lumpur menjadi pupuk
DESCRIPTION
lumpur sawitTRANSCRIPT
-
1
PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR KERING KELAPA
SAWIT SEBAGAI SUMBER BAHAN ORGANIK UNTUK
CAMPURAN MEDIA TANAM SAWI
(Brassica juncea)
Oleh
Dina Friska Manalu
A24104066
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
-
2
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR KERING KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER BAHAN ORGANIK UNTUK CAMPURAN MEDIA TANAM SAWI (Brassica juncea)
Nama Mahasiswa : Dina Friska Manalu
Nomor Pokok : A24104066
Departemen : Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Disetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. H. Fahrizal Hazra, M.Sc Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc NIP. 131 841 752 NIP. 131 879 328
Diketahui : Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal lulus:
-
3
PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR KERING KELAPA
SAWIT SEBAGAI SUMBER BAHAN ORGANIK UNTUK
CAMPURAN MEDIA TANAM SAWI
(Brassica juncea)
Oleh
Dina Friska Manalu
A24104066
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
DEPARTEMAN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
-
4
RINGKASAN
DINA FRISKA MANALU. Pemanfaatan Limbah Lumpur Kering Kelapa Sawit Sebagai Sumber Bahan Organik Untuk Campuran Media Tanam Sawi (Brassica juncea) Di bawah bimbingan FAHRIZAL HAZRA dan RAHAYU WIDYASTUTI.
Penambahan bahan organik akan menambah jumlah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam bentuk pemberian pupuk anorganik. Para pengambiil kebijakan, pelaksana, peneliti, pengusaha, produsen, petani perkebunan serta para pihak terkait (stakeholder) diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan pertanian, khususnya dalam upaya perbaikan kesuburan tanah dan sekaligus dapat mendukung pelaksanaan program perkebunan. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya sangat pesat. Banyaknya minyak CPO yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit akan menghasilkan limbah yang banyak pula. Salah satu tindakan yang dapat kita lakukan untuk mendukung pelaksanaan program perkebunan dan upaya memperbaiki kesuburan tanah adalah memanfaatkan limbah padat pabrik kelapa sawit sebagai penambah jumlah unsur hara dalam tanah. Adapun kandungan unsur hara kompos yang berasal dari limbah padat kelapa sawit sekitar 0,4% (N); 0,029 sampai 0,05% (P2O5); 0,15 sampai 0,2% (K2O).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari pemberian limbah lumpur kering kelapa sawit (LS) terhadap pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea) dan produktifitasnya serta melihat dinamika total mikrob, total fungi dan aktifitas mikrob dalam tanah. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca University Farm Cikabayan. Ada 12 perlakuan pemupukan yaitu: blanko, 100%NPK, 50%NPK, 20% LS, 30% LS, 40% LS, 20% LS+50% NPK, 30% LS+ 50% NPK, 40% LS+ 50% NPK, 20% LS+ 100% NPK, 30% LS+ 100% NPK dan 40% LS+ 100% NPK. Ada 3 kali pengulangan sehingga diperoleh 36 satuan percobaan. Dosis pupuk yang digunakan adalah: 150 kg/ha urea, 75 kg/ha SP-36, 100 kg/ha KCl.
Kombinasi antara dosis limbah lumpur kering 40% dan pupuk anorganik mampu menyamakan pertumbuhan tanaman, bobot basah dan kering tanaman dan meningkatkan populasi total mikrob dan total fungi dalam tanah. Tetapi tidak sama halnya dengan pengaruhnya terhadap sifat-sifat kimia tanah. Kombinasi antara LS dan pupuk anorganik mampu meningkatkan kandungan K, C-organik dalam tanah tetapi tidak meningkatkan kandungan N dan P dalam tanah.
-
5
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 12 Agustus
1985 sebagai anak pertama dari lima bersaudara, pasangan Bapak Drs. O. Manalu
dan Ibu R. Siregar.
Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1992 di SD St Antonius V
Medan. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 3 Medan dan
lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di
SMUN 2 Matauli Sibolga, Sumatera Utara. Pada tahun 2004, penulis diterima
menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru).
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten Mata Kuliah
(MK) Bioteknologi tanah pada periode 2007/2008.
-
6
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan
anugerahNya yang begitu besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
serta penulisan skripsi ini.
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian
pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
Skripsi ini berjudul Pemanfaatan Limbah Lumpur Kering Kelapa Sawit
Sebagai Sumber Bahan Organik Untuk Campuran Media Tanam Sawi
(Brassica juncea).
Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Ir. Fahrizal Hazra, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi pertama dan
Dr. Rahayu Widyastuti M.Sc selaku pembimbing skripsi kedua yang telah
memberikan bimbingan, motivasi dan telah meluangkan banyak waktu
hingga penulisan skripsi ini.
2. Keluargaku tersayang: Bapak, Mamak dan juga adik-adikku (Dedek,
Basar, Juli dan Astri) yang selalu mendoakan dan menyemangatiku.
Terima kasih buat cinta kasihnya. Aku sayang kalian semua.
3. Rocky DF Silalahi atas doa-doanya, kasih sayang, kesabaran, dukungan
dan bantuannya dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
4. Pak Jito, Bu Asih, dan Bu Jul selaku laboran Bioteknologi Tanah, Fakultas
Pertanian, IPB dan buat mbak Nia yang telah banyak membantu selama
penelitian.
5. Pak Ade, Pak Herman, Pak Koyo, dan seluruh laboran Kesuburan Tanah,
Fakultas Pertanian, IPB atas bantuannya selama penelitian.
6. Pak Mamat, Pak Milin, dan seluruh pekerja yang ada di rumah kaca
Cikabayan.
7. Teman-teman BFC: Dwi Eka, Ekayana, Ester, Riris, Nana, Helena, Ronny,
Tian atas semangat, dukungan dan ketawa-ketawa bareng selama kuliah. I
miss u all.
8. Seluruh staf pekerja yang ada di PTPN VIII Kertajaya Banten Selatan
Seluruh
-
7
9. Teman-teman perwira 10: Gokma (makasih ya udah mau menemaniku di
lab), Riris dan Ester (makasih ya teman buat bantuan dan motivasinya
selama aku penelitian), Kak Imel, Melisa, Lisa, Laura, Obed, David,
Sahat, Agus, Gea, Patar, Bernard, Febri, Bang Jay, Bang Gun, Kak
Maurin, dan Sihol.
10. Teman-teman seperjuangan di lab Bioteknologi: Bena, Ester, Dwi Eka,
Sefti, Tipul, Ayat, Dian, Alin, dan Ardi makasih buat kerjasama, dukungan
dan masukan-masukannya. Terima kasih juga buat seluruh teman-teman
Tanah 41. I miss u all.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan PTPN
VIII Banten Selatan serta mahasiswa ITSL pada khususnya.
