majalah aer ii/2015

48
Edisi April - Juni 2015 A Comprehensive In-depth Review of Aceh Economy MANAJEMEN ZAKAT SEJAHTERAKAN UMAT ISSN 2089-4465 9 772089 446550

Upload: mutianit

Post on 12-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Aceh Economic Review Edisi II/2015

TRANSCRIPT

Page 1: MAJALAH AER II/2015

Edisi April - Juni 2015

A Comprehensive In-depthReview of Aceh Economy

MANAJEMEN ZAKAT SEJAHTERAKAN UMAT

ISSN 2089-4465

9 7 7 2 0 8 9 4 4 6 5 5 0

Page 2: MAJALAH AER II/2015

Biro Perekonomian Setda Aceh

Page 3: MAJALAH AER II/2015

REDAKSI

Pelindung : Gubernur dan Sekretaris Daerah

Ketua Pengarah : Asisten Keistimewaan Aceh,

Pembangunan dan

Ekonomi Aceh

Wakil Ketua Pengarah : Drs. Muhammad Raudhi, M.Si

(Kepala Biro Perekonomian

Setda Aceh)

Pemimpin Redaksi : Dra. Hj. Syamsidar (Kabag.

Pembinaan Kerjasama pada Biro

Perekonomian Setda Aceh)

Wakil Pemimpin Redaksi : Drs. H.M. Ali Alfata, MM (Kepala

Biro Humas Setda Aceh)

Anggota : Azwari, SE, M.Si

Erwani, SE

Redaktur Pelaksana :

Ketua : Ir. M. Elli Syahdi

Sekretaris : Sri Iswari, SE. Ak

Anggota : Muhammad Hafiz Hannibal, BSc

Nurdin, S.Pd

Redaksi :

Ketua : Amir Hasan, SE. Ak

Sekreataris : Dewi Ertika Pane, SS

Anggota : Ratu Suhaimi, BA

Ade Habya Fijay, ST

Staf Redaksi :

Anggota : Zaldi Akmal, SE, MM

Syaiful Ardy

Managing Editor : Suhendra, SE

T. Muda Syurmanshah, SE

Wartawan : Edly, Razzaq, Aulia, Bella, Nailul,

Ella, Ayi, Nurma, Nadia, Fauziah,

Mia, Fauzan, Fadlan.

Redaksi/Kontributor : Jeliteng Pribadi, SE, MM, MA,

Said Muniruddin, SE, MA,

Nasrillah Anis, SE, MM,

Miftachuddin Cut Adek, SE, M.Si,

Kartunis : Deky

Konsultan Media : Adi Warsidi, Yoserizal

Desain Grafis/Layout : Amir Faisal

Alamat Redaksi

Kantor Gubernur Aceh,

Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Aceh

Jln. T. Nyak Arief, No. 219, Banda Aceh.

Email: [email protected]

Percetakan : PT AMG - Serambi Indonesia (Isi di luar tanggung jawab percetakan)

Assalamualaikum wr.wb.

Pembaca AER yang budiman, kembali

kami hadir menjumpai Anda. Kali ini

AER mengangkat tema manajemen

Zakat untuk kesejahteraan umat. Ide ini

terinspirasi dari Seminar Internasional

tentang Standarisasi Manajemen Zakat

di Dunia. Hasil seminar membuktikan

bahwa potensi zakat yang sangat besar

ternyata belum mampu meningkatkan

kesejahteraan umat Muslim di dunia.

Hal ini dimaklumi karena manajemen

zakat, baik dalam hal pengumpulan

maupun pendistribusiannya masih

belum optimal. Melalui laporan utama

ini, kami ingin mengajak pembaca

AER untuk sama-sama memberikan

sumbangan pemikiran sehingga Aceh

dapat keluar dari jurang kemiskinan

dengan memanfaatkan potensi zakat

yang ada.

Pada kesempatan kali ini,

sebagaimana biasanya, kami juga

meramu berbagai informasi pilihan

dari daerah maupun nasional dan

internasional untuk Anda. Pada rubrik

internasional, kami mengajak Anda

untuk belajar dari Singapura. Pada

rubrik nasional, kami mengangkat

berita tentang Penghargaan Pangripta

yang kembali diraih Aceh dalam hal

perencanaan pembangunan. Dalam

rubrik nanggroe, kami mengajak

pembaca untuk melihat berbagai

kegiatan bisnis dan potensi usaha kecil

menengah di beberapa daerah di Aceh.

Sebagaimana komitmen kita untuk

menambah muatan foto-foto sesuai

tema ‘Biarkan fakta yang bicara’. Maka,

dalam dua edisi AER terakhir, kami

menyajikan berita foto dari seorang

fotografer profesional yang karya-

karyanya banyak di-release media-

media internasional, Hotli Simanjuntak.

Pembaca yang terhormat, kami

persembahkan kembali AER ke ruang

baca Anda. Selamat menikmati. [ ]

Selamat menikmati...

Wassalam

Drs. Muhammad Raudhi, M.Si(Kepala Biro Perekonomian Setda Aceh)

Saleum

Redaksi Saleum

Redaksi

Page 4: MAJALAH AER II/2015

Laporan Utama

Analisa

Hal. 44

Hal. 26

Hal. 19

Hal. 6

Laporan Utama 6 - Manajemen Zakat, Sejahterakan Umat 8 - Dari Seminar World Zakat Forum : Zakat Mengangkat Derajat Umat 10 - Zakat Solusi Entaskan Kemiskinan 12 - Manajemen Zakat ala ZFI India 14 - Studi Banding Manajemen Zakat di Afrika 16 - Beda Manajemen Zakat Malaysia & Indonesia

Analisa 19 - Pengelolaan Zakat di Negara-negara Islam

Opini 20 - Rasionalisasi Publik Baru dalam Proses Kebijakan Publik

Nanggroe23 - Sensasi BeUlacan Meureudu 25 - Dari Indonesia Marketeers Festival 2015 Pemasaran; Kendala UKM Aceh 26 - Produksi Padi Aceh Lampaui Target RPJM28 - Pisang Sale Oleh-Oleh Khas Aceh Timur32 - Lincah Cot Buket yang Menggoyang Lidah34 - Pajak untuk Pembangunan

International38 - Ini Rahasia Kesuksesan Ekonomi Singapura, Si Macan Asia

Peluang Usaha40 - Bisnis Kuliner Masih Menjanjikan

Wisata 44 - Sabang, Sekeping Surga di Bumi

Nanggroe

Wisata

Page 5: MAJALAH AER II/2015

5| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Handoko | Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh

Saya sudah pernah lihat majalah ini. Oh ya, dari Biro Ekonomi Pemda Aceh. Kita satu tim dengan Biro Ekonomi dalam mengendalikan inflasi (TPID Aceh-red). Kita sangat membutuhkan media-media seperti ini untuk mensosialisasikan perkembangan ekonomi. Sebaliknya, masyarakat perlu mendapatkan pembelajaran tentang ekonomi. Kondisi perekonomian Aceh sangat mengandalkan belanja pemerintah. Masyarakat Aceh juga cenderung konsumtif. Sehingga kalau belanja pemerintah macet, maka langsung mempengaruhi harga kebutuhan pokok di pasar. Padahal kebutuhan rumah tangga sehari-hari banyak yang bisa dihasilkan sendiri, tidak harus membeli di pasar; seperti cabai, bawang, tomat, telur dan daging ayam. Oleh sebab itu, BI berupaya melakukan edukasi juga kepada masyarakat. [aer]

Muhammad | Pengusaha Ayam Potong, Kuala Simpang

Majalah ini bagus. Saya baru lihat, apa ini dijual? Kami (pengusaha) perlu juga membaca info-info ekonomi dan usaha seperti ini. Kalau bisa kami juga dikasih-lah. Pengusaha di Aceh kurang mendapat info bagaimana bisa membangun usahanya. Perhatian pemerintah terhadap pengusaha sangat rendah. Saya tidak pernah mendapat bimbingan dari pemerintah. Apalagi mendapat bantuan modal atau pelatihan manajemen pengembangan usaha. Majalah ini mungkin bisa membantu mengkomunikasikan ini. [aer]

Cut Erika | Pemilik dan Manajer Brownies Aceh

Saya sudah pernah diwawancara AER, dulu. Saya alumni ekonomi juga lho. Makanya daripada hanya bengong di rumah, saya berusaha mencari tambahan ekonomi keluarga. Kebetulan saya suka membuat

kue, maka jadilah usaha ini, Brownies Aceh (sambil menawarkan sample brownies untuk dicicipi). Bagaimana rasanya, boleh kan?

Alhamdulillah, dengan menggunakan jaringan teman-teman dan media sosial, produk saya banyak dipesan bahan sampai ke luar

Aceh. Harganya juga terjangkau, kok, tidak seperti di mall - mall. Saya berharap agar AER dapat menjadi ajang mempromosikan usaha-usaha

kecil seperti kami ini agar bisa terus berkembang. [aer]

Surat Pembaca

Page 6: MAJALAH AER II/2015

6 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Zakat adalah salah satu ibadah umat Muslim yang berdampak langsung pada tatanan kehidupan sosial masyarakat

dan bahkan kehidupan bernegara. Karena, zakat memiliki dua fungsi yakni sebagai ibadah bagi muzzakki yakni wujud muroqobah seorang hamba terhadap Tuhannya, dan meningkatkan kecerdasan sosial yang peduli dengan

lingkungan terutama mereka yang miskin.

Nabi Muhammad SAW mulai mewajibkan ibadah zakat kepada umat Muslim pada tahun kedua Hijriah. Sepeninggal Rasulullah SAW, pelaksanaan ibadah terus dijalankan oleh para khalifah dan seterusnya di berbagai negara muslim di dunia hingga saat ini.

Melihat prinsip dan potensi zakat

yang ada, sangat dimungkinkan untuk menjadikan zakat sebagai pilar utama pengentasan kemiskinan di Indonesia, terutama di Aceh. Sejarah telah membuktikan bahwa pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, zakat telah mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin di Mekkah dan negara-negara yang ditaklukkannya.

MANAJEMEN ZAKAT, SEJAHTERAKAN UMAT

Page 7: MAJALAH AER II/2015

7| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Laporan Utama

Baitulmaal yang diinisiasi oleh Khalifah Umar bin Khattab mampu mengangkat harkat dan martabat kaum dhuafa. Wibawa pemerintah dan ketaatan rakyat menjadi harmonis seiring dengan seimbangnya pengelolaan harta zakat kepada masyarakat.

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, sahabat Muaz bin Jabal yang menjabat Gubernur Yaman ditunjuk pertama kali untuk menjadi Ketua Amil Zakat di Yaman. Pada tahun pertama Muaz bin Jabal mengirimkan 1/3 dari surplus dana zakatnya ke pemerintah pusat. Kemudian Khalifah Umar mengembalikannya untuk mengentaskan kemiskinan di Yaman. Pada tahun kedua, Muaz bin Jabal

menyerahkan ½ dari surplus zakatnya ke pemerintah pusat, Khalifah Umar pun mengembalikannya. Subhanallah, pada tahun ketiga Muaz bin Jabal menyerahkan seluruh pengumpulan dana zakatnya ke pemerintah pusat. Hal ini dilakukan karena sudah tidak ada lagi orang yang mau menerima zakat atau yang disebut mustahik. Alih-alih, semua keluarga sudah beralih menjadi menjadi wajib zakat (muzakki), sehingga akhirnya pemerintah pusat mengalihkan distribusi dana tersebut pada daerah lain yang masih miskin.

Kondisi seperti inipun terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah. Pemimpin yang terkenal zuhud ini mampu mengoptimalkan potensi zakat, infaq, shadaqoh dan wakaf sebagai solusi pengentasan kemiskinan di negerinya. Hal ini terbukti hanya dengan waktu 2 tahun 6 bulan, dengan manajemen yang professional dan akuntabel, rakyatnya hidup makmur dan sejahtera tanpa ada orang miskin di negerinya.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Ubaid, bahwa Gubernur Baghdad Yazid bin Abdurahman mengirim surat tentang melimpahnya dana zakat di Baitulmaal karena sudah tidak ada lagi orang yang mau menerima zakat.

Lalu Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk memberikan upah kepada orang yang biasa menerima upah. Lalu Yazid menjawab, ”Sudah diberikan namun dana zakat masih berlimpah di Baitulmaal.”

Umar mengintruksikan kembali

untuk memberikan kepada orang yang berhutang dan tidak boros. Yazid berkata, ”Kami sudah bayarkan hutang-hutang mereka namun dana zakat masih berlimpah.”

Lalu Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk menikahkan orang yang lajang dan membayarkan maharnya. Namun hal itu dijawab oleh Yazid dengan jawaban yang sama bahwa dana zakat di Baitulmaal masih berlimpah.

Pada akhirnya Umar bin Abdul Aziz memerintahkan Yazid bin Abdurahman untuk mencari orang yang berusaha dan membutuhkan modal, lalu memberikan modal tersebut tanpa harus mengembalikannya.

Paradigma merubah mustahik menjadi muzakki bukanlah mimpi ketika pengelolaan zakat didukung oleh kemauan politik (political will) dan manajemen yang professional. Harta zakat dimanfaatkan benar-benar untuk mensejahterakan kaum dhuafa. Untuk itu, orientasi pengelolaan dan distribusi zakat harus mengacu pada dua hal: 1) berlipatgandanya pahala muzakki dan 2) meningkatnya kesejahteraan mustahik.

