lp ivo ruang 13

38
LAPORAN PENDAHULAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KRANIOTOMI (Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Pendidikan Profesi Departemen Surgical) Disusun Oleh : Ivo Feorentina (NIM. 0910720047) KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEPERAWATAN 2013

Upload: bayu-aldi-imansyah

Post on 27-Dec-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LP IVO RUANG 13

LAPORAN PENDAHULAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

KRANIOTOMI

(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Pendidikan Profesi Departemen Surgical)

Disusun Oleh :

Ivo Feorentina (NIM. 0910720047)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

JURUSAN KEPERAWATAN

2013

Page 2: LP IVO RUANG 13

Laporan Pendahuluan Kraniotomi

1. Definisi

Kraniotomi adalah setiap tindakan bedah dengan cara membuka sebagian

tulang tengkorak (kranium) untuk dapat mengakses struktur intrakranial.

Kraniotomi berarti membuat lubang (-otomi) pada tulang kranium. Operasi

dilakukan di rumah sakit yang memiliki departemen bedah saraf dan ICU.

2. Tujuan

Kraniotomi paling sering dilakukan untuk mengambil tumor otak. Prosedur ini

dapat pula ditujukan untuk menghilangkan hematoma, mengontrol perdarahan

dari pembuluh darah yang ruptur (aneurysma cerebri), memperbaiki malformasi

arteriovena (hubungan abnormal pembuluh darah), mengeluarkan abses

cerebri, untuk menurunkan tekanan intrakranial, untuk melakukan biopsi

ataupun untuk menginspeksi otak. Pembedahan dilakukan untuk

menghilangkan gejala atau manifestasi tersebut yang tidak mungkin diatasi

dengan obat-obatan biasa.

3. Indikasi Kraniotomi

Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai

berikut :

o   Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.

o   Mengurangi tekanan intrakranial.

o   Mengevakuasi bekuan darah .

o   Mengontrol bekuan darah, dan

o   Pembenahan organ-organ intrakranial.

o   Tumor otak

o   Perdarahan (hemorrage)

o   Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)

o   Peradangan dalam otak

o   Trauma pada tengkorak.

Page 3: LP IVO RUANG 13

Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial pada cedera kepala

adalah sebagai berikut :

a) Segera (emergency)

- Hematoma ekstraserebral (epidura, subdura) dengan efek desak ruang

(ketebalan lebih dari 10 mm, dan atau dengan garis tengah yang bergeser lebih

dari 5 mm, dan atau ada penyempitan cistern perimencephalic atau ventriculus

tertius).

- Hematoma intraserebral dengan efek pendesakan dan di lokasi yang dapat

dilakukan tindakan bedah.

- Fraktur terbuka, dengan fragmen impresi, dengan atau tanpa robekan dura.

- Tanda-tanda kompresi saraf optik.

b) Elektif / terprogram

- Fraktur impresi tertutup, dengan defisit neurologik minimal dan pasien stabil.

- Hematoma intrakranial dengan efek masa dan defisit neurologik yang minimal,

dan pasien stabil.

4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi :

Ø  Tomografi komputer (pemindaian CT)

Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya,

ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan otak,

hemoragik.

Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada

iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.

Ø  Pencitraan resonans magnetik (MRI)

Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di

potongan lain.

Ø  Electroencephalogram (EEG)

Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis

Ø  Angiografy Serebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak

akibat edema, perdarahan trauma

Ø  Sinar-X

Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari

garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang

Page 4: LP IVO RUANG 13

Ø  Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan

batang otak

Ø  Positron Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan aktivitas

metabolisme pada otak

Ø  Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan

subarakhnoid

Ø  Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau

oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK

Ø  Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam

meningkatkan TIK/perubahan mental

Ø  Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung

jawab terhadap penurunan kesadaran

Ø  Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi

yang cukup efektif untuk mengatasi kejang (Doenges, Marilynn.E, 1999)

5. Penatalaksanaan Medis

PRAOPERASI

Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan

medikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang

pascaoperasi. Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan

untuk mengurangai edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik

(manitol) dan diuretik (furosemid) dapat diberikan secara intravena segera

sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien cenderung menahan air,

yang terjadi pada individu yang mengalami disfungsi intrakranial. Kateter

urinarius menetap di pasang sebelum pasien dibawa ke ruang operasi untuk

mengalirkan kandung kemih selama pemberian diuretik dan untuk

memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat diberikan antibiotik

bila serebral sempat terkontaminasi atau deazepam pada praoperasi untuk

menghilangkan ansietas.

Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi)

sehingga adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.

Page 5: LP IVO RUANG 13

PASCAOPERASI

Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk

memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak

diintubasi dan mendapat terapi oksigen tambahan.

Mengurangi Edema Serebral : Terapi medikasi untuk mengurangi edema

serebral meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan

menarik air bebas dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini

kemudian dieksresikan malalui diuresis osmotik. Deksametason dapat

diberikan melalui intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ; 

selanjutnya dosisnya dikurangi secara bertahap.

Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang : Asetaminofen biasanya diberikan

selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan

mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit

kepala diregangkan dan diiritasi selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat

parenteral, biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi

antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah

menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah

prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau untuk

mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.

Memantau Tekanan Intrakranial : Kateter ventrikel, atau beberapa tipe

drainase, sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk

tumor fossa posterior. Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal.

Kepatenan kateter diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat

di kaji dengan menyusun sistem dengan sambungan stopkok ke selang

bertekanan dan tranduser. TIK dalam dipantau dengan memutar stopkok.

Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada

semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi yang tepat untuk

menghindari drainase cairan serebrospinal, yang dapat mengakibatkan kolaps

ventrikel bila cairan terlalu banyak dikeluarkan. Kateter diangkat ketika tekanan

ventrikel normal dan stabil. Ahli bedah neuro diberi tahu kapanpun kateter

tanpak tersumbat.

Pirau ventrikel kadang dilakuakan sebelum prosedur bedah tertentu untuk

mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada pasien tumor fossa posterior

Page 6: LP IVO RUANG 13

6. Komplikasi Pasca Bedah

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pasca bedah intracranial

atau kraniotomi adalah sebagai berikut:

1) Peningkatan tekanan intrakranial

2) Perdarahan dan syok hipovolemik

3) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

4) Nyeri

Nyeri pasca kraniotomi sering terjadi dan derajat nyerinya mulai dari sedang

sampai berat. Nyeri ini dapat dikontrol dengan penggunaan: scalp infiltrations,

pemblokiran saraf kulit kepala, pemberian parexocib dan morphine – morphine

merupakan pereda rasa nyeri yang paling efektif.

5) Infeksi

Meningitis bakterial terjadi pada sekitar 0,8 – 1,5 % dari sekelompok individu

yang menjalani kraniotomi.

6) Kejang

Pasien diberikan obat anti kejang selama tujuh hari pasca operasi. Biasanya

pasien diberikan Phenytoin, akan tetapi penggunaan Levetiracetam semakin

meningkat karena risiko interaksi obat yang lebih rendah.

7) Kematian

Pada 276 pasien cedera kepala tertutup yang telah menjalani kraniotomi, angka

kematian mencapai 39%.17 Setengah dari total jumlah pasien tersebut dengan

hematoma subdura akut meninggal setelah menjalani kraniotomi.

Pasien usia lanjut dengan gangguan neurologis memiliki angka kematian

tertinggi setelah dilakukan tindakan kraniotomi. Sebagian besar kematian pasca

operasi disebabkan oleh komplikasi neurologis seperti hematoma, edema disertai

herniasi, atau progresi tumor.Pada studi lain disebutkan bahwa persentase kematian

dapat mencapai 65% pada pasien kraniotomi terbuka dengan indikasi evakuasi

hematoma intraserebral. Kematian dapat terjadi saat pasien sedang dibawah pengaruh

anesthesia dari beberapa reaksi yang sangat jarang terjadi, dengan persentase

dibawah 1%.

Page 7: LP IVO RUANG 13

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kraniotomy

PENGKAJIAN

a)      Primery survey (ABCDE) meliputi :

1.      Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway

Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun. Agitasi

memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi kesan adanya

hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya

oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut.

Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada,

merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway. Airway (jalan napas) yaitu

membersihkan jalan napas dengan memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal

kollar untuk immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal, bersihkan

jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari fraktur maksilofasial, gigi

yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow

Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak

mencapai 90%.

Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi (suara

napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.

Feel (raba)

2.      Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat

Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang

adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap

pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus

dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus segera di

evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan dada,

palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi

untuk menentukan adanya darah atau udara ke dalam paru.

Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau

tidak terdengarnya suara napas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda akan

adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu

mungkin menunjukkan kekurangan oksigen

Page 8: LP IVO RUANG 13

Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang saturasi

oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang

adekuat.

3.      Circulation dengan kontrol perdarahan

a.       Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk mempertahankan

cardiac output walaupun stroke volum menurun

b.      Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan sistolik-tekanan

diastolik)

c.       Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka timbullah

hipotensi

d.      Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut tekan pada

daerah tersebut

e.       Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE (Meatus

Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan atau darah mengalir

keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)

f.       Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari terjadinya

koagulopati dan gangguan irama jantung.

4.      Disability.

a.       GCS setelah resusitasi

b.      Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil

c.       Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak

5.      Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang menutupi tubuh

penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan selama pemeriksaan.

Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling dengan harus

menghindari terjadinya hipotermi (America College of Surgeons ; ATLS)

b)      Secondary survey

1.      Kepala dan leher

Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi rambut kulit

kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan,

nyeri tekan, fontanela (pada bayi)).

Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut, massa), tiroid),

palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher.

2.      Dada dan paru

Page 9: LP IVO RUANG 13

Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan

ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada bergerak

atau pada saat diem, terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan

pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.

Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada,

nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi

yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang

berbicara)  

Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan udara

(pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapatb pada rongga pleura.

Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan

untuk mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk

mengkaji kondisi paru-paru dan rongga pleura.

3.      Kardiovaskuler

Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan untuk

mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan (heaves). Palpasi

dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area

pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik 

Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan tetapi dengan

adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang dilakukan karena

gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior. (Priharjo, 1996)

4.      Ekstermitas

Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas bersangkutan,

antara lain yaitu ;

a.       Cedera pembuluh darah

b.      Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku

c.       Crush injury

d.      Sindroma kompartemen

e.       Dislokasi sendi panggul

Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :

a.       Pusasi arteri tidak teraba

b.      Pucat (pallor)

c.       Dingin (coolness)

Page 10: LP IVO RUANG 13

d.      Hilangnya fungsi sensorik dan motorik

e.       Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”

Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala sedapat mungkin

dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat meningkatkan resiko

ARDS (Adult Respiratory Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada

fraktur tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan insidensi

ARDS.

Page 11: LP IVO RUANG 13

FOKUS INTERVENSI

NO Diagnosa

KeperawatanTujuan / Kriteria hasil Rencana  Intervensi Rasional

1. Gangguan perfusi

jaringan perifer

·   Meningkatkan tingkat

kesadaran biasa /

perbaikan, ognisi dan

fungsi motorik-sensori.

·   Mendemonstrasikan

tanda vital stabil dan

tanda-tanda peningkatan

TIK

·     Mandiri

1.      Tentukan faktor-faktor yang

berhubungan dengan keadaan tertentu

atau yang menyebabkan

koma/penurunana perfusi jaringan otak

dan potensial peningkatan TIK.

2.      Pantau/catat status neurologis

secara teratur dan bandingkan dengan

nilai standar (misalnya skala koma

Glascow).

3.      Evaluasi kemampuan membuka

mata, seperti spontan (sadar penuh)

membuka hanya jika diberi

rangsangan nyeri, atau tetap tertutup

(koma).

