laporan pengendalian hayati ii
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMMATAKULIAH PENGENDALIAN HAYATI
JUDULEFEKTIFITAS PARASITOID Brachymeria spp.
(Hymenoptera:Chalcididae) TERHADAP HAMA Euploea core (Lepidoptera:Nymphalidae) PADA TANAMAN Nerium oleander
DISUSUN OLEHACHMAD IWAN TANTOMI (2090610015)SITI ROKAYAH (2090610001)NAILISSA’ADAH (2100610016)
JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penggunaan insektisida sebagai sarana pengendalian hama seringkali
menimbulkan efek samping yang dapat merugikan, seperti residu yang
membahayakan kesehatan manusia, pencemaran lingkungan, dampak negatif
terhadap hewan bukan sasaran hingga timbulnya resurgensi dan resistensi hama.
Pengendalian hayati merupakan salah satu solusi dalam masalah hama pertanian
yang seharusnya lebih banyak dipraktekkan di lapangan karena lebih ramah
lingkungan dan dapat mengurangi dampak negatif penggunaan pestisida (Akbar
dan Buchori, 2012).
Norris et al. (2003) mendefinisikan pengendalian hayati sebagai
penggunaan parasitoid, predator, patogen, antagonis atau populasi kompetitor
untuk menekan populasi hama, membuat hama menjadi lebih sedikit
kelimpahannya dan lebih sedikit merusak daripada seharusnya bila agens hayati
tidak ada. Parasitoid merupakan salah satu jenis musuh alami yang dapat
digunakan untuk pengendalian hayati. Elzinga (2004) menyebutkan beberapa
kelebihan penggunaan parasitoid, yaitu agens hayati ini biasanya sangat selektif,
resistensi serangga lebih sedikit terjadi dibandingkan pada penggunaan pestisida,
pengaruh terhadap ekosistem lebih sedikit dan parasitoid lebih tidak berbahaya
pada manusia dibandingkan penggunaan pestisida.
Keberadaan musuh alami dapat menjadi alternatif untuk mengontrol
populasi serangga hama tanpa risiko yang berarti dibanding dengan insektisida.
Serangga musuh alami dapat berupa serangga entomofagus yaitu predator dan
parasitoid. Keunggulan dari parasitoid adalah dapat memotong daur hidup
serangga hama dengan memarasiti telur, larva atau pupa dari serangga hama
tersebut (Mudjiono, 1994; Gunawan, 2007).
1.2. Rumusan Masalah
1. Berapa tingkat persentase parasitasi parasitoid di masing-masing lokasi dan
keseluruhan?
2. Dimana tingkat persentase parasitasi parasitoid tertinggi? Mengapa demikian?
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 1
1.3. Tujuan Praktikum
1. Menghitung tingkat persentase parasitasi parasitoid di masing-masing lokasi
dan keseluruhan.
2. Menghitung tingkat persentase parasitasi parasitoid tertinggi dan
penyebabnya.
1.4. Manfaat Praktikum
1. Mengetahui jenis hama dan musuh alami pada tanaman Nerium oleander.
2. Mengetahui tingkat persentase parasitasi parasitoid pada tanaman Nerium
oleander di masing-masing lokasi maupun secara keseluruhan di suatu daerah.
3. Mengetahui tingkat persentase tertinggi dari parasitasi parasitoid di beberapa
lokasi maupun daerah disertai dengan penyebabnya.
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Inang Nerium oleander
Nerium oleander adalah tanaman pohon kecil famili Apocynaceae,
diseluruh bagiannya beracun atau mengandung racun. Biasa disebut sebagai
Oleander atau dengan nama yang umum dikenal sebagai Pink Dwarf (Kurcaci
merah muda). Oleander adalah salah satu tanaman kebun yang paling beracun.
Oleander mempunyai tinggi 2-6, mempunyai batang yang tegak dan dan
merenggang keluar sebagi pertumbuhan dewasa-nya serta batang yang berwarna
keabu-abuan.
