lumpur menjadi pupuk

60
1 PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR KERING KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER BAHAN ORGANIK UNTUK CAMPURAN MEDIA TANAM SAWI (Brassica juncea) Oleh Dina Friska Manalu A24104066 PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Upload: gunadi-p

Post on 25-Nov-2015

33 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

lumpur sawit

TRANSCRIPT

  • 1

    PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR KERING KELAPA

    SAWIT SEBAGAI SUMBER BAHAN ORGANIK UNTUK

    CAMPURAN MEDIA TANAM SAWI

    (Brassica juncea)

    Oleh

    Dina Friska Manalu

    A24104066

    PROGRAM STUDI ILMU TANAH

    DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2008

  • 2

    LEMBAR PENGESAHAN

    Judul Penelitian : PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR KERING KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER BAHAN ORGANIK UNTUK CAMPURAN MEDIA TANAM SAWI (Brassica juncea)

    Nama Mahasiswa : Dina Friska Manalu

    Nomor Pokok : A24104066

    Departemen : Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

    Disetujui :

    Pembimbing I Pembimbing II

    Ir. H. Fahrizal Hazra, M.Sc Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc NIP. 131 841 752 NIP. 131 879 328

    Diketahui : Dekan Fakultas Pertanian

    Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

    Tanggal lulus:

  • 3

    PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR KERING KELAPA

    SAWIT SEBAGAI SUMBER BAHAN ORGANIK UNTUK

    CAMPURAN MEDIA TANAM SAWI

    (Brassica juncea)

    Oleh

    Dina Friska Manalu

    A24104066

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

    Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

    PROGRAM STUDI ILMU TANAH

    DEPARTEMAN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2008

  • 4

    RINGKASAN

    DINA FRISKA MANALU. Pemanfaatan Limbah Lumpur Kering Kelapa Sawit Sebagai Sumber Bahan Organik Untuk Campuran Media Tanam Sawi (Brassica juncea) Di bawah bimbingan FAHRIZAL HAZRA dan RAHAYU WIDYASTUTI.

    Penambahan bahan organik akan menambah jumlah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam bentuk pemberian pupuk anorganik. Para pengambiil kebijakan, pelaksana, peneliti, pengusaha, produsen, petani perkebunan serta para pihak terkait (stakeholder) diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan pertanian, khususnya dalam upaya perbaikan kesuburan tanah dan sekaligus dapat mendukung pelaksanaan program perkebunan. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya sangat pesat. Banyaknya minyak CPO yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit akan menghasilkan limbah yang banyak pula. Salah satu tindakan yang dapat kita lakukan untuk mendukung pelaksanaan program perkebunan dan upaya memperbaiki kesuburan tanah adalah memanfaatkan limbah padat pabrik kelapa sawit sebagai penambah jumlah unsur hara dalam tanah. Adapun kandungan unsur hara kompos yang berasal dari limbah padat kelapa sawit sekitar 0,4% (N); 0,029 sampai 0,05% (P2O5); 0,15 sampai 0,2% (K2O).

    Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari pemberian limbah lumpur kering kelapa sawit (LS) terhadap pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea) dan produktifitasnya serta melihat dinamika total mikrob, total fungi dan aktifitas mikrob dalam tanah. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca University Farm Cikabayan. Ada 12 perlakuan pemupukan yaitu: blanko, 100%NPK, 50%NPK, 20% LS, 30% LS, 40% LS, 20% LS+50% NPK, 30% LS+ 50% NPK, 40% LS+ 50% NPK, 20% LS+ 100% NPK, 30% LS+ 100% NPK dan 40% LS+ 100% NPK. Ada 3 kali pengulangan sehingga diperoleh 36 satuan percobaan. Dosis pupuk yang digunakan adalah: 150 kg/ha urea, 75 kg/ha SP-36, 100 kg/ha KCl.

    Kombinasi antara dosis limbah lumpur kering 40% dan pupuk anorganik mampu menyamakan pertumbuhan tanaman, bobot basah dan kering tanaman dan meningkatkan populasi total mikrob dan total fungi dalam tanah. Tetapi tidak sama halnya dengan pengaruhnya terhadap sifat-sifat kimia tanah. Kombinasi antara LS dan pupuk anorganik mampu meningkatkan kandungan K, C-organik dalam tanah tetapi tidak meningkatkan kandungan N dan P dalam tanah.

  • 5

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 12 Agustus

    1985 sebagai anak pertama dari lima bersaudara, pasangan Bapak Drs. O. Manalu

    dan Ibu R. Siregar.

    Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1992 di SD St Antonius V

    Medan. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 3 Medan dan

    lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di

    SMUN 2 Matauli Sibolga, Sumatera Utara. Pada tahun 2004, penulis diterima

    menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas

    Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan

    Mahasiswa Baru).

    Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten Mata Kuliah

    (MK) Bioteknologi tanah pada periode 2007/2008.

  • 6

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan

    anugerahNya yang begitu besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

    serta penulisan skripsi ini.

    Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian

    pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.

    Skripsi ini berjudul Pemanfaatan Limbah Lumpur Kering Kelapa Sawit

    Sebagai Sumber Bahan Organik Untuk Campuran Media Tanam Sawi

    (Brassica juncea).

    Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

    1. Ir. Fahrizal Hazra, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi pertama dan

    Dr. Rahayu Widyastuti M.Sc selaku pembimbing skripsi kedua yang telah

    memberikan bimbingan, motivasi dan telah meluangkan banyak waktu

    hingga penulisan skripsi ini.

    2. Keluargaku tersayang: Bapak, Mamak dan juga adik-adikku (Dedek,

    Basar, Juli dan Astri) yang selalu mendoakan dan menyemangatiku.

    Terima kasih buat cinta kasihnya. Aku sayang kalian semua.

    3. Rocky DF Silalahi atas doa-doanya, kasih sayang, kesabaran, dukungan

    dan bantuannya dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

    4. Pak Jito, Bu Asih, dan Bu Jul selaku laboran Bioteknologi Tanah, Fakultas

    Pertanian, IPB dan buat mbak Nia yang telah banyak membantu selama

    penelitian.

    5. Pak Ade, Pak Herman, Pak Koyo, dan seluruh laboran Kesuburan Tanah,

    Fakultas Pertanian, IPB atas bantuannya selama penelitian.

    6. Pak Mamat, Pak Milin, dan seluruh pekerja yang ada di rumah kaca

    Cikabayan.

    7. Teman-teman BFC: Dwi Eka, Ekayana, Ester, Riris, Nana, Helena, Ronny,

    Tian atas semangat, dukungan dan ketawa-ketawa bareng selama kuliah. I

    miss u all.

    8. Seluruh staf pekerja yang ada di PTPN VIII Kertajaya Banten Selatan

    Seluruh

  • 7

    9. Teman-teman perwira 10: Gokma (makasih ya udah mau menemaniku di

    lab), Riris dan Ester (makasih ya teman buat bantuan dan motivasinya

    selama aku penelitian), Kak Imel, Melisa, Lisa, Laura, Obed, David,

    Sahat, Agus, Gea, Patar, Bernard, Febri, Bang Jay, Bang Gun, Kak

    Maurin, dan Sihol.

    10. Teman-teman seperjuangan di lab Bioteknologi: Bena, Ester, Dwi Eka,

    Sefti, Tipul, Ayat, Dian, Alin, dan Ardi makasih buat kerjasama, dukungan

    dan masukan-masukannya. Terima kasih juga buat seluruh teman-teman

    Tanah 41. I miss u all.

    Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan PTPN

    VIII Banten Selatan serta mahasiswa ITSL pada khususnya.

    Bogor, September 2008

    Dina Friska Manalu

  • 8

    DAFTAR ISI

    DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix

    I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

    1.2 Tujuan ................................................................................................... 3

    1.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................ 3

    II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4

    2.1 Limbah Lumpur Kelapa Sawit .............................................................. 4

    2.2. Sawi (Brassica juncea) ........................................................................ 6

    2.2.1 Botani Sawi .................................................................................. 6

    2.2.2 Syarat Tumbuh ............................................................................. 7

    2.2.3 Hama dan Penyakit ...................................................................... 8

    2.2.4 Panen ............................................................................................ 9

    2.3 Bahan Organik ....................................................................................... 9

    2.4 Mikrob Tanah ......................................................................................... 10

    2.4.1 Bakteri ........................................................................................... 11

    2.4.2 Actinomycetes ................................................................................ 11

    2.4.3 Fungi ........................................................................................... 11

    2.5 Pengolahan Kelapa Sawit di PKS Kertajaya .......................................... 13

    III. BAHAN DAN METODE ....................................................................... 20

    3.1 Tempat dan Waktu .............................................................................. 20

    3.2 Bahan dan Alat Penelitian ................................................................... 20

    3.3 Metode dan Pelaksanaan Penelitian .................................................... 21

  • 9

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 26

    4.1 Sifat- Sifat Tanah Latosol .................................................................. 26

    4.2 Pertumbuhan Vegetatif Tanaman ........................................................ 26

    4.2.1 Tinggi Tanaman ......................................................................... 26

    4.2.2 Jumlah Daun .............................................................................. 29

    4.2.3 Bobot Kering Tanaman Bagian Atas ......................................... 31

    4.3 Sifat Biologi Tanah ............................................................................. 33

    4.3.1 Populasi Mikrob Tanah .............................................................. 33

    4.3.2 Populasi Fungi Tanah ................................................................. 35

    4.3.3 Aktivitas Mikrob Tanah ............................................................. 36

    4.4 Sifat Kimia Tanah ............................................................................... 37

    4.4.1 N-Total ....................................................................................... 37

    4.4.2 P-tersedia .................................................................................... 38

    4.4.3 Kalium ........................................................................................ 39

    4.4.4 C-organik ................................................................................... 39

    V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 40

    5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 40

    5.2 Saran .................................................................................................... 40

    VI. DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 41

    LAMPIRAN .................................................................................................... 44

  • 10

    DAFTAR TABEL

    No. Teks Halaman

    1. Komposisi kimia limbah lumpur kering (sludge) kelapa sawit .................. 5

    2. Kandungan zat gizi dalam 100 gram sawi ................................................. 8

    3. Dosis perlakuan untuk pupuk kimia dan limbah lumpur kering (LS) ........ 24

    4. Pengaruh pemupukan terhadap tinggi tanaman sawi (Brassica juncea) .... 2

    5. Pengaruh pemupukan terhadap jumlah daun tanaman sawi (Brassica juncea) .................................................................................................................... 30

