yang jelaas tidak akan dilakukan
oleh Hasanuddin. Sebagai akibatnya maka sudah jelas bahwa hubungan Gowa –
Mataram menjadi dingin.
Dan adapun hubungan raja dengan VOC mula – mula tampak bersahabat.
Pada tahun 1646 dia menyetujui suatu perjanjian persahabatan yang mengatur
pertukaran tawanan, dan VOC mengembalikan uang yang telah dirampasnya dari
seorang utusan Sultan Agung yang sedang dalam perjalanan ke Mekkah pada
tahun 1642. Amangkurat I tampaknya menganggap perjanjian ini sebagai bukti
tunduknya Batavia kepda kekuasaannya, dan VOC tidak merasa perlu menyatakan
penafsiran lain. Serangkaian perutusan VOC mengunjungi istana antara tahun
1646 dan 1654, dan pos perdagangan VOC di Jepara dibuka kembali pada tahun
1651. Hubungan dagang VOC dengan daerah pesisir berkembang lagi.
Dimulainya lagi perdagangan Jawa – VOC di daerah pesisir telah
mengakibatkan timbulnya suatu krisis internal baru di Jawa. Barang – barang
yang dibutuhkan VOC terutama beras dan kayu adalah hasil – hasil dari pesisir.
Sehingga para pengusaaha, pejabat, dan pedagang di daerah pesisir utaralah yang
memperoleh keuntungan yang banyak sedangkan kerajaan mendapatkan
keuntungan yang sedikit. Oleh karena itu, Amangkurat I mulai melakukan
pengawasan yang semakin ketat terhadap daerah pesisir sehingga membangkitkan
kembali antagonisme yang mendalam antara daerah pesisir dan daerah pedalaman.
Dikarenakan raja tidak dapat menguasai daerah pesisir maka pada tahun 1655
Amangkurat I memerintahkan agar pelabuhan – pelabuhan ditutup sama sekali.
Akan tetapi, pada tahun 1657 pelabuhan – pelabuhan tersebut dibuka kembali,
tetapi pada tahun 1660 dinyatakan tertutup lagi bagi semua pedagang dan kali ini
pos perdagangan VOC di Jepara juga ditutup. Penutupan pelabuhan kedua kalinya
ini merupakan pembalasan atas tindakan VOC menghancurkan Palembang pada
tahun 1659.
C. Jawa, Madura, dan VOC (±1680 – 1754)
Nasib VOC dan penduduk Jawa kini saling jalin – menjalin. Bagi VOC
kejadian – kejadian di Jawa merupakan masalah yang penting karena mereka telah
mengiventasikan tenaga dan dana bagi restorasi bangsa Mataram dan kini ingin
memperoleh keuntungan dari investasi tersebut. Bagi pihak Jawa ada prioritas –
prioritas lain yang harus dipikirkan namun tidak mungkin lagi terjadi satu pun
perubahan yang besar tanpa adanya kemungkinan keterlibatannya VOC.
Keterlibatan orang – orang Madura dalam kejadian – kejadian di Jawa yang telah
mengundang campur tangan VOC pun masih terus berlanjut. Hingga pertengahan
abad XVIII keterikatan usaha – usaha Belanda, Madura, dan Jawa ini
mengakibatkan timbulnya banyak malapetaka.
Hubungan antara raja dengan VOC segera memburuk. Pembayaran –
pembayaran yang seharusnya dilakukan untuk mengganti pengeluaran militer
VOC tidak diberikan. Pengiriman beras, kayu dan gula diganggu, ganti rugi untuk
garnisun VOC yang ditempatkan di istana tidak dibayarkan, Semarang diserahkan
kepada VOC tetapi terus timbul kesulitan – kesulitan mengenai batas – batasnya
dan markas besar VOC di kawasan pesisir tetap berada di Jepara.
