laporan uji mikro daging & ikan
DESCRIPTION
teknologi panganTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMMIKROBIOLOGI PANGAN
UJI MIKROBIOLOGI DAGING DAN IKAN
Oleh :
Wenty Violinta (03420110011)Dennis Wiputra Konius (03420110030)Lidya Veronica (03420110040)Gabriella Eugenie (03420110061)Yulia Wulandari (03420110091)
JURUSAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRIUNIVERSITAS PELITA HARAPAN
KARAWACI2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selain merupakan sumber gizi bagi manusia, bahan makanan juga merupakan
sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam
bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti
perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna, ataupun daya simpannya. Selain
itu, pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan
perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut
tidak layak dikonsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan
pangan. Bahan pangan disebut busuk atau rusak jika sifat-sifatnya telah berubah
sehingga tidak dapat diterima lagi sebagai makanan.
Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal yaitu
lingkungan, diantaranya adalah suhu, pH, aktivitas air, adanya oksigen, dan
tersedianya zat makanan. Oleh karena itu, kecepatan pertumbuhan mikroba akan
berubah dengan berubahnya berbagai faktor lingkungan tersebut. Di dalam bab ini
akan dipelajari pengaruh suhu pertumbuhan mikroba pada beberapa bahan pangan
hewani yaitu daging sapi dan ayam, ikan laut dan ikan air tawar.
1.2 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dari praktikum ini antara lain agar mahasiswa
mempelajari dan mengerti mutu mikrobiologi daging dan ikan.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip Pengawetan pada Ikan dan Daging
2.1.1 Pengawetan dengan Perlakuan Suhu Tinggi
2.1.1.1 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air suatu bahan pangan dengan atau tanpa bantuan energi panas.
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkandari
permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa
panas (Retno dan Tety, 2008).
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampaibatas dimana
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan
dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Biasanya kandungan air bahan
pangan dikurangi sampai batas tertentu dimana mikroorganisme tidak dapat
tumbuh lagi pada bahan pangan tersebut. Keuntungan pengeringan adalah bahan
pangan menjadi lebih awet dan volume bahan pangan menjadi lebih kecil,
sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan,
berat bahan menjadi kurang dan mempermudah transport (Retno dan Tety, 2008).
2.1.1.2 Pengasapan
Pengasapan dimaksudkan untuk meningkatkan flavor dan penampakan
permukaan produk yang menarik. Daging atau ikan yang diasap ditujukan untuk
mengawetkan dan menambah citarasa. Disamping itu pengasapan juga dapat
menghambat oksidasi lemak dalam bahan pangan tersebut (Retno dan Tety,
2008).
Pengasapan dilakukan dengan menggunakan kayu keras yang mengandung
bahan-bahan pengawet kimia yang berasal dari pembakaran selulosa dan lignin,
misalnya formaldehid, asetaldehid, asam karboksilat (asam formiat, asetat dan
butirat),fenol, kresol, alkohol-alkohol primer dan sekunder, keton dll. Zat-zat yang
terdapat dalam asap ini dapat menghambat aktivitas bakteri (bakteriostatik).
3
Pengasapan dikombinasikan dengan proses pemanasan untuk membantu
membunuh mikroba. Panas ini juga membantu mengeringkan bahan-bahan
sehingga lebih awet. Dalam hal ini pengasapan biasa dilakukan pada suhu 57oC.
(Retno dan Tety, 2008)
Daging asap adalah irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap
yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan
lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida, masing-
masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa
tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk
lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran juga membunuh
mikroba, dan menurunkan kadar air daging. (Retno dan Tety, 2008)
2.1.2 Pengawetan dengan Perlakuan Suhu Rendah
2.1.2.1 Pendinginan
Pendinginan merupakan cara paling umum digunakan masyarakat untuk
memperpanjang daya simpan daging jika tidak segera diolah. Pendinginan
dilakukan dengan cara menyimpan daging di dalam freezer pada temperature -
2oC-5oC. Cara penyimpanan ini bukan hanya digunakan untuk daging segar, tetapi
juga untuk produk daging olahan sejak proses pengolahan sampai akan
dikonsumsi. Prinsip kerja pendinginan adalah menghambat aktivitas mikroba.
Pada temperature dingin, mikroorganisme pembusuk tidak aktif sehingga daging
yang disimpan tidak rusak. Lama penyimpanan daging dalam ruang pendingin
ditentukan oleh penanganan sebelumnya. Di rumah, tangga, daging segar
sebaiknya segera diolah maksimum 4 hari setelah dibeli. Jika tidak segera diolah,
sebaiknya dilakukan pembekuan. Perlu diperhatikan, menyimpan daging di dalam
kulkas karena harus tepisah dari bahan makanan lainnya (Surajudin, et. All,
2008).
2.1.2.2 Pembekuan
Pembekuan adalah proses penurunan suhu bahan pangan sampai bahan
pangan membeku, suhu di dalamnya sekitar -18oC, meskipun umumnya, produk
beku memiliki suhu lebih rendah dari ini. Pada kondisi suhu beku ini, bahan
pangan menjadi awet karena mikroba tidak dapat tumbuh dan enzim tidak aktif.
Sayuran dan buah-buahan umumnya diblansir terlebih dahulu sebelum dilakukan
4
proses pembekuan. Bahan pangan seperti daging dapat disimpan antara 12-18
bulan sedangkan daging ikan dapat disimpan antara 8-12 bulan (Buckle et al.,
1987).
Perlakuan pembekuan (freezing) secara signifikan akan memperlambat laju
reaksikimiawi dan enzimatis serta menghambat aktivitas mikroorganisme. Proses
pengawetan biasanya dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa metode
pengawetan. Sebaga contoh, pembuatan susu pasteurisasi yang ditujukan untuk
pengawetan jangka pendek dilakukan dengan kombinasi proses pemanasan ringan
(pasteurisasi), pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi)
(Retno dan Tety, 2008).
2.1.3 Pengawetan dengan Teknik Radiasi
Iradiasi merupakan penggunaan energi buatan untukmempengaruhi atau
mengubah sebagian keseimbangan materi dengan tujuan tertentu. Tujuan iradiasi
adalah untuk pengawetan, membantu proses pengolahan dan penelitian tentang
mekanisme perubahan atau struktur senyawa bahan pangan. Pengaruh perlakuan
iradiasi terhadap mikroba dapat merusak DNA sel hidup. Adanya radiasi
mengakibatkan enzim tidak terbentuk. Pengaruh radiasi terhadap bahan pangan
dapat merusak sel-sel jaringan seperti perubahan warna pada pigmen, perubahan
tekstur pada protein serta merusak vitamin. Pengaruh tidak langsung terjadi pada
sel-sel molekul menjadi pasangan ion radikal bebas misalnya air akan pecah
menjadi H (radikal hidrogen) dan OH (radikal hidroksil), dimana radikal-radikal
H dan OH dapat bereaksi satu sama lain dengan oksigen, dengan molekul organik
dan ion-ion yang terlarut dalam air. Protein sangat rentan terhadap iradiasi,
terutama protein yang mengandung sulfur akan pecah. Iradiasi terhadap lemak
yang mengandung ikatan peroksida mengakibatkan bau dan rasa tidak enak.