Bogor, September 2008
Dina Friska Manalu
-
8
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 3
1.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4
2.1 Limbah Lumpur Kelapa Sawit .............................................................. 4
2.2. Sawi (Brassica juncea) ........................................................................ 6
2.2.1 Botani Sawi .................................................................................. 6
2.2.2 Syarat Tumbuh ............................................................................. 7
2.2.3 Hama dan Penyakit ...................................................................... 8
2.2.4 Panen ............................................................................................ 9
2.3 Bahan Organik ....................................................................................... 9
2.4 Mikrob Tanah ......................................................................................... 10
2.4.1 Bakteri ........................................................................................... 11
2.4.2 Actinomycetes ................................................................................ 11
2.4.3 Fungi ........................................................................................... 11
2.5 Pengolahan Kelapa Sawit di PKS Kertajaya .......................................... 13
III. BAHAN DAN METODE ....................................................................... 20
3.1 Tempat dan Waktu .............................................................................. 20
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ................................................................... 20
3.3 Metode dan Pelaksanaan Penelitian .................................................... 21
-
9
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 26
4.1 Sifat- Sifat Tanah Latosol .................................................................. 26
4.2 Pertumbuhan Vegetatif Tanaman ........................................................ 26
4.2.1 Tinggi Tanaman ......................................................................... 26
4.2.2 Jumlah Daun .............................................................................. 29
4.2.3 Bobot Kering Tanaman Bagian Atas ......................................... 31
4.3 Sifat Biologi Tanah ............................................................................. 33
4.3.1 Populasi Mikrob Tanah .............................................................. 33
4.3.2 Populasi Fungi Tanah ................................................................. 35
4.3.3 Aktivitas Mikrob Tanah ............................................................. 36
4.4 Sifat Kimia Tanah ............................................................................... 37
4.4.1 N-Total ....................................................................................... 37
4.4.2 P-tersedia .................................................................................... 38
4.4.3 Kalium ........................................................................................ 39
4.4.4 C-organik ................................................................................... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 40
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 40
5.2 Saran .................................................................................................... 40
VI. DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 41
LAMPIRAN .................................................................................................... 44
-
10
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Komposisi kimia limbah lumpur kering (sludge) kelapa sawit .................. 5
2. Kandungan zat gizi dalam 100 gram sawi ................................................. 8
3. Dosis perlakuan untuk pupuk kimia dan limbah lumpur kering (LS) ........ 24
4. Pengaruh pemupukan terhadap tinggi tanaman sawi (Brassica juncea) .... 2
5. Pengaruh pemupukan terhadap jumlah daun tanaman sawi (Brassica juncea) .................................................................................................................... 30
6. Pengaruh pemupukan terhadap bobot basah tanaman bagian atas (bbtba)
dan bobot kering tanaman bagian atas (bktba) .......................................... 33
7. Rata-rata hasil analisis populasi mikrob tanah ......................................... 34
Lampiran
1. Analisis Kimia Pupuk Anorganik ............................................................... 45
2. Analisis biologi tanah dan limbah lumpur kering kelapa sawit .................. 45
3. Analisis kimia tanah dan limbah lumpur kering kelapa sawit .................... 45
4. Hasil analisis sifat kimia tanah setelah panen ............................................. 46
5. Kriteria penilaian sifat kimia tanah berdasarkan PPT (1983) ..................... 47
DAFTAR GAMBAR
-
11
No. Teks Halaman
1. Aliran bahan pada stasiun minyak .............................................................. 14
2. Pengaruh tinggi tanaman sawi (Brassica juncea) terhadap setiap perlakuan selama penelitian ........................................................................................ 28
3. Pengaruh jumlah daun tanaman sawi (Brassica juncea) terhadap pemberian pupuk anorganik dan limbah lumpur kering selama penelitian ................. 31 4. Penampakan morfologi Sawi (Brassica juncea) pada saat panen .............. 32
5. Dinamika populasi mikrob tanah selama penelitian .................................. 35
6. Dinamika populasi fungi tanah selama penelitian .................................... 36
7. Dinamika aktivitas mikrob tanah pada setiap perlakuan ........................... 37
Lampiran
1. Kolam pengering limbah lumpur kelapa sawit di PKS Kertajaya ............. 48
2. Pengaruh pemupukan 50%NPK, 100%NPK, 100%NPK+20% limbah lumpur kering (LS), 100%NPK+30%LS dan 100%NPK+40%LS terhadap tinggi tanaman Sawi (Brassica juncea) pada saat panen
.................................................................................................................... 48
3. Pengaruh pemupukan 20% limbah lumpur kering (LS), 30%LS dan 40%LS terhadap tinggi tanaman Sawi (Brassica juncea) dibandingkan dengan 50%NPK dan 100%NPK pada saat panen .................................... 49
I. PENDAHULUAN
-
12
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan berkembangnya isu back to nature untuk memenuhi
permintaan produk pertanian organik dengan berbagai persyaratan yang semakin
meningkat, banyak orang berupaya mengembangkan teknologi pemanfaatan
bahan-bahan organik untuk digunakan sebagai pupuk. Melalui berbagai penelitian
diperoleh kesimpulan bahwa tanpa bahan organik, sistem pertanian akan bersifat
rapuh (fragile), mudah berubah hanya dengan perubahan lingkungan yang kecil
(Bergeret, 1987).
Abdoellah (2000) melaporkan bahwa dengan bertambahnya kekuatiran
akan adanya pengaruh buruk terhadap kesehatan akibat pencemaran pupuk kimia,
kini mulai ditingkatkan kembali penggunaan bahan organik, serta mengurangi
penggunaan pupuk buatan (anorganik). Kecenderungan sistem seperti di atas
menimbulkan sistem pertanian yang dikenal dengan sistem pertanian
berkelanjutan dengan masukan eksternal yang rendah. Disamping berfungsi
untuk memperbaiki sifat fisika tanah (sebagai soil conditioner), bahan organik
juga membantu menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman meskipun
dalam jumlah yang sedikit. Sifat fisik tanah yang baik akan menyebabkan
penyerapan unsur hara tanah oleh tanaman menjadi lebih mudah/lancar. Oleh
karena itu, penambahan bahan organik akan mengurangi jumlah unsur hara yang
diperlukan tanaman dalam bentuk pemberian pupuk anorganik.
Para pengambil kebijakan, pelaksana, peneliti, pengusaha, produsen,
petani perkebunan serta para pihak terkait (stakeholder) diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam pembangunan pertanian, khususnya dalam upaya
-
13
perbaikan kesuburan tanah dan sekaligus dapat mendukung pelaksanaan program
perkebunan.
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan limbah
padat pabrik kelapa sawit sebagai penambah jumlah unsur hara dalam tanah.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang
perkembangannya sangat pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi,
produk samping atau limbah kelapa sawit juga tinggi. Secara umum limbah dari
pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga bentuk yaitu padat, cair dan gas. Limbah padat
pabrik kelapa sawit dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari
proses pengolahan dan yang berasal dari proses basis pengolahan limbah cair
(Utomo danWidjaja, 2004).
Limbah padat berasal dari proses pengolahan yang berupa tandan kosong
kelapa sawit (TKKS), cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau
lumpur, dan bungkil TKKS. Lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau
busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan air lindi
(leachate). Limbah padat kelapa sawit yang berasal dari pengolahan limbah cair
berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah. Kandungan
unsur hara kompos yang berasal dari limbah padat sekitar 0,4% N; 0,03 sampai
0,05% P2O5; dan 0,15 sampai 0,2% K2O.
1.2 Tujuan
-
14
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh pemberian limbah
lumpur kering kelapa sawit terhadap pertumbuhan tanaman sawi (Brassica
juncea) dan produktivitasnya serta dinamika total mikrob dan fungi dalam tanah.
1.3 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah penggunaan limbah
lumpur kering mempengaruhi pertumbuhan dan meningkatkan produktivitas
tanaman sawi (Brassica juncea) serta meningkatkan jumlah mikrob dan fungi
dalam tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
-
15
2.1 Limbah Lumpur Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang
perkembangannya demikian pesat. Pesatnya perkembangan kelapa sawit di
Indonesia didukung oleh kondisi pedoagroklimatnya yang memang sangat sesuai
untuk tanaman kelapa sawit. Kelapa sawit juga memiliki keunggulan produktifitas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya. Kelapa
sawit dapat menghasilkan minyak sekitar 7 ton/ha produksi kelapa sawit,
sedangkan kedelai menghasilkan minyak sebesar 3 ton/ha produksi kedelai
(Elisabeth dan Ginting, 2003)
Selain produksi minyak yang tinggi, produk samping atau limbah pabrik
kelapa sawit juga tinggi. Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas
tiga bentuk yaitu limbah cair, padat dan gas. Limbah cair kelapa sawit berasal dari
unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari
hidrosiklon (Utomo danWidjaja, 2004).
Pada umumnya, limbah cair kelapa sawit mengandung bahan organik yang
cukup tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air. Limbah padat
pabrik kelapa sawit dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari
proses pengolahan berupa tandan kosong kelapa sawit, cangkang atau tempurung,
serabut atau serat, dan sludge/lumpur.
Lumpur sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses
pemerasan dan ekstraksi minyak (Hutagalung dan Jalaluddin, 1982). Larutan
buangan ini langsung dialirkan ke selokan, kolam, atau sungai di sekitar pabrik.
-
16
Komposisi limbah lumpur sawit (sludge) di pabrik kelapa sawit Kertajaya adalah
air 84.87%, padatan 13.31% dan minyak 1.82%.
Tabel 1. Komposisi kimia limbah lumpur sawit (sludge) kelapa sawit
Analisa proksimat % berat kering
(Davendra, 1977) (Sutardi, 1991)
Bahan kering 90.00 93.10
Abu 11.10 12.00
Protein kasar 9.60 13.30
Lemak 21.30 18.85
Serat kasar 11.50 16.30
Beta-N 46.50 39.55
TDN 74.00
Kandungan lemak dan protein yang relatif tinggi tersebut menjadikan
limbah lumpur sawit (sludge) dan serat merupakan substrat yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Limbah lumpur kering kelapa sawit yang terdiri
dari sludge dan serat cukup potensial untuk diolah lebih lanjut. Salah satu
pemanfaatannya adalah sebagai pakan ternak. Dalzell (1978) setelah melakukan
penelitian dengan menambahkan limbah kelapa sawit pada makanan sapi ,
akhirnya menyimpulkan bahwa limbah kelapa sawit merupakan bahan pakan yang
potensial, selain itu juga dapat mengatasi masalah polusi dan memberi nilai
tambah pada pabrik pengolahan kelapa sawit.
-
17
2.2 Sawi (Brassica juncea)
2.2.1 Botani sawi
Sawi (Brassica juncea) merupakan tanaman semusim yang berdaun
lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Tanaman sawi berbeda dengan
petsai (Brassica chinensis). Petsai adalah tanaman dataran tinggi sementara sawi
juga bisa ditanam di dataran rendah batang sawi lebih ramping dan lebih hijau
sedangkan batang petsai gemuk dan berkelompok dengan daun putih kehijauan.
Sawi yang banyak ditanam di Indonesia sebenarnya dikenal dengan nama caisim
(Nazaruddin, 2003).