Pada tahun 1689 terbongkar suatu komplotan yang mengerikan VOC. Sejak
tahun 1665 pimpinan orang Ambon di Batavia adalah seorang Muslim yang
bernama Kapten Jonker. Dia telah bertempur di pihak VOC melawan orang –
orang Portugis di Timor dan Srilangka, melawan orang – orang Makassar, orang –
orang Banten di dekat Batavia, orang – orang Minang di Sumatera. Pada bulan
Agustus 1689 diketahu bahwa Jonker telah bergabung dengan musuh – musuh
VOC yang lain untuk merencanakan suatu pembantaian besar – besaran terhadap
orang – orang Eropa di Batavia. Diduga dia telah menjalin hubungan dengan Raja
Sakti maupun Amangkurat II, dan kabarnya prajurit – prajurit, kuda dan dana
sedang dikirim dari Kartasura untuk membantunya. Dengan terbongkarnya
komplotan itu maka VOC berusaha menangkap Jonker, tetapi dia mulai
melakukan perampokan serta pembunuhan dan baru tertangkap dan dibunuh
setelah dilakukan suatu pengejaran. Para pengikutnya kemudian melarikan diri ke
Kartasura, dimana mereka memperoleh perlindungan.
Selama kurun waktu 1683 – 1710, VOC menghadapi banyak masalah –
masalah keuangan yang sangat berat. Diantara kedua puluh tiga kantornya di Asia.
Hanya tiga (Jepang, Surat, dan Persia) yang biasanya memperlihatkan
keuntungan. Sembilan menunjukkan kerugian setiap tahun, termasuk Ambon,
Banda, Ternate, Makassar, Banten, Cirebon, dan wilayah pesisir Jawa. VOC kini
mengelola suatu perusahaan yang hampir tidak dapat memberi keuntungan.
Pengeluaran – pengeluaran yang sangat tinggi mendorong VOC menuntut
semakin banyak kepada rakyat Jawa, yang mengakibatkan terjadinya
pemberontakan dan perlawanan lebih lanjut, sehingga dengan demikian
menjadikan pengeluarannya menjadi lebih tinggi lagi.
D. JAWA dan VOC (±1745 – 1792)
Kemajuan militer belum membuahkan stabilitas dan hanya memberi sedikit
keuntungan kepada pihak VOC. Di Jawa kemajuan itu diikuti dengan serangkaian
peperangan yang kejam dan ketidakstabilan yang terus – menerus. Pada bagian
kedua abad XVIII kemajuan VOC akan terhenti dan usaha pertama orang – orang
Belanda untuk berkuasa ini akan berakhir dengan ditarik mundurnya sebagian
kekuatannya. Pihak VOC harus membatasi kegiatan – kegiatannya hanya di
wilayah Jawa Barat dan pesisir utara Jawa dan Maluku, dan dengan demikian
memungkinkan semacam pemulihan kerajaan Jawa.
Akan tetapi, dari tahun 1750 sampai tahun 1754, semakin banyak
pemberontakan yang terjadi. Pada tahun 1750 Mas Said,yang pada saat itu
menjabat sebagai patih Mangkubumi, menyerang Surakarta lagi dan menimbulkan
kerugian yang besar di pihak VOC.
Di luar Jawa abad XVIII menunjukkan pembatasan dari kedudukan –
kedudukan VOC pada tingkat yang lebih kecil seiring dengan penarikan mundur
kekuatannya ke daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Indonesia VOC
tidak lagi menghadapi saingan berat dari bangsa Eropa lainnya, kecuali orang –
orang Inggris di Sumatera Selatan. Pos – pos yang letaknya jauh, seperti di Timor,
Makassar, Palembang, Padang, Kalimantan Selatan pada dasarnya hanya menjadi
lambang kehadiran VOC belaka. Bahkan monopoli cengkeh VOC di Ambon pun
juga tumbang. Pada tahun 1769 dua ekspedisi Perancis merampas tanaman –
tanaman cengkeh disana dan membawanya ke Mauritius, dan segera juga ke
wilayah – wilayah jajahan Perancis lainnya. Kondisi keuangan VOC mengalami
kemunduran. VOC sangat letih karena menghadapi banyak peperangan. Dan tidak
menghendaki terjadinya perang lagi. Usahanya yang utama kini beralih ke
produksi teh dan kopi – kopi di dataran – dataran tinggi Priangan.
