laporan teknologi pupuk dan pemupukan

34
LAPORAN TEKNOLOGI PUPUK DAN PEMUPUKAN “ SABUNG AYAM” (SAWIT,TEBU, JANTUNG PISANG DAN FESES AYAM) Kelompok : O2 Asisten : Nur Winda Yuliana PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Upload: rohmatin-maula

Post on 25-Dec-2015

56 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

laporan teknologi pupuk dan pemupukan

TRANSCRIPT

Page 1: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

LAPORAN TEKNOLOGI PUPUK DAN PEMUPUKAN

“ SABUNG AYAM”

(SAWIT,TEBU, JANTUNG PISANG DAN FESES AYAM)

Kelompok : O2

Asisten : Nur Winda Yuliana

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

2014

Page 2: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

Ketua Kelompok : Atanasius Ragilia F.D. (135040201111331)

Anggota :

1. Rohmatin Maula (135040201111137)

2. Dian Mukti L. (135040201111202)

3. Miranti Mutiha S. (135040201111233)

4. Antika Rela H. (135040201111280)

5. Eva Saulina S. (135040201111306)

6. Nur Fitriana E.P (135040201111327)

7. Arisani Putri U. (135040201111342)

8. Ahmad Idhan Rifaldi (135040201111345)

9. Nadya Mulyandari (135040201111397)

10. Chyntia Novanti (135040201111413)

11. Darma Putra P. (135040201111422)

12. Poetri Maharani S. (135040201111425)

13. Eni Triastutik (135040201111426)

14. Suci Mardliah (135040207111009)

15. Whenny Kusumaningtyas (135040207111018)

16. Nobat Puasanda (135040207111024)

17. Vhasti Rahma H. (135040207111031)

18. Dianita Risky (135040201111428)

Page 3: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pertanian telah

melahirkan petani yang sangat tergantung pada pupuk kimia. Di lain pihak,

penggunaan lahan secara terus menerus berakibat pada penurunan bahan organik

tanah dan bahkan sebagian besar lahan pertanian mengandung bahan organik

rendah (< 2 %), padahal kandungan yang ideal adalah > 3 %. Tanah dengan

kandungan bahan organik rendah akan berkurang kemampuannya dalam mengikat

pupuk kimia, sehingga efektivitas dan efisiensinya menurun akibat pencucian dan

fiksasi. Perbaikan kesuburan tanah dan peningkatan bahan organik tanah dapat

dilakukan melalui penambahan bahan organik atau kompos. Namun demikian,

kandungan hara pupuk organik tergolong rendah dan sifatnya slow release,

sehingga diperlukan dalam jumlah yang banyak.

Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri

dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan/atau hewan yang telah melalui

proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai

bahan organik serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Secara

umum, manfaat pupuk organik adalah : memperbaiki struktur dan kesuburan

tanah, meningkatkan daya simpan dan daya serap air, memperbaiki kondisi

biologi dan kimia tanah, memperkaya unsur hara makro dan mikro serta tidak

mencemari lingkungan dan aman bagi manusia. Kompos merupakan pupuk

organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami

proses dekomposisi atau pelapukan. Selama ini sisa tanaman dan kotoran hewan

tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk buatan.

Kompos yang baik adalah yang sudahcukup mengalami pelapukan dan dicirikan

oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau,

kadar air rendah dan sesuai suhu ruang. Proses pembuatan dan pemanfaatan

kompos dirasa masih perlu ditingkatkan agar dapat dimanfaatkan secara lebih

efektif, menambah pendapatan peternak dan mengatasi pencemaran lingkungan.

Pada praktikum Teknologi Pupuk dan Pemupukan kita memepelajari tentang

Page 4: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

pembuatan pupuk kompos dengan berbagai bahan dan perlakuan yang berbeda-

beda untuk mengetahui hasil pupuk kompos yang terbaik.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum pembuatan pupuk kompos ini adalah untuk

mengetahui kandungan C, N, dan pH pada kompos buatan kami . Agar

dapat menganalisis dan mengetahui komposisi yang terbaik dari campuran

bahan kompos yang sesuai.

1.3 Manfaat

a. Mengetahui jenis karakteristik kualitas pupuk yang baik

b. Dengan mengetahui kadar C organik dan lain sebagainya maka kita akan

dapat mengetahui juga seberapa banyak pupuk tersebut dibutuhkan oleh

tanaman.

c. Untuk kedepannya diaharapkan ini akan bermanfaat bagi perbaikan

selanjutnya pada pembuatan-pembuatan pupuk berikutnya.

