laporan praktikum toksikologi i
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI
SENYAWA KIMIA YANG BEKERJA LOKAL (SETEMPAT)
Penanggung Jawab : drh. Aulia Andi M, Msi.
Kamis, 19 September 2013
(14.00-16.30 WIB)
KELOMPOK I :
Hafiizha Septigrahadiani R. B04100103
Nurul Hafsari B04100104
Gamma Prajnia B04100105
Siti Kholijah R. B04100106
Bima Febrian N. B04100107
DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Pendahuluan
Obat merupakan senyawa kimia yang mempengarui proses hidup. Obat
juga sering digunakan untuk pencegahan, diagnosis dan pengobatan
penyakit. Berkaitandengan mekanisme kerjanya, obat dapat bekerja secara
lokal maupun general. Faktor yang sangat berpengaruh pada keberhasilan suatu
obat dalam menyelesaikan tugasnya adalah besarnya dosis yang tepat yang
diberikan kepada pasien. Efek obat hanya ditentukan pada dua dosis sehingga
mempengaruhi kondisi tubuh selanjutnya yaitu effective dose dan toxic dose.
Obat akan bekerja secara optimum ketika obat tersebut memenuhi dosis yang
efektif, jika obat tersebut melebihi dosis efektif maka efek yang timbul
berupa keracunan pada tubuh (Mutschler 1991).
Obat atau senyawa kimia yang bekerja lokal merupakan senyawa yang
bekerja pada tempat dimana obat itu diaplikasikan. Senyawa digolongkan menjadi
dua kelompok, yakni iritansia dan protektiva. Kedua senyawa ini, terbagi lagi
kedalam beberapa golongan. Iritansia berdasarkan kekuatan kerja senyawa
kimianya dikelompokkan menjadi rubefaksi, vesikasi, pustulasi, dan korosi.
Protektiva yang merupakan senyawa pelindung kulit atau mukosa terhadap daya
kerja iritansia dikelompokkan menjadi demulsensia, emoliensia, astrigensia,
adsorbensia.
Tubuh manusia dan hewan hampir semuanya ditutupi oleh kulit, akibatnya
kulit dapat terpapar berbagai jenis zat kimia misalnya kosmetik, produk rumah
tangga, obat topical dan pencemaran industri, terutama di tempat kerja tertentu.
Praktikum kali ini menggunakan senyawa kimia yang bekerja secara lokal
(setempat), yaitu senyawa kimia yang bersifat irritansia dan protektiva.
Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah praktikan mengetahui reaksi yang
ditimbulkan oleh zat irritansia dan protektiva dan mengetahui contoh dari
senyawa tersebut.
Tinjauan Pustaka
Senyawa Irritansia
Irritansia merupakan kelompok senyawa yang bekerja tidak selektif pada sel
dan jaringan tubuh dengan cara merusak sel-sel atau bagian dari sel untuk
sementara atau permanen. Reaksi yang bersifat ringan hanya akan merangsang
fungsi sel, namun bila parah atau berlangsung lama akan merusak fungsi sel dan
dapat menimbulakan kematian jaringan. Bergantung dari kekuatan kerja senyawa
kimia tersebut, daya kerja irritansia dapat berupa rubefaksi (perangsangan
setempat yang lemah), vesikasi (terjadi pembentukan vesikel), pustulasi
(terbentuk pus), dan korosi (sel-sel jaringan rusak).
Berdasarkan daya kerjanya, iritansia terbagi atas rubefaksi, vesikasi, pustulasi
dan korosi.
1. Rubefaksi
Rubefaksi merupakan kelompok senyawa kimia iritansia yang mempunyai
daya kerja lemah. Gejala utama yang ditimbulkan oleh senyawa kimia ini adalah
hiperemia arteriol yang dilanjutkan dengan dermatitis eritrematosa. Contoh daya
kerja dari rubafasiensia terlihat pada paparan menthol, kloroform ataupun fenol
pada kulit. Menthol merupakan seyawa yang bisa menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah. Rasa nyeri dan sakit akan timbul jika menthol digosokan secara
terus-menerus pada kulit. Kloroform akan menimbulkan iritasi ringan jika
terpapar dalam waktu yang lama di kulit. Hal ini disebabkan oleh kemampuan dari
senyawa yang temasuk turunan asam formiat ini untuk melarutkan lemak.
