laporan uji keras matrek

21
1 TUGAS PENDAHULUAN MODUL B UJI KERAS OLEH KELOMPOK : 28 ANGGOTA KELOMPOK : 1. Astrid Parama N (13406026) 2. Bona Mangkirap (13406043) 3. Irma Sofiani (1340049) 4. Nadia Fadhilah Riza (13406069) 5. Prilla Sista LJ (13406080) 6. Ira Wulandari (13406094) PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007

Upload: nadia-friza

Post on 18-Jun-2015

4.227 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Laporan Uji Keras Praktikum Material Teknik Kelompok 28

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Uji Keras Matrek

1

TUGAS PENDAHULUAN MODUL B

UJI KERAS

OLEH

KELOMPOK : 28

ANGGOTA KELOMPOK : 1. Astrid Parama N (13406026)

2. Bona Mangkirap (13406043)

3. Irma Sofiani (1340049)

4. Nadia Fadhilah Riza (13406069)

5. Prilla Sista LJ (13406080)

6. Ira Wulandari (13406094)

PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2007

Page 2: Laporan Uji Keras Matrek

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Uji keras merupakan pengujian yang efektif karena akan didapatkan

gambaran sifat mekanik suatu material dengan mudah. Walaupun

pengujian hanya dilakukan pada satu titik atau daerah tertentu saja,

nilai kekerasan cukup valid untuk menyatakan tingkat kekerasan suatu

material. Material dapat dengan mudah digolongkan sebagai material

ulet maupun getas, hanya dengan melakukan pengujian keras.

Pengujian keras juga dapat digunakan sebagai suatu metode untuk

mengetahui pengaruh perlakuan panas dan perlakuan dingin terhadap

material. Material yang telah mengalami cold working, hot working, dan

heat treatment, dapat diketahui perubahan kekuatannya melalui

pengujian kekerasan. Karena itu, dapat dengan mudah melakukan

quality control terhadap material.

1.2. Tujuan

1. Mengetahui macam-macam metode pengujian keras serta aplikasinya

2. Mengetahui prosedur dan standar pengujian keras

3. Mengetahui sifat mekanik serta perubahan yang terjadi akibat proses

pemanasan

4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan metode-metode pengujian

kekerasan

5. Mampu menghitung besaran sifat mekanik suatu material

Page 3: Laporan Uji Keras Matrek

3

BAB II

DASAR TEORI

Kekerasan adalah ketahanan suatu material terhadap deformasi plastis pada

daerah lokal dan permukaan material. Sedangkan kekuatan adalah

ketahanan material terhadap deformasi plastis secara global. Kekerasan

suatu material berbanding lurus dengan kekuatannya.

Secara umum, terdapat tiga jenis pengukuran kekerasan sesuai dengan sifat

pengujiannya, yaitu:

1. Pengujian keras dengan metode goresan

Pengujian keras dengan metode gores mengukur kemampuan suatu

material dengan menggoreskan material uji kepada spesimen. Skala

yang digunakan adalah skala Mohs, yang terdiri atas 10 nilai berupa

material standar yang diurutkan sesuai kemampuannya untuk

digoreskan.

Material uji dari yang paling lunak sampai dengan yang paling keras :

1 = Talk / gips 6 = Orthoclase ( feldspar )

2 = Gypsum 7 = Quartz

3 = Calcite 8 = Topaz

4 = Fluorite 9 = Corundum

5 = Apatite 10 = Intan

Kelemahan dari skala Mohs adalah intervalnya kurang spesifik (nilai

kekerasan benda kurang akurat).

2. Pengujian keras dengan metode dinamik

Pengujian keras dengan metode dinamik digunakan dengan

mengetahui energi impak yang dihasilkan oleh indentor yang

dijatuhkan pada permukaan spesimen. Alat yang digunakan dalam

pengujian ini adalah Schetoroscope Shore, yang mengukur

kekerasan dari tingginya pantulan indentor berbentuk bola yang

dipantulkan ke spesimen.

3. Pengujian keras dengan metode indentasi

Pengujian keras dengan metode indentasi mengukur ketahanan

suatu material terhadap gaya yang diberikan oleh indentor, dengan

memperhatikan besar beban yang diberikan dan besar indentasi.

Kekerasan tipe ini adalah yang paling sering diteliti dalam material

teknik.

