makalah ppkn

42
BAB I PENDAHULUAN A.Latarbelakang Sejarah perjuangan bangsa Indonesia di awali dengan munculnya beberapa kerajaan, seperti Kerajaan Hindhu-Budha dan Kerajaan Islam. Kerajaan Hindhu-Budha di awali sejak abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Kerajaan Islam hadir pada abad ke-12 dengan sistem pemerintahannya. Akan tetapi, sebenarnya Islam sudah muncul sejak abad ke-7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat. Pada masa ini juga terjadi era dimana kolonial merajai Indonesia. Ada beberapa kolonisasa yang terjadi.

Upload: dian-novita

Post on 29-Oct-2015

187 views

Category:

Documents


31 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latarbelakang

Sejarah perjuangan bangsa Indonesia di awali dengan munculnya beberapa

kerajaan, seperti Kerajaan Hindhu-Budha dan Kerajaan Islam.

Kerajaan Hindhu-Budha di awali sejak abad ke-4 hingga abad ke-7 di

wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan

Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.

Kerajaan Islam hadir pada abad ke-12 dengan sistem pemerintahannya.

Akan tetapi, sebenarnya Islam sudah muncul sejak abad ke-7 Masehi. Saat itu

sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat

Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara

dan Bani Umayyah di Asia Barat.

Pada masa ini juga terjadi era dimana kolonial merajai Indonesia. Ada

beberapa kolonisasa yang terjadi.

Kolonisasi Portugis

Afonso de Albuquerque, karena tokoh inilah yang membuat kawasan

Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya Kolonisasi

berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris

dan Belanda.

Kolonisasi Spanyol.

Fernando Magelhans. Tokoh ini yang memimpin armada yang membawa

banyak pasukan Spanyol untuk memenuhi Indonesia. Berawal sejak tahun

1521 dengan memulai pertualangannya di Sulawesi Utara hingga tahun 1692.

Kolonisasi VOC.

Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa

wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di

antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit.

Diawali dengan kedatangan Portugis di Malaka tahun 1509, mereka terus

melakukan perjalanan ke berbagai kota di Indonesia. Mulai dari Bali,

Maluku, hingga berakhir di Flores pada tahun 1595 dengan membangun

sebuah benteng di Ende, Flores.

Kolonisasi Pemerintah Belanda.

Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah

kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles,

pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816.

Pada akhirnya ketika Soekarno mendengar bahwa Jepang sudah tidak memiliki

kekuatan lagi untuk mengambil keputusan, maka pada 17 Agustus 1945, Soekarno

membaca kan teks proklamasi di depan jutaan masyarakat Indonesia

Kolonisasi Jepang.

Masa pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun merupakan salah

satu periode yang paling menentukan dalam sejarah Indonesia. Sebelum

serbuan Jepang tidak ada satu pun tantangan yang serius terhadap

kekuasaan Belanda di Indonesia. Pada waktu Jepang menyerang telah

berlangsung begitu banyak perubahan luar biasa yabg memungkinkan

terjadinya Revolusi Indonesia. Jepang member sumbangan langsung pada

perkembangan-perkembangan tersebut. Terutama di Jawa, dan sampai

tingkatan yang lebih kecil di Sumatera, mereka mengindoktrinasi, melatih,

dan mempersenjatai banyak dari generasi muda serta member kesempatan

kepada para pemimpin yang lebih tua untuk menjalin hubungan dengan

rakyat.

Bab II

PEMBAHASAN

Kerajaan Islam

Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12,

namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi.

Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui

Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia

Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.[4]

Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang

pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai

Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal

ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama

Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari

Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan

Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan

seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang

binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang

mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang

semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang

tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan

kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak,

tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya

seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada

saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja

Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal

dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan

oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.[5]

Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya,

sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1

Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate.

Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang

Muslim bernama Bayanullah.

Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk

dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada

akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan

mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan

Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada

mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.

Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari

pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para

mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk

lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk diantaranya:

Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, dan Kesultanan Ternate dan

Kesultanan Tidore di Maluku

era kerajaan Hindu-Buddha

Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara

lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.

Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.

Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit.

Kerajaan Sriwijaya

Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan maritim yang kuat di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.[1][2] Dalam bahasa Sansekerta, sri berarti "bercahaya" dan wijaya berarti "kemenangan".[2] Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. selanjut prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.[6][7] Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan[2] diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa dari Jawa di tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya dibawah kendali kerajaan Dharmasraya.[8]

Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan sejarawan tidak mengetahui keberadaan kerajaan ini. Eksistensi Sriwijaya diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George Cœdès dari École française d'Extrême-Orient.[2] Sekitar tahun 1992 hingga 1993, Pierre-Yves Manguin membuktikan bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatra Selatan, Indonesia)[2]. Namun Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak di provinsi Jambi sekarang[8], yaitu pada kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi. Sementara Moens sebelumnya berpendapat letak Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (provinsi Riau sekarang), dengan asumsi petunjuk arah perjalanan catatan I Tsing,[ serta hal ini dapat juga dikaitkan dengan berita tentang pembangunan candi yang dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se li chu la wu ni fu ma tian hwa atau Sri Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada kaisar Cina yang dinamakan cheng tien wan shou (Candi Bungsu, salah satu bagian dari candi yang terletak di Muara Takus).

Kerajaan Majapahit

Majapahit adalah sebuah kerajaan di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya dan mejadi Kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas pada masa

kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebat.

Hanya terdapat sedikit bukti fisik sisa-sisa Majapahit, dan sejarahnya tidak jelas. Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.[5] Parang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.

Kerajaan Kutai

Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil . Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh.

berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.

A. Indonesia Bagian Timur ( ±1630-1800)

Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah

yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-

kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak

terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975

ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda

menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek

di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa

Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II.

Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi

salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda

bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan

kemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.

Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh

pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia

Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC).

VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di

wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di

Batavia, yang kini bernama Jakarta.

Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap

perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan

dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil

rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang

dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda

terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh

atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-

pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di

perkebunan pala.VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini,

dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram

dan Banten.

Mereka sudah lama tinggal di Maluku, tetapi usaha – usaha mereka

memaksakan monopoli atas produksi pala, bunga pala, dan yang terpenting

cengkeh, baru mencapai sedikit keberhasilan. Dan kemudian muncul sebuah

persekutuan lokal untuk menentang mereka, yang terutama terdiri atas kaum

Muslim Hitu (Ambon bagian utara) dan pasukan – pasukan Ternate yang ada di

Hoamoal (Semenanjung Seram bagian barat) dengan dukungan kerajaan bangsa

Makassar, Gowa. Persekutuan anti VOC tersebut dipimpin oleh seorang Hitu yang

beragama Islam, Kakiali yang mana dia adalah salah seorang murid Sunan Giri di

Jawa. Pada saat itu dia berpura – pura bersikap bersahabat dengan pihak Belanda,

sekaligus dia mendukung komplotan – komplotan anti VOC. Orang – orang Hitu

mulai membangun benteng – benteng di wilayah pedalaman , dan para pejuang

yang beragama Islam mulai menjarah perkampungan – perkampungan orang

Kristen. Penyelundupan cengkeh yang melanggar peraturan VOC semakin

berkembang. Pihak VOC di Ambon tidak memiliki kekuatan militer untuk

menumpas perlawanan yang tersebar luas itu maupun unyuk mengawasi

perdagangan cengkeh. Pada tahun 1634 VOC memperdayakan Kakiali diatas

sebuah kapal VOC dan menawannya, yang menyebabkan larinya orang – orang

Hitu ke benteng – benteng mereka dan bersiap – siap menghadapi peperangan.

Perlawanan terhadap VOC menjadi makin bertambah besar dan bahkan diduga

sudah mulai merembes diantara masyarakat Kristen.

.

B. JAWA ( ±1640 – 1682 )

Pada pertengahan dan tahun – tahun terakhir abad XVII kedua kerajaan yaitu

kerajaan Mataram dan Banten menghadapi konflik – konflik yang berat di dalam

negeri yang tidak dapat diabaikan oleh VOC di Batavia. Dilihat dari segi

kepentingan VOC, Banten serupa dengan Maluku dalam beberapa hal. Kerajaan

ini merupakan sumber lada yang utama, yang bahkan dalam dunia perdagangan

menjadi lebih penting daripada rempah – rempah Maluku. Di kerajaan ini

bertempat tinggal orang – orang Eropa lain yang bersaing dengan Kompeni

Belanda, negeri ini dapat dicapai dari laut dan perlawanan disana dapat

menggangu Batavia seperti yang telah mengancam Ambon di timur. Sedangkan

kerajaan Mataram merupakan kerajaan yang jauh lebih besar daripada negeri

manapun yang pernah diserang VOC dan mempunyai wilayah pedalaman yang

luas, sehingga kekuatan angkatan laut VOC tidak banyak berarti. Negeri ini

menjadi semakin penting bagi VOC karena kerajaan ini menjadi pemasok beras,

yang tanpa itu Belanda dan sekutu – sekutunya tidak dapat hidup, dan kayu, yang

tanpa itu mereka tidak dapat membangun kapal – kapal. Kerajaan ini juga

merupakan suatu ancaman yang potensial bagi keamanan Batavia. Kepentingan

dagang VOC hampir seluruhnya terbatas di pesisir Jawa, tetapi kejadian –

kejadian disana mempunyai kaitan yang sangat erat dengan wilayah pedalaman

sehingga orang – orang Belanda akhirnya terpaksa bergerak ke jantung Pulau

Jawa.

Penguasa kerajaan Mataram adalah Susuhunan Amangkurat I (1646-77).

Kegiatan Amangkurat I meniadakan kesepakatan orang – orang terkemuka yang

sangat penting artinya bagi kedudukan raja Jawa. Dia membunuh orang – orang

yang dicurigai menentangnya, baik di istana maupun di seluruh pelosok

kerajaannya dan tentu saja menimbulkan kegelisahan dan ketakutan diantara

orang – orang yang masih hidup. Tampak jelas perpecahan di daerah – daerah luar

perbatsan kerajaan. Karena menuntut kepatuhan yang sxebenarnya tidak dapat

dipaksakannya, maka tindakan Amangkurat I tersebut telah mendrong sekutu -

sekutu dan vasal – vasalnya untuk meninggalkannya. Pada tahun 1650 dia

memerintahkan tentara Cirebon menyerang Banten dan pada akhir tahun 1657

tentara Mataram sendiri bergerak menyerang Banten. Kedua serangan tersebut

mengalami kegagalan, sehingga tidak hanya memperkuat perasaan benci Banten

terhadap Mataram namun kemungkinan besar juga menyebabkan Cirebon

meragukan manfaat dari sikap tunduknya kepada Amangkurat I. Satu – satunya

upaya untuk menguasai Ujung Timur pada tahun 1647 mengalami kegagalan,

sehingga sesudah itu wilayah ini tetap bebas dari pengaruh Mataram. Pihak Bali

menyerang pesisir timur dan Mataram tidak dapat berbuat apa –apa. Di luar Jawa,

hanya Palembanglah yang masih tetap menyatakan setia dengan harapan yang

sangat tipis bahwa Mataram akan bersedia membantunya, pertama – tama

melawan musuh mereka bersama, Banten dan kemudian dalam perang melawan

VOC. Jambi dengan tegas menolak kekuasaan Mataram sesudah tahun 1663 dan

memilih bekerja sama dengan VOC. Kalimantan juga sama sekali bebas dari

pengaruh Mataram sesudah sekitar tahun 1659. Selama peperangannya dengan

VOC, Sultan Hasanuddin dari Gowa mengirim utusan – utusan ke Mataram pada

tahun 1657 dan 1658. Akan tetapi, Amangkurat I meminta supaya Hasanuddin

datang sendiri ke istananya sebagai tanda takluk, yang jelaas tidak akan dilakukan

oleh Hasanuddin. Sebagai akibatnya maka sudah jelas bahwa hubungan Gowa –

Mataram menjadi dingin.