Page 5: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

BAB II

METODOLOGI

2.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

A. Pembuatan Kompos

Tempat : UPT Kompos

Waktu : Senin, jam 11.00

B. Pengukuran Kadar C-Organik, N-Total, dan pH Kompos

Tempat : Lab Kimia Umum

Waktu : Jumat, 13.00

2.2 Alat dan Bahan

A. Alat

1. Fial Film : Sebagai tempat pengambilan sample

2. Garu : Sebagai alat pengaduk bahan pupuk

3. Gembor : Alat pencampuran EM4 dan Mollase

4. Karung sak : Sebagai pelapis dan penutup box

5. Box Kayu : Tempat menyimpan pupuk

6. PH meter : Alat pengukur pH kompos

7. Skop : Untuk membalik bahan pupuk

8. Timbangan : Alat penimbang bahan kompos

9. Mesin pencacah : Alat pencacah bahan kompos

10. Pipet : Alat untuk mengambil cairan dalam jumlah

kecil

11. Stirrer : Alat pengaduk

12. Plastik : Alat untuk menaruh sampel pupuk.

13. Ayakan 0,5 ml : Untuk mengayak bahan sampel

14. Tabung Erlenmeyer : Sebagai tempat pereaksi

15. Alat Titrasi : Untuk mentitrasi bahan sampel.

16. Ayakan : Alat untuk mengayak kompos

17. Botol : Tempat campuran molase dan air

18. Plastik Kemasan : Tempat pembungkus kompos yang telah

bergranul

Page 6: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

19. Granulator : Alat untuk menggranulkan kompos

20. Ember : Tempat meletakkan kompos

21. Botol Plastik : Tempat untuk mengemas pupuk cai

B. Bahan

1. Daun kelapa sawit (20Kg) : Bahan pembuat pupuk kompos

2. Ampas Tebu (5Kg) : Bahan pembuat pupuk kompos

3. Kotoran Ayam (11 Kg) : Bahan Pembuat pupuk kompos

4. Jantung Pisang (4 kg) : Bahan Pembuat pupuk kompos

5. EM 4 dan Molase : Bakteri fermentasi kompos

6. Air : Bahan campuran EM4 dan Molase

7. Aquadest : Untuk pelarut

8. Fenilamina : Untuk mefenilamina

9. FeSO4 : Pentitrasi

10. Larutan K2Cr2O7 : Sebagai pengikat rantai karbon

11. Larutan H2SO4 pekat : Sebagai pemisah rantai karbon

(diatas 96%)

12. Larutan H3PO4 85% : Untuk menghilangkan pengaruh

Fe3+

13. Larutan buffer : Untuk menetralkan pH meter

14. Pupuk kompos : Bahan sampel

15. Kompos : Bahan pembuatan kompos granular

16. Molase : Sebagai perekat bahan

17. Air : Sebagai campuran molase

18. Abu : Untuk memisahkan dan

mengeraskan pupuk

Page 7: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

2.3 Cara Kerja

2.3.1 Pembuatan Kompos

Menyiapkan alat dan Bahan

Merendam daun kelapa sawit dengan air

Mencacah daun sawit dengan mesin pencacah

Mencacah daun jantung dengan pisau

Menimbang bahan 20 kg daun sawit, 4 kg jantung pisang, 11 kg kotoran ayam, 5 kg ampas tebu.

Menyiapkan 10 ml EM4, 60 ml molase .

Mencampurkan EM4, molase dan air higga 5 L.

Menyiramkan pada bahan

Mencampurkan bahan dalam larutan molase, air dan EM4 hingga merata

Meletakkan bahan yang sudah dicampur ke dalam box

Menutup box kayu dengan karung sak

Page 8: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

2.3.2 Pengukuran C-Organik, N – total, Analisis pH

A. C-Organik

Mengambil sampel kompos

Menimbang 0,1 gram

Memasukkan dalam labu Erlenmeyer 500 ml

Menambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7

Mendiamkan selama 30 menit

Mengencerkan dengan air sebanyak 200 ml

Menambahkan H2SO4 sebanyak 20 ml

Menambahkan H3PO4 85% sebanyak 10 ml

Menambahkan indikator difenilamina sebanyak 30 tetes

Menitrasi dengan FeSO4 sampai larutan berubah warna menjadi hijau

Mencatat hasilnya

Mengitung kadar C-Organik

Page 9: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

B. N Total

Menyiapkan alat dan Bahan

Menimbang sebanyak 0,1 gram

Memasukan ke dalam tabung kjedahl

Menambahkan selen sebanyak 1 gram

Menambahkan H2SO4 sebanyak 5 ml di ruang pengasaman

Mendestruksi pada suhu 3000 C sampai uap menghilang

Didinginkan lalu tambahkan Aquadest sebanyak 60 ml

Menambahkan NaOH 40 % sebanyak 20 ml

Mendestilasi dengan menggunakan kjedahl

Hasil destilasi lalu ditampung pada Erlenmeyer yang berisi asam borat sebanyak 20 ml