    6. Pengaruh pemupukan terhadap bobot basah tanaman bagian atas (bbtba)

    dan bobot kering tanaman bagian atas (bktba) .......................................... 33

    7. Rata-rata hasil analisis populasi mikrob tanah ......................................... 34

    Lampiran

    1. Analisis Kimia Pupuk Anorganik ............................................................... 45

    2. Analisis biologi tanah dan limbah lumpur kering kelapa sawit .................. 45

    3. Analisis kimia tanah dan limbah lumpur kering kelapa sawit .................... 45

    4. Hasil analisis sifat kimia tanah setelah panen ............................................. 46

    5. Kriteria penilaian sifat kimia tanah berdasarkan PPT (1983) ..................... 47

    DAFTAR GAMBAR

  • 11

    No. Teks Halaman

    1. Aliran bahan pada stasiun minyak .............................................................. 14

    2. Pengaruh tinggi tanaman sawi (Brassica juncea) terhadap setiap perlakuan selama penelitian ........................................................................................ 28

    3. Pengaruh jumlah daun tanaman sawi (Brassica juncea) terhadap pemberian pupuk anorganik dan limbah lumpur kering selama penelitian ................. 31 4. Penampakan morfologi Sawi (Brassica juncea) pada saat panen .............. 32

    5. Dinamika populasi mikrob tanah selama penelitian .................................. 35

    6. Dinamika populasi fungi tanah selama penelitian .................................... 36

    7. Dinamika aktivitas mikrob tanah pada setiap perlakuan ........................... 37

    Lampiran

    1. Kolam pengering limbah lumpur kelapa sawit di PKS Kertajaya ............. 48

    2. Pengaruh pemupukan 50%NPK, 100%NPK, 100%NPK+20% limbah lumpur kering (LS), 100%NPK+30%LS dan 100%NPK+40%LS terhadap tinggi tanaman Sawi (Brassica juncea) pada saat panen

    .................................................................................................................... 48

    3. Pengaruh pemupukan 20% limbah lumpur kering (LS), 30%LS dan 40%LS terhadap tinggi tanaman Sawi (Brassica juncea) dibandingkan dengan 50%NPK dan 100%NPK pada saat panen .................................... 49

    I. PENDAHULUAN

  • 12

    1.1 Latar Belakang

    Sejalan dengan berkembangnya isu back to nature untuk memenuhi

    permintaan produk pertanian organik dengan berbagai persyaratan yang semakin

    meningkat, banyak orang berupaya mengembangkan teknologi pemanfaatan

    bahan-bahan organik untuk digunakan sebagai pupuk. Melalui berbagai penelitian

    diperoleh kesimpulan bahwa tanpa bahan organik, sistem pertanian akan bersifat

    rapuh (fragile), mudah berubah hanya dengan perubahan lingkungan yang kecil

    (Bergeret, 1987).

    Abdoellah (2000) melaporkan bahwa dengan bertambahnya kekuatiran

    akan adanya pengaruh buruk terhadap kesehatan akibat pencemaran pupuk kimia,

    kini mulai ditingkatkan kembali penggunaan bahan organik, serta mengurangi

    penggunaan pupuk buatan (anorganik). Kecenderungan sistem seperti di atas

    menimbulkan sistem pertanian yang dikenal dengan sistem pertanian

    berkelanjutan dengan masukan eksternal yang rendah. Disamping berfungsi

    untuk memperbaiki sifat fisika tanah (sebagai soil conditioner), bahan organik

    juga membantu menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman meskipun

    dalam jumlah yang sedikit. Sifat fisik tanah yang baik akan menyebabkan

    penyerapan unsur hara tanah oleh tanaman menjadi lebih mudah/lancar. Oleh

    karena itu, penambahan bahan organik akan mengurangi jumlah unsur hara yang

    diperlukan tanaman dalam bentuk pemberian pupuk anorganik.

    Para pengambil kebijakan, pelaksana, peneliti, pengusaha, produsen,

    petani perkebunan serta para pihak terkait (stakeholder) diharapkan dapat

    memberikan kontribusi dalam pembangunan pertanian, khususnya dalam upaya

  • 13

    perbaikan kesuburan tanah dan sekaligus dapat mendukung pelaksanaan program

    perkebunan.

    Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan limbah

    padat pabrik kelapa sawit sebagai penambah jumlah unsur hara dalam tanah.

    Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang

    perkembangannya sangat pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi,

    produk samping atau limbah kelapa sawit juga tinggi. Secara umum limbah dari

    pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga bentuk yaitu padat, cair dan gas. Limbah padat

    pabrik kelapa sawit dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari

    proses pengolahan dan yang berasal dari proses basis pengolahan limbah cair

    (Utomo danWidjaja, 2004).

    Limbah padat berasal dari proses pengolahan yang berupa tandan kosong

    kelapa sawit (TKKS), cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau

    lumpur, dan bungkil TKKS. Lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau

    busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan air lindi

    (leachate). Limbah padat kelapa sawit yang berasal dari pengolahan limbah cair

    berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah. Kandungan

    unsur hara kompos yang berasal dari limbah padat sekitar 0,4% N; 0,03 sampai

    0,05% P2O5; dan 0,15 sampai 0,2% K2O.

    1.2 Tujuan

  • 14

    Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh pemberian limbah

    lumpur kering kelapa sawit terhadap pertumbuhan tanaman sawi (Brassica

    juncea) dan produktivitasnya serta dinamika total mikrob dan fungi dalam tanah.

    1.3 Hipotesis

    Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah penggunaan limbah

    lumpur kering mempengaruhi pertumbuhan dan meningkatkan produktivitas

    tanaman sawi (Brassica juncea) serta meningkatkan jumlah mikrob dan fungi

    dalam tanah.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

  • 15

    2.1 Limbah Lumpur Kelapa Sawit

    Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang

    perkembangannya demikian pesat. Pesatnya perkembangan kelapa sawit di

    Indonesia didukung oleh kondisi pedoagroklimatnya yang memang sangat sesuai

    untuk tanaman kelapa sawit. Kelapa sawit juga memiliki keunggulan produktifitas

    yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya. Kelapa

    sawit dapat menghasilkan minyak sekitar 7 ton/ha produksi kelapa sawit,

    sedangkan kedelai menghasilkan minyak sebesar 3 ton/ha produksi kedelai

    (Elisabeth dan Ginting, 2003)

    Selain produksi minyak yang tinggi, produk samping atau limbah pabrik

    kelapa sawit juga tinggi. Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas

    tiga bentuk yaitu limbah cair, padat dan gas. Limbah cair kelapa sawit berasal dari

    unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari

    hidrosiklon (Utomo danWidjaja, 2004).

    Pada umumnya, limbah cair kelapa sawit mengandung bahan organik yang

    cukup tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air. Limbah padat

    pabrik kelapa sawit dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari

    proses pengolahan berupa tandan kosong kelapa sawit, cangkang atau tempurung,

    serabut atau serat, dan sludge/lumpur.

    Lumpur sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses

    pemerasan dan ekstraksi minyak (Hutagalung dan Jalaluddin, 1982). Larutan

    buangan ini langsung dialirkan ke selokan, kolam, atau sungai di sekitar pabrik.

  • 16

    Komposisi limbah lumpur sawit (sludge) di pabrik kelapa sawit Kertajaya adalah

    air 84.87%, padatan 13.31% dan minyak 1.82%.

    Tabel 1. Komposisi kimia limbah lumpur sawit (sludge) kelapa sawit

    Analisa proksimat % berat kering

    (Davendra, 1977) (Sutardi, 1991)

    Bahan kering 90.00 93.10

    Abu 11.10 12.00

    Protein kasar 9.60 13.30

    Lemak 21.30 18.85

    Serat kasar 11.50 16.30

    Beta-N 46.50 39.55

    TDN 74.00

    Kandungan lemak dan protein yang relatif tinggi tersebut menjadikan

    limbah lumpur sawit (sludge) dan serat merupakan substrat yang baik untuk

    pertumbuhan mikroorganisme. Limbah lumpur kering kelapa sawit yang terdiri

    dari sludge dan serat cukup potensial untuk diolah lebih lanjut. Salah satu

    pemanfaatannya adalah sebagai pakan ternak. Dalzell (1978) setelah melakukan

    penelitian dengan menambahkan limbah kelapa sawit pada makanan sapi ,

    akhirnya menyimpulkan bahwa limbah kelapa sawit merupakan bahan pakan yang

    potensial, selain itu juga dapat mengatasi masalah polusi dan memberi nilai

    tambah pada pabrik pengolahan kelapa sawit.

  • 17

    2.2 Sawi (Brassica juncea)

    2.2.1 Botani sawi

    Sawi (Brassica juncea) merupakan tanaman semusim yang berdaun

    lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Tanaman sawi berbeda dengan

    petsai (Brassica chinensis). Petsai adalah tanaman dataran tinggi sementara sawi

    juga bisa ditanam di dataran rendah batang sawi lebih ramping dan lebih hijau

    sedangkan batang petsai gemuk dan berkelompok dengan daun putih kehijauan.