Oleander termasuk kedalam genus Nerium. Sejenis tanaman semak yang
banyak ditemukan di seluruh dunia sehingga tidak ada ketentuan yang tepat
tentang daerah asalnya. Namun demikian, diperkirakan tanaman ini asli atau
naturalisasi Mauritania, Maroko dan Portugal. Dari ketiga negara tersebut
menyebar ke Asia Timur dan akhirnya sampai ke Amerika. Oleander dapat
tumbuh antara 2 sampai 6 meter. Bunga tumbuh berkelompok dengan warna
merah muda, putih atau kuning. Tanaman ini sangat kuat dan mampu tumbuh di
berbagai kondisi dan tempat. Semua bagian dari tanaman mengandung oleandrin
dan dapat menjadi racun jika tertelan. Oleander menggunakan cardiac glycosides
untuk mengusir predator, tetapi pada beberapa penelitian melaporkan bahwa
beberapa spesies hewan pengerat dan burung peka terhadap racun oleander.
Oleander biasanya ditanam sebagai tanaman hias di kebun, tetapi tidak sedikit
juga ditanam di sepanjang sisi jalan raya karena tahan kekeringan dan dapat hidup
dalam segala macam kondisi (Huxley, et al., 1992; INCHEM, 2005; Pankhurst,
2009; Bingtao, et al., 2009)
Dua predator utama tanaman oleander adalah Syntomeida epilais dan
Euploea core. Kedua predator memakan tanaman oleander pada tahap larva untuk
mendapatkan racun dalam oleander sehingga dapat digunakan sebagai pertahanan
terhadap predator lain. Syntomeida epilais hidup di Amerika Serikat bagian
tenggara sedangkan Euploea core banyak ditemukan di India dan Australia.
Akibat racun dalam tanaman oleander larva Euploea core memiliki cara kusus
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 3
untuk memakan tanaman. Pertama, larva Euploea core (ulat) mengunyah melalui
pelepah untuk menghentikan transportasi tanaman pada lateks, kemudian
mengunyah kembali melalui pembuluh sekunder untuk menghentikan seluruh
transportasi tanaman dan mematikan pertahanan alami dari tanaman. Selanjutnya,
ulat mampu memakan daun dan menyimpan racun dalam jaringan lemaknya.
Setelah berubah menjadi kupu-kupu, Euploea core mampu menghasilkan racun
dan menjadi racun bagi predator. Jika dicerna oleh manusia atau binatang lain,
racun oleander dapat menyebabkan gangguan dan kerusakan serius (Dunn, 2012).
2.2. Hama Euploea core
Euploea core adalah kupu-kupu berwarna hitam mengkilat berpadu
cokelat dengan tanda putih disepanjang pinggiran sayap. Bentang sayapnya
sekitar 8-9 cm dan tubuhnya juga memiliki bintik putih yang menonjol. Sebelah
atas berwarna cokelat gelap dan agak pucat disekitar area tengah sampai pangkal
sayap, dan bagian belakang sebelah depan dengan bagian subterminal dan
terminal terdapat bintik putih. Sayap bagian depan melengkung membentuk oval
sedangkan bagian dalam melengkung berlawanan apex. Pada sayap bawah bagian
terakhir sering tidak lengkap dan tidak mencapai puncak atau sampai membentuk
oval dengan bentuk mengerucut keluar disertai ukuran lebih kecil daripada sayap
atas (Bingham, 1905).
Euploea core adalah jenis kupu yang bersifat inedibility (tidak bisa
termakan) karena beracun. Umumnya kupu-kupu jenis ini memiliki gerakan
terbang yang santai. Hal ini dapat ditemui saat kupu-kupu terbang disekitar semak
untuk mencari tanaman inangnya. Adapun tanaman yang dikunjungi umumnya
adalah tanaman berbunga. Pada saat musim panas sebagian besar kupu-kupu jenis
ini beterbangan di atas lumpur atau pasir basah. Kupu-kupu juga mengumpulkan
bagian yang rusak pada tanaman hijau seperti Crotalaria, Heliotropium. Hal ini
dilakukan untuk membentuk prekursor kimia yang bisa menghasilkan feromon.