Tanaman sawi dalam taksonomi tumbuhan mempunyai klasifikasi sebagai
berikut : Angiospermae (Divisi), Dicotyledoneae (kelas), Cruciferae ( Famili),
Brassica (Genus) dan Brassica juncea (Spesies) (Bailey, 1963). Suku Cruciferae
merupakan sayuran paling populer dan diusahakan secara luas (Williams, 1993).
Tanaman sawi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: bentuk batang yang
pendek, tegap dan daunnya lebar berwarna hijau tua. Daun-daunnya mempunyai
tangkai yang pipih (Suryono dan Rismunandar, 1981); akarnya tunggang serta biji
sawi berbentuk bulat pipih dan berwarna kuning kecoklatan (Rubatzky, 1999).
Perbanyakan tanaman sawi dilakukan dengan biji. Kebutuhan benih sawi
per hektar hanya 700 g. Sebelum dikebunkan biji sawi harus disemaikan dahulu.
Bibit yang sudah berdaun 4 helai dapat dipindahkan ke lahan (Nazaruddin, 2003).
Sawi dikenal mempunyai tiga varietas (Anonim, 1992) yaitu :
a. Sawi putih
Sawi putih rasanya enak, daunnya lebar berwarna hijau tua, halus,
bertangkai panjang, dan bersayap. Sayapnya melengkung ke bawah.
-
18
b. Sawi hijau
Sawi ini rasanya agak pahit, batangnya pendek dan tegap. Daunnya
lebar berwarna hijau keputih-putihan dan bertangkai pipih.
c. Sawi huma
Batangnya kecil dan panjang. Daunnya panjang sempit berwarna
hijau keputih-putihan, bertangkai, dan bersayap. Sawi ini rasanya enak
dan tumbuh baik di tempat-tempat yang agak kering atau di tegalan.
Tanaman sawi mempunyai kandungan gizi yang tinggi (Ryder, 1979).
Tindall (1983) menyatakan bahwa daun sawi yang digunakan sebagai sayuran
mengandung glukosida dan sinirgin.
2.2.2 Syarat Tumbuh
Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan, sehingga ia
dapat ditanam sepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau disediakan air
yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah yang diinginkan adalah tanah
gembur, kaya dengan bahan organik, dan drainase yang baik dengan derajat
keasaman (pH) 6-7. Sawi tidak cocok ditanam di tempat yang suhunya tinggi dan
tumbuh baik di atas ketinggian 700m atau lebih (MacDonald and Low, 1984).
-
19
Tabel 2. Kandungan zat gizi dalam 100 gram sawi (Briawan dan Hardiansyah, 1990)
Zat gizi Jumlah
Protein
Lemak
Karbohirat
Kalsium
Phospor
Besi
Vitamin A
Vitamin C
Vitamin B1
Air
Energi
2.3 g
0.3 g
4.0 mg
220.0 mg
38 mg
2.9 mg
969.0 RE
102.0 mg
0.09 mg
92.2 g
22.0 kal
2.2.3 Hama dan Penyakit
Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Gejalanya
terlihat pada bekas-bekas gigitan, berupa robekan tidak merata di daun sawi atau
lubang-lubang.Apabila tanaman telah diserang, maka perlu disemprot dengan
insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk
tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum
dipanen agar keracunan pada konsumen dapat dihindari. Sebaiknya sebelum
-
20
panen tidak dilakukan penyemprotan. Dan pestisida yang digunakan bukan yang
sistemik (Sutanto, 1993).
2.2.4 Panen
Tanaman sawi tergolong cepat panennya. Umur 30-40 hari setelah tanam
sudah memenuhi syarat untuk dikonsumsi bila pertumbuhannya kurang baik, sawi
rata-rata dipanen saat umur 2 bulan. Tanaman sawi dapat dipanen dengan cara
ditarik dari tanah atau dipotong sebelum tangkai bunganya tampak (Heyne, 1987).
Dari satu hektar sawi bisa diperoleh sekitar 100 kuintal sayur (Nazaruddin, 2003).
2.3 Bahan Organik
Tanah merupakan medium alami tempat tanaman hidup, berkembang biak
dan mati dan karenanya menyediakan sumber bahan organik selama bertahun-
tahun karena dapat didaur ulang untuk nutrisi tanaman (Rao, 1994).
Bahan organik umumnya ditemukan di pemukaan tanah. Jumlahnya tidak
besar, hanya sekitar 3-5 persen, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah
sangat besar (Allison, 1973). Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan
organik kasar dan bahan organik halus. Humus terdiri dari bahan organik halus
yang berasal dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan
mikroorganisme di dalam tanah.
Banyak sumber bahan organik yang cukup berpotensi di Indonesia yang
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Beberapa
sumber bahan organik yang cukup penting dan telah banyak digunakan adalah sisa
tanaman , pupuk hijau, pupuk kandang dan kompos (Hardjowigeno, 2003).
-
21
Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya
terhadap pertumbuhan tanaman adalah:
a. sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah
b. sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain
c. menambah kemampuan tanah untuk menahan air
d. menambah kemampuan tanah untuk menjerap unsur hara (kapasitas tukar
kation tanah menjadi lebih tinggi)
e. sumber energi bagi mikroorganisme.
Menurut Stevenson (1994), bahan organik dapat meningkatkan
kandungan air pada kapasitas lapang. Bahan organik mengandung sejumlah zat
tumbuh dan vitamin serta dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan juga
mikroorganisme tanah.
2.4 Mikrob tanah
Kesuburan tanah tidak hanya bergantung pada komposisi kimianya
melainkan juga pada mikroorganisme yang menghuninya (Rao, 1994). Di dalam
tanah hidup beragai jenis organisme yang dapat dibedakan menjadi jenis hewan
(fauna) dan tumbuhan (flora), baik yang berukuran mikro (tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang) maupun makro. Organisme yang hidup dalam tanah ini
ada yang bermanfaat, ada yang mengganggu, dan ada pula yang tidak bermanfaat
tetapi juga tidak mengganggu (Hardjowigeno, 2003).
Mikroorganisme dalam tanah sangat beranekaragam dan dapat
dikelompokkan menjadi bakteri, aktinomycetes, jamur, dan alga. Bakteri, fungi
dan actinomycetes membantu pembentukan struktur tanah yang mantap karena
-
22
tumbuhan mikro ini dapat mengeluarkan (sekresi) zat perekat yang tidak mudah
larut dalam air. Dalam pembentukan struktur tanah ini fungi dan aktinomycetes
jauh lebih efisien (lebih dari 17 kali lebih efisien) daripada bakteri, tetapi bakteri
mempunyai banyak fungsi lain yang bahkan lebih penting daripada tanah.
2.4.1 Bakteri
Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme dalam tanah yang paling
dominan dan mungkin meliputi separuh dari biomassa mikroba dalam tanah (Rao,
1994). Dalam kondisi anaerob bakteri mendominasi tempat dan melaksanakan
kegiatan mikrobiologi dalam tanah karena jamur dan aktinomycetes tidak dapat
tumbuh dengan baik tanpa adanya oksigen. Beberapa reaksi yang terjadi dalam
pengubahan bentuk nitrogen dalam tanah bergantung pada bakteri kemoautrotrof
Nitrobacter dan Nitrosomonas dan oleh karena itu kemoautrotrofi dari bakteri
dalam tanah erat sekali hubungannya dengan produksi pertanian (Rao, 1994)
2.4.2 Actinomycetes
Actinomycetes adalah organisme tanah yang memiliki sifat-sifat yang
umum yang dimiliki oleh bakteri dan jamur tetapi juga mempunyai ciri khas yang
cukup berbeda yang membatasinya menjadi satu kelompok yang jelas berbeda.
2.4.3 Fungi
Sedikit di bawah bakteri dalam hal banyaknya dalam tanah, fungi
mendominasi semua tanah dan memiliki miselium yang mempunyai bentuk
seperti benang yang tersusun dari hifa individual. Segala faktor lingkungan yang
-
23
mempengaruhi penyebaran bakteri dan actinomycetes, juga mempengaruhi
penyebaran fungi dalam tanah. Kualitas dan kuantitas bahan organik yang ada
dalam tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap jumlah fungi dalam tanah
karena kebanyakan fungi itu nutrisinya heterotrofik (Rao, 1994).
-
24
2.5 Pengolahan Kelapa Sawit di PKS Kertajaya
Tujuan proses pengolahan kelapa sawit secara umum adalah untuk
mendapatkan rendemen yang bagus, menekan angka kehilangan minyak,
mendapatkan kadar ALB (Asam Lemak Bebas) sesuai dengan yang diinginkan
dan menekan Rencana Kerja Anggaran dan Pendapatan (RKAP). Proses
pengolahan kelapa sawit terdiri dari perebusan, perontokan buah, digesting,
pengempaan, pemurnian minyak kelapa sawit (CPO), dan pengolahan biji sawit.
Aliran bahan pada stasiun pengolahan biji disajikan pada Gambar 1.
1. Perebusan
Perebusan tandan kelapa sawit dilakukan dalam ketel rebusan
dengan waktu perebusan sekitar 90 menit. Perebusan dengan
menggunakan uap panas yang berasal dari ketel uap sebagai media panas
dengan suhu 130-1400C dan tekanan uap mencapai 3kg/cm2. Tujuan
perebusan adalah membuat enzim lipase menjadi tidak aktif untuk
menahan kenaikan ALB, memudahkan perontokan buah dari tandannya,
dan melunakkan daging buah sehingga memudahkan pengempaan.