4.      Kaji respon verbal ; catat apakah

   Menentukan pilihan intervensi. Penurunan

tanda dan gejala neurologis atau

kegagalan dalam pemulihannya setelah

serangan awal mungkin menunjukkan

bahwa pasien itu perlu dipindahkan ke

perawatan intensif untuk memantau

tekanan TIK dan atau pembedahan

   Mengkaji adanya kecenderungan pada

tingkat kesadaran dan potensial

peninkatan TIK dan bermanfaat dalam

menentukan lokasi, perluasan dan

perkembangan kerusakan SSP.

   Menentukan tingkat kesadaran.

   Mengukur kesesuaian dalam berbicara dan

Page 12: LP IVO RUANG 13

pasien sadar, orientasi terhadap orang,

tempat dan waktu baik atau malah

bingung; menggunakan kata-kata/

frase yang tidak sesuai.

5.      Kaji respon motorik terhadap

perintah yang sederhana, gerakan

yang bertujuan (patuh terhadap

perintah, berusaha untuk

menghilangkan rangsang nyeri yang

diberikan) dan gerakan yang tidak

bertujuan (kelainan postur tubuh).

menunjukkan tingkat kesadaran. Jika

kerusakan (dari pembedahan/insisi) yang

terjadi sangat kecil pada korteks serebral,

pasien mungkin akan bereaksi dengan

baik terhadap rangsangan verbal yang

diberikan tetapi mungkin juga

memperlihatkan seperti ngantuk berat atau

tidak kooperatif. Kerusakan yang lebih

luas pada korteks serebral mungkin akan

berespon lambat pada perintah atau tetap

tertidur ketika tidak ada perintah,

mengalami disorientasi dan stupor.

Kerusakan pada batang otak, pons dan

medulla ditandai dengan adanya respon

yang tidak sesuai terhadap rangsang.

   Mengukur kesadaran secara keseluruhan

dan kemampuan untuk berespon pada

rangsangan eksternal dan merupakan

petunjuk keadaan kesadaran terbaik pada

pasien yang metanya tertutup sebagai

akibat dari trauma atau pasien yang

afasia. Pasien dikatakan sadar apabila

Page 13: LP IVO RUANG 13

Catat gerakan anggota tubuh dan catat

sisi kiri dan kanan secara terpisah.

6.      Pantau TD ; catat adanya hipertensi

sistolik secara menerus dan tekanan

nadi yang semakin berat.

7.      Frekuensi jantung; catat adanya

bradikardi, takikardia, atau bentuk

paien dapat meremas atau melepaskan

tangan pemeriksa ata dapat

menggerakkan tangan sesuai dengan

perintah. Gerakan yang bertujuan dapat

meliputi mimik kesakitan atau gerakan

menarik/menjauhi rangsangan nyeri atau

gerakan yang disadari paien (seperti

duduk, fleksi abnormal dari ekstremitas

tubuh). Tidak adanya gerakan spontan

pada salah satu sisi tubuh menandakan

kerusakan pada jalan motorik pada

himisfes otak yang berlawanan.

   Peningkatan tekanan darah sistemik yang

diikuti oleh penurunan tekanan darah

diastolik (nadi yang membesar)

merupakan tanda terjadinya peningkatan

TIK, jika diikuti oleh penurunan tingkat

kesadaran. Hipovelemia atau hipertensi

dapat mengakibatkan kerusakan / iskemia

serebral.

   Perubahan pada ritme (paling serig

bradikardi) dan disritmia dapat timbul yang

Page 14: LP IVO RUANG 13

disritmia lainnya.

8.      Pantau pernafasan meliputi pola dan

iramanya, seperti adanya periode

apnea setelah hiperventilasi yang

disebut pernafasan Cheyne Sroke.

9.      Kaji perubahan pada penglihatan,

seperti adanya penglihatan yang

kabur, ganda, lapang pandang

menyempit dan kedalaman persepsi.

10.  Catat ada/tidaknya refleks-refleks

tertentu seperti menelan, batuk dan

babinskidan sebagainya.

11.  Pantau suhudan atur lingkungan

sesuai indikasi. Batasi penggunaan

selimut, berikan kompres hangat saat

mencermikan adanya depresi atau trauma

pada batang otak pasien (berhubungan

dengan luasnya insisi) yang tidak

mempunyai kelainan jantung sebelumnya.

