laporan pengendalian hayati ii

28
LAPORAN PRAKTIKUM MATAKULIAH PENGENDALIAN HAYATI JUDUL EFEKTIFITAS PARASITOID Brachymeria spp. (Hymenoptera:Chalcididae) TERHADAP HAMA Euploea core (Lepidoptera:Nymphalidae) PADA TANAMAN Nerium oleander DISUSUN OLEH ACHMAD IWAN TANTOMI (2090610015) SITI ROKAYAH (2090610001) NAILISSA’ADAH (2100610016)

Upload: iwan-tantomi

Post on 24-Jul-2015

1.085 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUMMATAKULIAH PENGENDALIAN HAYATI

JUDULEFEKTIFITAS PARASITOID Brachymeria spp.

(Hymenoptera:Chalcididae) TERHADAP HAMA Euploea core (Lepidoptera:Nymphalidae) PADA TANAMAN Nerium oleander

DISUSUN OLEHACHMAD IWAN TANTOMI (2090610015)SITI ROKAYAH (2090610001)NAILISSA’ADAH (2100610016)

JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM MALANG2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan insektisida sebagai sarana pengendalian hama seringkali

menimbulkan efek samping yang dapat merugikan, seperti residu yang

membahayakan kesehatan manusia, pencemaran lingkungan, dampak negatif

terhadap hewan bukan sasaran hingga timbulnya resurgensi dan resistensi hama.

Pengendalian hayati merupakan salah satu solusi dalam masalah hama pertanian

yang seharusnya lebih banyak dipraktekkan di lapangan karena lebih ramah

lingkungan dan dapat mengurangi dampak negatif penggunaan pestisida (Akbar

dan Buchori, 2012).

Norris et al. (2003) mendefinisikan pengendalian hayati sebagai

penggunaan parasitoid, predator, patogen, antagonis atau populasi kompetitor

untuk menekan populasi hama, membuat hama menjadi lebih sedikit

kelimpahannya dan lebih sedikit merusak daripada seharusnya bila agens hayati

tidak ada. Parasitoid merupakan salah satu jenis musuh alami yang dapat

digunakan untuk pengendalian hayati. Elzinga (2004) menyebutkan beberapa

kelebihan penggunaan parasitoid, yaitu agens hayati ini biasanya sangat selektif,

resistensi serangga lebih sedikit terjadi dibandingkan pada penggunaan pestisida,

pengaruh terhadap ekosistem lebih sedikit dan parasitoid lebih tidak berbahaya

pada manusia dibandingkan penggunaan pestisida.

Keberadaan musuh alami dapat menjadi alternatif untuk mengontrol

populasi serangga hama tanpa risiko yang berarti dibanding dengan insektisida.

Serangga musuh alami dapat berupa serangga entomofagus yaitu predator dan

parasitoid. Keunggulan dari parasitoid adalah dapat memotong daur hidup

serangga hama dengan memarasiti telur, larva atau pupa dari serangga hama

tersebut (Mudjiono, 1994; Gunawan, 2007).

1.2. Rumusan Masalah

1. Berapa tingkat persentase parasitasi parasitoid di masing-masing lokasi dan

keseluruhan?

2. Dimana tingkat persentase parasitasi parasitoid tertinggi? Mengapa demikian?

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 1

1.3. Tujuan Praktikum

1. Menghitung tingkat persentase parasitasi parasitoid di masing-masing lokasi

dan keseluruhan.

2. Menghitung tingkat persentase parasitasi parasitoid tertinggi dan

penyebabnya.

1.4. Manfaat Praktikum

1. Mengetahui jenis hama dan musuh alami pada tanaman Nerium oleander.

2. Mengetahui tingkat persentase parasitasi parasitoid pada tanaman Nerium

oleander di masing-masing lokasi maupun secara keseluruhan di suatu daerah.

3. Mengetahui tingkat persentase tertinggi dari parasitasi parasitoid di beberapa

lokasi maupun daerah disertai dengan penyebabnya.