Euploea core merupakan salah satu jenis kupu-kupu yang paling sering
bermigrasi (Aitken, 1898; Reuben, 1961). Baik jantan maupun betina, keduanya
bermigrasi dalam jumlah kelompok yang sama (Kunte, 2005).
Kupu-kupu gagak (Euploea core) tahapan siklus hidup yang melalui
metamorfosis sempurna. Pada tahap telur, telur diletakkan pada bagian bawah
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 4
daun muda dari tanaman inang. Telur mengkilap putih, tinggi dan runcing, dengan
sisi berusuk. Tepat sebelum penetasan telur berhanti warna menjadi keabu-abuan
dengan atasan hitam. Selanjutnya berkembang menjadi tahap larva (ulat),
sepanjang hidupnya ulat tetap berada di bagian bawah daun. Ulat berbentuk
silinder, berwarna jelas dan bertekstur halus. Ulat memiliki kombinasi warna
putih dengan garis melintang berwarna cokelat gelap atau hitam. Tepat di atas
kaki dan proleg disepanjang tubuh ulat terdapat garis lebar berwarna orange
kemerahan dan kepala berwarna hitam dengan garis putih. Ulat memiliki
pelengkap berupa empat tentacle, tiga tentacle mengarah ke depan dan satu
tentacle menghadap ke belakang. Semua tentacle melengkung dibagian ujung
(Aravind, 2005).
Menurut laporan HOSTS (2007) menyebutkan bahwa larva atau ulat
Euploea core memakan sejumlah besar tanaman dari familia Apocynaceae
(Dogbanes dan Oleanders), Asclepiadaceae (Milkweeds), Moraceae, Rubiaceae,
Ulmaceae (Nettles). Sebagian besar tanaman tersebut adalah jenis tanaman
beracun. Akibat dari tanaman inang yang mengandung lateks beracun, dalam
perkembangannya ulat memiliki kebiasaan makan yang aneh. Pertama, ulat
mengunyah pelepah daun, memotong persediaan lateks kemudian baru menggigit
pembuluh sekunder daun dan menghambat transportasi pada lateks. Selanjutnya
ulat hanya akan memakan daun yang benar-benar tidak mengandung racun. Ulat
Euploea core mampu mentolerir racun tanaman dan menyimpannya dalam
jaringan lemak sehingga akan membantu imago Euploea core terhindar dari
predator karena sifatnya yang beracun.
Tahap berikutnya adalah tahap pupa. Pupa spesies ini mengkilap berwarna
keemasan. Tepian bakal sayap ditandai dengan garis dan warna yang melebar
pada pupa. Perut memiliki deretan bintik hitam pada setipa segmen. Cremaster
berwarna hitam yang selanjutnya akan membuat pupa berwarna hitam sebelum
akhirnya berubah menjadi kupu-kupu (Arun, 2000).
2.3. Parasitoid Brachymeria
Brachymeria adalah genus besar Chalcididae dengan sebaran lebih dari
seratus spesies di seluruh dunia. Menurut beberapa peneliti, Chalcididae
merupakan salah satu genus yang bisa dikenali dari familia Chalcidoidea. Hal ini
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 5
disebabkan bentuk femur pada kaki belakang terlihat dengan jelas lebih besar
daripada femur kaki depan. Selain itu, deretan gigi depan juga menjadi penanda
dari genus tersebut. bentuk femur kaki belakang yang besar memungkinkan
Brachymeria untuk melompat. Chalcididae umumnya berwarna hitam dengan
tekstur kasar di seluruh bagian tubuhnya, sedangkan pada beberapa pengamatan
juga pernah dijumpai Chacididae berwarna biru cerah.
