makalah injeksi berdasarkan bentuk.docx

79
1 MAKALAH BENTUK SEDIAAN INJEKSI DISUSUN OLEH: NAMA NIM Dhea Rizky 138915 Linda Sari 138941 Muhammad Tri Sutrisno 138949 Selvia Dewi 138977 Syarifah Nurhayati 138987 Tia Rezeki Utami 138989 Try Jurais 138991 Tri Yulia Indah Sari 138993 Yessi Dwi Santi 139005 Zia Fahlefi 139009

Upload: yessidwisanti

Post on 10-Nov-2015

595 views

Category:

Documents


53 download

TRANSCRIPT

MAKALAHBENTUK SEDIAAN INJEKSI

DISUSUN OLEH:NAMANIMDhea Rizky138915Linda Sari138941Muhammad Tri Sutrisno138949Selvia Dewi138977Syarifah Nurhayati138987Tia Rezeki Utami138989Try Jurais138991Tri Yulia Indah Sari138993Yessi Dwi Santi139005Zia Fahlefi139009

AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK1

TAHUN 2014-201547

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul BENTUK SEDIAAN INJEKSI.Dalam penyusunan makalah ini, kami memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah mendukung pembuatan makalah ini.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.Akhir kata penulis berharap agar makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya dan kepada penulis pada khususnya.

Pontianak, November 2014

PenulisDAFTAR ISI

KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiBAB I PENDAHULUAN11.LATAR BELAKANG12.RUMUSAN MASALAH13.TUJUAN24.MANFAAT2BAB II PEMBAHASAAN3A.Pengertian3B.Klasifikasi41.Larutan Air42.Suspensi Air43.Suspensi Minyak54.Injeksi Minyak55.Emulsi56.Larutan Koloidal57.Sistem pelarut campur58.Larutan terkonsentrasi69.Serbuk untuk injeksi610.Implant6C.Contoh sediaan di pasaran berdasarkan klasifikasi.6D.Formula umum dan penjelasan81.Zat Aktif82.Bahan Pembawa Obat suntik103.Penjelasan Masing-masing Bahan Pembantu / Zat Tambahan16E.Cara Pembuatan.23A. Metode Pembuatan23B.Prosedur Pembuatan25C.Cara-cara Sterilisasi30F.Evaluasi Sediaan40A.Evaluasi40B.Wadah43C.Penandaan44D.Pengemasan dan Penyimpanan45BAB III PENUTUP46A.KESIMPULAN46DAFTAR PUSTAKA47

BAB IPENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANGObat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan unutk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikkan. Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik. Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.

2. RUMUSAN MASALAH1. Apa itu sediaan injeksi ?2. Apa saja klasifikasi dari bentuk sediaan injeksi ?3. Apa saja contoh sediaan di pasaran berdasarkan klasifikasi.4. Bagaimana formula umum dan penjelasannya?5. Bagaimana cara pembuatan sediaannya ?6. Apa saja evaluasi sediaan yang dilakukan?

3. TUJUANPenulisan makalah ini bertujuan untuk :1. Untuk mengetahui pengertian sediaan injeksi 2. Untuk mengetahui klasifikasi dari bentuk sediaan injeksi 3. Untuk mengetahui contoh sediaan di pasaran berdasarkan klasifikasi.4. Untuk mengetahui formula umum dan penjelasannya5. Untuk mengetahui cara pembuatan sediaannya 6. Untuk mengetahui evaluasi sediaan yang dilakukan

4. MANFAATDalam pembahasan makalah ini dapat memberikan manfaat dalam memahami lebih lanjut mengenai sediaan steril injeksi berdasarkan bentuknya. Selain itu juga untuk memperluas pengetahuan tentang sediaan steril injeksi berdasarkan bentuknya.

BAB IIPEMBAHASAANA. PengertianSediaan parenteral yaitu sediaan yang digunakan tanpa melalui mulut atau dapat dikatakan obat dimasukkan de dalam tubuh selain saluran cerna (langsung ke pembuluh darah) sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung sampai sasaran. Misal suntikan atau insulin. Injeksi dan infus termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara parentral. Injeksi dapat berupa larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila obatnya tidak stabil dalam cairan, maka dibuat dalam bentuk sediaan kering. Apabila mau dipakai baru ditambahkan aqua steril untuk memperoleh larutan atau suspensi injeksi.Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilakukan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir.Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah akhir injeksi harus diamati satu persatu secara fisik. Kemudian, kita harus menolak tiap wadah yang menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual.Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat sendiri dengan memperhitungkan sifat kimia dan fisika serta pertimbangan terapetik tertentu. Pada umumnya, bila obat tidak stabil didalam larutan, maka obat tersebut harus membuatnya sebagai serbuk kering yang bertujuan dibentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada saat akan diberikan. Cara lainnya adalah membuatnya dengan bentuk suspensi partikel obat dalam pembawa yang tidak melarutkan obat. Bila obat tidak stabil dengan adanya air, maka pelarut dapat diganti sebagian atau seluruhnya dengan pelarut yang tepat untuk obat agar stabil. Bila obat tidak larut dalam air, maka obat suntik dapat dibuat sebagai suspensi air atau larutan obat dalam pelarut bukan air, seperti minyak nabati. Bila larutan air yang diinginkan, maka dapat digunakan garam yang dapat larut dari obat yang tidak larut untuk memenuhi sifat-sifat kelarutan yang diisyratkan. Larutan air atau larutan yang bercampur dengan darah dapat disuntikan langsung kedalam aliran darah. Cairan yang tidak bercampur dengan darah, seperti obat suntik berminyak atau suspensi, dapat menghambat aliran darah normal dalam sistem peredaran darah dan umumnya digunakan terbatas untuk pemberian bukan intravena.Waktu mulai dan lamanya obat dapat diatur sesuai dengan bentuk kimia obat yang digunakan. Keadaan fisik obat suntik (larutan atau suspensi), dan pembawa yang digunakan. Obat yang sangat larut dalam cairan tubuh umumnya paling cepat diabsorbsi dan mula kerjanya paling cepat. Artinya, obat dalam larutan air mempunyai mula kerja yang lebih cepat dari pada obat dalam larutan minyak. Alasanya adalah sediaan dalam air lebih mduah bercampur dengan cairan tubuh sesudah disuntikkan dan kemudian kontak partikel obat dengan cairan tubuh menjadi lebih cepat. Kita seringkali, membutuhkan kerja obat yang lebih panjang untuk mengurangi pengulangan pemberian suntikan. Jenis suntikan dengan kerja yang panjang biasa disebut jenis sediaan depot atau repository. Dalam pembuatan obat suntik, syarat utamanya ialah obat harus steril, tidak terkonaminasi bahan asing, dan disimpan dalam wadah yang menjamin sterilitas.Infus intravenous adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak. Emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar. Diameter fase dalam tidak lebih dari 5 m. kecuali dinyatakan lain, infus intravenous tidak diperbolehkan mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel. Emulsi untuk infus intravenous setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan pemisahan fase (FI III)Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml (FI IV).