Dan adapun hubungan raja dengan VOC mula – mula tampak bersahabat.

Pada tahun 1646 dia menyetujui suatu perjanjian persahabatan yang mengatur

pertukaran tawanan, dan VOC mengembalikan uang yang telah dirampasnya dari

seorang utusan Sultan Agung yang sedang dalam perjalanan ke Mekkah pada

tahun 1642. Amangkurat I tampaknya menganggap perjanjian ini sebagai bukti

tunduknya Batavia kepda kekuasaannya, dan VOC tidak merasa perlu menyatakan

penafsiran lain. Serangkaian perutusan VOC mengunjungi istana antara tahun

1646 dan 1654, dan pos perdagangan VOC di Jepara dibuka kembali pada tahun

1651. Hubungan dagang VOC dengan daerah pesisir berkembang lagi.

Dimulainya lagi perdagangan Jawa – VOC di daerah pesisir telah

mengakibatkan timbulnya suatu krisis internal baru di Jawa. Barang – barang

yang dibutuhkan VOC terutama beras dan kayu adalah hasil – hasil dari pesisir.

Sehingga para pengusaaha, pejabat, dan pedagang di daerah pesisir utaralah yang

memperoleh keuntungan yang banyak sedangkan kerajaan mendapatkan

keuntungan yang sedikit. Oleh karena itu, Amangkurat I mulai melakukan

pengawasan yang semakin ketat terhadap daerah pesisir sehingga membangkitkan

kembali antagonisme yang mendalam antara daerah pesisir dan daerah pedalaman.

Dikarenakan raja tidak dapat menguasai daerah pesisir maka pada tahun 1655

Amangkurat I memerintahkan agar pelabuhan – pelabuhan ditutup sama sekali.

Akan tetapi, pada tahun 1657 pelabuhan – pelabuhan tersebut dibuka kembali,

tetapi pada tahun 1660 dinyatakan tertutup lagi bagi semua pedagang dan kali ini

pos perdagangan VOC di Jepara juga ditutup. Penutupan pelabuhan kedua kalinya

ini merupakan pembalasan atas tindakan VOC menghancurkan Palembang pada

tahun 1659.

C. Jawa, Madura, dan VOC (±1680 – 1754)

Nasib VOC dan penduduk Jawa kini saling jalin – menjalin. Bagi VOC

kejadian – kejadian di Jawa merupakan masalah yang penting karena mereka telah

mengiventasikan tenaga dan dana bagi restorasi bangsa Mataram dan kini ingin

memperoleh keuntungan dari investasi tersebut. Bagi pihak Jawa ada prioritas –

prioritas lain yang harus dipikirkan namun tidak mungkin lagi terjadi satu pun

perubahan yang besar tanpa adanya kemungkinan keterlibatannya VOC.

Keterlibatan orang – orang Madura dalam kejadian – kejadian di Jawa yang telah

mengundang campur tangan VOC pun masih terus berlanjut. Hingga pertengahan

abad XVIII keterikatan usaha – usaha Belanda, Madura, dan Jawa ini

mengakibatkan timbulnya banyak malapetaka.

Hubungan antara raja dengan VOC segera memburuk. Pembayaran –

pembayaran yang seharusnya dilakukan untuk mengganti pengeluaran militer

VOC tidak diberikan. Pengiriman beras, kayu dan gula diganggu, ganti rugi untuk

garnisun VOC yang ditempatkan di istana tidak dibayarkan, Semarang diserahkan

kepada VOC tetapi terus timbul kesulitan – kesulitan mengenai batas – batasnya

dan markas besar VOC di kawasan pesisir tetap berada di Jepara.

Pada tahun 1689 terbongkar suatu komplotan yang mengerikan VOC. Sejak

tahun 1665 pimpinan orang Ambon di Batavia adalah seorang Muslim yang

bernama Kapten Jonker. Dia telah bertempur di pihak VOC melawan orang –

orang Portugis di Timor dan Srilangka, melawan orang – orang Makassar, orang –

orang Banten di dekat Batavia, orang – orang Minang di Sumatera. Pada bulan

Agustus 1689 diketahu bahwa Jonker telah bergabung dengan musuh – musuh

VOC yang lain untuk merencanakan suatu pembantaian besar – besaran terhadap

orang – orang Eropa di Batavia. Diduga dia telah menjalin hubungan dengan Raja

Sakti maupun Amangkurat II, dan kabarnya prajurit – prajurit, kuda dan dana

sedang dikirim dari Kartasura untuk membantunya. Dengan terbongkarnya

komplotan itu maka VOC berusaha menangkap Jonker, tetapi dia mulai

melakukan perampokan serta pembunuhan dan baru tertangkap dan dibunuh

setelah dilakukan suatu pengejaran. Para pengikutnya kemudian melarikan diri ke

Kartasura, dimana mereka memperoleh perlindungan.

Selama kurun waktu 1683 – 1710, VOC menghadapi banyak masalah –

masalah keuangan yang sangat berat. Diantara kedua puluh tiga kantornya di Asia.