Umumnya species Brachymeria merupakan parasitoid dari pupa
Lepidoptera, tetapi beberapa serangan justru terjadi pada larva atau kepompong
Lepidoptera. Meskipun dalam satu pupa dapat diletakkan, tetapi Dowden (1935)
menemukan bahwa dalam kasus Brachymeria intermedia, parasitoid dari ngengat
gipsi Lymantria dispar, hanya satu Brachymeria yang akan berkembang menjadi
dewasa dalam sebuah inang (host). Adapun indikasinya bahwa larva Brachymeria
membunuh calon kompetitor dalam host artinya rahang bawah (mandibula) larva
bersifat schlerotid bahkan diinstar pertama, dan Dowden menemukan bahwa larva
mati yang dibedah keluar dari host selalu memiliki tanda cedera dari rahang
bawahnya. Larva yang dibedah keluar dari host dan ditempatkan secara bersama
dengan cepat akan menyerang satu sama lain.
Brachymeria intermedia telah menjadi subyek introduksi di luar range
aslinya untuk mengendalikan inangnya, yaitu Lymantria dispar. Selain B.
intermedia, spesies serupa lain yang bertelur dalam Lymantria dispar adalah B.
compsiluraei. Namun demikian, target B. compsiluraei bukan hanya ngengat
gipsi, tetapi juga larva lalat tachinid yang memarasiti ngengat gipsi sedangkan
lalat tachinid digunakan sebagai kontrol. Sehingga introduksi B. intermedia ke
New England dimaksudkan untuk mengeliminasi B. compsiluraei secara berhati-
hati (Burks, 1960), yang akan memiliki efek sebaliknya dari yang diharapkan.
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 6
BAB III
ALAT, BAHAN DAN METODE
3.1 Alat
Jaring Serangga, botol jamp 10 buah, alat tulis, kamera digital, gunting, karet
gelang, selotip dan plastik.
3.2 Bahan
Pupa Kupu-kupu Gagak (Euploea core) pada tanaman bunga Jepun (Nerium
oleander).
3.3 Metode Praktikuma. Observasi daerah yang diduga terdapat tanaman bunga Jepun (Nerium
oleander) dengan pilihan lokasi:
Kelompok I : Merjosari,
Kelompok II : Sawojajar 1
Kelompok III : Sawojajar 2 (Danau Kerinci)
Kelompok IV : Sawojajar 3 (Velodrom)
Kelompok V : Soekarno-Hatta.
b. Pengambilan pupa (kepompong) Kupu-kupu Gagak (Euploea core) dari
tanaman Bunga Jepun (Nerium oleander) dan dimasukkan ke dalam botol
jamp,
c. Setiap pupa dimasukkan dalam sebuah botol jamp dengan digantung di atas
permukaan botol dan direkatkan dengan selotip (batasan maksimum pupa
yang diambil sebanyak 10 buah). Selanjutnya, botol ditutup menggunakan
plastik dan diikat dengan karet gelang disertai tusukan lubang udara di bagian
atas plastik dengan jarum.
d. Setiap botol ditandai dengan spidol agar memudahkan saat pengamatan.
e. Pengamatan dilakukan selama 14 hari dengan interval pengamatan 24 jam
sekali.
f. Hasil pengamatan dicatat dalam lembar pengamatan dan dibuat tabulasi data
diakhir pengamatan.
g. Hasil pengamatan dianalisis dan dibahas sampai diperoleh kesimpulan.
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
a. Dokumentasi Pengamatan Pupa
No Variabel Pengamatan Dokumentasi
1Pupa dalam Botol Pengamatan
1 sampai 10
2Parasitoid yang Keluar dari
Pupa dalam Botol Pengamatan
b. Dokumentasi Lokasi Pengamatan
No Lokasi Pengamatan Dokumentasi
1 Merjosari
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 9
c. Dokumentasi Identifikasi Spesies
No
Variabel Pengamatan
DokumentasiHasil Identifikasi
Kamera Digital Literatur
1 TelurTelur dari Euploea core
(Lepidoptera:Nymphalidae)
2 Larva (Ulat)Larva dari Euploea core
(Lepidoptera:Nymphalidae)
3Pupa
(Kepompong)
Pupa dari Euploea core(Lepidoptera:Nymphalidae
)
4Imago
(Kupu-kupu)
Imago dari Euploea core(Lepidoptera:Nymphalidae
)
5 Parasitoid
Parasitoid dari Brachymeria spp.
