lp 5 hanging

Upload: dhiant-empatlima

Post on 28-Mar-2016

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hanging

TRANSCRIPT

TINJAUAN TEORI

LAPORAN PENDAHULUANHANGINGOLEH : DIAN WIDIASTUTIK,S.Kep

I. TINJAUAN TEORIA. Definisi Gantung (hanging) merupakan suatu bentuk kematian akibat pencekikan dengan alat jerat, di mana gaya yang bekerja pada leher berasal dari hambatan gravitasi dari berat tubuh atau bagian tubuh (Knight, 1996).

B. Etiologi 1. Bunuh diriPenggantungan merupakan metode yang paling umum digunakan pada kasus bunuh diri. Alat-alat yang dibutuhkan untuk bunuh diri dengan penggantungan sangatlah mudah diperoleh, dibandingkan dengan senjata api atau racun. Penggantungan total tidak diperlukan, dan untuk alasan penggantungan biasanya ditemukan di kalangan narapidana.Alasan bunuh diri pun bervariasi mulai dari kemarahan pada orang tua (broken home), ditinggalkan oleh yang dicintai, keinginan untuk menyusul orang yang dicintai, gangguan psikiatri, obat-obatan, antisosial, dan lain-lain.2. Gangguan Psikiatri.Gangguan psikiatri biasanya meliputi skizofrenia, biasanya ditemukan lebih banyak dibanding pada kasus umum. 3. Kecelakaan.Suatu penelitian di Skotlandia menunjukkan bahwa kejadian penggantungan akibat kecelakaan lebih banyak ditemukan pada anak-anak utamanya pada umur antara 6-12 tahun, tidak ditemukan alasan untuk bunuh diri karena pada usia itu belum ada tilikan dari anak untuk bunuh diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengawasan dari orang tua. Meskipun tidak menutup kemungkinan hal ini dapat terjadi pada orang dewasa.4. Pembunuhan (Suicide Hanging)Sering ditemukan kejadian penggantungan tetapi bukan kasus bunuh diri, namun kejadian diatur sedemikian rupa hingga menyerupai kasus penggantungan bunuh diri. Banyak alasan yang menyebabkan pembunuhan terjadi mulai dari masalah sosial, masalah ekonomi, hingga masalah hubungan sosial.5. Hukum Gantung (Judisial Hanging)Berdasarkan letak jeratan, dikelompokkan atas : a. Typical hanging, yaitu bila titik penggantungan ditemukan di daerah oksipital dan tekanan pada arteri karotis paling besar. Titik gantung pada garis pertengahan belakang dan tekanan pada arteri karotis yang paling besar.b. Atypical hanging, yaitu bila titik gantung di samping, menimbulkan gambaran muka yang kebiruan.Ada 6 penyebab kematian pada penggantungan (Modi,1988), yaitu:

a. Asfiksia

Merupakan penyebab kematian yang tersering. Alat penjerat biasanya berada di atas tulang rawan tiroid yang menyebabkan penekanan pada leher, sehingga saluran pernafasan menjadi tersumbat.

b. Kongesti Vena

Disebabkan oleh lilitan tali pengikat pada leher sehingga terjadi penekanan pada vena jugularis oleh alat penjerat sehingga sirkulasi serebral menjadi terhambat.

c. Kombinasi Asfiksia dan Kongesti Vena

Merupakan penyebab kematian yang paling umum, seperi pada kebanyakan kasus dimana saluran napas tidak seluruhnya dihalangi oleh penjerat yang berada di sekitar leherd. Iskemik Otak (anoxia) Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher yang berperan dalam menyuplai darah ke otak, umunya pada arteri karotis dan arteri vertebralis.

e. Syok Vagal

Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan pada refleks vaso-vagal secara tiba-tiba, hal ini terjadi karena adanya tekanan pada saraf vagus atau sinus karotid.