Page 4: Laporan Uji Keras Matrek

4

Tipe kekerasan indentasi dibagi atas :

1. Uji Kekerasan Brinell

Uji kekerasan indentasi Brinell merupakan pengujian metode

indentasi yang pertama kali diterima dan distandardisasi secara

umum. Uji kekerasan Brinell dilakukan dengan melakukan indentasi

pada permukaan spesimen dengan bola baja yang memiliki beban

3000 kg dengan diameter 10 mm. Untuk material lunak, beban

dikurangi menjadi 500 kg agar indentasi tidak terlalu dalam,

sedangkan untuk material yang sangat keras, digunakan bola karbida

untuk memperkecil distorsi indentor. Beban ditekan selama waktu

baku (30 detik), lalu luas permukaan hasil indentasi diukur dengan

menggunakan mikroskop optik. Diameter indentasi harus dihitung

dua kali pada sudut tegak lurus yang berbeda kemudian dirata-

ratakan. Permukaan yang dikenakan indentasi harus relatif halus,

dan bersih.

Dengan rumus berikut, dapat diketahui nilai kekerasan Brinell (BHN):

22(

2

dDDD

PBHN

dengan, P = besar beban indentor (kg)

D = diameter indentor (mm)

d = diameter indentasi (mm)

t = kedalaman indentasi (mm)

BHN bukan sebuah besaran yang baik secara fisika karena tidak

meliputi tekanan rata-rata pada seluruh permukaan indentasi.

Kelemahan lain dari uji keras Brinell adalah besarnya ukuran

indentasi Brinell yang dapat menghalangi kegunaan untuk benda uji

yang kecil, atau pada bagian yang kritis terhadap tegangan di mana

hasil indentasi yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan.

Kelebihan uji Brinell adalah ukuran indentor Brinell yang besar dapat

merata-ratakan heterogenitas lokal yang terdapat pada permukaan

spesimen, dan uji Brinell tidak terlalu terpengaruh oleh kekekasaran

permukaan.

2. Uji Kekerasan Meyer

Uji yang dilakukan oleh Meyer merupakan perbaikan terhadap uji

Brinell. Meyer menyarankan bahwa tekanan rata-rata pada

Page 5: Laporan Uji Keras Matrek

5

permukaan seluruh indentasi (yang tidak terdapat pada uji Brinell)

harus diperhitungkan dalam nilai kekerasan. Nilai rata-rata tersebut

diperoleh dengan rumus:

2r

PPm

2

4

d

PMHN

Kekerasan Meyer kurang sensitif terhadap beban indentor daripada

Brinell. Untuk material yang diproses secara cold working, nilai

kekerasan Meyer bersifat konstan dan independen terhadap besar

beban, sedangkan kekerasan Brinell berkurang dengan semakin

besarnya beban. Kekerasan Meyer merupakan pengukuran yang

lebih fundamental terhadap kekerasan indentasi tetapi jarang

digunakan untuk pengukuran kekerasan.

3. Uji Kekerasan Vickers

Uji kekerasan indentasi Vikers menggunakan indentor berbentuk

piramida intan dengan dasar bujur sangkar, dengan sudut yang

saling berhadapan sebesar 136o. Sudut tersebut digunakan karena

merupakan perkiraan rasio terideal indentasi diameter-bola pada uji

Brinell. Besar beban indentor sebesar 1 sampai dengan 120 kg,

disesuaikan dengan tingkat kekerasan material. Besar nilai

kekerasan Vickers (VHN) adalah besar beban dibagi dengan luas

daerah terindentasi. Daerah ini dihitung dengan melihat ukuran

mikroskopis dari panjang diagonal indentasi.

Rumus yang digunakan untuk menentukan besar VHN adalah:

2

854,1

l

PVHN

dengan, P = besar beban indentor (kg)

l = panjang rata-rata diagonal (mm)

1,854 = konstanta yang didapat dari nilai: 2 sin (136o/2)

Uji Vickers diterima secara luas karena skala kekerasannya yang

kontinu untuk rentang nilai yang luas, mulai dari besi sangat lunak

dengan nilai 5, hingga material sangat keras dengan nilai 1500.

Kelebihan lain adalah bahwa pada uji Vickers beban tidak perlu

Page 6: Laporan Uji Keras Matrek

6

diubah, dan berada pada skala yang sama, sehingga dapat dilakukan

perbandingan secara mudah antara kekerasan antar material.