Sedangkan daya kerja iritan dari fenol disebabkan oleh sifat keratolisis dan
vasokonstrifnya. Meskipun demikian, efek iritasinya dapat berbeda-beda
tergantung pada jenis larutannya. Fenol akan menjadi iritan jika dicampurkan
dengan air ataupun alkohol. Hal ini disebabkan oleh kemampuan fenol sebagai
pelarut, terutama pada senyawa-senyawa polar (Lorgue 1996).
Selain itu, terdapat juga senyawa-senyawa lain yang bersifat kausatika.
Senyawa-senyawa ini adalah asam kuat dan basa kuat. Contoh asam kuat adalah
asam nitrat, asam sulfat, dan asam klorida. Sedangkan basa kuat adalah natrium
hidroksida. Reaksi asam akan menyebabkan koagulasi protein dan reaksi basa
menyebabkan terjadinya lisis.
2. Vesikasi
Daya kerja vesikasi menyebabkan terjadinya pembentukan vesikel/gelembung.
Hal ini merupakan akibat akumulasi cairan transudat yang tinggi sehingga tidak
dapat diangkut oleh bulu limfe. Cairan ini terakumulasi di stratum korneum dan
mengundang datangnya leukosit. Transudat yang awalnya jernih akan berubah
menjadi keruh .
3. Pustulasi
Daya kerja dari pustulasi adalah terbentuknya pus/nanah. Hal ini disebabkan
karena iritasi terjadi hanya pada kelenjar-kelenjar kutaneus.
4. Korosi
Daya kerja ini melibatkan tiga fase, yaitu: radang dengan hiperemi, nekrosis
dan pencairan kimia. Iritasi yang terjadi disebabkan oleh kerja iritan pada
protoplasma.
Senyawa Protektiva
Senyawa protektiva adalah senyawa yang digunakan untuk melindungi kulit
atau mukosa terhadap daya kerja irritansia, baik yang kimiawi maupun yang
berupa sinar. Beberapa dapat melindungi tubuh dari efek zat-zat yang bekerja
sistemik dengan melindunginya agar tidak terserap melalui mukosa. Beberapa
daya kerja protektiva adalah demulsensia (senyawa kimia yang merupakan cairan
koloid), emolsiensia (senyawa kimia yang merupakan zat minyak), astringensia
(senyawa kimia yang digunakan lokal untuk mempresipitasikan protein), dan
adsorbensia (senyawa kimia yang digunakan pada kulit dan membran mukosa,
ulcera, dan luka-luka).
Daya kerja protektiva bersifat demulsensia, emoliensia, astringensia, dan
adsorbensia.
1. Demulsensia
Daya kerja dari senyawa ini adalah membentuk lapisan untuk melindungi kulit.
Hal ini ditimbulkan oleh efek pencampuran cairan koloid dengan air. Gom arab
(resin), musilago, dan pati merupakan bahan utama dari senyawa demulsensia.
Pada pemakaian lokal dalam bentuk larutan zat ini menghilangkan iritasi dan
secara fisik melindungi sel dibawahnya terhadap kontak iritan dari luar
(Ganiswarna 2005).
2. Emoliensia
Emolioen merupakan lemak dan minyak yang digunakan lokal pada kulit dan
mukosa. Emolien digunakan sebagai protektif dan penghalus kulit, karena
membentuk lapisan minyak pada stratum korneum sehingga mencegah penguapan
air (Ganiswarna 2005). Senyawa ini mempunyai kemampuan untuk melindungi
kulit dari iritasi.
3. Astringensia
Daya kerja utama senyawa astringensia adalah kemampuan presipitasinya.
Permeabilitas membran dapat ditekan tanpa menyebabkan terjadinya kematian sel.
Perubahan permeabilitas menyebabkan menurunnya penyerapan zat iritan. Contoh
senyawa astringensia adalah tanin (Ganiswarna 2005).