    Sawi yang banyak ditanam di Indonesia sebenarnya dikenal dengan nama caisim

    (Nazaruddin, 2003).

    Tanaman sawi dalam taksonomi tumbuhan mempunyai klasifikasi sebagai

    berikut : Angiospermae (Divisi), Dicotyledoneae (kelas), Cruciferae ( Famili),

    Brassica (Genus) dan Brassica juncea (Spesies) (Bailey, 1963). Suku Cruciferae

    merupakan sayuran paling populer dan diusahakan secara luas (Williams, 1993).

    Tanaman sawi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: bentuk batang yang

    pendek, tegap dan daunnya lebar berwarna hijau tua. Daun-daunnya mempunyai

    tangkai yang pipih (Suryono dan Rismunandar, 1981); akarnya tunggang serta biji

    sawi berbentuk bulat pipih dan berwarna kuning kecoklatan (Rubatzky, 1999).

    Perbanyakan tanaman sawi dilakukan dengan biji. Kebutuhan benih sawi

    per hektar hanya 700 g. Sebelum dikebunkan biji sawi harus disemaikan dahulu.

    Bibit yang sudah berdaun 4 helai dapat dipindahkan ke lahan (Nazaruddin, 2003).

    Sawi dikenal mempunyai tiga varietas (Anonim, 1992) yaitu :

    a. Sawi putih

    Sawi putih rasanya enak, daunnya lebar berwarna hijau tua, halus,

    bertangkai panjang, dan bersayap. Sayapnya melengkung ke bawah.

  • 18

    b. Sawi hijau

    Sawi ini rasanya agak pahit, batangnya pendek dan tegap. Daunnya

    lebar berwarna hijau keputih-putihan dan bertangkai pipih.

    c. Sawi huma

    Batangnya kecil dan panjang. Daunnya panjang sempit berwarna

    hijau keputih-putihan, bertangkai, dan bersayap. Sawi ini rasanya enak

    dan tumbuh baik di tempat-tempat yang agak kering atau di tegalan.

    Tanaman sawi mempunyai kandungan gizi yang tinggi (Ryder, 1979).

    Tindall (1983) menyatakan bahwa daun sawi yang digunakan sebagai sayuran

    mengandung glukosida dan sinirgin.

    2.2.2 Syarat Tumbuh

    Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan, sehingga ia

    dapat ditanam sepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau disediakan air

    yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah yang diinginkan adalah tanah

    gembur, kaya dengan bahan organik, dan drainase yang baik dengan derajat

    keasaman (pH) 6-7. Sawi tidak cocok ditanam di tempat yang suhunya tinggi dan

    tumbuh baik di atas ketinggian 700m atau lebih (MacDonald and Low, 1984).

  • 19

    Tabel 2. Kandungan zat gizi dalam 100 gram sawi (Briawan dan Hardiansyah, 1990)

    Zat gizi Jumlah

    Protein

    Lemak

    Karbohirat

    Kalsium

    Phospor

    Besi

    Vitamin A

    Vitamin C

    Vitamin B1

    Air

    Energi

    2.3 g

    0.3 g

    4.0 mg

    220.0 mg

    38 mg

    2.9 mg

    969.0 RE

    102.0 mg

    0.09 mg

    92.2 g

    22.0 kal

    2.2.3 Hama dan Penyakit

    Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Gejalanya

    terlihat pada bekas-bekas gigitan, berupa robekan tidak merata di daun sawi atau

    lubang-lubang.Apabila tanaman telah diserang, maka perlu disemprot dengan

    insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk

    tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum

    dipanen agar keracunan pada konsumen dapat dihindari. Sebaiknya sebelum

  • 20

    panen tidak dilakukan penyemprotan. Dan pestisida yang digunakan bukan yang

    sistemik (Sutanto, 1993).

    2.2.4 Panen

    Tanaman sawi tergolong cepat panennya. Umur 30-40 hari setelah tanam

    sudah memenuhi syarat untuk dikonsumsi bila pertumbuhannya kurang baik, sawi

    rata-rata dipanen saat umur 2 bulan. Tanaman sawi dapat dipanen dengan cara

    ditarik dari tanah atau dipotong sebelum tangkai bunganya tampak (Heyne, 1987).

    Dari satu hektar sawi bisa diperoleh sekitar 100 kuintal sayur (Nazaruddin, 2003).

    2.3 Bahan Organik

    Tanah merupakan medium alami tempat tanaman hidup, berkembang biak

    dan mati dan karenanya menyediakan sumber bahan organik selama bertahun-

    tahun karena dapat didaur ulang untuk nutrisi tanaman (Rao, 1994).

    Bahan organik umumnya ditemukan di pemukaan tanah. Jumlahnya tidak

    besar, hanya sekitar 3-5 persen, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah

    sangat besar (Allison, 1973). Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan

    organik kasar dan bahan organik halus. Humus terdiri dari bahan organik halus

    yang berasal dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan

    mikroorganisme di dalam tanah.

    Banyak sumber bahan organik yang cukup berpotensi di Indonesia yang

    dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Beberapa

    sumber bahan organik yang cukup penting dan telah banyak digunakan adalah sisa

    tanaman , pupuk hijau, pupuk kandang dan kompos (Hardjowigeno, 2003).

  • 21

    Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya

    terhadap pertumbuhan tanaman adalah:

    a. sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah

    b. sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain

    c. menambah kemampuan tanah untuk menahan air

    d. menambah kemampuan tanah untuk menjerap unsur hara (kapasitas tukar

    kation tanah menjadi lebih tinggi)

    e. sumber energi bagi mikroorganisme.

    Menurut Stevenson (1994), bahan organik dapat meningkatkan

    kandungan air pada kapasitas lapang. Bahan organik mengandung sejumlah zat

    tumbuh dan vitamin serta dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan juga

    mikroorganisme tanah.

    2.4 Mikrob tanah

    Kesuburan tanah tidak hanya bergantung pada komposisi kimianya

    melainkan juga pada mikroorganisme yang menghuninya (Rao, 1994). Di dalam

    tanah hidup beragai jenis organisme yang dapat dibedakan menjadi jenis hewan

    (fauna) dan tumbuhan (flora), baik yang berukuran mikro (tidak dapat dilihat

    dengan mata telanjang) maupun makro. Organisme yang hidup dalam tanah ini

    ada yang bermanfaat, ada yang mengganggu, dan ada pula yang tidak bermanfaat

    tetapi juga tidak mengganggu (Hardjowigeno, 2003).

    Mikroorganisme dalam tanah sangat beranekaragam dan dapat

    dikelompokkan menjadi bakteri, aktinomycetes, jamur, dan alga. Bakteri, fungi

    dan actinomycetes membantu pembentukan struktur tanah yang mantap karena

  • 22

    tumbuhan mikro ini dapat mengeluarkan (sekresi) zat perekat yang tidak mudah

    larut dalam air. Dalam pembentukan struktur tanah ini fungi dan aktinomycetes

    jauh lebih efisien (lebih dari 17 kali lebih efisien) daripada bakteri, tetapi bakteri

    mempunyai banyak fungsi lain yang bahkan lebih penting daripada tanah.

    2.4.1 Bakteri

    Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme dalam tanah yang paling

    dominan dan mungkin meliputi separuh dari biomassa mikroba dalam tanah (Rao,

    1994). Dalam kondisi anaerob bakteri mendominasi tempat dan melaksanakan

    kegiatan mikrobiologi dalam tanah karena jamur dan aktinomycetes tidak dapat

    tumbuh dengan baik tanpa adanya oksigen. Beberapa reaksi yang terjadi dalam

    pengubahan bentuk nitrogen dalam tanah bergantung pada bakteri kemoautrotrof

    Nitrobacter dan Nitrosomonas dan oleh karena itu kemoautrotrofi dari bakteri

    dalam tanah erat sekali hubungannya dengan produksi pertanian (Rao, 1994)

    2.4.2 Actinomycetes

    Actinomycetes adalah organisme tanah yang memiliki sifat-sifat yang

    umum yang dimiliki oleh bakteri dan jamur tetapi juga mempunyai ciri khas yang

    cukup berbeda yang membatasinya menjadi satu kelompok yang jelas berbeda.

    2.4.3 Fungi

    Sedikit di bawah bakteri dalam hal banyaknya dalam tanah, fungi

    mendominasi semua tanah dan memiliki miselium yang mempunyai bentuk

    seperti benang yang tersusun dari hifa individual. Segala faktor lingkungan yang

  • 23

    mempengaruhi penyebaran bakteri dan actinomycetes, juga mempengaruhi

    penyebaran fungi dalam tanah. Kualitas dan kuantitas bahan organik yang ada

    dalam tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap jumlah fungi dalam tanah

    karena kebanyakan fungi itu nutrisinya heterotrofik (Rao, 1994).

  • 24

    2.5 Pengolahan Kelapa Sawit di PKS Kertajaya

    Tujuan proses pengolahan kelapa sawit secara umum adalah untuk

    mendapatkan rendemen yang bagus, menekan angka kehilangan minyak,

    mendapatkan kadar ALB (Asam Lemak Bebas) sesuai dengan yang diinginkan

    dan menekan Rencana Kerja Anggaran dan Pendapatan (RKAP). Proses

    pengolahan kelapa sawit terdiri dari perebusan, perontokan buah, digesting,

    pengempaan, pemurnian minyak kelapa sawit (CPO), dan pengolahan biji sawit.