Kedua filosofi di atas akan menjadi daya dobrak bahwa zakat mampu menjadi solusi dan bukan sekedar alternatif pengentasan kemiskinan semata. Untuk itu, dibutuhan sinergitas multi stakeholder serta para pembuat kebijakan di tingkat pemerintahan. Sehingga peran zakat tidak hanya sebatas wacana, namun mutlak mampu menjadi solusi pengentasan kemiskinan. [AER | dari berbagai sumber]

photo | baznas.com

photo | baznas.com

Page 8: MAJALAH AER II/2015

8 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

ZAKAT MENGANGKAT DERAJAT UMAT

DARI SEMINAR WORLD ZAKAT FORUM :

“Jika dikelola dengan baik, zakat dapat berperan besar dalam mengentaskan

kemiskinan dan ketimpangan sosial dalam masyarakat,” papar Dirjen Bimas

Islam Kemenag RI Prof Dr Machasin mewakili Menteri Agama RI dalam

sambutannya pada Seminar bertajuk “Developing International Standards for

Zakat Management (Membangun Standar Internasional Manajemen Zakat)” di Hotel

Hermes Palace Banda Aceh, Selasa (9/6) lalu.

Machalis menjelaskan bahwa beberapa hari sebelumnya, pihaknya melalui Badan Amil

Zakat Nasional (Baznas) juga sudah mengadakan diskusi dengan lembaga pengelola zakat dari berbagai negara dan beberapa instusi terkait.

“Dalam world zakat forum ini, kami berharap dapat tersusun suatu standar pengelolaan zakat yang dapat dipakai di seluruh dunia sehingga manfaat zakat bagi mustahiq lebih optimal. Untuk itu diperlukan administrasi keiklhasan dalam mengelola zakat,” katanya lebih lanjut.

Jumpa Pers WZF, Baznas, Pemda Aceh dan Pemko Banda Aceh

Page 9: MAJALAH AER II/2015

9| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Laporan Utama

“Kenapa harus berstandar interna-sional? Karena kita ingin menge-depankan manajemen penge lolaan zakat yang akuntabel, transparan, efektif dan efisien serta sudah teruji di banyak negara,” jelasnya lagi.

Soal pengaturan lembaga zakat, Machasin menjelaskan tugas pemerintah adalah membuat regulasi dan pengawasan.

“Daftar lembaga zakat yang beroperasi di Indonesia kita sudah punya, namun belum semuanya terakreditasi,” ungkapnya.

“Mereka (lembaga zakat) harus mengajukan dulu kepada kita. Kalau Baznas dibentuk langsung oleh Presiden, sementara di daerah dibentuk oleh Bupati/Wali Kota sesuai ketentuan yang berlaku,” tambah Machasin.

Sementara Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc selaku Ketua Umum Baznas, mengungkapkan, terkait standar manajemen pelayanan zakat, yang terpenting bukan jumlah pengumpulan zakatnya yang besar, tetapi bagaimana zakat mengangkat

derajat para mustahiq.“Itulah kesuksesan sebuah badan

zakat,” katanya.Baznas, kata Didin, terus

mensosialisasikan zakat agar dapat menjadi mainstream perekonomian bangsa.

“Jika ZIS dikelola dengan baik, maka kesejahteraan warga akan meningkat. Korelasi pajak dan zakat itu positif, seperti yang terjadi di Malaysia.” tuturnya.

“Zakat tidak dipandang sebelah mata, tapi suatu potensi yang sangat besar. Banyak negara menjadikan zakat sebagai bagian penting dari pemerintahan,” katanya seraya menambahkan pihaknya juga sudah menyalurkan bantuan zakat bagi pengungsi Rohingya yang dikoordinir langsung oleh Baitul Mal Aceh.

Harapan World Zakat Forum (WZF)Sekjend WZF DR. Ahmad Juwaini

berharap agar seminar zakat tingkat dunia ini bermanfaat bagi pengelola zakat di Indonesia, khususnya di Aceh. Tokoh zakat Indonesia yang terpilih sebagai Sekjend pada Konferensi WZF di New York USA Tahun 2014 ini berharap gagasan standar zakat internasional akan membola salju dan dipakai di seluruh dunia.

“WZF akan berupaya meningkatkan

dampak pengelolaan zakat bagi upaya pengentasan kemiskinan dunia,” tandas Ahmad Juwaini.

Seminar internasional yang berlangsung selama dua hari penuh ini dihadiri oleh perwakilan lembaga pengelola zakat dari 10 negara yakni Arab Saudi, Turki, Bosnia, Malaysia, Afrika Selatan, India, Tanzania, Bangladesh, Jordan dan Indonesia sendiri.

Lebih jauh Ahmad Juwaini memaparkan bahwa lembaga yang lahir pada tahun 2010 dan beranggotakan 40 lembaga dari 16 negara ini berharap hasil seminar ini akan menjadi landasan bagi lahirnya sebuah standar manajemen zakat yang akan meningkatkan performa pengelolaan zakat se-dunia.

Turut hadir pada acara acara tersebut antara lain Asiten II Setda Aceh Azhari SE MSi yang mewakili Gubernur Aceh dan Wali Kota Banda Aceh Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal SE.

Sebagai sponsor utama, Walikota Banda Aceh mendukung penuh seminar zakat sedunia ini sebagai bagian dari program pariwisata Islam yang digagasnya. “Pemko Banda Aceh senantiasa akan terus menerus mendorong berbagai event dan kegiatan untuk mengembangkan pembangunan Banda Aceh melalui patiwisata Islami,” pungkasnya. [haris]

Pembukaan Seminar World Zakat Forum

Page 10: MAJALAH AER II/2015

10 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

ZAKAT SOLUSI ENTASKAN KEMISKINAN

Target PBB dalam Millenium Development Goals (MDG) untuk mengurangi setengah kemiskinan dunia pada tahun 2015 terancam gagal. Hal ini diperparah lagi dengan semakin melebarnya

jurang pendapatan antara si kaya dan si miskin. Berangkat dari kisah sukses Malaysia dan Afrika Selatan dalam mengelola zakat, Dr. Irfan Syauki Beik, Ketua Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah IPB Bogor memandang perlu menyusun terobosan kebijakan pengentasan kemiskinan melalui standarisasi manajemen zakat yang komprehensif.

“Zakat adalah instrumen yang dapat memengaruhi produktivitas perekonomian suatu bangsa, sekaligus

dapat menjadi stimulator pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan potensinya secara global yang bervariasi, antara 1,8 hingga 4,34 persen, sektor zakat memiliki peran yang sangat strategis dan fundamental,” jelas alumni Malaysia ini.

Lebih lanjut Irfan menjelaskan bahwa banyaknya lembaga yang berperan sebagai pengelola (amil) zakat, misalnya di Indonesia ada BAZNAS maupun LAZ, menuntut adanya standardisasi tata kelola amil zakat.

“Hal ini penting untuk menunjang kesuksesan pengelolaan zakat di Indonesia,” papar Irfan yang tampil sebagai salah seorang pemateri pada hari kedua Seminar

Page 11: MAJALAH AER II/2015

11| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

World Zakat Forum, Rabu (10/6) di Banda Aceh.Irfan menambahkan bahwa audit kinerja amilin

oleh pihak yang berwenang sangat diperlukan agar pengelolaannya sesuai dengan syariah. Audit itu mencakup dokumen rencana program yang sistematis, eksekusi program di lapangan dan standar operasional pendampingan mustahik.

Zakat Core PrinciplesIrfan menambahkan bahwa dalam tataran global, telah

ada upaya menyusun Zakat Core Principles (ZCP) sebagai wujud penataan perzakatan. “ZCP ini lahir atas inisiasi

BAZNAS, Bank Indonesia, dan Islamic Development Bank, kini telah diikuti beberapa negara seperti Sudan, Arab Saudi, Malaysia, Afrika Selatan, dan lain-lain,” ujarnya.

“Dalam tahun terakhir, ZCP telah melaksanakan 3 kali rangkaian diskusi internasional antara lain di Jakarta, Agustus 2014, Surabaya, November 2014, dan di Banda Aceh sekarang ini,” jelasnya.

“Anggota International Working Group ZCP ini terdiri dari : Indonesia, Malaysia, Saudi Arabia, India, Pakistan, Bangladesh, South Africa, Bosnia Herzegovina, Singapore, Sudan, Turkey, Islamic Development bank (IDB) Group, World Bank (observer) dan the World Zakat Forum (observer),” tambahnya.

Irfan memaparkan bahwa perlu ada negara yang bisa menjadi contoh atau role model pengelolaan zakat, sekaligus role model bagi integrasi antar sektor dalam perekonomian syariah. Selama ini seolah-olah antar sektor dalam ekonomi syariah ini berjalan masing-masing tanpa ada integrasi yang utuh dan menyeluruh.

“Kolaborasi BI dan BAZNAS di Indonesia mudah-mudahan bisa menjadi contoh yang baik bagi dunia internasional, dimana dukungan penuh otoritas moneter kepada otoritas zakat bisa menjadi jalan bagi integrasi sistem ekonomi dan keuangan syariah ke arah yang lebih baik dan lebih produktif,” paparnya penuh semangat.

Selain persoalan integrasi, keberadaan institusi zakat bagi sebuah negara juga menjadi hal yang sangat krusial dalam menghadapi fenomena ‘vacuum cleaner effect’ (VCE). VCE adalah fenomena terserapnya aset kekayaan dan pendapatan nasional ke tangan sebagian kecil kelompok masyarakat, sehingga menyebabkan kesenjangan yang semakin besar. Biasanya ditandai dengan semakin meningkatnya nilai keofisien Gini, yang menjadi alat ukur kesenjangan antar kelompok masyarakat.

“VCE ini dapat disebabkan oleh ketidakadilan sistem ekonomi dan tidak berjalannya mekanisme distribusi, terutama dari kelompok kaya pada kelompok miskin. Karena itu, keberadaan zakat sebagai instrumen untuk mengalirkan kekayaan ini menjadi sangat penting. Agar zakat dapat dioptimalkan, maka aspek tata kelola atau governance menjadi hal yang sangat krusial,” pungkasnya. [rahmi atika]

Dr Irfan Syauki (paling kanan) usai memberi materi seminar

Laporan Utama

Page 12: MAJALAH AER II/2015

12 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

MANAJEMEN ZAKAT ALA ZFI INDIADr. Syed Zafar Mahmood,

President Zakat Foundation of India (ZFI) memaparkan kiprah organisasinya dalam

mengelola Zakat di India, khususnya di ibukota negara New Delhi. ZFI adalah salah satu dari beberapa organisasi pengelola Zakat di India selain Baitul Maal, AICMEU

dan Jamat-e Islami Hind yang terbesar. Jumlah warga Muslim di India tercatat sebanyak 150 hingga 200 juta jiwa.

ZFI adalah sebuah LSM akar rumput yang didirikan tahun 1997, bergerak dalam menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq dan sadaqah dengan sistem modern. Zafar mengaku bahwa ZFI tidak

mengumpulkan uang cash dari muzakki. “Kami tidak datang kepada masyarakat

untuk mengumpulkan zakat, melainkan kami membuka rekening di dua bank, kemudian donatur mendepositkan zakat dan donasinya pada rekening ini,” ujar Zafar.

“Saya fikir hanya 10-15 persen saja

Page 13: MAJALAH AER II/2015

13| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Laporan Utama

wajib zakat di India yang mau membayar zakatnya, sisanya tidak melakukan (membayar),” paparnya. Lebih jauh ia berfikir bahwa sebagian besar masyarakat belum memahami kewajiban zakat, dan betapa pentingnya zakat bagi umat yang membutuhkan. “Satau cara untuk mengatasi ini adalah, kita perlu terus menerus memperkenalkan keberadaan organisasi ini kepada masyarakat,” tambahnya.

Tokoh yang pernah menjadi wakil masyarakat Islam India dalam suatu dialog antar agama dengan Presiden George Bush ketika mengunjungi India tahun 2006 ini memaparkan panjang lebar sepak terjang

organisasinya, antara lain: 1. Memberikan beasiswa pendidikan

bagi ratusan anak-anak sangat miskin untuk bersekolah di berbagai lembaga pendidikan dengan fasilitas makanan yang terjangkau.

2. Memberikan pelatihan dan memfa-silitasi aplikasi pekerjaan bagi masyara-kat miskin.

3. Mendirikan Rumah Zakat di New Delhi, termasuk kantor ZFI, rumah sakit, panti jompo, dan pusat pelatihan.

4. Mengelola asrama “Happy Home & Fatima Care” untuk orang miskin dan yatim.

5. Membangun rumah perawatan bagi

pasien miskin6. Menanggung penuh biaya pengobatan

pasien yang sakit parah di rumah sakit ternama seperti: transpantasi ginjal/hati, cuci darah, dll.

7. Santunan bulanan kepada para janda dan orang miskin.

8. Membantu gadis-gadis miskin untuk menikah dan membayar SPP sekolah pelajar miskin.

9. ZFI juga turut membantu korban tsunami di Gujarat, Gempa di Kashmir, membantu tenaga kesehatan dan modal usaha bagi warga yang terkena wabah kemiskinan dan kelaparan di Bengal Barat. [zaky]

Relawan ZFI melayani pasien ZFI team

ZFI membantu korban banjir di Kashmir

Page 14: MAJALAH AER II/2015

14 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

STUDI BANDING MANAJEMEN ZAKAT DI AFRIKA

Arif dari The South African National Zakah Fund (SANZAF) menilai, sistem manajemen zakat di negara-negara afrika beragam,

baik dari sisi metode pengumpulannya maupun pemanfaatannya. Demikian pula halnya tentang tingkat kepatuhan warganya dalam membayar zakat. Ada 54 negara di Benua Afrika, 49 di antaranya berada di Sub-Sahara (Afrika Barat, Timur, Tengah dan Selatan). Total populasi penduduk Afrika sebesar 1,097 milyar jiwa dan lebih setengahnya (582 juta jiwa) adalah muslim. Nigeria adalah negara dengan populasi muslim terbesar yakni 121,5 juta jiwa (70%).