2. Perontokan Buah
Tujuan perontokan buah adalah untuk melepaskan semua buah dari
tandannya dan memisahkan buah yang terlepas dengan tandannya.
3. Digesting
Proses ini merupakan penggabungan antara proses peremasan,
penghancuran, dan pemanasan. Digesting bertujuan untuk merusak
struktur jaringan buah dan membuka sel-sel yang mengandung minyak
serta melepaskan dinding buah dari bijinya sehingga pengempaan serabut
-
25
Gambar 1. Aliran Bahan pada Stasiun Pemurnian Minyak
CRUDE OIL GUTTER
SAND TRAP
VIBRATING SCREEN
MINYAK HASIL PENGEMPAAN
CRUDE OIL TANK
DECANTER
CONTINOUS SETTING TANK
SAND TRAP
LIMBAH LUMPUR SAWIT
OIL TANK
OIL PURIFIER BRUSH STRAINER
VACUUM DRYER SLUDGE SEPARATOR
OIL WEIGHER FAT PIT
OIL COOLER LIMBAH AIR BUANGAN
CPO
STORAGE TANK
KOLAM LIMBAH
-
26
menjadi lebih mudah. Pengadukan dilakukan dalam digester dengan
mengalirkan uap panas pada suhu 950C melalui mantel digester untuk
memanaskan buah yang ada di dalam digester.
4. Pengempaan
Tujuan dari proses ini adalah memisahkan minyak dari serabut dan
biji. Alat yang digunakan adalah screw press. Minyak yang diperoleh dari
pengempaan diproses lebih lanjut menjadi minyak kelapa sawit (CPO),
sedangkan ampas kempa diolah lebih lanjut untuk mendapatkan inti sawit.
5. Pemurnian Minyak Kelapa Sawit
Minyak hasil pengempaan tersebut lalu dimurnikan dan
dijernihkan di stasiun pemurnian untuk mendapatkan minyak sawit yang
berkualitas. Minyak hasil pengempaan ditampung dalam crude oil gutter,
lalu dialirkan ke dalam tangki pemisah pasir (sand trap). Cairan minyak
kasar dipanaskan dan dijaga suhunya antara 90-950C dengan uap panas.
Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengendapan pasir.
Benda-benda padat yang masih terikut dalam minyak kasar setelah
melewati sand trap dipisahkan lagi saringan getar. Di bawah vibrating
screenter dapat tangki minyak kasar (crude oil tank) yang digunakan
untuk menampung minyak yang telah disaring oleh saringan getar. Minyak
kasar tersebut disuntikkan uap panas agar tetap cair.
Minyak kasar dari crude oil tank dipompa ke dalam decanter.
Decanter bekerja berdasarkan gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh
bowl. Akibat gaya sentrifuse, padatan dalam minyak kasar bergerak ke
dinding bowl dan menempel lalu didorong dan dikikis oleh ulir ke bawah
-
27
pangkal. Padatan dialirkan ke conveyor pengering rotari untuk
dikeringkan. Fase ringan yang berupa minyak berkumpul di tengah dan
terdorong keluar melalui saluran lain.
Cairan minyak dari decanter diproses lebih lanjut dalam tangki
pisah (continous settling tank=CST) yang berfungsi memisahkan minyak
dan lumpur sawit. Minyak yang telah dipisahkan pada CST ditampung
dalam tangki masakan minyak (oil tank) dan dipanasi untuk menjaga agar
suhu minyak 90-950C
Minyak dimurnikan kembali agar kotoran yang tersisa sangat kecil
(sekitar 0.01%). Minyak dialirkan ke sentrifuse minyak (oil purifier).
Selanjutnya minyak dikeringkan dahulu dalam pengering hampa (vacuum
drier) karena hasil oil purifier masih mengandung kadar air yang tinggi.
Kadar air minyak dikeringkan menjadi 0.1%.
Kemudian minyak ditimbang terlebih dahulu dalam timbangan
minyak (oil weigher) sebelum ditampung dalam tangki penimbun (storage
tank). Tujuan penimbangan adalah untuk mengetahui jumlah minyak yang
diproduksi. Minyak yang selesai diolah dimasukkan ke dalam storage tank
melalui oil cooler untuk menurunkan suhu minyak dari 60-800C menjadi
sekitar 400C. Dalam storage tank terdapat pipa pemanas yang berisi uap
panas bertekanan 3 kg/cm2. Tujuan pemanasan adalah untuk
mempertahankan suhu minyak sekitar 40-450C agar tidak terjadi
pembekuan minyak dan oksidasi minyak yang akan mengakibatkan
kenaikan ALB.
-
28
Kemudian lumpur sawit ditampung dalam tangki lumpur sawit
untuk dipanaskan dan dijaga suhunya antara 90-950C untuk menghindari
pengentalan lumpur sawit karena lumpur sawit yang encer lebih mudah
dipisahkan minyaknya.
Cairan lumpur sawit dari sludge tank diambil minyaknya dengan
menggunakan sludge separator yang terlebih dahulu dibersihkan dari serat
dan kotoran pada brush strainer. Minyak yang berat jenisnya lebih kecil
bergerak menuju poros dan dialirkan ke CST. Cairan dan ampas dialirkan
ke fat pit. Fat pit merupakan bak penampung yang menampung buangan
air dan kotoran dari CST, oil tank, sludge tank, dan sludge separator.
Proses pengambilan minyak masih dilakukan dalam bak ini dan hasilnya
dikirm kembali ke CST.
6. Pengolahan Biji Sawit
Ampas hasil pengempaan yang masih bercampur dengan biji
berbentuk gumpalan-gumpalan serabut dipecahkan dalam cake breaker
conveyor yang juga berfungsi sebagai pembawa ke depericarper, yang
fungsinya memisahkan biji dari serat dengan daya hisapan kipas.
Serat kering yang mempunyai bobot lebih ringan dihisap ke dalam
siklon serat (fibrecyclone). Selanjutnya serat kering melalui air lock masuk
ke dalam conveyor bahan bakar menuju ketel uap untuk digunakan sebagai
bahan bakar ketel uap. Untuk biji yang bobotnya lebih besar jatuh ke
bawah dan dibawa oleh conveyor ke dalam drum pemolis (polishing
drum).
-
29
Biji yang masih ada seratnya dibersihkan terlebih dahulu di dalam
polishing drum untuk memudahkan pemecahan biji. Kemudian biji masuk
ke dalam silo biji melelui timba biji (nut elevator). Silo biji digunakan
untuk mengeringkan biji hingga kadar airnya menjadi 12%. Pengeringan
di dalam silo biji dilakukan secara bertahap dengan suhu dari 800C, 600C,
dan 400C
Biji yang telah kering dipecahkan di dalam pemecah biji (nut
cracker) inti dan cangkang yang lebih besar masuk ke dalam hydrocyclone
untuk mengalami proses pemisahan, dengan prinsip mengusahakan
kerugian inti seminim mungkin. Pemisahan dilakukan berdasarkan
perbedaan berat jenis dan medium yang dipakai air.
Campuran cangkang dan inti masuk ke dalam bak air sekat
pertama. Dengan menggunakan gaya sentrifugal, inti yang bobotnya lebih
ringan akan naik ke bagian atas, sedangkan bagian cangkang akan terhisap
ke bawah dan akan masuk ke dalam bak air sekat kedua. Inti dari
hydrocyclone harus dikeringkan lagi di dalam silo inti ( kernel silo) untuk
memperoleh inti dengan kadar air antara 6-8%. Pengeringan ini dilakukan
dengan dengan udara yang ditiup oleh kipas melalui elemen pemanas yang
bertahap dari atas ke bawah 800C, 700C, 600C, 500C, dan 400C. Lama
pengeringan berkisar anatar 6-8 jam. Tujuan pengeringan inti adalah untuk
mencegah pembentukan asam lemak bebas selama penyimpanan dan
mencegah tumbuhnya jamur pada inti. Kemudian inti dibersihkan dari
debu dan kotoran yang diangkut melalui kernel conveyor dan dibawa ke
-
30
winnowing fan. Inti yang telah dibersihkan oleh winnowing fan jatuh ke
bawah, ditimbang pada kernel weigher dan dimasukkan ke dalam karung
untuk disimpan.
-
31
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca, kebun percobaan Cikabayan, IPB.
Analisis sifat-safat biologi tanah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah
dan analisis sifat kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan
Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Penelitian dilakukan
pada bulan Mei 2008-Agustus 2008.
3.2 Bahan dan Alat
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis sawi lokal,
Brassisca juncea. Dosis pupuk yang diberikan adalah 100 kg/ha SP 36, 100 kg
Urea dan 75 kg/ha KCl. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari air, larutan
fisiologis, contoh tanah, media pertumbuhan bakteri, media pertumbuhan fungi
dan limbah lumpur kelapa sawit yang telah dikeringkan. Alat yang digunakan di
Kebun Percobaan Cikabayan terdiri dari timbangan analitik, polibeg, cangkul,
penggaris, alat tulis, ayakan tanah, dan ember berukuran kecil, sedangkan alat
yang digunakan di Laboratorium adalah cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer,
gelas piala, laminar flow, autoklaf, oven, incubator, flame, spektrofotometer, gelas
piala, dan pipet.
