laporan pendahuluan stroke hemoragik

Upload: ari-vilologus-sugiarto

Post on 17-Jul-2015

381 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIKLAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE HEMORAGIKA. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI/PENGERTIAN STROKE

Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tandatanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989). Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak (Hudak dan Gallo, 1997) . Sedangkan stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah pada otak. Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak pecah. Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak. EPIDEMIOLOGI Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan. Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik 37%, dan stroke embolik 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyak 15-35%. 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan 5-15% perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.

Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-54 tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per 1000 orang pada rentang usia 75-84 tahun. Dengan presentase kematian mencapai 40-60% PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI

Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah : Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah. Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara, kulit, dan tiroid. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin). Overdosis narkoba, seperti kokain. PATOFISIOLOGI Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak. (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006) GEJALA KLINIS Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahanlahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.

Gejala stroke hemoragik bisa meliputi: Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma). Kesulitan berbicara atau memahami orang lain. Kesulitan menelan. Kesulitan menulis atau membaca. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba. Kehilangan koordinasi. Kehilangan keseimbangan. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik. Mual atau muntah. Kejang. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau kesemutan. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh. PEMERIKSAAN FISIK a. Keadaan umum

Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara. Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.b. Pemeriksaan integument

Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tandatanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke harus bed rest 2-3 minggu Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis Rambut: umumnya tidak ada kelainan.c. Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala: bentuk normocephalik Muka: umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi Leher: kaku kuduk jarang terjadi.d. Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.e. Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine. g. Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. g. Pemeriksaan neurologi: Pemeriksaan nervus cranialis Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.

Pemeriksaan motorik Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh. Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi. Pemeriksaan reflex Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan laboratorium Peningkatan Hb & Ht terkait dengan stroke berat Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi endokarditis bakterialis. Analisa CSF (merah) perdarahan sub arachnoid Pungsi Lumbal menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi. b. Pemeriksaan Radiologi CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri

MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik ( masalah sistem arteri karotis ( aliran darah / muncul plak ) arteriosklerotik ). EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas; klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral ; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid. (Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

DIAGNOSIS/KRITERIA DIAGNOSIS Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CTScan dan MRI merupakan sarana diagnostik yang berharga untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan. EEG dapat membantu dalam menentukan lokasi. THERAPY/TINDAKAN PENANGANAN Terapi Stroke diantara:

a) Lakukan penatalaksanaan jalan napas yang agresif. Pertimbangkan pra-terapi dengan pemberian lidokain 1-2 mg/kg secara intravena jika diintubasi diindikasikan untuk menjaga adanya peningkatan TIK. b) Lakukan hiperventilasi untuk mengurangi PaCo2 sampai 25-30 mmHg. c) Pertimbangkan pemberian manitol 1-2 mg/kg IV. d) Pertimbangkan deksametason 200-100mg IV : mulai timbulnya efek lebih lambat dari pada tindakan intubasi atau manitol. e) Pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT scan, tomografi emisi positron, single-photon emission computed tomografi, evoked potential, dan oksimetri.

f) Dekompresi secara bedah berdasarkan temuan CT scan mungkin diperlukan.Terapi umum: Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor faktor kritis sebagai berikut : 1. Menstabilkan tanda tanda vital Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing masing individu; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi. 2. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung 3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi keluar masuk setiap 4 sampai 6 jam. 4. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin : Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)

Terapi khusus: Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, TPA. 1. Pentoxifilin: Mempunyai 3 cara kerja: Sebagai anti agregasi menghancurkan thrombus Meningkatkan deformalitas eritrosit

Memperbaiki sirkulasi intraselebral 2. Neuroprotektan: Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron. Contohnya neotropil Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen Terapi Medis1. Neuroproteksi Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan. Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel-sel neuron. 2. Antikoagulasi Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0 4,0) untuk pasien stroke yang memiliki katup prostetik mekanik. Bagi pasien yang bukan merupakan kandidat untuk terapi warvarin (coumadin), maka dapat digunakan aspirin tersendiri atau dalam kombinasi dengan dipiridamol sebagai terapi anti trombotik awal untuk profilaksis stroke. 3. Trombolisis Intravena Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan. Terapi dengan TPA intravena tetap sebagai standar perawatan untuk stroke akut dalam 3 jam pertama setelah awitan gejala. Risiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah perdarahan intraserebrum. 4. Trombolisis Intraarteri Pemakaian trombolisis intraarteri pada pasien stroke iskemik akut sedang dalam penelitian, walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA. Pasien yang beresiko besar mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah yang skor National Institute of Health Stroke Scale(NIHSS)-nya tinggi, memerlukan waktu lebih lama untuk rekanalisasi pembuluh, kadar glukosa darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah. Terapi Perfusi

Untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus vasospasme saat pemulihan dari perdarahan subarakhnoid. Pengendalian Oedema dan Terapi Medis Umum Oedema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark kasus serebrum iskemik, terutama pada keterlibatan pada pembuluh besar di daerah arteria serebri media. Terapi konservatif dengan membuat pasien sedikit dehidrasi, dengan natrium serum normal atau sedikit meningkat. Terapi Bedah Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis yang masih menjalani uji klinis yang dicadangkan untuk stroke yang paling masif.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWTAN 1. PENGKAJIAN Data Subjektif - klien mengeluh pusing, klien mengeluh nyeri kepala - klien mengeluh kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis - klien mengeluh mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot). - klien mengeluh kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati - klien mengeluh nafsu makan hilang, klien mengeluh mengalami nausea/vomitus - klien mengeluh mengalami gangguan rasa pengecapan Data Objektif - Hipertensi arterial

- Disritmia, perubahan EKG - Pulsasi : kemungkinan bervariasi - Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal - Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring ) - Obesitas ( faktor resiko ) - Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan - Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit - Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali - Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh. - Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncula. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor fisiologis: disfungsi neuromuscular ditandai dengan klien tampak tidak sadar, suara napas ronchi (+), napas irreguler, dan memakai alat bantu oksigen. b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai dengan terjadi hemiperase pada ekstremitas kanan c. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan klien tampak tidak sadar, dan kondisi lemah d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler ditandai dengan klien tampak tidak sadar, kondisi lemah, dan hemiparese e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara

f. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan ditandai dengan klien tidak sadar, dan kondisi klien tampak lemah g. Gangguan sensori persepsi penglihatan berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi, dan atau integrasi ditandai dengan klien mengatakan tidak dapat melihat dengan jelas, keadaan pupil isokor