Hanya tiga (Jepang, Surat, dan Persia) yang biasanya memperlihatkan

keuntungan. Sembilan menunjukkan kerugian setiap tahun, termasuk Ambon,

Banda, Ternate, Makassar, Banten, Cirebon, dan wilayah pesisir Jawa. VOC kini

mengelola suatu perusahaan yang hampir tidak dapat memberi keuntungan.

Pengeluaran – pengeluaran yang sangat tinggi mendorong VOC menuntut

semakin banyak kepada rakyat Jawa, yang mengakibatkan terjadinya

pemberontakan dan perlawanan lebih lanjut, sehingga dengan demikian

menjadikan pengeluarannya menjadi lebih tinggi lagi.

D. JAWA dan VOC (±1745 – 1792)

Kemajuan militer belum membuahkan stabilitas dan hanya memberi sedikit

keuntungan kepada pihak VOC. Di Jawa kemajuan itu diikuti dengan serangkaian

peperangan yang kejam dan ketidakstabilan yang terus – menerus. Pada bagian

kedua abad XVIII kemajuan VOC akan terhenti dan usaha pertama orang – orang

Belanda untuk berkuasa ini akan berakhir dengan ditarik mundurnya sebagian

kekuatannya. Pihak VOC harus membatasi kegiatan – kegiatannya hanya di

wilayah Jawa Barat dan pesisir utara Jawa dan Maluku, dan dengan demikian

memungkinkan semacam pemulihan kerajaan Jawa.

Akan tetapi, dari tahun 1750 sampai tahun 1754, semakin banyak

pemberontakan yang terjadi. Pada tahun 1750 Mas Said,yang pada saat itu

menjabat sebagai patih Mangkubumi, menyerang Surakarta lagi dan menimbulkan

kerugian yang besar di pihak VOC.

Di luar Jawa abad XVIII menunjukkan pembatasan dari kedudukan –

kedudukan VOC pada tingkat yang lebih kecil seiring dengan penarikan mundur

kekuatannya ke daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Indonesia VOC

tidak lagi menghadapi saingan berat dari bangsa Eropa lainnya, kecuali orang –

orang Inggris di Sumatera Selatan. Pos – pos yang letaknya jauh, seperti di Timor,

Makassar, Palembang, Padang, Kalimantan Selatan pada dasarnya hanya menjadi

lambang kehadiran VOC belaka. Bahkan monopoli cengkeh VOC di Ambon pun

juga tumbang. Pada tahun 1769 dua ekspedisi Perancis merampas tanaman –

tanaman cengkeh disana dan membawanya ke Mauritius, dan segera juga ke

wilayah – wilayah jajahan Perancis lainnya. Kondisi keuangan VOC mengalami

kemunduran. VOC sangat letih karena menghadapi banyak peperangan. Dan tidak

menghendaki terjadinya perang lagi. Usahanya yang utama kini beralih ke

produksi teh dan kopi – kopi di dataran – dataran tinggi Priangan.

BAB III

Pembentukan Negara Jajahan (±1800 – 1910)

A. JAWA, (1792 – 1830)

Pada dasawarsa terakhir abad XVIII kerajaan – kerajaan Jawa, Surakarta, dan

Yogjakarta menghadapi banyak masalah, tetapi keduua kerajaan ini lebih merdeka

dari tekanan orang – orang Eropa daripada kerajaan Jawa lainnya. Golongan elite

bangsawan masih tetap berkuasa, dan khususnya di Yogyakarta telah diselesaikan

suatu pemulihan kerajaan secara besar – besaran. Akan tetapi, konflik – konflik

internal akan segera mengakibatkan timbulnya krisis bagi Yogyakarta, justru

ketika ancaman orang – orang Eropa muncul lagi secara tiba – tiba. Akibatnya

adalah hancurnya kemerdekaan Jawa secara total dalam waktu kurang dari empat

puluh tahun sesudah wafatnya Hamengkubowono I, dan dimulainya zaman

penjajahan yang sebenarnya dalam sejarah Jawa.

Sedangkan VOC sendiri sudah hampir gulung tikar. Selama perang Inggris IV

(1780 - 1784) VOC di Indonesia semakin terpisah dari negeri Belanda. VOC

bukan saja harus meminjam sekitar 2.300 orang prajurit dari Surakarta dan

Yogyakarta guna mermpertahankan Batavia terhadap serangan yang diduga akan

dilancarkan oleh pihak Inggris, melainkan juga berpaling kepada pemerintah

negeri Belanda di tanah air untuk mendapat bantuan keuangan. Pemerintah

Belanda kemudian memulai penyelidikannya terhadap kondisi VOC dan berhasil

mengungkapkan kebangkrutan, skandal, dan salah urus di segala segi. Pada bulan

Desember 1794- Januari 1795 perancis menyerbu negeri Belanda dengan penuh

sukses dan membentuk sebuah pemerintahan boneka Perancis. Pada tahun 1796

Heeren XII dibubarkan dan digantikan oleh suatu komite baru, dan sesudah itu

VOC secara resmi dibubarkan pada tanggal 1 Januari 1800. Wilayah-wilayah

yang menjadi miliknya kini menjadi milik Pemerintah Belanda. Akan tetapi,

hanya perubahan kecil yang terjadi di Indonesia, karena personil-personil yang

memegang jabatan masih tetap sama dan mereka juga masih mengikuti cara-cara

lama.

Pada tahun 1808 mulai berlangsung suatu zaman baru dalam hubungan Jawa –

Eropa. Negeri Belanda telah berada dibawah kekuasaan Perancis sejak tahun

1795. Sehubungan dengan sentralisasi kekuasaan yang semakin besar, maka

Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya, Louis Napoleon, sebagai penguasa di

negeri Belanda pada tahun 1806. Pada tahun 1808 Louis mengirim Masekal

Herman Willem Daendels ke Batavia untuk menjadi Gubernur Jendral (1808 –

1811) dan untuk memperkuat pertahanan Jawa sebagai basis melawan Inggris di

samudera Hindia.