Kekurangan dari uji Vickers adalah lamanya waktu yang dibutuhkan

untuk pengukuran, perhitungan, dan persiapan specimen.

4. Uji Microhardness

Banyak masalah metalurgi yang membutuhkan penentuan kekerasan

pada permukaan yang sangat kecil, misal penentuan kekerasan pada

permukaan terkarburasi, atau penentuan kekerasan pada part jam

tangan. Untuk pengujian spesimen-spesimen sangat kecil ini, metode

yang paling digunakan adalah indentor Knoop. Metode ini merupakan

pengembangan dari Uji Vickers.

Indentor Knoop adalah piramida intan, yang membentuk indentasi

berbentuk layang-layang dengan perbandingan diagonal panjang-

pendek sebesar 7:1, yang menyebabkan kondisi regangan pada

daerah terdeformasi. Nilai kekerasan Knoop (KHN) adalah besarnya

beban dibagi dengan luas daerah proyeksi dari indentasi tersebut,

sesuai rumus:

CL

P

A

PKHN

p2

dengan, P = besar beban (kg)

Ap = luas daerah proyeksi dari indentansi (mm2)

L = panjang diagonal panjang (mm)

C = konstanta indentor

Karena hasil indentasi Knoop berbentuk layang-layang, maka Uji

Microhardness dapat digunakan untuk menempatkan indentasi

dengan posisi lebih dekat daripada indentasi bujur sangkar Vickers.

Kelebihan lain dari bentuk panjangnya indentor Knoop adalah

kedalaman dan luas daerah indentasi Knoop hanya sekitar 15% dari

luas daerah indentasi Vickers untuk panjang diagonal yang sama. Hal

ini membuat Knoop lebih baik karena dapat mengukur spesimen

yang tipis, atau ketika menguji material getas, yang memiliki

kecenderungan untuk patah. Beban kecil yang digunakan oleh

metode Knoop, mensyaratkan bahwa persiapan spesimen harus

betul-betul baik.

Page 7: Laporan Uji Keras Matrek

7

5. Uji Rockwell

Uji Rockwell menggunakan kedalaman indentasi dalam keadaan

beban konstan sebagai penentu nilai kekerasan. Sebelum

pengukuran, spesimen dikenakan beban minor sebesar 10 kg untuk

memperbaiki posisinya, untuk mengurangi kecenderungan ridging

dan sinking akibat beban indentor. Lalu, beban mayor dikenakan, dan

kedalaman indentasi yang terkonversi dalam skala langsung

ditunjukkan pada dial gage. Dial tersebut terbagi atas 100 bagian,

yang masing-masing merepresentasikan penetrasi sebesar 0.0002

mm. Dial dirancang sedemikian rupa sehingga nilai kekerasan yang

tinggi berkorelasi dengan kekecilan penetrasi. Beda uji Rockwell

dengan metode lainnya adalah nilai kekerasannya tidak memiliki

satuan, sedangkan pada metode lain nilai kekerasan bersatuan

kg/mm.

Indentor Rockwell adalah kerucut intan bersudut 120o, yang

dinamakan indentor Brale, dan bola baja berdiameter 1.6 mm (1/16

inch) dan 3.2 mm (1/8 inch). Nilai kekerasan Rockwell bersifat

dependen terhadap beban dan indentor, maka diperlukan prefix pada

nilai kekerasan, yang dilakukan dengan memberi huruf penunjuk

kombinasi beban dan indentor. Nilai kekerasan Rockwell tanpa prefix

huruf tersebut tidak ada artinya. Contoh dari penggunaan prefix

tersebut adalah besi, yang umumnya diuji pada prefix C,

menggunakan indentor intan, dan beban sebesar 150 kg.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengujian keras :

Sebelum pengujian :

1. Alat uji keras dikalibrasi terlebih dahulu

2. Indentor harus bersih dan terposisikan dengan baik

3. Permukaan spesimen harus bersih (tidak ada kotoran, karat, dll)

4. Spesimen yang diuji tidak boleh terlalu tipis

Pada saat pengujian :

1. Arah penekanan harus benar-benar tegak lurus

2. Jarak antar penekanan tidak boleh terlalu berdekatan (3 sampai

dengan 5 kali diameter indentasi)

3. Penekanan tidak boleh dilakukan di ujung spesimen

4. Pengujian pada permukaan silindris akan memberikan hasil yang

memiliki kecenderungan lebih untuk salah, tergantung

kelengkungan, beban, indentor, dan kekerasan material.