3. Rencana Asuhan Keperawatan1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan klien tampak tidak sadar, dan kondisi lemah Tujuan : Setelah diberikan askep selama x 24 jam, diharapkan Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal dengan kriteria hasil : - Klien tidak gelisah - Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. - GCS 456 - Pupil isokor, reflek cahaya (+) - Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, Pernafasan 16-20 kali permenit)

INTERVENSIMandiri : a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total Rasional :

Untuk mencegah perdarahan ulang c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua Jam Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk

penetapan tindakan yang tepatd. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis) Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena danmemperbaiki sirkulasi serebral e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya

Kolaborasi :a. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel 2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil :

- Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik). - Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi. - Meningkatkan kemampuan untuk mengerti. - Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi. - Mampu berbicara yang koheren.- Mampu menyusun kata kata/ kalimat. Intervensi Mandiri: a. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri. Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan memahami kata yang diucapkan; mengucapkan katakata dengan benar; atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut. b. Bedakan antara afasia dengan disartria. Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan komponen sensorik dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan untuk memahami tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang dengan disartria dapat memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral. c. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.

Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti/berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam ucapannya. d. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti buka mata, tunjuk ke pintu) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana. Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik) e. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut. Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya. f. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti Sh atau Pus Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik. g. Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik. h. Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu. Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan bermanfaat ketika pasien tidak dapat menggunakan system bel regular. i. Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).

Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/deficit yang mendasarinya. j. Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban ya/tidak, selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dengan respons pasien. Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata. k. Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari pembicaraan yang merendahkan pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang kebanggaan pasien. Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik Kolaborasi a. Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara. 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai dengan terjadi hemiperase pada ekstremitas kanan

Tujuan: Setelah diberikan askep ....x 24 jam diharapkan mobilisasi klien mengalami peningkatan, dengan kriteria hasil: - mempertahankan posisi optimal, - mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terserang hemiparesis dan hemiplagia. - mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas. Intervensi Mandiri:

a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastik dengan flaksid. b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/ dekubitus. c. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien dapat mentoleransinya. Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama mengenai kemampuan pasien untuk bernapas. d. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak. Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus adanya perdarahan berulang. e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral. Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi. f. Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.

Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku. g. Tempatkan handroll keras pada teelapak tangan dengan jari jari dan ibu jari saling berhadapan. Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi anatomis). h. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi. Rasional : Mempertahankan posisi fungsional. i. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker). Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon proprioseptik dan motorik. j. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan. Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu. Kolaborasi a. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan ambualsi pasien. b. Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi.c. Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen dan trolen. (Doenges, 1999)

DAFTAR PUSTAKABrunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC. Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi 3.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC. Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama.Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Price, Sylvia A. 1995.Edisi 4. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta. EGC

Laporan Pendahuluan StrokeSTROKE

A. PENGERTIAN Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989). Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak (hudak dan Gallo, 1997) Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000) Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)

B. ANATOMI FISIOLOGI 1. Otak Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998) Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung

jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

2. Sirkulasi darah otak Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. (Satyanegara, 1998) Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik

dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabangcabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995) Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)

C. SISTEM SARAF OTONOM Sistem Saraf Otonom merupakan bagian susunan saraf yang didistribusikan ke otot polos dan kelenjar di seluruh tubuh yang mengurus perasaan viseral dan semua gerakan involunter reflektorik, seperti vasodilatasi-vasokonstriksi, bronkodilatasi-bronkokonstriksi, peristaltik, berkeringat, dll. Menurut definisi, sistem saraf ini seluruhnya merupakan sistem motorik dan bersifat otonomik yaitu sebagian besar fungsinya dilaksanakan dibawah sadar. Organ tubuh di rongga dada dan abdomen termasuk urogenital dan rectum dipersarafi oleh sistem otonom ini. Peran susunan saraf otonom di dalam klinik akan kita jumpai di dalam : 1. Kehidupan vegetatif, yaitu proses-proses yang memelihara pertumbuhan dan penyaluran bahanbahan makanan dan sampah-sampahnya secara otomatis dan dikelola diluar kemauan kita. 2. Perangai emosional 3. Proses neurohormonal Susunan saraf otonom dibagi dalam bagian pusat dan tepi. Bagian pusatnya mencakup susunan limbik, hipotalamus dan jaras-jarasnya yang menghubungi kolumna intermedio lateralis medula spinalis. Bagian tepinya terdiri dari sepasang rantai neuro-neuron yang dikenal sebagai ganglion paravertebrale serta juluran aferen dan eferen yang bersambung dengan neuro-neuron yan berada di organ torakal, abdomen dan pelvis. Baik secara anatomik maupun fisiologik susunan saraf otonom dapat dibedakan dalam komponen simpatetik dan parasimpatetik.

Semua serabut preganglioner dari bagian saraf simpatetik mengeluarkan neurotransmiter acetylcholine, tetapi serabut saraf simpatetik postganglioner mengeluarkan neurotransmiter norepinephrine. Pengecualian dari neurotransmiter serabut saraf postganglioner simpatetik ialah serabut simpatetik yang mempersarafi kelenjar keringat. Walaupun tergolong dalam kelompok simpatetik, neurotransmiter yang diproduksi serabut postganglionernya ialah acetylcholine. Semua serabut parasimpatetik, baik yang pre maupun postgangliner, mengeluarkan neurotransmiter acetylcholine. Juga acetylcholine merupakan neurotransmiter serabut saraf postganglioner saraf simpatetik yang mempersarafi kelenjar keringat dan ujung saraf motorik perifer yang bersinaps di motor end plate.