Kelebihan dan keuntungan iradiasi adalah:
a. mutu bahan pangan yang meliputi warna, struktur, rasa,aroma dan vitamin
berbahaya bagi kesehatan konsumen.
b. Bahan tetap dalam keadaan segar.
c. Kenaikan suhu bahan yang disterilkan tidak melebihi 4oC.
d. Dapat ditempatkan dalam wadah atau kaleng
5
Iradiasi makanan umumnya adalah iradiasi pengion yang dihasilkan oleh
isotop radioaktif atau percepatan elektron. Iradiasi disebut juga sterilisasi dingin
karena tidak terdapat kenaikan suhu yang nyata. (Retno dan Tety, 2008)
2.1.4 Pengawetan dengan Pemberian Garam dan Gula
Gula dan garam merupakan bahan yang efektif untuk pengawetan karena
sifatnya yang dapat menarik air dari dalam sel mikroba, sehingga sel menjadi
kering karena proses osmosis. Pengawetan pangan dengan garam dilakukan pada
pengasinan ikan, sedangkan pemberian gula biasanya dilakukan pada buah-
buahan. Jenis mikroba yang berbeda mempunyai kepekaan terhadap osmosis oleh
gula dan garam yang berbeda pula. Kapang dan khamir umumnya lebih toleran
daripada bakteri (Fardiaz, 1992).
2.2 Pembagian Kelompok Mikroorganisme Berdasarkan Suhu Penyimpanan
Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi
pertumbuhan dan kehidupan mikroorganisme. Berdasarkan suhu optimum
pertumbuhannya, mikroorganisme dibedakan atas tiga grup, yaitu: psikotropik,
mesofilik, dan termofilik (Gamar dan Sherrington, 1994).
1. Psikotropik
Suhu optimum yang dibutuhkan mikroorganisme adalah 14-20oC, tetapi
dapat tumbuh lambat pada suhu refrigerator (4oC). kelompok
mikroorganisme ini yang penting pada makanan kaleng adalah
Clostridium botulinum tipe E dan strain non-proteolitik tipe B dan F
(Gamar dan Sherrington, 1994).
2. Mesofilik
Suhu optimum yang dibutuhkan mikroorganisme adalah 30-37oC. suhu ini
merupakan suhu normal gudang. Clostridium botulinum merupakan salah
satu contoh organism kelompok ini (Gamar dan Sherrington, 1994).
3. Termofilik
Suhu optimum yang dibutuhkan kebanyakan adalah pada suhu 45-60oC.
jika spora bakteri tidak dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah
suhu 50oC, bakteri tersebut disebut obligat termofil. Jika tumbuh pada
kiasran 50-60oC atau pada suhu kurang dari 38oC, bakteri ini disebut
6
bakteri fakultatif termofilik. Beberapa obligat termofil dapat tumbuh pada
suhu 77oC dan bakteri ini sangat resisten terhadap pemanasan (121oC-
60menit). Baktri termofilik tidak dapat memproduksi toksin selama
pertumbuhannya pada makanan. Contoh bakteri dari kelompok ini adalah
Bacillus stearothermophilus (Gamar dan Sherrington, 1994).
2.3 Mikroorganisme Perusak Beserta Cirinya
2.3.1 Daging
Kerusakan lemak daging umumnya terjadi akibat proses oksidasi enzimatis
dari aktivitas bakteri. Secara spesifik, tanda-tanda kerusakan daging karena
aktivitas mikroba berbeda satu dengan lainnya. Beberapa tanda kerusakan
spesifik tersebut adalah:
1. Daging kelihatan kusam dan berlendir, disebabkan oleh aktivitas bakteri
Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus dan
Micrococcus.
2. Daging berwarna kehijau-hijauan, disebabkan oleh aktivitas bakteri
Lactobacillus, Pseudomonas, dan Leuconostoc.
3. Daging berbau tengik, disebabkan terjadinya penguraian lemak oleh
bakteri Pseudomonas dan Achromobacter.
4. Daging berwarna kebiru-biruan, disebabkan oleh aktivitas bakteri
Pseudomonas sincinea.
Kerusakan daging karena aktivitas mikroba juga dapat menyebabkan
penurunan total protein daging. Kandungan protein daging akan dimanfaatkan
oleh bakteri untuk tumbuh dan berkembangbiak. Semakin cepat pertumbuhan
bakteri, maka semakin cepat pula protein terdenaturasi. Tidak hanya protein,
beberapa bakteri mampu mendegradasi beberapa molekul organik lainnya, seperti
polisakarida, dan lemak (kolesterol) menjadi unit-unit yang lebih sederhana
(Buckle et al., 1987).
Selain kerusakan yng diakibatkan oleh bakteri, kerusakkan pada daging juga
disebabkan oleh kapang dan khamir. Kerusakkan akibat kapang, yaitu:
1. Bergetah Lengket
7
2. Berambut (putih, dll) Thamnidium chaetocladioides, Mucor
inucedo,Rhizopus
3. Bintik hitam Cladosporium herbarum
4. Bintik putih Sporotrichum carnis, Geotrichum
5. Noda-noda hijau Penicillium expansum P.asperulum
6. Dekomposisi lemak kapang penyebab hidrolisis dan oksidasi lemak
7. Bau dan rasa menyimpang Thamnidium
Sedangkan, kerusakan akibat khamir, yaitu:
1. Permukaan daging berlendir
2. Lipolisis
3. Bau busuk / masam
4. Rasa busuk / masam
5. Diskolorisasi putih, krem, pink, coklat (Buckle et al., 1987)
2.3.2 Ikan
Ikan adalah salah satu bahan pangan yang mudah sekali mengalami
kebusukan. Berikut ini adalah ciri-ciri kerusakan pada ikan atau ikan yang mulai
busuk adalah (Afrianto, 1989):
- Kulit berwarna suram, pucat, dan berlendir banyak.
- Kulit mulai terlihat mengendur di beberapa tempat tertentu.
- Kulit mudah robek dan warna-warna khusus sudah hilang.