B. Klasifikasi 1. Larutan AirMerupakan bentuk yang paling sederhana dan banyak digunakan. Bentuk larutan air dapat digunakan untuk semua rute pemberian.2. Suspensi AirSuspensi biasanya diberikan dalam rute intramuskular dan subkutan. Suspensi tidak pernah diberikan secara intravena, intraarteri, inraspinal, inracardiac, atau injeksi optalmik. Partikel pada pada suspensi harus kecil dn distribusi ukuran partikel harus dikontrol untuk meyakinkan partikel dapat melewati jarum suntik. Ukuran partikel suspensi biasanya kecil dan distribusi ukuran paetikel harus dikontrol untuk meyakinkan partikel dapat melewati jarum suntik saat pemberian, ukuran paetikel tidak boleh meningkat dan tidak terjadi caking saat penyimpanan.3. Suspensi MinyakInjeksi suspensi bisa juga dibuat dalam pembawa minyak, meskipun pembuatannya lebih jarang dibanding suspensi air. Suspensi minyak dapat menimbulkan efek depot/lepas lambat pada rute pemberian IM.4. Injeksi MinyakSenyawa yang bersifat lipofilik banyak yang dibuat dalam bentuk injeksi minyak. Sediaan ini secara umum digunakan dengan rute IM, dan pada keadaan normal tidak digunakan untuk rute lain.5. EmulsiZat yang bersifat lipofilik juga dapat dibuatdalam bentuk emulsi o/w. Zat dapat dilarutkan dalam larutan minyak atau zatnya sendiri sudah benbentuk minyak. Droplet minyak harus dikontrol dengan hati-hati dan pada saat penyimpanan emulsi tidak akan pecah. Ukuran droplet ideal 3 mikrometer. Biasanya dalam bentuk nutrisi parenteral.6. Larutan KoloidalKoloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah). Dimana di antara campuran homogen dan heterogen terdapat sistem pencampuran yaitu koloid, atau bisa juga disebut bentuk (fase) peralihan homogen menjadi heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang memiliki sifat sama pada setiap bagian campuran tersebut, contohnya larutan gula dan hujan. Sedangkan campuran heterogen sendiri adalah campuran yeng memiliki sifat tidak sama pada setiap bagian campuran, contohnya air dan minyak, kemudian pasir dan semen.Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal dari suatu partikel. Biasanya diberikan melalui rute intramuscular.7. Sistem pelarut campurBanyak kondisi klinik dimana penting suatu zat dibuat dalam bentuk larutan sejati, agar siap bercampur dengan larutan IV ketika diberikan. Untuk zat yang sukar larut dalam air, maka selain digunakan dalam bentuk garam atau diformulasi dalam pH tinggi atau rendah, beberapa zat dapat pula diformulasi dalam pelarut campur. Kosolvent digunakan untuk menurunkan polaritas pembawa sehingga zat lebih larut. Pemilihan kosolvent terbatas oleh toksitas.8. Larutan terkonsentrasiBerupa konsentrat dan diberikan dengan dilarutkan dahulu di dalam larutan intravena.9. Serbuk untuk injeksiBeberapa zat yang tidak stabil dalam air, sehingga dibuat dalam bentuk serbuk untuk injeksi. Sediaan ini bisa berupa serbuk dry filled atau serbuk liofilisasi (freeze dried).10. ImplantBiasanya berupa hormon dan diberikan dengan maksud pemberian lambat, ditunda atau dikontrol, dimana pemberian tidak dapat dilakukan secara oral.

C. Contoh sediaan di pasaran berdasarkan klasifikasi. 1 2 3

4 5 6

7 8 9

10

Keterangan:1. Bentuk sediaan injeksi kering (BCG).2. Bentuk sediaan implant triclofem.3. Bentuk sediaan injeksi larutan Lidokain.4. Bentuk sediaan suspensi Kenacort-injeksi A.5. Bentuk sedian injeksi impan + suspensi basis air.6. Sediaan injeksi larutan terkonsentrasi taionil milan roche.7. Sediaan injeksi emulsi vit K8. Sediaan injeksi suspensi dalam minyak PENSTREP 5 GRAM.9. Sedian bentuk suspensipropofol 200 mg in 20ml.10. Serbuk injeksi kering

45

D. Formula umum dan penjelasanR/ Zat aktif Pembawa Zat tambahan Zat tambahan ini dapat berupa : Pengatur tonisitas Pengatur pH ( dapar ) Pengawet Antioksidan Anestetik lokal Zat pengompleks Suspending agent

1. Zat Aktif Data zat aktif yang diperlukan (Preformulasi) 1. Kelarutan (Buku Penuntun Praktikum Benny Logawa hal 9) Terutama data kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena bentuk larutan air paling dipilih pada pembuaan sediaan steril. Data kelarutan ini diperlukan untuk menentukan bentuk sediaan. Zat aktif yang larut air membentuk sediaan larutan dalam air, zat aktif yang larut minyak dibuat larutan dalam pembawa minyak. Sedangkan zat yang tidak larut dalam kedua pembawa tersebut dibuat sediaan suspensi. Jika zat aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang dapat diambil sebelum memutuskan untuk membuat sediaan suspensi atau larutan minyak yaitu dengan mencari bentuk garam dari zat aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk kompleksnya. 2. pH stabilita (Buku Penuntun Praktikum Benny Logawa hal 10) pH stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal, sehingga diharapkan kerja farmakologinya optimal. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer (spt: HCl encer, asam bikarbonat), basa lemah atau dapar isotonis (sepett: fosfat, sitrat, dan lain-lain). 3. Stabilitas zat aktif (Buku Penuntun Praktikum Benny Logawa hal 11) Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau cara pembuatan. Beberapa factor yang mempengaruhi penguraian zat aktif adalah: a. Oksigen (Oksidasi)Pada kasus ini, setelah air dididihkan maka perlu dialiri gas nitrogen dan ditambahkan antioksidan. b. Air (Hidrolisis)Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif : (a) Dilakukan penambahan asam/basa atau buffer untuk mencapai pH stabilitas Z.A; (b) Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air, seperti campuran pelarut air-gliserin-propilenglikol atau pelarut campur lainnya yang cocok; (c) Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat disuntikkan.c. Suhu.Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti filtrasi.d. CahayaPengaruh cahaya matahari dihindari dengan penggunaan wadah berwarna cokelat.

4. Tak tersatukannya zat aktif , Baik ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.5. Dosis, Data ini menentukan tonisitas larutan dan cara pemberian. 6. Rute pemberian (Lachman Parenteral, 1992, hal:174) Rute pemberian yang akan digunakan akan berpengaruh pada formulasi, dalam hal: Volume maksimal sediaan yang dapat diberikan pada rute tersebut (Lihat datanya pada bagian rute pemberian). Pemilihan pelarut disesuaikan dengan rute pemberian Isotonisitas dari sediaan juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena isotonisitas menjadi kurang penting selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk memberikan waktu pengenceran dan adjust oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak harus isotonis.