D. SISTEM SARAF TEPI 1. Saraf Kranialis Saraf kranialis terdiri dari 12 pasang yaitu : a. Nervus Olfactorius : Saraf ini berfungsi untuk menghantarkan sensasi bau/ penghidu. Merupakan saraf kranialis yang terpendek. b. Nervus Opticus : Saraf ini berfungsi utnuk menghantarkan sensasi penglihatan c. Nervus Oculomotorius : Saraf ini mempersarafi otot yang berfungsi dalam gerakan bola mata dan mengangkat kelopak mata dan bersama nervus II mengatur besar kecilnya pupil d. Nervus Trochlearis : bersama nervus III dan nervus VI berfungsi mengatur gerakan bola mata e. Nervus Trigeminus : Saraf ini berfungsi menghantarkan rangsang sensorik/ sensibilitas dari wajah dan selaput lendir mulut dan hidung, sedangkan serabot motoriknya mempersarafi otot-otot pengunyah dan mempersarafi juga kelenjar ludah submaksilaris dan sublingualis f. Nervus Abduscens : berperan dalam mengatur gerakan bola mata g. Nervus Facialis : cabang motorik saraf ini mempersarafi otot wajah. Saraf ini juga berfungsi menghantarkan rasa pengecapan dari lidah 2/3 depan, selain itu juga mempersarafi kelenjar ludah sublingalis h. Nervus Vestibulocochlearis : Saraf ini berfungsi untuk pendengaran dan mengatur keseimbangan i. Nervus Glossopharyngeus : Serabut motorik mempersarafi otot stilopharyngeus, serabut sensorik menghantarkan sensasi umum dari pharyng, palatum mole, sepertiga belakang lidah, bagian atas tenggorokan, tonsil, tuba auditorius dan cavum tymphani. Sedangkan serabut parasimpatik memperasarfi kelenjar ludah parotis. j. Nervus Vagus : Bagian motorik dari nervus X ini menuju otot-otot palatum mole dan pharyng. Cabang

para simpatik mempersarafi alat-alat viscera dada dan abdomen k. Nervus Acsesorius : Cabang eksterna atau spinalis mempersarafi otot-otot trapezius dan sternocleidomastoideus, sedangkan cabang interna bersama-sama dengan nervus IX, X ke otot-otot intrinsik laring. l. Nervus Hypoglossus : saraf ini mempersarafi otot-otot intrinsik lidah

Saraf Spinalis Saraf Spinalis terdiri dari 31 pasang saraf yang tersusun secara simetris masing-masing berasal dari medula spinalis melalui 2 buah radiks: radiks sensorik (dorsalis) dan motorik (ventralis). Saraf-saraf ini dibagi secara topografis menjadi 8 pasang saraf cervical (C 1-8), 12 torakal (T 1-12), 5 lumbal (L 1-5), 5 sacral (S 1-5) dan satu coccygeus (C). Neuron-neuron yang menyalurkan hantaran motorik pada bagian perjalanan terakhir yaitu di kornu anterior medula spinalis menuju sel-sel otot skeletal dinamakan Lower Motoneuron. Lower Motoneuron menyusun inti-inti radiks ventralis saraf spinalis.

B. Klasifikasi stroke Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi : 1. stroke hemoragik Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol. 2. stroke non hemoragik Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu : 1. TIAS (Trans Ischemic Attack) Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

1. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict) Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.. 1. stroke in Volution Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari. 1. Stroke Komplit Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent. C. Etiologi

Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ; 1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral. 2. Aneurisma pembuluh darah cerebral Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan. 3. Kelainan jantung / penyakit jantung Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah. 4. Diabetes mellitus (DM) Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral. 5. Usia lanjut Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. 6. Polocitemia Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun. 7. Peningkatan kolesterol (lipid total) Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. 8. Obesitas Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan

gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak. 9. Perokok Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis. 10. kurang aktivitas fisik Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

D. Patofisiologi 1. Stroke non hemoragik Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli. 2. Stroke hemoragik Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. E. Tanda dan gejala Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang terkena. 1. Pengaruh terhadap status mental Tidak sadar : 30% - 40% Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar 1. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan: Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)

Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%) 1. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala: hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%) inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena 1. Daerah arteri serebri posterior Nyeri spontan pada kepala Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%) 1. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan: Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak Hemiplegia alternans atau tetraplegia Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil) Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa: 1. Stroke hemisfer kanan Hemiparese sebelah kiri tubuh Penilaian buruk Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan 1. stroke hemisfer kiri mengalami hemiparese kanan perilaku lambat dan sangat berhati-hati kelainan bidang pandang sebelah kanan disfagia global afasia mudah frustasi F. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah : 1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb. 2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark 3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak 4. angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu

G. Penatalaksanaan medis Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah: 1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil 2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan 3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil 4. Bed rest 5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia 6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit 7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi 8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik 9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK 10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT 11. Penatalaksanaan spesifik berupa: Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi

DIAGNOSA DAN INTERVENSI PADA PASIEN STROKE NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI 1.Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. penumpukan sputum (karena kelemahan, hilangnya refleks batuk) Pasien mampu mempertahankan jalan nafas yang paten. Kriteria hasil : a. Bunyi nafas vesikuler b. RR normal c. Tidak ada tanda-tanda sianosis dan pucat d. Tidak ada sputum 1. Auskultasi bunyi nafas 2. Ukur tanda-tanda vital 3. Berikan posisi semi fowler sesuai dengan kebutuhan (tidak bertentangan dgn masalah keperawatan

lain) 4. Lakukan penghisapan lender dan pasang OPA jika kesadaran menurun 5. Bila sudah memungkinkan lakukan fisioterapi dada dan latihan nafas dalam 6. Kolaborasi: Pemberian ogsigen Laboratorium: Analisa gas darah, darah lengkap dll Pemberian obat sesuai kebutuhan 2.Penurunan perfusi serebral b.d. adanya perdarahan, edema atau oklusi pembuluh darah serebral Perfusi serebral membaik Kriteria hasil : a. Tingkat kesadaran membaik (GCS meningkat) b. fungsi kognitif, memori dan motorik membaik c. TIK normal d. Tanda-tanda vital stabil e. Tidak ada tanda perburukan neurologis f. 1. Pantau adanya tanda-tanda penurunan perfusi serebral :GCS, memori, bahasa respon pupil dll 2. Observasi tanda-tanda vital (tiap jam sesuai kondisi pasien) 3. Pantau intake-output cairan, balance tiap 24 jam 4. Pertahankan posisi tirah baring pada posisi anatomis atau posisi kepala tempat tidur 15-30 derajat 5. Hindari valsava maneuver seperti batuk, mengejan dsb 6. Pertahankan ligkungan yang nyaman 7. Hindari fleksi leher untuk mengurangi resiko jugular 8. Kolaborasi: Beri ogsigen sesuai indikasi Laboratorium: AGD, gula darah dll Penberian terapi sesuai advis CT scan kepala untuk diagnosa dan monitoring 3.Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler, kelemahan, hemiparese Pasien mendemonstrasikan mobilisasi aktif Kriteria hasil : a. tidak ada kontraktur atau foot drop b. kontraksi otot membaik c. mobilisasi bertahap 1. Pantau tingkat kemampuan mobilisasi klien 2. Pantau kekuatan otot 3. Rubah posisi tiap 2 jan