   Nafas yang tidak teratur dapat

menunjukkan lokasi adanya gangguan

serebral/peningkatan TIK dan memerlukan

intervensi yang lebih lanjut termasuk

kemungkinan dukungan nafas buatan.

   Gangguan penglihatan yang dapat

diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik

pada otak, mempunyai konsekuensi

terhadap keamanan dan juga akam

mempengaruhi pilihan intervensi.

   Penurunan refleks menandakan adanya

kerusakan pada tingkat otak tengah atau

batang otak dan sangat berpengaruh

langsung terhadap keamanan pasien.

   Demam dapat mencerminkan kerusakan

hipothalamus. Peningkatan kebutuhan

metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi

(terutama saat demam dan menggigil)

Page 15: LP IVO RUANG 13

demam timbul. Tutup ekstremitas

dengan selimut jika menggunakan

selimut hipotermia (selimut dingin).

12.  Pantau pemasukan dan pengeluaran.

Ukur berat badan sesuai indikasi.

Catat turgor kulit dan keadaan

membran mukosa.

13.  Pertahankan kepala/leher pada posisi

yang benar, sokong dengan gulungan

handuk kecil atau bantal pada kepala.

yang selanjutnya dapat menyebabkan

peningkatan TIK.

   Bermanfaat sebagai indikator dari cairan

total tubuh terintegrasi dengan pefusi

jaringan.

   Kepala yang miring pada salah satu sisi

akan menekan daerah insisi dan menekan

vena jugularis dan menghambat aliran

darah vena, yang selanjutnya akan

meningkatkan TIK.

2. Resiko tinggi

terhadap infeksi

berhubungan

dengan invasi MO

o Mempertahankan

nonmotermia, bebas

tanda-tanda infeksi

o Mencapai penyembuhan

luka (craniotomi) tepat

pada waktunya.

·     Mandiri

1.      Berikan perawatan aseptik dan

antiseptik, pertahankan teknik cuci

tangan yang baik.

2.      Observasi daerah kulit yang

mengalami kerusakan (seperti luka,

garis jahitan), daerah yang terpasang

alat invasi (terpasang infus dan

sebagainya), catat karakteristik dari

drainase dan adanya inflamasi.

   Cara pertama untuk menghidari infeksi

nosokomial.

   Deteksi dini perkembangan infeksi

memungkinkan untuk melekukan tindakan

dengan segera dan pencegahan terhadap

komplikasi selanjutnya.

Page 16: LP IVO RUANG 13

3.      Pantau suhu tubuh secara teratur.

Catat adanya demam, menggigil,

diaforesis dan perubahan fungsi

mental (penurunan kesadaran).

4.      Batasi pengunjung yang dapat

menularkan infeksi atau cegah

pengunjung yang mengalami infeksi

saluran napas bagian atas.

·     Kolaborasi

1.      Berikan antibiotik sesuai indikasi.

2.      Ambil bahan pemeriksaan

(spesimen) sesuai indikasi.

   Dapat mengindikasikan perkembangan

sepsis yang selanjutnya memerlukan

evaluasi atau tindakan dengan segera.

   Menurunkan pemajanan terhadap

“pembawa kuman penyebab infeksi”.

   Terapi profilaktik dapat digunakan pada

pasien yang mengalami trauma (luka,

kebocoran CSS atau setelah dilakukan

pembedahan untuk menurunkan risiko

terjasdinya infeksi nasokomial).

   Kultur/sensivitas. Pewarnaan Gram dapat

dilakukan untuk memastikan adanya

infeksi dan mengidentifikasi organisme

penyebab dan untuk menentukan obat

pilihan yang sesuai.

Page 17: LP IVO RUANG 13

3. Gangguan rasa

nyaman Nyeri

o Melaporkan nyeri

hilang/terkontrol.

o Mengungkapkan metode

yang memberikan

penghilangan.

o Mendemontrasikan

penggunaan

keterampilan relaksasi

dan aktivias hiburan.

·     Mandiri

1.      Kaji intensitas, gambaran dan

lokasi/penyebaran nyeri, atau adanya

perubahan sensasi.