2. Bahan Pembawa Obat suntik Bahan pembawa injeksi dapat berupa air maupun non air Pembawa Air Sebagian besar produk parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan oleh kompatibilitas air dengan jaringan tubuh. Pembawa air dapat digunakan untuk berbagai rute pemberian. Air mempunyai konstanta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan elektrolit yang terionisasi dan ikatan hidrogen yang terjadi akan memfasilitasi pelarutan dari alkohol, aldehid, keton, dan amin (Lachman hal 175). Syarat air untuk injeksi menurut USP (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 149) : Harus dibuat segar dan bebas pirogen Jumlah zat padat terlarut total tidak boleh lebih dari 10 ppm. pH antara 5-7 Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium, dan karbondioksida. Kandungan logam berat terbatas Kandungan material organik (spt: tanin, lignin) terbatas Jumlah partikel berada pada batas yang diperbolehkan. Catatan: 1. Air untuk injeksi harus dibuat segar, artinya: air yang telah selesai diproses, hanya boleh disimpan pada temperature kamar selama 24 jam (bila tidak langsung digunakan). Penyimpanan yang lebih lama dapat dilakukan pada temperature kira-kira 5C atau pada suhu tinggi yaitu antara 65-85 untuk mencegah pertubuhan jasad renik dan pembentukan pirogen. 2. Persyaratan kadar total zat padat terlarut pada air steril untuk injeksi yang terdapat pada farmakope (FI IV, hal 113) biasanya lebih tinggi kemungkinan terjadinya pelepasan konstituen wadah gelas selama sterilisasi.3. Air untuk injeksi yang sudah mengandung zat bakteriostatik tidak boleh dijual dalam wadah yang lebih besar dari 30 ml untuk mencegah kemungkinan masuknya zat bakteriostatik yang mungkin toksik dalam jumlah yang besar ke dalam tubuh. a.Air Pro Injeksi Aqua steril Pro Injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya (Monografi aqua p.i :FI IV hal. 112-113 ). Cara : Aqua p.i + karbon aktif 0,1% dari volume, dipanaskan 60-70C selama 30 menit, kemudian saring panas-panas dengan kertas saring lapis ganda. Tidak boleh menggunakan Aqua DM karena ada zat-zat organik yang tidak bermuatan dapat lolos,ditanggulangi dengan filtrasi karbon adsorben dan filtrasi bakterib.Air Pro Injeksi Bebas CO2 CO2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa organic seperti barbiturate dansulfonamide kembali membentuk asam lemahnya yang mengendap.Cara pembuatan : Mendidihkan air p.i selama 20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen sambildidinginkan. (Rep. Tek Fa. Steril hal 4)c.Air Pro Injeksi bebas O2 Dibuat dengan mendidihkan air p.i selama 20-30 menit dan pada saat pendinginannya dialiri gas nitrogen Dipakai untuk melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi, seperti apomorfin, klorfeniramin, klorpromazin, ergometrin, ergotamine, metilergotamin, proklorperazin, promazin, promesatin HCl, sulfamidin, turbokurarin. (Rep. Tek Fa. Steril hal 4) Pembawa Non Air Pembawa non air digunakan jika (Rep. Tek Fa. Steril hal 5): Zat aktif tidak larut dalam air Zat aktif terurai dalam air Diinginkan kerja depo dalam sediaan

Syarat umum pembawa non air (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 153): Tidak toksik, tidak mengiritasi dan menyebabkan tidak menyebabkan sensitisasi Dapat tersatukan dengan zat aktif Inert secara farmakologi Stabil dalam kondisi di mana sediaan tersebut biasa digunakan Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat disuntikan dengan mudah Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan sterilisasi dengan panas Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh

a.Pelarut non air yang dapat bercampur dengan air Pelarut organik yang bercampur dengan air dapat dijadikan kosolven dalam sediaan injeksi, bertujuan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat aktif yang kurang larut dalam air serta meningkatkan stabilitas zat tertentu yang mudah terhidrolisis. Pelarut yang dapat digunakan adalah : etanol, propilenglikol, polietilenglikol dan gliserin. Campuran pelarut dapat menyebabkan iritasi atau peningkatan toksisitas, terutama jika digunakan dalam konsentrasi tinggi. Larutan yang mengandung etanol dengan konsentrasi tinggi dapat menimbulkan rasa sakit ketika disuntikkan. Yang harus diperhatikan juga, beberapa produk yang diberikan secara intravena dengan kecepatan injeksi yang terlalu cepat dapat menyebabkan pengendapan obat di dalam pembuluh darah. (Lachman hal 19) KONSTANTA DIELEKTRIK PELARUT PADA 25oC (Lachman parenteral hal 178)Pelarut Konstanta dielektrik

Air 78,5

Gliserin a 40,1

N,N-Dimetilasetamid a 37,8

Propilenglikol a 32,01 (30 )

Metanol 31,5

Etanol a 24,3

N-Propanol 20,1

aseton 19,1

Benzilalkohol a 13,1

Polietilenglikol 400 12,5

Minyak biji kapas a 3,0

Benzen 2,3

Dioxane 2,2

a = larutan yang dipakai dalam sediaan injeksib.Pelarut non air yang tidak dapat bercampur dengan air Penggunaan pelarut minyak bertujuan untuk meningkatkan kelarutan zat aktif dan untuk membuat sediaan lepas lambat. Injeksi pembawa minyak hanya dapat diberikan secara IM (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 149). Salah satu persyaratan minyak untuk parenteral adalah harus tetap jernih bila didinginkan sampai 10oC untuk menjamin kestabilan dan kejernihan selama disimpan di lemari pendingin. Jenis pembawa non air yang tidak dapat bercampur dengan air yang dapat digunakan sebagai pembawa sediaan injeksi adalah: a. Minyak lemak (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 156): Campuran ester asam lemak dan gliserol Pada label sediaan harus dicantumkan jenis pembawa minyak yang digunakan karena pada beberapa orang dapat menimbulkan reaksi alergi. Tidak boleh mengandung minyak mineral atau parafin cair (karena tidak dapat dimetabolisme dalam tubuh dan dapat menimbulkan reaksi terhadap jaringan atau tumor). (Rep. Tek Fa. Steril hal 5) Minyak yang digunakan harus berbentuk cair pada suhu kamar dan tidak boleh menjadi tengik. Untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi maka dalam formula dapat ditambahkan antioksidan seperti BHA, BHT, tokoferol, propilgalat, dll. Minyak wijen (sesame oil) lebih banyak digunakan untuk sebagian besar injeksi pembawa minyak, karena merupakan minyak yang paling stabil dibandingkan minyak tumbuhan lain (kecuali terhadap cahaya) dan didalamnya sudah mengandung antioksidan alami. (Lachman parenteral 192) Minyak tumbuhan sering menimbulkan rasa nyeri sehingga perlu penambahan benzil alkohol 0,5 % sebagai anastetik lokal (Rep. Tek Fa. Steril hal 5) Minyak nabati yang banyak digunakan : Ol. Arachidis (minyak kacang), Ol. Gossypii, Ol. Sesami (Minyak Wijen), Ol. Terebinthinae, Ol. Maydis (minyak jagung), Ol. Olivarum Netral (Minyak Zaitun), Ol. Amigdalarum. (Rep. Tek Fa. Steril hal 5) Pembawa non air (FI IV Hal 10) Minyak lemak tidak berbau atau hampir tidak berbau, tidak tengik. Harus memenuhi persyaratan uji parafin padat seperti yang tertera pada minyak mineral, tangas pendingin, dipertahankan suhu 10C, bilangan penyabunan antara 185-200, bilangan iodium 79-128 seperti tertera pada lemak dan minyak lemak dan memenuhi syarat sebagai berikut : a. Bahan tak tersabunkan : Memenuhi syarat Bahan Tak Tersabunkan seperti tertera dalam lemak dan minyak lemak FI Ed. IV b. Asam lemak bebas : Tidak lebih dari 2,0 ml NaOH 0,002 N LV diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 10 gram minyak lemak, seperti FI Ed. IV c. Monogliserida dan gliserida sintetik dari asam lemak : Dapat digunakan jika berupa cairan dan tetap jernih kalau didinginkan pada suhu 10C dan bilangan iodium tidak lebih dari 140, seperti FI Ed.