BAB III
Pembentukan Negara Jajahan (±1800 – 1910)
A. JAWA, (1792 – 1830)
Pada dasawarsa terakhir abad XVIII kerajaan – kerajaan Jawa, Surakarta, dan
Yogjakarta menghadapi banyak masalah, tetapi keduua kerajaan ini lebih merdeka
dari tekanan orang – orang Eropa daripada kerajaan Jawa lainnya. Golongan elite
bangsawan masih tetap berkuasa, dan khususnya di Yogyakarta telah diselesaikan
suatu pemulihan kerajaan secara besar – besaran. Akan tetapi, konflik – konflik
internal akan segera mengakibatkan timbulnya krisis bagi Yogyakarta, justru
ketika ancaman orang – orang Eropa muncul lagi secara tiba – tiba. Akibatnya
adalah hancurnya kemerdekaan Jawa secara total dalam waktu kurang dari empat
puluh tahun sesudah wafatnya Hamengkubowono I, dan dimulainya zaman
penjajahan yang sebenarnya dalam sejarah Jawa.
Sedangkan VOC sendiri sudah hampir gulung tikar. Selama perang Inggris IV
(1780 - 1784) VOC di Indonesia semakin terpisah dari negeri Belanda. VOC
bukan saja harus meminjam sekitar 2.300 orang prajurit dari Surakarta dan
Yogyakarta guna mermpertahankan Batavia terhadap serangan yang diduga akan
dilancarkan oleh pihak Inggris, melainkan juga berpaling kepada pemerintah
negeri Belanda di tanah air untuk mendapat bantuan keuangan. Pemerintah
Belanda kemudian memulai penyelidikannya terhadap kondisi VOC dan berhasil
mengungkapkan kebangkrutan, skandal, dan salah urus di segala segi. Pada bulan
Desember 1794- Januari 1795 perancis menyerbu negeri Belanda dengan penuh
sukses dan membentuk sebuah pemerintahan boneka Perancis. Pada tahun 1796
Heeren XII dibubarkan dan digantikan oleh suatu komite baru, dan sesudah itu
VOC secara resmi dibubarkan pada tanggal 1 Januari 1800. Wilayah-wilayah
yang menjadi miliknya kini menjadi milik Pemerintah Belanda. Akan tetapi,
hanya perubahan kecil yang terjadi di Indonesia, karena personil-personil yang
memegang jabatan masih tetap sama dan mereka juga masih mengikuti cara-cara
lama.
Pada tahun 1808 mulai berlangsung suatu zaman baru dalam hubungan Jawa –
Eropa. Negeri Belanda telah berada dibawah kekuasaan Perancis sejak tahun
1795. Sehubungan dengan sentralisasi kekuasaan yang semakin besar, maka
Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya, Louis Napoleon, sebagai penguasa di
negeri Belanda pada tahun 1806. Pada tahun 1808 Louis mengirim Masekal
Herman Willem Daendels ke Batavia untuk menjadi Gubernur Jendral (1808 –
1811) dan untuk memperkuat pertahanan Jawa sebagai basis melawan Inggris di
samudera Hindia.
Daendels adalah seorang pemuja prinsip-prinsip pemerintahan yang
revolusioner. Dia membawa suatu perpaduan antara semangat pembaruan dan
metode-metode kediktatoran ke Jawa yang sebenarnya hanya sedikit berhasil
namun banyak menimbulkan perlawanan. Dia berusaha memberantas
ketidakefisienan, penyelewengan, dan korupsi yang menyelimuti administrasi
Eropa, tetapi banyak diantara langkah-langkah pembaruannya yang hanya sedikit
mendatangkan hasil. Dan Daendels memperlakukan para penguasa Jawa Tengah
seperti mereka itu merupakan raja-raja taklukan Batavia. Menurut hukum,
tindakannya itu betul karena perjanjian tahun 1749 telah menyerahkan kedaulatan
kepada VOC. Akan tetapi sebelum ini tidak pernah Batavia sebetulnya berusaha
melaksanakan kekuasaannya di wilayah pedalaman. Para residen di istana-istana
kini dinamakan “ Minister “, “Residen”. Mereka seharusnya dianggap oleh
keraton-keraton Jawa bukan sebagai duta dari sekutu yang satu untuk sekutu yang
lain, melainkan sebagai wakil-wakil lokal dari kekuasaan yang ada pada
pemerintahan Eropa yang diwakili di Batavia oleh Gubernur Jendral. Seharusnya
dalam semua urusan protokol mereka sederajat dengan raja-raja Jawa sendiri. Ini
merupakan suatu pelanggaran langsung terhadap hubungan yang sudah terjalin
sejak tahun 1750-an. Sesuai dengan kepribadian dan kebijakan meraka,
Pakubuwono IV menyambut baik perubahan-perubahan tersebut tetapi
Hamengkubuwono II menolaknya dan dimulailah suatu masa konflik yang
panjang yang akan berakhir dengan meletusnya perang Jawa.