    Aliran bahan pada stasiun pengolahan biji disajikan pada Gambar 1.

    1. Perebusan

    Perebusan tandan kelapa sawit dilakukan dalam ketel rebusan

    dengan waktu perebusan sekitar 90 menit. Perebusan dengan

    menggunakan uap panas yang berasal dari ketel uap sebagai media panas

    dengan suhu 130-1400C dan tekanan uap mencapai 3kg/cm2. Tujuan

    perebusan adalah membuat enzim lipase menjadi tidak aktif untuk

    menahan kenaikan ALB, memudahkan perontokan buah dari tandannya,

    dan melunakkan daging buah sehingga memudahkan pengempaan.

    2. Perontokan Buah

    Tujuan perontokan buah adalah untuk melepaskan semua buah dari

    tandannya dan memisahkan buah yang terlepas dengan tandannya.

    3. Digesting

    Proses ini merupakan penggabungan antara proses peremasan,

    penghancuran, dan pemanasan. Digesting bertujuan untuk merusak

    struktur jaringan buah dan membuka sel-sel yang mengandung minyak

    serta melepaskan dinding buah dari bijinya sehingga pengempaan serabut

  • 25

    Gambar 1. Aliran Bahan pada Stasiun Pemurnian Minyak

    CRUDE OIL GUTTER

    SAND TRAP

    VIBRATING SCREEN

    MINYAK HASIL PENGEMPAAN

    CRUDE OIL TANK

    DECANTER

    CONTINOUS SETTING TANK

    SAND TRAP

    LIMBAH LUMPUR SAWIT

    OIL TANK

    OIL PURIFIER BRUSH STRAINER

    VACUUM DRYER SLUDGE SEPARATOR

    OIL WEIGHER FAT PIT

    OIL COOLER LIMBAH AIR BUANGAN

    CPO

    STORAGE TANK

    KOLAM LIMBAH

  • 26

    menjadi lebih mudah. Pengadukan dilakukan dalam digester dengan

    mengalirkan uap panas pada suhu 950C melalui mantel digester untuk

    memanaskan buah yang ada di dalam digester.

    4. Pengempaan

    Tujuan dari proses ini adalah memisahkan minyak dari serabut dan

    biji. Alat yang digunakan adalah screw press. Minyak yang diperoleh dari

    pengempaan diproses lebih lanjut menjadi minyak kelapa sawit (CPO),

    sedangkan ampas kempa diolah lebih lanjut untuk mendapatkan inti sawit.

    5. Pemurnian Minyak Kelapa Sawit

    Minyak hasil pengempaan tersebut lalu dimurnikan dan

    dijernihkan di stasiun pemurnian untuk mendapatkan minyak sawit yang

    berkualitas. Minyak hasil pengempaan ditampung dalam crude oil gutter,

    lalu dialirkan ke dalam tangki pemisah pasir (sand trap). Cairan minyak

    kasar dipanaskan dan dijaga suhunya antara 90-950C dengan uap panas.

    Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengendapan pasir.

    Benda-benda padat yang masih terikut dalam minyak kasar setelah

    melewati sand trap dipisahkan lagi saringan getar. Di bawah vibrating

    screenter dapat tangki minyak kasar (crude oil tank) yang digunakan

    untuk menampung minyak yang telah disaring oleh saringan getar. Minyak

    kasar tersebut disuntikkan uap panas agar tetap cair.

    Minyak kasar dari crude oil tank dipompa ke dalam decanter.

    Decanter bekerja berdasarkan gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh

    bowl. Akibat gaya sentrifuse, padatan dalam minyak kasar bergerak ke

    dinding bowl dan menempel lalu didorong dan dikikis oleh ulir ke bawah

  • 27

    pangkal. Padatan dialirkan ke conveyor pengering rotari untuk

    dikeringkan. Fase ringan yang berupa minyak berkumpul di tengah dan

    terdorong keluar melalui saluran lain.

    Cairan minyak dari decanter diproses lebih lanjut dalam tangki

    pisah (continous settling tank=CST) yang berfungsi memisahkan minyak

    dan lumpur sawit. Minyak yang telah dipisahkan pada CST ditampung

    dalam tangki masakan minyak (oil tank) dan dipanasi untuk menjaga agar

    suhu minyak 90-950C

    Minyak dimurnikan kembali agar kotoran yang tersisa sangat kecil

    (sekitar 0.01%). Minyak dialirkan ke sentrifuse minyak (oil purifier).

    Selanjutnya minyak dikeringkan dahulu dalam pengering hampa (vacuum

    drier) karena hasil oil purifier masih mengandung kadar air yang tinggi.

    Kadar air minyak dikeringkan menjadi 0.1%.

    Kemudian minyak ditimbang terlebih dahulu dalam timbangan

    minyak (oil weigher) sebelum ditampung dalam tangki penimbun (storage

    tank). Tujuan penimbangan adalah untuk mengetahui jumlah minyak yang

    diproduksi. Minyak yang selesai diolah dimasukkan ke dalam storage tank

    melalui oil cooler untuk menurunkan suhu minyak dari 60-800C menjadi

    sekitar 400C. Dalam storage tank terdapat pipa pemanas yang berisi uap

    panas bertekanan 3 kg/cm2. Tujuan pemanasan adalah untuk

    mempertahankan suhu minyak sekitar 40-450C agar tidak terjadi

    pembekuan minyak dan oksidasi minyak yang akan mengakibatkan

    kenaikan ALB.

  • 28

    Kemudian lumpur sawit ditampung dalam tangki lumpur sawit

    untuk dipanaskan dan dijaga suhunya antara 90-950C untuk menghindari

    pengentalan lumpur sawit karena lumpur sawit yang encer lebih mudah

    dipisahkan minyaknya.

    Cairan lumpur sawit dari sludge tank diambil minyaknya dengan

    menggunakan sludge separator yang terlebih dahulu dibersihkan dari serat

    dan kotoran pada brush strainer. Minyak yang berat jenisnya lebih kecil

    bergerak menuju poros dan dialirkan ke CST. Cairan dan ampas dialirkan

    ke fat pit. Fat pit merupakan bak penampung yang menampung buangan

    air dan kotoran dari CST, oil tank, sludge tank, dan sludge separator.

    Proses pengambilan minyak masih dilakukan dalam bak ini dan hasilnya

    dikirm kembali ke CST.

    6. Pengolahan Biji Sawit

    Ampas hasil pengempaan yang masih bercampur dengan biji

    berbentuk gumpalan-gumpalan serabut dipecahkan dalam cake breaker

    conveyor yang juga berfungsi sebagai pembawa ke depericarper, yang

    fungsinya memisahkan biji dari serat dengan daya hisapan kipas.

    Serat kering yang mempunyai bobot lebih ringan dihisap ke dalam

    siklon serat (fibrecyclone). Selanjutnya serat kering melalui air lock masuk

    ke dalam conveyor bahan bakar menuju ketel uap untuk digunakan sebagai

    bahan bakar ketel uap. Untuk biji yang bobotnya lebih besar jatuh ke

    bawah dan dibawa oleh conveyor ke dalam drum pemolis (polishing

    drum).

  • 29

    Biji yang masih ada seratnya dibersihkan terlebih dahulu di dalam

    polishing drum untuk memudahkan pemecahan biji. Kemudian biji masuk

    ke dalam silo biji melelui timba biji (nut elevator). Silo biji digunakan

    untuk mengeringkan biji hingga kadar airnya menjadi 12%. Pengeringan

    di dalam silo biji dilakukan secara bertahap dengan suhu dari 800C, 600C,

    dan 400C

    Biji yang telah kering dipecahkan di dalam pemecah biji (nut

    cracker) inti dan cangkang yang lebih besar masuk ke dalam hydrocyclone

    untuk mengalami proses pemisahan, dengan prinsip mengusahakan

    kerugian inti seminim mungkin. Pemisahan dilakukan berdasarkan

    perbedaan berat jenis dan medium yang dipakai air.

    Campuran cangkang dan inti masuk ke dalam bak air sekat

    pertama. Dengan menggunakan gaya sentrifugal, inti yang bobotnya lebih

    ringan akan naik ke bagian atas, sedangkan bagian cangkang akan terhisap

    ke bawah dan akan masuk ke dalam bak air sekat kedua. Inti dari

    hydrocyclone harus dikeringkan lagi di dalam silo inti ( kernel silo) untuk

    memperoleh inti dengan kadar air antara 6-8%. Pengeringan ini dilakukan

    dengan dengan udara yang ditiup oleh kipas melalui elemen pemanas yang

    bertahap dari atas ke bawah 800C, 700C, 600C, 500C, dan 400C. Lama

    pengeringan berkisar anatar 6-8 jam. Tujuan pengeringan inti adalah untuk

    mencegah pembentukan asam lemak bebas selama penyimpanan dan

    mencegah tumbuhnya jamur pada inti. Kemudian inti dibersihkan dari

    debu dan kotoran yang diangkut melalui kernel conveyor dan dibawa ke

  • 30

    winnowing fan. Inti yang telah dibersihkan oleh winnowing fan jatuh ke

    bawah, ditimbang pada kernel weigher dan dimasukkan ke dalam karung

    untuk disimpan.

  • 31

    III. BAHAN DAN METODE

    3.1 Tempat dan Waktu

    Penelitian dilaksanakan di rumah kaca, kebun percobaan Cikabayan, IPB.

    Analisis sifat-safat biologi tanah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah

    dan analisis sifat kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan

    Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Penelitian dilakukan

    pada bulan Mei 2008-Agustus 2008.

