laporan praktikum toksikologi i

19
LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI SENYAWA KIMIA YANG BEKERJA LOKAL (SETEMPAT) Penanggung Jawab : drh. Aulia Andi M, Msi. Kamis, 19 September 2013 (14.00-16.30 WIB) KELOMPOK I : Hafiizha Septigrahadiani R. B04100103 Nurul Hafsari B04100104 Gamma Prajnia B04100105 Siti Kholijah R. B04100106 Bima Febrian N. B04100107

Upload: nurul-hafsari-hidayat

Post on 30-Dec-2015

885 views

Category:

Documents


59 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Toksikologi i

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI

SENYAWA KIMIA YANG BEKERJA LOKAL (SETEMPAT)

Penanggung Jawab : drh. Aulia Andi M, Msi.

Kamis, 19 September 2013

(14.00-16.30 WIB)

KELOMPOK I :

Hafiizha Septigrahadiani R. B04100103

Nurul Hafsari B04100104

Gamma Prajnia B04100105

Siti Kholijah R. B04100106

Bima Febrian N. B04100107

DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 2: Laporan Praktikum Toksikologi i

Pendahuluan

Obat merupakan senyawa kimia yang mempengarui proses hidup. Obat

juga sering digunakan untuk pencegahan, diagnosis dan pengobatan

penyakit. Berkaitandengan mekanisme kerjanya, obat dapat bekerja secara

lokal maupun general. Faktor yang sangat berpengaruh pada keberhasilan suatu

obat dalam menyelesaikan tugasnya adalah besarnya dosis yang tepat yang

diberikan kepada pasien. Efek obat hanya ditentukan pada dua dosis sehingga

mempengaruhi kondisi tubuh selanjutnya yaitu effective dose dan toxic dose.

Obat akan bekerja secara optimum ketika obat tersebut memenuhi dosis yang

efektif, jika obat tersebut melebihi dosis efektif maka efek yang timbul

berupa keracunan pada tubuh (Mutschler 1991).

Obat atau senyawa kimia yang bekerja lokal merupakan senyawa yang

bekerja pada tempat dimana obat itu diaplikasikan. Senyawa digolongkan menjadi

dua kelompok, yakni iritansia dan protektiva. Kedua senyawa ini, terbagi lagi

kedalam beberapa golongan. Iritansia berdasarkan kekuatan kerja senyawa

kimianya dikelompokkan menjadi rubefaksi, vesikasi, pustulasi, dan korosi.

Protektiva yang merupakan senyawa pelindung kulit atau mukosa terhadap daya

kerja iritansia dikelompokkan menjadi demulsensia, emoliensia, astrigensia,

adsorbensia.

Tubuh manusia dan hewan hampir semuanya ditutupi oleh kulit, akibatnya

kulit dapat terpapar berbagai jenis zat kimia misalnya kosmetik, produk rumah

tangga, obat topical dan pencemaran industri, terutama di tempat kerja tertentu.

Praktikum kali ini menggunakan senyawa kimia yang bekerja secara lokal

(setempat), yaitu  senyawa kimia yang bersifat irritansia dan protektiva.

Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah praktikan mengetahui reaksi yang

ditimbulkan oleh zat irritansia dan protektiva dan mengetahui contoh dari

senyawa tersebut.

Page 3: Laporan Praktikum Toksikologi i

Tinjauan Pustaka

Senyawa Irritansia

Irritansia merupakan kelompok senyawa yang bekerja tidak selektif pada sel

dan jaringan tubuh dengan cara merusak sel-sel atau bagian dari sel untuk

sementara atau permanen. Reaksi yang bersifat ringan hanya akan merangsang

fungsi sel, namun bila parah atau berlangsung lama akan merusak fungsi sel dan

dapat menimbulakan kematian jaringan. Bergantung dari kekuatan kerja senyawa

kimia tersebut, daya kerja irritansia dapat berupa rubefaksi (perangsangan

setempat yang lemah), vesikasi (terjadi pembentukan vesikel), pustulasi

(terbentuk pus), dan korosi (sel-sel jaringan rusak).

Berdasarkan daya kerjanya, iritansia terbagi atas rubefaksi, vesikasi, pustulasi

dan korosi.