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Inang Nerium oleander

Nerium oleander adalah tanaman pohon kecil famili Apocynaceae,

diseluruh bagiannya beracun atau mengandung racun. Biasa disebut sebagai

Oleander atau dengan nama yang umum dikenal sebagai Pink Dwarf (Kurcaci

merah muda). Oleander adalah salah satu tanaman kebun yang paling beracun.

Oleander mempunyai tinggi 2-6, mempunyai batang yang tegak dan dan

merenggang keluar sebagi pertumbuhan dewasa-nya serta batang yang berwarna

keabu-abuan.

Oleander termasuk kedalam genus Nerium. Sejenis tanaman semak yang

banyak ditemukan di seluruh dunia sehingga tidak ada ketentuan yang tepat

tentang daerah asalnya. Namun demikian, diperkirakan tanaman ini asli atau

naturalisasi Mauritania, Maroko dan Portugal. Dari ketiga negara tersebut

menyebar ke Asia Timur dan akhirnya sampai ke Amerika. Oleander dapat

tumbuh antara 2 sampai 6 meter. Bunga tumbuh berkelompok dengan warna

merah muda, putih atau kuning. Tanaman ini sangat kuat dan mampu tumbuh di

berbagai kondisi dan tempat. Semua bagian dari tanaman mengandung oleandrin

dan dapat menjadi racun jika tertelan. Oleander menggunakan cardiac glycosides

untuk mengusir predator, tetapi pada beberapa penelitian melaporkan bahwa

beberapa spesies hewan pengerat dan burung peka terhadap racun oleander.

Oleander biasanya ditanam sebagai tanaman hias di kebun, tetapi tidak sedikit

juga ditanam di sepanjang sisi jalan raya karena tahan kekeringan dan dapat hidup

dalam segala macam kondisi (Huxley, et al., 1992; INCHEM, 2005; Pankhurst,

2009; Bingtao, et al., 2009)

Dua predator utama tanaman oleander adalah Syntomeida epilais dan

Euploea core. Kedua predator memakan tanaman oleander pada tahap larva untuk

mendapatkan racun dalam oleander sehingga dapat digunakan sebagai pertahanan

terhadap predator lain. Syntomeida epilais hidup di Amerika Serikat bagian

tenggara sedangkan Euploea core banyak ditemukan di India dan Australia.

Akibat racun dalam tanaman oleander larva Euploea core memiliki cara kusus

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 3

untuk memakan tanaman. Pertama, larva Euploea core (ulat) mengunyah melalui

pelepah untuk menghentikan transportasi tanaman pada lateks, kemudian

mengunyah kembali melalui pembuluh sekunder untuk menghentikan seluruh

transportasi tanaman dan mematikan pertahanan alami dari tanaman. Selanjutnya,

ulat mampu memakan daun dan menyimpan racun dalam jaringan lemaknya.

Setelah berubah menjadi kupu-kupu, Euploea core mampu menghasilkan racun

dan menjadi racun bagi predator. Jika dicerna oleh manusia atau binatang lain,

racun oleander dapat menyebabkan gangguan dan kerusakan serius (Dunn, 2012).

2.2. Hama Euploea core

Euploea core adalah kupu-kupu berwarna hitam mengkilat berpadu

cokelat dengan tanda putih disepanjang pinggiran sayap. Bentang sayapnya

sekitar 8-9 cm dan tubuhnya juga memiliki bintik putih yang menonjol. Sebelah

atas berwarna cokelat gelap dan agak pucat disekitar area tengah sampai pangkal

sayap, dan bagian belakang sebelah depan dengan bagian subterminal dan

terminal terdapat bintik putih. Sayap bagian depan melengkung membentuk oval

sedangkan bagian dalam melengkung berlawanan apex. Pada sayap bawah bagian

terakhir sering tidak lengkap dan tidak mencapai puncak atau sampai membentuk

oval dengan bentuk mengerucut keluar disertai ukuran lebih kecil daripada sayap

atas (Bingham, 1905).