-
32
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktor tunggal
dan tiga ulangan dengan perlakuan, yaitu :
A = Tanah
B = Tanah + 50% NPK
C = Tanah + 100% NPK
D = Tanah + 20% limbah lumpur kering
E = Tanah + 30% limbah lumpur kering
F = Tanah + 40% limbah lumpur kering
G = Tanah + 50% NPK + 20% limbah lumpur kering
H = Tanah + 50% NPK + 30% limbah lumpur kering
I = Tanah + 50% NPK + 40% limbah lumpur kering
J = Tanah + 100% NPK + 20% limbah lumpur kering
K = Tanah + 100% NPK + 30% limbah lumpur kering
L = Tanah + 100% NPK + 40% limbah lumpur kering
Model linier aditif yang digunakan untuk percobaan ini adalah
Yik = + i + j + ij
Yik = Respon pertumbuhan tanaman sawi (Brassisca juncea) serta populasi mikrob tanah akkibat pengeruh perlakuan aplikasi limbah lumpur kering dan pupuk N-P-K ke-i
= Rataan umum i = Pengaruh taraf ke-i dari aplikasi limbah lumpur kering dan
pupuk N-P-K j = Pengaruh ulangan ke-j ij = Galat
Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F (analisis ragam). Jika taraf
berbeda nyata, dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf
5%.
-
33
3.3.2 Persiapan Contoh Tanah
Tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari tanah Latosol
Dramaga, Bogor. Contoh tanah diambil secara komposit dari kedalaman 0 sampai
20 cm. Contoh tanah dibersihkan dari sisa tanaman, batu dan kerikil. Contoh
tanah yang digunakan untuk media tanam dikeringudarakan terlebih dahulu,
kemudian ditumbuk lalu diayak. Selanjutnya tanah sebanyak 3.8 kg BKM/
polibag dimasukkan ke dalam polibag berukuran sedang.
3.3.3 Analisis Kimia dan Biologi Tanah
Setelah tanah diinkubasi, contoh tanah tersebut diambil. Setelah itu
diambil 10 gram untuk analisis sifat biologi tanah. Analisisnya antara lain
menghitung total mikrob, total fungi dan respirasi tanahnya.
Pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat kimia tanah dilakukan
sebanyak dua kali yaitu awal (0 HST) dan akhir penelitian (21 HST). Parameter
sifat kimia yang diukur adalah pH, N-total, P-tersedia, C-organik, dan K-dd.
3.3.4 Pengambilan Limbah Lumpur Kering Kelapa Sawit
Limbah lumpur kering yang digunakan di dalam penelitian ini diperoleh
dari PT.PN VIII Kertajaya, Banten Selatan. Limbah pabrik kelapa sawit
dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan
dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang berasal
dari proses pengolahan berupa tandan kosong Kelapa Sawit (TKKS), cangkang
atau tempurung, serabut atau serat, limbah lumpur dan bungkil. Limbah padat
-
34
yang digunakan dalam penelitian ini berupa limbah lumpur (sludge) yang telah
mengalami proses pengeringan terlebih dahulu di kolam pengeringan lumpur.
3.3.5 Penyemaian Tanaman Sawi
Dalam penelitian ini varietas sawi yang digunakan adalah Brassisca
juncea yang diperoleh dari petani sawi daerah Situdaun. Tanaman sawi disemai
selama 2 minggu atau sampai tanaman ini mempunyai 3-4 helai daun.
3.3.6 Pemupukan
Kegiatan pemupukan dilakukan sebelum penanaman tanaman sawi ke
dalam polibeg. Pupuk yang diberikan adalah pupuk anorganik dan limbah lumpur
kering (LS). Pupuk anorganik dan LS diberikan secara bersamaan sebelum tanam
dengan cara mencampurkan keduanya dengan setengah bagian tanah dalam
polibag. Kemudian tanah diinkubasi selama tiga hari. Pemberian pupuk urea, SP
36, KCL dan LS (Tabel 1) diberikan satu kali sebelum tanam pada tanaman sawi
sesuai dosis yang disajikan pada Tabel 3 di bawah ini. Dosis limbah lumpur
kering yang diberikan dihitung dari jumlah media tanahnya dalam polibag (3.8kg
BKM tanah).
-
35
Tabel 3. Dosis Perlakuan untuk Pupuk Kimia dan Limbah Lumpur Kering (LS)
Perlakuan Urea SP 36 KCl Urea SP36 KCl
-------------kg/ha------------- ---------------g pot-1----------------
Blanko 0 0 0 0 0 0
100 NPK 100 100 75 2,2 2,2 1,2
50% NPK 50 50 37,5 1,1 1,1 0,6
20% LS 0 0 0 0 0 0
30% LS 0 0 0 0 0 0
40% LS 0 0 0 0 0 0
100% NPK + 20% LS 100 100 75 2,2 2,2 2,2
100% NPK + 30% LS 100 100 75 2,2 2,2 2,2
100% NPK + 40% LS 100 100 75 2,2 2,2 2,2
50% NPK + 20% LS 50 50 37,5 1,1 1,1 0,6
50% NPK + 30% LS 50 50 37,5 1,1 1,1 0,6
50% NPK + 40% LS 50 50 37,5 1,1 1,1 0,6
3.3.7 Penanaman
Penanaman dilakukan dirumah kaca, kebun percobaan Cikabayan, IPB.
Tanaman sawi yang telah berumur 15 hari siap dipindahkan ke dalam polibag
berukuran 40 cm x 40 cm. Sekitar dua tanaman sawi ditanam ke dalam polibag.
3.3.8 Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman sawi dilakukan dengan menyiram tanaman setiap
dua kali sehari dengan acuan sesuai kapasitas lapang.
3.3.9 Parameter Agronomi yang diukur
1. Tinggi tanaman : tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung
daun tertinggi dengan cara mengatupkan seluruh daun keatas. Pengukuran
tanaman dilakukan setiap empat hari sekali.
-
36
2. Jumlah daun : Jumlah daun diukur dengan menghitung daun segar
masing-masing tanaman sawi dalam polibag.
3. Bobot basah tanaman : Bobot basah tanaman bagian atas diukur dengan
menimbang bagian atas tanaman setelah dilakukan pemanenan.
4. Bobot kering tanaman : Setelah penimbangan bobot basah tanaman,
bagian atas tanaman dikeringkan dalam oven pada suhu 600C selama 2 x
24 jam. Setelah itu, bagian atas tanaman ditimbang kembali untuk
mendapatkan kembali bobot kering tanaman.
-
37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat- Sifat Tanah Latosol
Sifat-sifat kimia dari Tanah Latosol yaitu tanah ini mempunyai pH yang
sangat masam (4.2), kandungan C-organik yang yang rendah (1.42%),dan N-total
yang sangat rendah (0.11%). Hasil analisis basa-basa yang dapat dipertukarkan
adalah sebagai berikut : Ca sebesar 0.91 me/100g (rendah), Mg sebesar 0.50%
me/100g (rendah), K sebesar 0.13 me/100g (rendah). Secara keseluruhan tanah ini
menunjukkan tingkat kesuburan yang rendah
Tanaman sawi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur dan
subur (Nazaruddin, 2003). Agar tanaman sawi dapat tumbuh dengan baik pada
tanah Latosol maka perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Usaha yang perlu dilakukan antara lain dengan penambahan bahan organik ke
dalam tanah.
4. 2 Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
4.2.1 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan salah satu faktor yang menentukan
pertumbuhan tanaman. Pengaruh pemberian limbah lumpur kering kelapa sawit
terhadap tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.
-
38
Tabel 4. Pengaruh Pemupukan terhadap Tinggi Tanaman Sawi (Brassica juncea)
Perlakuan 1MST 2MST 3MST
-----------------------------(cm)---------------------------
Tanah (Blanko) 10.77ab 16.62a 20.40a
Tanah+LS 20% 10.77ab 22.80bc 26.65bc
Tanah+LS 30% 10.62ab 17.42ab 21.95a
Tanah+LS 40% 11.30bc ` 24.72c 26.68bc
Tanah+NPK 50% 10.95bc 18.22ab 21.28a
Tanah+NPK 100% 10.43ab 19.33ab 25.03ab
Tanah+LS 20%+NPK 50% 11.20bc 20.18ab 24.88ab
Tanah+LS 30%+NPK 50% 10.87bc 19.93ab 23.63ab
Tanah+LS 40%+NPK 50% 12.40c 23.07bc 25.57bc
Tanah+LS 20%+NPK 100% 9.33a 21.35bc 25.30bc
Tanah+LS 30%+NPK 100% 12.77c 23.43bc 29.15c
Tanah+LS 40%+NPK 100% 11.03bc 21.37bc 26.62bc
Keterangan: * Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada 5%
Berdasarkan Tabel 4, tinggi tanaman pada umur 1MST, 2 MST dan 3
MST menunjukkan pengaruh yang nyata antara setiap perlakuan. Pada umur
tanaman 3 MST perlakuan limbah lumpur kering (LS) 20%+NPK 100%, LS
30%+NPK 100% dan LS 30%+NPK 100% mampu meningkatkan tinggi tanaman
dibandingkan dengan blanko (tanah saja). Persentase peningkatan perlakuan
tersebut karena adanya penambahan limbah lumpur kering ke dalam tanah adalah
sebesar 24.02%, 42.89%, dan 30.49% dan karena adanya pengaruh pupuk NPK.