4. Adsorbensia
Senyawa kimia berdaya adsorbensia mempunyai kemampuan untuk menyerap
zat iritan. Contoh senyawa adsorbensia adalah karbon. Senyawa ini tidak
mengiritasi kulit, melainkan melindungi kulit dengan cara mengabsorbsi zat iritan.
Senyawa ini tidak berbahaya karena tidak diserap tubuh dan akan dikeluarkan
melalui ekskresi (Ganiswarna 2005).
Prosedur Penelitian
Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah kapas, spoit 1 mL,
pinset, gunting bedah, pipet tetes, papan, lidah, tangan, dan jari.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah menthol, kloroform,
air, alkohol 25%, gliserin 25%, minyak olivarum, asam sulfat pekat, asam
khlorid, asam nitrat pekat, fenol likuafatkum, NaOH 75 %, H2SO4 1/50 N H2SO4
1/10 N, gom arab 10%, tanini 5%, strikhnin nitrat, karbon absorbensia (norit).
Metode kerja
Percobaan pengujian obat iritansia yang mempunyai daya kerja rubefasiensia,
dilakuka tiga kali percobaan. Percobaan pertama dilakuka dengan cara sepotong
menthol digosokkan pada kulit. Kemudian dicatat hasilnya dan diberi keterangan.
Percobaan kedu, kapas dicelupkan ke dalam kloroform dan diletakkan di atas
kulit lengan selama 2-3 menit atau sampai terasa nyeri. Sebagai perbandingan
diteteskan satu tetes kloroform di atas kulit lengan yang lain. Kemudian hasil
dicatat dan diberi keterangan. Percoban yang ketigadilakukan dengan cara empat
jari tangan dicelupkan masing-masing ke dalam larutan fenol 5 %, dicatat hasilnya
dan diberi keterangan 1) air, 2) alkohol 3) gliserin 4) minyak olivarium
Sedangkan percobaan pengujian obat iritansia yang mempunyai daya kerja
kaustika dilakukadengan cara, anaesthesi dilakukan pada kelinci/marmot/tikus,
setelah rambut-rambut bagian abdomen dicukur. Pada kiri dan kanan dari garis
tengah abdomen diteteteskan bahan-bahan: 1 tetes asam sulfat pekat, 1 tetes asam
khlorida pekat, 1 tetes asam nitrat pekat, 1 tetes fenol likuafatkum, 1 tetes NaOH
75 %, dan 1 tetes kloroform. Setelah dibiarkan selama 30 menit, hasilnya
kemudian dicatat dan dilakukan percobaan yang sama pada mukosa usus setelah
dilakukan pembedahan longitudinal pada abdomen kelinci, marmot atau tikus
tersebut.
Percobaan pengujian obat potrktiva yang mempunyai daya kerja demulsensia,
dilakuka dua kali percobaan. Percobaan pertama dilakukan dengan cara
rangsangan diberikan pada salah satu kaki kodok dengan H2SO4 1/50 N dan
H2SO4 1/10 N. Metode selanjutnya dikerjakan seperti metode a. Dengan larutan-
larrutan H2SO4 1/50 N ditambah gom Arab 10% dan H2SO4 1/10 N ditambah gom
Arab 10%
Percobaan pengujian obat potrktiva yang mempunyai daya kerja astrigensia
dilakukan dengan cara satu tetes larutan tannin 5 % diteteskan pada permukaan
ujung lidah. Setelah dua menit berkumur dengan air, dan ujung lidah diamati
dengan meminta peserta lain untuk melakukan pengamatan pada ujung lidah,
selain itu dapat juga diamati dengan cermin.
Selanjutnya, percobaan pengujian obat potrktiva yang mempunyai daya kerja
absorbansia, dilakuka dua kali percobaan. Percobaan pertama dilakukan dengan
cara 1 mL larutan strikhnin nitrat (0,2 mg/mL) disuntikkan pada katak secara
subkutan sedangkan percobaan kedua dilakukan dengan cara 1 mL larutan
strikhnin nitrat (0,2 mg/ml) disuntikkan pada katak secara subkutan yang
sebelumnya telah dikocok dengan karbo adsorbensia. Hasil yang diperoleh dicatat
dan diberikan keterangan.