Euploea core adalah jenis kupu yang bersifat inedibility (tidak bisa

termakan) karena beracun. Umumnya kupu-kupu jenis ini memiliki gerakan

terbang yang santai. Hal ini dapat ditemui saat kupu-kupu terbang disekitar semak

untuk mencari tanaman inangnya. Adapun tanaman yang dikunjungi umumnya

adalah tanaman berbunga. Pada saat musim panas sebagian besar kupu-kupu jenis

ini beterbangan di atas lumpur atau pasir basah. Kupu-kupu juga mengumpulkan

bagian yang rusak pada tanaman hijau seperti Crotalaria, Heliotropium. Hal ini

dilakukan untuk membentuk prekursor kimia yang bisa menghasilkan feromon.

Euploea core merupakan salah satu jenis kupu-kupu yang paling sering

bermigrasi (Aitken, 1898; Reuben, 1961). Baik jantan maupun betina, keduanya

bermigrasi dalam jumlah kelompok yang sama (Kunte, 2005).

Kupu-kupu gagak (Euploea core) tahapan siklus hidup yang melalui

metamorfosis sempurna. Pada tahap telur, telur diletakkan pada bagian bawah

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 4

daun muda dari tanaman inang. Telur mengkilap putih, tinggi dan runcing, dengan

sisi berusuk. Tepat sebelum penetasan telur berhanti warna menjadi keabu-abuan

dengan atasan hitam. Selanjutnya berkembang menjadi tahap larva (ulat),

sepanjang hidupnya ulat tetap berada di bagian bawah daun. Ulat berbentuk

silinder, berwarna jelas dan bertekstur halus. Ulat memiliki kombinasi warna

putih dengan garis melintang berwarna cokelat gelap atau hitam. Tepat di atas

kaki dan proleg disepanjang tubuh ulat terdapat garis lebar berwarna orange

kemerahan dan kepala berwarna hitam dengan garis putih. Ulat memiliki

pelengkap berupa empat tentacle, tiga tentacle mengarah ke depan dan satu

tentacle menghadap ke belakang. Semua tentacle melengkung dibagian ujung

(Aravind, 2005).

Menurut laporan HOSTS (2007) menyebutkan bahwa larva atau ulat

Euploea core memakan sejumlah besar tanaman dari familia Apocynaceae

(Dogbanes dan Oleanders), Asclepiadaceae (Milkweeds), Moraceae, Rubiaceae,

Ulmaceae (Nettles). Sebagian besar tanaman tersebut adalah jenis tanaman

beracun. Akibat dari tanaman inang yang mengandung lateks beracun, dalam

perkembangannya ulat memiliki kebiasaan makan yang aneh. Pertama, ulat

mengunyah pelepah daun, memotong persediaan lateks kemudian baru menggigit

pembuluh sekunder daun dan menghambat transportasi pada lateks. Selanjutnya

ulat hanya akan memakan daun yang benar-benar tidak mengandung racun. Ulat

Euploea core mampu mentolerir racun tanaman dan menyimpannya dalam

jaringan lemak sehingga akan membantu imago Euploea core terhindar dari

predator karena sifatnya yang beracun.

Tahap berikutnya adalah tahap pupa. Pupa spesies ini mengkilap berwarna

keemasan. Tepian bakal sayap ditandai dengan garis dan warna yang melebar

pada pupa. Perut memiliki deretan bintik hitam pada setipa segmen. Cremaster

berwarna hitam yang selanjutnya akan membuat pupa berwarna hitam sebelum

akhirnya berubah menjadi kupu-kupu (Arun, 2000).

2.3. Parasitoid Brachymeria

Brachymeria adalah genus besar Chalcididae dengan sebaran lebih dari

seratus spesies di seluruh dunia. Menurut beberapa peneliti, Chalcididae

merupakan salah satu genus yang bisa dikenali dari familia Chalcidoidea. Hal ini

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 5

disebabkan bentuk femur pada kaki belakang terlihat dengan jelas lebih besar

daripada femur kaki depan. Selain itu, deretan gigi depan juga menjadi penanda

dari genus tersebut. bentuk femur kaki belakang yang besar memungkinkan

Brachymeria untuk melompat. Chalcididae umumnya berwarna hitam dengan

tekstur kasar di seluruh bagian tubuhnya, sedangkan pada beberapa pengamatan

juga pernah dijumpai Chacididae berwarna biru cerah.