Pada umur 3 MST, perlakuan dengan LS 20%+NPK 50%, LS 30%+NPK 50%
dan LS 30%+NPK 50% memiliki tinggi tanaman yang tidak jauh berbeda jika
dibandingkan dengan 100%NPK. Salah satu pengaruh bahan organik terhadap
-
39
tanah adalah sebagai sumber unsur hara N, P , S, unsur mikro dan lain-lain
(Hardjowigeno, 2003).
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Perlakuan
Ting
gi ta
nam
an (c
m)
1MST2MST3MST
Ket : 1. Blanko 7. LS 20% + NPK 50% 2. LS 20% 8. LS 30% + NPK 50% 3. LS 30% 9. LS 40% + NPK 50% 4. LS 40% 10. LS 20% + NPK 100% 5. NPK 50% 11. LS 30% + NPK 100% 6. NPK 100% 12. LS 40% + NPK 100%
Gambar 2. Pengaruh tinggi tanaman sawi (Brassica juncea) terhadap setiap
perlakuan selama penelitian
Pada minggu ketiga setelah tanam, nilai tinggi tanaman pada masing-
masing perlakuan berbeda-beda. Besarnya tinggi tanaman berkisar antara 20.4
29.15 cm. Pada 3MST perlakuan LS 20% + NPK 50%, LS 30% + NPK 50%, dan
LS 40% + NPK 50% mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman jika
dibandingkan dengan blanko. Persentase peningkatan tinggi tanaman dengan
adanya penambahan limbah lumpur kering (LS) 20% + NPK 50%, LS 30% +
NPK 50% dan LS 40% + NPK 50%) ke dalam tanah terhadap blanko yaitu
21.42%, 19.92% dan 38.81%. Hal ini disebabkan karena hara yang terdapat dalam
-
40
limbah lumpur kering kelapa sawit tersebut tersedia bagi tanaman yang
selanjutnya meransang pertumbuhan tanaman dan unsur hara yang berasal dari
limbah lumpur kering kelapa sawit, khususnya K mampu meningkatkan
ketersediaan K tanah serta karena adanya penambahan pupuk NPK.
Dari hasil yang didapatkan bahwa pada 3 MST tanaman dengan pemberian
limbah lumpur kering sebanyak 30% dari media tanam (tanah)+NPK 100 %
memiliki tinggi tanaman tertinggi. Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh
suplai N ke dalam tanaman (De Datta, 1981). Bahan organik menjadi sumber
energi bagi mikrob sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikrob dalam tanah.
Pertumbuhan tanaman dari kecambah sampai dewasa banyak dipengaruhi
oleh bahan organik. Sisa-sisa tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah
membuat keadaan yang merangsang perkecambahan biji. Setelah bahan organik
melapuk unsur hara dan asam-asam yang dilepaskan banyak mempengaruhi
pertumbuhan tanaman selanjutnya (Kononova, 1966).
4.2.2 Jumlah Daun
Jumlah daun pada umur tanaman pada 2 MST tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata pada setiap perlakuan. Jumlah daun pada 3MST pada
perlakuan limbah lumpur kering (LS) 20% + NPK 100%, LS 30% + NPK 100%
dan LS 40% + NPK 100% berbeda nyata jika dibandingkan dengan blanko.
-
41
Tabel 5. Pengaruh pemupukan terhadap jumlah daun tanaman sawi (Brassica juncea)
Perlakuan 1MST 2MST 3MST
-------------------------(helai)------------------------------
Tanah (Blanko) 3.17ab 5.00a 5.50ab
Tanah+LS 20% 3.00a 5.67a 6.33bc
Tanah+LS 30% 3.33ab 5.50a 5.50ab
Tanah+LS 40% 2.83a ` 6.67a 7.17c
Tanah+NPK 50% 3.33ab 4.83a 5.00a
Tanah+NPK 100% 3.17ab 5.17a 5.17a
Tanah+LS 20%+NPK 50% 3.50bc 6.00a 6.00ab
Tanah+LS 30%+NPK 50% 3.50bc 5.50a 5.67ab
Tanah+LS 40%+NPK 50% 3.83c 6.67a 7.17c
Tanah+LS 20%+NPK 100% 3.00a 5.00a 5.50ab
Tanah+LS 30%+NPK 100% 3.33ab 6.17a 7.00c
Tanah+LS 40%+NPK 100% 3.50bc 6.50a 7.00c
Keterangan: * Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada 5%
Penambahan limbah lumpur kering kelapa sawit ke dalam setiap polibag
percobaan nyata meningkatkan jumlah daun dibandingkan dengan tanaman
dengan perlakuan tanpa penambahan limbah lumpur kering. Menurut Sullivan
(1998), bahwa limbah lumpur dan kotoran organik mengandung banyak nutrisi
yang diperlukan tanaman. Peranan bahan organik dalam meningkatkan jumlah
daun terlihat nyata berbeda dibandingkan tanpa pemberian bahan organik. Hasil
analisis Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa rataan jumlah daun terbanyak
terdapat pada perlakuan limbah lumpur kering 40 % dan limbah lumpur kering
40%+NPK 50% sebesar 7.17%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tersebut
-
42
meningkatkan jumlah daun 30.36% terhadap blanko. Dari hasil analisis akhir,
tanah yang diberikan limbah lumpur kering memiliki kandungan N yang tinggi
dibandingkan dengan tanah yang hanya diberikan pupuk anorganik saja. Menurut
Sarwono (2003), fungsi N dalam tanah adalah memperbaiki pertumbuhan
vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N, berwarna
lebih hijau.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Perlakuan
Jum
lah
Daun
(hel
ai)
1MST2MST3MST
Gambar 3. Pengaruh jumlah daun terhadap pemberian pupuk anorganik dan limbah lumpur kering selama penelitian 4.2.3 Bobot Kering Tanaman Bagian Atas
Tingginya nilai yang ditunjukkan pada bobot basah tanaman sawi
merupakan salah satu indikator terhadap tingginya produksi yang dihasilkan oleh
tanaman tersebut. Pengaruh pemberian limbah lumpur kering terhadap bobot
kering tanaman bagian atas sangat nyata berbeda jika dibandingkan dengan
blanko. Berikut adalah perbandingan bobot kering tanaman bagian atas antara
penambahan limbah lumpur kering ke dalam tanah sebagai bahan organik
-
43
sebanyak 40% dari media tanam (3.8 kg BKM tanah/pot), limbah lumpur kering
40%+NPK 50% dan limbah lumpur kering 40%+NPK 100% yaitu 3.31 g ; 3.43
g ; dan 3.17 g.
Gambar 4. Penampakan morfologi Sawi (Brassica juncea) pada saat panen
Bobot limbah lumpur kering tertinggi dari ketiga perlakuan tersebut
terdapat pada limbah lumpur kering (LS) 40%+NPK 50%. Pada pemberian
limbah lumpur kering 40%+NPK 50% mampu meningkatkan rataan bobot kering
sebesar 3.63% terhadap pemberian limbah lumpur kering 40% saja, tetapi malah
pada perlakuan limbah lumpur kering 40%+NPK 100% nilai rataan bobot kering
tanaman menurun. Hal ini diduga disebabkan tingginya ketersediaan unsur hara
dalam tanah sehingga kemungkinan menurunkan tingkat produksi tanaman sawi
tersebut.
-
44
Tabel 6. Pengaruh pemupukan terhadap bobot basah tanaman bagian atas (bbtba) dan bobot kering tanaman bagian atas (bktba)
Perlakuan Bobot Tanaman Atas
Basah kering
----------------------------g /pot---------------------------
Tanah (Blanko) 14.17a 1.46a
Tanah+LS 20% 29.17bc 2.44bc
Tanah+LS 30% 27.50bc 2.38 ab
Tanah+LS 40% 41.67c ` 3.31 c
Tanah+NPK 50 % 15.00a 1.43 a
Tanah+NPK 100% 24.17ab 2.65bc
Tanah+LS 20% + NPK 50% 31.67bc 2.83 bc
Tanah+LS 30% + NPK 50% 29.17bc 2.68 bc
Tanah+LS 40% + NPK 50% 39.17c 3.43 c
Tanah+LS 20% + NPK 100% 28.33bc 2.61 bc
Tanah+LS 30% + NPK 100% 39.17c 3.30c
Tanah+LS 40% + NPK 100% 36.67c 3.17bc
Keterangan: * Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata dengan uji Duncan pada 5%.