Hasil Pengamatan
A. IRRITANSIA
1. Rubefisiensia
Penggosokan kulit tangan
Menthol Merah, permulaan dingin kemudian panas
Kloroform
1. Kapas
2. Tetes
Respon nyeri lebih cepat (1,5 menit), merah
Respon nyeri lama ( > 2 menit), tidak merah, cepat menguap
Pencelupan Jari
Larutan Hasil
Fenol 5 % + Air Keriput, Pucat (Putih)
Fenol 5 % + Alkohol 25 % Keriput, Sedikit Pucat
Fenol 5 % + Gliserin 25 % Tidak ada perubahan
Fenol 5 % + Minyak Olivarum Tidak ada perubahan
2. Kaustika
Senyawa kimia Pada kulit Pada mukosa usus
H2SO4 pekat Kulit menggumpal, mengeras Pucat (putih), agak
transparan
HCl pekat Kulit berlubang, mengeras Pucat (agak kekuningan)
HNO3 pekat Keluit melepuh, berubah menjadi hijau Pucat (putih)
Fenol liquid Menggerus permukaan Putih transparan
NaOH 75% Berubah menjadi cokelat, menggerus
permukaan
Transparan kekuningan
Kloroform Memerah Transparan, mengerut
B. PROTEKTIVA
1. Demulsensia
Senyawa kimia Reaksi Warna Bentuk
H2SO4 1/50 N 19 detik Memerah Tidak ada perubahan
H2SO4 1/10 N 4 detik Memerah Tidak ada perubahan
H2SO4 1/50 N +
gom Arab 10%
30 detik Memerah Tidak ada perubahan
H2SO4 1/10 N +
gom Arab 10%
7 detik Memerah Tidak ada perubahan
2. Astringensia
Mukosa lidah berubah warna menjadi kesat dan pucat.
3. Adsorbensia
Senyawa kimia Durasi Onset Intensitas
Striknin nitrat 60 detik 65 detik 11 kali kuat
Striknin nitrat + Karbo
adsorbensia
50 detik 103 detik 9 kali kuat
Pembahasan
Pada percobaan menggosokkan menthol pada kulit akan menimbulkan
efek yaitu kulit menjadi merah dan terasa panas. Saat digosokkan pada kulit,
menthol akan merangsang reseptor dingin pada kulit untuk menimbulkan sensasi
dingin. Jika terus digosok maka akan timbul rasa panas pada kulit akibat respon
kimia yang dirangsang oleh sensor panas, tetapi tidak menunjukkan perubahan
temperatur yang signifikan. Menthol sendiri bekerja dengan cara meningkatkan
vasodilatasi kulit, sehingga mampu mengurangi fungsi kulit.
Pada percobaan menggunakan kloroform, bagian kulit yang langsung
ditetes kloroform tidak mengalami kemerahan pada kulit dan respon nyeri yang
diperoleh lama yaitu lebih dari 2 menit karena kloroform cepat mengalami
penguapan. Sedangkan bagian kulit yang ditutupi kapas berkloroform respon
nyeri yang diperoleh cepat yaitu 1,5 menit dan kulit mengalami kemerahan. Rasa
nyeri timbul akibat adanya dilatasi pada vasa superfisial yang
kemudian masuk lebih ke dalam, dan menimbulkna kongesti. Selain itu
juga terdapat deskuamasi kulit atau lepasnya lapisan tanduk epidermis. Proses
yang terjadi yaitu dengan perusakan membran dan permeabilitas membran
akan meningkat sehingga enzim akan keluar sel, kemudian diikuti dengan
kematian sel.
Selama bertahun-tahun senyawa organik kloroform (CHCl3) digunakan
sebagai senyawa anestetik inhalasi dengan mengesampingkan fakta bahwa
senyawa ini bersifat racun yang dapat menyebabkan kerusakan berat pada hati,
ginjal dan jantung (Chang 2005).
Pada percobaan selanjutnya yaitu mencelupkan jari kedalam larutan fenol
yang telah ditambahkan dengan air, alkohol 25%, gliserin 25% dan minyak
olivarum. Secara lokal fenol memberikan efek sebagai bakteriostatik pada kadar
0,02% sampai 1% dan bakteriosida pada kadar 0,04% sampai diatas 1,6%, dapat
menimbulkan nekrosis pada kulit jika dipakai dalam dosis berlebihan dan lama,
kemudian penetrasinya ke dalam kulit dengan jalan denaturasi protein (Rahardjo
2008).