(Hymenoptera:Chalcididae)
6Tanaman
Inang
Tanaman Inang dari Nerium oleander
(Gentianales:Apocynaceae)
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 10
d. Tabulasi Data Hasil Pengamatan Pupa dari Beberapa Lokasi Berbeda
No Parameter PengamatanKelompok
1 2 3 4 5
1 Jumlah Pupa Sehat 7 4 6 16 9
2 Jumlah Pupa Terparasiti 3 7 0 4 3
3 Jumlah Pupa Berhasil Menetas 0 0 0 0 4
4 Jumlah Pupa Sehat Terparasiti 6 4 2 8 4
5 Jumlah Pupa Sehat Mati 1 0 4 8 1
6 Jumlah Parasitoid per Pupa 18,57 8 19 10,5 11,75
7 Persentase Pupa Terparasiti 60% 36% 33% 40% 33%
8 Tingkat Efektifitas Parasitoid S S R S R
9 Jumlah Total Pupa Terparasiti 24
10 Jumlah Total Pupa Ditemukan 59
11 Persentase Total 41%
12 Tingkat Efektifitass Parasitoid S
Standar Efektifitas (SE) :
Jika persentase pada range 0 – 33% maka SE adalah Rendah (R)
Jika persentase pada range 33 – 66% maka SE adalah Sedang (S)
Jika persentase pada range ≤ 66% maka SE adalah Tinggi (T).
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 11
e. Tabel Pengamatan Pupa dalam Botol setiap 24 Jam selama 24 Hari (Hasil Pengamatan Kelompok I Daerah Merjosari)
NoParameter Pengamata
n
Interval Hari Jumlah Parasitoid1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Pupa ke-1 P;1P;1
P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 18
2 Pupa ke-2 P;1P;1
Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 18
3 Pupa ke-3 P;1P;1
P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 Pr;15 15
4 Pupa ke-4 P;1P;1
P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 0
5 Pupa ke-5 P;1P;1
P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 0
6 Pupa ke-6 P;1P;1
P;1 P;1 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 17
7 Pupa ke-7 P;1P;1
P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 Pr;28 Pr;28 Pr;28 Pr;28 Pr;28 28
8 Pupa ke-8 P;1P;1
P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 0
9 Pupa ke-9 P;1P;1
P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 Pr;16 Pr;16 Pr;16 Pr;16 Pr;16 16
10 Pupa ke-10 P;1P;1
P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 0
Jumlah Total Parasitoid 112
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 12
Keterangan:
P (Pupa Sehat); P (Pupa Terinfeksi); P (Pupa Mati); Pr (Parasitoid Hidup); Pr (Parasitoid Mati).
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 13
4.2. Pembahasan
Hasil identifikasi yang telah dilakukan dengan beragam refrensi maupun
literatur yang mendukung, menunjukkan bahwa selain tanaman inang Nerium
oleander dari familia Apocynaceae, jenis hama maupun musuh alami (parasitoid)
juga berhasil diidentifikasi. Jenis hama kupu-kupu yang menginang pada tanaman
Nerium oleander adalah jenis serangga dari ordo Lepidoptera dan familia
Nymphalidae dan genus Euploea dengan spesies Euploea core L. Euploea core
biasa disebut kupu-kupu gagak atau kupu-kupu oleander. Hal ini dapat disebabkan
karena habitat inangnya pada tanaman Nerium oleander dan warna coklat gelap
ataupun hitam legam dengan bintik putih kerapkali dianalogikan seperti burung
gagak. Sedangkan jenis parasitoid yang memarasiti pupa Euploea core adalah
serangga dari ordo Hymenoptera dan familia Chalcididae dengan genus
Brachymeria. Jenis parasitoid ini sangat dikenal sebagai parasitoid pupa Euploea
core sehingga tidak sedikit refrensi maupun penelitian yang membahasnya.