Daendels tidak membawa pasukan baru bersamanya, tetapi dia segera
meningkatkan jumlah pasukan yang sebagian besar terdiri atas orang-orang
Indonesia yang menjadi tentara kolonial Belanda dari 4.000 menjadi 18.000
orang. Pada saat itu,tanggapan Pakubuwono IV yang semakin cerdik meyakinkan
Daendels bahwa dia bersedia bekerja sama, tetapi tampaknya Hamengkubuwono
II sedang bersiap-siap melancarkan perang. Sebenarnya tampaknya dia belum
bermaksud melancarkan perang total pada tahapan ini, tetapi kecurigaan Deandels
telah memperbesar ancaman bahaya terhadap posisi Yogyakarta. Pada tahun1810
kepala pemerintahan sultan untuk wilayah – wilayah luar, Raden Rangga,
melancarkan sebuah pemberontakan terhadap pemerintahan orang Eropa.
Pemberontakan ini berhasil ditumpas dengan mudah dan Rangga terbunuh, tetapi
purtanya Sentot masih hidup untuk memainkan peranan penting dalam perang
Jawa.
Pembelotan dan jumlah tawanan dari pihak pemberontak semakin meningkat.
Pada bulan April 1829 Kiai Maja ditangkap. Pada bulan September 1829 paman
Dipanagara, pangeran Mangkubumi, dan panglima utamanya, Sentot, kedua-
duanya menyerah. Sentot pula akan menjalankan tugas di pihak pemerintah
melawan kaum Padri di Sumatera, sedangkan Mangkubumi diangkat sebagai
salah satu pangeran-pangeran yang paling senior dari yogyakarta. Akhirnya pada
bulan Maret 1830 Dipanagara bersedia melakukan perundingan-perundingan di
Magelang. Apa yang diharapkannya untuk menghadiri pertemuan ini tidaklah
jelas, tetapi sudah pasti bahwa dia akan ditawan. Pihak Belanda mengasingkannya
ke Manado dan kemudian ke Makasar, dimana dia meninggal pada tahun 1855.
Pemberontakan kini berakhir. Perang Jawa tersebut merupakan perlawanan
terakhir kelompok elit bangsawan Jawa. Perlawanan ini merupakan suatu gerakan
konservatif, suatu usaha yang sia-sia untuk kembali lagi kepada keadaan-keadaan
sebelum meningkatnya kekuatan kolonial yang muncul sejak tahun1808.
B. JAWA (1830 – 1900)
C. Daerah – daerah Luar Jawa (± 1800 – 1910)
Sampai sekitar tahun 1910 sebagian besar wilayah yang sekarang ini meliputi
Republik Indonesia telah jatuh dibawah kekuasaan Belanda. Gubernur Jendral
Van Den Bosch menanamkan keuntungan sebagai prinsip utama pemerintah, dan
merasa yakin bahwa oleh karenanya Belanda harus membatasi perhatian mereka
hanya terhadap Jawa, Sumatera, dan Bangka saja. Meski pun demikian, sejak
tahun 1840 dan seterusnya keterlibatan Belanda di seluruh wilayah luar Jawa
semakin meningkat. Mengenai hal ini ada banyak alasannya, sering kali ada
dorongan-dorongan ekonomi, termasuk usaha melindungio antar pulau. Seringkali
para pejabat daerah yang berkebangsaan Belanda melakukan campur tangan
karena adanya ambisi untuk kemuliaan atau kenaikan pangkat, walaupun
demikian meraka melawan kebijakan resmi Batavia yang sebenarnya adalah
menghindari perluasaan kekuasaan Belanda.