Umumnya species Brachymeria merupakan parasitoid dari pupa

Lepidoptera, tetapi beberapa serangan justru terjadi pada larva atau kepompong

Lepidoptera. Meskipun dalam satu pupa dapat diletakkan, tetapi Dowden (1935)

menemukan bahwa dalam kasus Brachymeria intermedia, parasitoid dari ngengat

gipsi Lymantria dispar, hanya satu Brachymeria yang akan berkembang menjadi

dewasa dalam sebuah inang (host). Adapun indikasinya bahwa larva Brachymeria

membunuh calon kompetitor dalam host artinya rahang bawah (mandibula) larva

bersifat schlerotid bahkan diinstar pertama, dan Dowden menemukan bahwa larva

mati yang dibedah keluar dari host selalu memiliki tanda cedera dari rahang

bawahnya. Larva yang dibedah keluar dari host dan ditempatkan secara bersama

dengan cepat akan menyerang satu sama lain.

Brachymeria intermedia telah menjadi subyek introduksi di luar range

aslinya untuk mengendalikan inangnya, yaitu Lymantria dispar. Selain B.

intermedia, spesies serupa lain yang bertelur dalam Lymantria dispar adalah B.

compsiluraei. Namun demikian, target B. compsiluraei bukan hanya ngengat

gipsi, tetapi juga larva lalat tachinid yang memarasiti ngengat gipsi sedangkan

lalat tachinid digunakan sebagai kontrol. Sehingga introduksi B. intermedia ke

New England dimaksudkan untuk mengeliminasi B. compsiluraei secara berhati-

hati (Burks, 1960), yang akan memiliki efek sebaliknya dari yang diharapkan.

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 6

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 7

BAB III

ALAT, BAHAN DAN METODE

3.1 Alat

Jaring Serangga, botol jamp 10 buah, alat tulis, kamera digital, gunting, karet

gelang, selotip dan plastik.

3.2 Bahan

Pupa Kupu-kupu Gagak (Euploea core) pada tanaman bunga Jepun (Nerium

oleander).

3.3 Metode Praktikuma. Observasi daerah yang diduga terdapat tanaman bunga Jepun (Nerium

oleander) dengan pilihan lokasi:

Kelompok I : Merjosari,

Kelompok II : Sawojajar 1

Kelompok III : Sawojajar 2 (Danau Kerinci)

Kelompok IV : Sawojajar 3 (Velodrom)

Kelompok V : Soekarno-Hatta.

b. Pengambilan pupa (kepompong) Kupu-kupu Gagak (Euploea core) dari

tanaman Bunga Jepun (Nerium oleander) dan dimasukkan ke dalam botol

jamp,

c. Setiap pupa dimasukkan dalam sebuah botol jamp dengan digantung di atas

permukaan botol dan direkatkan dengan selotip (batasan maksimum pupa

yang diambil sebanyak 10 buah). Selanjutnya, botol ditutup menggunakan

plastik dan diikat dengan karet gelang disertai tusukan lubang udara di bagian

atas plastik dengan jarum.

d. Setiap botol ditandai dengan spidol agar memudahkan saat pengamatan.

e. Pengamatan dilakukan selama 14 hari dengan interval pengamatan 24 jam

sekali.

f. Hasil pengamatan dicatat dalam lembar pengamatan dan dibuat tabulasi data

diakhir pengamatan.

g. Hasil pengamatan dianalisis dan dibahas sampai diperoleh kesimpulan.