Bahasan pertama, yaitu hasil pengamatan pupa dalam botol jamp dari
lokasi kelompok I – Merjosari selama 14 hari dengan interval pengamatan satiap
24 jam. Adapun jenis parasitoid yang ditemukan dalam pupa hanya 1 jenis dan
termasuk parasitoid gregarius karena ditemukan lebih dari 1 individu sejenis
dalam 1 inang. Dari hasil pengamatan dapat dijelaskan bahwa proses keluarnya
parasitoid dari dalam pupa Euploea core berbeda-beda pada setiap botol
pengamatan. Sebagian besar parasitoid keluar pada hari ke-10 pengamatan. Hal
ini bisa disebabkan usia pupa saat pengambilan yang tidak diketahui secara pasti
sehingga sampel pupa yang diambil pun dimungkinkan memiliki masa
perkembangan yang beragam pula. Namun demikian, semua parasitoid yang
sudah keluar memiliki fase hidup yang sama dalam botol pengamatan, yaitu
setelah 3 hari paska keluar dari pupa maka parasitoid akan mati. Hal ini
membuktikan bahwa ketahanan hidup parasitoid Brachymeria spp. tanpa makan
bisa mencapai waktu maksimum selama 3 hari. Dari hasil pengamatan, pupa pada
botol nomor 7 merupakan pupa dengan jumlah parasitoid terbanyak, yaitu
sebanyak 28 individu. Sedangkan pupa dengan jumlah parasitoid paling sedikit,
yaitu pupa nomor 3 sebnyak 15 individu. Selain pupa dengan jumlah parasitoid
paling sekit, pupa nomor 3 adalah pupa yang paling akhir mengeluarkan
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 14
parasitoid, yaitu pada hari ke-14. Olehkarena itu, parasitoid dari pupa nomor 3
masih hidup dan akhirnya dihabituasikan.
Bahasan berikutnya, yaitu hasil persentase parasitasi dari beberapa
kelompok di lokasi berbeda. Dari hasil pengamatan dan analisis data dapat
diketahui bahwa tingkat persentase parasitoid di setiap lokasi bervariasi. Tingkat
parasitasi diketahui melalui perhitungan persen parasitasi, yaitu membagi jumlah
pupa terparasiti dengan jumlah pupa yang ditemukan di masing-masing lokasi.
Adapun hasil penghitungan persentase parasitasi, berturut-turut lokasinya, yaitu
Merjosari (60%); Sawojajar 1 (36%); Sawojajar 2 (33%); Sawojajar 3 (40%);
Soekarno-Hatta (33%). Berdasarkan hasil persentase tersebut dapat diketahui
bahwa persentase tertinggi di lokasi Merjosari sebesar 60 persen dan persentase
terendah di lokasi Sawojajar 2 atau daerah Danau Kerinci dan Soekarno-Hatta
sebesar 33 persen. Hal ini dapat disebabkan pada perbedaan jumlah tanaman
inang, dalam hal ini tanaman Nerium oleander, yang berbeda di masing-masing
lokasi.