Pada perempat terakhir abad XIX perimbangan kekuatan militer berubah
secara menentukan terhadap negara-negara Indonesia yang masih merdeka, dan
inilah yang memungkinkan berlangsungnya tahap terakhir perluasan kekuasaan
Belanda. Beberapa penguasa yang masih merdeka berusaha memperbaiki
perimbangan itu dengan jalan membeli persenjataan modern, tetapi mereka jarang
sekali dapat menyamai kekuatan militer angkatan perang penjajah untuk waktu
yang lama.Perluasan kekuasaan Belanda ke daerah-daerah luar Jawa benar-benar
berbeda dengan perluasaan kekuasaannya di Jawa, karena di sebagian besar
daerah luar Jawa tidak pernah ada alasan yang permanen atau sungguh-sungguh
untuk menguasai oleh pihak Belanda.
Keterlibatan yang lama dengan Belanda. Madura Timur diserahkan pada
VOC pada tahun 1705 dan Madura Barat pada tahun 1743. Pulaunya tidak begitu
subur, dan pada mulanya hanya mempunyai nilai ekonomi yang kecil bagi
Belanda. Hasil utamanya adalah manusia yang melakukan migrasi secara besar-
besaran ke Jawa Timur dalam rangka mencari kehidupan yang lebih baik. Madura
juga merupakan sumber serdadu kolonial dan inilah nilainya yang utama bagi
Belanda. Sedangkan pengalaman di Bali berbeda sekali dari pengalaman di
Madura. Belanda telah menghadapi prajurit-prajurit Bali di Jawa pada abad XVIII
dan juga menjadi pembeli utam budak-budak Bali, yang banyak diantaranya
bertugas dalam pasukan VOC dan angkatan perang kolonial. Akan tetapi, Belanda
tidak terlibat secara langsung di pulau yang bergolak ini. Pemerintah Inggris di
Jawa telah berperang dengan raja Buleleng dan Karangasem pada tahu 1814
dalam usaha mengakhiri perdagangan budak. Pihak Bali menyerah, tetapi
perdangan budak berjalan terus. Setelah tahun 1816 pemerintah kolonial Belanda
melakukan beberapa usaha membujuk raja-raja Bali (yang pada tahun 1839
berjumlah 10 orang) untuk bersedia menerima kekuasaan Belanda tetapi tidak
berhasil. Walaupun beberapa raja Bali setuju untuk menyediakan prajurit-prajurit
untuk angkatan perang kolonial, tetapi Belanda tidak mempunyai pengaruh yang
besar di pulau tersebut.
Zaman Penjajahan Baru.
Pada permulaan abab XX, kebijakan penjajahan mengalami perubahan belanda
mengalami perubahan arah yang palin mendasar dalam sejarahnya. Eksploitasi
terhadap Indonesia mulai berkurang sebagai pembenaran utama bagi kekuasaan
belanda, dan digantikan dengan pernyataan-pernyataan keprihatinan atas
kesejahteraan bangsa Indonesia. Kebijakan ini dinamakan politik ethis.
Politik ethis berakar baik pada masalah kemanusiaan maupun pada keuntungan
ekonomi. Kecaman-kecaman terhadap pemerintahan bangsa belanda mulai
membuahkan hasil. Selama zaman liberal (1870-1900) kapitalisme suasta
memainkan pengaruh yang sangat menentukan kebijakan bagi penjajah. Modal
belanda maupun internasional mencari peluang baru bagi investasi dan ekspoitasi
bahan-nahan mentah, khususnya di daerah luar jawa, terasa adanya kebutuhan
akan tenaga kerja Indonesia dalam perusahan modern maka lahirlah politik ethis
Semua ini berlangsung dalam lingkungan ekonomi yang sedang berubah cepat.
Aksi-aksinya penaklukan yang dilakukan di daerah luar jawa telah memperluas
kekuasaan belanda. Dari tahun 1900 sampai 1930 produksi gula meningkat
hampir empat kali lipat dan pruduksi teh meningkat. Juga produksi tembakau,
lada, kopra, timah, kopi, yang semakin meningkat. Ada 2 jenis komoditi yang
sangat penting untuk menempatkan Indonesia pada garis depan perekonomian
dunia.
Adanya kandungan minyak bumi di daerah langkat, Sumatra utara telah diketahui
sejak tahun 1860-an. Daerah ini merupakan daerah yang tidak tenang selama
perang di Aceh. Pada mulanya minysk bumi digunakan untuk minyak lampu.
Memang merupakan sebuah kebetulan dalam dunia modern. Perusahaan-
perusahan langsung tertarik pada kandungan minyak bumi Indonesia.