Daendels adalah seorang pemuja prinsip-prinsip pemerintahan yang

revolusioner. Dia membawa suatu perpaduan antara semangat pembaruan dan

metode-metode kediktatoran ke Jawa yang sebenarnya hanya sedikit berhasil

namun banyak menimbulkan perlawanan. Dia berusaha memberantas

ketidakefisienan, penyelewengan, dan korupsi yang menyelimuti administrasi

Eropa, tetapi banyak diantara langkah-langkah pembaruannya yang hanya sedikit

mendatangkan hasil. Dan Daendels memperlakukan para penguasa Jawa Tengah

seperti mereka itu merupakan raja-raja taklukan Batavia. Menurut hukum,

tindakannya itu betul karena perjanjian tahun 1749 telah menyerahkan kedaulatan

kepada VOC. Akan tetapi sebelum ini tidak pernah Batavia sebetulnya berusaha

melaksanakan kekuasaannya di wilayah pedalaman. Para residen di istana-istana

kini dinamakan “ Minister “, “Residen”. Mereka seharusnya dianggap oleh

keraton-keraton Jawa bukan sebagai duta dari sekutu yang satu untuk sekutu yang

lain, melainkan sebagai wakil-wakil lokal dari kekuasaan yang ada pada

pemerintahan Eropa yang diwakili di Batavia oleh Gubernur Jendral. Seharusnya

dalam semua urusan protokol mereka sederajat dengan raja-raja Jawa sendiri. Ini

merupakan suatu pelanggaran langsung terhadap hubungan yang sudah terjalin

sejak tahun 1750-an. Sesuai dengan kepribadian dan kebijakan meraka,

Pakubuwono IV menyambut baik perubahan-perubahan tersebut tetapi

Hamengkubuwono II menolaknya dan dimulailah suatu masa konflik yang

panjang yang akan berakhir dengan meletusnya perang Jawa.

Daendels tidak membawa pasukan baru bersamanya, tetapi dia segera

meningkatkan jumlah pasukan yang sebagian besar terdiri atas orang-orang

Indonesia yang menjadi tentara kolonial Belanda dari 4.000 menjadi 18.000

orang. Pada saat itu,tanggapan Pakubuwono IV yang semakin cerdik meyakinkan

Daendels bahwa dia bersedia bekerja sama, tetapi tampaknya Hamengkubuwono

II sedang bersiap-siap melancarkan perang. Sebenarnya tampaknya dia belum

bermaksud melancarkan perang total pada tahapan ini, tetapi kecurigaan Deandels

telah memperbesar ancaman bahaya terhadap posisi Yogyakarta. Pada tahun1810

kepala pemerintahan sultan untuk wilayah – wilayah luar, Raden Rangga,

melancarkan sebuah pemberontakan terhadap pemerintahan orang Eropa.

Pemberontakan ini berhasil ditumpas dengan mudah dan Rangga terbunuh, tetapi

purtanya Sentot masih hidup untuk memainkan peranan penting dalam perang

Jawa.

Pembelotan dan jumlah tawanan dari pihak pemberontak semakin meningkat.

Pada bulan April 1829 Kiai Maja ditangkap. Pada bulan September 1829 paman

Dipanagara, pangeran Mangkubumi, dan panglima utamanya, Sentot, kedua-

duanya menyerah. Sentot pula akan menjalankan tugas di pihak pemerintah

melawan kaum Padri di Sumatera, sedangkan Mangkubumi diangkat sebagai

salah satu pangeran-pangeran yang paling senior dari yogyakarta. Akhirnya pada

bulan Maret 1830 Dipanagara bersedia melakukan perundingan-perundingan di

Magelang. Apa yang diharapkannya untuk menghadiri pertemuan ini tidaklah

jelas, tetapi sudah pasti bahwa dia akan ditawan. Pihak Belanda mengasingkannya

ke Manado dan kemudian ke Makasar, dimana dia meninggal pada tahun 1855.

Pemberontakan kini berakhir. Perang Jawa tersebut merupakan perlawanan

terakhir kelompok elit bangsawan Jawa. Perlawanan ini merupakan suatu gerakan

konservatif, suatu usaha yang sia-sia untuk kembali lagi kepada keadaan-keadaan

sebelum meningkatnya kekuatan kolonial yang muncul sejak tahun1808.

B. JAWA (1830 – 1900)

C. Daerah – daerah Luar Jawa (± 1800 – 1910)

Sampai sekitar tahun 1910 sebagian besar wilayah yang sekarang ini meliputi

Republik Indonesia telah jatuh dibawah kekuasaan Belanda. Gubernur Jendral

Van Den Bosch menanamkan keuntungan sebagai prinsip utama pemerintah, dan

merasa yakin bahwa oleh karenanya Belanda harus membatasi perhatian mereka

hanya terhadap Jawa, Sumatera, dan Bangka saja. Meski pun demikian, sejak

tahun 1840 dan seterusnya keterlibatan Belanda di seluruh wilayah luar Jawa

semakin meningkat. Mengenai hal ini ada banyak alasannya, sering kali ada

dorongan-dorongan ekonomi, termasuk usaha melindungio antar pulau. Seringkali

para pejabat daerah yang berkebangsaan Belanda melakukan campur tangan

karena adanya ambisi untuk kemuliaan atau kenaikan pangkat, walaupun

demikian meraka melawan kebijakan resmi Batavia yang sebenarnya adalah

menghindari perluasaan kekuasaan Belanda.