- Sisik mudah terlepas dari tubuh.
- Mata tampak suram, tenggelam dan berkerut.
- Insang berwarna coklat suram atau abu-abu dan lamella insang
berdempetan.
- Lendir insang keruh dan berbau asam (menusuk hidung).
- Daging lunak, menandakan rigor mortisnya telah selesai.
- Daging dan bagian tubuh lain mulai berbau busuk.
- Bila ditekan dengan jari, tampak bekas lekukan.
- Daging mudah lepas dari tulang.
- Daging lembek dan isi perut sering keluar.
- Daging berwarna kuning kemerah-merahan terutama di sekitar tulang
punggung.
8
- Ikan yang sudah sangat membusuk akan mengapung di permukaan air.
Berikut merupakan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakkan pada
ikan dan ciri-cirinya, yaitu:
à Ikan bau lumpur / rasa lumpur Streptomyces
à Warna ikan kuning kehijauan Pseudomonas fluorescens
à Warna ikan kuning Micrococcus
à Warna ikan merah/pink Sarcina, Micrococcus, Bacillus, Kapang, Khamir
à Warna ikan coklat khamir sporogenous
2.4 Faktor Kontaminasi
Kontaminasi bakteri dalam proses pemotongan ternak sangat mungkin terjadi,
sebab proses pemotongan, khususnya pengulitan dan pengeluaran jerohan
merupakan titik paling rentan terhadap terjadinya kontaminasi dari bagian luar
kulit dan isi saluran pencernaan (Buckle et al., 1987).
Kontaminan bakteri, di samping berasal dari bagian tubuh ternak sewaktu
masih hidup, juga dapat berasal dari lingkungan sekitar tempat pemotongan.
Salmonellosis merupakan salah satu kontaminan karkas dan daging yang berasal
dari lingkungan proses pemotongan (Soeparno, 1998). E. coli juga sering
ditemukan, melalui kontaminan air baku yang tidak bersih. Buckle et al., (1987),
menyatakan bahwa sumber pencemaran mikroorganisme diantaranya lalat yang
berasal dari tempat penyembelihan daging, tanah pada ruang penyembelihan.
Sumber kontaminan juga dapat bersumber dari para pekerja RPH yang kurang
higienis.
Daging yang sehat seharusnya tidak mengandung mikroorganisme patogen
kalaupun ada biasanya berupa mikroorganisme nonpatogen dan dalam jumlah
yang sedikit. Kontaminasi mikroorganisme patogen atau perusak yang sangat
penting berasal dari luar ternak yang dipotong, yaitu selama pemotongan,
penanganan dan proses pengolahan. Daging merupakan bahan pangan yang sangat
baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, hal ini karena: (1) mempunyai kadar air
yang tinggi (68%-75%), (2) kaya akan zat yang mengandung nitrogen, (3)
mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasi, (4) kaya akan mineral
dan kelengkapan factor untuk pertumbuhan mikroorganisme, dan (5) mempunyai
9
pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (5,3-6,5) (Soeparno,
1998).
Kebanyakan bakteri tumbuh di permukaan daging, namun tidak tertutup
kemungkinan ditemukan di dalam daging. Bakteri dapat juga mencapai jaringan
dalam karkas dengan berbagai cara, diantaranya melalui mekanisme: (1) jaringan
ternak sehat mengandung sejumlah populasi kecil bakteri dan menjadi dinamis
bila bakteri terus menerus memperoleh akses ke dalam jaringan ternak hidup,
dengan penetrasi selaput mukosa saluran respirasi dan pencernaan, untuk
mengganti yang telah dihambat oleh mekanisme ketahanan tubuh ternak, (2)
bakteri dari usus menyerang jaringan karkas, baik selama pemotongan (agonal
invation) maupun setelah pemotongan (postmortem invasion), (3) bakteri terbawa
ke jaringan oleh luka sebelum pemotongan, dan (4) bakteri yang
mengkontaminasi permukaan karkas yang melakukan penetrasi ke lapisan
jaringan otot yang lebih dalam (Grill,1982). Beberapa genus bakteri yang
ditemukan dalam daging diantaranya adalah Pseudomonas, Achromobacter,
Streptococcus, Sarcina, Leuconostoc, Lactobacillus, Flavobacterium, Proteus,
Bacillus, Clostridium, Escherichia, dan Salmonella (Frazier et al., 1988).
Kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari pekerja antara lain adalah
Salmonella, Shigella, Escherichia coli, Bacillus proteus, Staphillococcus albus,
dan Staphillococcus aureus (Lawrie, 1995). Clostridium botulinum yang berasal
dari tanah juga dapat mengkontaminasi daging (Soeparno, 1998). Clostridium
botulinum adalah penghuni tanah dan diasumsi terdapat pada sayuran kebun.
Organisme itu sendiri biasanya tidak menginvasi, walaupun jarang infeksi luka
yang dilaporkan dan botulisme bayi adalah infeksi yang menginvasi (Volk dan
Wheller,1984).
Berkaitan dengan ketersediaan oksigen, Lawrie (2003) menyatakan bahwa
semua jamur dan kapang yang tumbuh pada daging adalah aerobik, sedangkan
bakteri tumbuh dalam kondisi aerobik, anaerobik atau fakultatif anaerobik. Jadi
mikroorganisme yang tumbuh di permukaan daging adalah mikroorganisme
aerobic dan fakultatif anaerobik, sedangkan bagian dalam daging dapat
mengandung bakteri anaerobik dan fakultatif anaerobik. Aktifitas mikroorganisme
juga dipengaruhi oleh kondisi fisik daging, seperti besar kecilnya karkas,
10
potongan karkas atau daging, bentuk daging cacahan, daging giling dan perlakuan
pengolahan. Penggilingan daging akan memperbesar kontaminasi dan
pertumbuhan mikroorganisme (Forrest et al., 1975) karena area permukaan
menjadi lebih besar, nutrien dan air lebih tersedia, penetrasi dan pemanfaatan
oksigen menjadi lebih besar, kontak dengan alat yang menjadi sumber
kontaminasi dan distribusi mikroorganisme lebih merata ke seluruh bagian daging
selama pengolahan (Soeparno,1998).
2.5 Jenis Uji yang Digunakan untuk Uji Mikroorganisme pada Ikan dan
Daging
Daging dan ikan biasanya diawetkan dengan cara pendingan atau dengan
pemberian es, oleh karena itu mikroba yang sering tumbuh pada daging dan ikan
biasanya sebagian besar tergolong mikroba psikrofilik (Fardiaz, 1993).