    3.2 Bahan dan Alat

    Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis sawi lokal,

    Brassisca juncea. Dosis pupuk yang diberikan adalah 100 kg/ha SP 36, 100 kg

    Urea dan 75 kg/ha KCl. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari air, larutan

    fisiologis, contoh tanah, media pertumbuhan bakteri, media pertumbuhan fungi

    dan limbah lumpur kelapa sawit yang telah dikeringkan. Alat yang digunakan di

    Kebun Percobaan Cikabayan terdiri dari timbangan analitik, polibeg, cangkul,

    penggaris, alat tulis, ayakan tanah, dan ember berukuran kecil, sedangkan alat

    yang digunakan di Laboratorium adalah cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer,

    gelas piala, laminar flow, autoklaf, oven, incubator, flame, spektrofotometer, gelas

    piala, dan pipet.

  • 32

    3.3 Metode Penelitian

    3.3.1 Rancangan Percobaan

    Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktor tunggal

    dan tiga ulangan dengan perlakuan, yaitu :

    A = Tanah

    B = Tanah + 50% NPK

    C = Tanah + 100% NPK

    D = Tanah + 20% limbah lumpur kering

    E = Tanah + 30% limbah lumpur kering

    F = Tanah + 40% limbah lumpur kering

    G = Tanah + 50% NPK + 20% limbah lumpur kering

    H = Tanah + 50% NPK + 30% limbah lumpur kering

    I = Tanah + 50% NPK + 40% limbah lumpur kering

    J = Tanah + 100% NPK + 20% limbah lumpur kering

    K = Tanah + 100% NPK + 30% limbah lumpur kering

    L = Tanah + 100% NPK + 40% limbah lumpur kering

    Model linier aditif yang digunakan untuk percobaan ini adalah

    Yik = + i + j + ij

    Yik = Respon pertumbuhan tanaman sawi (Brassisca juncea) serta populasi mikrob tanah akkibat pengeruh perlakuan aplikasi limbah lumpur kering dan pupuk N-P-K ke-i

    = Rataan umum i = Pengaruh taraf ke-i dari aplikasi limbah lumpur kering dan

    pupuk N-P-K j = Pengaruh ulangan ke-j ij = Galat

    Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F (analisis ragam). Jika taraf

    berbeda nyata, dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf

    5%.

  • 33

    3.3.2 Persiapan Contoh Tanah

    Tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari tanah Latosol

    Dramaga, Bogor. Contoh tanah diambil secara komposit dari kedalaman 0 sampai

    20 cm. Contoh tanah dibersihkan dari sisa tanaman, batu dan kerikil. Contoh

    tanah yang digunakan untuk media tanam dikeringudarakan terlebih dahulu,

    kemudian ditumbuk lalu diayak. Selanjutnya tanah sebanyak 3.8 kg BKM/

    polibag dimasukkan ke dalam polibag berukuran sedang.

    3.3.3 Analisis Kimia dan Biologi Tanah

    Setelah tanah diinkubasi, contoh tanah tersebut diambil. Setelah itu

    diambil 10 gram untuk analisis sifat biologi tanah. Analisisnya antara lain

    menghitung total mikrob, total fungi dan respirasi tanahnya.

    Pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat kimia tanah dilakukan

    sebanyak dua kali yaitu awal (0 HST) dan akhir penelitian (21 HST). Parameter

    sifat kimia yang diukur adalah pH, N-total, P-tersedia, C-organik, dan K-dd.

    3.3.4 Pengambilan Limbah Lumpur Kering Kelapa Sawit

    Limbah lumpur kering yang digunakan di dalam penelitian ini diperoleh

    dari PT.PN VIII Kertajaya, Banten Selatan. Limbah pabrik kelapa sawit

    dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan

    dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang berasal

    dari proses pengolahan berupa tandan kosong Kelapa Sawit (TKKS), cangkang

    atau tempurung, serabut atau serat, limbah lumpur dan bungkil. Limbah padat

  • 34

    yang digunakan dalam penelitian ini berupa limbah lumpur (sludge) yang telah

    mengalami proses pengeringan terlebih dahulu di kolam pengeringan lumpur.

    3.3.5 Penyemaian Tanaman Sawi

    Dalam penelitian ini varietas sawi yang digunakan adalah Brassisca

    juncea yang diperoleh dari petani sawi daerah Situdaun. Tanaman sawi disemai

    selama 2 minggu atau sampai tanaman ini mempunyai 3-4 helai daun.

    3.3.6 Pemupukan

    Kegiatan pemupukan dilakukan sebelum penanaman tanaman sawi ke

    dalam polibeg. Pupuk yang diberikan adalah pupuk anorganik dan limbah lumpur

    kering (LS). Pupuk anorganik dan LS diberikan secara bersamaan sebelum tanam

    dengan cara mencampurkan keduanya dengan setengah bagian tanah dalam

    polibag. Kemudian tanah diinkubasi selama tiga hari. Pemberian pupuk urea, SP

    36, KCL dan LS (Tabel 1) diberikan satu kali sebelum tanam pada tanaman sawi

    sesuai dosis yang disajikan pada Tabel 3 di bawah ini. Dosis limbah lumpur

    kering yang diberikan dihitung dari jumlah media tanahnya dalam polibag (3.8kg

    BKM tanah).

  • 35

    Tabel 3. Dosis Perlakuan untuk Pupuk Kimia dan Limbah Lumpur Kering (LS)

    Perlakuan Urea SP 36 KCl Urea SP36 KCl

    -------------kg/ha------------- ---------------g pot-1----------------

    Blanko 0 0 0 0 0 0

    100 NPK 100 100 75 2,2 2,2 1,2

    50% NPK 50 50 37,5 1,1 1,1 0,6

    20% LS 0 0 0 0 0 0

    30% LS 0 0 0 0 0 0

    40% LS 0 0 0 0 0 0

    100% NPK + 20% LS 100 100 75 2,2 2,2 2,2

    100% NPK + 30% LS 100 100 75 2,2 2,2 2,2

    100% NPK + 40% LS 100 100 75 2,2 2,2 2,2

    50% NPK + 20% LS 50 50 37,5 1,1 1,1 0,6

    50% NPK + 30% LS 50 50 37,5 1,1 1,1 0,6

    50% NPK + 40% LS 50 50 37,5 1,1 1,1 0,6

    3.3.7 Penanaman

    Penanaman dilakukan dirumah kaca, kebun percobaan Cikabayan, IPB.

    Tanaman sawi yang telah berumur 15 hari siap dipindahkan ke dalam polibag

    berukuran 40 cm x 40 cm. Sekitar dua tanaman sawi ditanam ke dalam polibag.

    3.3.8 Pemeliharaan

    Pemeliharaan tanaman sawi dilakukan dengan menyiram tanaman setiap

    dua kali sehari dengan acuan sesuai kapasitas lapang.

    3.3.9 Parameter Agronomi yang diukur

    1. Tinggi tanaman : tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung

    daun tertinggi dengan cara mengatupkan seluruh daun keatas. Pengukuran

    tanaman dilakukan setiap empat hari sekali.

  • 36

    2. Jumlah daun : Jumlah daun diukur dengan menghitung daun segar

    masing-masing tanaman sawi dalam polibag.

    3. Bobot basah tanaman : Bobot basah tanaman bagian atas diukur dengan

    menimbang bagian atas tanaman setelah dilakukan pemanenan.

    4. Bobot kering tanaman : Setelah penimbangan bobot basah tanaman,

    bagian atas tanaman dikeringkan dalam oven pada suhu 600C selama 2 x

    24 jam. Setelah itu, bagian atas tanaman ditimbang kembali untuk

    mendapatkan kembali bobot kering tanaman.

  • 37

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Sifat- Sifat Tanah Latosol

    Sifat-sifat kimia dari Tanah Latosol yaitu tanah ini mempunyai pH yang

    sangat masam (4.2), kandungan C-organik yang yang rendah (1.42%),dan N-total

    yang sangat rendah (0.11%). Hasil analisis basa-basa yang dapat dipertukarkan

    adalah sebagai berikut : Ca sebesar 0.91 me/100g (rendah), Mg sebesar 0.50%

    me/100g (rendah), K sebesar 0.13 me/100g (rendah). Secara keseluruhan tanah ini

    menunjukkan tingkat kesuburan yang rendah

    Tanaman sawi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur dan

    subur (Nazaruddin, 2003). Agar tanaman sawi dapat tumbuh dengan baik pada

    tanah Latosol maka perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan kesuburan tanah.

    Usaha yang perlu dilakukan antara lain dengan penambahan bahan organik ke

    dalam tanah.

    4. 2 Pertumbuhan Vegetatif Tanaman

    4.2.1 Tinggi Tanaman

    Tinggi tanaman merupakan salah satu faktor yang menentukan

    pertumbuhan tanaman. Pengaruh pemberian limbah lumpur kering kelapa sawit

    terhadap tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.