Page 8: Laporan Uji Keras Matrek

8

5. Kecepatan pembebanan harus terstandardisasi.

Page 9: Laporan Uji Keras Matrek

9

BAB III

PENGOLAHAN DATA

1. Brinell

d = (0.2)x + (y/50 . 0.2 ) mm

22(

2

dDDD

PBHN

D

(mm) x y d (mm) π D

D - (D - √(D2 -

d2)

Kekerasan

Brinell (BHN)

5 6 17 1.268 15.7 0.163454125 77.93534422

5 5 0 1 15.7 0.101020514 236.4405928

5 3 10 0.64 15.7 0.041129161 580.7400361

2. Vickers

2

854,1

l

PVHN

3. Rockwell

Spesimen P (kg) Indentor Warna Skala

Kekerasan

Rockwell

Aluminium 100 Bola baja Merah 36 HRB

Baja Karbon

Medium 60 Intan Hitam 54 HRA

Baja karbon

treatment 150 Intan Hitam 52 HRC

D

(mm) x y d (mm)

d kuadrat

(mm)

Kekerasan

Vickers

0.645 4 5 0.82 0.6724 82.71861987

0.43 2 16 0.464 0.215296 258.3420036

0.648 1 26 0.304 0.092416 601.8438366

Page 10: Laporan Uji Keras Matrek

10

BAB IV

ANALISIS

Analisis dari hasil percobaan :

a. Uji keras Brinell

Dari tabel pengolahan data percobaan brinell dapat dilihat bahwa:

Baja heat treatment : 580.7 BHN

Baja : 236.4 BHN

Aluminium : 77.9 BHN

Dari data diatas, material baja heat treatment yang mempunyai nilai

yang paling besar dibandingkan yang lain, hal ini menunjukan

material tersebut memiliki kekerasan yang lebih keras.

Dari literatur dapat dilihat angka brinell material diatas adalah

sebagai berikut:

Baja heat treatment : 50-444 BHN

Baja : 100-500 BHN

Aluminium : 27 BHN

Dapat dilihat, bahwa angka brinell dari baja heat treatment sebesar

50-444 BHN, sedangkan dari pengolahan data diperoleh 580.7 BHN.

Hal ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh berbeda (lebih

besar) dengan literatur.

Untuk baja, angka brinell dari literatur bernilai 100-500 BHN,

sedangkan data yang diperoleh 236.4 BHN. Hal ini menunjukan

bahwa data yang diperoleh berada dalam rentang data literatur

sehingga masih berada dalam toleransinya.

Aluminium mempunyai nilai 27 BHN menurut data literatur.

Sedangkan dari pengolahan data diperoleh 77.9 BHN. Hal ini

menunjukan bahwa bahwa data yang diperoleh lebih besar dari data

literatur.

Dari data percobaan, angka brinell tertinggi ada pada baja heat

treatment, begitupun juga dengan data literatur. Hal ini menunjukan

bahwa material ini mempunyai kekerasan yang paling tinggi.

Sedangkan aluminium merupakan material yang paling lunak

dibandingkan ke-3 material yang lain.

b. Uji Keras Vickers

Dari percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:

Baja heat treatment : 601.8 VHN

Page 11: Laporan Uji Keras Matrek

11

Baja : 258.3 VHN

Alumunium : 82.7 VHN

Sedangkan literatur mengenai data lengkap Vickers yang diperoleh

hanya berupa data-data Vickers yang telah dikonversi dengan harga

Vickers paling rendah adalah 100. Oleh karena itu, analisis mengenai

perbandingan harga kekerasan Vickers yang diperoleh dari

pengamatan dan yang diperoleh dari literatur tidak dapat dijabarkan.

Diketahui pada literaturnya dengan harga vickers paling rendah

adalah 100 VHN, sedangkan kekerasan alumunium yang diperoleh

adalah 82.7 VHN. Hasil yang didapat ini berbeda dengan literaturnya.

Sebab-sebab perbedaan ini akan dianalisis pada bagian selanjutnya.

c. Uji keras Rockwell

Data hasil percobaan diperoleh,

Baja heat treatment : 52 HRC

Baja : 54 HRA

Alumunium : 36 HRB

Sedangkan dari literatur diperoleh,

Baja heat treatment : 0-80 HRC

Baja : 60-100 HRA

Aluminium : 48 HRB

Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa baja heat treatment masih

berada dalam batas toleransinya. Sedangkan baja dan alumunium

mempunyai nilai yang berbeda dengan nilai literaturnya. Perbedaan

ini akan dijelaskan pada analisis selanjutnya.