Menitrasi dengan H2SO4 sampai larutan berubah warna menjadi merah keunguan

Mencatat hasilnya

Menghitung N-total nya

Page 10: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

C. Pengukuran Ph Kompos

2.2.3 Pembuatan Pupuk Granul dan Pupuk Cair

A. Pupuk Granul

Mengambil sampel sebanyak 5 gram

Ditempatkan pada fial film

Menambahkan Aquadest sebanyak 12,5 ml

Menutup fial film

Dikocok selama 60 menit menggunakan mesin pengocok

Mengukur pH menggunakan pH meter

Mencatat hasilnya

Mengambil hasil pembuatan pupuk kompos

Mengayak pupuk kompos beberapa kali

Mengambil hasil ayakan pupuk kompos (1kg) dan tambah molase 100 ml

Memasukkan pada pan granular dan beri abu

Page 11: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

B. Pembuatan Pupuk Cair

3.1 Analisa Perlakuan

Pada pembuatan kompos ini pertama-tama bahan disispakan dalam ukuran

yang lebih kecil atau sudah dicacah, untuk daun kelapa sawit dilakukan

perendaman di dalam bak air kemudian dicacah menggunakan mesin pencacah,

Memasukkan dalam kemasan plastik

Mengmbil pupuk kompos yang telah jadi sebanyak 2 kg

Meletakkan dalam ember dan tambahkan 1 liter air

Mengaduk campuran bahan tersebut hingga merata

Menutup ember dengan plastik

Merendam selama 12 jam

Kemudian, Memasukkan dalam alat pembuat pupuk cair

Menyaring hasilnya

Masukkan kedalam botol plastik

Page 12: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

sedangkan jantung pisang dipotong kecil-kecil menggunakan pisau. Langkah

selanjutnya yaitu menimbang masing-masing bahan yaitu 20 kg daun kelapa

sawit, 4 kg jantung pisang, 11 kg kotoran ayam dan 5 kg ampas tebu kemudian

dicampur dengan 10 ml EM4 dan 60 ml molase dan dilarutkan menjadi 5 L.

Bahan yang sudah tercampur dengan merata kemudian dimasukkan ke dalam box

dan ditutup dengan karung sak.

Dalam pembuatan kompos ini juga dilakukan pengamatan mengenai kadar

C-organik, N total dan juga analisis pH. Pada pengamatan kadar C-organik

digunakan sampel sebanyak 0.1 gram dan dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer

500 ml untuk dicampur dengan 10 ml larutan K2Cr2O7 dan H2SO4 sebanyak 20 ml

kemudian didiamkan selama 30 menit. Setelah itu diencerkan dengan air sebanyak

200 ml dan ditambahkan H3PO4 85% sebanyak 10 ml serta 30 tetes indicator

difenilamina, langkah berikutnya yaitu titrasi dengan FeSO4 sampai larutan

berubah warna menjadi hijau dan dicatat serta dihitung berapa kadar C-

organiknya.

Pengukuran kadar N-total dilakuakan dengan menggunakan sampel

sebanyak 0.1 gram ke dalam tabung kjedahl dan ditambahkan selen sebanyak 1

gram. Kemudian ditambahkan H2SO4 sebanyak 5 ml di ruang pengasaman dan

didestruksi dengan suhu 3000 ºC sampai uap air menghilang, setelah proses

destruksi larutan tadi didinginkan dan setelah dingin ditambahkan aquades

sebanyak 60 ml dan NaOH 40 % sebanyak 20 ml lalu didestilasi dengan

menggunakan tabung kjedahl. Setelah hasil destilasi didapatkan ditampung di labu

Erlenmeyer yang berisi asam borat sebanyak 20 ml dan dilakukan titrasi dengan

H2SO4 sampai larutan berubah warna menjadi merah keunguan. Hasil titrasi

dicatatat dan dihitung berapa kadar N-totalnya.