2.      Kaji kembali manifestasi yang

timbul/perubahan dalam intensitas

nyeri.

3.      Izinkan pasien untuk mendapatkan

posis yang nyaman jika diperlukan.

Gunakan rogroll selama melakukan

perubahan posisi.

   Mungkin sedang sampai berat dengan

penyebaran ke daerah seluruh kepala atau

intrakranial, daerah oksipital. Kesemutan

yang tidak nyaman mungkin merupakan

cerminan kembalinya sensasi setelah

dekompresi saraf atau sebagai akibat dari

perkembangan edema dari penekanan

saraf/daerah operasi.

   Perkembangan/resolusi edema dan

inflamasi pada fase awal pascaoperasi

dapat mempengaruhi penekanan pada

berbagai saraf dan menyebabkan

perubahan pada derajat nyeri (terutama 3

hari setelah operasi), ketika spasme

otot/perbaikan sensasi saraf

mengintesifkan nyeri.

   Posisi disesuaikan dengan kebutuhan

fisiologis tipe operasinya. Posisi yang

sesuai membantu dalam menghilangkan

menurunkan kelemahan otot dan rasa

tidak nyaman (nyeri).

Page 18: LP IVO RUANG 13

4.      Demonstrasikan penggunaan

keterampilan relaksasi, seperti

bernapas dalam atau visualisasi.

5.      Berikan diet makanan lunak,

pelembab ruangan, anjurkan untuk

tdak berbicara setelah dilakukan

bedah.

6.      Teliti keluhan pasien mengenai

munculnya kembali nyeri.

·     Kolaborasi

1.      Berikan obat analgesik, sesuai

kebutuhan.

Narkotik, seperti morfin, kodein,

meperidin (demerol) :oksikodom (Tylox

:hidrokondon (vieodine): asetamenofen

(tylenol) dengan kodein.

Relaksan otot, seperti siklobenzaprin

(flexeril): diazepam (valium).

   Dengan menfokuskan kepala perhatian

tertentu, menurunkan ketegangan otot,

meningkatkan rasa memiliki dan kontrol /

menurunkan rasa kurang  nyaman.

   Menurunkan rasa tidak nyaman yang

berhubungan dengan sakit pada daerah

kranial dan kesulitan menelan.

   Sebagai tanda adanya komplikasi kolaps

intrakranial.

   Diberikan untuk menghilangkan /

menurunkan nyeri.

Narkotik digunakan selama beberapa hari

pertama pascaoperasi, kemudian

diberikan obat bukan dari jenis narkotik

sesuai dengan penurunan intensitas nyeri.

Dapat digunakan untuk menghilangkan

spasme otot sebagai akibat iritasi saraf

intraoperasi.

Page 19: LP IVO RUANG 13

2.      Bantu dengan ADP.

3.      Pasang unit TENS sesuai

kebutuhan.

   Memberikan kontrol terhadap pengobatan

(biasanya narkotik) untuk mendapatkan

tingkat kenyamana yang lebih konstan

yang selanjutnya dapat meningkatkan

proses penyembuhan.

   Dapat digunakan untuk nyeri insisi atau

ketika saraf tetap terkena setelah

penyembuhan.

4. Syok hivopolemik

berhubungan

dengan resiko

perdarahan

Setelah dilakukan

tindakan asuhan

keperawatan selama 1 X

24 jam diharapkan tidak

terjadi syok

1.      Auskultasi nadi apical. Awasi

kecepatan jantung atau irama bila EKG

kontinue ada.

2.      Kaji kulit terhadap dingin, pucat,

berkeringat, pengisian kapiler lambat

dan nadi perifer lemah.

3.      Catat keluaran urin dan berat jenis.

   Perubahan disritmia dan iskemia dapat

terjadi sbagai akibat hipotensi, hipoksia,

asidosis, ketidakseimbangan elektrolit atau

pendinginan dekat area jantung bila laase

air dingin digunakan untuk mengontrol

perdarahan.

   Asokonstriksi adalah respon simpatis

terhadap penurunan volume sirkulasi dan

atau dapat terjadi sebagai efek

vasopressin.