Observasi yang dilakukan di lokasi Merjosari hanya ditemukan sebatang
tanaman Nerium oleander, sehingga hama dan musuh alami yang ada terpusat
pada satu tanaman inang saja. Hal ini bisa dimungkinkan kerena jumlah parasitoid
Brachymeria spp. lebih banyak dibandingkan hama Euploea core sehingga tingkat
parasitasi cenderung lebih tinggi, disamping juga karena habitat tanaman inang
dari Euploea core di lokasi ini hanya sebatang pohon. Selain itu, hasil praktikum
juga membuktikan bahwa dari 7 sampel pupa sehat Euploea core yang diamati 6
diantaranya terparasiti oleh Brachymeria spp. dan sisanya mati. Laporan ini
membuktikan bahwa berdasarkan standar efektifitas parasitasi, persentase
parasitasi 60% pada lokasi Merjosari, menjelaskan tingkat efektifitas parasitoid
jenis Brachymeria spp dalam mengendalikan hama kupu-kupu gagak (Euploea
core) tergolong “Sedang”.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan lokasi Sawojajar (Danau Kerinci)
dan Sokarno-Hatta yang tingkat parasitasinya rendah, jumlah tanaman Nerium
oleander cenderung lebih banyak, sehingga hama dan musuh alami tidak terpusat
pada satu tanaman inang. Banyaknya tanaman inang memberikan peluang bagi
hama Euploea core untuk bertelur pada beberapa tanaman Nerium oleander,
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 15
sehingga parasitoid Brachymeria spp. tidak dapat memarasiti secara menyeluruh.
Banyaknya jumlah tanaman Nerium oleander juga tidak menutup kemungkinan
memunculkan persaingan antar musuh alami, baik itu predator maupun jenis
parasitoid lain. Akibatnya tingkat parasitasi hama Euploea core yang umumnya
dilakukan oleh Brachymeria spp. pada tanaman Nerium oleander cenderung lebih
rendah. Data hasil praktikum juga membuktikan bahwa jumlah pupa sehat dari
spesies Euploea core lebih banyak ditemukan saat observasi daripada pupa yang
terparasiti atau terinfeksi. Selain itu, hasil pengamatan yang diperoleh
menunjukkan bahwa jumlah pupa sehat yang terparasiti tidak secara keseluruhan
dari pupa sehat yang ada, bahkan sampel pupa yang diambil di lokasi Soekarno-
Hatta berhasil menetas dan menjadi imago (kupu-kupu) dari jenis Euploea core.
Laporan ini membuktikan bahwa berdasarkan standar efektifitas parasitasi,
persentase parasitasi 33% pada lokasi Sawojajar (Danau Kerinci) dan Soekarno-
Hatta, menjelaskan tingkat efektifitas parasitoid jenis Brachymeria spp. dalam
mengendalikan hama kupu-kupu gagak (Euploea core) tergolong “Rendah”.
Secara keseluruhan persentase parasitoid di daerah Malang sebesar 41%.
Persentase tersebut diperoleh dengan membagi jumlah total pupa yang terparasiti
dengan jumlah pupa yang didapatkan. Namun demikian, persentase tersebut
berdasarkan standar efektifitas parasitasi belum bisa dikatakan masuk kategori
tinggi. Hal ini disebabkan persentase parasitasi yang diperoleh masih masuk range
standar efektifitas parasitasi menengah atau “sedang”. Disamping demikian,
kondisi lingkungan maupun keberadaan tanaman inang di masing-masing lokasi
juga mempengaruhi tingkat parasitasi di daerah Malang. Dengan demikian, hasil
laporan ini membuktikan bahwa tingkat efektifitas parasitoid jenis Brachymeria
spp. dalam mengendalikan hama kupu-kupu oleander atau kupu-kupu gagak
(Euploea core) tergolong “Sedang”.
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 16
BAB V
KSEIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil praktikum dan pembahasan tentang efektifitas
parasitoid Brachymeria spp. terhadap hama kupu-kupu oleander (Euploea core)
pada tanaman Nerium oleander, maka dapat disimpulkan bahwa
a. Tingkat persentase parasitasi parasitoid Brachymeria spp. terhadap hama
Euploea core di masing-masing lokasi secara berurutan, yaitu Merjosari
(60%); Sawojajar 1 – Danau Toba (36%); Sawojajar 2 – Danau Kerinci
(33%); Sawojajar 3 - Velodrom (40%); Soekarno-Hatta (33%). Sedangkan
persentase parasitasi secara keseluruhan sebesar 41% dengan standar
efektifitas kategori “sedang”.