Pada pengukuran pH diambil sampel sebanyak 5 gram dan diletakkan pada

pial film serta ditambahkan aquades sebanyak 12.5 ml. Kemudian dikocok selama

60 menit menggunakan mesin pengocok, setelah selesai pH diukur dengan

menggunakan pH meter dan dicatat hasilnya.

Pupuk kompos yang sudah terbentuk di buat dalam 2 bentuk yaitu pupuk

granul dan pupuk cair. Pada pembuatan pupuk granul pupuk kompos yang sudah

terbentuk diayak sebanyak 1 kg. Hasil ayakan tadi dimasukan ke dalam pan

Page 13: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

granular untuk diubah menjadi bentuk granul, pada proses ini ditambahkan

molase sebanyak 100 mk dan abu sebagai perekat. Setelah pupuk granul terbentuk

pupuk dikering anginkan dan dikemas. Sedangakn dalam proses pembuatan pupuk

cair dibutuhkan pupuk kompos yang sudah jadi sebanyak 2 kg. pupuk kompos

tersebut ditambahkan 1 liter air dan diaduk hingga merata serta direndam selama

12 jam. Langkah selanjutnya yaitu penyaringan pupuk, pupuk cair yang sudah

terbentuk dimasukan ke dalam botol.

Page 14: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Pembuatan Pupuk Kompos

Pada pembuatan pupuk kompos, hal yang perlu diperhatikan adalah

persiapan alat dan bahan. Pada pembuatan pupuk kompos ini alat yang kami

gunakan diantaranya box, cangkul, penggiling bahan ( gradding ), dan timbangan

dengan fungsi yang berbeda-beda. Sedangkan bahan yang digunakan sendiri

terdiri dari daun sawit, kotoran ayam, ampas tebu, serta jantung pisang sebagai

pemasok unsur hara kalium (K) selain itu juga digunakan bakteri EM4 dan molase

agar proses pendekomposisian pupuk kompos dapat lebih cepat.

Setelah alat dan bahan sudah terkumpul dan siap digunakan, bahan utama

pembuatan kompos yaitu daun sawit dimasukkan dalam mesin gradding untuk

digiling hingga halus dan didapatkan bentukan hasil gilingan yang paling kecil

agar dapat mudah untuk proses pendekomposisian bahan. Setelah semua bahan di

gradding, bahan diaduk menggunakan sekop serta ditambah dengan larutan EM4

dan mollase yang sudah ditambahi dengan air. Pemberian mollase ini bertujuan

untuk sebagai makanan bakteri dekomposer dalam pembuatan pupuk kompos

tersebut.

Selanjutnya pupuk dipindahkan kedalam box berukuran 60cm x 40cm x

40cm yang digunakan untuk wadah penyimpanan serta ukur suhu menggunakan

thermometer setelah itu ditutup menggunakan karung sak dan dilakukan

pengamatan suhu 3 hari sekali, kadar air serta pengambilan sampel pupuk untuk

pengukuran pH satu minggu sekali. Pada saat pengamatan dilakukan pembalikan

pupuk apabila suhu mendekati 60o dengan tujuan agar mikroorganisme

dekomposer tidak mati.

Pada 2 minggu pengamatan terakhir dilakukan pengambilan sampel untuk

menghitung kadar air, pengukuran C-organik serta N total dilakukan di

laboratorium kimia tanah. Setelah melakukan perhitungan ini akan didapatkan

kualitas dari pupuk kompos ini. Selanjutnya dilakukan pengayakan sebanyak 2 kg

sebelum dilakuan pembuatan kompos granul dan cair.

Page 15: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

Setelah dilakukan pengayakan, hasil ayakan diambil 1 kg untuk

pembuatan granul dan 1 kg untuk pembuatan pupuk cair, 1 kg hasil ayakan yang

akan dibuat granul dikering anginkan selama satu minggu kemudian setelah itu

hasil ayakan yang sudah dikering anginkan di pindahkan ke mesin granulator

untuk pembuatan pupuk berupa granul/padatan. Pada saat pembuatan granul,

ditambahkan 200 ml molase yang dicampurkan air sebanyak 600 ml. Tidak lupa

tambahkan abu secukupnya agar kompos tidak menggumpal sehingga berbentuk

butiran kecil. Selanjutnya hasil dari kompos yang dibuat granul dikering anginkan

kembali.

Sedangkan dalam pembuatan pupuk cair, menggunakan bahan hasil

ayakan kompos seberat 1 kg. Pembuatan pupuk cair ini dilakukan dengan

memasukkan pupuk hasil ayakan ke dalam suatu wadah yang lebih besar, yaitu

menggunakan pupuk kompos ayakan sebanyak 1 kilogram dengan perendaman

molase sebanyak 200 ml yang dilarutkan dengan air sampai 1 liter. Perendaman

didiamkan selama 48 jam. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan melubangi

tutup botol hingga air menetes sampai rendapan air kompos habis.