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 8

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

a. Dokumentasi Pengamatan Pupa

No Variabel Pengamatan Dokumentasi

1Pupa dalam Botol Pengamatan

1 sampai 10

2Parasitoid yang Keluar dari

Pupa dalam Botol Pengamatan

b. Dokumentasi Lokasi Pengamatan

No Lokasi Pengamatan Dokumentasi

1 Merjosari

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 9

c. Dokumentasi Identifikasi Spesies

No

Variabel Pengamatan

DokumentasiHasil Identifikasi

Kamera Digital Literatur

1 TelurTelur dari Euploea core

(Lepidoptera:Nymphalidae)

2 Larva (Ulat)Larva dari Euploea core

(Lepidoptera:Nymphalidae)

3Pupa

(Kepompong)

Pupa dari Euploea core(Lepidoptera:Nymphalidae

)

4Imago

(Kupu-kupu)

Imago dari Euploea core(Lepidoptera:Nymphalidae

)

5 Parasitoid

Parasitoid dari Brachymeria spp.

(Hymenoptera:Chalcididae)

6Tanaman

Inang

Tanaman Inang dari Nerium oleander

(Gentianales:Apocynaceae)

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 10

d. Tabulasi Data Hasil Pengamatan Pupa dari Beberapa Lokasi Berbeda

No Parameter PengamatanKelompok

1 2 3 4 5

1 Jumlah Pupa Sehat 7 4 6 16 9

2 Jumlah Pupa Terparasiti 3 7 0 4 3

3 Jumlah Pupa Berhasil Menetas 0 0 0 0 4

4 Jumlah Pupa Sehat Terparasiti 6 4 2 8 4

5 Jumlah Pupa Sehat Mati 1 0 4 8 1

6 Jumlah Parasitoid per Pupa 18,57 8 19 10,5 11,75

7 Persentase Pupa Terparasiti 60% 36% 33% 40% 33%

8 Tingkat Efektifitas Parasitoid S S R S R

9 Jumlah Total Pupa Terparasiti 24

10 Jumlah Total Pupa Ditemukan 59

11 Persentase Total 41%

12 Tingkat Efektifitass Parasitoid S

Standar Efektifitas (SE) :

Jika persentase pada range 0 – 33% maka SE adalah Rendah (R)

Jika persentase pada range 33 – 66% maka SE adalah Sedang (S)

Jika persentase pada range ≤ 66% maka SE adalah Tinggi (T).

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 11

e. Tabel Pengamatan Pupa dalam Botol setiap 24 Jam selama 24 Hari (Hasil Pengamatan Kelompok I Daerah Merjosari)

NoParameter Pengamata

n

Interval Hari Jumlah Parasitoid1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

1 Pupa ke-1 P;1P;1

P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 18

2 Pupa ke-2 P;1P;1

Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 Pr;18 18

3 Pupa ke-3 P;1P;1

P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 Pr;15 15

4 Pupa ke-4 P;1P;1

P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 0

5 Pupa ke-5 P;1P;1

P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 0

6 Pupa ke-6 P;1P;1

P;1 P;1 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 Pr;17 17

7 Pupa ke-7 P;1P;1

P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 Pr;28 Pr;28 Pr;28 Pr;28 Pr;28 28

8 Pupa ke-8 P;1P;1

P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 0

9 Pupa ke-9 P;1P;1

P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 Pr;16 Pr;16 Pr;16 Pr;16 Pr;16 16

10 Pupa ke-10 P;1P;1

P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 P;1 0

Jumlah Total Parasitoid 112

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 12

Keterangan:

P (Pupa Sehat); P (Pupa Terinfeksi); P (Pupa Mati); Pr (Parasitoid Hidup); Pr (Parasitoid Mati).

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 13

4.2. Pembahasan

Hasil identifikasi yang telah dilakukan dengan beragam refrensi maupun

literatur yang mendukung, menunjukkan bahwa selain tanaman inang Nerium

oleander dari familia Apocynaceae, jenis hama maupun musuh alami (parasitoid)

juga berhasil diidentifikasi. Jenis hama kupu-kupu yang menginang pada tanaman

Nerium oleander adalah jenis serangga dari ordo Lepidoptera dan familia

Nymphalidae dan genus Euploea dengan spesies Euploea core L. Euploea core

biasa disebut kupu-kupu gagak atau kupu-kupu oleander. Hal ini dapat disebabkan

karena habitat inangnya pada tanaman Nerium oleander dan warna coklat gelap

ataupun hitam legam dengan bintik putih kerapkali dianalogikan seperti burung

gagak. Sedangkan jenis parasitoid yang memarasiti pupa Euploea core adalah

serangga dari ordo Hymenoptera dan familia Chalcididae dengan genus

Brachymeria. Jenis parasitoid ini sangat dikenal sebagai parasitoid pupa Euploea

core sehingga tidak sedikit refrensi maupun penelitian yang membahasnya.