   Penurunan perfusi sistemik dapat

menyebabkan iskemia atau gagal ginjal

dimanifestasikan dengan penurunan

keluaran urin, ATN dapat terjadi jika

Page 20: LP IVO RUANG 13

4.      Catat laporan nyeri abdomen

khususnya tiba-tiba, nyeri hebat

menyebar ke bahu.

5.      Observasi kulit untuk pucat,

kemerahan. Pijat dengan minyak, ubah

posisi dengan sering..

6.      Beri oksigen tambahan sesuai

indikasi.

7.      Awasi GDA atau nadi oksimetri.

8.      Berikan cairan IV sesuai indikasi.

hipovolemik memanjang.

   Nyeri disebabkan ulkus gaster sering

hilang setelah perdarahan akut karena

efek buffer darah. Nyeri berat berlanjut

atau tiba-tiba dapat menunjukkan iskemia

sehubungan dengan terapi asokonstriksi,

perdarahan kedalam traktus bilier

(hematobilia), atau perforasi atau

timbulnya peritonitis.

   Gangguan pada sirkulasi perifer

meningkatkan resiko kerusakan kulit.

   Mengobati hipoksia dan asidosis laktat

selama perdarahan akut.

   Mengidentifikasi hipoksemia, keefektifan

atau kebutuhan untuk terapi.

   Mempertahankan volume sirkulasi dan

perfusi.

5. Gangguan pola

napas

Menunjukkn perbaikan

ventilasi dan oksigenasi

jaringan adekuat dengan

GDA dalam rentang

·     Mandiri

1.      Pantau frekuensi, irama, kedalaman

pernafasan. Catat napas sesuai

indikasi.

   Perubahan dapat menandakan awitan

komplikasi pulmunal (umumnya mengikuti

cedera otak postoperasi) atau

Page 21: LP IVO RUANG 13

normal dan bebas gejala

distres pernafasan.

2.      Catat kompetensi refleks gangguan

menelan dan kemampuan pasien

untuk melindungi jalan napas sendiri.

Pasang jalan napas sesuai indikasi.

3.      Angkat kepala tempat tidur sesuai

aturannya, posisi miring sesuai

indikasi.

4.      Anjurkan pasien untuk melakuakan

napas dalam yang efektif jika pasien

sadar.

5.      Lakukan perhisapan dengan ekstra

hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik.

Catat karakter, warna dan kekeruhan

dari sekret.

menandakan lokasi/luasna keterlibatan

otak. Pernapasan lambat, periode apnea

dapat menandakan perlunya ventilasi

mekanis.

   Kemampuan memobilisasi atau

membersihkan sekresi penting untuk

pemeliharaan jalan nafas. Kehilangan

refleks menelan atau batuk menandakan

perlunya jalan napas buatan atau intubasi.

   Untuk memudahkan ekspansi

paru/ventilasi paru dan menurunkan

adanya kemungkinan lidah jatuh yang

menyumbat jalan napas.

   Mencegah dan menurunkan atelektasis.

   Penghisapan biasanya dibutuhkan jika

pasien koma atau dalam keadaan

imobilisasi dan tidak dapat membersihkan

jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada

trakea yang lebih dalam harus dilakukan

dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut

Page 22: LP IVO RUANG 13

6.      Auskultasi suara napas, perhatikan

daerah hipoventilasi dan adanya

suara-suara tambahan yang tidak

normal (seperti adanya suara

tambahan yang tidak normal seperti

krekels, ronki dan mengi).

7.      Pantau penggunaan obat-obat

depresan pernapasn, seperti sedatif.

·     Kolaborasi

1.      Pantau atau gambarkan analisan gas

darah, tekanan oksimetri.

2.      Lakukan rotgen toraks ulang.

dapat menyebabkan atau meningkatkan

hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi

yang padda akhirnya akan berpengaruh

cukup besar pada perfusi serebral.

   Untuk mengidentifikasi adanya masalah

paru seperti atelektasis kongesti atau

obstruksi jalan napas yang

membahayakan oksigenasi serebral dan

menandakan terjadinya infeksi paru

(umumnya merupakan koplikasi dari

craniotomi postoperasi).