Tanzania adalah negara yang paling banyak mengumpulkan zakat di Afrika yakni sebesar US$25 juta setahun dari 27 juta (55%) warga muslimnya. Urutan kedua

ditempati Afrika Selatan dengan jumlah US$ 11 juta dari 1,5 juta (3%) warga muslimnya. Berikutnya adalah Botswana yang berhasil mengumpulkan US$ 1 juta dari 6.000 (0,06%) warga muslimnya. Negara-negara lainnya umumnya hanya mengumpulkan kurang dari US$ 1 juta dolar.

SANZAF menyalurkan dana zakat untuk berbagai program antara lain beasiswa, kewirausahaan, pelatihan keterampilan, kebutuhan sekolah, kebutuhan dasar rumah tangga (air bersih, listrik), bantuan musim dingin, program Ramadhan dan Idul Fithri/Adha, dan qurban.

Sudan | M. Obaidillah dari Islamic Development Board (IDB) memaparkan bahwa sebagian besar negara-negara di Afrika tidak memiliki sistem pengelolaan zakat. “Misalnya di Nigeria, Sudan, Afrika Selatan

dan lainnya,” paparnya. Sudan bukanlah negara yang kaya. Ini adalah negarai berbasis pertanian. Jumlah zakat yang dikumpulkan relatif besar namun trendnya mengalami penurunan. Pada tahun 2013, zakat yang dikumpulkan sebesar US$200 ribu, hanya tumbuh 4,8 persen dari tahun sebelumnya yang sempat naik 14,5 persen. Sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 39 persen terhadap total Zakat di Sudan. Sedangkan sektor perdangan memberi kontribusi sebesar 45 persen. Minimnya koordinasi dengan pelaku bisnis juga menjadi tantangan dalam penghimpunan zakat. Demikian pula koordinasi antara badan zakat dengan perbankan yang relatif lemah. Demikian pula dalam hal implementasinya. Untuk itu, Obaidillah memandang perlu pengembangan strategi penghimpunan dan

Page 15: MAJALAH AER II/2015

15| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Laporan Utama

implementasi yang lebih baik lagi. Sebanyak 2/3 distribusi zakat di Sudan disalurkan untuk fakir miskin. Sisanya masing-masing sekitar 15-18% disalurkan untuk muallaf dan biaya operasional.

Uganda | Izzedine Mohammed dari House of Zakat and Waqf (HZW), memaparkan bahwa jumlah penduduk Muslim di Uganda sekitar 10 juta jiwa; namun tidak tidak memiliki hukum yang khusus untuk pengumpulan zakat dan waqaf. Ia menjelaskan bahwa HZW bekerja sebagai organisasi relawan swasta dan saat ini utamanya terlibat dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang zakat dan waqaf. Organisasi ini baru berdiri sekitar tiga tahun lalu.

Mozambique | sebuah negara dengan jumlah penduduk muslim sekitar 4,8 juta (20 persen) dari total penduduk 24,3 juta jiwa. Umumnya umat Muslim tinggal di kawasan terpencil di bagian Utara. Kegiatan sukarela yang dilakukan komunitas Muslim antara lain tanggap darurat untuk korban banjir besar sekitar dua tahun lalu. Sama seperti di

uganda, masyarakatnya juga kurang peduli tentang zakat. Dana sumbangan secara umum merupakan pengembalian pajak dan jumlah pengumpulan sumbangan total dari umat Muslim sekitar US$300 ribu pada 3 tahun lalu.

Zambia | Organisasi Islam ZANZAWI awalnya menerima zakat dari luar; kemudian mulai mengumpulkan zakat dari donatur internal. Dari dana amal ini, organisasinya berhasil membangun sebuah klinik kesehatan dengan biaya konsultasi lebih murah daripada rumah sakit pemerintah dan menyediakan katering bagi anak-anak sekolah Muslim dan non-Muslim. Sejalan dengan masukan dari SANZAF, organisasi ini kini sedang mentargetkan masyarakat miskin, dan menyediakan dukungan yang memadai untuk para pencari kerja. Ia juga membantu pendidikan keterampilan dan membantu sekitar 40 rumah bagi kaum duafa yang terletak di dekat mesjid. Warga miskin diidentifikasi dari mereka yang datang ke mesjid berdasarkan rekomendasi imam.

Tanzania | Shaikh Khamees dari National Muslim Council menjelaskan bahwa jumlah umat Muslim di negara ini sebesar 25 juta jiwa (55%) dari 45 juta penduduknya. Ada beberapa LSM yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, yang terbesar adalah DYCC yakni asosiasi persaudaraan Yaman, yang umumnya adalah warga terkaya di negeri ini. Tidak ada institusi negara yang

mengurus zakat secara resmi. Oleh karena itu, tidak ada informasi akurat tentang jumlah zakat yang dikumpulkan. Saat ini sedang diupayakn untuk menggabungkan semua organisasi Islam untuk membentuk organisasi zakat nasional.

Kenya | Amin Mohammad, Ketua Dewan Majelis Al Alil Muslimeen memaparkan populasi penduduk Kenya sebesar 43 juta jiwa dimana sepertiganya adalah Muslim. Sayangnya, tidak ada pengumpulan zakat di negeri ini meskipun penduduk Muslimnya banyak. Ia mengungkapkan ketertarikannya untuk belajar tentang pengumpulan dan distribusi zakat di Afrika Selatan. Ada banyak Muslim kaya di Kenya; tetapi sayangnya tidak berkonsultasi kepada ulama. Kemudian, mereka membayar sendiri-sendiri dengan jumlah yang tidak signifikan sehingga memiliki dampak yang kecil dari distribusinya.

Zimbabwe | Hayat Ahmad dari Islamic Welfare Fund, Harare mengatakan bahwa dana yang mereka kelola telah ada dan dimulai sejak 30 tahun lalu. Dana diperoleh berkat bantuan komite sukarela yang mengumpulkan zakat dan tiga karyawan tetap untuk mendistribusikan zakat. Sejak kemunduran ekonomi negara, dana yang terkumpul banyak terkuras hingga mencapai rata-rata US$ 20,000 tiap bulannya untuk para janda, manula, pendidikan anak yatim, pelayanan kesehatan, dan jenazah. [haris]

Page 16: MAJALAH AER II/2015

16 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

BEDA MANAJEMEN ZAKAT MALAYSIA & INDONESIAAsisten Manajer Urusan

Internasional Pusat Pengumpulan Zakat Malaysia (PPZ-MAIWP) Amran Hazali

menekankan bahwa pembicaraan dan pemahaman mengenai zakat harus dilakukan pada tingkat manajemen atas (top level management) di setiap negara.

“Hal ini perlu karena zakat adalah ibadah yang penting tidak hanya kepada muzakki tetapi juga kepada mustahik dan akhirnya kepada seluruh ummat,” ujarnya pada Seminar World Zakat Forum, Rabu (10/6).

Namun, Amran juga mengingatkan lembaga zakat untuk bekerja profesional mengingat banyaknya isu-isu negatif tentang pengelolaan dana zakat.

“Untuk meningkatkan manajemen sebuah institusi zakat yang baik diperlukan pendekatan yang bijaksana, khususnya

dalam teknis menangai isu-isu seperti: nisab, metode pengumpulan data, uruf, dan isu-isu menyangkut distribusi,” tambahnya.

Perbandingan Lembaga Pengelola Zakat di Indonesia dan Malaysia

Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun, manajemen dan pengelolaan zakat antara kedua negara ini berbeda. Hal ini bisa ditolerir, karena dua negara ini memiliki perundangan dan struktur birokrasi yang berbeda (Nurfitriana, 2008).

Republika.co.id (18/2/13) merilis bahwa di Malaysia, masyarakat yang membayar zakat bisa dibebaskan dari membayar cukai. Alasannya, karena zakat dan cukai dianggap sama. Yaitu, sama-sama digunakan untuk kepentingan umat.

"Sebenarnya, zakat juga dapat diibaratkan cukai. Setiap muslim harusnya wajib membayarnya," kata Direktur Institut Kajian Zakat (Ikaz) Malaysia, Ahmad Zaki.

Karenanya, lanjut dia, kalau perlu ada peraturan yang mewajibkan masyarakat untuk membayar zakat. Artinya, kalau ada masyarakat yang tidak membayar zakat bisa dipidanakan. Dengan begitu, pengumpulan zakat dapat maksimal.

Di Malaysia, kata dia, 2008 lalu zakat yang terkumpul sebanyak 1,3 miliar Ringgit Malaysia atau sekitar Rp 4 triliun. Jumlah ini sangat jauh dibandingkan jumlah zakat di Indonesia yang hanya sekitar Rp 1,2 triliun per tahun. Pada tahun 2010, BAZNAS hanya mampu mengumpulkan sekitar 1,5 triliun saja dan meningkat pada tahun 2012 hingga 1,7 triliun.

Adapun perbedaan Lembaga Zakat di Indonesia dan Malaysia sebagai berikut:

Page 17: MAJALAH AER II/2015

17| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Laporan Utama

PERBEDAAN LEMBAGA ZAKAT DI INDONESIA DAN MALAYSIAPengelolaan Zakat Indonesia MalaysiaLembaga pengelola zakat

Terdapat banyak lembaga pengelola zakat baik formal maupun tradisional.

Terdapat empat belas pusat pungutan zakat, masing-masing satu di negara bagian dan satu di Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur.

Pengaturan Pengelolaan zakat diatur dalam UU. No. 23 tahun 2011.

Tidak diatur dalam undang-undang.

Badan pengawas lembaga pengelola zakat

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan lembaga pemerintah non struktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.

Pusat Pungutan Zakat (PPZ) dan Baitul Maal berada dibawah Majelis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP) yang bertanggung jawab penuh kepada Sultan atau pemerintahan Negara Bagian.

Badan pengelola dan penyalur dana zakat

Lembaga amil ataupun badan amil berfungsi ganda sebagai lembaga pengumpul maupun lembaga penyalur dana zakat.

PPZ berfungsi hanya sebagai pengumpul dana zakat, sedangkan tugas penyaluran dana zakat merupakan tanggung jawab Baitul Maal, dimana antara PPZ dan baitul Maal, sama-sama berada dibawah naungan MAIWP.

Program pengelolaan dana zakat

Indonesia mengambil sample LAZNAS Dompet Dhuafa melakukan program-program baik untuk hal konsumtif maupun pemberdayaan, lewat jejaring yang didirikan, diantaranya:- Lembaga pengembangan insani.- Lembaga pertanian sehat.- Layanan kesehatan cuma- cuma.- Pembangunan komunitas madani.- Pemberdayaan peternak lewat kampung ternak.- Institut manajemen zakat- Usaha, lewat DD trafel.

Baitul Maal Malaysia, dengan dana zakat yang terkumpul begitu besar melakukan program-program yang begitu banyak, diantaranya:- Bantuan persekolahan, perniagaan.- Bantuan perobatan, bantuan sewa rumah.- Bantuan musibah dan agensi pendidikan.- Bantuan Al-Riqab, bantuan perkawinan.- Bantuan pelajar institut profesional Baitul Maal (IPB),

bantuan pertanian.- Bantuan menyelesaikan utanggharimin, bantuan

ramadhan, dan lain-lain.Sumber : Nurfitriana, Analisis Perbandingan Lembaga Pengelola Zakat di Indonesia dan Malaysia, 2008

[Jeliteng Pribadi]

Page 18: MAJALAH AER II/2015

18 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

PENGELOLAAN ZAKAT DI NEGARA-NEGARA ISLAM

Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) merupakan instrumen paling tua dalam praktik ekonomi Islam dibandingkan dengan

instrumen-intrumen lainnya. Instrumen yang mempunyai potensi besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tetapi hari ini belum banyaknya kesadaran masyarakat atas kewajiban dan bermurah hati kepada sesama. Hingga saat ini, sepanjang pengetahuan penulis, belum ada metode penghitungan potensi zakat yang bersifat baku. Pendekatan berbeda menghasilkan hasil yang berbeda. Misalnya, sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengetahui potensi zakat yang dimiliki oleh masing-masing negara Islam.

Monzer Kahf, dalam dua risetnya yang dipublikasikan masing-masing pada tahun 2000 dan 2002, menemukan bahwa potensi zakat di Jordania, Kuwait dan Mesir sangat kecil bila dibandingkan dengan nilai Gross Domestic Product (GDP) mereka, bahkan dapat diabaikan karena sangat tidak

signifikan. Selanjutnya, potensi zakat Arab Saudi mencapai 0,4 persen-0,6 persen dari total GDP mereka. Khusus untuk Pakistan, potensi zakat mencapai 0.3 persen dari GDP, dan Yaman memiliki potensi hingga 0,4 persen dari total GDP.

Jika dilihat sekilas, nampak bahwa potensi zakat masih sangat kecil. Penelitian lainnya adalah sebagaimana yang dilakukan oleh Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarief Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian mereka mengungkap bahwa potensi zakat Indonesia mencapai Rp19 triliun, atau 0,95 persen dari GDP Indonesia.