Produk lainnya adalah karet yang berhubungan denghan industri mobil, pohon
karet yang asli, ficus elastic, diusahakan menjadi tanaman di jawa barat. Karet
mulai diekpor pada tahun 1912. Mpada tahun 1930, 44 persendari luas tanah yang
disediakan untuk menanam tanaman karet, pada saat itu hampir separoh pasokan
karet dunia berasal dari Indonesia.
Bukan hanya para pengusaha belanda saja yang aktif di Indonesia. Pembentukan
Royal Dutch Shell pada tahun 1970 mencerminkan penginternasionalisasian
investasi secara umum.
Bergesernya kegiatan ekonomi di daerah luar jawa itu menimbulkan kesulitan
yang besar dalam kebijakan pemerintah, hal ini akan mengakibatkan dikenakan
biaya pajak yang besar. Ketika langkah-langkah kesejahteraan mulai di jalankan
di jawa, orang sunda dan jawa menyazdari bahwa dana di minta dari mereka
untuk menjalankan program-progam.
Pertumbuhan ekonomi dan masalah kesejahteran penduduk pribumi hanya
mempunyai kaitan dalam proyek-proyek infrastruktur saja. Perluasan jaringan rel
kereta api dan trem. Belanda meningkatkan produksi bahan pangan dengan jalan
mengadakan bibit baru, mendorong permakaian pupuk.
Pertambahan penduduk mempengaruhi semua perkembangan yang terjadi selama
zaman penjajahan baru, pada tahun 1930 dilakukan sensus penduduk yang dapat
memberikaj angka yang dapat di percaya untuk Indonesia. Pertumbuhan
penduduk jawa mempunyai hubungan kaitan yang mendasar terhadap tingkat
kesejahteraan yang rendah, tetapi pihak belanda tidak bisa menyelesaikan masalah
tersebut. Penduduk belanda seluruhnya berjumlah 306000 jiwa.
Orang-orang belanda telah meningkatkan anggaran belanja merek untuk proyek
kesehatan umum sebesar hampir sepuluh kali lipat.dilakukan progam imunisasi,
kampanye-kampanye anti malaria, dan perbaikan-perbaikan kesehatan barang kali
menyebabkan turunnya angka kematian. Desa akan menjadi perangkat pokok
pemerintahan dalam mengusahakan kesejahteraan. Peraturan desa tahun 1906 dan
praktek pihak belanda yang bertujuan untuk meningkat peran serta rakyat secara
demokratis dalam urusan desa, untuk meningkatkan paduan social.
Banyak sekali usaha yang dijalankan dibidang pendidikan, dan hasil-hasilnya
sering kali membuat
Perang dunia II dan pendudukan jepang
Masa pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun merupakan salah
satu periode yang paling menentukan dalam sejarah Indonesia. Sebelum serbuan
Jepang tidak ada satu pun tantangan yang serius terhadap kekuasaan Belanda di
Indonesia. Pada waktu Jepang menyerang telah berlangsung begitu banyak
perubahan luar biasa yabg memungkinkan terjadinya Revolusi Indonesia. Jepang
member sumbangan langsung pada perkembangan-perkembangan tersebut.
Terutama di Jawa, dan sampai tingkatan yang lebih kecil di Sumatera, mereka
mengindoktrinasi, melatih, dan mempersenjatai banyak dari generasi muda serta
member kesempatan kepada para pemimpin yang lebih tua untuk menjalin
hubungan dengan rakyat.
Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah oleh jepang. Sumatera ditempatkan
dibawah angkatan darat ke-25, sedangkan jawa dan Madura berada dibawah
angkatan darat ke-16 kedua wilayah ini berada dibawah angkatan darat wilayah ke
7 dengan markas besarnya diSingapura. Di Kalimantan dan Indonesia Timur
dikuasai oleh angkatan laut. Kebijakan antara wilayah-wilayah tersebut sangat
berbeda. Pada umumnya Jawa dianggap sebagai daerah yang secara politik paling
maju namun secara ekonomi kurang penting, sumber dayanya yang utama adalah
manusia. Kebijakan-kebijakan Jepang disana membangkitkan rasa nasional yang
jauh lebih mantap dari pada kedua wilayah lainnya.