1. Rubefaksi

Rubefaksi merupakan kelompok senyawa kimia iritansia yang mempunyai

daya kerja lemah. Gejala utama yang ditimbulkan oleh senyawa kimia ini adalah

hiperemia arteriol yang dilanjutkan dengan dermatitis eritrematosa. Contoh daya

kerja dari rubafasiensia terlihat pada paparan menthol, kloroform ataupun fenol

pada kulit. Menthol merupakan seyawa yang bisa menyebabkan vasodilatasi

pembuluh darah. Rasa nyeri dan sakit akan timbul jika menthol digosokan secara

terus-menerus pada kulit. Kloroform akan menimbulkan iritasi ringan jika

terpapar dalam waktu yang lama di kulit. Hal ini disebabkan oleh kemampuan dari

senyawa yang temasuk turunan asam formiat ini untuk melarutkan lemak.

Sedangkan daya kerja iritan dari fenol disebabkan oleh sifat keratolisis dan

vasokonstrifnya. Meskipun demikian, efek iritasinya dapat berbeda-beda

tergantung pada jenis larutannya. Fenol akan menjadi iritan jika dicampurkan

dengan air ataupun alkohol. Hal ini disebabkan oleh kemampuan fenol sebagai

pelarut, terutama pada senyawa-senyawa polar (Lorgue 1996).

Selain itu, terdapat juga senyawa-senyawa lain yang bersifat kausatika.

Senyawa-senyawa ini adalah asam kuat dan basa kuat. Contoh asam kuat adalah

asam nitrat, asam sulfat, dan asam klorida. Sedangkan basa kuat adalah natrium

Page 4: Laporan Praktikum Toksikologi i

hidroksida. Reaksi asam akan menyebabkan koagulasi protein dan reaksi basa

menyebabkan terjadinya lisis. 

2. Vesikasi

Daya kerja vesikasi menyebabkan terjadinya pembentukan vesikel/gelembung.

Hal ini merupakan akibat akumulasi cairan transudat yang tinggi sehingga tidak

dapat diangkut oleh bulu limfe. Cairan ini terakumulasi di stratum korneum dan

mengundang datangnya leukosit. Transudat yang awalnya jernih akan berubah

menjadi keruh .

3. Pustulasi

Daya kerja dari pustulasi adalah terbentuknya  pus/nanah. Hal ini disebabkan

karena iritasi terjadi hanya pada kelenjar-kelenjar kutaneus.

4. Korosi

Daya kerja ini melibatkan tiga fase, yaitu: radang dengan hiperemi, nekrosis

dan pencairan kimia. Iritasi yang terjadi disebabkan oleh kerja iritan pada

protoplasma.

Senyawa Protektiva

Senyawa protektiva adalah senyawa yang digunakan untuk melindungi kulit

atau mukosa terhadap daya kerja irritansia, baik yang kimiawi maupun yang

berupa sinar. Beberapa dapat melindungi tubuh dari efek zat-zat yang bekerja

sistemik dengan melindunginya agar tidak terserap melalui mukosa. Beberapa

daya kerja protektiva adalah demulsensia (senyawa kimia yang merupakan cairan

koloid), emolsiensia (senyawa kimia yang merupakan zat minyak), astringensia

(senyawa kimia yang digunakan lokal untuk mempresipitasikan protein), dan

adsorbensia (senyawa kimia yang digunakan pada kulit dan membran mukosa,

ulcera, dan luka-luka).

Daya kerja protektiva bersifat demulsensia, emoliensia, astringensia, dan

adsorbensia.

1. Demulsensia

Daya kerja dari senyawa ini adalah membentuk lapisan untuk melindungi kulit.

Hal ini ditimbulkan oleh efek pencampuran cairan koloid dengan air. Gom arab

Page 5: Laporan Praktikum Toksikologi i

(resin), musilago, dan pati merupakan bahan utama dari senyawa demulsensia.

Pada pemakaian lokal dalam bentuk larutan zat ini menghilangkan iritasi dan

secara fisik melindungi sel dibawahnya terhadap kontak iritan dari luar

(Ganiswarna 2005).

2. Emoliensia

Emolioen merupakan lemak dan minyak yang digunakan lokal pada kulit dan

mukosa. Emolien digunakan sebagai protektif dan penghalus kulit, karena

membentuk lapisan minyak pada stratum korneum sehingga mencegah penguapan

air (Ganiswarna 2005). Senyawa ini mempunyai kemampuan untuk melindungi

kulit dari iritasi.

3. Astringensia

Daya kerja utama senyawa astringensia adalah kemampuan presipitasinya.