  • 38

    Tabel 4. Pengaruh Pemupukan terhadap Tinggi Tanaman Sawi (Brassica juncea)

    Perlakuan 1MST 2MST 3MST

    -----------------------------(cm)---------------------------

    Tanah (Blanko) 10.77ab 16.62a 20.40a

    Tanah+LS 20% 10.77ab 22.80bc 26.65bc

    Tanah+LS 30% 10.62ab 17.42ab 21.95a

    Tanah+LS 40% 11.30bc ` 24.72c 26.68bc

    Tanah+NPK 50% 10.95bc 18.22ab 21.28a

    Tanah+NPK 100% 10.43ab 19.33ab 25.03ab

    Tanah+LS 20%+NPK 50% 11.20bc 20.18ab 24.88ab

    Tanah+LS 30%+NPK 50% 10.87bc 19.93ab 23.63ab

    Tanah+LS 40%+NPK 50% 12.40c 23.07bc 25.57bc

    Tanah+LS 20%+NPK 100% 9.33a 21.35bc 25.30bc

    Tanah+LS 30%+NPK 100% 12.77c 23.43bc 29.15c

    Tanah+LS 40%+NPK 100% 11.03bc 21.37bc 26.62bc

    Keterangan: * Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada 5%

    Berdasarkan Tabel 4, tinggi tanaman pada umur 1MST, 2 MST dan 3

    MST menunjukkan pengaruh yang nyata antara setiap perlakuan. Pada umur

    tanaman 3 MST perlakuan limbah lumpur kering (LS) 20%+NPK 100%, LS

    30%+NPK 100% dan LS 30%+NPK 100% mampu meningkatkan tinggi tanaman

    dibandingkan dengan blanko (tanah saja). Persentase peningkatan perlakuan

    tersebut karena adanya penambahan limbah lumpur kering ke dalam tanah adalah

    sebesar 24.02%, 42.89%, dan 30.49% dan karena adanya pengaruh pupuk NPK.

    Pada umur 3 MST, perlakuan dengan LS 20%+NPK 50%, LS 30%+NPK 50%

    dan LS 30%+NPK 50% memiliki tinggi tanaman yang tidak jauh berbeda jika

    dibandingkan dengan 100%NPK. Salah satu pengaruh bahan organik terhadap

  • 39

    tanah adalah sebagai sumber unsur hara N, P , S, unsur mikro dan lain-lain

    (Hardjowigeno, 2003).

    0.00

    5.00

    10.00

    15.00

    20.00

    25.00

    30.00

    35.00

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Perlakuan

    Ting

    gi ta

    nam

    an (c

    m)

    1MST2MST3MST

    Ket : 1. Blanko 7. LS 20% + NPK 50% 2. LS 20% 8. LS 30% + NPK 50% 3. LS 30% 9. LS 40% + NPK 50% 4. LS 40% 10. LS 20% + NPK 100% 5. NPK 50% 11. LS 30% + NPK 100% 6. NPK 100% 12. LS 40% + NPK 100%

    Gambar 2. Pengaruh tinggi tanaman sawi (Brassica juncea) terhadap setiap

    perlakuan selama penelitian

    Pada minggu ketiga setelah tanam, nilai tinggi tanaman pada masing-

    masing perlakuan berbeda-beda. Besarnya tinggi tanaman berkisar antara 20.4

    29.15 cm. Pada 3MST perlakuan LS 20% + NPK 50%, LS 30% + NPK 50%, dan

    LS 40% + NPK 50% mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman jika

    dibandingkan dengan blanko. Persentase peningkatan tinggi tanaman dengan

    adanya penambahan limbah lumpur kering (LS) 20% + NPK 50%, LS 30% +

    NPK 50% dan LS 40% + NPK 50%) ke dalam tanah terhadap blanko yaitu

    21.42%, 19.92% dan 38.81%. Hal ini disebabkan karena hara yang terdapat dalam

  • 40

    limbah lumpur kering kelapa sawit tersebut tersedia bagi tanaman yang

    selanjutnya meransang pertumbuhan tanaman dan unsur hara yang berasal dari

    limbah lumpur kering kelapa sawit, khususnya K mampu meningkatkan

    ketersediaan K tanah serta karena adanya penambahan pupuk NPK.

    Dari hasil yang didapatkan bahwa pada 3 MST tanaman dengan pemberian

    limbah lumpur kering sebanyak 30% dari media tanam (tanah)+NPK 100 %

    memiliki tinggi tanaman tertinggi. Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh

    suplai N ke dalam tanaman (De Datta, 1981). Bahan organik menjadi sumber

    energi bagi mikrob sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikrob dalam tanah.

    Pertumbuhan tanaman dari kecambah sampai dewasa banyak dipengaruhi

    oleh bahan organik. Sisa-sisa tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah

    membuat keadaan yang merangsang perkecambahan biji. Setelah bahan organik

    melapuk unsur hara dan asam-asam yang dilepaskan banyak mempengaruhi

    pertumbuhan tanaman selanjutnya (Kononova, 1966).

    4.2.2 Jumlah Daun

    Jumlah daun pada umur tanaman pada 2 MST tidak menunjukkan

    pengaruh yang nyata pada setiap perlakuan. Jumlah daun pada 3MST pada

    perlakuan limbah lumpur kering (LS) 20% + NPK 100%, LS 30% + NPK 100%

    dan LS 40% + NPK 100% berbeda nyata jika dibandingkan dengan blanko.

  • 41

    Tabel 5. Pengaruh pemupukan terhadap jumlah daun tanaman sawi (Brassica juncea)

    Perlakuan 1MST 2MST 3MST

    -------------------------(helai)------------------------------

    Tanah (Blanko) 3.17ab 5.00a 5.50ab

    Tanah+LS 20% 3.00a 5.67a 6.33bc

    Tanah+LS 30% 3.33ab 5.50a 5.50ab

    Tanah+LS 40% 2.83a ` 6.67a 7.17c

    Tanah+NPK 50% 3.33ab 4.83a 5.00a

    Tanah+NPK 100% 3.17ab 5.17a 5.17a

    Tanah+LS 20%+NPK 50% 3.50bc 6.00a 6.00ab

    Tanah+LS 30%+NPK 50% 3.50bc 5.50a 5.67ab

    Tanah+LS 40%+NPK 50% 3.83c 6.67a 7.17c

    Tanah+LS 20%+NPK 100% 3.00a 5.00a 5.50ab

    Tanah+LS 30%+NPK 100% 3.33ab 6.17a 7.00c

    Tanah+LS 40%+NPK 100% 3.50bc 6.50a 7.00c

    Keterangan: * Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada 5%

    Penambahan limbah lumpur kering kelapa sawit ke dalam setiap polibag

    percobaan nyata meningkatkan jumlah daun dibandingkan dengan tanaman

    dengan perlakuan tanpa penambahan limbah lumpur kering. Menurut Sullivan

    (1998), bahwa limbah lumpur dan kotoran organik mengandung banyak nutrisi

    yang diperlukan tanaman. Peranan bahan organik dalam meningkatkan jumlah

    daun terlihat nyata berbeda dibandingkan tanpa pemberian bahan organik. Hasil

    analisis Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa rataan jumlah daun terbanyak

    terdapat pada perlakuan limbah lumpur kering 40 % dan limbah lumpur kering

    40%+NPK 50% sebesar 7.17%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tersebut

  • 42

    meningkatkan jumlah daun 30.36% terhadap blanko. Dari hasil analisis akhir,

    tanah yang diberikan limbah lumpur kering memiliki kandungan N yang tinggi

    dibandingkan dengan tanah yang hanya diberikan pupuk anorganik saja. Menurut

    Sarwono (2003), fungsi N dalam tanah adalah memperbaiki pertumbuhan

    vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N, berwarna

    lebih hijau.

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Perlakuan

    Jum

    lah

    Daun

    (hel

    ai)

    1MST2MST3MST

    Gambar 3. Pengaruh jumlah daun terhadap pemberian pupuk anorganik dan limbah lumpur kering selama penelitian 4.2.3 Bobot Kering Tanaman Bagian Atas

    Tingginya nilai yang ditunjukkan pada bobot basah tanaman sawi

    merupakan salah satu indikator terhadap tingginya produksi yang dihasilkan oleh

    tanaman tersebut. Pengaruh pemberian limbah lumpur kering terhadap bobot

    kering tanaman bagian atas sangat nyata berbeda jika dibandingkan dengan

    blanko. Berikut adalah perbandingan bobot kering tanaman bagian atas antara

    penambahan limbah lumpur kering ke dalam tanah sebagai bahan organik

  • 43

    sebanyak 40% dari media tanam (3.8 kg BKM tanah/pot), limbah lumpur kering

    40%+NPK 50% dan limbah lumpur kering 40%+NPK 100% yaitu 3.31 g ; 3.43

    g ; dan 3.17 g.

    Gambar 4. Penampakan morfologi Sawi (Brassica juncea) pada saat panen

    Bobot limbah lumpur kering tertinggi dari ketiga perlakuan tersebut

    terdapat pada limbah lumpur kering (LS) 40%+NPK 50%. Pada pemberian

    limbah lumpur kering 40%+NPK 50% mampu meningkatkan rataan bobot kering

    sebesar 3.63% terhadap pemberian limbah lumpur kering 40% saja, tetapi malah

    pada perlakuan limbah lumpur kering 40%+NPK 100% nilai rataan bobot kering

    tanaman menurun. Hal ini diduga disebabkan tingginya ketersediaan unsur hara

    dalam tanah sehingga kemungkinan menurunkan tingkat produksi tanaman sawi

    tersebut.

  • 44

    Tabel 6. Pengaruh pemupukan terhadap bobot basah tanaman bagian atas (bbtba) dan bobot kering tanaman bagian atas (bktba)

    Perlakuan Bobot Tanaman Atas

    Basah kering

    ----------------------------g /pot---------------------------

    Tanah (Blanko) 14.17a 1.46a

    Tanah+LS 20% 29.17bc 2.44bc

    Tanah+LS 30% 27.50bc 2.38 ab

    Tanah+LS 40% 41.67c ` 3.31 c

    Tanah+NPK 50 % 15.00a 1.43 a

    Tanah+NPK 100% 24.17ab 2.65bc

    Tanah+LS 20% + NPK 50% 31.67bc 2.83 bc

    Tanah+LS 30% + NPK 50% 29.17bc 2.68 bc

    Tanah+LS 40% + NPK 50% 39.17c 3.43 c

    Tanah+LS 20% + NPK 100% 28.33bc 2.61 bc

    Tanah+LS 30% + NPK 100% 39.17c 3.30c

    Tanah+LS 40% + NPK 100% 36.67c 3.17bc

    Keterangan: * Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

    nyata dengan uji Duncan pada 5%.