Sementara itu, Beik (2007), dengan menggunakan asumsi bahwa potensi zakat adalah sama dengan 2,5 persen dikali

Muhammad MukhlisAlumni Fakultas Ekonomi Islam-Fakultas Syariah & Ilmu Hukum/Wakil Presiden Mahasiswa UIN Suska Riau.

Page 19: MAJALAH AER II/2015

19| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Analisa

dengan total GDP, menemukan bahwa potensi zakat Turki mencapai angka 5,7 miliar dolar AS. Sedangkan potensi zakat Uni Emirat Arab dan Malaysia masing-masing sebesar 2,4 miliar dolar AS dan 2,7 miliar dolar AS. Total potensi zakat seluruh negara-negara Islam minus Brunei Darussalam adalah sebesar 50 miliar dolar AS. Dari sisi realisasi, secara umum dana zakat yang berhasil dihimpun oleh masing-masing negara masih sangat kecil. Indonesia sebagai contoh, hanya mampu menghimpun 800 miliar rupiah pada tahun 2006 lalu, atau 0,045 persen dari total GDP. Malaysia pun pada tahun yang sama hanya mampu mengumpulkan 600 ringgit, atau sekitar 0,16 persen dari GDP mereka.

Namun demikian, sejumlah riset telah membuktikan pengaruh zakat dalam perekonomian, terutama terkait dengan upaya pengentasan kemiskinan. Shirazi (1996) menyimpulkan bahwa program zakat di Pakistan mampu menurunkan kesenjangan kemiskinan dari 11,2 persen menjadi 8 persen. Shirazi juga menemukan bahwa 38 persen rumah tangga Pakistan hidup dengan pendapatan di bawah garis kemiskinan versi pemerintah. Namun angka tersebut akan naik menjadi 38,7 persen jika transfer zakat tidak dilakukan. Patmawati (2006) juga mencoba untuk menganalisa peran zakat dalam mengurangi angka kemiskinan dan kesenjangan pendapatan di Malaysia. Dengan mengambil sampel negara bagian Selangor, Patmawati menemukan bahwa zakat memiliki pengaruh dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan mempersempit kesenjangan pendapatan masyarakat. Ini menunjukkan bahwa pengelolaan zakat yang baik dan terencana mampu mengentaskan kemiskinan, paling tidak menguranginya.

Komitmen dan dukungan pemerintah menjadi variabel yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan zakat. Salah satu bentuk kebijakan yang dapat mengakselerasikan pertumbuhan zakat adalah penerapan kebijakan zakat sebagai pengurang pajak. Contoh negara yang telah berhasil menerapkan kebijakan adalah Malaysia. Sejak Malaysia menerapkan kebijakan tersebut, maka jumlah pendapatan zakat terus meningkat dari waktu ke waktu. Yang menarik adalah pendapatan pajak tidak mengalami penurunan sama sekali, justru pendapatan pajak dan pendapatan zakat meningkat

secara bersamaan.Dengan bukti dan fakta yang

telah ditunjukkan oleh Malaysia, maka diharapkan negara-negara Islam lainnya dapat mengikuti jejak dan langkahnya, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, kebijakan zakat sebagai pengurang pajak telah dimasukkan ke dalam salah satu materi pembahasan RUU Pajak penghasilan dalam masa persidangan DPR tahun 2008 lalu. Hal lain yang juga sangat penting untuk dilakukan adalah menggali potensi infak dan sedekah. Dapat dikatakan bahwa potensi infak ini sangat bergantung kepada persepsi publik dan pemerintah masing-masing negara Islam. Jika publik dan pemerintah memiliki komitmen yang kuat, maka potensi infak yang dapat digali akan semakin besar. Demikian pula sebaliknya, tanpa adanya komitmen yang kuat maka potensi yang dapat digali akan semakin kecil. Saya mengusulkan agar masing-masing negara berusaha untuk membuat target penghimpunan dana infak. Jika infak yang digali bisa mencapai 10 persen dari GDP, maka potensi dana yang dapat dihimpun akan mencapai angka 200 miliar dolar AS, setara dengan total asset yang dimiliki oleh IMF.

Secara umum, jika ditinjau dari sistem zakat yang dikembangkan, termasuk keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan zakat, maka negara-negara Islam dapat dikelompokan menjadi dua. Pertama, negara-negara yang telah memformalkan pengelolaan zakat. Kedua, negara-negara yang belum memformalkan pengelolaan zakat. Ada beberapa solusi dari permasalahan zakat yang dihadapi negara-negara Islam saat ini. Pertama, menunjuk kementerian khusus yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan

zakat. Beberapa negara di Timur Tengah mengadopsi pola ini. Dengan adanya status setingkat kementerian, maka otoritas pengelola zakat menjadi sangat kuat. Kelebihan pola ini adalah pada kekuatan legal formalnya.

Kedua, pengelolaan zakat yang terdesentralisasi kepada negara-negara bagian. Pola ini dikembangkan oleh Malaysia. Di negara tersebut, setiap negara bagian mempunyai otoritas penuh untuk megelola zakat. Bahkan setiap negara bagian memiliki undang-undang tersendiri yang terkadang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Sedangkan di tingkat pusat, Malaysia memiliki departemen khusus yang langsung berada di bawah perdana menteri, yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pengelolaan zakat, wakaf dan haji. Ketiga, pengelolaan zakat yang diserahkan kepada unsur dalam departemen agama, atau diserahkan kepada semi pemerintahan yang diatur oleh undang-undang. Contoh yang pertama adalah negara Pakistan, di mana negara tersebut memiliki direktorat jenderal zakat di bawah kementerian agama. Sedangkan contoh yang kedua adalah Indonesia, di mana pengelolaan zakat adalah Badan Amil Zakat Nasional, sebuah lembaga semi pemerintah yang keberadaannya diatur UU No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat.

Yang menarik adalah keberadaan lembaga-lembaga zakat yang didirikan oleh masyarakat, di mana hal tersebut tidak pernah di temukan di negara-negara Islam lainnya. Keberadaan LAZ (Lembaga Amil Zakat) ini bahkan diatur dan dilindungi undang-undang. Saat ini muncul wacana untuk meningkatkan status lembaga pengelola zakat di Indonesia menjadi setingkat kementerian. [Sumber : Riau Pos]

Page 20: MAJALAH AER II/2015

20 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

RASIONALISASI PUBLIK BARU DALAM PROSES KEBIJAKAN PUBLIK

Dalam buku The New Publik Service, Janet V. Denhardt dan Robert B. Denhardt (2003) menyatakan bahwa proses kebijakan

publik bersifat rasional. Pertanyaan yang sederhana, jawaban konseptual adalah dikaitkan dengan sekelompok ide dan praktik di bidang Administrasi Publik, yang dalam buku ini disebut dengan istilah “Administrasi Publik Lama” dan “Manajemen Publik Baru”.

Dalam pengembangan gagasan utamanya, buku ini mensintesiskan beberapa ide tentang demokrasi, kewarganegaraan, dan layanan publik sebagai fondasi normatif di bidang Administrasi Publik, dan membedakan dirinya dengan dua model administrasi publik pendahulunya, yang diistilahkan dengan : (1) “Administrasi Publik Lama” yang memisahkan politik dan

administrasi (dikotomi politik-administrasi); dan (2) “Manajemen Publik Baru”yang berakar pada efisiensi dan rasionalisasi pasar.

Saya mencatat, perkembangan sejarah ide-ide khususnya dalam domain ilmu-ilmu sosial, konsep rasional selalu berkembang dinamis, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit, secara tersirat selalu ada upaya melakukan rasionalisasi. Saya lebih senang menyebutkan proses ini sebagai fase-fase rasionalisasi: mana mungkin sebuah ide dan konsep sosial itu dikembangkan tanpa ada rasionalisasi. Fakta baru yang muncul selalu menarik untuk dirasionalisasi, dan karena upaya ini gagasan dan konsep baru bisa dibuat dan dikembangkan : dari tesis dan antitesis ke sintesis.

Administrasi Publik Lama Vs. Manajemen Publik Baru

Akar dari konsep Administarsi Publik Lama bersumber dari esai Woodrow Wilson yang waktu itu adalah profesor perguruan tinggi, yang belakangan menjadi presiden AS. Tema utama esai Wilson (1887) dalam bidang Administrasi Publik ialah mengusulkan adanya dikotomi antara politik (atau kebijakan) dan administrasi; administrasi terletak di luar lingkungan politik. Pertanyaan-pertanyaan administratif bukan merupakan pertanyaan-pertanyaan politis. Meskipun politik menetapkan tugas-tugas

Grafis - Aviv Syuhada

Hilman P. Alisabana Matematikawan

Page 21: MAJALAH AER II/2015

21| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

untuk administrasi, jabatan-jabatannya tidak boleh dimanipulasi. Dengan demikian Wilson menetapkan dikotomi politik-administrasi (atau kebijakan-administrasi) dalam bidang Administrasi Publik.

Dalam pengembangannya, model Administrasi Publik Lama mengalami rasionalisasi. Model “rasional klasik” dari Herbert Simon dan “teori pilihan publik” dari Ostrom juga ikut mendukung model Administrasi Publik Lama yang diusulkan Wilson. Dalam bukuAdministrative Behavior (1957), Herbert Simon merumuskan suatu standar tunggal, yaitu standar efisiensi. Dalam pandangan ini rasionalitas disamakan dengan efisiensi administratif. Menurut Simon, “manusia administratif,” perilaku administratif yang paling rasional, ialah perilaku yang menggerakkan suatu organisasi secara efisien menuju tujuan-tujuannya. Secara tidak langsung Simon menyatakan bahwa otoritas administratif adalah hal yang paling penting dan utama dalam proses kebijakan publik yang diukur melalui efisiensi administratif.

“Teori pilihan publik,” meskipun teori ini dikembangkan pada periode yang secara umum dikaitkan dengan Administrasi Publik Lama, namun teori ini juga dianggap sebagai jembatan yang menghubungan Administrasi Publik Lama ke Manajemen Publik Baru, serta jauh lebih signifikan di kemudian hari sebagai

basis teoretis utama bagi Manajemen Publik Baru.

Teori pilihan publik didasarkan pada beberapa asumsi pokok. Pertama, teori

ini berfokus pada individu, berasumsi bahwa pembuat keputusan individual

adalah rasional, mementingkan diri sendiri, berusaha memaksimalkan

“kegunaan-kegunaan”-nya sendiri.Kedua, teori pilihan publik

berfokus pada ide bahwa “kebaikan publik” adalah hasil dari lembaga-lembaga publik. Ketiga, jenis aturan-aturan keputusan yang berbeda atau situasi-situasi keputusan berbeda yang akan menghasilkan pendekatan-pendekatan yang berbeda kepada pembuatan

keputusan. Karena itu, menyusun aturan-aturan

yang mempengaruhi pilihan manusia, dan pada gilirannya

perilaku manusia, adalah suatu kunci bagi cara kerja lembaga-

lembaga publik dan sistem pemerintahan secara umum. Menurut pandangan ini, “lembaga publik dipandang sebagai alat untuk mengalokasikan kemampuan-kemampuan pembuatan keputusan agar dapat memberikan kebaikan publik dan layanan yang tanggap kepada preferensi-preferensi individual dalam konteks-konteks sosial yang berbeda” (Ostrom dan Ostrom, 1971:207).

Konsep rasional dan efisiensi klasik dalam Administrasi Publik Lama berangsur-angsur berubah oleh fakta baru di negara-negara maju, yaitu : Pasar atau mekanisme pasar. Rasionalisasi administratif berubah menjadi rasionalisasi pasar. Otoritas utama bukan lagi pada urusan administratif melainkan manajerial yang dikontrol oleh pasar. Kondisi ini menandai awal pengembangan gagasan model “Manajemen Publik Baru.”

Ide-ide akar dalam Manejemen Publik Baru mulanya terkristalisasi dan dipopulerkan di AS oleh buku laris David Osborne dan Ted Gaebler, Reinventing Government (1992). Manajemen Publik Baru mengacu kepada sekumpulan ide dan praktik kontemporer yang pada intinya berusaha menggunakan pendekatan-pendekatan sektor swasta, mekanisme dan rasionalisasi pasar, dan bisnis dalam sektor publik. Selama dua dasawarsa silam, Manajemen Publik Baru secara harfiah memasuki bangsa dan dunia. Hasilnya sejumlah perubahan yang sangat postif telah terlaksana dalam sektor publik. Tema umum dalam segudang penerapan ide-ide ini adalah penggunaan mekanisme dan terminologi pasar, yang memandang hubungan-hubungan antara agen-agen publik dan para pelanggannya melibatkan transaksi yang mirip dengan transaksi yang terjadi di pasar. Pembaruan-pembaruan ini berusaha menggantikan proses-proses berbasis aturan yang digerakkan otoritas administratif dengan taktik-taktik berbasis pasar yang digerakkan persaingan.

Ada penekanan-penekanan yang berbeda, ada asumsi-asumsi yang berbeda antara kedua model Administrasi Publik Lama dan Manajemen Publik Baru. Namun keduanya sama-sama mengukur efisiensi dan rasionalisasi dalam proses kebijakan publik.