b. Isopropil miristat (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 157) Ester asam lemak yang mempunyai viskositas rendah Sebagai pembawa tunggal atau kombinasi dengan minyak lemak Digunakan jenis yang bebas peroksida karena mencegah teroksidasinya bahan berkhasiat dan minyak yang digunakan.

c. Benzil benzoat (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 157)Merupakan cairan berminyak yang tidak berwarna dan bau yang khas. Biasanya digunakanbersama dengan pembawa lain (sebagai kosolven) misal pada injeksi dimerkapol danhidroksiprogesteron.

d. Etil oleat (Diktat Kuliah Teknologi Sediaan Steril Hal 157) Viskositas lebih rendah dan lebih mudah diabsorpsi oleh jaringan dibandingkan dengan minyak lemak. Sebagai pembawa tunggal atau kosolven dalam injeksi hormon seperti injeksi deoksikortison asetat, estradiol monobenzoat, progerteron dan testosteron propionat. 3.Penjelasan Masing-masing Bahan Pembantu / Zat Tambahan Zat tambahan pada sediaan steril digunakan untuk : Meningkatkan kelarutan zat aktif Menjaga stabilitas zat aktif Menjaga sterilitas untuk sediaan multiple dose Mempermudah dan menjaga keamanan pemberian

Syarat bahan tambahan : Inert secara farmakologi, fisika, maupun kimia Tidak toksik dalam jumlah yang diberikan Tidak mempengaruhi pemeriksaan obat a.Pengatur Tonisitas Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah sehingga tidakterjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan tersebut dikatakan isotonis (ekivalendengan 0,9% NaCl) (B. Logawa dan S. Noerono, Rep. TekFar Sedian steril )Sel darah merah dalam larutan:hipotonis : mengembang kemudian pecah, karena air berdifusi kedalam sel (hemolisis). Keadaan hipotonis kurang dapat ditoleransi, karena pecahnya sel bersifat irreversibel. hipertonis : kehilangan air dan mengkerut (krenasi), keadaan ini cukup dapat ditoleransi. Larutan perlu isotonis agar: Mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi Mengurangi hemolisis sel darah Mencegah ketidakseimbangan elektrolit Mengurangi sakit pada daerah injeksi (Lachman, Teori & Praktek, ed. 3, 1994, hal. 1302) Larutan isotonis tidak selalu mungkin karena: konsentrasi obat tinggi, tetapi batas volume injeksi kecil variasi dosis pemberian metode pemberian pertimbangan stabilitas produk Contoh pengatur tonisitas (pada keadaan hipotonis) NaCl 0,9 %, Glukosa, Natrium Sitrat, Natrium Sulfat 1,6 % , Dekstrosa 5,5 %.

Sifat NaCl Sukrosa Glukosa

pH 6,7 -7,3 konstanta disosiasi ; pKa = 12,62 3,5-5,5

Kelarutan 1 dalam 2,8 bagian air 1 dalam 2,6 bagian air 1000 C 1 dalam 0,5 bagian air 1 dalam 0,2 air 1000 C 1 dalam 1 bagian air

Cara Sterilisasi Otoklaf, filtrasi otoklaf dan filtrasi, dalam bentuk larutan otoklaf, dalam bentuk larutan dalam air

Inkompatibili tas besi, perak, timbal, merkuri, oksidator kuat,metil paraben Asam askorbat,alumunium, asam lemah atau kuat sianokobalamin; kanamisin sulfat; novobiosin natrium; warfarin natrium; eritromisin gluseptat pada pH ,5,05; vitamin B kompleks terdekomposisi basa kuat; dalam bentuk aldehid inkompatibel dengan amin, amida, asam amino, peptida dan protein

Keamanan non toksik, non iritan tidak untuk penderita DM atau intoleransi metabolic sukrosa.

Osmolaritas 0,9 % b/v = isoosmosis 9,25 % b/v = isoosmosis 5,51 % b/v iso-osmosis, namun tidak isotonik, dapat menyebabkan hemolisis.

(HOPE, ed.4, 2003, h. 200, 556, 622)

b.Pengatur pH ( dapar) Pengaturan pH sediaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu adjust pH dan pemakaian dapar. Dapar (lachman parenteral, hal 194):Perubahan pH pada penyimpanan dapat disebabkan: Reaksi degradasi produk Interaksi dengan komponen wadah (kaca atau tutup karet) Pelarutan gas dan uap

Tujuan Dapar (Rep. Tek. Far. Sed. Steril hal 19-20) Meningkatkan stabilitas obat Ket : pada pH tertentu penguraian obat menjadi minimal, misalnya pada zat aktif berikut : antibiotik (penisilin, tetrasiklin), basa sintetis (adrenalin), polipeptida (insulin,oksitocin,vasopresin), alkaloida (senyawa ergot), vitamin (B12, vit C). Mengurangi rasa nyeri, iritasi, nekrosis saat penggunaanya. Ket : penambahan larutan dapar dalam larutan ini hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan pH 5,5 7,5. Untuk pH < 3 atau > 10 sebaiknya tidak didapar karena sulit dinetralisasikan. Peringatan ini ditujukan terutama untuk injeksi i.m dan s.c.Untuk sediaan parenteral volume kecil ( 9 menyebabkan kematian jaringan pH < 3 sangat menyakitkan dan menyebabkan flebitis(Lachman parenteral, hal 195)Cara penentuan pH : Memakai indikator kertas atau indikator larutan universal baik secara langsung maupun kolorimetri Potensiometri, digunakan untuk larutan berwarna Dengan perhitungan Contoh dapar :Dapar fosfat, dapar sitrat, asam asetat / garam pH 3,5-5,7; asam sitrat / garam pH 2,5-6; asamglutamate pH 8,2-10,2. ( Lachman, parenteral dosage form, vol. 1 hal 194).

c. Pengawet ( Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri, hal. 1298 ) Pengawet yang ideal ( Todd R.G Pharmaceutical Handbook ) : 1 Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan spektrumnya luas, bekerja pada temperatur dan pH yang luas. .2 Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range temperatur dan pH yang digunakan .3 Tidak toksik pada konsentrasi yang digunakan 4 Tersatukan dengan komponen lain dalam sediaan 5 Cepat larut pada konsentrasi yang digunakan 6 Bebas dari bau, rasa, warna 7 Tidak menyebabkan keracunan, karsinogenik, iritan, dan menyebabkan sensitisasi pada konsentrasi yang digunakan