4.2 Hasil Pengamatan

4.2.1 Hasil Pengamatan Tiap Minggu

a. Pengamatan Suhu, Warna, Bau, dan Kadar Air

Tabel. 1 Pengamatan Suhu, Warna, Bau, dan Kadar Air

Minggu

ke-

Titik

1

Titik

2

Titik

3

Titik

4

Titik

5

Rata-

rata

1 226

226

227

227

227

226,6

2 336

336

339

336

350

334,9

3 30 29 32 32 34 31,44 28 27 28 28 29 285 22 22 22 22 23 22,5 6 23 24 24 25 25 24,27 23 24 24 24 29 24,88 23,5 23,5 24 24 27 24,4

Page 16: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

Dari hasil pengamatan keseluruhan parameter diatas didapatkan data yang

bervariasi. Pada pengamatan suhu pupuk dari awal pengamatan minggu pertama

terdapat suhu 26,6oC berwarna coklat muda, tidak berbau dan sedikit basah. Pada

minggu kedua mengalami kenaikan hingga 34,9oC mulai berbau dan sedikit

basah, namun pada minggu ke-3 suhu pupuk mengalami penurunan yaitu 31,4oC

masih berbau dan sedikit basah. Pada minggu ke-4 suhu pupuk mengalami

penurunan yaitu 28oC warnanya coklat, sedikit berbau, dan mulai kering. Pada

minggu ke-5 suhu pupuk juga mengalami penurunan yaitu 22,5oC warnanya

coklat, sedikit berbau, dan kering. Tetapi pada minggu ke-6 suhu pupuk

mengalami kenaikan yaitu 24,2oC warnanya coklat, sedikit berbau, dan kering.

Namun pada minggu ke-7 suhu pupuk mengalami kenaikan yaitu 24,8oC warna

pupuk berubah menjadi coklat tua, tidak berbau, dan basah. Hingga pada minggu

terakhir menagalami penurunan yaitu pada minggu ke-8 suhu pupuk menjadi

24,4oC warna pupuk coklat agak kehitaman, tidak berbau serta tidak basah dan

tidak kering hingga mengalami kestabilan. Hal ini terjadi disebabkan oleh

beberapa faktor seperti kurang sempurnanya pembolak balikan pupuk

(pengadukan), aktivitas organisme, serta lamanya penyimpanan pupuk (proses

dekomposisi).

Suhu pupuk sebelum dan sesudah dibalik berbeda, hal ini terjadi karena

pada saat pembalikan terjadi sirkulasi udara sehingga suhu pupuk setelah dibalik

menurun. Menurut Nopriani (2012), selama proses pengomposan berlangsung

perlu kondisi kelembaban dan sirkulasi udara yang cukup baik untuk aerasi.

Indriani (2002) juga mengatakan bahwa aktivitas mikroba akan meningkatkan

temperatur timbunan kompos. Terdapat hubungan antara peningkatan temperatur

dengan konsumsi oksigen. Temperatur yang tinggi akan meningkatkan konsumsi

oksigen sehingga mempercepat proses pengomposan. Temperatur pengomposan

yang optimum berkisar antara 30 - 60oC. Temperatur di atas 60oC dapat

membunuh sebagian mikroba, patogen tanaman, dan benih gulma. Temperatur

yang terlalu rendah mengakibatkan kondisi mikroorganisme dalam keadaan

dorman yang menghambat proses pengomposan. Metcalf dan Eddy (1991) juga

menjelaskan bahwa selama proses pengomposan ada tiga tahapan berbeda dalam

kaitannya dengan suhu yang diamati, yaitu mesofilik, termofilik, dan tahap

Page 17: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

pendinginan. Pada tahap awal mesofilik suhu proses akan naik dari suhu

lingkungan ke 40o C dengan adanya kapang dan bakteri pembetuk asam. Suhu

proses akan terus meningkat ke tahap termofilik antara 40-70o C, pada suhu ini

proses degradasi dan stabilisasi akan berlangsung secara maksimal. Tahap

pendinginan ditandai dengan penurunan aktivitas mikroorganisme dan

penggantian dari mikroorganisme termofilik dengan bakteri dan kapang mesoflik.