Bahasan pertama, yaitu hasil pengamatan pupa dalam botol jamp dari

lokasi kelompok I – Merjosari selama 14 hari dengan interval pengamatan satiap

24 jam. Adapun jenis parasitoid yang ditemukan dalam pupa hanya 1 jenis dan

termasuk parasitoid gregarius karena ditemukan lebih dari 1 individu sejenis

dalam 1 inang. Dari hasil pengamatan dapat dijelaskan bahwa proses keluarnya

parasitoid dari dalam pupa Euploea core berbeda-beda pada setiap botol

pengamatan. Sebagian besar parasitoid keluar pada hari ke-10 pengamatan. Hal

ini bisa disebabkan usia pupa saat pengambilan yang tidak diketahui secara pasti

sehingga sampel pupa yang diambil pun dimungkinkan memiliki masa

perkembangan yang beragam pula. Namun demikian, semua parasitoid yang

sudah keluar memiliki fase hidup yang sama dalam botol pengamatan, yaitu

setelah 3 hari paska keluar dari pupa maka parasitoid akan mati. Hal ini

membuktikan bahwa ketahanan hidup parasitoid Brachymeria spp. tanpa makan

bisa mencapai waktu maksimum selama 3 hari. Dari hasil pengamatan, pupa pada

botol nomor 7 merupakan pupa dengan jumlah parasitoid terbanyak, yaitu

sebanyak 28 individu. Sedangkan pupa dengan jumlah parasitoid paling sedikit,

yaitu pupa nomor 3 sebnyak 15 individu. Selain pupa dengan jumlah parasitoid

paling sekit, pupa nomor 3 adalah pupa yang paling akhir mengeluarkan

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 14

parasitoid, yaitu pada hari ke-14. Olehkarena itu, parasitoid dari pupa nomor 3

masih hidup dan akhirnya dihabituasikan.

Bahasan berikutnya, yaitu hasil persentase parasitasi dari beberapa

kelompok di lokasi berbeda. Dari hasil pengamatan dan analisis data dapat

diketahui bahwa tingkat persentase parasitoid di setiap lokasi bervariasi. Tingkat

parasitasi diketahui melalui perhitungan persen parasitasi, yaitu membagi jumlah

pupa terparasiti dengan jumlah pupa yang ditemukan di masing-masing lokasi.

Adapun hasil penghitungan persentase parasitasi, berturut-turut lokasinya, yaitu

Merjosari (60%); Sawojajar 1 (36%); Sawojajar 2 (33%); Sawojajar 3 (40%);

Soekarno-Hatta (33%). Berdasarkan hasil persentase tersebut dapat diketahui

bahwa persentase tertinggi di lokasi Merjosari sebesar 60 persen dan persentase

terendah di lokasi Sawojajar 2 atau daerah Danau Kerinci dan Soekarno-Hatta

sebesar 33 persen. Hal ini dapat disebabkan pada perbedaan jumlah tanaman

inang, dalam hal ini tanaman Nerium oleander, yang berbeda di masing-masing

lokasi.