Bagian dalam daging yang baru disembelih dari hewan sehat biasanya steril,
demikian pula bagian dalam dari ikan yang baru ditangkap. Kontaminasi dan
kebusukan daging atau ikan biasanya berasal dari mikroorganisme pada
permukaannya, yang kemudian akan masuk ke bagian dalam daging. Oleh karena
itu, dalam uji mikrobiologi daging dan ikan, pengambilan contoh biasanya
dilakukan pada permukaannya, yaitu dengan metode oles, dan jumlah mikroba
pada permukaan tersebut dinyatakan dalam jumlah koloni per luas cm2 (Fardiaz,
1993).
Pengujian yang dilakukan adalah secara kuantitatif dengan menggunakan
metode Plate Count Agar (PCA) untuk menghitung jumlah mikroorganisme
aerobik dan media Violet Red Bile Agar (VRBA) untuk menghitung jumlah
mikroorganisme koliform. Pengujian pewarnaan gram dan pengujian katalase dari
cairan daging dan ikan, digunakan untuk memperkuat hasil uji kuantitatif
penghitungan cawan.
2.5.1 Metode Hitungan Cawan
Metode cawan ini memiliki prinsip uji menumbuhkan sel mikroba hidup
pada medium agar dan sel membentuk koloni yang dapat dihitung. Metode
perhitungan ini peka terhadap jumlah mikroba yang hidup. Untuk menghitung
keseluruhan jumlah mikroba digunakan media PCA sedangkan untuk menghitung
11
bakteri gram negatif digunakan media VRBA. Di dalam media VRBA hanya
bakteri gram negative saja yang akan tumbuh. Metode ini menganggap setiap sel
hidup akan menjadi koloni, jumlah koloni pada cawan sebagai indeks jumlah
mikroorganisme yang hidup. Beberapa kelemahan metode cawan, seperti medium
dan kondisi inkubasi yang berbeda akan menghasilkan nilai yang tidak sama,
jumlah sesungguhnya tidak jelas perhitungannya karena ada beberapa sel yang
membentuk koloni, dan mikroba harus tumbuh pada media agar. Jumlah koloni
dalam sampel dapat dihitung dengan rumus : Koloni / ml atau gram = jumlah
koloni / cawan x (1:faktor pengenceran) (Fardiaz, 1992).
2.5.2 Uji Katalase
Enzim katalase dapat mengurai hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan
oksigen. H2O2 dapat menginaktifkan enzim pada sel karena H2O2 merupakan
toksin. Pengujian katalase ini dapat membedakan jenis bakteri kokus antara
Staphylococcus dengan sifat katalase negatif dan Streptococcus dengan katalase
postif. Pengujian katalase positif ditunjukkan dengan adanya gelembung udara.
Reaksi yang terjadi adalah H2O2 à H2O + ½ O2 (Buckle, et al., 1987).
2.5.3 Uji Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram merupakan uji menentukan jenis bakteri Gram positif dan
Gram negatif. Pewarnaan gram menggunakan 4 reagen yaitu larutan Kristal violet,
larutan lugol, larutan etanol, dan zat warna safranin. Laju daya larut dari kompleks
violet-lugol sebagai dasar uji pewarnaan gram. Bakteri gram positif bewarna ungu
karena bakteri ini memiliki dinding sel yang kuat sehingga warna violet tidak
hilang saat diberi larutan pemucat, sedangkan bakteri negatif tidak memiliki
dinding sel yang tebal sehingga warna violet hilang dan menyerap safranin. Uji
pewarnaan gram bermaksud unutk mengetahui presentasi banyaknya gram positif
dan gram negative pada sampel (Lay, 1994).
12
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cawan petri steril,
batang pengoles, pipet 1 ml, gelas obyek, tabung ulir steril, penjepit, inkubator
20o-22oC, dan fmikroskop.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sampel berupa
daging dan ikan yang masing-masing telah disimpan di dalam freezer dan
refrigerator selama masing-masing 1 hari dan 7 hari. Selain itu bahan yang
digunakan adalah media dan bahan kimia, yaitu PCA, VRBA, air steril, larutan
pengencer, H2O2, dan bahan-bahan pewarnaan Gram : crystal violet, iodin,
alkohol, dan safranin.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Metode Hitungan Cawan
3.2.1.1. Pengenceran dan Pemupukan
1. Swab cairan daging atau ikan dari kiri ke kanan sebanyak tiga kali dengan
batang pengoles pada permukaan seluas 4 cm2 (2 cm x 2 cm).
2. Rendam batang pengoles di dalam 5 ml air destilata steril, dan diputar-
putar serta diperas pada bagian dinding tabung agar sel mikroba pada
batang pengoles terlepas semua.
3. Buatlah pengenceran sampai 10-5 (masukan 1 ml sampel dari langkah
kedua dan kemudian masukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer hingga
lima kali) dan juga siapkan blanko berupa akuades yang di swab ke cawan.
4. Dari pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5, pipet 1 ml sampel ke dalam cawan
petri.
5. Tuangkan PCA dan VRBA pada masing-masing cawan petri, lalu
goyangkan dan biarkan memadat.
6. Inkubasi pada suhu 20o-22oC selama 2-4 hari.
7. Hitung jumlah koloni yang tumbuh pada PCA dan VRBA.
13
3.2.2 Pewarnaan Gram Terhadap Cairan Daging atau Ikan
1. Swab permukaan daging atau ikan dengan menggunakan batang pengoles
2. Oleskan batang pengoles yang berisi cairan daging atau ikan pada gelas
objek
3. Fiksasi gelas obyek yg berisi cairan daging atau ikan di atas Bunsen
4. Diamkan sebentar, lalu teteskan crystal violet di atas cairan daging atau
ikan, diamkan 2 menit, lalu bilas dan keringkan.
5. Teteskan iodin di atas cairan daging atau ikan, diamkan selama 2 menit,
lalu bilas dan keringkan.
6. Teteskan alkohol di atas cairan daging atau ikan, diamkan selama 30 detik,
lalu bilas dan keringkan.
7. Teteskan safranin di atas cairan daging atau ikan, diamkan selama 1 menit,
lalu bilas dan keringkan.
8. Amati beberapa bidang pandang di bawah mikroskop dan tambahkan
minyak imersi pada preparat dan nyatakan jumlah bakteri Gram positif dan
negatif
3.2.3 Uji Katalase Terhadap Koloni yang Tumbuh
1. Teteskan H2O2 3% di atas koloni-koloni yang tumbuh pada PCA dan
VRBA.
2. Amati terbentuknya gelembung-gelembung udara pada koloni.
3. Bandingkan banyaknya jumlah gelembung yang terbentuk pada koloni
yang tumbuh di media PCA dan VRBA.