Pada setiap pengamatan, diperoleh suhu pada awal pengamatan lebih

tinggi dari pada sesudah pengamatan (pengadukan). Hal ini disebabkan, sebelum

pengamatan suhu yang diukur merupakan suhu pada dekomposisi pupuk secara

anaerob sehingga tidak ada pertukaran udara dan suhu menjadi meningkat. Namun

setelah pengamatan (setelah diaduk), dekomposisi pupuk berlangsung secara

aeerob dan terjadi pertukaran udara sehingga suhunya juga menurun. Maka dari

itu diperlukan pengadukan (pembalikan) pada setiap pengamatannya agar aerasi

tetap terjaga. Menurut Robinzon, et al (2000), untuk pengontrolan suhu supaya

memenuhi syarat optimum penguraian pada timbunan kompos dilakukan

pengudaraan langsung ke timbunan kompos dengan cara pembalikan.

Pada parameter pengamatan bau / aroma pupuk, di awal proses

dekomposisi aroma pupuk pada saat itu masih berbau bahan baku. Masih tercium

bau kotoran ayam, namun pada beberapa pengamatan berikutnya mulai tercium

aroma busuk dari kotoran ayam. Hal ini menandakan sedang berlangsungnya

proses dekomposisi bahan – bahan baku yang akan dijadikan pupuk kompos

tersebut namun terganggu karena kondisi aerasi yang kurang baik, sehingga harus

dilakukan pengadukan (pembalikan). Menurut Simamora., et al (2006) apabila

aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau

yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau

mengalirkan udara didalam tumpukan kompos..

Aroma busuk yang menyengat ini berlangsung sekitar dua minggu

pengamatan dan berangsur – angsur menghilang dengan adanya kegiatan

pembolak-balikan atau pengadukan pupuk. Adanya pengadukan pupuk sangat

mempengaruhi terhadap setiap parameter pengamatan pembuatan pupuk kompos,

karena dengan adanya pengadukan ini memberikan jalan untuk kompos

melakukan pertukaran udara sehingga terjadi proses dekomposisi pupuk kompos

Page 18: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

secara aerob. Menurut Polpasert (1989) dalam pengomposan aerobik,

pengudaraan akan dipengaruhi oleh air sehingga akan menyumbat lubang –

lubang dan menghalangi jalannya udara dan menyebabkan timbunan kompos

menjadi anaerobik. Pada dua minggu terakhir pengamatan, bau pupuk sudah

mulai memiliki aroma yang tidak busuk dan berangsur – angsur memiliki aroma

seperti bau tanah dan tidak memiliki bau di akhir pengamatan.

Sedangkan dari pengamatan kadar air, pada pengamatan awal hingga

pengamatan akhir kondisi kadar air pada minggu pertama hingga minggu ketiga

sedikit basah ketika minggu ke empat hingga minggu ke enam kondisi kadar air

menjadi kering. Pada minggu ke tujuh kondisi kadar air basah dan pada minggu

terakhir atau minggu ke delapan kondisi kadar air pupuk tidak basah dan tidak

kering. Hal ini disebabkan karena pengaruh aktivitas organisme yang rendah

sehingga kondisi pupuk masih dalam keadaan kering selain itu juga masih ada

pengaruh dari bekas penggilingan atau gradding sehingga pupuk masih terasa

hangat dan terlihat agak kering. Menurut Sofian (2006), kelembaban memegang

peranan yang sangat penting dalam proses metabolism mikroba dan secara tidak

langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan

bahan organik apabila bahan organik tersebut larut didalam air. Kelembaban 40-

60% adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban

dibawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih

rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih dari 60% hara akan

tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan

akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

Untuk selanjutnya kadar air berubah menjadi lembab, hal ini disebabkan

karena tidak intensifnya pembalikan pada pupuk tersebut selain itu juga dapat

disebabkan oleh penutupan pupuk dengan karung goni sehingga menyebabkan

proses anaerob yang menyebabkan oksigen atau sirkulasi udara tidak berjalan

maksimal sehingga kondisi dalam box menjadi lembab.

Pada 2 minggu terakhir pengamatan kadar air mulai berubah menjadi agak

lembab, hal ini dikarenakan pemberian air dan pembalikan mulai intensif sehingga

proses pertukaran oksigen dapat berjalan lancer selain itu juga meningkatkan

Page 19: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

aktivitas organisme dengan memberikan EM4 dan molase agar pupuk dapat

terdekomposisi.

b. Pengamatan pHPada parameter pengamatan bau / aroma pupuk, di awal proses

dekomposisi aroma pupuk pada saat itu masih berbau bahan baku. Masih tercium

bau kotoran ayam, namun pada beberapa pengamatan berikutnya mulai tercium

aroma busuk dari kotoran ayam. Hal ini menandakan sedang berlangsungnya

proses dekomposisi bahan – bahan baku yang akan dijadikan pupuk kompos

tersebut namun terganggu karena kondisi aerasi yang kurang baik, sehingga harus

dilakukan pengadukan (pembalikan). Menurut Simamora., et al (2006) apabila

aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau

yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau

mengalirkan udara didalam tumpukan kompos.