   Dapat meningkatkan gangguan/ 

komplikasi pernapasan.

   Menentukan kecukupan pernapasan,

keseimbangan asam-basa dan kebutuhan

akan terapi.

   Melihat kembali keadaan ventilasi dan

tanda-tanda komplikasi yang berkembang

(seperti atelektasis atau

bronkopneumonia)

Page 23: LP IVO RUANG 13

3.      Berikan oksigen.

4.      Lakukan fisioterapi dada jika ada

indikasi.

   Memaksimalkan oksigen pada darah arteri

dan membantu dalam pencegahan

hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan

mungkin diperlukan ventilasi mekanik.

   Walaupun merupakan kontraindikasi pada

pasien dengan peningkatan TIK fase akut

namun tindakan ini seringkali berguna

pada fase akut rehabilisasi untuk

memobilisasi dan membersihkan jalan

napas dan menurunkan risiko atelektasis

atau komplikasi paru lainnya.

6. Gangguan

integritas kulit

berhubungan

dengan kerusakan

jaringan

Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

selama 1 x 24 jam

diharapakan klien dapat

mempertahankan

integritas kulit dengan

kriteria hasil :

1.      kulit klien tidak

menunjukkan

kemerahan atau iritasi.

2.      Mengidentifikasi faktor

1.      Inspeksi seluruh area kulit, catat

pengisian kapiler, adanya kemerahan,

pembengkakan.

2.      Lakukan massase dan lubrikasi pada

kulit dengan losion/minyak

3.      Hindari pakaian ketat

   Kulit biasanya cenderung rusak karena

perubahan sirkulasi perifer,

ketidakmampuan untuk merasakan

tekanan.

   Meningkatkan sirkulasi dan melindungi

permukaan kulit, mengurangi terjadinya

ulserasi.

   Karena dapat menyebabkan area tertekan

   Untuk mencegah kerusakan kulit

Page 24: LP IVO RUANG 13

resiko individual

3.      Mengungkapkan

pemahaman tentang

kebutuhan tindakan.

4.      Berpartisipasi pada

tingkat kemampuan

untuk mencegah

kerusakan kulit

5.      Menunjukkan perilaku

peningkatan

penyembuhan.

4.      Bersihkan dan bedaki permukaan

kulit beberapa kali per hari

5.      Pisahkan permukaan kulit dengan

kapas halus

6.      Gunakan penghilang tekanan atau

matras atau tempat tidur penurun

tekanan sesuai kebutuhan.

7.      Beri salep seperti seng oksida

8.      Hindari menggunakan tissue basah

yang dijual bebas yang mengandung

alkohol.

   Untuk mencegah kerusakan kulit

   Untuk mencegah ulkus.

   Untuk melindungi kulit dari iritasi (tipe salep

dapat bervariasi untuk setiap klien dan

memerlukan periode percobaan.

   Karena akan menyebabkan rasa

menyengat.

Page 25: LP IVO RUANG 13

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner and Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, vol. 3. EGC: Jakarta;

2002.

2. Doenges, Marilyn E., Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. Rencana Asuhan

Keperawatan. Jakarta: EGC; 1999.

Page 26: LP IVO RUANG 13

Kraniotomi Efek anastesi

Hygiene luka buruk

Infasi kuman

Resti infeksi

Jar kulit rusak

Kerusakan integritas kulit

Ujung 2 syaraf

Reseptor nyeri

nyeri

perdarahan

Gangguan perfusi jaringan

↓ vol darah

Kekurangan volume cairan

Menekan pusat nafas

↓ kerja organ pernafasan

↓ ekspansi paru

Suplay O2 tidak adekuat

Pola nafas tidak efektif

Penumpukan sekret

Bersihan jalan nafas tidak efektif

System perkemihan

↓ fungsi ginjal

↓ reflek berkemih

inkontinensia

Perubahan pola berkemih

System GI

Stimulasi medula

Reflek muntah

Nausea,vomiting

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Path Way