Efek yang ditimbulkan setelah pencelupan jari kedalam larutan fenol
dalam air adalah jari terlihat keriput dan berwarna pucat keputihan. Hal ini
disebabkan karena air tidak memiliki efek racun dan fenol yang digunakan dalam
konsentrasi yang rendah. Jari yang dicelupkan kedalam larutan fenol dalam
alkohol 25% adalah jari keriput dan terlihat sedikit pucat. Fenol dan alkohol
sama-sama memiliki gugus OH, sehingga apabila fenol direaksikan dengan
alcohol akan terbentuk ester etil etanoat (Fessenden 1984).
Jari yang dicelupkan pada larutan fenol yang dicampurkan gliserin dan
minyak olivarium tidak menimbulkan efek toksikasi. Fenol yang dicampur dengan
minyak olivarium akan menyebabkan fenol mengalami kesulitan dalam
menembus lapisan kulit, sehingga diperlukan waktu yang lebih lama dan berat
molekul fenol jauh lebih besar dari minyak olivarium. Perbedaan tekanan osmotik
akan menyebabkan terjadi nya penarikan cairan sel. Pengkerutan jari terjadi
karena tekanan osmotik diluar jauh lebih besar, sehingga air sel dari dalam tertarik
keluar. Penggunaan minyak olivarium memperkecil tegangan permukaan,
sehingga pencampuran minyak olivarium dapat melindungi jari (Loomis 1978).
Pada percobaan kaustika dilakukan penetesan pada kulit dan mukosa usus
tikus. Penetesan H2SO4 pada permukaan kulit memberikan reaksi berupa benjolan
dengan batasan yang jelas, sedangkan pada mukosa usus terjadi pengerasan, serta
warna mukosa usus menjadi berwarna putih. Senyawa H2SO4 termasuk ke dalam
golongan asam kuat yang bersifat korosif terhadap logam. H2SO4 pekat bersifat
higrokospik, yaitu dapat menyerap air dari zat-zat yang basah, termasuk jaringan
tubuh sehingga efek yang ditimbulkan pun akan menyebabkan pengerasan pada
bagian kulit yang terkena. Toksikologi larutan H2SO4 jika terkena pada kulit dapat
menyebabkan gatal-gatal, sampai menimbulkan luka bakar. Perubahan yang
terjadi pada mukosa usus disebabkan karena rusaknya sel-sel mukosa usus
sehingga terbentuk jaringan ikat yang menyebabkan permukaan mukosa menjadi
keras, dan warna putih terjadi karena panas yang dihasilkan H2SO4 menyebabkan
lepuh dan hancurnya sel mukosa (protein), dan menjadi menggumpal.
Pemberian HCl pekat pada bagian kulit tikus mengakibatkan terjadinya
perubahan yaitu kulit jadi membengkak dan kulit tikus akan mengalami
pelepuhan. Sedangkan ketika HCl pekat diberikan pada mukosa usus akan terjadi
perubahan yaitu mukosa usus melepuh, mukosa akan melunak, dan akan
menguning. Pada kulit abdomen tikus terjadi kebengkakan karena adanya respon
imunologi sebagai tanda munculnya bahan asing berupa senyawa kimia HCl
pekat. Pada mukosa usus terjadi perubahan warna menjadi menguning. Hal ini
bukan merupakan perubahan patologis, melainkan karena kontaminasi kotoran.
Asam klorida pekat termasuk kedalam golongan asam kuat Asam klorida
adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia merupakan komponen
utama dalam asam lambung. Asam klorida merupakan cairan yang sangat korosif.
Asam lambung merupakan salah satu sekresi utama lambung. Ia utamanya terdiri
dari asam klorida dan mengasamkan kandungan perut hingga mencapai pH sekitar
1 sampai dengan 2.
Asam nitrat (HNO3) adalah sejenis cairan korosif yang tak berwarna, dan
merupakan asam beracun yang dapat menyebabkan luka bakar.