4. Pasang trochanter roll pada daerah yang lemah 5. Lakukan ROM pasif atau aktif sesuai kemampuan dan jika TTV stabil 6. Libatkan keluarga dalam memobilisasi klien 7. Kolaborasi: fisioterapi 4. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral bicara Komunikasi dapat berjalan dengan baik Kriteria hasil : a. Klien dapat mengekspresikan perasaan b. Memahami maksud dan pembicaraan orang lain c. Pembicaraan pasien dapat dipahami 1. Evaluasi sifat dan beratnya afasia pasien, jika berat hindari memberi isyarat non verbal 2. Lakukan komunikasi dengan wajar, bahasa jelas, sederhana dan bila perlu diulang 3. dengarkan dengan tekun jika pasien mulai berbicara 4. Berdiri di dalam lapang pandang pasien pada saat bicara 5. Latih otot bicara secara optimal 6. Libatkan keluarga dalam melatih komunikasi verbal pada pasien 7. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara 5.(Risiko) gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. intake nutrisi tidak adekuat Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria hasil : a. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi b. Berat badan dalam batas normal c. Conjungtiva ananemis d. Tonus otot baik e. Lab: albumin, Hb, BUN dalam batas normal 1. Kaji factor penyebab yang mempengaruhi kemampuan menerima makan/minum 2. Hitung kebutuhan nutrisi perhari 3. Observasi tanda-tanda vital 4. Catat intake makanan 5. Timbang berat badan secara berkala 6. Beri latihan menelan 7. Beri makan via NGT 8. Kolaborasi : Pemeriksaan lab(Hb, Albumin, BUN), pemasangan NGT, konsul ahli gizi 6.Perubahan persepsi-sensori b.d. perubahan transmisi saraf sensori, integrasi, perubahan psikologi Persepsi dan kesadaran akan lingkungan dapat dipertahankan 1. Cari tahu proses patogenesis yang mendasari

2. Evaluasi adanya gangguan persepsi: penglihatan, taktil 3. Ciptakn suasana lingkungan yang nyaman 4. Evaluasi kemampuan membedakan panas-dingin, posisi dan proprioseptik 5. Catat adanya proses hilang perhatian terhadap salah satu sisi tubuh dan libatkan keluarga untuk membantu mengingatkan 6. Ingatkan untuk menggunakan sisi tubuh yang terlupakan 7. Bicara dengan tenang dan perlahan 8. Lakukan validasi terhadap persepsi klien dan lakukan orientasi kembali 7. Kurang kemampuan merawat diri b.d. kelemahan, gangguan neuromuscular, kekuatan otot menurun, penurunan koordinasi otot, depresi, nyeri, kerusakan persepsi Kemampuan merawat diri meningkat Kriteria hasil : a. mendemonstrasikan perubahan pola hidup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari b. Melakukan perawatan diri sesuai kemampuan c. Mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber bantuan 1. Pantau tingkat kemampuan klien dalam merawat diri 2. Berikan bantuan terhadap kebutuhan yang benar-benar diperlukan saja 3. Buat lingkungan yang memungkinkan klien untuk melakukan ADL mandiri 4. Libatkan keluarga dalam membantu klien 5. Motivasi klien untuk melakukan ADL sesuai kemampuan 6. Sediakan alat Bantu diri bila mungkin 7. Kolaborasi: pasang DC jika perlu, konsultasi dengan ahli okupasi atau fisioterapi 8.Risiko cedera b.d. gerakan yang tidak terkontrol selama penurunan kesadaran Klien terhindar dari cedera selama perawatan Kriteria hasil : a. Klien tidak terjatuh b. Tidak ada trauma dan komplikasi lain 1. Pantau tingkat kesadaran dan kegelisahan klien 2. Beri pengaman pada daerah yang sehat, beri bantalan lunak 3. Hindari restrain kecuali terpaksa 4. Pertahankan bedrest selama fase akut 5. Beri pengaman di samping tempat tidur 6. Libatkan keluarga dalam perawatan 7. Kolaborasi: pemberian obat sesuai indikasi (diazepam, dilantin dll) 9.Kurang pengetahuan (klien dan keluarga) tentang penyakit dan perawatan b.d. kurang informasi, keterbatasan kognitif, tidak

mengenal sumber Pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit dan perawatan meningkat. Kriteria hasil : a. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar b. Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, pengobatan, dan perubahan pola hidup yang diperlukan 1. Evaluasi derajat gangguan persepsi sensuri 2. Diskusikan proses patogenesis dan pengobatan dengan klien dan keluarga 3. Identifikasi cara dan kemampuan untuk meneruskan progranm perawatan di rumah 4. Identifikasi factor risiko secara individual dal lakukan perubahan pola hidup 5. Buat daftar perencanaan pulangDIPOSKAN OLEH AQ TUTY DI 03:55

Hemorrhagic stroke terjadi bila pembuluh darah pecah di dalam otak. Otak sangat sensitif terhadap pendarahan dan kerusakan dapat terjadi sangat cepat, baik karena darah, atau karena meningkatnya cairan tekanan pada otak. Pendarahan pada jaringan otak menyebabkan pembengkakan. Hemorrhagic Stroke paling sering berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Penyebab lain bisa karena aneurisma. Gejala Gejala umum stroke antara lain: * Kelemahan atau ketidakmampuan untuk menggerakkan tubuh bagian * Mati rasa atau kehilangan sensasi * Berkurang atau hilang visi (mungkin sebagian) * Kesulitan berbicara * Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi hal-hal yang akrab * Tiba-tiba sakit kepala * Vertigo (sensasi dunia berputar-putar) * Pusing * Kehilangan koordinasi * Kesulitan menelan * Mengantuk, stuporous, lesu, koma, atau pingsan Perawatan Perawatan termasuk tindakan penyelamatan, mengurangi gejala, memperbaiki penyebab pendarahan, mencegah komplikasi, dan memulai rehabilitasi sesegera mungkin. Pemulihan dapat terjadi dari waktu ke waktu sebagai area lain dari otak yang berfungsi untuk mengambil alih wilayah yang rusak.

Gejala, Penyebab, dan Akibat

Stroke

Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.

Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.

Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. 2. 3.

Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:

1. 2.

Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

Tanda dan Gejala-gejala StrokeBerdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:

1. 2. 3.

Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagaiTransient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.