Permeabilitas membran dapat ditekan tanpa menyebabkan terjadinya kematian sel.

Perubahan permeabilitas menyebabkan menurunnya penyerapan zat iritan. Contoh

senyawa astringensia adalah tanin (Ganiswarna 2005).

4. Adsorbensia

Senyawa kimia berdaya adsorbensia mempunyai kemampuan untuk menyerap

zat iritan. Contoh senyawa adsorbensia adalah karbon. Senyawa ini tidak

mengiritasi kulit, melainkan melindungi kulit dengan cara mengabsorbsi zat iritan.

Senyawa ini tidak berbahaya karena tidak diserap tubuh dan akan dikeluarkan

melalui ekskresi (Ganiswarna 2005). 

Prosedur Penelitian

Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah kapas, spoit 1 mL,

pinset, gunting bedah, pipet tetes, papan, lidah, tangan, dan jari.

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah menthol, kloroform,

air, alkohol 25%, gliserin 25%, minyak olivarum, asam sulfat pekat, asam

khlorid, asam nitrat pekat, fenol likuafatkum, NaOH 75 %, H2SO4 1/50 N H2SO4

1/10 N, gom arab 10%, tanini 5%, strikhnin nitrat, karbon absorbensia (norit).

Page 6: Laporan Praktikum Toksikologi i

Metode kerja

Percobaan pengujian obat iritansia yang mempunyai daya kerja rubefasiensia,

dilakuka tiga kali percobaan. Percobaan pertama dilakuka dengan cara sepotong

menthol digosokkan pada kulit. Kemudian dicatat hasilnya dan diberi keterangan.

Percobaan kedu, kapas dicelupkan ke dalam kloroform dan diletakkan di atas

kulit lengan selama 2-3 menit atau sampai terasa nyeri. Sebagai perbandingan

diteteskan satu tetes kloroform di atas kulit lengan yang lain. Kemudian hasil

dicatat dan diberi keterangan. Percoban yang ketigadilakukan dengan cara empat

jari tangan dicelupkan masing-masing ke dalam larutan fenol 5 %, dicatat hasilnya

dan diberi keterangan 1) air, 2) alkohol 3) gliserin 4) minyak olivarium

Sedangkan percobaan pengujian obat iritansia yang mempunyai daya kerja

kaustika dilakukadengan cara, anaesthesi dilakukan pada kelinci/marmot/tikus,

setelah rambut-rambut bagian abdomen dicukur. Pada kiri dan kanan dari garis

tengah abdomen diteteteskan bahan-bahan: 1 tetes asam sulfat pekat, 1 tetes asam

khlorida pekat, 1 tetes asam nitrat pekat, 1 tetes fenol likuafatkum, 1 tetes NaOH

75 %, dan 1 tetes kloroform. Setelah dibiarkan selama 30 menit, hasilnya

kemudian dicatat dan dilakukan percobaan yang sama pada mukosa usus setelah

dilakukan pembedahan longitudinal pada abdomen kelinci, marmot atau tikus

tersebut.

Percobaan pengujian obat potrktiva yang mempunyai daya kerja demulsensia,

dilakuka dua kali percobaan. Percobaan pertama dilakukan dengan cara

rangsangan diberikan pada salah satu kaki kodok dengan H2SO4 1/50 N dan

H2SO4 1/10 N. Metode selanjutnya dikerjakan seperti metode a. Dengan larutan-

larrutan H2SO4 1/50 N ditambah gom Arab 10% dan H2SO4 1/10 N ditambah gom

Arab 10%

Percobaan pengujian obat potrktiva yang mempunyai daya kerja astrigensia

dilakukan dengan cara satu tetes larutan tannin 5 % diteteskan pada permukaan

ujung lidah. Setelah dua menit berkumur dengan air, dan ujung lidah diamati

dengan meminta peserta lain untuk melakukan pengamatan pada ujung lidah,

selain itu dapat juga diamati dengan cermin.

Selanjutnya, percobaan pengujian obat potrktiva yang mempunyai daya kerja

absorbansia, dilakuka dua kali percobaan. Percobaan pertama dilakukan dengan

Page 7: Laporan Praktikum Toksikologi i

cara 1 mL larutan strikhnin nitrat (0,2 mg/mL) disuntikkan pada katak secara

subkutan sedangkan percobaan kedua dilakukan dengan cara 1 mL larutan

strikhnin nitrat (0,2 mg/ml) disuntikkan pada katak secara subkutan yang

sebelumnya telah dikocok dengan karbo adsorbensia. Hasil yang diperoleh dicatat

dan diberikan keterangan.