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Daging
Pada uji mikrobiologi kali ini digunakan sampel daging. Media yang
digunakan adalah PCA (Plate Count Agar) cair dan VRBA (Violet Red Bile
Agar). Pada media PCA biasanya digunakan untuk menumbuhkan bakteri,
kapang, dan khamir sehingga dapat dihitung pertumbuhan jumlah mikroba dalam
sampel pada proses metode perhitungan cawan. Sedangkan pada media VRBA
digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram positif sehingga hanya
bakteri gram negatif yang tumbuh. Pada percobaan kali ini dilakukan pengenceran
hingga 10-5. Berikut ini adalah jumlah perhitungan mikroorganisme dengan
berbagai perlakuan yang dilakukan pada daging sapi dan diinkubasi selama 5 hari.
Tabel 4.1 Jumlah Mikroorganisme pada Daging Sapi
SampelJumlah Mikroorganisme (CFU/cm2)
PCA VRBADaging sapi freezer (7hari) - -Daging sapi refrigerator (7hari)
2,7 x 105 -
Daging sapi freezer (1hari) - 1,1 x 106
Daging sapi refrigerator (1hari)
- -
4.1.1 Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Daging Sapi
Dapat kita lihat bahwa pada tabel 4.1, media PCA pada Daging sapi freezer 1
hari dan daging refregerator 1 hari tidak dapat dihitung jumlah
mikroorganismenya dikarenakan tidak masuk ke dalam range dimana jumlah
koloni lebih kecil atau kurang dari 25. Hal ini bisa disebabkan karena hanya
sedikit sekali mikroorganisme yang dapat tumbuh. Sedangkan pada daging
refrigerator 7 hari memiliki jumlah mikroorganisme 2,7 x 105 CFU/cm2, hasil ini
lebih besar dari jumlah mikroorganisme pada freezer 7 hari yang kurang dari
range 25. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh suhu berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroorganisme pada daging sapi.
15
Sedangkan pada media VRBA dapat dilihat bahwa tidak ada mikroorganisme
yang tumbuh pada freezer selama 1 hari dan refrigerator 7 hari, hal ini
dikarenakan bakteri gram negatif yang tidak masuk ke dalam range 25.
Sedangkan pada daging sapi freezer 1 hari dan daging sapi refrigerator 1 hari
dapat dilihat bahwa adanya pertumbuhan mikroba pada freezer 1 hari yaitu
sebanyak 1,1 x 106 CFU/cm2. Tidak tumbuhnya mikroorganisme pada daging sapi
refrigerator 1 hari bisa disebabkan oleh matinya mikroorganisme akibat suhu
media yang masih cukup panas, pengambilan sampel menggunakan swab yang
kurang merata, serta kurang meratanya mikroorganisme saat dipipet.
Berdasarkan data pada tabel 4.1 dapat dlihat bahwa daging sapi yang di
simpan pada freezer memiliki jumlah mikroba yang lebih sedikit dibandingkan
daging sapi yang disimpan di dalam refrigerator. Hal ini dikarenakan suhu
pendinginan dan pembekuan dapat mempengaruhi metabolisme suatu
mikroorganisme. Suhu rendah dapat menyebabkan denaturasi protein dan
penurunan aktivitas enzim mikroorganisme (Dincer, 1997).
Suhu pada refrigerator biasanya berkisar antara -2oC sampai 5oC sedangkan
suhu freezer biasanya berkisar antara -18oC. Hal inilah yang menyebabkan
beberapa mikroba dalam grup psikrofilik masih dapat hidup dalam refrigerator.
4.1.2 Pengaruh Waktu Penyimpanan terhadap Daging Sapi
Dapat dilihat pada tabel 4.1, pada media PCA diperoleh hasil yang tidak
sesuai dengan literature, dimana jumlah mikroorganisme yang tumbuh pada
daging sapi yang telah disimpan dalam freezer 7 hari maupun 1 hari tidak masuk
ke dalam range antara 25-250 koloni. Hal ini disebabkan oleh mikroorganisme
yang tidak tahan terhadap suhu rendah dan adanya kemungkinan mikroorganisme
yang mati ketika media dituangkan pada keadaan yang cukup panas. Sedangkan
pada daging sapi pada refrigerator 7 hari dan 1 hari dapat dilihat bahwa daging
sapi refrigerator 7 hari memiliki jumlah mikroorganisme yang lebih banyak yaitu
2,7 x 105 CFU/cm2, dan jumlah mikroorganisme daging sapi yang tumbuh pada
refrigerator 1 hari tidak masuk ke dalam range. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya waktu untuk berkembang biak mikroorganisme atau daging masih
dalam keadaan terlalu steril.
16
Pada media VRBA daging yang disimpan dalam refrigerator selama 1 hari
maupun 7 hari tidak ada yang masuk ke dalam range. Hal ini disebabkan adanya
mikroorganisme yang mati saat penuangan media yang mungkin terlalu panas dan
tidak terambilnya mikroorganisme secara merata. Sedangkan pada daging sapi
pada freezer 1 hari memiliki mikroorganisme yang lebih banyak yaitu 1,1 x 106
CFU/cm2 dibandingkan dengan daging sapi yang disimpan dalam freezer 7 hari.
Hal ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang terkandung dalam daging
yang disimpan pada freezer 1 hari tidak berada pada suhu yang benar-benar
membeku, sehingga mikroorganisme masih dapat melakukan aktifitas akibat tidak
semua enzim mengalami inaktivasi.
Dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa jumlah mikroba pada penyimpanan 1 hari
dengan penyimpanan 7 hari memiliki jumlah mikroba yang berbeda dimana
jumlah mikroba pada penyimpanan 7 hari lebih banyak dibandingkan 1 hari. Hal
ini disebabkan karena dengan waktu yang relatif lebih lama, mikroba memiliki
waktu tumbuh dan berkembang biak yang lebih lama serta memiliki waktu lebih
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga dapat beradaptasi
dengan lebih baik.
Daging segar tidak boleh disimpan pada kulkas lebih dari tiga sampai lima
hari. Selain karena kerusakan yang disebabkan mikroba, sampel dapat rusak
karena mengalami hidrolisis, oksidasi, penurunan kadar air, dll. Penyimpanan
daging sapi dalam waktu yang lebih lama, harus dilakukan pada kondisi benar-
benar beku agar kadar air dalam daging dapat berkurang dan aktivitas enzim juga
dapat dihentikan. Hal ini mengakibatkan waktu simpan lebih lama walau
kandungan gizi dan tekstur pada daging sapi tetap rusak.