Pada perempat terakhir abad XIX perimbangan kekuatan militer berubah

secara menentukan terhadap negara-negara Indonesia yang masih merdeka, dan

inilah yang memungkinkan berlangsungnya tahap terakhir perluasan kekuasaan

Belanda. Beberapa penguasa yang masih merdeka berusaha memperbaiki

perimbangan itu dengan jalan membeli persenjataan modern, tetapi mereka jarang

sekali dapat menyamai kekuatan militer angkatan perang penjajah untuk waktu

yang lama.Perluasan kekuasaan Belanda ke daerah-daerah luar Jawa benar-benar

berbeda dengan perluasaan kekuasaannya di Jawa, karena di sebagian besar

daerah luar Jawa tidak pernah ada alasan yang permanen atau sungguh-sungguh

untuk menguasai oleh pihak Belanda.

Keterlibatan yang lama dengan Belanda. Madura Timur diserahkan pada

VOC pada tahun 1705 dan Madura Barat pada tahun 1743. Pulaunya tidak begitu

subur, dan pada mulanya hanya mempunyai nilai ekonomi yang kecil bagi

Belanda. Hasil utamanya adalah manusia yang melakukan migrasi secara besar-

besaran ke Jawa Timur dalam rangka mencari kehidupan yang lebih baik. Madura

juga merupakan sumber serdadu kolonial dan inilah nilainya yang utama bagi

Belanda. Sedangkan pengalaman di Bali berbeda sekali dari pengalaman di

Madura. Belanda telah menghadapi prajurit-prajurit Bali di Jawa pada abad XVIII

dan juga menjadi pembeli utam budak-budak Bali, yang banyak diantaranya

bertugas dalam pasukan VOC dan angkatan perang kolonial. Akan tetapi, Belanda

tidak terlibat secara langsung di pulau yang bergolak ini. Pemerintah Inggris di

Jawa telah berperang dengan raja Buleleng dan Karangasem pada tahu 1814

dalam usaha mengakhiri perdagangan budak. Pihak Bali menyerah, tetapi

perdangan budak berjalan terus. Setelah tahun 1816 pemerintah kolonial Belanda

melakukan beberapa usaha membujuk raja-raja Bali (yang pada tahun 1839

berjumlah 10 orang) untuk bersedia menerima kekuasaan Belanda tetapi tidak

berhasil. Walaupun beberapa raja Bali setuju untuk menyediakan prajurit-prajurit

untuk angkatan perang kolonial, tetapi Belanda tidak mempunyai pengaruh yang

besar di pulau tersebut.

Zaman Penjajahan Baru.

Pada permulaan abab XX, kebijakan penjajahan mengalami perubahan belanda

mengalami perubahan arah yang palin mendasar dalam sejarahnya. Eksploitasi

terhadap Indonesia mulai berkurang sebagai pembenaran utama bagi kekuasaan

belanda, dan digantikan dengan pernyataan-pernyataan keprihatinan atas

kesejahteraan bangsa Indonesia. Kebijakan ini dinamakan politik ethis.

Politik ethis berakar baik pada masalah kemanusiaan maupun pada keuntungan

ekonomi. Kecaman-kecaman terhadap pemerintahan bangsa belanda mulai

membuahkan hasil. Selama zaman liberal (1870-1900) kapitalisme suasta

memainkan pengaruh yang sangat menentukan kebijakan bagi penjajah. Modal

belanda maupun internasional mencari peluang baru bagi investasi dan ekspoitasi

bahan-nahan mentah, khususnya di daerah luar jawa, terasa adanya kebutuhan

akan tenaga kerja Indonesia dalam perusahan modern maka lahirlah politik ethis

Semua ini berlangsung dalam lingkungan ekonomi yang sedang berubah cepat.

Aksi-aksinya penaklukan yang dilakukan di daerah luar jawa telah memperluas

kekuasaan belanda. Dari tahun 1900 sampai 1930 produksi gula meningkat

hampir empat kali lipat dan pruduksi teh meningkat. Juga produksi tembakau,

lada, kopra, timah, kopi, yang semakin meningkat. Ada 2 jenis komoditi yang

sangat penting untuk menempatkan Indonesia pada garis depan perekonomian

dunia.

Adanya kandungan minyak bumi di daerah langkat, Sumatra utara telah diketahui

sejak tahun 1860-an. Daerah ini merupakan daerah yang tidak tenang selama

perang di Aceh. Pada mulanya minysk bumi digunakan untuk minyak lampu.

Memang merupakan sebuah kebetulan dalam dunia modern. Perusahaan-

perusahan langsung tertarik pada kandungan minyak bumi Indonesia.

Produk lainnya adalah karet yang berhubungan denghan industri mobil, pohon

karet yang asli, ficus elastic, diusahakan menjadi tanaman di jawa barat. Karet

mulai diekpor pada tahun 1912. Mpada tahun 1930, 44 persendari luas tanah yang

disediakan untuk menanam tanaman karet, pada saat itu hampir separoh pasokan

karet dunia berasal dari Indonesia.

Bukan hanya para pengusaha belanda saja yang aktif di Indonesia. Pembentukan

Royal Dutch Shell pada tahun 1970 mencerminkan penginternasionalisasian

investasi secara umum.

Bergesernya kegiatan ekonomi di daerah luar jawa itu menimbulkan kesulitan

yang besar dalam kebijakan pemerintah, hal ini akan mengakibatkan dikenakan

biaya pajak yang besar. Ketika langkah-langkah kesejahteraan mulai di jalankan

di jawa, orang sunda dan jawa menyazdari bahwa dana di minta dari mereka

untuk menjalankan program-progam.

Pertumbuhan ekonomi dan masalah kesejahteran penduduk pribumi hanya

mempunyai kaitan dalam proyek-proyek infrastruktur saja. Perluasan jaringan rel

kereta api dan trem. Belanda meningkatkan produksi bahan pangan dengan jalan

mengadakan bibit baru, mendorong permakaian pupuk.