Dari hasil percobaan dan data literatur, dibuktikan bahwa baja heat

treatment mempunyai kekerasan yang paling tinggi dibandingkan

dengan ke-3 lainya. Sedangkan alumunium merupakan material yang

paling lunak.

Baja heat treatment ini keras disebabkan karena baja di quenching

(dicelup cepat). Hal ini menyebabkkan baja mengalami perubahan

fasa dari perlite manjadi martensite. Proses celup cepat (quenching)

bertujuan untuk memperkeras suatu material. Fasa ini merubah fasa

material dari fasa perlite menjadi fasa martensite. Fasa martensite ini

terbentuk karena akibat mekanisme geseran, bukan karena

pengintian dan pertumbuhan. Sifat dari fasa martensite ini adalah

keras, getas, tergantung pada kadar karbon yang dikandungnya.

Setelah di-quenching, material tersebut didinginkan dengan

pendinginan cepat dengan media air dan oli, yang bertujuan agar

Page 12: Laporan Uji Keras Matrek

12

tidak sempat terjadi difusi, pengintian, dan pertumbuhan, sehingga

terjadi pergeseran antar bidang-bidang atom. Struktur sel satuan

martensit berupa Body Centered Tetragonal (BCT), dengan atom C

terjebak diantara atom Fe.

Hal inilah yang menyebabkan baja heat treatment lebih keras

dibandingkan baja dan alumunium, dimana baja dan alumunium tidak

mengalami proses pengerasan yang dilakukan pada baja heat

treatment. Pada alumunium, proses pengerasan dapat dilakukan

dengan proses precipitation hardening (perlakuan panas pada

alumunium).

Terdapatnya kesalahan-kesalahan serta perbedaan-perbedaan hasil

percobaan jika dibandingkan literatur disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah:

1. Permukaan spesimen yang terlalu kecil

Hal ini menyebabkan pemilihan titik uji tidak dapat dimaksimalkan,

misalnya pengukuran satu dilakukan terlalu dekat dengan

pengukuran lainya. Pengukuran yang berdekatan ini mempengaruhi

daerah elastis yang berada dibawah daerah penekanan (plastis) ke

daerah yang lain.

2. Permukaan benda uji yang berkarat

Sehingga memerlukan proses penghilangan karat dengan

menggunakan kikir atau amplas. Walaupun demikian, masih terdapat

sisa bekas karatan yang masih menempel yang disebabkan karena

ketidakmasimalan dalam melakukan proses pembersihan akibat

keterbatasan waktu, permukaan yang berkarat ini mempengaruhi

angka kekerasan yang diuji. Sebab, dengan adanya karat kekerasan

permukaan bertambah, dan mempengaruhi perbandingan dengan

nilai pada literatur.

3. Pengukuran dilakukan pada pinggir spesimen

Hal ini disebabkan material yang diuji memiliki penampang kecil,

sehingga diambil titik yang hampir berdekatan dengan pinggir

spesimen. Akibatnya, daerah hasil indentasi pada pinggir spesimen

memiliki nilai yang berbeda dengan hasil pengujian yang dilakukan

pada bagian tengah spesimen.

4. Permukaan bawah benda uji yang tidak datar

Hal mempengaruhi dalam melakukan pengambilan data, sebab

permukaan yang tidak rata ini menyebabkan benda uji terangkat

Page 13: Laporan Uji Keras Matrek

13

keatas. Walaupun sedikit besarnya, namun hal ini mempengaruhi

nilai kekerasan yang diperoleh.

5. Hasil dari pembersihan karat tidak benar-benar bersih

Mempengaruhi pengambilan data diagonal atau diameter jejak,

permukaan yang tidak merata ini menyulitkan dalam pengambilan

data pada proses penglihatan nilai melalui mikroskop.

6. Kesalahan paralaks ketika pengambilan data

Terjadi pada saat mengukur diameter jejak dan panjang diagonal,

pembacaan skala pada mesin uji. Hal ini disebabkan oleh beberapa

hal antara lain alat yang telah digunakan sudah tidak baik lagi,

ditunjukan pada saat pembacaan skala pada mikroskop, angka-

angka pada skala yang sudah tidak jelas lagi menyulitkan dalam

pengambilan data sehingga dilakukan pembulatan.