4.1.3 Mikroba Perusak pada Daging Sapi
Daging sapi dapat rusak disebabkan oleh beberapa mikroorganisme. Beberapa
bakteri yang dapat merusak daging yaitu Pseudomonas, Achromobacter,
Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus, Lactobacillus, dan Micrococcus. Beberapa
jenis kapang yang merusak daging sapi antara lain Thamnidium chaetocladioides,
Mucor inucedo, Rhizopus, Cladosporium herbarum, Sporotrichum carnis,
Geotrichum, Penicillium expansum dan P.asperulum. Mikroorganisme yang
masih dapat hidup pada suhu kulkas adalah Pseudomonas, Acinetobacter,
17
Moraxella, Alcaligenes, Micrococcus, Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc,
Pediococcus, Flavobacterium, dan Proteus. Berdasarkan literature,
mikroorganisme yang masih dapat hidup pada suhu freezer adalah Pseudomonas,
Acinetobacter, Moraxella, Alcaligenes, Micrococcus, Lactobacillus,
Flavobacterium, dan Proteus.
4.2 Ikan
Uji mikroorganisme pada percobaan ini juga dilakukan pada ikan. Ikan
memiliki kandungan gizi yang tinggi, sehingga seringkali dapat rusak oleh
mikroorganisme. Pada sampel ikan juga digunakan PCA dan VRBA sebagai
media. Jumlah mikroorganisme pada percobaan ini yaitu:
Tabel 4.2 Jumlah Mikroorganisme pada Daging Ikan
SampelJumlah Mikroorganisme (CFU/cm2)PCA VRBA
Daging ikan freezer (7hari)
- 3,3 x 106
Daging ikan refrigerator (7hari)
2,1 x 105 -
Daging ikan freezer (1hari)
- 8,1 x 105
Daging ikan refrigerator (1hari)
- -
4.2.1 Pengaruh Waktu Penyimpanan terhadap Jumlah Mikroorganisme
pada Ikan
Berdasarkan data pada tabel 4.2, dapat dilihat bahwa waktu penyimpanan
dapat mempengaruhi jumlah mikrooganisme yang terdapat pada ikan. Pada
percobaan kali ini, dibedakan antara waktu penyimpanan selama 1 hari dan 7
hari. Pada media PCA, daging ikan yang disimpan pada freezer selama 7 hari
dengan yang disimpan selama 1 hari tidak dapat diketahui pengaruh waktu
penyimpanannya, sebab jumlah koloni yang terdapat pada keduanya tidak masuk
dalam range. Namun, pada media PCA juga, daging ikan yang di simpan pada
refrigerator selama 7 hari menghasilkan mikroorganisme yang lebih banyak
daripada daging ikan yang disimpan pada refrigerator selama 1 hari.
Sebaliknya pada media VRBA, daging ikan yang disimpan pada freezer
selama 7 hari memiliki jumlah mikroorganisme yang lebih banyak dibandingkan
18
dengan daging ikan yang di freezer selama 1 hari. Namun, pada daging ikan yang
disimpan didalam refrigerator selama 7 hari dan 1 hari tidak dapat diketahui
pengaruh waktu penyimpanannya. Hal ini juga disebabkan karena jumlah koloni
tidak masuk dalam range.
Maka, dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan, maka
jumlah mikroorganisme pada ikan akan bertambah. Hal ini disebabkan karena
dengan waktu penyimpanan yang lama maka mikroorganisme akan
memanfaatkannya untuk berkembang biak, terutama jika didukung oleh media
yang kaya akan nutrien.
4.2.2 Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Jumlah Mikroorganisme pada
Ikan
Pada tabel 4.2, dapat dilihat bahwa baik pada media PCA dan VRBA
menunjukkan bahwa daging ikan yang disimpan dalam freezer memiliki jumlah
koloni yang lebih banyak daripada daging ikan yang disimpan dalam refrigerator.
Hal ini disebabkan karena pada freezer, suhu yang digunakan sangat rendah
sehingga terjadi denaturasi protein yang menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan mikroorganisme. Sebaliknya, pada refrigerator, suhu yang
digunakan masih dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk bertumbuh
contohnya mikroorganisme psikofilik.
4.2.3 Mikroba Perusak Ikan
Kerusakkan pada ikan juga dapat disebabkan oleh pertumbuhan bakteri.
Bakteri yang dapat merusak ikan, yaitu Achromobacter, Pseudomonas,
Flavobacter, Micrococcus, dan Bacillus. Bakteri-bakteri ini biasanya tumbuh
pada bagian insang, kulit, dan usus pada ikan (Afrianto, 1989).
4.3 Uji Pewarnaan Gram
Pada percobaan ini juga dilakukan uji katalase baik pada sampel daging sapi
maupun daging ikan . Dapat dilihat bahwa apabila koloni yang masih memiliki
enzim katalase ditetesi oleh hidrogen peroksida, maka pada koloni tersebut akan
muncul gelembung-gelembung seperti soda. Berikut tabel uji katalase pada daging
sapi dan ikan.
KELOMPOK SAMPEL PCA VRBA
19
10-3 10-4 10-5 10-3 10-4 10-5
1Daging Sapi
Freezer (7 hari)+ + + - - -
2
Daging Sapi
Refrigerator (7
hari)
- - - + + -
3Daging Sapi
Freezer (1 hari)+ - - + + +
4
Daging Sapi
Refrigerator (1
hari)
+ + - con con con
5Daging Ikan
Freezer (7 hari)+ + + - - +
6
Daging Ikan
Refrigerator (7
hari)
+ + + - - -
7Daging Ikan
Freezer (1 hari)+ + + - + -
8
Daging Ikan
Refrigerator (1
hari)
+ + + + - -
Tabel 4.3 Uji Katalase pada Sampel
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pada percobaan kali ini digunakan
media PCA dan media VRBA untuk melakukan uji katalase tersebut. Pada
daging sapi yang di simpan di dalam freezer selama 7 hari hingga tingkat
pengenceran 10-5 , enzim masih aktif pada media PCA. Sedangkan pada media
VRBA, daging sapi yang diencerkan hingga 10-5 tidak dapat diuji, sebab terjadi
kontaminasi pada pertumbuhan di media VRBA.
Pada daging sapi yang disimpan pada refrigerator selama 7 hari, pada media
PCA ditunjukkan bahwa mikroorganisme yang tidak mengandung enzim lagi.
Sebaliknya pada media VRBA, baik pada tingkat pengenceran 10-3 dan 10-4,
20
keduanya memiliki enzim yang masih aktif. Namun, pada 10-5, tidak dapat
ditentukan sebab terjadi kontaminasi.