Faktor Penyebab StrokeFaktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), Kolesterol,Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), Gangguan jantung, diabetes, Riwayat stroke dalam keluarga, Migrain. Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat (junk food,fast food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral, Narkoba, Obesitas. 80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93% pengidap penyakit trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi. Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah), terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang berlemak.

Derita Pasca StrokeSudah Jatuh tertimpa Tangga Pula, peribahasa itulah yang tepat bagi penderita Stroke. Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yg terbentuk akan diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dlm waktu 3 bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut:

1/3 --> bisa pulih kembali, 1/3 --> mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang, 1/3 sisanya --> mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur.

Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke. Akibat Stroke lainnya:

80% penurunan parsial/ total gerakan lengan dan tungkai. 80-90% bermasalah dalam berpikir dan mengingat. 70% menderita depresi. 30 % mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan kanan dan kiri.

Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok lansia, namum kini cenderung menyerang generasi muda yang masih produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan , namun juga dialami oleh warga pedesaan yang hidup dengan serba keterbatasan. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung keluarga yang biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang padat.

Stroke sangat dapat dicegah, Hampir 85% dari semua stroke dapat DICEGAH ,Karena Ancaman stroke hingga merenggut nyawa dan derita akibat stroke. Hidup BEBAS tanpa STROKE merupakan dambaan bagi semua orang. Tak heran semua orang selalu berupaya untuk mencegah Stroke atau mengurangi faktor risiko dengan menerapkan pola hidup sehat, olahraga teratur, penghindari stress hingga meminum obat atau suplemen untuk menjaga kesehatan pembuluh darah hingga dapat mencegah terjadinya Stroke.Sumber: Seri Gaya Hidup Sehat: Cara Bijak Hadapi Stroke, Jantung & Pembuluh Darah, Agustus 2007, PT Gramedia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Stroke Iskemik II.1.1 Definisi Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir, 2003). Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003). II.1.2 Epidemiologi Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/meningkatnya harapan hidup. Terdapat beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara (Ali dkk, 2009; Morris dkk, 2000)

Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia 18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia. (Ali dkk, 2009; carnethon dkk, 2009) Diantara Warga Amerika Indian yang berusia 65-74 tahun, insiden rata-rata/1000 populasi dengan kejadian stroke yang baru dan berulang pertahunnya adalah 6,1% pada laki-laki dan 6,6% pada perempuan. Rata-rata mortalitas stroke mengalami perubahan dari tahun 1980 hingga 2005. Penurunan mortalitas stroke pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan menurun dari 1,11 menjadi 1,03. Juga dijumpai penurunan mortalitas stroke pada usia 65 tahun pada laki-laki dibandingkan perempuan (National Center for Health Statistics, 2008) Universitas Sumatera UtaraDari Survey ASNA di 28 RS seluruh Indoneisia, diperoleh gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5%. Data-data lain dari ASNA Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar 24,5% (Misbach dkk, 2007). II.1.3 Klasifikasi Stroke Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pumbuluh darah) (Misbach, 1999). I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: 1. Stroke iskemik a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Trombosis Serebri c. Emboli Serebri

2. Stroke hemoragik a. Perdarahan Intraserebral b. Perdarahan Subarakhnoid II. Berdasarkan stadium 1. TIA 2. Stroke in evolution 3. Completed Stroke III. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah) 1. Tipe Karotis 2. Tipe Vetebrobasiler II.1.4 Faktor Resiko Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or less well documented) (Goldstein, 2006) 1. Non modifiable risk factors: Universitas Sumatera Utara1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Berat badan lahir rendah 4. Ras/etnik 5. Genetik 2. Modifiable risk factors: a. Well-documented and modifiable risk factor 1. Hipertensi 2. Terpapar asap rokok

3. Diabetes 4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition 5. Dislipidemia 6. Stenosis arteri karotis 7. Terapi hormon postmenopouse 8. Poor diet 9. Physical inactivity 10. Obesitas dan distribusi lemak tubuh b. Less well-documented and modifiable risk factor 1. Sindroma metaboliK 2. Alcohol abuse 3. Penggunaan kontrasepsi oral 4. Sleep disordered-breathing 5. Nyeri kepala migren 6. Hiperhomosisteinemia 7. Peningkatan lipoprotein (a) 8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase 9. Hypercoagulability 10. Inflamasi 11. Infeksi Universitas Sumatera UtaraII.1.5 Patofisiologi Stroke Iskemik Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron secara bertahap (Sjahrir, 2003): Tahap 1: a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan 02

c. Kegagalan energi d. Termina; depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion b. Spreading depression Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4 : Apoptosis II.2 Transcranial Doppler (TCD) Selama 4 dekade terakhir, berbagai test non-invasive dan aplikasi klinis telah dikembangkan untuk mendeteksi dan memonitoring penyakit serebrovaskular. Tujuan test ini pada penyakit serebrovaskular adalah untuk membedakan keadaan normal dengan pembuluh darah arteri yang mengalami kelainan, mengidentifikasi stenosis, lokasi dari proses penyakit termasuk oklusi, progresivitas penyakit, emboli serebri, melihat gambaran karakteristik morfologi plak atherosklerosis, dan mengukur potensial sirkulasi kolateral untuk mempertahankan CBF (Neumyer dkk, 2004; Noort dkk,1990; Sloan dkk, 2004). Single gate spectral TCD diperkenalkan pertama kali oleh Rune Aaslid pada tahun 1982 untuk mengukur hemodinamik serebri secara non-invasive. Terdapat 4 window untuk insonasi dari TCD, yaitu : (Kassab dkk,2007;Neumyer dkk;2004) - Temporal : mengukur velocity pada arteri cerebri media (MCA),anterior (ACA), posterior (PCA) dan arteri komunikans. - Orbital : insonasi sifon arteri oftalmikus (OA) dan arteri karotis interna (ICA) - Suboccipital : insonasi arteri veterbralis (VA) dan basilaris (BA) melalui foramen magnum - Submandibular : mengukur velocity ICA Universitas Sumatera UtaraKeuntungan dari TCD adalah: dapat dilakukan pada bedside dan dapat diulangi