Penambahan pengawet dapat dilakukan pada : Sediaan multidosis (kecuali yang dilarang oleh monografi, atau ZA bersifat bakteriostatik) Pada sediaan multidosis ada kemungkinan kontaminasi sediaan pada saat pemakaian kembali, dan pengawet bekerja secara bakteriostatik. Sediaan unit dosis jika tidak dilakukan sterilisasi akhir (pembuatan aseptik atau dengan filtrasi membrane), karena ada kemungkinan kontaminasi pada saat pengisian, dll) sering juga ditambahkan pengawet. (Lachman parenteral hal: 204)

Penambahan pengawet tidak dibenarkan pada: Sediaan volume besar (>100ml, misalnya infus) Volume injeksi >15mL dosis tunggal, kecuali jika dikatakan lain Sediaan untuk rute2 tertentu yang tidak boleh ditambahkan antimikroba seperti intra sisternal, epidural, intra thekal, atau rute lain yang melalui cairan serebrospinal/ retrookulalar (British pharm., vol II, 2002, hal: 1889)

Contoh Pengawet : ( Lachman, L. Pharm. Dosage Form : Parenteral Medication. Vol. I, 1992, hal. 194)Pengawet Konsentrasi yang lazim ( % )

Benzalkonium klorida 0.01

Benzethonium klorida 0.01

Benzil alkohol 1-2

Klorobutanol 0.25-0.5

Klorokresol 0.1-0.3

Metakresol 0.1-0.3

Kresol 0.3 0.5

Fenol 0.25 -0.5

Fenilmerkuri nitrat dan asetat 0.002

Metil -p-hidroksibenzoat 0.1 0.2

Propil -p-hidroksibenzoat 0.02 0.2

Butil -p-hidroksibenzoat 0.015

Timerosal 0.01

The art science, and technology of Pharmaceutical Compounding, 1998, hal 254d.Antioksidan Antioksidan digunakan untuk melindungi zat yang peka terhadap oksidasi. Beberapa antioksidan berdasarkan mekanisme kerjanya (Lachman, Teori & Praktek, ed. 3, 1994, hal. 1301): 1. Agen PereduksiAntioksidan ini mempunyai potensial oksidasi rendah sehingga teroksidasi lebih dahulu dari pada zat aktif.

Contoh : Vitamin C 0,02 0,1 %

Natrium bisulfit 0,1 0,15 %

Natrium pirosulfit 0,1 0,15 %

Tiourea 0,005 %

2. Agen Pemblokir Antioksidan ini mencegah oksidasi dengan memutuskan rantai oksidasi. Contoh :Ester asam askorbat 0,01 0,015 %BHA & BHT 0,005 0,02 %Vitamin E 0,05 0,075 %

3. Zat Sinergis Bekerja meningkatkan efek antioksidan lainnya terutama antioksidan agen pemblokir. Contoh : Vitamin C 0.01 -0.05 % Asam sitrat0.005 0.01 %Asam tartrat0.01 0.02 %4. Pengompleks Zat ini membentuk kompleks dengan ion-ion logam yang mengkatalisis reaksi oksidasi sehingga reaksi dapat diperlambat. Contoh : Garam EDTA 0.01 0.075 % Selain itu juga dapat meningkatkan efektivitas pengawet, seperti benzalkonium klorida dengan EDTA, serta untuk solubilisasi, misal : Kofein + Na. benzoate Teofilin + Etilendiamin Kinin + Antipirin Catatan : Natrium meta bisulfit larutan bersifat asam, Natrium bisulfit biasa digunakan untuk injeksi epineprin, juga digunakan untuk larutan dengan pH sedang, Na sulfit biasa digunakan untuk sediaan pH basa (TPC, 1994, Hal 100) Zat antioksidan yang larut lemak ( BHA dan BHT 0,005 % -0,02 % ) digunakan untuk pelarut minyak ( blocking agent ) e. Suspending Agent ( Lachman, Parenteral) Digunakan untuk sediaan injeksi suspensi :Contoh :Air : CMC Na. (0,05 0,75 %) HOPE, 2003 hal 97, Tylosa (0,25%), PVP (diatas 5%) HOPE, 2003 hal 508, Sorbitol (10 -25%) IM Minyak : Alumunium monostearat (2%) Codex hal 95, gelatin (2%), manitol (50%)

f. Anestetika lokal Digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat larutan suntik yang kental dan larutan senyawa obat yang terlalu asam. Seperti larutan obat suntik streptomycin + 0,5 % prokain HCl. Contoh : Novokain, Benzil alkohol. g. Wetting Agent Digunakan untuk pembasah dan mencegah pertumbuhan kristal. Bila diperlukan dan hanya untukpelarut air.Contoh : Tween 80, Propilen glikol, Lecithin, Polioksietilen Polioksipropilen, Polisorbat 80, Silikonantibusa, Silikon Trioleat. ( Lachman, Parenteral hal 214 )h. Solubilizing Agent ( Lachman, Parenteral hal 214) Contoh : PEG 300, Propilenglikol .E. Cara Pembuatan.

A. Metode Pembuatan Ada dua metode pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik. 1. Sterilisasi AkhirMetode ini merupakan metode yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam pembuatan sediaan steril. Persyaratannya adalah zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan tingginya suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Contoh yang paling banyak digunakan pada metode ini adalah sterilsasi dengan autoklaf (suhu 121 C, selama 15 menit). 2. Aseptik Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap suhu tinggi yang dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya dikerjakan secara aseptik. Metode aseptik bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dan partikulat dalam sediaan jadi. Keterangan : Penimbangan zat aktif Zat aktif biasanya ditimbang dilebihkan sesuai persyaratan yang ada di monografi untuk mencegah kemungkinan berkurangnya kadar dalam sediaan akibat proses pembuatan ataupun dalam penyimpanan. (Contoh : persyaratan kadar zat X = 98-102 %, maka penimbangan zat aktif dilebihkan 2 %) Bebas pirogen Hal ini baru dilakukan jika volume larutan suntik sebanyak 10 ml atau lebih. Pembebasan pirogen dilakukan dengan penambahan 0,1 % karbon aktif dihitung terhadap volume total (b/v), kemudian dipanaskan pada suhu 60-70 C selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Waktu dihitung setelah suhu mencapai 60-70 C Bebas oksigen atau karbondioksida Hal ini baru dilakukan jika diperlukan terutama jika zat aktif diketahui peka terhadap kedua gas tersebut. Pembebasan oksigen atau karbondioksida dilakukan dengan cara memanaskan air suling selama 30 menit dihitung sejak mendidih kemudian dialiri gas nitrogen sambil didinginkan. Sterilisasi lemari dan ruang Lemari disterilkan dengan uap formaldehid hasil pemanasan serbuk para-formaldehid dalam cawan penguap panas yang diletakkan dalam lemari. Ruang disterilkan dengan sinar UV selama 24 jam sebelum digunakan.