Salah satu tugas pertama pihak Jepang adalah menghentikan revolusi-
revolusi yang mengancam akan menyertai penaklukan mereka. Serangan-serangan
terhadap orang Eropa dan perampokan terhadap rumah-rumah mereka di Banten,
Cirebon, Surakarta, dn daerah-daerah lainnya tampak akan menjurus kesuatu
gelombang revolusi. Di Aceh dan di Sumatera Barat dan Timur, ketegangan-
ketegangan diantara penduduk asli yang timbul dari jaman penjajahan Belanda
mulai meletus dalam tindak kekerasan. Para pemimpin agama Aceh membentuk
PUSA( Persatuan ulama-ulama seluruh Aceh ) pada tahun 1939 dibawah
pimpinan Muhammad Daud Beureu’eh (1899-1987) untuk mempertahankan
Isalam dan mendorong pemodernisasian sekolah-sekolah Islam. Organisasi
tersebut segera menjadi pusat perlawanan terhadap pejabat-pejabat keturunan ulee
balang, yang mendapat dukungan Belanda. PUSA telah menghubungi pihak
Jepang dan merencanakan akan membantu serangan mereka. Pada tanggal 9
februari 1942, tiga minggu sebelum mendaratnya Jepang didaerah itu, para ulama
Aceh memulai suatu kampanye sabotase terhadap Belanda dan pada awal bulan
maret Aceh memberontak. Kebanykan para ulee balang memutuskan untuk tidak
melawan arus, dan belanda tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengungsi
keselatan. Para pemimpin PUSA berharap pihak Jepang meenghadiahi mereka
atas usaha-usaha mereka menggeser kekuasaan para ulee balang.
Tujuan utama Jepang adalah menyusun dan mengarahkan kembali
perekonomian Indonesia dalam rangka menopang supaya perang Jepang dan
rencana-rencananya bagi dominasi ekonomi jangaka panjang terhadap Asia Timur
dan Tenggara.
Kebijaksanaan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua
perioritas : menghapuskan pengaruh-pengaruh barat dikalangan mereka dan
memobilisasikan mereka demi kemenangan Jepang. Seperti halnya Belanda,
Jepang bermaksud menguasai Indonesia untuk kepentingan sendiri . mereka
menghadapi banyak masalah yang sama dengan yang dihadapi Belanda dan
menggunakan banyak cara pemecahan yang sama akan tetapi suatu perang besar
yang memerlukan pemamfaatan maksimum atas sumber-sumber, pihak Jepang
memutuskan untuk berkuasa melalui mobilisasi khususnya di Jawa dan di
Sumatera dengan memaksakan sesuatu ketenangan yang tertib. Dengan
berkembangnya peperangan, maka usaha-usaha mereka yang semakin menggelora
untuk memobilisasikan rakyat Indonesia meletakkan bagi revolusi yang akan
menyusul.
Pada bulan april 1942 usaha pertama pada suatu gerakan rakyat, “Gerakan
Tiga A” dimulai di Jawa nama ini berasal dari selogan bahwa Jepang adalah
pemimpin Asia, pelindung Asia, dan cahaya Asia. Didalam gerakan tersebut pada
bulan juli didirikan suatu subseksi islam yang dinamakan Persiapan Persatuan
Umat Islam di bawah pimpinan Abi Koesno Tjokrosoejoso (1897).
Pihak Jepang masih tetap membutuhkan sumber-sumber alam Indonesia
untuk keperluan perang dan inilah yang tetap diutamakan mereka. Tenaga kerja
Indonesia kini mulai dieksploitasi secara lebih kejam daripada saat-saat
sebelumnya. Pada bulan oktober 1943 pihak Jepang memerintahkan
penghimpunan “serdadu-serdadu ekonomi” (Romusha), terutama para petani yang
yang diambil dari desa-desa mereka di Jawa dan diperkerjakan sebagai buruh.
Pada bulan oktober 1943 pihak Jepang membentuk organisasi pemuda
Indonesia yang paling berarti, yaitu Peta (pembela tanah air). Organisasi ini
merupakan suatu suksa rela Indonesia yang pada akhir perang beranggotakan
37000 orang di Jawa dan sekitar 20000 orang disumatera. Diantara mereka adalah
seorang bekas guru sekolah Muhammadiyah yang bernama sudirman (1915-
1950), Yang akan menjadi salah seorang tokoh militer terkemuka pada masa
revolusi.