sesuai yang dibutuhkan atau dilakukan untuk continuous monitoring, lebih murah dibandingkan dengan teknik yang lain, dan tidak memerlukan penggunaan bahan kontras. Keterbatasannya yang utama adalah hanya dapat menggambarkan kecepatan aliran darah cerebral pada segemen-segmen tertentu dari vaskular besar intrakranial, dimana penyakit arteri sering timbul pada lokasi ini (sloan dkk, 2004) II.2.2 Hemodinamik serebrovaskular Aliran darah dalam suatu sistem sirkulasi dipengaruhi oleh darah, tekanan, tahanan dan alirannya. Manipulasi pada tekanan dan tahanan dalam sistem kardiovaskular dapat mempengaruhi parameter aliran darah secara langsung dan penambahan hemodinamik (Eggers dkk, 2006; Neumyer dkk, 2004). 1. Viskositas darah terutama ditentukan oleh hematokrit. Peningkatan hematokrit akan menyebabkan peningkatan pergesekan antara lapisan sel darah, penurunan kecepatan aliran dan penambahan tekanan yang diperlukan untuk aliran darah pada sirkulasi sistemik. Jika disertai dengan penurunan interval diameter pembuluh darah (PD), peningkatan pada viskositas darah secara signifikan dapat mengganggu aliran darah. Viskositas darah dapat berubah dipengaruhi oleh : derajat kecepatan aliran, heart rate, bentuk PD, hematokrit, temperatur dan shear stress (Neumyer dkk, 2004). 2. Aliran darah didalam vaskular terutama ditentukan oleh 2 faktor: perbedaan tekanan (PL-P2) antara 2 ujung vaskular dan tahanan vaskular terhadap aliran darah. Hukum Ohm sering digunakan untuk menggambarkan aliran darah dalam PD. Dikatakan bahwa aliran darah berbanding lurus terhadap perbedaan tekanan tetapi berbanding terbalik dengan tahanan. Aliran darah = tekanan / tahanan Hukum Laplace menjelaskan bahwa regangan otot (T) pada vaskular yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan aliran spesifik (P) akan menurun jika

diameter vaskular (R) lebih kecil (P = T/R). Ini berarti semakin kecil diameter vaskular maka regangan yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan dalam vaskular semakin menurun (Neumyer dkk, 2004). 3. Tahanan atau hambatan pada aliran dapat diperoleh melalui pengukuran aliran darah dan perbedaan tekanan dalam vaskular. Tahanan merupakan hasil dari Universitas Sumatera Utaraperubahan diameter vaskular yang disertai dengan peningkatan viskositas darah dan area potong lintang vaskular. Tahanan berhubungan dengan perubahan diameter vaskular yang mempengaruhi aliran darah melalui fenomena yang dikenal sebagai streamlining atau aliran laminar. Aliran Laminar digambarkan sebagai pergerakan sel darah yang parabolik dalam tiap lapisannya dalam vaskular, dimana lapisan yang darah yang paling dekat dengan dinding vaskular akan memiliki kecepatan aliran yang lambat dan yang akan semakin meningkat kecepatannya pada aliran sel darah dilapisan tengah. Aliran turbulensi timbul jika terdapat hambatan aliran, dinding vaskular yang tidak rata atau akibat adanya perubahan yang tajam dari arah aliran. Hal ini dapat mengakibatkan pusaran arus aliran dengan peningkatan pergesekan pada lapisan sel darah dan resistensi. Hukum Poiseuille menggambarkan pengaruh dari tahanan aliran darah. Hukum ini menyatakan bahwa aliran dari suatu cairan pada suatu pipa berbanding lurus terhadap perbedaan tekanan diantara kedua ujung pipa dan berbanding terbalik dengan panjang pipa dan viskositas cairan. Hubungan konsep ini terhadap variasi rerata aliran darah dapat diilustrasikan oleh perubahan pada tekanan arterial. Peningkatan tekanan arterial akan meningkatkan daya dorong sel darah dan pelebaran dinding vaskular, sehingga dapat menurunkan tahanan vaskular dan terjadi peningkatan aliran darah (Neumyer dkk, 2004). Jika ketiga hal diatas dihubungkan dengan hemodinamik serebrovaskular, maka

akan diterjemahkan sebagai CBF = cerebral perfussion pressure (CPP)/cerebrovascular resistance (CVR). Cerebral perfussion pressure dapat diukur dari mean arterial blood pressure (MABP) dan intracranial pressure (ICP) (CPP=MABP-ICP). Cerebrovascular resistance mempengaruhi keadaan fisiologis dengan mengkonstriksikan dan dilatasi vaskular kecil di otak. Pada keadaan patologis, perubahan fokal pada tahanan dapat dilihat segera didaerah yang terdapat stenosis. Tujuan utama hemodinamik serebrovaskular adalah untuk menjaga CBF tetap stabil meskipun terjadi perubahan pada CPP dan CVR (Kassab dkk,2007). Universitas Sumatera UtaraII.2.3 Interpretasi Temuan TCD Pada pemeriksaan TCD, gambaran bentuk gelombang aliran darah merupakan gambaran time dependence dari kecepatan aliran darah terhadap aktivitas jantung. Bentuk gelombang dapat dilihat selama permeriksaan TCD dimulai dengan mendengar sinyal aliran yang diikuti dengan analisa visual pada tampilan sinyal tersebut pada layar (Neumyer dkk, 2004). Pada pemeriksaan TCD perlu diperhatikan velocity, bentuk aliran darah, adanya perubahan aliran atau sinyal mikroemboli. Informasi tersebut Memberikan gambaran blood flow velocity, arah aliran dan juga dapat memberikan ukuran paramerter yang dapat ditambahkan pada evaluasi TCD. Pulsasity Index (PI) merupakan salah satu ukuran parameter yang bermanfaat, dan dipertimbangkan sebagai marker dari pada tahanan distal dari sisi insonasi. Pulsasity Index dihitung dengan menggunakan rumus Gosling , dimana PI = Peak systolic Velocity (PSV) - end diastolic velocity (EDV)) / mean velocity (Kassab dkk,2007; Neumyer dkk, 2004) Normal rasio kecepatan aliran darah (MFV) pada MCA > ACA > Siphon > PCA > BA > VA. Individu normotensi memliliki positif EDV kira-kira 25-50% dari nilai PSV dan nilai PI antara 0,6-1,1 pada seluruh arteri intrakranial. Pola tahanan aliran yang tinggi