Buku The New Public Services yang ditulis Janet V. Denhardt dan Robert B. Denhardt ini, meskipun pertama keluar tahun 2003, melampaui pembahasan “konsep rasional” di bidang Administrasi Publik sebelumnya. Buku ini mensintesiskan beberapa ide tentang demokrasi, kewarganegaraan, dan layanan

publik sebagai fondasi normatif di bidang Administrasi Publik. Namun sebelum saya membahas gagasan utama dalam buku tersebut, terlebih dahulu saya akan membahas isu proses kebijakan publik dalam konteks negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia.

Sejauh yang saya ketahui dewasa ini banyak analis kebijakan publik di negara-negara berkembang yang menyatakan tesis bahwa keberhasilan dan kegagalan pembangunan di negara-negara tersebut lebih disebabkan karena “faktor pemimpin” dalam membuat kebijakan publiknya yang unggul, bukan hanya semata karena keterkaitannya dengan kehidupan berdemokrasi (lihat misalnya Nugroho, 2014: 41). Lain halnya di negara-negara maju, seperti AS, demokrasi, kewarganegaraan dan layanan publik kini mendapatkan perhatian serius dalam isu-isu mengenai model administrasi publik dan proses kebijakan publik mutakhir. Salah satu contohnya adalah konsep “Layanan Publik Baru” yang dibahas dalam buku ini.

Kebijakan Publik di Negara-Negara Berkembang

Huntington meyatakan bahwa saat ini di awal abad ke-21 sebagian “negara berkembang di tahun 1970-an” telah menjadi negara-negara maju baru. Korea Selatan, Taiwan dan Singapura adalah negara-negara yang berhasil lulus dengan baik (Huntington, 2000). Bagaimana dengan Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, yang selama lebih dari setengah abad terakhir menunjukkan data kinerja yang berbeda-beda? Model apa yang harus digunakan dalam mengembangkan Kebijakan Publik di negara-negara berkembang?

Nugroho (2014), dalam bukunya Kebijakan Publik di Negara-Negara Berkembang menyoroti “faktor pemimpin” atas dasar beberapa fakta :• Di Timur Tengah, model demokrasi Barat

yang diterapkan di Irak dan Afghanistan telah menyebabkan negara-negara tersebut menjadi “bangsa yang gagal” (Chomsky, 2005)

• Pada tahun 1997, atas saran Bank Dunia,Pemerintah Indonesia melakukan privatisasi (PPP) perusahaan air minum Jakarta, tetapi setelah 12 tahun kebijakan yang disarankan tersebut gagal.

• Kebijakan pendidikan gratis di JembranaBali adalah salah satu contoh inovasi kebijakan yang berhasil diimplementasikan, meskipun tidak mengikuti proses kebijakan

Opini

Page 22: MAJALAH AER II/2015

22 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

publik formal yang berlaku di negara-negara maju. Tetapi dengan adanya kepemimpian visioner dan komitmen yang berpihak kepada kepentingan publik lokal, berhasil mengantarkan daerah miskin di Bali tersebut menjadi salah satu kabupaten terbaik di Indonesia.

• China, sebagai negara komunis, denganmodel kebijakannya yang kurang demokratis kini telah menjadi ekonomi dunia terbesar di dunia dan di masa yang akan datang, dengan devisa asingnya tahun 2011 mencapai sekitar US$ 2,85 triliun (pada saat yang sama AS sebagai negara demokrasi terbesar memasuki zona defisit).

• Pakistan, Sri Lanka dan Bangladeshmeskipun dapat dianggap sebagai negara paling demokratis di Asia, tetapi kinerja ekonominya sangat perlu untuk diperbaiki. Sebaliknya Cina, Singapura dan Malaysia mampu menjadi negara-negara yang unggul meskipun dengan implementasi demokrasi yang kurang dan terabaikan.Kinerja negara-negara berkembang

dunia menunjukkan bahwa ada beberapa negara berkembang yang menunjukkan perkembangan yang baik dan ada yang kurang baik. Sebagian negara bersifat demokratis dan sebagian lainnya kurang demokratis atau dalam “demokrasi yang terabaikan”. Sebagian diantaranya adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, dan sebagian lainnya adalah negara yang sumber daya alamnya sangat sedikit, namun mungkin berhasil menjadi negara terkemuka di Asia Pasifik.

India dan Indonesia yang mengim-plementasikan demokrasi sekarang menjadi penting dalam wacana dunia. Apresiasi global terhadap keberadaannya dan partisifasi aktif dalam forum dunia meningkat. Sehingga kebijakan publik tidak lagi tentang mengimplementasikan demokrasi atau kurang demokratis, tetapi tentang bagaimana pemerintah memberikan panduan bagi masyarakatnya untuk bersiap bagi masa depan, karena kebijakan publik adalah keputusan sistem politik saat ini untuk menentukan masa depan.

Premis saat ini menyatakan bahwa : tidak pernah ada negara miskin, selalu ada negara dengan kebijakan yang buruk. Keberhasilan dan kegagalan negara-negara berkembang akan semakin tergantung pada bagaimana keberhasilan negara-negara tersebut dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan publik yang unggul. Demokrasi juga penting, tapi

bukan hanya satu- satunya kunci keberhasilan dalam membuat bangsa yang unggul, atau bangsa yang besar.

Dalam bukunya, Riant Nugroho (2014) juga mengusulkan konsep “kebijakan unggul” yang didasarkan kepada karakteristik dan fenomena perkembangan kebijakan publik di negara-negara berkembang agar menjadi “negara maju yang berbeda dengan negara maju saat ini,” yaitu tiga nilai kunci kebijakan publik : kecerdasan, kearifan dan harapan.

Lebih jauh, Nugroho (2014) juga menjawab pertanyaan dasar, kenapa beberapa negara berkembang selama lebih dari 50 tahun terakhir memiliki perkembangan kinerja pembangunan yang lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Jawaban yang diusulkan, bukan hanya terkait persoalan ideologis seperti demokrasi saja, tetapi juga terletak pada elemen kritis yaitu “faktor pemimpin” sebagai penentu proses kebijakan publik yang unggul, dan pemerintahan yang baik.

Namun ada beberapa kritik terhadap tesis Nugroho (2014) ini, tantangan berikutnya adalah bahwa pemimpin di berbagai level birokrasi harus memperhatikan “faktor relevan”, yakni meletakkan kebijakan yang benar di saat yang tepat dengan memperhatikan konteks tuntutan kebutuhan publik, sehingga tidak terjebak pada “involusi kebijakan” yang seringkali muncul dari

ortodoksi pemerintahan yang mengabaikan demokratisasi. Pemahaman pemerintahan yang paling relevan saat ini adalah tentang hubungan antara pemerintah dan warga negara dalam intitusionalisasi demokrasi yang memungkinkan proses kebijakan publik berjalan sesuai koridor tuntutan kebutuhan publik juga sesuai dengan administrasi publik dan manajerial birokrasi yang efektif. Pemerintahan yang unggul, tidak hanya terletak pada urusan manajerial birokrasi tetapi juga seberapa baik pemerintah itu dalam merespons kebutuhan publik, yaitu ketika pemerintah berhasil dalam merumuskan, mengimplementasikan, mengevaluasi, dan mengembangkan kebijakan publik serta dapat mencapai tujuannya.

Akhirnya, meskipun tesis utama Nugroho (2014) menyangkut kebijakan publik yang unggul dan “faktor pemimpin” mampu menjawab beberapa pertanyaan dasar di negara-negara berkembang, dalam praktiknya proses kebijakan publik harus membatasi diri dari “involusi kebijakan” dengan cara mengembangkan proses kebijakan publik yang lebih responsif terhadap tuntutan publik, dan birokrasi yang memelihara nilai-nilai pelayanan publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. Sehingga antara kebijkan publik yang unggul dan demokratisasi harus berjalan beriringan. [ ]

Foto - Aviv Syuhada

Opini

Page 23: MAJALAH AER II/2015

23| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Nanggroe

SENSASI BEULACAN MEUREUDU

Bagi penggemar sambal, pasti tak asing lagi dengan yang namanya Beulacan. Khususnya bagi penggemar sambal atau

tumis kangkung. Namun Beulacan yang satu ini beda. Beulacan Meureudu Pidie Jaya, merupakan sambal dengan cita rasa yang khas, berbeda dengan sambal beulacan manapun di Asia.

Beulacan Meureudu Pidie Jaya diolah secara tradisional. Komposisi adonan terdiri dari ikan teri atau udang halus dan kelapa parut yang sebelumnya telah dikukus. Kemudian dibungkus dengan daun pisang sebelum dibakar di atas pemanggang. Tak lama kemudian, semerbak harum daun pisang yang dibakar bercampur gurihnya udang, teri dan lemak kelapa pun mulai menari-nari di depan hidung.

Nah, jika sempat berkunjung ke Meureudu Pidie Jaya, sambal yang satu ini jangan pernah anda lewatkan. Walaupun makanan jenis ini bisa dijumpai di Kabupaten lain di Provinsi Aceh, namun mulai dari rasa dan aromanya tidak akan pernah sama seperti beulacan Meureudu.

Bisnis Beulacan MeureuduUntuk mengetahui lebih jauh bisnis

beulacan Meureudu, AER mewawancarai Nurfazillah (22), salah satu pengusaha beulacan Meureudu yang sangat khas ini. Berikut petikannya

Bagaimana kisahnya Anda memulai usaha beulacan ini?

Pada awalnya saya sering membantu Ibu saya membuat beulacan untuk makanan pelengkap sehari-hari di rumah, dari situ saya mempunyai keahlian untuk membuat beulacan sehingga terpikir oleh saya untuk berbisnis beulacan, awalnya saya hanya menitipkan beulacan di warung-warung nasi namun seiring berjalan waktu beulacan saya mulai dikenal dan saya mulai banyak orderan.

Sudah berapa lama usaha ini?Usaha ini sudah beroperasi

selama 8 tahun mulai dari tahun 2007 sampai sekarang.

Bagaimana menjalankan usaha beulacan ini?

Saya menjalankan usaha ini dibantu oleh ibu dan kakak saya. Setiap hari saya memproduksi beulacan untuk memenuhi kebutuhan pesanan dan pendistribusian

Profil Pengusaha:

Nama : NurfazillahUmur : 22 thPendidikan : SarjanaPekerjaan : Pengusaha BeulacanHP : 0853-5882-5125

Page 24: MAJALAH AER II/2015

24 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Nanggroe

beulacan ke warung-warung nasi di seputar Mereudu Pidie Jaya.

Kira-kira berapa modal awal untuk membuat usaha beulacan ini ?

Sebenarnya modal tergantung jumlah pemesanan dan jenis beulacan yang dipesan. Biasanya jika pesanannya banyak, saya harus mengeluarkan modal antara Rp 500.000 hingga Rp 800.000. Jika pesanannya sedikit, modal yang saya keluarkan hanya Rp 300.000 hingga Rp 500.000 saja.

Berapa omset atau keuntungan yang didapat dalam satu bulan?

Kalo keuntungan perbulan tergantung banyak atau tidaknya pesanan yang datang, jika sedang banyak pesanan keuntungannya bisa sampai Rp 2.500.000 – Rp 3.500.000.

Bagaimana cara pemasarannya?Pemasaran beulacan saya lakukan

dengan mendistribusikannya ke warung-warung nasi. Saya juga mnggunakan media sosial serta menerima pemesanan melalui HP. Alhamdulillah saat ini pemesanan beulacan tidak hanya di meureudu saja tapi sudah ada yang memesan dari Banda Aceh, Bireuen, Medan, Pulau Jawa, bahkan ada yang dari Malaysia.

Bagaimana sistem pembeliannya dan pembayarannya?

Sistem pembeliannya itu memesan dulu maksimal H-1 sesuai dengan banyaknya pesanan, setelah itu memberi DP dan setelah selesai baru dilunasi semuanya. Bagi pesanan luar daerah pembayaran melalui Bank.

Apa hambatan Anda dalam menjalankan usaha ini?

Hambatannya ya apabila tidak ada yang memesan, selain itu pesanan dadakan, ya mau tidak mau harus diterima karena saya tidak mau menolak rezeki.

Untuk apa saja keuntungan usaha yang didapat ?

Sebagian saya gunakan untuk modal usaha, slebihnya untuk biaya pendidikan saya serta kebutuhan sehari-hari di rumah.

Jika boleh tahu bagaimana keadaan usaha beulacan saat ini dibanding lima tahun lalu? Apa ada hubungannya dengan pergantian pemimpin?

Dulu di masa-masa awal, usaha yang saya rintis keadaannya belum begitu lancar. Pemesanan tidak selalu ada dan beulacan yang saya tarok di warung-warung masih ada yang tidak laku terjual. Setelah bekerja keras lebih kurang dua-tiga tahun, usaha Beulacan saya mulai lancar karena sudah dikenal dan promosipun saya lakukan melalui media sosial. Secara umum, sebenarnya usaha saya ini tidak berhubungan langsung dengan pergantian gubernur atau bupati. Keadaan usaha Beulacan ini lebih ditopang oleh promosi dan adanya konsumen yang memesan. Saat ini Beulacan saya sudah ada yang memesan dari Banda Aceh, Bireuen, Medan, Pulau Jawa, bahkan ada yang dari Malaysia. Pada lima tahun lalu, pemesanan masih di seputaran Meureudu saja dan tidak setiap hari ada pesanan. Kini, beulacan setiap hari ada yang memesan sehingga sangat berpengaruh terhadap omzet penjualan sehari-hari.

Bagaimana kondisi usaha ini sekarang?