Tabel. 2 Pengamatan pHNo. Pengukuran pH1. Pegukuran pertama 7,5932. Pengukuran kedua 7,4143. Pengukuran ketiga 7,141

Grafik 4. pH pupuk

pengukuran-1 pengukuran-2 pengukuran-36.9

7

7.1

7.2

7.3

7.4

7.5

7.6

7.7

7.593

7.414

7.141

pH pupuk

pH pupuk

Axis Title

Page 20: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

Pada pengamatan pH pupuk dilakukan sebanyak 3 kali pengamatan.

Pengamatan awal pH didapatkan pH sebesar 7,593 , sedangkan pada pengamata

kedua mengalami penurunan yaitu pH nya sebesar 7,414 dan pada pengamatan

ketiga pH sebesar 7,141. Penurunan dari pH dapat disebabkan karena proses

pengomposan itu sendiri yang akan menyebabkan perubahan pada bahan organik

dan pH bahan itu sendiri. Produksi amonia dari senyawa-senyawa yang

mengandung nitrogen itu akan meningkatkan pH pada fase-fase awal

pengomposan. Kemasan bahan dari kompos juga mempengaruhi kandungan unsur

hara di dalamnya. Kandungan unsur hara kompos juga dipengaruhi oleh jenis

bahan, serapan hara bagi tanaman dan jenis makanan untuk bahan organik yang

berasal dari kotoran hewan.

Menurut Isroi (2008) nilai pH pengomposan optimum itu berkisar antara

6,5 sampai 7,5. Proses pelepasan asam selama pengomposan akan menurunkan

pH, sedangkan proses pembentukan amonia dari bahan yang mengandung

nitrogen akan meningkatkan nilai pH. Kompos yang sudah matang itu memiliki

nilai pH yang mendekati netral.

4.2 Hasil Uji Lab

a. Rumus Kadar Air

Kadar air=BB−BKBK

×100 %

Kadar air=15,45−10,0510,05

×100 %

= 53,73%

Jadi kadar air yang pupuk tersebut sebanyak 53,73%

b. Kadar C-Organik

%C organik=(ml blanko – mlsampel ) ×3

nl blanko× 0,5×

100 %+% KA100

%C organik=(9,8−4,8 )× 3

9,8 × 0,1×

(100 %+53,73 %)100

= 15

0,98×

153,73 %100

Page 21: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

= 23,53%Jadi kadar C-Organik yang terkandung dalam pupuk tersebut sebanyak

23,53%.

c. Rumus FK

fk=100 %+% KA100

fk=100 %+53,73 %100

= 1,5373%

Jadi kadar FK = 1,5373%

d. Kadar N-total

% N total=(VC−VB )× N ×0.014 × fk

gram conto h×100 %

% N total=(8,08−0,92 ) ×0,009395 ×0.014 ×1,5373 %

0,1×100 %

= 1,48%

Jadi kadar N-total yang terkandung dalam pupuk tersebut sebanyak 1,48%

e. Rumus Bobot Organik

% BO=10058

× %C organik

% BO=10058

× 23,53

= 40,57%

Jadi kadar BO yang terkandung dalam pupuk tersebut sebanyak 40,57%.

Pengukuran kadar air di laboratorium diperoleh hasil sebesar 53,73%.

Kadar air itu sangat berpengaruh terhadap kelembaban kompos yang dibuat.

Kelembaban berperan penting terhadap proses dekomposisi bahan baku, karena

berhubungan dengan aktivitas dari organisme. Kelembaban optimum untuk proses

pengomposan berkisar 50–60% setelah bahan dicampur. Kelembaban campuran

bahan kompos yang rendah akan menghambat proses pengomposan dan akan

menguapkan nitrogen ke udara. Namun, jika kelembaban tinggi proses pertukaran

Page 22: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

udara dalam campuran bahan kompos akan terganggu. Menurut Dalzell et al

(1987) kadar air akan berpengaruh pada aktivitas mikroorganisme dalam

mendekomposisi bahan organik. Kandungan air yang berada di bawah 30 %,

reaksi biologis dalam pengomposannya akan berjalan dengan lambat. Pada kadar

air yang terlalu tinggi, ruang antara partikelnya menjadi penuh, sehingga

mencegah gerakan udara dalam tumpukan. Kandungan air optimum untuk bahan

kompos adalah antara 50-60 %.