Observasi yang dilakukan di lokasi Merjosari hanya ditemukan sebatang

tanaman Nerium oleander, sehingga hama dan musuh alami yang ada terpusat

pada satu tanaman inang saja. Hal ini bisa dimungkinkan kerena jumlah parasitoid

Brachymeria spp. lebih banyak dibandingkan hama Euploea core sehingga tingkat

parasitasi cenderung lebih tinggi, disamping juga karena habitat tanaman inang

dari Euploea core di lokasi ini hanya sebatang pohon. Selain itu, hasil praktikum

juga membuktikan bahwa dari 7 sampel pupa sehat Euploea core yang diamati 6

diantaranya terparasiti oleh Brachymeria spp. dan sisanya mati. Laporan ini

membuktikan bahwa berdasarkan standar efektifitas parasitasi, persentase

parasitasi 60% pada lokasi Merjosari, menjelaskan tingkat efektifitas parasitoid

jenis Brachymeria spp dalam mengendalikan hama kupu-kupu gagak (Euploea

core) tergolong “Sedang”.

Sementara itu, jika dibandingkan dengan lokasi Sawojajar (Danau Kerinci)

dan Sokarno-Hatta yang tingkat parasitasinya rendah, jumlah tanaman Nerium

oleander cenderung lebih banyak, sehingga hama dan musuh alami tidak terpusat

pada satu tanaman inang. Banyaknya tanaman inang memberikan peluang bagi

hama Euploea core untuk bertelur pada beberapa tanaman Nerium oleander,

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 15

sehingga parasitoid Brachymeria spp. tidak dapat memarasiti secara menyeluruh.

Banyaknya jumlah tanaman Nerium oleander juga tidak menutup kemungkinan

memunculkan persaingan antar musuh alami, baik itu predator maupun jenis

parasitoid lain. Akibatnya tingkat parasitasi hama Euploea core yang umumnya

dilakukan oleh Brachymeria spp. pada tanaman Nerium oleander cenderung lebih

rendah. Data hasil praktikum juga membuktikan bahwa jumlah pupa sehat dari

spesies Euploea core lebih banyak ditemukan saat observasi daripada pupa yang

terparasiti atau terinfeksi. Selain itu, hasil pengamatan yang diperoleh

menunjukkan bahwa jumlah pupa sehat yang terparasiti tidak secara keseluruhan

dari pupa sehat yang ada, bahkan sampel pupa yang diambil di lokasi Soekarno-

Hatta berhasil menetas dan menjadi imago (kupu-kupu) dari jenis Euploea core.

Laporan ini membuktikan bahwa berdasarkan standar efektifitas parasitasi,

persentase parasitasi 33% pada lokasi Sawojajar (Danau Kerinci) dan Soekarno-

Hatta, menjelaskan tingkat efektifitas parasitoid jenis Brachymeria spp. dalam

mengendalikan hama kupu-kupu gagak (Euploea core) tergolong “Rendah”.

Secara keseluruhan persentase parasitoid di daerah Malang sebesar 41%.

Persentase tersebut diperoleh dengan membagi jumlah total pupa yang terparasiti

dengan jumlah pupa yang didapatkan. Namun demikian, persentase tersebut

berdasarkan standar efektifitas parasitasi belum bisa dikatakan masuk kategori

tinggi. Hal ini disebabkan persentase parasitasi yang diperoleh masih masuk range

standar efektifitas parasitasi menengah atau “sedang”. Disamping demikian,

kondisi lingkungan maupun keberadaan tanaman inang di masing-masing lokasi

juga mempengaruhi tingkat parasitasi di daerah Malang. Dengan demikian, hasil

laporan ini membuktikan bahwa tingkat efektifitas parasitoid jenis Brachymeria

spp. dalam mengendalikan hama kupu-kupu oleander atau kupu-kupu gagak

(Euploea core) tergolong “Sedang”.

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 16

BAB V

KSEIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil praktikum dan pembahasan tentang efektifitas

parasitoid Brachymeria spp. terhadap hama kupu-kupu oleander (Euploea core)

pada tanaman Nerium oleander, maka dapat disimpulkan bahwa

a. Tingkat persentase parasitasi parasitoid Brachymeria spp. terhadap hama

Euploea core di masing-masing lokasi secara berurutan, yaitu Merjosari

(60%); Sawojajar 1 – Danau Toba (36%); Sawojajar 2 – Danau Kerinci

(33%); Sawojajar 3 - Velodrom (40%); Soekarno-Hatta (33%). Sedangkan

persentase parasitasi secara keseluruhan sebesar 41% dengan standar

efektifitas kategori “sedang”.