Pada daging sapi yang disimpan pada freezer selama 1 hari, pada media PCA,
uji katalase masih positif hingga tingkat pengenceran 10-3. Dan pada media
VRBA, uji katalase positif ditunjukkan hingga tingkat pengenceran 10-5.
Pada daging sapi yang disimpan pada refrigerator selama 1 hari, pada media
PCA, ditunjukkan bahwa enzim masih aktif hingga tingkat pengenceran ke 10 -4.
Sebaliknya, pada VRBA tidak dapat diuji sebab adanya kontaminasi.
Uji katalase tidak hanya dilakukan pada daging sapi, namun juga dilakukan
pada ikan. Pada percobaan terhadap ikan, digunakan juga media PCA dan VRBA.
Pada daging ikan yang disimpan dalam freezer selama 7 hari, media PCA
menunjukkan bahwa enzim masih aktif hingga pengenceran tingkat 10-5.
Sebaliknya, pada media VRBA, enzim tidak aktif pada tingkat pengenceran 10-3
sampai 10-4, namun pada pengenceran 10-5, enzim menjadi aktif. Hal ini
merupakan suatu keerroran yang mungkin disebabkan karena kurang
homogennya substrat yang digunakan dan matiinya mikroorganisme akibat media
VRBA yang masih panas.
Pada daging ikan yang disimpan dalam refrigerator selama 7 hari, enzim
masih ada baik pada pengenceran 10-3 – 10-5 di media PCA. Namun, pada media
VRBA, uji katalase bersifat negatif yang menandakan tidak adanya enzim yang
masih aktif.
Pada daging ikan yang disimpan didalam freezer selama 1 hari, media PCA
menunjukkan bahwa masih ada aktivitas enzim hingga tingkat pengenceran 10-5.
Kemudian, pada media VRBA terjadi kesalahan dimana pada pengenceran 10-3
enzim sudah tidak aktif, namun pada pengenceran 10-4 enzim kembali aktif dan
menjadi inaktif kembali pada pengencera 10-5. Hal ini mungkin disebabkan karena
adanya mikroorganisme yang mati akibat suhu media yang masih panas.
Selanjutnya, pada daging ikan yang disimpan dalam refrigerator selama 1
hari, media PCA menunjukkan enzim masih aktif hingga tingkat pengenceran 10 -
5. Pada media VRBA, enzim masih aktif hingga pengenceram 10 -3, namun pada
10-4 dan 10-5, enzim sudah tidak aktif.
21
4.4 Uji Pewarnaan Gram
Tabel 4.4 Uji Pewarnaan Gram pada Sampel
Kelompok SampelGram positif
(%)Gram negatif
(%)
1Daging sapi freezer
(7hari)25,52 74,48
2Daging sapi refrigerator
(7hari)1,5 98,5
3Daging sapi freezer
(1hari)11,53 88,46
4Daging sapi refrigerator
(1hari)13,23 86,77
5Daging ikan freezer
(7hari)11,21 88,79
6Daging ikan
refrigerator (7hari)1,91 98,09
7Daging ikan freezer
(1hari)2 98
8Daging ikan
refrigerator (1hari)28,45 71,55
Pada tabel 4.4, daging sapi freezer 7 hari memiliki gram positif sebanyak
25,52% dan gram negatif 74,48%, daging sapi refrigerator 7 hari memiliki gram
positif sebanyak 1,5% dan gram negatif 98,5%, daging sapi freezer 1 hari
memiliki gram positif sebanyak 11,53% dan gram negatif 88,46%, daging sapi
refrigerator 1 hari memiliki gram positif sebanyak 13,23% dan gram negatif
86,77%, daging ikan freezer 7 hari memiliki gram positif 11,21% dan gram
negatif 88,79%, daging ikan refrigerator 7 hari memiliki gram positif 1,91% dan
gram negatif 98,09%, daging ikan freezer 1 hari memiliki gram positif 2% dan
gram negatif 98%, sedangkan daging ikan refrigerator memiliki gram positif
28,45% dan gram negatif 71,55%.
Pada percobaan ini terjadi kesalahan yang mungkin disebabkan oleh matinya
mikroba karena media yang dituangkan terlalu panas. Seharusnya media VRBA
22
digunakan untuk menumbuhkan bakteri gram negatif. Pada presentasi yang ada
pada seluruh sampel dapat dilihat bahwa gram negatif jauh lebih banyak namun
pada kenyataannya sedikit mikroba gram negatif yang tumbuh pada media
VRBA.
BAB V
KESIMPULAN
23
Pada uji mikrobiologi daging dan ikan, memiliki beberapa kesamaan dalam
menentukan pengaruh suhu dan waktu penyimpanan terhadap jumlah
mikroorganisme. Pada daging maupun ikan, perbedaan suhu mempengaruhi
jumlah mikroorganisme dimana semakin rendah suhu penyimpanan maka jumlah
mikroorganisme akan semakin sedikit. Hal ini dapat dilihat pada hasil percobaan
yang dibedakan antara suhu refrigerator dan suhu freezer. Dimana pada freezer,
jumlah mikroorganisma yang dimiliki lebih sedikit. Waktu penyimpanan
mempengaruhi jumlah mikroorganisme pada daging sapi dan ikan, dimana
semakin lama waktu penyimpanan maka jumlah mikroorganisme akan semakin
banyak. Hal ini dapat dilihat pada hasil percobaan yang membedakan antara lama
penyimpanan 7 hari dan lama penyimpanan 1 hari. Dimana pada waktu
penyimpanan 7 hari, memiliki jumlah mikroorganisme yang lebih banyak
dibandingkan dengan waktu penyimpanan 1 hari. Pada percobaan uji katalase
dapat disimpulkan bahwa kebanyakkan jumlah mikroorganisme memiliki enzim
yang masih aktif pada media PCA dibandingkan dengan mikroorganisme yang
ada pada media VRBA. Pada uji gram, dapat disimpulkan bahwa dari percobaan
ini, baik ikan maupun daging, memiliki lebih banyak persentasi bakteri gram
negatif dibandingkan dengan bakteri gram positif.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Eddy dan Evy Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta: Kanisius.
24
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi III. Penerjemah: Muchji Mulyohardjo. Jakarta: Universitas Indonesia
Dinçer, İbrahim. Heat Transfer in Food Cooling Applications. USA: Taylor andFrancis, 1997.
Forrest, J.C., E.D. Aberde, H.B. Hendrick. M.D. Judge, R.A. Merkel. 1975. Principle of Meat Science. USA: W.H. Freeman and Co. San Fransisco
Frazier, William C., dan Dennis C. Westhoff. 1988. Food Microbiology 4th edition. Singapore: MCGraw-Hill International edition.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lawrie, R.A. 1991. Meat Science 4th Edition. New York: Pergamon Press.