4.3 Sifat Biologi Tanah
4.3.1 Populasi Mikrob Tanah
Bakteri adalah kelompok yang paling banyak mendapat perhatian di antara
kelompok mikrob tanah. Peranan bakteri dalam pendaurulangan unsur hara seperti
karbon, nitrogen, dan fosfor adalah sangat penting (Anas, 1989).
Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah total mikrob sebagian besar
meningkat jumlahnya dengan semakin lamanya waktu penanaman. Total mikrob
-
45
tertinggi yang ada dalam tanah terdapat pada perlakuan tanah yang diberikan
limbah lumpur kering 20%+NPK 100% yaitu sebesar 176.94x105 Spk/g tanah
BKM. Hal ini dapat dikarenakan sebagian mikrob total dalam tanah membutuhkan
nitogen dalam hidupnya. Sehingga perlakuan dengan 100%NPK dan penambahan
bahan organik ke dalam tanah akan meningkatkan jumlah mikrob dalam tanah.
Tabel 7. Rata-rata hasil analisis populasi mikrob tanah
Perlakuan 0HST 10HST 21HST
(sebelum percobaan) (panen)
----------------X 105 SPK/g tanah BKM---------------
Tanah (Blanko) 2.1a 56.46ab 57.26a
Tanah+LS 20% 2.1a 89.85bc 128.63bc
Tanah+LS 30% 2.1a 41.34a 58.26a
Tanah+LS 40% 2.1a ` 62.94ab 111.05ab
Tanah+NPK 50% 2.1a 40.30a 45.51a
Tanah+NPK 100% 2.1a 59.41bc 67.30ab
Tanah+LS 20% + NPK 50% 2.1a 59.34ab 129.08bc
Tanah+LS 30% + NPK 50% 2.1a 30.96a 67.88ab
Tanah+LS 40% + NPK 50% 2.1a 28.12a 142.96bc
Tanah+LS 20% + NPK 100% 2.1a 49.83ab 176.94c
Tanah+LS 30% + NPK 100% 2.1a 41.86a 46.72a
Tanah+LS 40% + NPK 100% 2.1a 121.66c 153.95bc
Keterangan: * Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata dengan uji Duncan pada 5%.
Dalam hal ini, jumlah mikrob tanah pada perlakuan limbah lumpur kering
40%+NPK 100% bukan merupakan yang tertinggi karena nitrogen dalam tanah
telah digunakan untuk pertumbuhan tanaman sawi. Soepardi (1983), menyatakan
bahwa tanah yang mempunyai C/N yang tinggi maka pelapukan bahan organik
-
46
lebih intensif sehingga jumlah mikrob tanah dan berkembang pesat dan
aktivitasnya juga akan meningkat karena tesedia nutrisi yang mendukung
pertumbuhan mikrob yang tinggi.
0
40
80
120
160
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Perlakuan
SPK
(X 1
05)/g
BK
M ta
nah
0HST10HST21HST
Ket : 1. Blanko 7. LS 20% + NPK 50% 2. LS 20% 8. LS 30% + NPK 50% 3. LS 30% 9. LS 40% + NPK 50% 4. LS 40% 10. LS 20% + NPK 100% 5. NPK 50% 11. LS 30% + NPK 100% 6. NPK 100% 12. LS 40% + NPK 100%
Gambar 5. Dinamika populasi mikrob tanah pada berbagai perlakuan
pemupukan
4.3.2 Populasi Fungi Tanah
Populasi total fungi dalam tanah menunjukkan peningkatan jumlah mulai
dari awal sebelum dilakukannya penanaman sawi sampai panen, walaupun pada
perlakuan limbah lumpur kering 30% mengalami penurunan pada akhir
penanaman. Alexander (1976) menyatakan bahwa spesies fungi dapat bertahan
hidup pada rentang pH yang luas, dari yang sangat masam sampai yang sangat
alkalin.
Jumlah fungi tertinggi terdapat pada perlakuan LS 40%+NPK 100%,
diikuti dengan LS 20%+NPK 100% dan LS 40%. Banyaknya jumlah fungi pada
-
47
perlakuan-perlakuan tersebut, berbanding lurus dengan tingginya produksi yang
dihasilkan oleh tanaman sawi. Rao (1994) menyebutkan bahwa tanah yang baik
untuk ditanami tanaman pertanian mengandung banyak fungi karena fungi bersifat
aerobik.
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Perlakuan
SPK
(104
)/g B
KM
tana
h
0HST
10HST
21HST
Gambar 6. Dinamika populasi fungi tanah pada berbagai perlakuan
pemupukan
4.3.3 Aktivitas Mikrob Tanah
Pengukuran respirasi (mikrob) merupakan cara menentukan tingkat
aktifitas mikrob tanah (Anas,1989).
Gambar 7 menunjukkan bahwa respirasi tanah pada akhir tanam akan
meningkat dengan adanya penambahan limbah lumpur kering ke dalam tanah
dibandingkan dengan tanah tanpa pemberian limbah lumpur kering. Hal ini
disebabkan karena jumlah bakteri dalam limbah lumpur kering yang jauh lebih
banyak (Tabel Lampiran 2) dibandingkan dengan perlakuan tanah saja.
-
48
0
2
4
6
8
10
1214
16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Perlakuan
mg
CO
2-C
/kg/
hari
0HST
10HST
21HST
Gambar 7 . Dinamika aktivitas mikrob tanah pada setiap perlakuan
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa tanah yang mengandung C-
organik yang tinggi memilki total mikrob yang tinggi, sebaliknya tanah yang
memiliki C-organik yang rendah maka besar kemungkinan total mikrob dalam
tanah tersebut akan rendah pula.
4.4 Sifat Kimia Tanah
4.4.1 N-total
Pada Tabel Lampiran 4 dapat dilihat bahwa kandungan N-total tanah
penelitian bervariasi hasilnya dari yang rendah sampai yang tinggi. Tanah dengan
perlakuan blanko, NPK 50% dan NPK 100% saja memiliki kandungan N-total
yang rendah yang masing- masing nilainya sebesar 0.11; 0.8; daan 0.9%.
Menurut kriteria sifat-sifat kimia tanah PPT (1983), tanah dengan kadar N-total
lebih kecil dari 0.32% tergolong rendah.
Tanah dengan pemberian limbah lumpur kering ke dalam tanah akan
meningkatkan kadar N-total dalam tanah. Hal ini dapat dibuktikan pada
-
49
penelitian ini, bahwa tanah dengan pemberian limbah lumpur kering (LS)
40%+NPK 100% memiliki N-total paling tinggi yaitu sebesar 0.86%. Tanah
dengaan perlakuan limbah lumpur kering 40%+NPK 100% memiliki kadar N-
total yang sangat tinggi menurut kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah Pusat
Penelitian Tanah (1983) yaitu berkisar antara >0.75%. Hardjowigeno (2003)
menyebutkan bahwa tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N akan
mempunyai pertumbuhan vegetatif yang cukup baik.
4.4.2 Kandungan P tersedia dalam Tanah
Unsur ini sering juga disebut sebagai kunci untuk kehidupan karena
fungsinya yang sangat central dalam proses kehidupan (Leiwakabessy dan
Sutandi, 2004).
Dari Tabel Lampiran 4 semua perlakuan dalam penelitian ini memiliki
kandungan P-tersedia yang rendah menurut kriteria penilaian sifat-sifat kimia
tanah Pusat Penelitian Tanah (1983) yaitu lebih kecil dari 10 ppm. Hal ini diduga
karena unsur P sangat mudah terfiksasi sehingga unsur ini menjadi tidak tersedia
dan akan menjadi sulit bagi tanaman untuk mengambilnya.
Faktor yang mempengaruhi tersedianya P untuk tanaman yang terpenting
adalah pH tanah. P yang mudah diserap oleh tanaman pada tanah yang
mempunyai pH sekitar netral (pH 6 - 7) (Hardjowigeno, 2003). Hal ini terbukti
dari hasil analisis pH setelah tanam berkisar antara 4.0 5.2 (masam).
-
50
4.4.3 Kalium
Semua perlakuan dalam penelitian ini memiliki kandungan Kalium yang
rendah menurut kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah Pusat Penelitian Tanah
(1983) yaitu lebih kecil dari 0.3%. Hal ini diduga karena tanaman cenderung
mengambil unsur K dalam jumlah yang jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan
tetapi tidak menambah produksi sehingga jumlah kalium dalam tanah menjadi
sedikit ( Hardjowigeno, 2003).
4.4.4 C-organik
Karbon merupakan penyusun bahan organik. Oleh karena itu
peredarannya selama pelapukan jaringan tanaman sangat penting Pada Tabel
Lampiran 4 , dapat dilihat bahwa kadar C-organik tanah di semua perlakuan yang
diberikan limbah lumpur kering tergolong tinggi sampai sangat tinggi yaitu
berkisar antara 3.38 6.02.
Fungi merupakan organisme heterotrof yang tidak dapat menggunakan
senyawa karbon anorganik seperti karbondioksida, senyawa karbon yang dapat
digunakan fungi harus berasal dari sumber anorganik (Pelczar dan Chan, 1986),
sehingga persentase C-organik mempengaruhi jumlah total populasi fungi.