Pemberian NaOH 75% di kulit abdomen tikus mengakibatkan terjadinya
perubahan yaitu kulit melepuh, memerah dengan adanya batas yang jelas.
Sedangkan dengan pemberian NaOH 75% pada mukosa usus terjadi perubahan
yaitu mukosa usus memerah dan pembuluh darah menghitam. NaOH 75%
merupakan salah satu contoh basa kuat. Kulit dan mukosa usus melepuh karena
apabila senyawa kimia bereaksi dengan basa maka akan terjadi pelisisan jaringan
tubuh tikus. Pembuluh darah menghitam karena NaOH 75% dapat merusak sel-sel
atau bagian dari sel darah.
Asam klorida (HCl) dan natrium hidroksida (NaOH) merupakan contoh
senyawa kimia yang bekerja secara lokal dan bersifat irritansia. Reaksi antara
irritansia dengan sel biasanya berlangsung terhadap protein protoplasma sel,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya koagulasi protein bila senyawa kimia
bereaksi dengan asam dan lisis bila senyawa kimia bereaksi dengan basa
Pada percobaan untuk mengetahui cara kerja astringensia, dilakukan
penetesan satu tetes larutan tannin 5% pada permukaan ujung lidah selama dua
menit. Setelah dua menit, perubahan pada permukaan mukosa lidah yang terjadi
adalah lidah berubah warna menjadi lebih pucat dan probandus merasa bagian
lidah yang terkena tannin menjadi kering dan kesat. Hal tersebut dikarenakan sifat
tannin, yaitu ketika diterapkan pada jaringan hidup, astringent menyebabkan
jaringan untuk mengikat sehingga menjadi menyusut (mengkerut). Sifat ini sangat
berguna dalam berbagai aplikasi. Misalnya, pada kasus penyakit dalam, astringent
digunakan untuk mengecilkan selaput lendir sehingga mengurangi
pembengkakan. Astringent juga digunakan untuk merujuk kepada makanan asam
yang menyebabkan mulut mengerut (kering), seperti lemon, delima, dan kesemek.
Tanin, seperti yang ditemukan dalam teh dan anggur, juga merupakan astringent
karena menyebabkan mulut terasa kering. Tanin umum digunakan untuk
menghasilkan produk astringent yang dipergunakan dalam bidang medis dan
kosmetik.
Adsorbansia merupakan salah satu golongan protektiva. Senyawa iritan
dari golongan ini memiliki kemampuan untuk menyerap zat iritan. Striknin
merupakan larutan yang diberikan secara subcutan yang dapat menyebabkan
terjadinya kejang-kejang. Pada pemberian striknin nitrat pada katak, setelah 65
detik katak mengalami kejang. Kejang ini bersifat asimetris dan aspontan.
Sebaliknya, pada pemberian striknin nitrat yang telah terlebih dahulu
dicampurkan dengan carbo adsorbensia, pengaruh striknin pada katak mulai
terlihat 1 menit 43 detik setelah penyuntikan. Katak terlihat berperilaku normal
dengan tidak menunjukan gejala klinis. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena
carbon yang sebelumnya telah dicampurkan dengan striknin telah menyerap
striknin sehingga kandungan striknin dalam larutan menjadi berkurang.
Akibatnya, dosis striknin nitrat yang diberikan pada katak menjadi kecil sehingga
membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama untuk menyebabkan terjadinya
gejala klinis yang khas.
Daftar Pustaka
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi
Ketiga. Diterjemahkan oleh : Suminar Setiati Achmadi, Ph.D.
Jakarta : Erlangga.
Fessenden dan Fessenden. 1984. Kimia Organik II. Jakarta :
Erlangga.
Ganiswarna, SG. 2005. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK-UI Press.
Loomis, Ted A. 1978. Toksikologi Dasar. Edisi ketiga. Semarang:
IKIP semarang press.
Lorgue,G., Lechenet, J. & Riviere, A. 1996. Clinical Veterinary Toxicology.
London: Blackwell Science Ltd.
Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat, edisi ke-5. Bandung: ITB-Press.
Rahardjo, Rio. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi-2.
Jakarta : EGC.