Hasil Pengamatan

A. IRRITANSIA

1. Rubefisiensia

Penggosokan kulit tangan

Menthol Merah, permulaan dingin kemudian panas

Kloroform

1. Kapas

2. Tetes

Respon nyeri lebih cepat (1,5 menit), merah

Respon nyeri lama ( > 2 menit), tidak merah, cepat menguap

Pencelupan Jari

Larutan Hasil

Fenol 5 % + Air Keriput, Pucat (Putih)

Fenol 5 % + Alkohol 25 % Keriput, Sedikit Pucat

Fenol 5 % + Gliserin 25 % Tidak ada perubahan

Fenol 5 % + Minyak Olivarum Tidak ada perubahan

2. Kaustika

Senyawa kimia Pada kulit Pada mukosa usus

H2SO4 pekat Kulit menggumpal, mengeras Pucat (putih), agak

transparan

HCl pekat Kulit berlubang, mengeras Pucat (agak kekuningan)

HNO3 pekat Keluit melepuh, berubah menjadi hijau Pucat (putih)

Fenol liquid Menggerus permukaan Putih transparan

NaOH 75% Berubah menjadi cokelat, menggerus

permukaan

Transparan kekuningan

Kloroform Memerah Transparan, mengerut

Page 8: Laporan Praktikum Toksikologi i

B. PROTEKTIVA

1. Demulsensia

Senyawa kimia Reaksi Warna Bentuk

H2SO4 1/50 N 19 detik Memerah Tidak ada perubahan

H2SO4 1/10 N 4 detik Memerah Tidak ada perubahan

H2SO4 1/50 N +

gom Arab 10%

30 detik Memerah Tidak ada perubahan

H2SO4 1/10 N +

gom Arab 10%

7 detik Memerah Tidak ada perubahan

2. Astringensia

Mukosa lidah berubah warna menjadi kesat dan pucat.

3. Adsorbensia

Senyawa kimia Durasi Onset Intensitas

Striknin nitrat 60 detik 65 detik 11 kali kuat

Striknin nitrat + Karbo

adsorbensia

50 detik 103 detik 9 kali kuat

Pembahasan

Pada percobaan menggosokkan menthol pada kulit akan menimbulkan

efek yaitu kulit menjadi merah dan terasa panas. Saat digosokkan pada kulit,

menthol akan merangsang reseptor dingin pada kulit untuk menimbulkan sensasi

dingin. Jika terus digosok maka akan timbul rasa panas pada kulit akibat respon

kimia yang dirangsang oleh sensor panas, tetapi tidak menunjukkan perubahan

temperatur yang signifikan. Menthol sendiri bekerja dengan cara meningkatkan

vasodilatasi kulit, sehingga mampu mengurangi fungsi kulit.

Pada percobaan menggunakan kloroform, bagian kulit yang langsung

ditetes kloroform tidak mengalami kemerahan pada kulit dan respon nyeri yang

diperoleh lama yaitu lebih dari 2 menit karena kloroform cepat mengalami

penguapan. Sedangkan bagian kulit yang ditutupi kapas berkloroform respon

Page 9: Laporan Praktikum Toksikologi i

nyeri yang diperoleh cepat yaitu 1,5 menit dan kulit mengalami kemerahan. Rasa

nyeri timbul akibat adanya dilatasi pada vasa superfisial yang

kemudian masuk lebih ke dalam, dan menimbulkna kongesti. Selain itu

juga terdapat deskuamasi kulit atau lepasnya lapisan tanduk epidermis. Proses

yang terjadi yaitu dengan perusakan membran dan permeabilitas membran

akan meningkat sehingga enzim akan keluar sel, kemudian diikuti dengan

kematian sel.

Selama bertahun-tahun senyawa organik kloroform (CHCl3) digunakan

sebagai senyawa anestetik inhalasi dengan mengesampingkan fakta bahwa

senyawa ini bersifat racun yang dapat menyebabkan kerusakan berat pada hati,

ginjal dan jantung (Chang 2005).