(PI > 1,2) hanya dijumpai pada OA dan dapat juga dijumpai pada kronik hipertensi, hiperventilasi dan peningkatan kardiak output. Yang harus diingat adalah : (Neumyer dkk, 2004). 1. TCD velocity bukan untuk mengukur volume CBF. Tetapi perubahan velocity pada pengukuran TCD berkorelasi dengan perubahan pada CBF. 2. CBF dan mean flow velocity (MFV) dapat menurun dengan pertambahan usia 3. Hipertensi (termasuk yang kronik) meningkatkan pulsasi aliran dan MFV 4. Hiperventilasi dapat menurunkan MFV dan meningkatkan pulsasi aliran 5. Hiperkapnea dapat meningkatkan MFV dan menurunkan pulsasi aliran 6. Bentuk gelombang ditentukan oleh berbagai faktor seperti: kardiak output, tekanan darah, autoregulasi otak, respon vasomotor dan lesi fokal arteri Pengaruh usia pada parameter CBF telah dilaporkan pada beberapa studi. Penurunan CBF dengan peningkatan usia diduga berhubungan dengan perubahan pada hemodinamik serebrovaskular seperti penurunan kebutuhan metabolisme, Universitas Sumatera Utarapeningkatan hematokrit dan penurunan level tekanan parsial karbon dioksida, perubahan ukuran vaskular dan penurunan kardiak output. Beberapa penelitian menemukan penurunan 20% pada doppler shift pada MCA pada usia 17-67 tahun dan beberapa studi yang menemukan penurunan rerata velocity sebesar 0,51% pada MCA, 0,5% pada ACA dan 0,37% pada PCA pertahunnya pada pasien dengan riwayat kejadian neurologis tetapi pada pemeriksaan neurologis dijumpai normal. Juga telah diketahui bahwa kecepatan aliran yang tertinggi dijumpai pada subjek pediatrik dan mulai menurun secara signifikan pada usia > 40 tahun (Demirkaya dkk,2008). Gambar 1. Cara membaca bentuk gelombang pada pengukuran TCD Dikutip dari: Neumyer et al. 2004. Cerebrovascular Ultrasound in Stroke Prevention and Treatment. Blackwell Publishing. New York

Gambar 2. Nilai Pulsasity Index Universitas Sumatera UtaraDikutip dari: Neumyer et al. 2004. Cerebrovascular Ultrasound in Stroke Prevention and Treatment. Blackwell Publishing. New York Diagnosis oklusi arteri cerebralis intrakranial dengan menggunakan TCD diperoleh dengan hilangnya sinyal doppler pada arteri cerebral pada pasien dengan bukti acoustic window yang terdeteksi pada satu arteri cerebralis ipsilateral. Morfologi waveform dibandingkan velocity aliran darah pada TCD dapat memberikan informasi mengenai lokasi clot, obstruksi hemodinamik yang signifikan, dan tahanan pada PD distal (Eggers dkk, 2006). Tabel 1. Nilai normal Mean flow velocity pada TCD Dikutip dari: Kassab et al.2007.Transcranial Doppler: An Introduction for Primary Care Physicians. J Am Board Fam Med. 20:6571 Untuk menjelaskan morfologi waveform pada TCD dikembangkan TIBI residual flow grading system dengan tingkatan range dari 0 sampai 5 yang memiliki arti absen, minimal, blunted, dampened, stenosis dan aliran yang normal (secara berurutan) (Eggers dkk, 2006). Sejumlah penelitian telah menduga pengukuran velocity untuk grading stenosis. yang paling sering digunakan adalah kriteria berdasarkan rasio PSV arteri karotis internal dan arteri karotis kommunis serta velocity distolik untuk menentukan batasaan pengukuran (Sidhu, 2000). Universitas Sumatera UtaraKriteria diagnostik TCD telah divalidasi pada beberapa penelitian dan dapat mengidentifikasi lokasi thrombus dengan akurasi 90% pada MCA dan ICA. Oklusi arteri intrakranial yang terdeteksi oleh TCD berhubungan dengan perburukan neurologis, disabilitas atau kematian setelah 90-hari, dimana gambaran normal pada TCD memprediksikan perbaikan yang cepat. Pasien dengan stroke pada daerah ICA,

Temuan TCD, Stroke severity pada 24 jam, dan ukuran lesi pada CT merupakan prediktor yang independen dengan outcome setelah 30-hari (Sloan dkk, 2004; Neumyer dkk, 2004) Gambar 3. Modifikasi TIBI flow grading system Dikutip dari: Eggers et.al. 2006. Handbook on Neurovascular Ultrasound. Karger. New York Ga mbar 4. Nilai PSV dan EDV pada stenosis arteri karotis Dikutip dari: Neumyer et al. 2004. Cerebrovascular Ultrasound in Stroke Prevention and Treatment. Blackwell Publishing. New York Universitas Sumatera UtaraTabel 2. Kriteria grading penurunan diameter arteri karotis interna Dikutip dari: Sidhu, P.S. 2000. Ultrasound of the carotid and vertebral arteries. British Medical Bulletin. 56 (No 2):346-366 II.3 Outcome Stroke Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairements, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan sebagai berikut (Caplan, 2000): 1. Impairments: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini. 2. Disabilitas: merupakan setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat 3. Handicapas : merupakan halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke untuk berperan sebagai manusia normal akibat impairment dan disabilitas. Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel index dan Modified Rankin Scale

umumnya digunakan untuk menilai outcome karena mudah digunakan. (Shulter dkk, 1999). Dalam uji klinik Barthel index (BI) dan Modified Rankin Scale merupakan skala yang sering digunakan untuk menilai outcome dan merupakan pengukuran yang dapat dipercaya yang memeberikan penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah stroke (Shulter dkk, 1999). Universitas Sumatera UtaraBarthel index telah dikembangkan sejak tahun 1965, dan kemudian dimodifikasi oleh Grager dkk sebagai suatu teknik yang menilai pengukuran performasi pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu (sulter dkk, 1999): - kategori yang berhubungan dengan self care antara lain:makan, membersihakan diri, mandi, berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air kecil, penggunaan toilet. - Kategori yang berhubungan dengan morbiditas antara lain : berjalan, berpindah dan menaiki tangga. Skor maksimum dari BI ini adalah 100, yang menunjukkan bahwa fungsi fisik pasien benar-benar tanpa bantuan, dan nilai terendah adalah 0 yang menunujukkan ketergantungan total (Masur dkk, 2003). Skala mRS lebih mengukur performasi aktiifitas spesifik, dalam hal ini mental demikian juga adaptasi fisik digabungkan dengan defisit neurologi. Skala ini terdiri dari 6 derajat, yaitu 0 yang berarti tidak ada gejala, 5 yang berarti cacat/ketidakmampuan yang berat dan 6 yang berarti kematian. Skala ini lebih sensitif untuk penilaian pada penderita dengan disabilitas ringan dan sedang (Masur dkk, 2003; Weimar dkk, 2002) National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) merupakan pengukuran kuantitatif defisit neurologis berkaitan dengan stroke yang dapat memprediksi outcome