    4.3 Sifat Biologi Tanah

    4.3.1 Populasi Mikrob Tanah

    Bakteri adalah kelompok yang paling banyak mendapat perhatian di antara

    kelompok mikrob tanah. Peranan bakteri dalam pendaurulangan unsur hara seperti

    karbon, nitrogen, dan fosfor adalah sangat penting (Anas, 1989).

    Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah total mikrob sebagian besar

    meningkat jumlahnya dengan semakin lamanya waktu penanaman. Total mikrob

  • 45

    tertinggi yang ada dalam tanah terdapat pada perlakuan tanah yang diberikan

    limbah lumpur kering 20%+NPK 100% yaitu sebesar 176.94x105 Spk/g tanah

    BKM. Hal ini dapat dikarenakan sebagian mikrob total dalam tanah membutuhkan

    nitogen dalam hidupnya. Sehingga perlakuan dengan 100%NPK dan penambahan

    bahan organik ke dalam tanah akan meningkatkan jumlah mikrob dalam tanah.

    Tabel 7. Rata-rata hasil analisis populasi mikrob tanah

    Perlakuan 0HST 10HST 21HST

    (sebelum percobaan) (panen)

    ----------------X 105 SPK/g tanah BKM---------------

    Tanah (Blanko) 2.1a 56.46ab 57.26a

    Tanah+LS 20% 2.1a 89.85bc 128.63bc

    Tanah+LS 30% 2.1a 41.34a 58.26a

    Tanah+LS 40% 2.1a ` 62.94ab 111.05ab

    Tanah+NPK 50% 2.1a 40.30a 45.51a

    Tanah+NPK 100% 2.1a 59.41bc 67.30ab

    Tanah+LS 20% + NPK 50% 2.1a 59.34ab 129.08bc

    Tanah+LS 30% + NPK 50% 2.1a 30.96a 67.88ab

    Tanah+LS 40% + NPK 50% 2.1a 28.12a 142.96bc

    Tanah+LS 20% + NPK 100% 2.1a 49.83ab 176.94c

    Tanah+LS 30% + NPK 100% 2.1a 41.86a 46.72a

    Tanah+LS 40% + NPK 100% 2.1a 121.66c 153.95bc

    Keterangan: * Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

    nyata dengan uji Duncan pada 5%.

    Dalam hal ini, jumlah mikrob tanah pada perlakuan limbah lumpur kering

    40%+NPK 100% bukan merupakan yang tertinggi karena nitrogen dalam tanah

    telah digunakan untuk pertumbuhan tanaman sawi. Soepardi (1983), menyatakan

    bahwa tanah yang mempunyai C/N yang tinggi maka pelapukan bahan organik

  • 46

    lebih intensif sehingga jumlah mikrob tanah dan berkembang pesat dan

    aktivitasnya juga akan meningkat karena tesedia nutrisi yang mendukung

    pertumbuhan mikrob yang tinggi.

    0

    40

    80

    120

    160

    200

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Perlakuan

    SPK

    (X 1

    05)/g

    BK

    M ta

    nah

    0HST10HST21HST

    Ket : 1. Blanko 7. LS 20% + NPK 50% 2. LS 20% 8. LS 30% + NPK 50% 3. LS 30% 9. LS 40% + NPK 50% 4. LS 40% 10. LS 20% + NPK 100% 5. NPK 50% 11. LS 30% + NPK 100% 6. NPK 100% 12. LS 40% + NPK 100%

    Gambar 5. Dinamika populasi mikrob tanah pada berbagai perlakuan

    pemupukan

    4.3.2 Populasi Fungi Tanah

    Populasi total fungi dalam tanah menunjukkan peningkatan jumlah mulai

    dari awal sebelum dilakukannya penanaman sawi sampai panen, walaupun pada

    perlakuan limbah lumpur kering 30% mengalami penurunan pada akhir

    penanaman. Alexander (1976) menyatakan bahwa spesies fungi dapat bertahan

    hidup pada rentang pH yang luas, dari yang sangat masam sampai yang sangat

    alkalin.

    Jumlah fungi tertinggi terdapat pada perlakuan LS 40%+NPK 100%,

    diikuti dengan LS 20%+NPK 100% dan LS 40%. Banyaknya jumlah fungi pada

  • 47

    perlakuan-perlakuan tersebut, berbanding lurus dengan tingginya produksi yang

    dihasilkan oleh tanaman sawi. Rao (1994) menyebutkan bahwa tanah yang baik

    untuk ditanami tanaman pertanian mengandung banyak fungi karena fungi bersifat

    aerobik.

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Perlakuan

    SPK

    (104

    )/g B

    KM

    tana

    h

    0HST

    10HST

    21HST

    Gambar 6. Dinamika populasi fungi tanah pada berbagai perlakuan

    pemupukan

    4.3.3 Aktivitas Mikrob Tanah

    Pengukuran respirasi (mikrob) merupakan cara menentukan tingkat

    aktifitas mikrob tanah (Anas,1989).

    Gambar 7 menunjukkan bahwa respirasi tanah pada akhir tanam akan

    meningkat dengan adanya penambahan limbah lumpur kering ke dalam tanah

    dibandingkan dengan tanah tanpa pemberian limbah lumpur kering. Hal ini

    disebabkan karena jumlah bakteri dalam limbah lumpur kering yang jauh lebih

    banyak (Tabel Lampiran 2) dibandingkan dengan perlakuan tanah saja.

  • 48

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    1214

    16

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Perlakuan

    mg

    CO

    2-C

    /kg/

    hari

    0HST

    10HST

    21HST

    Gambar 7 . Dinamika aktivitas mikrob tanah pada setiap perlakuan

    Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa tanah yang mengandung C-

    organik yang tinggi memilki total mikrob yang tinggi, sebaliknya tanah yang

    memiliki C-organik yang rendah maka besar kemungkinan total mikrob dalam

    tanah tersebut akan rendah pula.

    4.4 Sifat Kimia Tanah

    4.4.1 N-total

    Pada Tabel Lampiran 4 dapat dilihat bahwa kandungan N-total tanah

    penelitian bervariasi hasilnya dari yang rendah sampai yang tinggi. Tanah dengan

    perlakuan blanko, NPK 50% dan NPK 100% saja memiliki kandungan N-total

    yang rendah yang masing- masing nilainya sebesar 0.11; 0.8; daan 0.9%.

    Menurut kriteria sifat-sifat kimia tanah PPT (1983), tanah dengan kadar N-total

    lebih kecil dari 0.32% tergolong rendah.

    Tanah dengan pemberian limbah lumpur kering ke dalam tanah akan

    meningkatkan kadar N-total dalam tanah. Hal ini dapat dibuktikan pada

  • 49

    penelitian ini, bahwa tanah dengan pemberian limbah lumpur kering (LS)

    40%+NPK 100% memiliki N-total paling tinggi yaitu sebesar 0.86%. Tanah

    dengaan perlakuan limbah lumpur kering 40%+NPK 100% memiliki kadar N-

    total yang sangat tinggi menurut kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah Pusat

    Penelitian Tanah (1983) yaitu berkisar antara >0.75%. Hardjowigeno (2003)

    menyebutkan bahwa tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N akan

    mempunyai pertumbuhan vegetatif yang cukup baik.

    4.4.2 Kandungan P tersedia dalam Tanah

    Unsur ini sering juga disebut sebagai kunci untuk kehidupan karena

    fungsinya yang sangat central dalam proses kehidupan (Leiwakabessy dan

    Sutandi, 2004).

    Dari Tabel Lampiran 4 semua perlakuan dalam penelitian ini memiliki

    kandungan P-tersedia yang rendah menurut kriteria penilaian sifat-sifat kimia

    tanah Pusat Penelitian Tanah (1983) yaitu lebih kecil dari 10 ppm. Hal ini diduga

    karena unsur P sangat mudah terfiksasi sehingga unsur ini menjadi tidak tersedia

    dan akan menjadi sulit bagi tanaman untuk mengambilnya.

    Faktor yang mempengaruhi tersedianya P untuk tanaman yang terpenting

    adalah pH tanah. P yang mudah diserap oleh tanaman pada tanah yang

    mempunyai pH sekitar netral (pH 6 - 7) (Hardjowigeno, 2003). Hal ini terbukti

    dari hasil analisis pH setelah tanam berkisar antara 4.0 5.2 (masam).

  • 50

    4.4.3 Kalium

    Semua perlakuan dalam penelitian ini memiliki kandungan Kalium yang

    rendah menurut kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah Pusat Penelitian Tanah

    (1983) yaitu lebih kecil dari 0.3%. Hal ini diduga karena tanaman cenderung

    mengambil unsur K dalam jumlah yang jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan

    tetapi tidak menambah produksi sehingga jumlah kalium dalam tanah menjadi

    sedikit ( Hardjowigeno, 2003).

    4.4.4 C-organik

    Karbon merupakan penyusun bahan organik. Oleh karena itu

    peredarannya selama pelapukan jaringan tanaman sangat penting Pada Tabel

    Lampiran 4 , dapat dilihat bahwa kadar C-organik tanah di semua perlakuan yang

    diberikan limbah lumpur kering tergolong tinggi sampai sangat tinggi yaitu

    berkisar antara 3.38 6.02.

    Fungi merupakan organisme heterotrof yang tidak dapat menggunakan

    senyawa karbon anorganik seperti karbondioksida, senyawa karbon yang dapat

    digunakan fungi harus berasal dari sumber anorganik (Pelczar dan Chan, 1986),

    sehingga persentase C-organik mempengaruhi jumlah total populasi fungi.