Pada percobaan selanjutnya yaitu mencelupkan jari kedalam larutan fenol

yang telah ditambahkan dengan air, alkohol 25%, gliserin 25% dan minyak

olivarum. Secara lokal fenol memberikan efek sebagai bakteriostatik pada kadar

0,02% sampai 1% dan bakteriosida pada kadar 0,04% sampai diatas 1,6%, dapat

menimbulkan nekrosis pada kulit jika dipakai dalam dosis berlebihan dan lama,

kemudian penetrasinya ke dalam kulit dengan jalan denaturasi protein (Rahardjo

2008).

Efek yang ditimbulkan setelah pencelupan jari kedalam larutan fenol

dalam air adalah jari terlihat keriput dan berwarna pucat keputihan. Hal ini

disebabkan karena air tidak memiliki efek racun dan fenol yang digunakan dalam

konsentrasi yang rendah. Jari yang dicelupkan kedalam larutan fenol dalam

alkohol 25% adalah jari keriput dan terlihat sedikit pucat. Fenol dan alkohol

sama-sama memiliki gugus OH, sehingga apabila fenol direaksikan dengan

alcohol akan terbentuk ester etil etanoat (Fessenden 1984).

Jari yang dicelupkan pada larutan fenol yang dicampurkan gliserin dan

minyak olivarium tidak menimbulkan efek toksikasi. Fenol yang dicampur dengan

minyak olivarium akan menyebabkan fenol mengalami kesulitan dalam

menembus lapisan kulit, sehingga diperlukan waktu yang lebih lama dan berat

molekul fenol jauh lebih besar dari minyak olivarium. Perbedaan tekanan osmotik

akan menyebabkan terjadi nya penarikan cairan sel. Pengkerutan jari terjadi

karena tekanan osmotik diluar jauh lebih besar, sehingga air sel dari dalam tertarik

Page 10: Laporan Praktikum Toksikologi i

keluar. Penggunaan minyak olivarium memperkecil tegangan permukaan,

sehingga pencampuran minyak olivarium dapat melindungi jari (Loomis 1978).

Pada percobaan kaustika dilakukan penetesan pada kulit dan mukosa usus

tikus. Penetesan H2SO4 pada permukaan kulit memberikan reaksi berupa benjolan

dengan batasan yang jelas, sedangkan pada mukosa usus terjadi pengerasan, serta

warna mukosa usus menjadi berwarna putih. Senyawa H2SO4 termasuk ke dalam

golongan asam kuat yang bersifat korosif terhadap logam. H2SO4 pekat bersifat

higrokospik, yaitu dapat menyerap air dari zat-zat yang basah, termasuk jaringan

tubuh sehingga efek yang ditimbulkan pun akan menyebabkan pengerasan pada

bagian kulit yang terkena. Toksikologi larutan H2SO4 jika terkena pada kulit dapat

menyebabkan gatal-gatal, sampai menimbulkan luka bakar. Perubahan yang

terjadi pada mukosa usus disebabkan karena rusaknya sel-sel mukosa usus

sehingga terbentuk jaringan ikat yang menyebabkan permukaan mukosa menjadi

keras, dan warna putih terjadi karena panas yang dihasilkan H2SO4 menyebabkan

lepuh dan hancurnya sel mukosa (protein), dan menjadi menggumpal.

Pemberian HCl pekat pada bagian kulit tikus mengakibatkan terjadinya

perubahan yaitu kulit jadi membengkak dan kulit tikus akan mengalami

pelepuhan. Sedangkan ketika HCl pekat diberikan pada mukosa usus akan terjadi

perubahan yaitu mukosa usus melepuh, mukosa akan melunak, dan akan

menguning. Pada kulit abdomen tikus terjadi kebengkakan karena adanya respon

imunologi sebagai tanda munculnya bahan asing berupa senyawa kimia HCl

pekat. Pada mukosa usus terjadi perubahan warna menjadi menguning. Hal ini

bukan merupakan perubahan patologis, melainkan karena kontaminasi kotoran.

Asam klorida pekat termasuk kedalam golongan asam kuat Asam klorida

adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia merupakan komponen

utama dalam asam lambung. Asam klorida merupakan cairan yang sangat korosif.

Asam lambung merupakan salah satu sekresi utama lambung. Ia utamanya terdiri

dari asam klorida dan mengasamkan kandungan perut hingga mencapai pH sekitar

1 sampai dengan 2.