Saat ini harga-harga bahan baku pembuatan Beulacan terus naik. Sehingga harga beulacan terpaksa saya naikkan. Dulu harga bahan bahan baku masih stabil. Harga per dua bungkus beulacan

dibanderol hanya Rp 500. Kini terpaksa dibanderol Rp 1.000 per dua bungkus.

Apa harapan anda ke depan?Harapan saya ke depan pemerintah

harus mempedulikan usaha kecil seperti kami ini. Maunya ada program pelatihan agar kami mampu mengembangkan usaha ke arah yang lebih modern sehingga mempunyai daya saing dengan produk-produk lain. Meski kami hanya pengusaha kecil, tapi kami mampu memberikan sumbangsih bagi daerah untuk mengurangi pengangguran di Aceh. Selain itu pemerintah harus membantu usaha kecil yang seperti kami ini baik secara modal maupun alat yang lebih modern agar produksi kami terus meningkat dan usaha berkembang dan tetap eksis berproduksi. Pengendalian harga bahan baku menurut kami sangat perlu dilakukan oleh pemerintah sehingga harga bahan baku tetap stabil.

Apa rencana ke depan Anda dalam usaha ini?

Rencana saya ke depan sih ingin membuka warung sendiri supaya bisa lebih terperinci untuk modal yang dikeluarkan dan keuntungan yang didapat dan mengembangkan usaha saya ini agar banyak orang yang lebih mengenal beulacan produksi kami. [Mulyadi Bireuen]

Page 25: MAJALAH AER II/2015

25| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Nanggroe

PEMASARAN; KENDALA UKM ACEH

DARI INDONESIA MARKETEERS FESTIVAL 2015

Salah satu kendala utama di kalangan Usaha Kecil Menengah (UKM) kita adalah soal pemasaran. Semoga event

ini dapat menjadi tempat berbagi pengalaman dan ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan teknik-teknik pemasaran produk di era persaingan global yang kian ketat,” ungkap Asisten II Sekretariat Daerah Aceh, Azhari Hasan, mewakili Gubernur Aceh saat membuka Festival Pemasar Indonesia (IMF) di Hotel Hermes Banda Aceh pada Senin (6/4).

Lebih lanjut Azhari menyampaikan terima kasih dan rasa syukur dari Pemerintah Aceh atas terpilihnya Kota Banda Aceh sebagai kota pertama penyelenggaraan kegiatan ini dari 17 kota terpilih lainnya di Indonesia.

Puncak acara IMF 2015 diisi oleh seminar Making Indonesia WOW! oleh Hermawan Kartajaya, Founder & CEO MarkPlus, Inc.

“Astra Honda IMF 2015 merupakan salah satu wujud nyata dari Gerakan Indonesia WOW. Sebuah gerakan horizontal yang dibangun dari, oleh, dan untuk rakyat. Sehingga dapat melengkapi bahkan mendukung program-program pemerintah dalam membangun Indonesia,” ungkap Hermawan.

Guru pemasaran dunia ini menar-getkan akan mengumpulkan 10.000 pemasar di seluruh Indonesia sehingga mampu menumbuhkan semangat membangun Indonesia dari berbagai daerah tidak hanya terpusat di Jakarta.

“Karena itu kita perlu memberi ruang agar setiap daerah terpacu untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki sehingga dapat mewujudkan Indonesia WOW! melalui City, Creativity, and Commerce,” ujar Hermawan Kartajaya, Founder & CEO MarkPlus, Inc.

Selain mengadakan seminar, event ini juga diisi oleh berbagai kegiatan menarik lainnya seperti Astra Honda WOW Case Competition, Konvoi Wisata Bahari, 500 UKM WOW, WOW Leadership Seminar, Marketeer of The Year (City) 2015; dan WOW Marketing Local Champion Panel.

Pada sesi peng anuge rahan Mar-

keteer of the Year 2015, terpilih 15 orang dari berbagai kategori industri. Penghargaan ini diberikan kepada individu yang dari kacamata pemasaran dianggap berhasil membuat perubahan. “The Year of Change Maker,” ujar Hermawan memberi aplaus kepada penerima anugerah. Ini merupakan penghargaan kepada marketeer lokal yang tidak hanya sukses memimpin perusahaan, tapi juga memberikan efek positif bagi masyarakat banyak. Salah satu diantaranya adalah “Polisi Meu Pep-pep” AKBP Drs. Adnan yang kerap memberikan penyuluhan kepada pengguna jalan di Banda Aceh agar mematuhi rambu-rambu lalu lintas.

Selain itu, juga diumumkan 9 pelaku UKM kreatif di Aceh, yang masuk ke dalam Short List UKM INDONESIA WOW! 500.

“Mereka nantinya akan mendapat tempat promosi di Galeri Indonesia WOW! di Gedung Small and Medium Enterprise and Cooperatives (SMESCO) milik Kementerian Koperasi dan UKM sebagai pusat promosi UKM yang telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 8 september 2014 lalu,” kata Agustinus Kusumarianto selaku Chief Operations Marketeers MICE. [ ]

AKBP Adnan - photo atjehcyber-net

Page 26: MAJALAH AER II/2015

26 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

PRODUKSI PADI ACEH LAMPAUI TARGET RPJM

Produksi padi di Aceh tahun 2014 melampaui target RPJM.” Demikian disampaikan Kepala Dinas Pertanian Tanaman

Pangan (PTP) Provinsi Aceh Ir. Lukman, MSi, yang diwakili Kabid Tanaman Pangan Fachrurrazi, SP, MSc dalam Rapat Koordinasi

Pendampingan Program Kegiatan Pasca Panen Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) di Hotel Jeumpa SMK Banda Aceh 9 April lalu.

“Target produksi padi tahun 2014 dalam RPJM Aceh direncanakan sebesar 2,1 juta ton, dicapai 2,2 juta ton. Untuk tahun

2015 ditargetkan sebesar 2,7 juta ton dan kita yakin akan dapat melampaui target ini dengan mempertimbangkan kondisi di lapangan saat ini,” jelas master dari UGM ini yakin.

Kegiatan pasca panen dari Dirjen PPHP untuk Aceh meliputi 5 kegiatan yaitu

Page 27: MAJALAH AER II/2015

27| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Nanggroe

revitalisasi penggilingan padi, revitalisasi dan fasilitasi agro industry tanaman pangan, fasilitasi agro industri berbasis sumberdaya lokal, fasilitasi penggilingan padi serta revitalisasi dan fasilitasi agro industri hortikultura (cabai).

Fachrur Razi menjelaskan bahwa

target Kementerian PTP pada tahun 2015 adalah mencanangkan 4 sasan utama yaitu: meningkatkan ketahanan pangan, ekspor dan subsituti impor produk pertanian, energi, dan meningkatkan kesejahteraan petani. Pada tiga tahun pertama Pemerintahan Jokowi akan

dicapai swasembada pangan padi, jagung dan kedelai.

“Untuk itu, langkah-langkah swasem-bada pangan yang kita lakukan di Aceh antara lain: rehab jaringan irigasi seluas 1,46 juta Ha (nasional), 68.000 Ha (APBA), dan APBN 70.000 Ha sehingga totalnya mencapai 138.000 Ha,” rincinya.

“Selain itu, pemerintah juga mem-bagikan bibit padi, pupuk, 1.000 unit traktor roda 2 dan hand tractor 1.000 unit pada APBNP 2015,” tambahnya lagi.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Seksi Agribisnis, Pengolahan dan Pema-saran Hasil Pertanian Distan Aceh Ir. Zainal Arifin, M.Si menjelaskan bahwa fokus kegiatan pasca panen Dirjen PPHP adalah revitalisasi kilang padi, penumbuhan pabrik pakan mini di sentra jagung, pembenahan tataniaga jagung, dan kemitraan petani kedelai tempe.

“Kita berharap program ini akan mampu mengembangkan industri pedesaan ber-basis kelompok yang akan menyerap tenaga desa agar lebih produktif,” jelasnya.

“Untuk itu perlu dilakukan pembinaan dan pengawalan kegiatan pembangunan dan pengembangan pengolahan hasil pertanian agar berjalan dengan optimal dan sesuai dengan pedoman teknis dan Juklak. Sasaran dari kegiatan adalah poktan/gapoktan penerima,” jelasnya panjang lebar.

Acara Rakor dihadiri 50 peserta, selain dihadiri Kadistan dan staf kab/kota se provinsi Aceh, juga tim teknis dari BPTP Aceh dan akademisi dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh sebagai tim ahli. [adek]

Page 28: MAJALAH AER II/2015

28 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Nanggroe

PISANG SALE OLEH-OLEH KHAS ACEH TIMUR

Penganan oleh-oleh khas Aceh? Ya Pisang Sale.” Demikian imej wisatawan bila hendak mencari oleh-oleh khas Aceh. Ya, pisang

sale sudah menjadi ikon oleh-oleh khas Aceh sejak lama. Namun banyak yang mengira

penganan khas ini diproduksi di seluruh Aceh, atau paling tidak di Banda Aceh.

Sebenarnya pisang sale hanya diproduksi di Aceh Timur, tepatnya di Desa Lhok Nibong Kecamatan Pante Bidari. Jika melintasi jalan negara Medan- Banda Aceh, perhatian Anda pasti akan tertuju pada sederetan toko semi permanen di desa ini yang selalu ramai disinggahi pembeli. Di tempat ini, puluhan minibus, bus, serta mobil pribadi antre membeli pisang sale. Pisang sale Lhok Nibong memang khas. Selain lembut, rasa dan harganya juga pas. Sangat unik dibanding pisang sale Bandung atau Banyuwangi.

Untuk menelusuri proses bisnis pisang sale, Mulyadi dari AER berbincang-bincang dengan Pak Amiruddin (47 tahun), salah satu pioner pembuat cemilan pisang sale di Lhok Nibong Aceh Timur.

Ayah lima anak ini memperoleh ilmu

membuat pisang sale dari orang tuanya secara turun-temurun. Yang menarik dari Pak Amiruddin yaitu kegigihannya memproduksi dan menjual pisang sale yang keuntungannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya anak-anaknya sekolah. Kegigihannya kini telah membuahkan hasil. Pisang sale Pak Amiruddin banyak terjual dan ada pesanan yang harus dikirim setiap harinya.

“Pembeli bilang, mereka senang dengan pisang sale saya karena gurih dan manis. Apalagi jika dimakan dalam kondisi yang masih hangat,” jelasnya .

Suami dari Nurhafifah ini telah menjalankan usaha pisang sale hampir 30 tahun sejak tahun 1986.

“Saya sudah merasakan berbagai macam kondisi pasang surut usaha,” kenanggya.

Lebih jauh sosok yang biasa disapa Pak

Amir ini menceritakan bahwa usahanya mulai berkembang pada tahun 1995 hingga sekarang.

“Sejak saat itu, pesanan mulai berdatangan tidak hanya dari pedagang di Aceh Timur, tapi juga dari Aceh Utara dan Medan,” sembari menegaskan produksinya alami dan tidak menggunakan bahan pengawet.

Pak Amir menambahkan saat ini pergerakan harga cukup tinggi dibandingkan 10 tahun lalu karena harga bahan baku terus meningkat.

“Harga saat ini sudah mencapai Rp 20 -.22 ribu perkilonya, sedangkan pada

Page 29: MAJALAH AER II/2015

29| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Nanggroe

tahun 2005 hanya mencapai Rp.4.500 perkilonya,” jelasnya lebih lanjut. “Harga di atas merupakan harga pabrik sedangkan untuk harga pedagang lepas mencapai Rp.40.000 perkilo. Menjelang lebaran harganya bisa tembus Rp.80.000 perkilo,” tambahnya.

Dalam sebulan, Pak Amir mengaku bisa meraih omzet rata-rata Rp 32.000.000.

“Alhamdulillah, setelah dipotong bahan baku 20 juta, biaya operasional dan upah karyawan, ada untung sekitar Rp.2,5 - Rp.3,5 juta tiap bulannya,” ujar pria yang hanya tamatan SMA ini datar.

Tantangan UsahaPak Amir mengaku ketersediaan bahan

baku pisang menjadi tantangan tersendiri dalam bisnisnya.

“Jika bahan baku tersedia, produksi lancar, dan harga stabil. Jika bahan baku tidak tersedia, produksi pun macet. Saya terpaksa mengeluarkan biaya lebih mencari pisang ke daerah lain sehingga harga akan naik,” jelasnya.

“Kendala lainnya yaitu tidak semua pedagang membayar kontan pesanannya, terkadang 10 hari kemudian baru dilunasi,” tambahnya lagi.

Pak Amir berharap pemerintah

peduli terhadap pengusaha kecil seperti dirinya, setidaknya usaha mereka didata dan diberi pelatihan sehingga bisa berkembang tidak hanya di lokal namun nasional.

“Kalau bisa kami dilibatkan di pameran-pameran nasional maupun internasional,” ujarnya sembari berharap ada bantuan modal dari pemerintah untuk merehap rumah produksi dan membeli oven khusus untuk produksi yang selama ini masih bersifat tradisionil dengan produksi terbatas.