    Dari penelitian ini peningkatan persentase C-organik tanah dengan

    perlakuan limbah lumpur kering (LS) 40%+NPK 100% sebesar 68% jika

    dibandingkan dengan tanah yang hanya diberikan NPK 100% . Hal ini

    dikarenakan limbah lumpur kering tersebut merupakan limbah dari proses

    pengolahan kelapa sawit yang masih banyak unsur hara yang sangat dibutuhkan

    untuk pertumbuhan tanaman.

  • 51

    V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan

    sebagai berikut :

    1. Perlakuan dengan pemberian limbah lumpur kering (LS) 20%+NPK 50%,

    LS 30%+NPK 50% dan LS 40%+NPK 50% mampu menyeimbangkan

    pertumbuhan vegetatif tanaman (tinggi tanaman dan jumlah daun) dan

    produktifitas tanaman sawi (Brassica juncea) jika dibandingkan dengan

    NPK 100%.

    2. Perlakuan dengan pemberian LS 20%+NPK 50%, LS 30%+NPK 50% dan

    LS 40%+NPK 50% mampu meningkatkan populasi total mikroorganisme

    tetapi tidak mampu meningkatkan populasi total fungi jika dibandingkan

    dengan NPK 100%.

    3. Penambahan limbah lumpur kering kelapa sawit ke dalam media tanam

    tanaman sawi (Brassica juncea) mampu menggantikan ketersediaan unsur

    hara yang dibutuhkan tanaman sawi untuk mendukung pertumbuhan

    tanaman tersebut.

    4. Dinamika populasi total mikroorganisme dan total fungi sebagian besar

    mengalami kenaikan tetapi ada juga beberapa perlakuan yang mengalami

    penurunan.

    5.2 Saran

    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh dari limbah

    lumpur kering kelapa sawit dengan menggunakan dosis yang berbeda dan

    tanaman yang berbeda pula.

  • 52

    VI. DAFTAR PUSTAKA

    Abdoellah, P. 2000. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Bogor. (www.wikipedia. com). 7-Agustus-2008.

    Alexander, M. 1976. Introduction to Soil Microbiology, 2nd Edition. John Willey

    and Sons Ltd. New Delhi. Allison, F, E. 1973. Soil Organic Matter and Its Role In Crop Production. Elsevier

    Scientific Publishing Company. Washington, D. C. Anas, I. 1989. Biologi Tanah Dalam Prraktek. Pusat Antar Universitas

    Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. . 1997. Bioteknologi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut

    Pertanian Bogor. Bogor. Anonim. 1992. Sayur Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta. Anonim. 2008. Pedoman Teknis Pemanfaatan Limbah Perkebunan Menjadi

    Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. Bailey, L.H. 1963. The Standard Encycolpedia of Horticultura. The Mc.Millan

    Company. New York. Bergeret, A. 1987. Sistem Produksi Menurut Pendekatan Ekologis Dalam

    Ekofarming Bertani Selaras Alam. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Briawan, D dan Hardiansyah. 1990. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.

    Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, IPB. Bogor.

    Dalzell, R. 1978. A case Study on The Utilization of Effluent and by Products of

    Oil Palm by cattle and Buffaloes on an Oil Palm Estate. Malaysian Agriculture Research and Development Institute. Serdang-Selangor.

    Davendra, C. 1977. Utilization of Feeding Stuffs from The Oil Palm Feeding

    Stuffs for Livestock in south East Asia. Malaysian Agriculture Research and Development Institute. Serdang-Selangor.

    De Datta, S. K. 1981. Principes and Practices of Rice Production. John Willey and

    Sons. New York. Ellisabeth, J dan S. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa

    Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bengkulu. Bengkulu.

  • 53

    Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan

    Tataguna Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna di Indonesia (II). Badan Litbang Kehutanan.

    Jakarta. Hutagalung, R dan Jalaluddin. 1982. Feeds for Farm Animal from The Oil Palm.

    Dept. of Animal Science University. Serdang. Kononova, M. M. 1966. Soil Organic Matter (Its nature, Its role in Soil Formation

    and in Soil Fertility). Pergamon Press. NewYork. Leiwakabessy, F dan A. Sutandi. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan.

    Departemen Tanah, Fakultas Pertanian. IPB. Lubis, A. 1992. Kelapa Sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat.

    Pematang Siantar. MacDonald, I and J. Low. Fruit and Vegetables. 1984. Evans Brothers Limited.

    London. Nazaruddin. 2003. Sayuran Dataran Rendah, Cetakan ke-2. Penebar Swadaya.

    Jakarta. Utomo, B dan E. Widjaja. 2004. Limbah padat pengolahan minyak sawit sebagai

    ssumber nutrisi ternak ruminansia. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Palangkaraya. (http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/p3231044.pdf). 07-Agustus-2008.

    Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk

    Keperluan Survey dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. PPT. Bogor.

    Pelczar, M dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar- Dasar Mikrobiologi Ed 1. Hadioetomo,

    T. Imas, S.S.Tjitrosomo dan S.L.Angka (penerjemah). Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

    Rao, S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Herawati

    Susilo (penerjemah). UI-Press. Jakarta. Rubatzky, V. 1999. Sayuran Dunia II. Catur Herison (penerjemah). ITB-Press.

    Bandung. Ryder, E.J. 1979. Leafy Salad Vagetables. The AVI Publishing Company, Inc.

    Westport, Connecticut.

  • 54

    Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Stevenson , F.I. 1994. Humus Chemistry Genesis, Composition, Reactions. John

    Willey and Sons, Inc. New York. Sullivan, D. 1998. Fertilizing with Biosolids. Pacific Northwest Extension

    Publication. Oregan State University Extension Service, Corvalis. Washington.

    Sutanto, J. 1993. Bertanam baby caisim. Trubus 286. Sutardi, T. 1991. Pemanfaatan limbah tanaman perkebunan sebagai pakan ternak

    ruminansia. Prosiding, Seminar Pameran Produksi dan Teknologi Peternakan. Bogor.

    Tindall, H.D. 1983. Vegetables In The Tropics. Mc.Millan Press Ltd. Hongkong. Williams, C. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Fakultas Pertanian,

    Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

  • 55

    LAMPIRAN

  • 56

    Tabel Lampiran 1. Analisis kimia pupuk anorganik

    Jenis Pupuk N P2O5 K2O

    Urea 40.24 %

    SP-36 27.35 %

    KCl 60 %

    Keterangan: Hasil analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB Tabel Lampiran 2. Analisis biologi tanah dan limbah lumpur kering kelapa

    sawit Analisis Bakteri Fungi (SPK/g BKM X 105) (SPK/g BKM X 104) Tanah 2.98 1.79 Limbah lumpur kering 73.77 24.51 Tabel Lampiran 3. Analisis kimia tanah dan limbah lumpur kering kelapa

    sawit Analisis pH N- total P-tersedia K-dd C-organik (%) (ppm) (me/100g) (%) Tanah 4.2 0.11 3.58 0.13 1.42 Limbah lumpur kering 4.1 0.40 0.06 0.76 2.58

  • 57

    Tabel Lampiran 4. Hasil analisis sifat kimia tanah setelah panen Analisis pH N-total P-tersedia K-dd C-organik (%) (ppm) (me/100g) (%) Tanah (Blanko) 4.8 0.11 1.79 0.13 1.49 Tanah+LS 20% 5.2 0.36 1.53 0.78 4.02 Tanah+LS 30% 5.0 0.96 4.05 0.81 5.38 Tanah+LS 40% 4.5 0.74 4.03 0.72 6.02 Tanah+NPK 50% 4.6 0.08 1.67 0.32 1.63 Tanah+NPK 100% 4.3 0.09 3.10 0.62 1.76 Tanah+LS 20%+NPK 50% 4.5 0.41 3.98 0.83 3.38 Tanah+LS 30%+NPK 50% 4.4 0.39 4.06 0.75 3.72 Tanah+LS 40%+NPK 50% 4.6 0.78 4.89 0.87 4.15 Tanah+LS 20%+NPK 100% 4.4 0.60 3.13 0.72 3.75 Tanah+LS 30%+NPK 100% 4.2 0.64 3.76 0.80 4.68 Tanah+LS 40%+NPK 100% 4.3 0.86 3.52 0.89 5.51

  • 58

    Tabel Lampiran 5. Kriteria penilaian sifat kimia tanah berdasarkan PPT (1983) Sifat Tanah Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat Rendah Tinggi C-organik(%) 5

    N-total (%) 0.75

    C/N 25

    P2O5 HCl (mg/100g) 60

    P2O5 Bray 1 (ppm) 35

    P2O5 Olsen (ppm) 60

    KTK (me/100g) 40

    K (me/100g) 1.0

    Na (me/100g) 1.0

    Mg (me/100g) 8.0

    Ca (me/100g) 20

    KB (%) 70

    Kejenuhan Al (%) 60

    Sangat masam agak Netral Tinggi Sangat

    masam masam Tinggi

    pH H2O 8.5

  • 59

    Gambar 1. Kolam pengering limbah lumpur kelapa sawit di PKS Kertajaya

    Gambar 2. Pengaruh pemupukan 50%NPK, 100%NPK, 100%NPK+20% limbah lumpur kering (LS), 100%NPK+30%LS dan 100%NPK+40%LS terhadap tinggi tanaman Sawi (Brassica juncea) pada saat panen

  • 60

    Gambar 3. Pengaruh pemupukan 20% limbah lumpur kering (LS), 30%LS dan 40%LS terhadap tinggi tanaman Sawi (Brassica juncea) dibandingkan dengan 50%NPK dan 100%NPK pada saat panen