Asam nitrat (HNO3) adalah sejenis cairan korosif yang tak berwarna, dan

merupakan asam beracun yang dapat menyebabkan luka bakar.

Page 11: Laporan Praktikum Toksikologi i

Pemberian NaOH 75% di kulit abdomen tikus mengakibatkan terjadinya

perubahan yaitu kulit melepuh, memerah dengan adanya batas yang jelas.

Sedangkan dengan pemberian NaOH 75% pada mukosa usus terjadi perubahan

yaitu mukosa usus memerah dan pembuluh darah menghitam. NaOH 75%

merupakan salah satu contoh basa kuat. Kulit dan mukosa usus melepuh karena

apabila senyawa kimia bereaksi dengan basa maka akan terjadi pelisisan jaringan

tubuh tikus. Pembuluh darah menghitam karena NaOH 75% dapat merusak sel-sel

atau bagian dari sel darah.

Asam klorida (HCl) dan natrium hidroksida (NaOH) merupakan contoh

senyawa kimia yang bekerja secara lokal dan bersifat irritansia. Reaksi antara

irritansia dengan sel biasanya berlangsung terhadap protein protoplasma sel,

sehingga dapat menyebabkan terjadinya koagulasi protein bila senyawa kimia

bereaksi dengan asam dan lisis bila senyawa kimia bereaksi dengan basa

Pada percobaan untuk mengetahui cara kerja astringensia, dilakukan

penetesan satu tetes larutan tannin 5% pada permukaan ujung lidah selama dua

menit. Setelah dua menit, perubahan pada permukaan mukosa lidah yang terjadi

adalah lidah berubah warna menjadi lebih pucat dan probandus merasa bagian

lidah yang terkena tannin menjadi kering dan kesat. Hal tersebut dikarenakan sifat

tannin, yaitu ketika diterapkan pada jaringan hidup, astringent menyebabkan

jaringan untuk mengikat sehingga menjadi menyusut (mengkerut). Sifat ini sangat

berguna dalam berbagai aplikasi. Misalnya, pada kasus penyakit dalam, astringent

digunakan untuk mengecilkan selaput lendir sehingga mengurangi

pembengkakan. Astringent juga digunakan untuk merujuk kepada makanan asam

yang menyebabkan mulut mengerut (kering), seperti lemon, delima, dan kesemek.

Tanin, seperti yang ditemukan dalam teh dan anggur, juga merupakan astringent

karena menyebabkan mulut terasa kering. Tanin umum digunakan untuk

menghasilkan produk astringent yang dipergunakan dalam bidang medis dan

kosmetik.

Adsorbansia merupakan salah satu golongan protektiva. Senyawa iritan

dari golongan ini memiliki kemampuan untuk menyerap zat iritan. Striknin

merupakan larutan yang diberikan secara subcutan yang dapat menyebabkan

terjadinya kejang-kejang. Pada pemberian striknin nitrat pada katak, setelah 65

Page 12: Laporan Praktikum Toksikologi i

detik katak mengalami kejang. Kejang ini bersifat asimetris dan aspontan.

Sebaliknya, pada pemberian striknin nitrat yang telah terlebih dahulu

dicampurkan dengan carbo adsorbensia, pengaruh striknin pada katak mulai

terlihat 1 menit 43 detik setelah penyuntikan. Katak terlihat berperilaku normal

dengan tidak menunjukan gejala klinis. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena

carbon yang sebelumnya telah dicampurkan dengan striknin telah menyerap

striknin sehingga kandungan striknin dalam larutan menjadi berkurang.

Akibatnya, dosis striknin nitrat yang diberikan pada katak menjadi kecil sehingga

membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama untuk menyebabkan terjadinya

gejala klinis yang khas.

Daftar Pustaka

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi

Ketiga. Diterjemahkan oleh : Suminar Setiati Achmadi, Ph.D.

Jakarta : Erlangga.

Fessenden dan Fessenden. 1984. Kimia Organik II. Jakarta :

Erlangga.

Ganiswarna, SG. 2005. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK-UI Press.

Loomis, Ted A. 1978. Toksikologi Dasar. Edisi ketiga. Semarang:

IKIP semarang press.

Lorgue,G., Lechenet, J. & Riviere, A. 1996. Clinical Veterinary Toxicology.

London: Blackwell Science Ltd.

Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat, edisi ke-5. Bandung: ITB-Press.

Rahardjo, Rio. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi-2.

Jakarta : EGC.