Ingin mencicipi pisang sale Pak Amir? Silahkan hubungi di nomor:0852-6212-4768. [Mulyadi Bireuen]

Page 30: MAJALAH AER II/2015

30 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

ABAIKAN KESELAMATAN Sejumlah pelajar sedang bergantungan di atas sebuah kendaraan umum di kawasan Pidie beberapa waktu lalu. Minimnya angkutan umum khusus bagi pelajar memaksa mereka mengabaikan keselamatan diri dengan menumpang kendaraan umum yang bermuatan jauh melebihi kapasitas.[Hotli Simanjuntak]

Page 31: MAJALAH AER II/2015

31| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Nanggroe

Page 32: MAJALAH AER II/2015

32 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

LINCAH COT BUKET YANG MENGGOYANG LIDAHSiapa yang tak kenal dengan rujak? Mulai orang tua sampai anak-anak pasti

kenal dengan rujak. Namun rujak yang satu ini beda. Rujak Andy Cot Buket namanya. Rujak milik Pak Mawardi (54) ini merupakan salah satu rujak paling populer di Bireuen. Racikan bumbu kacang yang ditumbuk dengan

gula merah, buah rumbia, cabai rawit, dan dicampur potongan buah-buahan segar. Wow…. air liur anda pasti akan meleleh dan lidah anda akan bergoyang jika mencicipinya.

Keistimewaan rujak Pak Mawardi terletak pada kombinasi rasa asam, manis dan pedas yang unik. Bahan-bahan yang digunakan pun cukup beragam sehingga menghasilkan rasa yang khas seperti buah mangga, pepaya, kedondong, bengkuang, jambu air, nenas, dan timun. Bumbu yang digunakan garam, cabe rawet, asam jawa, gula merah, kacang tanah, pisang batu, dan buah rumbia.

Yang menarik lainnya dari rujak Pak Mawardi yaitu teknik pembuatan rujak yang menggunakan ulekan batu yang besar. Ulekan tersebut bisa menampung 30 porsi rujak sekali olah. Cara penyajiannya tergolong unik, rujak disajikan di atas daun pisang, Namun, ada juga yang disajikan di atas piring sesuai selera konsumen.

Rujak Cot Buket selalu ramai dikunjungi pembeli, baik warga Bireuen maupun dari kabupaten lain. Warungnya buka dari sore sekitar pukul 15.00 WIB hingga menjelang magrib pukul 19.00 WIB. Harga per porsi hanya Rp 7.000 saja.

Ayah tiga putri ini menceritakan telah membuka usaha ini sejak tahun 1987 silam. “Waktu itu suasana masih konflik sehingga perkembangan usaha tidak terlalu baik saat itu,” kenangnya.

Setelah Tsunami usaha rujak Pak Mawardi mulai berkembang. Saat itu Aceh telah damai. Usaha pak Mawardi berkembang akibat hadirnya NGO di Aceh sehingga omzetnya naik 2 kali lipat dibandingkan ketika masa konflik.

“Dari hasil laba kala itu, saya mampu merehab tempat warung ini,” paparnya sambil menjelaskan usahanya telah mampu mengantarkan dua putri pertamanya meraih gelar sarjana. Namun, pada tiga tahun terakhir, Mawardi mengaku perkembangan usahanya mulai turun kembali.

“NGO sudah balik ke negaranya masing-masing. Ekonomi lesu, daya beli masyarakat menurun. Saat ini pembeli didominasi oleh masyarakat sekitar dan luar yang kebetulan berkunjung,” paparnya datar.

Mawardi menambahkan saat ini harga rujaknya terpaksa dinaikkan sedikit dari Rp 6.000 menjadi Rp 7.000. Kenaikan ini dipicu oleh naiknya harga bahan baku rujak seperti buah-buahan, cabe rawit dan gula. Mawardi berharap pemerintah mau peduli terhadap usaha kecil seperti dia.

“Jika ada pelatihan dan bantuan modal akan sangat membantu agar usaha kecil bisa tetap eksis dan terus berkembang. Kan bisa mengurangi pengangguran,” paparnya yang mengaku mampu menggaji 3 orang pekerja.

Jika anda berkunjung ke Bireuen, tidak ada salahnya jika Rujak Cot Buket Pak Mawardi menjadi salah cemilan yang patut anda coba. Selain dapat menikmati rujak, anda juga dapat beristirahat di warung dan menikmati pemandangan persawahan di sekitarnya. Rujak Cot Buket beralamat di Jl. Medan - Banda Aceh Desa Cot Buket, Tepatnya di sebelah kiri kantor Kepolisian Resort Bireuen. Dari pusat kota jaraknya sekitar 5 dkilometer. Anda dapat naik labi-Labi atau angkutan umum ke arah Timur dengan kisaran biaya Rp 5.000. Tertarik? Silahkan coba! [Mulyadi Bireuen]

Nanggroe

Page 33: MAJALAH AER II/2015

33| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

LINCAH COT BUKET YANG MENGGOYANG LIDAH

Page 34: MAJALAH AER II/2015

34 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Nanggroe

PAJAK UNTUK PEMBANGUNANKakanwil Dirjen Pajak (DJP) Aceh

Mukhtar, SH, MM mengatakan bahwa kontribusi Pajak terhadap APBN mencapai 72 persen. “Tahun

ini target penerimaan Pajak sebesar 1.200 Trilyun, naik 300 triliun dari tahun 2014,” jelasnya pada sambutan Kesepakatan Kerjasama antara Kanwil Dirjen Pajak dengan Universitas Syiah Kuala, Kamis (11/6).

Lebih lanjut Mukhtar menjelaskan bahwa alasan peningkatan target pajak ini sangat logis mengingat besarnya potensi pajak yang ada di Indonesia namun masih belum membayar pajak. “Tahun 2015 ini merupakan Tahun Kebangkitan Pajak Indonesia dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 91/2014. PMK ini memberikan pemutihan bagi wajib pajak yang belum pernah membayar sebelumnya apabilan membayar pajak tahun 2015 ini. Namun bila tidak membayar, maka mulai tahun depan akan ada sanksi pajaknya,” jelas Mukhtar panjang lebar.

Penerimaan pajak di Aceh tahun ini sangat drop, karena industri di Aceh sangat sedikit. Sementara, perusahaan besar seperti PT. Arun, PT. PIM, dll. membayar pajak di Jakarta. Sedangkan inudstri menengah dan kecil sangat kecil. Apalagi perekonomian Aceh saat ini dalam kondisi lesu, sehingga kegiatan usaha menjadi lesu. Beberapa yang potensi misalnya perusahaan pertambangan dan perkebunan. Namun jumlahnya sangat sedikit,” tambahnya.

Lebih lanjut Mukhtar menjelaskan bahwa tugas utama Ditjen Pajak meliputi : Pelayanan, Pengawasan, Penegakan Hukum.

Dalam kasus Aceh, dengan adanya UUPA no 11/2006, maka ada kewajiban masyarakat untuk membayar pajak dan zakat sekaligus. Ada wacana bahwa untuk masyakarat Aceh diberikan pemotongan pajak bagi warga yang sudah membayar Zakat. Namun, sampai saat ini masih belum ada hukum yang mengatur tentang ini. Sehingga dalam sebuah seminar, saya pernah dituding seolah-olah Dirjen Pajak tidak mendukung Syariat Islam,” tambahnya lagi. [ ]

Kepala Ditjen Pajak Prov Aceh Mukhtar

Page 35: MAJALAH AER II/2015

35| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Nanggroe

Kepala Ditjen Pajak Prov Aceh Mukhtar

Page 36: MAJALAH AER II/2015

36 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Nanggroe

PABRIK KUE LOKAL Dua pekerja sebuah pabrik roti lokal sedang memasukkan adonan roti ke dalam loyang sebelum dipanggang di dalam oven di kawasan Desa Nusa, Aceh Besar beberapa waktu yang lalu. Di tengah gencarnya gempuran produk panganan asal luar daerah maupun luar negeri yang memasuki Aceh, tidak menyurutkan langkah pengusaha lokal untuk tetap berusaha dan bersaing dalam bisnis panganan seperti roti manis maupun roti kering. [Hotli Simanjuntak]

Page 37: MAJALAH AER II/2015

37| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

NanggroeNanggroe

Page 38: MAJALAH AER II/2015

38 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

International

INI RAHASIA KESUKSESAN EKONOMI SINGAPURA, SI MACAN ASIAMENJADI HUB ASIA TERKEMUKA UNTUK INOVASI, TEKNOLOGI DAN KEWIRAUSAHAAN.

Singapura dikenal dengan julukan Macan Asia, karena memiliki pendapatan tinggi dan terkaya di Asia. Ekonomi

Negeri Singa Putih ini sangat ramah dengan bisnis dan dianggap yang terbaik sebagai pusat keuangan. Lalu, apa sebenarnya rahasia di balik

kesuksesan Singapura? Dikutip dari laman Forbes, Rabu 13

Agustus 2014, ekonom asal Belanda, Albert Winsemius, tiba di Singapura pada 1960, saat ditugaskan oleh PBB untuk menyelamatkan ekonomi Singapura, yang saat itu dikenal dengan sebutan "pulau berjuang".

Winsemius sangat murung melihat kondisi Singapura saat itu dan berkomentar terkait Singapura "Singapura merupakan pasar kecil malang di sudut gelap Asia".

Namun, lebih dari lima dekade kemudian, Singapura membuka mata dunia, tidak lagi menjadi negara

Oleh : Siti Nuraisyah Dewi

photo | walldesk.net

Page 39: MAJALAH AER II/2015

39| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

International

miskin dan memiliki produk domestik bruto (PDB) per kapita terbesar ketujuh di dunia. Selain itu, satu dari enam keluarga di Singapura memiliki tabungan sebesar US$1 juta.

Dalam dekade terakhir saja, jumlah penduduk Singapura yang menjalankan bisnis mereka sendiri meningkat dua kali lipat. Singapura kini menjadi negara dengan jumlah pengusaha terbesar kedua di dunia, setelah Amerika Serikat.

Wirausaha di Singapura begitu menjamur. Pemerintah negara itu pun sangat ramah bisnis dan membuat suasana yang kondusif. Para entrepreneur pemula yang tidak memiliki cukup modal mendapatkan dukungan pembiayaan dari pemerintah dan hibah, atau acara komunitas.

Negara ini telah berkembang begitu cepat menjadi hub Asia terkemuka untuk inovasi, teknologi, dan kewirausahaan.

Dari Kota Pelabuhan Menjadi Hub Wirausaha

Pemerintah Singapura yang dikenal sangat ramah dengan berbagai bisnis di negaranya sering dikreditkan dengan kesuksesan letak geografis negara itu.

Singapura sejak dulu memang dikenal sebagai kota pelabuhan. Pada 1823, Sir Thomas Stamford Raffles, yang digambarkan sebagai "Bapak Singapura" secara resmi menyatakan bahwa Singapura sebagai pelabuhan yang bebas dan terbuka.

Dalam laporannya kepada pemerintah Bengal, ia menulis "Saya telah menyatakan bahwa Singapura adalah pelabuhan bebas dan terbuka untuk kapal setiap bangsa, bebas pajak, dan sejenisnya."

Seperti kota pelabuhan besar di dunia --London, New York, Shanghai-- Singapura juga memiliki daratan yang kaya sumber daya, yakni menjadi rute pelayaran global.

Singapura terletak di pintu masuk selatan yang sempit untuk Selat Malaka dan dilindungi oleh kekuasaan Royal Navy. Sejak itu, Singapura

mengajukan tawaran pertama sebagai kota pelabuhan global di tengah-tengah jadwal perdagangan yang sedang berkembang di pax Britannica.

Singapura mendapat keuntungan dari pengembangan Terusan Suez, karena pebisnis tidak puas dengan kekayaan yang dibawa oleh perdagangan luar negeri.

Pada abad ke-20 giliran pengusaha Singapura yang mengambil keuntungan karena lokasinya yang dekat dengan pedalaman Malaya yang kaya sumber daya, yakni investasi karet dan minyak bumi yang sangat menguntungkan.

Pemimpin bisnis Singapura bersatu dan berkomitmen untuk mewujudkan perdagangan bebas, dan pemerintah Singapura bertugas memaksimalkan peluang bisnis yang ada.

Bantuan investasi InggrisKeberhasilan Singapura sebagai

kota pelabuhan global dihentikan dengan adanya invasi Jepang pada 1942 yang kekurangan bahan makanan, inflasi tinggi, tenaga kerja budak, dan eksekusi massal.

Kemudian pada 1945, dengan bantuan investasi Inggris, Singapura membangun kembali pengaruhnya di Asia. Ekonomi negara ini kembali naik secara bertahap dengan tujuan menjadi titik fokus regional untuk maskapai penerbangan, telekomunikasi, dan distribusi surat elektronik, sebagai upaya untuk mendapatkan kembali posisinya sebagai pelabuhan yang penting antara Eropa dan Asia.

Sementara itu, Singapura berhasil membuat kemajuan nyata dalam dekade pertama setelah Perang Dunia II, perkembangan politik justru mengancam negara itu.

Saat Inggris memberikan kemerdekaan pada Singapura pada 1959, investor asing banyak keluar dari Singapura. Mereka tidak percaya pemerintah Singapura bisa menjaga stabilitas ekonomi.

Winsemius, ekonom Belanda yang diutus PBB itu kemudian merangkul pemerintah Singapura untuk menjalankan strategi pembangunan

yang agresif.WG Huff, sejarawan ekonomi

menuliskan pembangunan ekonomi Singapura dengan pendekatan untuk merekrut perusahaan asing. "Ini menjadi pelajaran yang sangat penting bagi pemerintah yang dapat dikombinasikan dengan perdagangan bebas," tuturnya.

Singapura tidak menghindari modal asing. Singapura menyambut mereka dengan konsesi pajak dan tarif impor sementara.