Pertambahan penduduk mempengaruhi semua perkembangan yang terjadi selama

zaman penjajahan baru, pada tahun 1930 dilakukan sensus penduduk yang dapat

memberikaj angka yang dapat di percaya untuk Indonesia. Pertumbuhan

penduduk jawa mempunyai hubungan kaitan yang mendasar terhadap tingkat

kesejahteraan yang rendah, tetapi pihak belanda tidak bisa menyelesaikan masalah

tersebut. Penduduk belanda seluruhnya berjumlah 306000 jiwa.

Orang-orang belanda telah meningkatkan anggaran belanja merek untuk proyek

kesehatan umum sebesar hampir sepuluh kali lipat.dilakukan progam imunisasi,

kampanye-kampanye anti malaria, dan perbaikan-perbaikan kesehatan barang kali

menyebabkan turunnya angka kematian. Desa akan menjadi perangkat pokok

pemerintahan dalam mengusahakan kesejahteraan. Peraturan desa tahun 1906 dan

praktek pihak belanda yang bertujuan untuk meningkat peran serta rakyat secara

demokratis dalam urusan desa, untuk meningkatkan paduan social.

Banyak sekali usaha yang dijalankan dibidang pendidikan, dan hasil-hasilnya

sering kali membuat

Perang dunia II dan pendudukan jepang

Masa pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun merupakan salah

satu periode yang paling menentukan dalam sejarah Indonesia. Sebelum serbuan

Jepang tidak ada satu pun tantangan yang serius terhadap kekuasaan Belanda di

Indonesia. Pada waktu Jepang menyerang telah berlangsung begitu banyak

perubahan luar biasa yabg memungkinkan terjadinya Revolusi Indonesia. Jepang

member sumbangan langsung pada perkembangan-perkembangan tersebut.

Terutama di Jawa, dan sampai tingkatan yang lebih kecil di Sumatera, mereka

mengindoktrinasi, melatih, dan mempersenjatai banyak dari generasi muda serta

member kesempatan kepada para pemimpin yang lebih tua untuk menjalin

hubungan dengan rakyat.

Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah oleh jepang. Sumatera ditempatkan

dibawah angkatan darat ke-25, sedangkan jawa dan Madura berada dibawah

angkatan darat ke-16 kedua wilayah ini berada dibawah angkatan darat wilayah ke

7 dengan markas besarnya diSingapura. Di Kalimantan dan Indonesia Timur

dikuasai oleh angkatan laut. Kebijakan antara wilayah-wilayah tersebut sangat

berbeda. Pada umumnya Jawa dianggap sebagai daerah yang secara politik paling

maju namun secara ekonomi kurang penting, sumber dayanya yang utama adalah

manusia. Kebijakan-kebijakan Jepang disana membangkitkan rasa nasional yang

jauh lebih mantap dari pada kedua wilayah lainnya.

Salah satu tugas pertama pihak Jepang adalah menghentikan revolusi-

revolusi yang mengancam akan menyertai penaklukan mereka. Serangan-serangan

terhadap orang Eropa dan perampokan terhadap rumah-rumah mereka di Banten,

Cirebon, Surakarta, dn daerah-daerah lainnya tampak akan menjurus kesuatu

gelombang revolusi. Di Aceh dan di Sumatera Barat dan Timur, ketegangan-

ketegangan diantara penduduk asli yang timbul dari jaman penjajahan Belanda

mulai meletus dalam tindak kekerasan. Para pemimpin agama Aceh membentuk

PUSA( Persatuan ulama-ulama seluruh Aceh ) pada tahun 1939 dibawah

pimpinan Muhammad Daud Beureu’eh (1899-1987) untuk mempertahankan

Isalam dan mendorong pemodernisasian sekolah-sekolah Islam. Organisasi

tersebut segera menjadi pusat perlawanan terhadap pejabat-pejabat keturunan ulee

balang, yang mendapat dukungan Belanda. PUSA telah menghubungi pihak

Jepang dan merencanakan akan membantu serangan mereka. Pada tanggal 9

februari 1942, tiga minggu sebelum mendaratnya Jepang didaerah itu, para ulama

Aceh memulai suatu kampanye sabotase terhadap Belanda dan pada awal bulan

maret Aceh memberontak. Kebanykan para ulee balang memutuskan untuk tidak

melawan arus, dan belanda tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengungsi

keselatan. Para pemimpin PUSA berharap pihak Jepang meenghadiahi mereka

atas usaha-usaha mereka menggeser kekuasaan para ulee balang.

Tujuan utama Jepang adalah menyusun dan mengarahkan kembali

perekonomian Indonesia dalam rangka menopang supaya perang Jepang dan

rencana-rencananya bagi dominasi ekonomi jangaka panjang terhadap Asia Timur

dan Tenggara.

Kebijaksanaan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua

perioritas : menghapuskan pengaruh-pengaruh barat dikalangan mereka dan

memobilisasikan mereka demi kemenangan Jepang. Seperti halnya Belanda,

Jepang bermaksud menguasai Indonesia untuk kepentingan sendiri . mereka

menghadapi banyak masalah yang sama dengan yang dihadapi Belanda dan

menggunakan banyak cara pemecahan yang sama akan tetapi suatu perang besar

yang memerlukan pemamfaatan maksimum atas sumber-sumber, pihak Jepang

memutuskan untuk berkuasa melalui mobilisasi khususnya di Jawa dan di

Sumatera dengan memaksakan sesuatu ketenangan yang tertib. Dengan

berkembangnya peperangan, maka usaha-usaha mereka yang semakin menggelora

untuk memobilisasikan rakyat Indonesia meletakkan bagi revolusi yang akan

menyusul.