Surajudin. Hj komariah. purnomo, dwi. 2008. Aneka Produk Olahan Daging Sapi. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Widyani, Retno dan Tety Suciaty. 2008. Prinsip Pengawetan Pangan. Cirebon : Penerbit Swagati Press.
Volk, W.A. and Wheeler. M. F. 1992. Basic Microbiology Seventh Edition. New York: Harper Collin Publisher. Inc.
LAMPIRAN
DAGING
KELOMPOK SAMPEL PCA VRBA
25
10-3 10-4 10-5 10-3 10-4 10-5
1
Daging Sapi
Freezer (7
hari)
1 3 13 1 0 1 0 0 0 0 0 0
2
Daging Sapi
Refrigerator (7
hari)
348 216 2 8 2 5 2 0 1 2 0 0
3
Daging Sapi
Freezer (1
hari)
1 1 18 0 1 1 0 0 86 1 23 3
4
Daging Sapi
Refrigerator (1
hari)
4 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Range: 25-250
Luas Permukaan Oles: 4 cm2 (2cm x 2cm)
Jumlah koloni per 4 cm2 = jumlah koloni dalam 5 ml suspensi olesan
= 5 x jumlah koloni/ml suspensi olesan
= 5 x jumlah koloni percawan x 1/pengenceran
Jumlah koloni per 1 cm2 = x 5 x jumlah koloni/cawan x 1/pengenceran
Volume Suspensi = 5ml
PERHITUNGAN:
KELOMPOK 1
Tidak dapat dihitung karena tidak ada yang masuk ke dalam range baik PCA
maupun VRBA
KELOMPOK 2
PCA:
Diketahui :
Pengenceran = 10-3
26
Jumlah Koloni = 216
Cara Lama = -
Cara Baru =
Jumlah koloni per 1 cm2 = x 5 x 216 x = 2,7 x 105 koloni/cm2
VRBA : tidak masuk range
KELOMPOK 3
PCA : tidak masuk range
VRBA :
Diketahui:
Pengenceran = 10-4
Jumlah koloni = 86
Cara lama = -
Cara Baru =
Jumlah koloni per 1 cm2 = x 5 x 86 x = 1,1 x 106 koloni/cm2
KELOMPOK 4
Tidak dapat dihitung karena tidak ada yang masuk ke dalam range baik PCA
maupun VRBA
IKAN
KELOMPOK SAMPELPCA VRBA
10-3 10-4 10-5 10-3 10-4 10-5
5
Daging Ikan
Freezer (7
hari)
5 1 1 0 1 1 1 0 2 0 26 0
6
Daging Ikan
Refrigerator
(7 hari)
100 238 10 81 13 23 5 0 0 0 1 0
7 Daging Ikan
Freezer (1
1 - 1 - 1 - 3 1 17 65 12 1
27
hari)
8
Daging Ikan
Refrigerator
(1 hari)
5 4 2 0 2 0 5 1 5 2 0 0
Range: 25-250
Luas Permukaan Oles: 4 cm2 (2cm x 2cm)
Jumlah koloni per 4 cm2 = jumlah koloni dalam 5 ml suspensi olesan
= 5 x jumlah koloni/ml suspensi olesan
=5 x jumlah koloni percawan x 1/pengenceran
Jumlah koloni per 1 cm2 = x 5 x jumlah koloni/cawan x 1/pengenceran
Volume Suspensi = 5ml
PERHITUNGAN :
KELOMPOK 5
PCA : tidak masuk range
VRBA :
Diketahui:
Pengenceran = 10-5
Jumlah koloni = 26
Cara lama = -
Cara Baru =
Jumlah koloni per 1 cm2 = x 5 x 26 x = 3,3 x 106 koloni/cm2
KELOMPOK 6
PCA :
Diketahui:Pengenceran = 10-3
Jumlah koloni = 169
Pengenceran = 10-4
28
Jumlah koloni = 81
Cara Lama =
= = 4,79 (>2)
= Jumlah koloni per 1 cm2 = x 5 x 169 x = 2,1 x 105 koloni/cm2
Cara baru = = 2 x 105 koloni/cm2
VRBA : tidak masuk range
KELOMPOK 7
PCA : tidak masuk range (terkontaminasi)
VRBA :
Diketahui:Pengenceran = 10-4
Jumlah koloni = 65
Cara Lama = -
Cara Baru =
Jumlah koloni per 1 cm2 = x 5 x 65 x = 8,1 x 105 koloni/cm2
KELOMPOK 8
Tidak dapat dihitung karena tidak ada yang masuk ke dalam range baik PCA
maupun VRBA
SampelJumlah Mikroorganisme (CFU/cm2)PCA VRBA
Daging sapi freezer (7hari)
- -
Daging sapi 2,7 x 105 -
29
refrigerator (7hari)Daging sapi freezer
(1hari)- 1,1 x 106
Daging sapi refrigerator (1hari)
- -
Daging ikan freezer (7hari)
- 3,3 x 106
Daging ikan refrigerator (7hari)
2,1 x 105 -
Daging ikan freezer (1hari)
- 8,1 x 105
Daging ikan refrigerator (1hari)
- -
Tabel 1. Jumlah Mikroorganisme pada Daging dan Ikan
Tabel 2. Persentasi Gram Positif dan Negatif pada Daging dan Ikan
Tabel 3. Uji Katalase pada Daging dan Ikan
KELOMPOK SAMPEL PCA VRBA
10 10 10 10 10 10
30
Kelompok SampelGram positif (%)
Gram negatif (%)
1Daging sapi freezer (7hari)
25,52 74,48
2Daging sapi refrigerator (7hari)
1,5 98,5
3Daging sapi freezer (1hari)
11,53 88,46
4Daging sapi refrigerator (1hari)
13,23 86,77
5Daging ikan freezer
(7hari)11,21 88,79
6Daging ikan
refrigerator (7hari)1,91 98,09
7Daging ikan freezer
(1hari)2 98
8Daging ikan
refrigerator (1hari)28,45 71,55
1
Daging Sapi
Freezer (7 hari) + + +
2
Daging Sapi
Refrigerator (7
hari) - - - + +
3
Daging Sapi
Freezer (1 hari) + - - + + +
4
Daging Sapi
Refrigerator (1
hari) + + -
5
Daging Ikan
Freezer (7 hari) + + + - - +
6
Daging Ikan
Refrigerator (7
hari) + + + - - -
7
Daging Ikan
Freezer (1 hari) + + + - + -
8
Daging Ikan
Refrigerator (1
hari) + + + + - -
31