B.Prosedur Pembuatan 1. Larutan (Sterilisasi akhir) Jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu natrium a.Zat aktif digerus dan ditimbang berlebih sesuai kebutuhan menggunakan kaca arloji, kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala. Kaca arloji dibilas 2 kali dengan aqua pro injeksi b.Zat aktif dilarutkan dalam sejumlah tertentu aqua pro injeksi c.Setelah zat aktif dan semua zat tambahan terlarut, larutan tersebut kemudian dituang ke dalam gelas ukur sehingga volume tertentu di bawah volume akhir d.Kertas saring rangkap 2 yang akan digunakan untuk menyaring dibasahi sejumlah tertentu aqua pro injeksi terlebih dahulu, kemudian corong dipindahkan ke erlenmeyer lain yang telah steril e.Larutan yang ada di gelas ukur disaring ke dalam labu erlenmeyer yang telah disiapkan. IPC dilakukan dengan mengukur pH sediaan. Kekurangan aqua pro injeksi dituangkan sedikit demi sedikit untuk membilas gelas piala lalu dituang ke gelas ukur. Air bilasan tersebut kemudian disaring lagi ke dalam erlenmeyer yang telah berisi filtrat larutan hingga volume total seluruh larutan genap ... mL f.Larutan yang telah disaring dituang ke dalam kolom reservoir melalui membran filter bakteri yang diletakkan di atas glass filter G5 (ukuran pori-pori 0,45 m) g.Larutan dituang ke dalam buret steril kemudian ujungya ditutup dengan alumunium foil h.Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum buret dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi alkohol 70 %. Setiap wadah diisi dengan larutan ..C.. mL sesuai persyaratan volume FI IV i.Ampul/vial yang telah berisi zat aktif, bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen j.(Bila wadah ampul) Ampul ditutup dengan api dan disterilkan menggunakan autoklaf secara terbalik dalam gelas piala yang telah dialasi kapas (121 C selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai (Bila wadah vial) Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal dengan alumunium cap, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dalam gelas piala yang telah dialasi kapas (121 C selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai k.Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi sediaan l.Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat Pencampuran eksipien dilakukan di awal, dengan cara melarutkan dahulu eksipien masing2 baru ditambahkan ke dalam larutan stok 2. Larutan (Metode Aseptik) Semua pengerjaan pembuatan sediaan dilakukan di bawah LAF, ruangan kelas 2 (jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu natrium) a.Semua bahan baku (zat aktif + eksipien) yang telah ditimbang disterilisasi dengan metode yang sesuai b.Prosedur b-f sama dengan yang tercantum pada metode sterilisasi akhir c.Larutan yang telah disaring, dituang ke dalam kolom reservoir melalui membran filter bakteri yang diletakkan di atas filter glass G3 (ukuran pori-pori 0,22 m) d.Larutan dituang ke dalam buret steril kemudian ujungnya ditutup dengan alumunium foil e.Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum buret dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi alkohol 70 %. Setiap wadah diisi dengan larutan C mL sesuai persyaratan volume FI IV f.Ampul/vial yang telah berisi zat aktif, bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen g.Dilakukan evaluasi sediaan i.Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat .

3. Injeksi Suspensi Kering tanpa granulasi (Sterilisasi Akhir) Jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu natrium a.Zat aktif dan eksipien digerus, kemudian ditimbang sejumlah yang dibutuhkan b.Masing-masing zat digerus dan dicampurkan sampai homogen dalam mortir c.Campuran sediaan ditimbang dan dimasukkan ke dalam vial dengan bantuan corong dan zalfkaart d.Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal dengan alumunium cap, kemudian disterilkan dalam autoklaf (121 C selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai e.Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi sediaan f.Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat .

4. Injeksi Suspensi Kering tanpa granulasi (Metode Aseptik) Semua pengerjaan pembuatan sediaan dilakukan di bawah LAF, ruangan kelas 2 (jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaan dilakukan pada ruang terlindung cahaya, di bawah lampu natrium) a.Zat aktif dan eksipien digerus kemudian ditimbang sejumlah yang dibutukan lalu disterilisasi dengan metode yang sesuai b.Campurkan zat aktif dan eksipien dalam mortar steril lalu gerus sampai homogen c.Campuran diayak melalui ayakan B40 d.Campuran ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam vial dengan bantuan corong dan zalfkart e.Vial ditutup dengan karet dan alumunium cap f.Dilakukan evaluasi sediaan g.Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi obat

5. Injeksi Suspensi dengan Pembawa Air (Metode Aseptik) a.Suspending agent dikembangkan dengan cara yang sesuai lalu dicampur dengan eksipien lainnya. Sterilisasi bersama dalam autoklaf (121 C selama 15 menit) b.Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam mortar yang steril kemudian dicampurkan dengan pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus c.Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume akhir dicapai dengan penambahan aqua pro injeksi d.Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi .

6. Injeksi Suspensi dengan Pembawa Minyak (Metode Aseptik) a.Suspending agent dicampur bersama minyak kemudian disterilkan di dalam oven (170 C, 30 menit) b.Timbang zat aktif, sterilisasi, gerus dalam mortar yang steril kemudian dicampurkan dengan pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus c.Suspensi tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk dan volume akhir dicapai dengan penambahan minyak steril (tanpa suspending agent) d.Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi

7.Injeksi Larutan Minyak (Metode Aseptik) a.Timbang zat aktif, campurkan ke dalam minyak, kemudian sterilisasi dalam oven (170 C, 30 menit) b.Campuran tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk, genapkan volume dengan penambahan minyak steril c.Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi

8.Injeksi Emulsi M/A (Metode Aseptik) a.Zat-zat larut minyak dicampur dalam minyak dan emulgator minyak, sterilisasi dalam oven (170 C, 30 menit) b.Zat-zat larut air dicampur dalam aqua pro injeksi dan emulgator air, sterilisasi dalam autoklaf (121 C, 15 menit) c.Campur dan gerus kedua campuran tersebut pada suhu yang sama (60-70 C) dalam mortar steril d.Campuran tersebut dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk, genapkan volume dengan penambahan aqua pro injeksi .e.Setelah diaduk homogen, suspensi dituang ke dalam vial steril yang telah dikalibrasi

C.Cara-cara Sterilisasi (FI IV hal.1112-1116, FI III hal 18-19, TPC ed 12 hlm 538-554, diktat kuliah Tekn. FA Sediaan Steril 55-58,Principles of Sterile Product Preparation 73-74/PSPP)

1.Sterilisasi uap Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di suatu bejana di sebut autoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope, untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121oC, kecuali dinyatakan lain. Prinsip dasar kerja alat : udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus. Faktor yg mpengaruhi desain dan pemilihan suatu siklus utk produk atau komponen tertentu a.l: ketdkstabilan panas bahan, pengetahuan ttg penetrasi panas ke dlm bahan, faktor lain yg tercantum dalam program validasi (FI IV). Sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok, kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml, sterilisasi dilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 115oC-116oC selama 30 menit. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 100 ml, waktu sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah berada pada 115oC-116oC selama 30 menit (FI III). Digunakan utk zat yg stabil pd panas, tahan lembab dan dapat ditembus uap air panas. Reaksi kimia yg mematikan terjadi lebih mudah dgn adanya air dan konsekuensinya akan butuh waktu pemaparan panas lebih sedikit utk membunuh mikroorganisme dlm keadaan terhidrasi dibandingkan keadaan kering. Inaktivasi panas dalam sel terhidrasi disebabkan oleh denaturasi dan koagulasi ireversibel enzim dan struktur protein, kemungkinan melalui proses hidrolisis. Hubungan suhu dan waktu tunggu utk sterilisasi panas lembab: (TPC)

Suhu CWaktu tungguminimum (menit)Fo (menit)

115-118121-124126-129134-13830151037,5-1515-3032-6360-150

Ikatan hidrogen mudah putus dgn adanya molekul air karen aterjadinya ikatan hidrogen antara masing-masing gugus amino dan karboksi dengan molekul air. Fungsi air pada panas lembab adalah dalam proses denaturasi. Keuntungan: adanya uap jenuh mpnyai aktivitas pembunuhan yang tinggi dan dapat membunuh semua jenis mikroorganisme, termasuk spora yg resisten, dalam waktu 15 menit 121C, murah, sederhana, hanya membutuhkan pemantauan waktu, suhu dan tekanan, cepat.