7. Kesulitan dalam penggunaan alat

Hal ini ditunjukan ketika melakukan penempatan spesimen pada

posisi yang pas pada mikroskop di skala nol-nya, akibatnya

penempatan spesimen uji tidak pas dengan skala nol sehingga

mempengaruhi perbandingan dengan literatur.

8. Pengukuran diagonal dan diameter jejak pada satu titik saja

Hasil akan lebih akurat jika diameter jejak diukur di tiap titik kemudian

diambil rata-ratanya, begitupun juga dengan pengukuran diagonal

dimana hasil lebih akurat dengan nilai rata-rata dari dua diagonal

tersebut. Pada praktikum tidak dilakukan karena waktu yang terbatas

dan penempatan posisi yang sesuai dinilai susah dilakukan.

9. Pengujian titik dilakukan hanya pada satu titik saja (keminiman data)

Baik pada pengambilan data nilai kekerasan serta pengukuran jejak.

Hasil lebih akurat jika dilakukan ke beberapa titik dan membuat rata-

ratanya.

Page 14: Laporan Uji Keras Matrek

14

PERTANYAAN SETELAH PRAKTIKUM

1. Sebutkan macam-macam variansi pengujian kekerasan rockwell

berdasarkan beban mayor dan jenis identor ! Adakah tujuan dari variansi

tersebut, jelaskan !

Jawab :

Macam-macam pengujian kekerasan Rockwell :

Rockwell Indentor Beban Warna Skala Material Uji

A Piramid intan 60 kg Hitam Baja

B

Bola baja,

berdiameter

(1/16) inch

100 kg Merah Material Lunak

C Piramid intan 150 kg Hitam Baja yang telah

di-heat treatment

D

E

F

G

H

Tujuan dari adanya variansi ini adalah untuk mendapatkan hasil yang

lebih akurat terhadap berbagai kondisi spesimen yang berbeda dengan

menggunakan pengujian kekerasan rockwell yang sesuai. Contoh untuk

material yang lebih lunak biasanya digunakan Rockwell B (identor bola

baj). Karena untuk material yang lebih lunak tidak boleh diuji dengan

identor yang terlalu keras (pada Rockwell A atau Rockwell C) karena

dapat merusak material. Selain itu beban serta diameter yang digunakan

juga harus sesuai keadaan material.

2. Turunkan persamaan kekerasan Vickers :

Jawab :

Bentuk indentor vickers :

Page 15: Laporan Uji Keras Matrek

15

A.B = B.D = L

A.D = D.C C.B = A.B = ...

Tinjau 'OTT

= 68°

'

'

2sin

OT

TT

2sin

''

TTOT

Luas segitiga ODC :

9271.02

.

2

2sin

.

2

.

2

. '

'

' TTCD

TTCD

OTCDtaODCL

Jika dimasukkan ke dalam rumus, maka :

22''

854.19271.02

9271.0

..2

9271.02

.4

4 L

P

L

P

TTCD

P

TTCD

P

ODC

P

A

PVHN

Sehingga terbukti bahwa 2

854.1

L

PVHN

3. Temperatur akan berpengaruh terhadap kekerasan material. Hal ini

dapat dinyatakan dalam hubungan :

BTeAH .

dengan, H = hardness

T = temperatur

Page 16: Laporan Uji Keras Matrek

16

A, B= konstanta

Gambarkan kurva yang menyatakan hubungan antara T dan H tersebut.

Apa yang dapat anda jelaskan dari kurva tesebut?

Jawab :

Dari kurva diatas dilihat bahwa harga kekerasan akan semakin menurun

jika temperature material tersebut semakin tinggi. Hal ini karena ketika

temperature suatu material semakin tinggi maka material tersebut akan

semakin lunak, karena ketika itu temperaturnya semakin mendekati

Page 17: Laporan Uji Keras Matrek

17

temparatur lelehnya. Oleh karena itu, material pun sedikit demi sedikit

berubah fasa dari solid menjadi cair.

4. Mengapa harga kekerasan berbanding lurus dengan harga kekuatan

tariknya?