Dari hasil pengukuran C Organik dan N total diperoleh hasil % C =

23,53%, sedangkan % N= 1,48 %. Hal ini menandakan bahwa kandungan Karbon

dan kandungan Nitrogen yang terdapat dalam kompos itu tinggi. Karbon

dibutuhkan mikroorganisme untuk proses pengomposan. Kadar C di dalam

kompos menunjukkan kemampuannya untuk memperbaiki sifat tanah. Kadar

Nitrogen dibutuhkan mikroorganisme untuk pemeliharaan dan pembentukan sel

tubuh. Makin banyak kandungan nitrogen, makin cepat bahan organik tersebut

terurai, karena mikroorganisme yang menguraikan bahan kompos memerlukan

nitrogen untuk perkembangannya. Menurut Nopriani (2012), Kompos yang baik

mengandung 0,8 hingga 2 % nitrogen dan mempunyai semua sifat pupuk

kandang. Nilai C-organik yang diperoleh adalah sebesar 23,53 % dan itu berarti

kandungan C-organiknya tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan McVay &

Rice (2002) bahwa nilai prosentase karbon atau C-organik Tanah dalam tanah

dikelompokkan dalam lima kategori berikut: (1) sangat rendah untuk C(%)

<1,00 ; (2) rendah untuk C(%) berkisar antara 1,00-2,00 ; (3) sedang untuk C(%)

berkisar antara 2,01-3,00 ; (4) tinggi untuk C(%) berkisar antara 3,0- 5,00 dan (5)

sangat tinggi untuk C(%) >5,00. Berdasarkan pengukuran C/N rasio diperoleh

hasil 15,9

Page 23: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

DAFTAR PUSTAKA

Dalzell HW, AJ Bidlestone, KR. Gray, and K Thurairajan. 1987. Soil Management : Compos Productionand use in Tropical and subtropical Environment. Soil Bulletin 56, Food and Agricultural Organization of the united National.

Indriani, Y. H. 2002. Membuat Kompos Secara Kilat. PT Penebar Swadaya, Jakarta.

Isroi. 2008. Kompos. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.

Karama A.S.  1990. Penggunaan pupuk dalam produksi pertanian. Makalah disampaikan pada seminar Puslitbang Tanaman  Pangan, 4 Agustus 1999 di Bogor.

Metcalf dan Eddy. 1991. Waste Water Engineering Treatment Disposal. New Delhi : Publishing Company

Muslihat, lili. 2013. Teknik Pembuatan Kompos Untuk Meningkatkan Produktas Tanah Di Lahan Gambut. Seri Pengolahan Hutan Dan Lahan Gambut. Pertanian 02

Naidu. 1981. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta : Kanisius

Nopriani, Sri Lenny. 2012. Pengenalan Pupuk. Teknologi Pupuk dan Pemupukan. Malang: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Novizan, 2002. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Jakarta Agromedia: Pustaka.

Polprasert, C. 1989. Organic waste recycling. Chichester: John Wiley & Sons.

Robinzon R.,E. Kimmel & Y. Avnimelech. 2000. Energy and Mass Balance of Windrow Composting System. Transactions of ASAE Vol. 43:1253-1259.

Sangatanan, PD. dan R.L. Sangatanan. 1989. Organic Farming. 3M Book Inc., 227p.

Setyorini et al. 2013. Kompos. Pupuk Organic Dan Pupuk Hayati

Page 24: laporan teknologi pupuk dan pemupukan

Simamora, Suhut & Salundik, 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Meningkatkan Kualitas Kompos. Kiat Menggatasi Permasalahan Praktis. Agromedia Pustaka.

Sofian. 2006. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. Agromedia Pustaka.

Sudarmoto A.S. 1997. Budidaya Tanaman Jagung. Yogyakarta : Kanisius

Susanti, Melda. 2013.Pembuatan Kompos Dengan Cara Campur. Kementrian Pertanian Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian. http://cyber.deptan.go.id

Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Penggunaan. Jakarta : Rineka Cipta.

Umniyatie, Siti, dkk. 1999. Pembuatan Pupuk Organik Menggunakan Mikroba Efektif (Effective Microorganisms 4). Laporan PPM UNY: Karya Alternatif Mahasiswa.