Didalam Baadan penyelidik di Jakarta Sukarno mendesak agar versinya
tentang nasionalisme yang bebas dari agama di setujui. Karena konsep ini
memang merupakan satu-satunya dasar yang dapat di sepakati pemimpin –
pemimpin lainnya, maka menanglah Sukarno. Pada pidatonya pada tanggal 1 Juni
dia mengemukakan doktrin pancasilanya, “llma dasar” yang akan menjadi filsafah
resmi dari Indonesia merdeka: Ketuhanan, Kebangsaan, Perikemanusian,
Kesejahteraan, dan Demokrasi. Walaupun pancasila itu pada umumnya diterima
oleh anggota-anggota Badan penyelidik, akan tetapi para pemimpin islam merasa
tidak senang karena islam tampaknya tidak akan memainkan peranan yang
istimewa. Akhirnya mereka menyetujui suatu kompromi yang disebut Piagam
Jakartayang menyabut bahwa negara akan didasarkan atas “Ketuhanan,dengan
kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Imkplikasi
piagam Jakarta untuk hubungan antara syariat islam dan Negara akan menjadi
sumber pertentangan-pertentangan sengit dimasa mendatang. Badan tersebut
mengakhiri tugasnya dengan merancang konstitusi pertama Indonesia yang
menghendaki sebuah republik kesatuan dengan jabatan kepresidenan yang sangat
kuat, dan dengan menetapkan bahwa Negara baru tersebut tidak hanya akan
meliputi Indonesia saja tetapi juga Malaya dan wilayah-wilayah inggris
dikalimantan (Borneo).
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei,
Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme
perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru
tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan
seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang
Pada tanggal 6 Agustus bom atom pertama dijatuhkan di Hiroshima yang
menewaskan sedikitnya 78.000 orang. Peperangan di Asia sedang mendekati
tahap akhir yang mengerikan. Hari berikutnya keanggotaan sebuah Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia diumumkan diJakarta, dan berita-berita
mengenai panitia ini disiarkan keseluruh Indonesia. Lembaga tersebut
beranggotaan wakil-wakil dari Jawa maupun dari daerah-daerah luar Jawa, di
dominasi oleh generasi tua, dan dijadwalkan mengadakan pertemuan pada tanggal
19 Agustus. Pada tanggal 7 Agustus kepanitiaan pihak Jeoang yang serupa yang
akan mengambil keputusan-keputusan yang ril mengadakan pertemuan. Unisoviet
dijatuhkan diNagasaki. Pada hari itu, karena tampak terelakkan lagi bahwa pihak
Jepang akan menyerah, Soekarno, Hatta, dan Ratjiman terbang ke Saigon untuk
menemui panglima wilayah selatan, panglima tertinggi Terauchi Hisaichi, yang
mereka temui didalat pada tanggal 11 Agustus. Kepada mereka Terauchi
menjanjikan kemerdekaan bagi seluruh bekas wilayah India Belanda, tetapi
memveto pengkabungan Malaya dan wilayah-wilayah Inggris diKalimantan.
Soekarno ditunjuk sebagai ketua panitia persiapan tersebut dan Hatta sanagai
wakil ketua. Pada tanggal 14 Agustus Soekarno dan rekan-rekannya tiba kembali
di Jakarta.
Pada tanggal 16 Agustus pagi Hatta dan Soekarno tidak dapat ditemukan
diJakarta. Pada malam harinya mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda
keGarnisun Peta di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak keutara dari
jalan raya ke Cirebon, dengan dali melindungi mereka bila mana meletus suatu
pemberontakan Peta dan Heiho. Ternyata tidak terjadi suatu pemberontakan pun,
sehinggaSoekarno dan Hatta segera menyadari bahwa kejadian ini merupakan
suatu usaha memekasa mereka supaya menyatakan kemerdekaan diluar rencana
pihak Jepang, tujuan ini mereka tolak.
Era kemerdekaan
Proklamasi kemerdekaan
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk
membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan
"Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui
radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang,
Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung
berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil
Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari
sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini
mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik
Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk
wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
Daftar Pustaka
Ricklefs, M. C. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press
www.wikipedia.com
Daftar Pustaka
Ricklefs, M. C. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press
www.wikipedia.com