Dari penelitian ini peningkatan persentase C-organik tanah dengan
perlakuan limbah lumpur kering (LS) 40%+NPK 100% sebesar 68% jika
dibandingkan dengan tanah yang hanya diberikan NPK 100% . Hal ini
dikarenakan limbah lumpur kering tersebut merupakan limbah dari proses
pengolahan kelapa sawit yang masih banyak unsur hara yang sangat dibutuhkan
untuk pertumbuhan tanaman.
-
51
V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Perlakuan dengan pemberian limbah lumpur kering (LS) 20%+NPK 50%,
LS 30%+NPK 50% dan LS 40%+NPK 50% mampu menyeimbangkan
pertumbuhan vegetatif tanaman (tinggi tanaman dan jumlah daun) dan
produktifitas tanaman sawi (Brassica juncea) jika dibandingkan dengan
NPK 100%.
2. Perlakuan dengan pemberian LS 20%+NPK 50%, LS 30%+NPK 50% dan
LS 40%+NPK 50% mampu meningkatkan populasi total mikroorganisme
tetapi tidak mampu meningkatkan populasi total fungi jika dibandingkan
dengan NPK 100%.
3. Penambahan limbah lumpur kering kelapa sawit ke dalam media tanam
tanaman sawi (Brassica juncea) mampu menggantikan ketersediaan unsur
hara yang dibutuhkan tanaman sawi untuk mendukung pertumbuhan
tanaman tersebut.
4. Dinamika populasi total mikroorganisme dan total fungi sebagian besar
mengalami kenaikan tetapi ada juga beberapa perlakuan yang mengalami
penurunan.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh dari limbah
lumpur kering kelapa sawit dengan menggunakan dosis yang berbeda dan
tanaman yang berbeda pula.
-
52
VI. DAFTAR PUSTAKA
Abdoellah, P. 2000. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Bogor. (www.wikipedia. com). 7-Agustus-2008.
Alexander, M. 1976. Introduction to Soil Microbiology, 2nd Edition. John Willey
and Sons Ltd. New Delhi. Allison, F, E. 1973. Soil Organic Matter and Its Role In Crop Production. Elsevier
Scientific Publishing Company. Washington, D. C. Anas, I. 1989. Biologi Tanah Dalam Prraktek. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. . 1997. Bioteknologi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Anonim. 1992. Sayur Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta. Anonim. 2008. Pedoman Teknis Pemanfaatan Limbah Perkebunan Menjadi
Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. Bailey, L.H. 1963. The Standard Encycolpedia of Horticultura. The Mc.Millan
Company. New York. Bergeret, A. 1987. Sistem Produksi Menurut Pendekatan Ekologis Dalam
Ekofarming Bertani Selaras Alam. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Briawan, D dan Hardiansyah. 1990. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.
Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, IPB. Bogor.
Dalzell, R. 1978. A case Study on The Utilization of Effluent and by Products of
Oil Palm by cattle and Buffaloes on an Oil Palm Estate. Malaysian Agriculture Research and Development Institute. Serdang-Selangor.
Davendra, C. 1977. Utilization of Feeding Stuffs from The Oil Palm Feeding
Stuffs for Livestock in south East Asia. Malaysian Agriculture Research and Development Institute. Serdang-Selangor.
De Datta, S. K. 1981. Principes and Practices of Rice Production. John Willey and
Sons. New York. Ellisabeth, J dan S. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa
Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bengkulu. Bengkulu.
-
53
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tataguna Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna di Indonesia (II). Badan Litbang Kehutanan.
Jakarta. Hutagalung, R dan Jalaluddin. 1982. Feeds for Farm Animal from The Oil Palm.
Dept. of Animal Science University. Serdang. Kononova, M. M. 1966. Soil Organic Matter (Its nature, Its role in Soil Formation
and in Soil Fertility). Pergamon Press. NewYork. Leiwakabessy, F dan A. Sutandi. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan.
Departemen Tanah, Fakultas Pertanian. IPB. Lubis, A. 1992. Kelapa Sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat.
Pematang Siantar. MacDonald, I and J. Low. Fruit and Vegetables. 1984. Evans Brothers Limited.
London. Nazaruddin. 2003. Sayuran Dataran Rendah, Cetakan ke-2. Penebar Swadaya.
Jakarta. Utomo, B dan E. Widjaja. 2004. Limbah padat pengolahan minyak sawit sebagai
ssumber nutrisi ternak ruminansia. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Palangkaraya. (http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/p3231044.pdf). 07-Agustus-2008.
Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk
Keperluan Survey dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. PPT. Bogor.
Pelczar, M dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar- Dasar Mikrobiologi Ed 1. Hadioetomo,
T. Imas, S.S.Tjitrosomo dan S.L.Angka (penerjemah). Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Rao, S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Herawati
Susilo (penerjemah). UI-Press. Jakarta. Rubatzky, V. 1999. Sayuran Dunia II. Catur Herison (penerjemah). ITB-Press.
Bandung. Ryder, E.J. 1979. Leafy Salad Vagetables. The AVI Publishing Company, Inc.
Westport, Connecticut.
-
54
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Stevenson , F.I. 1994. Humus Chemistry Genesis, Composition, Reactions. John
Willey and Sons, Inc. New York. Sullivan, D. 1998. Fertilizing with Biosolids. Pacific Northwest Extension
Publication. Oregan State University Extension Service, Corvalis. Washington.
Sutanto, J. 1993. Bertanam baby caisim. Trubus 286. Sutardi, T. 1991. Pemanfaatan limbah tanaman perkebunan sebagai pakan ternak
ruminansia. Prosiding, Seminar Pameran Produksi dan Teknologi Peternakan. Bogor.
Tindall, H.D. 1983. Vegetables In The Tropics. Mc.Millan Press Ltd. Hongkong. Williams, C. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
-
55
LAMPIRAN
-
56
Tabel Lampiran 1. Analisis kimia pupuk anorganik
Jenis Pupuk N P2O5 K2O
Urea 40.24 %
SP-36 27.35 %
KCl 60 %
Keterangan: Hasil analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB Tabel Lampiran 2. Analisis biologi tanah dan limbah lumpur kering kelapa
sawit Analisis Bakteri Fungi (SPK/g BKM X 105) (SPK/g BKM X 104) Tanah 2.98 1.79 Limbah lumpur kering 73.77 24.51 Tabel Lampiran 3. Analisis kimia tanah dan limbah lumpur kering kelapa
sawit Analisis pH N- total P-tersedia K-dd C-organik (%) (ppm) (me/100g) (%) Tanah 4.2 0.11 3.58 0.13 1.42 Limbah lumpur kering 4.1 0.40 0.06 0.76 2.58
-
57
Tabel Lampiran 4. Hasil analisis sifat kimia tanah setelah panen Analisis pH N-total P-tersedia K-dd C-organik (%) (ppm) (me/100g) (%) Tanah (Blanko) 4.8 0.11 1.79 0.13 1.49 Tanah+LS 20% 5.2 0.36 1.53 0.78 4.02 Tanah+LS 30% 5.0 0.96 4.05 0.81 5.38 Tanah+LS 40% 4.5 0.74 4.03 0.72 6.02 Tanah+NPK 50% 4.6 0.08 1.67 0.32 1.63 Tanah+NPK 100% 4.3 0.09 3.10 0.62 1.76 Tanah+LS 20%+NPK 50% 4.5 0.41 3.98 0.83 3.38 Tanah+LS 30%+NPK 50% 4.4 0.39 4.06 0.75 3.72 Tanah+LS 40%+NPK 50% 4.6 0.78 4.89 0.87 4.15 Tanah+LS 20%+NPK 100% 4.4 0.60 3.13 0.72 3.75 Tanah+LS 30%+NPK 100% 4.2 0.64 3.76 0.80 4.68 Tanah+LS 40%+NPK 100% 4.3 0.86 3.52 0.89 5.51
-
58
Tabel Lampiran 5. Kriteria penilaian sifat kimia tanah berdasarkan PPT (1983) Sifat Tanah Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat Rendah Tinggi C-organik(%) 5
N-total (%) 0.75
C/N 25
P2O5 HCl (mg/100g) 60
P2O5 Bray 1 (ppm) 35
P2O5 Olsen (ppm) 60
KTK (me/100g) 40
K (me/100g) 1.0
Na (me/100g) 1.0
Mg (me/100g) 8.0
Ca (me/100g) 20
KB (%) 70
Kejenuhan Al (%) 60
Sangat masam agak Netral Tinggi Sangat
masam masam Tinggi
pH H2O 8.5
-
59
Gambar 1. Kolam pengering limbah lumpur kelapa sawit di PKS Kertajaya
Gambar 2. Pengaruh pemupukan 50%NPK, 100%NPK, 100%NPK+20% limbah lumpur kering (LS), 100%NPK+30%LS dan 100%NPK+40%LS terhadap tinggi tanaman Sawi (Brassica juncea) pada saat panen
-
60
Gambar 3. Pengaruh pemupukan 20% limbah lumpur kering (LS), 30%LS dan 40%LS terhadap tinggi tanaman Sawi (Brassica juncea) dibandingkan dengan 50%NPK dan 100%NPK pada saat panen