b. Tingkat persentase parasitasi parasitoid Brachymeria spp. terhadap hama

Euploea core paling tinggi terjadi di lokasi Merjosari sebesar 60%. Hal ini

disebabkan jumlah parasitoid Brachymeria spp. lebih banyak dibandingkan

hama Euploea core sehingga tingkat parasitasi cenderung lebih tinggi,

disamping juga karena habitat tanaman inang dari Euploea core di lokasi ini

hanya sebatang pohon. Selain itu, hasil praktikum juga membuktikan bahwa

dari 7 sampel pupa sehat Euploea core yang diamati 6 diantaranya terparasiti

oleh Brachymeria spp. dan sisanya mati.

5.2. Saran

Saran yang bisa diberikan dalam praktikum ini adalah diperlukan

penelitian lebih lanjut tentang efektifitas parasitasi parasitoid Brachymeria spp.

terhadap hama kupu-kupu oleander (Euploea core) sehingga bisa diketahui

masing-masing kelebihan dan kekurangan secara spesifik terhadap penerapan

sistem pengendalian hayati terutama dengan menggunakan parasitoid tersebut.

Laporan Praktikum Matakuliah Pengendalian Hayati | 17

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, ME dan Buchori, D. 2012. Pengaruh Lama Ketiadaan Inang terhadap Kapasitas Reproduksi Parasitoid Snellenius manilae Ashmead (Hymenoptera:Braconidae). Jurnal Entomologi Indonesia. Vol 9, No.1. 14-22. ISSN: 1829-7722.

Aravind, NA. 2005. Ficus pumila L: A new host plant of common crow (Euploea core Cramer, Lepidoptera, Nymphalidae). J. Bombay Nat. Hist. Soc. 102(1):129.

Arun, PR. 2000. Seasonality and abundance of insects with special reference to butterflies (Lepidoptera: Rhopalocera) in a Moist deciduous forest of Siruvani, Nilgiri Biosphere Reserve. SouthIndia Ph.D Thesis. Bharathiar University, Coimbatore. 236p.

Bingtao Li, Antony J. M. Leeuwenberg, and D. J. Middleton. 2009. "Nerium oleander L.", Flora of China. Harvard University.

Bingham, CT. 1905. Fauna of British India. Butterflies. Volume 1.

Dunn, C. 2012. Nerium oleander Toxicity. Los Angeles: Loyola Marymount University.http://plantinteractions2012.wikispaces.com/Nerium+Oleander+Toxicity+%28Carolyn%29.

Elzinga, RJ. 2004. Fundamentals of entomology. New Jersey: Prentice Hall.

Gunawan. 2007. Potensi Tanaman Nerium oleander untuk Tindakan Augmentasi Stephanidae (Hymenoptera) sebagai Musuh Alami Lepidoptera. Jurnal Biologi Sumatera. Vol. 2, No. 1. 21-22. ISSN 1907-5537.

HOSTS. 2007. a Database of the World's Lepidopteran Hostplants. (http://www.nhm.ac.uk/research-curation/projects/hostplants/).

Huxley, A.; Griffiths, M.; Levy, M. (eds.). 1992. The New RHS Dictionary of Gardening. Macmillan. ISBN 0-333-47494-5.

INCHEM. 2005. Nerium oleander L. (PIM 366). International Programme on Chemical Safety: INCHEM.

Kunte, K. 2005. Species composition, sex-ratios and movement patterns in Danaine butterfly migrations in southern India. Journ. Bombay Nat. Hist. Soc. 102(3):280-286.

Mudjiono, G. 1994. Pengendalian Hayati terhadap Hama: Peranan Serangga Entomofagus. Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya. Malang.

Norris KR, Caswell-Chen, Kogan M. 2003. Concept in integrated pest management. New Jesey: Prentice Hall.

Pankhurst, R. 2009. Nerium oleander L. Flora Europaea. Royal Botanic Garden Edinburgh.