Pada bulan april 1942 usaha pertama pada suatu gerakan rakyat, “Gerakan

Tiga A” dimulai di Jawa nama ini berasal dari selogan bahwa Jepang adalah

pemimpin Asia, pelindung Asia, dan cahaya Asia. Didalam gerakan tersebut pada

bulan juli didirikan suatu subseksi islam yang dinamakan Persiapan Persatuan

Umat Islam di bawah pimpinan Abi Koesno Tjokrosoejoso (1897).

Pihak Jepang masih tetap membutuhkan sumber-sumber alam Indonesia

untuk keperluan perang dan inilah yang tetap diutamakan mereka. Tenaga kerja

Indonesia kini mulai dieksploitasi secara lebih kejam daripada saat-saat

sebelumnya. Pada bulan oktober 1943 pihak Jepang memerintahkan

penghimpunan “serdadu-serdadu ekonomi” (Romusha), terutama para petani yang

yang diambil dari desa-desa mereka di Jawa dan diperkerjakan sebagai buruh.

Pada bulan oktober 1943 pihak Jepang membentuk organisasi pemuda

Indonesia yang paling berarti, yaitu Peta (pembela tanah air). Organisasi ini

merupakan suatu suksa rela Indonesia yang pada akhir perang beranggotakan

37000 orang di Jawa dan sekitar 20000 orang disumatera. Diantara mereka adalah

seorang bekas guru sekolah Muhammadiyah yang bernama sudirman (1915-

1950), Yang akan menjadi salah seorang tokoh militer terkemuka pada masa

revolusi.

Didalam Baadan penyelidik di Jakarta Sukarno mendesak agar versinya

tentang nasionalisme yang bebas dari agama di setujui. Karena konsep ini

memang merupakan satu-satunya dasar yang dapat di sepakati pemimpin –

pemimpin lainnya, maka menanglah Sukarno. Pada pidatonya pada tanggal 1 Juni

dia mengemukakan doktrin pancasilanya, “llma dasar” yang akan menjadi filsafah

resmi dari Indonesia merdeka: Ketuhanan, Kebangsaan, Perikemanusian,

Kesejahteraan, dan Demokrasi. Walaupun pancasila itu pada umumnya diterima

oleh anggota-anggota Badan penyelidik, akan tetapi para pemimpin islam merasa

tidak senang karena islam tampaknya tidak akan memainkan peranan yang

istimewa. Akhirnya mereka menyetujui suatu kompromi yang disebut Piagam

Jakartayang menyabut bahwa negara akan didasarkan atas “Ketuhanan,dengan

kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Imkplikasi

piagam Jakarta untuk hubungan antara syariat islam dan Negara akan menjadi

sumber pertentangan-pertentangan sengit dimasa mendatang. Badan tersebut

mengakhiri tugasnya dengan merancang konstitusi pertama Indonesia yang

menghendaki sebuah republik kesatuan dengan jabatan kepresidenan yang sangat

kuat, dan dengan menetapkan bahwa Negara baru tersebut tidak hanya akan

meliputi Indonesia saja tetapi juga Malaya dan wilayah-wilayah inggris

dikalimantan (Borneo).

Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei,

Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme

perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru

tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan

seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang

Pada tanggal 6 Agustus bom atom pertama dijatuhkan di Hiroshima yang

menewaskan sedikitnya 78.000 orang. Peperangan di Asia sedang mendekati

tahap akhir yang mengerikan. Hari berikutnya keanggotaan sebuah Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia diumumkan diJakarta, dan berita-berita

mengenai panitia ini disiarkan keseluruh Indonesia. Lembaga tersebut

beranggotaan wakil-wakil dari Jawa maupun dari daerah-daerah luar Jawa, di

dominasi oleh generasi tua, dan dijadwalkan mengadakan pertemuan pada tanggal

19 Agustus. Pada tanggal 7 Agustus kepanitiaan pihak Jeoang yang serupa yang

akan mengambil keputusan-keputusan yang ril mengadakan pertemuan. Unisoviet

dijatuhkan diNagasaki. Pada hari itu, karena tampak terelakkan lagi bahwa pihak

Jepang akan menyerah, Soekarno, Hatta, dan Ratjiman terbang ke Saigon untuk

menemui panglima wilayah selatan, panglima tertinggi Terauchi Hisaichi, yang

mereka temui didalat pada tanggal 11 Agustus. Kepada mereka Terauchi

menjanjikan kemerdekaan bagi seluruh bekas wilayah India Belanda, tetapi

memveto pengkabungan Malaya dan wilayah-wilayah Inggris diKalimantan.

Soekarno ditunjuk sebagai ketua panitia persiapan tersebut dan Hatta sanagai

wakil ketua. Pada tanggal 14 Agustus Soekarno dan rekan-rekannya tiba kembali

di Jakarta.

Pada tanggal 16 Agustus pagi Hatta dan Soekarno tidak dapat ditemukan

diJakarta. Pada malam harinya mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda

keGarnisun Peta di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak keutara dari

jalan raya ke Cirebon, dengan dali melindungi mereka bila mana meletus suatu

pemberontakan Peta dan Heiho. Ternyata tidak terjadi suatu pemberontakan pun,

sehinggaSoekarno dan Hatta segera menyadari bahwa kejadian ini merupakan

suatu usaha memekasa mereka supaya menyatakan kemerdekaan diluar rencana

pihak Jepang, tujuan ini mereka tolak.

Era kemerdekaan

Proklamasi kemerdekaan

Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk

membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan

"Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui

radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang,

Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung

berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.

Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil

Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari

sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)

sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini

mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik

Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk

wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.

Daftar Pustaka

Ricklefs, M. C. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta. Gadjah Mada

University Press

www.wikipedia.com

Daftar Pustaka

Ricklefs, M. C. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta. Gadjah Mada

University Press

www.wikipedia.com