2.Sterilisasi panaskeringProses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope dengan menggunakan panas kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam suatu oven yang didesain khusus untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat berupa sirkulasi atau disalurkan langsung dari suatu nyala terbuka (FI IV). Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan ke dalam wadah kemudian ditutup kedap atau penutupan ini bersifat sementara untuk mencegah cemaran. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 150oC selama 1 jam. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu 1 jam dihitung setelah seluruh isi tiap wadah mencapai suhu 150oC. Wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup kedap menurut teknik aseptik (FI III). Teknik Aseptik. Cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin. Teknik aseptik dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan injeksi yg tidak dapat dilakukan proses sterilisasi akhir, krn ketidakmantapan zatnya. Teknik ini tidak mudah diselenggarakan dan tidak ada kepastian bahwa hasil akhir sesungguhnya steril. Sterilitas hasil akhir hanya dapat disimpulkan, jika hasil itu telah memenuhi syarat Uji sterilitas yg tertera pd Uji keamanan Hayati. Teknik aseptik mjd hal yg penting sekali diperhatikan pd waktu melakukan sterilisasi menggunakan cara sterilisasi penyaringan&pemanasan kering sewaktu memindahkan atau memasukkan bhn steril ke dlm wadah akhir steril. Dlm hal tertentu, untuk meyakinkan terjadinya cemaran atar atau tidak sewaktu memindahkan atau memasukkan carian steril ke dlm wadah steril menggunakan cara ini, perlu diuji dgn cara sbb: Ke dlm salah saru wadah masukkan medium biakan bakteri sebagai ganti cairan steril.Tutup wadah dan eramkan pada suhu 32oC selama 7 hari. Jika terjadi pertumbuhan kuman, menunjukkan adanya cemaran yg terjadi pada waktu memasukkan atau memindahkan caran ke dlm wadah akhir. Dalam pembuatan cairan steril menggunakan proses ini, obat steril dilarutkan atau didispersikan dlm zat pembawa steril, diwadahkan dlm wadah steril, akhirnya ditutup kedap untuk melindungi terhadap cemaran kuman. Semua alat yg digunakan harus steril. Ruangan yang digunakan utk melekukan pekerjaan ini harus disterilkan terpisah dan tekanan udaranya diatur positif dgn memasukkan udara yg telah dialirkan melalui penyaring bakteri. Lagipula, pekerjaan ini hrs dilakukan dgn tabir pelindung atau dlm aliran udara steril. Pakaian pekerja hrs khusus&steril, dilengkapi dgn penutup muka&topi (FI III). Digunakan utk zat yg stabil pd panas ttp sensitif lembab atau tidak dpt ditembus uap air panas. Digunakan utk sterilisasi serbuk obat kering, suspensi obat dgn pelarut non air, minyak, lemak, waxes, liquids, soft&hard parafin, lubrikan spt silikon, injeksi minyak, implants, basis salep mata, pakaian bedah, wadah gelas&logam, alat operasi. Pd suhu diatas 250C selama minimal 30 menit bisa sterilisasi dan depirogenisasi glassware dan logam yg resisten panas. Variasi suhu oven tidak boleh lbh dr 5C pd suhu sterilisasi selama wkt tunggu. Barang-barang dibiarkan dingin dlm oven hgg sekitar 40 C sebelum kmd dipindahkan. Inakivasi oleh panas pd sel terdehidrasi, terutama sbg hasil proses oksidasi.Hubungan suhu dgn wkt tunggu pd sterilisasi panas kering:

Suhu CWaktu tunggu minimum (menit)

1601701801206030

British Pharmacopoeia 1993 merekomendasikan protokol ini dan menerima hubungan suhu dan waktu tunggu lain misalnya pd bbrp minyak yg membutuhkan suhu lebih rendah (TPC). Keuntungan: pd suhu tertentu dpt utk sterilisasi&depirogenisasi, metode aman&terpercaya. Tingkat pembunuhan & penetrasi tergantung pd enrgi yg digunakan, jika energi panas cukup dpt berpenetrasi baik&membunuh semua mikroorganisme.(Diktat steril) 3.Sterilisasi gasPilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal sering dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagen dan kemungkinan adanya residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang mengandung ion klorida. Proses sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang bertekanan yang didesain sama seperti otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus yang hanya terdapat pada alat sterilisasi yang menggunakan gas. Kualifikasi proses sterilisasi gas etilen oksida lebih luas cakupannya drpd cara sterilisasi lainnya krn selain suhu, kelembaban, tekanan positif atau hampa udara jg diperlukan pengendalian ketat thdp kadar etilen oksida. Keterbatasan utama dari proses sterilisasi etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari bahan yang disterilkan. Jd desain kemasan&cara pengisisan bejana sterilisasi hrs ditetapkan sedemikian rupa hingga resistensi minimal thdp difusi gas (FI IV). Untuk materi yg kompatibel dgn gas yg digunakan, tidak tahan pd suhu sterilisasi uap, panas kering, atau dosis radiasi tinggi. Kondisi kritis yg hrs dikontrol: konsentrasi gas, suhu, kelembaban relatif, dan waktu pemaparan. Dgn melihat faktor kritis pd proses sterilisasi gas mk metode ini tidak disarankan selama masih ada metode lain yg sesuai.