f. Fraktur atau Dislokasi dari Verterbra Servikal 2 dan 3

Biasanya terjadi pada kasus judicial hanging, hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2 m oleh berat badan korban dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi dari vertebra servikalis yang selanjutnya dapat menekan atau merobek spinal cord sehingga terjadi kematian yang tiba-tiba.C. Manifestasi Klinis1. SianosisDapat dengan mudah terlihat pada daerah ujung jari dan pada bibir dimana terdapat pembuluh darah kapiler, Sianosis ini dianggap bermakna apabila pemeriksaan dilakukan kurang dari 24 jam.2. Kongesti atau pembendungan yang sistemik dan kongesti pada paru paru yang disertai dengan dilatasi jantung kanan.3. Edema pulmonum atau pembengkakan paru paru.4. Perdarahan berbintik ( Tardieus spot / petechial haemorrhages )Keadaan ini mudah dilihat pada tempat dimana struktur jaringannya longgar, seperti pada kelopak mata dan selaput biji mata, epiglottis dan jaringan sekitarnya, permukaan jantung dan paru paru. Terjadinya perdarahan bintik/ petekie, akibat dari terjadinya perubahan permeabilitas kapiler sebagai akibat langsung dari hipoksia dank arena terjadinya peningkatan tekanan intrakapiler, sehingga kapiler pecah dan terjadilah petekie.5. Perdarahan pharynxPerdarahan submukosa yang luas pada pharynx terutama pada bagian dorsal dari cricoid. Perdarahan tersebut dimungkinkan oleh karena plexus vena pada daerah ini dindingnya tipis, sehingga apabila terjadi kongesti hebat, pembuluh tersebut akan pecah, yang akan menyebabkan terjadinya perdarahan.D. PatofisiologiGangguan hemodinamik pada penggantungan akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Terhentinya suplai oksigen bisa menjadi penyebab kematian. Hal ini disebabkan karena adanya hambatan masuknya oksigen ke dalam sistem respirasi. Hambatan ini juga akan berakibat terganggunya pengeluaran karbon dioksida dari tubuh sehingga kadarnya dalam darah meningkat. Keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal disebut asfiksia. Asfiksia yang paling sering dijumpai di dalam kasus tindak pidana yaitu asfiksia mekanik, dimana terjadi obstruksi saluran pernafasan secara mekanik. Definisi asfiksia adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan suplai oksigen yang berat pada tubuh sehingga akan meningkatkan ketidakmampuan tubuh untuk bernapas secara normal. Dalam dunia medis definisi asfiksia masih merupakan perbincangan, namun beberapa ahli menyimpulkan bahwa asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbondioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.Kematian penggantungan disebabkan oleh asfiksia akibat tersumbatnya saluran nafas, kongesti vena sampai menyebabkan perdarahan di otak, iskemis serebral karena sumbatan pada arteri karotis dan vertebralis, syok vagal karena tekanan pada sinus karotis yang mengakibatkan jantung berhenti berdenyut, dan fraktur atau dislokasi tulang vertebra cervicalis 2 dan 3 yang menekan medulla oblongata dan mengakibatkan terhentinya pernafasanE. Diagnosa Penunjang1. CT SCAN : Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang servikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut. Akurasi Pemeriksaan CT berkisar antara 72 -91 % dalam mendeteksi adanya herniasi diskus. Akurasi dapat mencapai 96 % bila mengkombinasikan CT dengan myelografi.2. MRI : Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imaging pilihan untuk daerah servikal MRI dapat mendeteksi kelainan ligamen maupun diskus. 3. Elektromiografi ( EMG) : Pemeriksaan EMG membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot, artritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi.F. Penatalaksanaan1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)

2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.

3. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.

4. Menyediakan oksigen tambahan.

5. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.

6. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.

7. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari hipotensi dan bradikardi.8. Tinggikan ekstremitas bawah9. Berikan antiemboli10. Meningkatkan tekanan darah11. Monitor balance cairan 12. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)

13. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala bradikardi.

14. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.

15. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika ada indikasi.

16. Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.

17. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.

(ENA, 2000 ; 427)

G. Problemtree HangingBunuh Diri, Gangguan Psikiatri, Pembunuhan, Hukum GantungHanging

Menekan Vena Jugularis Tekanan pada

Dislokasi C2 dan C3

n.Vagus

Sirkulasi Cerebral terhambat Menekan spinal cord

Terhentinya

Kongesti Vena Reflek Vaso-Vagal

Distress otot Pernafasan Trombosis pembuluh darah

Jantung lebih lambat

Memompa darah

Penurunan suplai

O2 ke jaringan

Hipotensi

Suplai O2 ke Otak

Penurunan Kesadaran

II. MANAJEMEN KEPERAWATAN1. PENGKAJIANData Subyektif

1.Riwayat Penyakit Sekarang

a)Mekanisme Cedera

b)Kemampuan Neurologi

c)Status Neurologi

d)Kestabilan Bergerak

2.Riwayat Kesehatan Masa Lalu

a)Keadaan Jantung dan pernapasan

b)Penyakit Kronis

Data Obyektif

1.Airway

Adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera servikal sehingga mengganggu jalan napas

2.Breathing

Pernapasan dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding dada

3.Circulation

Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba dingin dan basah, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)

4.Disability

Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak, kehilangan sensasi, kelemahan ototPENGKAJIAN SEKUNDERa. Exposure

Adanya deformitas tulang belakang

b. Five Intervensi

1. Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

2. CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas

3. MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal

4. Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru

5. Sinar X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (Fraktur/Dislokasi)c. Give Comfort

Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak

d. Head to Toe

1. Leher

: Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera

2. Dada

:Pernapasan dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding dada, bradikardi, adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal

3. Pelvis dan Perineum : Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses, terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)

4. Ekstrimitas : terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau quadriparesis/quadriplegia

e. Inspeksi Back / Posterior Surface

Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang belakang

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema3. Resiko neurologik berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan1. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasanDiagnosa KeperawatanIntervensi Keperawatan

Tujuan dan Kriteria hasilIntervensiRasional

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan dispnea,terdapat otot bantu napas

Setelah dilakukan Intervensi selama ...... jam diharapkan pola nafas kembali efektifKriteria Hasil :1. Pasien melaporkan sesak napas berkurang2. Takipnea tidak ada3. Pengembangan dada simetris antara kanan dan kiri4. Tanda vital dalam batas normal (nadi 60-100x/menit, RR 16-20 x/menit, tekanan darah 110-140/60-90 mmHg, suhu 36,5-37,5oC)5. Tidak ada penggunaan otot bantu napas1. Pantau ketat tanda-tanda vital dan pertahankan ABC.2. Monitor usaha pernapasan pengembangan dada, keteraturan pernapasan nafas bibir dan penggunaan otot bantu pernapasan.3. Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontra indiksi.4. Gunakan servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.5. Berikan oksigen sesuai indikasi

1. Perubahan pola nafas dapat mempengaruhi tanda-tanda vital2. Pengembangan dada dan penggunaan otot bantu pernapasan mengindikasikan gangguan pola nafas.3. Mempermudah ekspansi paru.4. Stabilisasi tulang servikal.5. Oksigen yang adekuat dapat menghindari resiko kerusakan jaringan

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedemaDiagnosa KeperawatanIntervensi Keperawatan

Tujuan dan Kriteria hasilIntervensiRasional

Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan aliran darah ditandai dengan bradikardi, nadi teraba lemah, terdapat sianosis, akral teraba dingin, CRT > 2 detik, turgor tidak elastis, kelemahan, AGD abnormal

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama....menit diharapkan perfusi jaringan adekuat.Kriteria hasil :a.Nadi teraba kuatb.Tingkat kesadaran composmentisc.Sianosis atau pucat tidak adad.Nadi Teraba lemah, terdapat sianosis,e.Akral teraba hangatf.CRT < 2 detikg.GCS 13-15h.AGD normal

1. Atur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway (jaw thrust). Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.2. Tinggikan ekstremitas bawah.3. Gunakan servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.4. Sediakan oksigen dengan nasal canul untuk mengatasi hipoksia5. Ukur tanda-tanda vital.6. Awasi pemeriksaan AGD

1. Untuk mempertahankan ABC dan mencegah terjadi obstruksi jalan napas2. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung3. Stabilisasi tulang servikal4. Mencukupi kebutuhan oksigen tubuh dan oksigen juga dapat menurunkan terjadinya sickling5. Perubahan tanda-tanda vital seperti bradikardi akibat dari kompensasi jantung terhadap penurunan fungsi hemoglobin6. Penurunan perfusi jaringan dapat menimbulkan infark terhadap organ jaringan

Diagnosa KeperawatanIntervensi Keperawatan

Tujuan dan Kriteria hasilIntervensiRasional

Resiko Syok Neurologik berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan, penurunan O2Setelah dilakukan Intervensi selama ...... jam diharapkan tidak terjadi syok neurologik.Kriteria Hasil :1. Pasien sadar dan dapat berorientasi

2. Natrium serum (135-145 mEq/L)3. GCS : 4-5-6

1. Observasi status hidrasi : catat tugor kulit pada paha bagian dalam atau dahi.2. Observasi pasien utuk mengetahui pengembangan klinis.

3. Perhatikan tingkat kesadaran dengan menggunakan Skala Koma Glasgow4. Observasi intake dan output cairan ( jelaskan pada pasien atau keluarga tentang kegunaan cairan )5. Kolaborasi : Pemberian antihipertensi1. Untuk mengetahui tanda-tanda dehidrasi pada pasien. 2. Untuk perkembangan kondisi pasien.

3. Untuk mengetahui tingkat kesadaran .

4. Mengetahui balance cairan5. Menurunkan tekanan darah.

DAFTAR PUSTAKAAriani, Tutu April. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Saanin, Syaiful. 2009. Cedera Sistema Saraf Pusat Traumatika Dan Nontraumatika. PDF Jurnal. Diakses tanggal 19 Juni 2015.

Resiko Syok Neurogenik

Gangguan Perfusi Jaringan

Pola nafas Inefektif

Laporan Pendahuluan HangingDian Widiastutik ,S.KepSTIKES Widyagama Husada MalangPage 12