Pemikiran Singapura sederhana: perusahaan asing yang masuk ke negaranya akan membawa modal, teknologi, dan keterampilan, dan Singapura akan belajar dari itu semua. Pada akhirnya, mereka akan mampu mereplikasi praktik bisnis yang dibawa perusahaan asing ke Singapura.

Perkembangan terakhir, saat ini untuk merayu perusahaan teknologi, Singapura mengubah negaranya menjadi pusat inovasi Asia. Pemerintah Singapura tampaknya masih menjalankan strategi yang sama untuk menarik perusahaan asing masuk ke negaranya.

Namun, Singapura tidak hanya mengandalkan sepenuhnya dari investasi asing. Negara itu pada periode 2011-2015 menganggarkan dana mencapai Sin$16,2 miliar untuk penelitian, investasi, dan pengembangan perusahaan.

Meledaknya Singapura dengan berbagai kewirausahaan adalah buah karya kebijakan pemerintah yang menjunjung kehati-hatian.

Hasil nyatanya jelas terlihat, kini 21,4 persen penduduk Singapura menyatakan ingin berwirausaha dalam tiga tahun ke depan, hampir dua kali lipat angka pada 2006.

Meningkatnya jumlah wirausaha di Singapura itu juga sesuai dengan visi negaranya yang menginginkan agar wirausaha asal Singapura bisa menjangkau pasar global, dengan hampir setengah dari pelanggan bisnis tahap awal adalah konsumen asing. [VIVAnews | www.bisnis.news.viva.co.id/news]

Page 40: MAJALAH AER II/2015

40 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

BISNIS KULINER MASIH MENJANJIKAN

Ingin memulai bisnis? Tidak usah bingung. Bisnis kuliner nggak ada matinya, meski kondisi ekonomi sedang lesu. Bila modal pas-pasan,

bisa pakai gerobak saja. Mangkal pinggir jalan atau mojok di warung-warung kopi ternama. Bisa juga waralaba, atau buka warung sendiri bila memungkinkan.

Peluang usaha kuliner masih menjanjikan di Aceh. Lihat saja di beberapa kota yang sedang menggeliat seperti Langsa, Lhokseumawe, Bireun, Sabang, Sigli, Meulaboh, Blang Pidie dan Subulussalam. Bisnis kuliner tumbuh subur dan menjamur. Bahkan kota terpencil seperti Singkil pun mampu

Peluang Usaha

berkembang. Anda tidak bisa dibilang pernah ke Singkil kalau belum mencicipi sop kepiting yang sangat terkenal.

“Orang Aceh suka nongkrong sambil makan,” ungkap Hilda (22), mahasiswi FE Unsyiah Banda Aceh. Apalagi, Aceh memiliki banyak kekayaan kuliner warisan para leluhur, di setiap daerah banyak dijumpai keanekaragaman makanan lezat khas daerah tersebut. Plus, budaya masyarakat Aceh yang suka nongkrong di warung kopi menjadikan bisnis kuliner gegap gempita.

Sederatan nama-nama bisnis kuliner yang sudah go nasional seperti Ayam Lepaas, selalu penuh disesaki

pengunjung. Pemilik sekaligus manajer Ayam Lepaas Suparno, SP mengaku mampu meraih omset sekitar Rp 2 milyar setiap bulannya dari beberapa gerainya di Aceh. Belum lagi outlet-outlet di Pulau Jawa dan Malaysia. Demikian pula Wong Solo, Warung Pak Ulis, Hasan, Cane Mamak, Raja Kuliner, Bu Sie Itek Bireuen, dan sederet nama-nama beken lainnya, selalu ramai dipadati pembeli. Bisnis cafe yang terus menjamur tak kalah seru. Dari yang usang hingga modern seperti Solong, Beurawe, Gunung Salju, Cut Nun, Zakir, 3 in 1, dll. Warung Mie Aceh dan Nasi Goreng seperti Razali, Mie Sp 5, Mie Ayah Lhong Raya, Si Doel, Bakso Isaura, juga tetap diminati.

Page 41: MAJALAH AER II/2015

41| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Beberapa nama pendatang baru dalam bisnis kuliner di Aceh seperti Martabak Mesir, Kebab Turki, Pempek Palembang, Pisang Goreng Kalimantan, Bubur Ayam Bandung, Surabi Bandung, Bakso Jogja, Tahu Sumedang, Siomay Parahyangan, juga tak mau ketinggalan. Peluang usaha makanan tersebut rata-rata sudah familiar di lidah masyarakat Aceh, karena memang banyak tersedia di pusat jajanan kuliner di berbagai sudut kota. Ini membuktikan bahwa bisnis

makanan masih menjadi peluang usaha yang menjanjikan bagi para pengusaha makanan.

Tak sedikit, waralaba ataupun peluang usaha, menawarkan investasi yang murah. Konsep usaha waralaba mengajak calon pengusaha untuk bermitra dengan mereka hanya dengan investasi sekitar Rp10-50 juta. Bisnis seperti ini bisa menjanjikan pengembalian modal sekitar 5-6 bulan.

Itulah segelintir peluang usaha yang menjanjikan bagi calon

wirausaha yang ingin membuka bisnis makanan. Sekarang bukan lagi persoalan modal untuk bisa menggapai impian memiliki bisnis kuliner, tinggal bagaimana calon wirausaha menentukan pilihan, dan serius dengan pilihannya dalam menggeluti usaha yang dapat meningkatkan perkonomian di lingkungan sekitarnya. Bukan tidak mungkin banyak tercipta lapangan kerja baru dari peluang usaha kuliner yang menjanjikan ini. (Rahmi Atika)

Page 42: MAJALAH AER II/2015

42 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Peluang UsahaPeluang Usaha

Page 43: MAJALAH AER II/2015

43| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Peluang Usaha

IKAN KAYU Seorang pengrajin ikan kayu (Uengkout Keumamah) sedang menjemur daging ikan jenis tongkol yang telah direbus untuk dijadikan bahan baku ikan kayu di kawasan Lampulo, Banda Aceh, Indonesia beberapa waktu yang lalu. Ikan kayu merupakan satu panganan khas asal Aceh yang dikenal memiliki nilai sejarah, khusunya sejarah peperangan panjang yang di alami oleh pejuang Aceh pada masa kolonialisme.[Hotli Simanjuntak]

Page 44: MAJALAH AER II/2015

44 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

SABANG, SEKEPING

SURGA DI BUMI

“Dari Sabang

sampai

Merauke...berjajar

pulau-pulau...,

Page 45: MAJALAH AER II/2015

45| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Wisata

Bicara tentang Sabang memang tak ada habisnya. Pulau kecil yang dihuni sekitar 25 ribu penduduk ini sangat populer. Keindahan

alam dan dunia bawah laut di Pulau Weh ini sudah sangat mendunia. Olah raga diving, snorkling, selancar angin, dan olah raga air lainnya sangat digemari wisatawan. Tidak itu saja, selain unik, rasanya belum pas bicara Indonesia bila tidak menyebut Sabang.

“Dari Sabang sampai Merauke...berjajar pulau-pulau...,” demikian lirik sebuah lagu nasional karya R. Suharjo.

Lantas, apa dan bagaimana cara bisa sampai ke Sabang? Berikut beberapa persiapan yang harus Anda lakukan

sebelum traveling ke Sabang. Bagi wisatawan back packer (wisatawan kelas ransel), untuk sampai dan tinggal di Sabang selama 3 malam sangat murah. Hanya berkisar Rp 900-an ribu saja. Plus biaya tiket pesawat dari Kota anda menuju Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) di Banda Aceh. (Lihat Tabel di bawah)

Bila punya dana lebih, anda bisa menyewa mobil untuk melihat seluruh lokasi wisata di sekitar Kota Sabang seharga Rp 350.000 atau menyewa boat untuk mengitari teluk Sabang, melihat gunung volcano bawah laut dan diving di sekitar Pulau Rubiah dengan harga Rp 400.000 per hari. Kalau pergi berdua, Anda

Ongkos bus/taksi dari Bandara SIM ke Pelabuhan Uleu Lheue di Banda Aceh

Rp 100.000

Ongkos feri kapal cepat kelas ekonomi (Pelabuhan Uleu Lheue Banda Aceh – Balohan Sabang, pulang-pergi)

Rp 110.000

Penginapan (cottage) di Desa Wisata Iboih per malam rata-rata Rp 150.000

Rp 450.000

Biaya makan 3 hari (Rp 20.000 sekali makan) Rp 180.000Ongkos Angkot dari Iboih ke Balohan (pulang-pergi) Rp 100.000Total Rp 940.000

Page 46: MAJALAH AER II/2015

46 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |

Wisata

bisa share biaya sewa mobil, boat dan cottage-kan. Untuk jaga-jaga, perorang perlu membawa uang sekitar Rp 1,5 juta saja selama di Sabang.

Untuk tempat menginap sangat bervariasi. Kalau ingin menginap di Kota Sabang, ada banyak pilihan hotel dan motel dengan harga bervariasi dari Rp 125 ribu – 500 ribut per malam. Demikian pula kalau ingin menginap di Kota Wisata Iboih (sekitar 35 menit dari Sabang). Saat ini, sudah banyak sekali pilihan cottage dan hotel yang dibangun oleh investor asing, dengan standard internasional. Suasana hotel dan cottage di sini menyatu dengan alam. Memang tidak mewah, tapi lumayan nyaman dan asri. Harga kamar dengan kapasitas 2 orang, spring bed, single, kamar mandi di dalam rata-rata Rp. 200.000 (diskon menjadi Rp 150.000). Fasilitas lainnya seperti TV dan AC. Ada juga kamar yang kamar mandi di luar, kasur busa untuk 2 orang, harga nya Rp 150.000 (didiskon menjadi Rp 125.000).

Untuk makan pun demikian, tergantung tempat makan yang Anda inginkan. Kalau rumah makan Aceh lebih murah dibanding rumah makan Padang (hanya ada di Kota Sabang). Kalau di Desa Wisata Iboih, menu makanannya lebih banyak Sea Food. Tentunya ini seperti surga bagi penggemar sea food karena ikannya fresh baru turun dari boat nelayan pancing. Sayurnya berasa seperti di rumah sendiri. Harga makanannya juga bervariasi tergantung dengan menunya. Satu porsi nasi campur pakai ikan hanya Rp 10 ribu. Kalau nambah beberapa menu bisa Rp 20-35 ribu tergantung jenisnya.

Snorkling dan Diving di SabangSabang adalah surganya pecinta laut

dan pantai. Pusatnya terletak di Pantai Gapang dan Desa Iboih. Air lautnya biru jernih, pasirnya putih, dan terumbu karangnya dihuni oleh ribuan jenis ikan dan karang. Snorkeling dan diving merupakan wisata favorit yang ditawarkan di sini. Dengan hanya membayar sebesar Rp 45 ribu, kita bisa menyewa alat snorkeling lengkap dengan kaki katak dan pelampung. Sedangkan diving, membutuhkan setidaknya Rp 400 ribu, termasuk biaya instruktur dan sewa boat

keliling Pulau Rubiah (sekitar 200 meter dari Desa Iboih).

Ada juga paket snorkeling dan keliling Pulau Rubiah saja seharga Rp 200 ribu. Biaya sewa boat ini bisa dibayar secara patungan kalau kita pergi beramai-ramai. Semua objek wisata di Sabang tidak membutuhkan karcis masuk selain di Iboih yang dipungut Rp 10.000 permobil.

Nah, buat yang narsis habis, bisa sewa kamera bawah air selagi snorkeling atau diving, dengan biaya Rp 100 ribu. Namun, jangan lupa bawa flashdisk sendiri, soalnya pihak penyewa tidak menyediakan media penyimpan foto-foto kita. Setelah itu, bisa upload status ke FB atau Twitter karena sinyal HP 3G sangat baik di sini. Saking serunya, Nadine Candrawinata juga pernah diving di sini.

Syariat Islam dan Oleh-oleh Khas Sabang

Bagi yang belum pernah ke Aceh, mungkin sedikit khawatir dengan status Aceh Syariat Islam. Namun, sebenarnya tidaklah demikian. Wisatawan tidak perlu khawatir, sepanjang sopan dan tidak melanggar ketentuan moral. Misalnya tidak membawa minuman keras. Tidak tinggal sekamar bagi yang bukan suami-istri, dll. Di Sabang, ada aturan kita dilarang bugil ataupun berpakaian yang mengundang syahwat.

Jilbab atau hijab? Tidak berlaku bagi non muslim. Buat kalian yang muslimah, sebaiknya berpakaian yang rapi dan memakai selendang. Bagaiaman bila mau Jumatan bagi yang muslim, jangan khawatir, sama seperti di kota lainnya di Aceh, di Sabang banyak sekali mesjid. Bahkan di Desa Iboih, di tepi pantai berdiri megah sebuah mesjid yang juga sering dimanfaatkan wisatawan untuk bersih-bersih.

Mengenai oleh-oleh, Kue Bak Pia dan Dodol Sabang merk AG sangat populer di kalangan wisatawan. Bagi yang gemar T-Shirt, anda bisa puas berbelanja di Toko Piyoh yang menyajikan berbagai disain T-Shirt Sabang dengan kualitas terbaik. Harganya pun bersaing dengan lokasi wisata lainnya di Indonesia sekitar Rp 50 – 150 ribu tergantung ukuran, desain, dan kualitas. [ahmad haris]

Page 47: MAJALAH AER II/2015

47| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI APRIL - JUNI 2015 |Biro Perekonomian Setda Aceh

Page 48: MAJALAH AER II/2015

Biro Perekonomian Setda Aceh