Gas etilen oksida biasa digunakan utk sterilisai peralatan medis, jg bisa utk wadah plastik&serbuk termolabil. Etilen oksida merupakan pengalkilasi kuat dan aktivitas antimikroba melalui alkilasi gugus sulfhidril, hidroksil, karboksil, amino pd protein&asam nukleat. Tidak ada siklus standar utk sterilisasi dgn etilen oksida, siklus yg digunakan biasanya pd rentang kadar gas 250-1500 mg/L, kelembaban relatif 30-90%, suhu 30-65o,&wkt pemaparan 1-30 jam. Gas yang lain yang dapat dipakai yaitu formaldehid (seperti box sterilisasi), hidrogen peroksida, ozon, klorin dioksida. Gas formaldehid tdk berwarna, tdk eksplosif, tdk mdh tbakar. kekuatan penetrasinya rendah, afinitas thd air tinggi, mudah tpolimerisasi pd permukaan pd suhu dibawah 80o, toksik bg manusia ttp dibandingkan etilen oksida, dia dpt dideteksi dgn baunya pd konsentrasi yg msh dibawah kdr toksiknya. Hidrodgen peroksida, proses sterilisasi pada suhu rendah (4-80o)& dgn kadar gas rendah (0,5-5 mg/L) yg diklaim tidak korosif, dgn siklus sterilisasi kurang dr 90 menit telah diterima. Hidrogen Peroksida tdk dapat digunakan utk sterilisasi liquid&inkompatibel dgn material selulosa berpori tinggi dan nilon. Ozon merupakan bahan pengoksidasi kuat, aktif melawan endotoksin. Proses sterilisasi pd kelembaban relatif 75-90%, suhu rendah (25o), kadar gas 2-5mg/L. Kelembaban tinggi pd prosesnya, sifat pengoksidasinya menyebabkan korosi logam, degradasi karet&bbrp plastik, sehingga menyebabkan sedikitnya penggunaan utk sterilisasi. Klorin oksida telah byk digunakan utk pegolahan air. Proses sterilisasi pd kelembaban relatif tinggi (>80%), suhu rendah (25-30C), kadar gas ed IV, hal. 981-984).Tujuan: Larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat padat steril untuk penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel yang dapat diamati pada pemeriksaan secara visual.3 Penetapan Volume Injeksi Dalam Wadah (FI ed. IV Hal 1044).Tujuan: Menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar volume injeksi yang digunakan tepat/ sesuai dengan yang tertera pada penandaan. (Volume injeksinya itu harus dilebihkan. Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI IV) 4 Uji keseragaman sediaan (untuk serbuk rekonstitusi, FI IV , p. 999-1001)Ada 2 metode, yaitu keseragaman bobot, dan keseragaman kandungan. Metode diterapkan tergantung pada jenis sediaan. 5 Uji Kebocoran (Goeswin Agus, Larutan Parenteral, hal 192) Tujuan: memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan. 6 Uji Kejernihan dan Warna ( Goeswin Agus, Larutan Parenteral, HAL 201) Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga diperlukan uji kejernihansecara visual7 Uji Kejernihan larutan (FI IV hal 998) Tujuan: Sediaan infus atau injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari kotoran , maka perlu dlakukan uji kejernihan secara visual.

EVALUASI BIOLOGI 1 Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) (FI ed IV, HAL 854-855) Tujuan: Menunjukan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa air seperti produk-produk parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan.2 Uji Sterilitas (FI ed. IV, HAL 855-863) Tujuan: menetapkan apakah bahan Farmakope yang harus steril memenuhi persyaratan berkenaandengan uji sterilitas yang tertera pada masing-masing monografi3 Uji Endotoksin Bakteri (FI ed. IV, HAL 905-907).Tujuan : untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada didalam atau pada bahan uji. 4 Uji Pirogen (Untuk volume > 10 ml) (FI ed. IV, HAL. 908-909) .Tujuan: untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi5 Uji Kandungan Zat Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) (FI ed. IV, HAL. 939-942).Tujuan: untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak lebih dari 20% darijumlah yang tertera pada etiket.6 Uji Potensi Antibiotika (Untuk zat aktif antibiotik) (FI IV hal 891-899)Tujuan: untuk mengetahui aktivitas (potensi) antibiotik.

EVALUASI KIMIA 1Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing) 2.Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing).

B.Wadah Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan, penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing monografi. (FI Ed. IV, hal 10). Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan kemurniannya. (FI ed. III, hal XXXIV) Bagaimanapun bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah stabilitas sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen. (Diktat Steril, hal 82) Keuntungan wadah gelas (Diktat steril, hal 82-99) : 1 Mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan kandungan wadah dan tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan senyawa organik. 2 Bersifat tidak permeable sehingga apabila ditutup dengan baik maka pemasukan atau hilangnya gas-gas dapat diabaikan. 3 Wadah gelas mudah dicuci karena permukannya licin 4 Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungnnya dalam wadah. 5 Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan terhadap tusukan dapat divakumkan, dapat dipanaskan pada suhu 121 C pada sterilisasi uap dan 260 C pada sterilisasi kering tanpa mengalami perubahan bentuk. Kerugian : mudah pecah dan bobotnya relatif berat. Wadah yang biasa digunakan untuk sedian injeksi adalah berupa vial atau ampul. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi biasanya digunakan ampul berwarna gelap (biasanya coklat) untuk melindungi sediaan dari cahaya. Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus set. Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe).

C.Penandaan (FI Ed. IV, hal 11) Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan atau pengimpor serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh proses pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan. Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan parenteral volume besar, maka kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum misalnya injeksi Dekstrosa 5% atau Injeksi Dekstrosa (5%). Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, Penandaan mencakup informasi berikut : 1 Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu, kecuali bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan nama dan efek bahan tersebut 2 Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan pengenceran sebelum digunakan, jumlah tiap komponen, komposisi pengencer yang dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk mendapat konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh , uraian singkat pemerian larutan terkonstitusi, cara penyimpanan dan tanggal kadualarsa.

Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual. D.Pengemasan dan Penyimpanan Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk pemakaian parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi dan pemberian 1 liter. (FI Ed. IV, Hal 11) Untuk penyimpanan obat harus disimpan sehingga tercegah cemaran dan penguraian, terhindar pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya. Kondisi penyimpanan tergantung pada sediaannya, misalnya kondisi harus disimpan terlindung cahaya, disimpan pada suhu kamar, disimpan di tempat sejuk, disimpan di tempat dingin (FI Ed. III, Hal XXXIV) BAB IIIPENUTUP

A. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas, dapat sisimpulkan bahwa:1. njeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilakukan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir.2. klasifikasi bentuk sediaan injeksi terdiri dari larutan air, suspensi air, suspensi minyak, injeksi minyak, emulsi, larutan koloidal, sistem pelarut campur, larutan terkonsentrasi, serbuk untuk injeksi dan implant3. Contoh sediaan di pasaran berdasarkan klasifikasi: Bentuk sediaan injeksi kering (BCG), bentuk sediaan implant triclofem, bentuk sediaan injeksi larutan Lidokain, bentuk sediaan suspensi Kenacort-injeksi A, bentuk sedian injeksi impan + suspensi basis air, sediaan injeksi larutan terkonsentrasi taionil milan roche, sediaan injeksi emulsi vit K, sediaan injeksi suspensi dalam minyak PENSTREP 5 GRAM, sedian bentuk suspensipropofol 200 mg in 20ml, serbuk injeksi kering4. Formula umumnya terdiri dari zat aktif dan zat tambahan.5. Ada dua metode pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik. 6. Evaluasi sediaan terdiri dari evaluasi fisika, evaluasi biologi, evaluasi kimia

Daftar Pustaka

7. Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI press 8. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI9. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI10. Pharmacopee Ned edisi V11. Soetopo dkk. 2002. Ilmu Resep Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan 12. Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press13. Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press14. Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta 15. Van Duin. 1947. Ilmu Resep. Jakarta : Soeroengan16. Anonim. Farmakope Herbal 17. Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Pres18. Martindale, The Extra Pharmacopeia Twenty-eight Edition. The Parmaceutical Press, London. 1982.19. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta: PT Infomaster.20. Departement of pharmaceutical Science. 1982. Martindale the Extra Pharmacoeia 28th edition. London: The Pharmaceutical Press.21. Badan Pengawas Obat dan Makanan. ISFI. 2006. ISO Indonesia, volume IV. Jakarta: PT. Anem Kosong Anem (AKA).22. Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The Pharmaceutical Press.23. Hardjasaputra, S. L. Purwanto, Dr. dkk. 2002. Data Obat di Indonesia (DOI), edisi 10. Jakarta: Grafidian medi press. (#Akfar PIM/2010)