Jawab :

Kekerasan dari suatu bahan berbanding lurus dengan kekuatan tarik

karena pengertian dari kekerasan dan kekuatan tarik sama-sama berarti

ketahanan terhadap deformasi plastis. Hanya saja kekerasan adalah

ketahanan material terhadap deformasi plastis local (permukaan),

sementara kekuatan tarik adalah ketahanan material terhadap deformasi

plastis yang terjadi diseluruh permukaan material (global). Sehingga jika

suatu bagian dari material tahan terhadap deformasi plastis maka

otomatis seluruh bagian dari material itu pun akan tahan terhadap

deformasi plastis. Karena itu, semakin keras suatu material maka akan

semakin kuat pula pun material tersebut.

Page 18: Laporan Uji Keras Matrek

18

BAB V

KESIMPULAN & SARAN

5.1. Kesimpulan

Pengujian keras memiliki tujuan

1. Mengetahui macam-macam metode pengujian keras serta

aplikasinya

2. Mengetahui prosedur dan standar pengujian keras

3. Mengetahui sifat mekanik serta perubahan yang terjadi akibat

proses pemanasan

4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan metode-metode pengujian

kekerasan

5. Mampu menghitung besaran sifat mekanik suatu material

Kekerasan merupakan ketahanan material terhadap deformasi plastis

lokal. Kekerasan dapat diuji dengan berbagai metode,yaitu :

a. Metode Goresan, yang menggunakan skala Mohs

b. Metode Dinamik, yang menggunakan alat yaitu Scelorscope

Shore. Prinsipnya adalah dengan cara memantulkan bola baja

dengan energi tertentu, sehingga memantul.

c. Metode Lekukan, antara lain Brinell, Meyer, Vickers dan Rockwell.

Prinsipnya dengan mengukur ketahanan terhadap deformasi

plastis.

Pengujian yang dilakukan menggunakan spesimen berupa baja, baja

heat treatment dan alumunium. Hasil pengujian menunjukkan bahwa

spesimen yang paling keras adalah baja heat treatment. Hal ini

disebabkan karena baja heat treatment telah diberi perlakuan panas

sehingga merubah sifat fisisnya, yang membuat baja semakin keras

dari sebelum diberi perlakuan panas. Kekerasan yang diperoleh pada

baja yang diberi perlakuan panas bergantung dari laju pendinginan,

kadar karbon dan ukuran benda.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengujian keras :

Sebelum pengujian :

1. Alat uji keras dikalibrasi terlebih dahulu

2. Indentor harus bersih dan terposisikan dengan baik

3. Permukaan spesimen harus bersih (tidak ada kotoran, karat,

dll)

Page 19: Laporan Uji Keras Matrek

19

4. Spesimen yang diuji tidak boleh terlalu tipis

Pada saat pengujian :

1. Arah penekanan harus benar-benar tegak lurus

2. Jarak antar penekanan tidak boleh terlalu berdekatan (3

sampai dengan 5 kali diameter indentasi)

3. Penekanan tidak boleh dilakukan di ujung spesimen

4. Pengujian pada permukaan silindris akan memberikan hasil

yang memiliki kecenderungan lebih untuk salah, tergantung

kelengkungan, beban, indentor, dan kekerasan material.

5. Kecepatan pembebanan harus terstandardisasi.

5.2. Saran

1. Pengukuran keras dengan metode Vickers dilakukan dengan

memperhitungkan kedua diagonal indentor. Hal ini perlu

dilakukan agar hasil pengukuran yang diperoleh lebih akurat

menurut rumus yang telah dibakukan.

2. Kondisi spesimen yang digunakan dalam pengujian harus dalam

keadaan baik, yang berarti permukaannya rata dan dengan karat

yang seminimal mungkin.

3. Kalibrasi mesin harus dilakukan secara berkala untuk

meningkatkan keakurasian dan kepresisian. Kalibrasi dilakukan

baik pada skala maupun besar pembebanan.

4. Fokus pada mikroskop elektron perlu dibakukan supaya tidak

perlu dilakukan penyesuaian / pencarian fokus.

Page 20: Laporan Uji Keras Matrek

20

DAFTAR PUSTAKA

Callister, William D. Material Science and Engineering An Introduction.

John Willey & Sons, Inc. 2003.

Dieter, G.E. Mechanical Metallurgy, SI Metric Edition. Mc Graw-Hill

Book Co. 1988.

Page 21: Laporan Uji Keras Matrek

21

LAMPIRAN