b. Tingkat persentase parasitasi parasitoid Brachymeria spp. terhadap hama
Euploea core paling tinggi terjadi di lokasi Merjosari sebesar 60%. Hal ini
disebabkan jumlah parasitoid Brachymeria spp. lebih banyak dibandingkan
hama Euploea core sehingga tingkat parasitasi cenderung lebih tinggi,
disamping juga karena habitat tanaman inang dari Euploea core di lokasi ini
hanya sebatang pohon. Selain itu, hasil praktikum juga membuktikan bahwa
dari 7 sampel pupa sehat Euploea core yang diamati 6 diantaranya terparasiti
oleh Brachymeria spp. dan sisanya mati.
5.2. Saran
Saran yang bisa diberikan dalam praktikum ini adalah diperlukan
penelitian lebih lanjut tentang efektifitas parasitasi parasitoid Brachymeria spp.
terhadap hama kupu-kupu oleander (Euploea core) sehingga bisa diketahui
masing-masing kelebihan dan kekurangan secara spesifik terhadap penerapan
sistem pengendalian hayati terutama dengan menggunakan parasitoid tersebut.
Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 17
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, ME dan Buchori, D. 2012. Pengaruh Lama Ketiadaan Inang terhadap Kapasitas Reproduksi Parasitoid Snellenius manilae Ashmead (Hymenoptera:Braconidae). Jurnal Entomologi Indonesia. Vol 9, No.1. 14-22. ISSN: 1829-7722.
Aravind, NA. 2005. Ficus pumila L: A new host plant of common crow (Euploea core Cramer, Lepidoptera, Nymphalidae). J. Bombay Nat. Hist. Soc. 102(1):129.
Arun, PR. 2000. Seasonality and abundance of insects with special reference to butterflies (Lepidoptera: Rhopalocera) in a Moist deciduous forest of Siruvani, Nilgiri Biosphere Reserve. SouthIndia Ph.D Thesis. Bharathiar University, Coimbatore. 236p.
Bingtao Li, Antony J. M. Leeuwenberg, and D. J. Middleton. 2009. "Nerium oleander L.", Flora of China. Harvard University.
Bingham, CT. 1905. Fauna of British India. Butterflies. Volume 1.
Dunn, C. 2012. Nerium oleander Toxicity. Los Angeles: Loyola Marymount University.http://plantinteractions2012.wikispaces.com/Nerium+Oleander+Toxicity+%28Carolyn%29.
Elzinga, RJ. 2004. Fundamentals of entomology. New Jersey: Prentice Hall.
Gunawan. 2007. Potensi Tanaman Nerium oleander untuk Tindakan Augmentasi Stephanidae (Hymenoptera) sebagai Musuh Alami Lepidoptera. Jurnal Biologi Sumatera. Vol. 2, No. 1. 21-22. ISSN 1907-5537.
HOSTS. 2007. a Database of the World's Lepidopteran Hostplants. (http://www.nhm.ac.uk/research-curation/projects/hostplants/).
Huxley, A.; Griffiths, M.; Levy, M. (eds.). 1992. The New RHS Dictionary of Gardening. Macmillan. ISBN 0-333-47494-5.
INCHEM. 2005. Nerium oleander L. (PIM 366). International Programme on Chemical Safety: INCHEM.
Kunte, K. 2005. Species composition, sex-ratios and movement patterns in Danaine butterfly migrations in southern India. Journ. Bombay Nat. Hist. Soc. 102(3):280-286.
Mudjiono, G. 1994. Pengendalian Hayati terhadap Hama: Peranan Serangga Entomofagus. Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya. Malang.
Norris KR, Caswell-Chen, Kogan M. 2003. Concept in integrated pest management. New Jesey: Prentice Hall.
Pankhurst, R. 2009. Nerium oleander L. Flora Europaea. Royal Botanic Garden Edinburgh.