stroke jangka panjang, terdiri dari 12 item pertanyaan (tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori, bahasa, disartria, dan ektensi/inattentian). Ada 3 rentang skor NIHSS yang secara signifikan berhubungan dengan perawatan pasien stroke yaitu; skor 5 pasien berarti pasien dapat keluar dari rumah sakit, skor 6-13; pasien memerlukan rehabilitasi dan > 13 memerlukan fasilitas perawatan yang lama (meyer dkk, 2002; Schelegel dkk, 2003). Universitas Sumatera UtaraII.4 KERANGKA KONSEPSIONAL

Diamond dkk (2003) : Probabilitas untuk outcome yang kurang baik akan meningkat pada level hematokrit yang tinggi maupun yang rendah Chamorro dkk (1995): Skor Mathew, volume infark status klinis, dan Laju endap darah sebagai model prediktif dari outcome stroke dengan sensitivitas 89,91% dan spesifisitas 85,71% Huang dkk (2008) : usia tua, TACS, stroke in evolution dan pneumonia merupakan prediktor outcome fungsional yang buruk serta TIA sebelumnya dan anemia merupakan merupakan prediktor untuk kematian dan rekuren stroke dalam 2 tahun cko dkk (2003):. usia dan kandungan igen merupakan faktor yang paling mpengaruhi variasi kecepatan aliran ah arteri cerebri media. ss dkk (2008): kecepatan maksimum rata-rata

hadap waktu pada sirkulasi arteri cerebri media hubungan signifikan terhadap usia, hemoglobin, tate dehydrogenase, level aspartate nsaminase, WBC dan level kreatinin. Baracchini dkk (2000) : total anterior circulation infarct dan abnormal TCD memiliki hubungan yang signifikan dengan rata-rata mortalitas yang tinggi dan outcome yang buruk (BI 60) Stroke Akut Perubahan Parameter hematologi rutin Bathia dkk,2004: perubahan pada parameter hematologirutin pada stroke akut yang dapat mempengaruhi viskositas darah, CBF dan mempengaruhi ukuran lesi serta outcome CBF Neumyer dkk, 2004: perubahan pada velocity TCD mengindikasikan perubahan CBF TCD kay dkk (2005 ): aliran darah yang kur dengan TCD secara signifikan engaruhi oleh level hematokrit dan a

Outcome Viskositas darah Infark serebri usia Demirkaya dkk, 2008; CBF dengan usia diduga berhubungan dengan perubahan pada hemodinamik serebrovaskular seperti peningkatan hematokrit dan penurunan level tekanan parsial karbon dioksida Universitas Sumatera Utara

PENGERTIAN Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989). Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak (hudak dan Gallo, 1997) Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000) Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)DATA PENYAKIT, Deskripsi Transient Ischemic Attack (TIA) seperti stroke, gejalanya serupa, tetapi biasanya TIA hanya berlangsung beberapa menit dan tidak menyebabkan kerusakan permanen. TIA sering disebut ministroke, serangan iskemik transien ini dapat menjadi peringatan terhadap serangan stroke. Fakta menunjukkan bahwa sekitar satu dari tiga orang yang mengalami serangan iskemik transien akhirnya memiliki stroke, dengan sekitar setengah yang terjadi dalam satu tahun setelah serangan iskemik transien. Gejala Serangan TIA biasanya berlangsung beberapa menit. Sebagian tanda-tanda dan gejala hilang dalam waktu satu jam. Tanda-tanda dan gejala menyerupai TIA yang ditemukan di awal stroke dan mencakup: * Tiba-tiba kelemahan, kesemutan atau kelumpuhan di wajah, lengan atau kaki, biasanya di satu sisi tubuh * Cadel atau susah berbicara atau kesulitan untuk memahami orang lain * Tiba-tiba mengalami kebutaan pada salah satu atau kedua mata atau penglihatan ganda * Pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi Penderita mungkin memiliki lebih dari satu TIA, dan tanda-tanda dan gejala berulang mungkin mirip atau berbeda

tergantung pada wilayah otak yang terlibat. Jika tanda-tanda dan gejala berlangsung lebih lama dari 24 jam atau menyebabkan kerusakan otak abadi, itu dianggap sebagai stroke. Perawatan Setelah dokter menentukan penyebab serangan iskemik transient, tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki kelainan dan mencegah stroke. Pengobatan tergantung pada penyebab TIA, kemungkinan menulis resep obat untuk mengurangi kecenderungan darah untuk membeku atau mungkin menyarankan pembedahan atau prosedur angioplasti. Sumber: medlineplus dan mayoclin (tbs/tbs)

Faktor-Faktor Risiko Untuk StrokeSecara keseluruhan, faktor-faktor risiko yang paling umum untuk stroke adalah:

tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, merokok, diabetes dan umur yang bertambah.

Gangguan-gangguan irama jantung seperti atrial fibrillation, patent foramen ovale, dan penyakit klep jantung dapat juga sebagai penyebab. Ketika stroke-stroke terjadi pada individu-individu yang lebih muda (kurang dari 50 tahun umurnya), faktor-faktor risiko yang lebih kurang umum dipertimbangkan termasuk obat-obat terlarang, seperti cocaine atau amphetamines, aneurisme-aneurisme yang pecah, dan kecenderungan-kecenderungan pada penggumpalan atau pembekuan darah yang diturunkan atau diwariskan (secara genetik). Suatu contoh dari suatu kecenderungan genetik pada stroke terjadi pada suatu kondisi yang jarang yang disebut homocystinuria, dimana ada tingkat-tingkat yang berlebihan dari kimia homocystine didalam tubuh. Ilmuwan-ilmuwan sedang mencoba untuk menentukan apakah kejadian yang tidak diturunkan dari tingkat-tingkat yang tinggi dari homocystine pada segala umur dapat cenderung ke stroke.

Definisi Transient Ischemic Attack (TIA)Suatu transient ischemic attack (TIA) adalah suatu episode yang berlangsung singkat (kurang dari 24 jam) dari gangguan sementara pada otak yang disebabkan oleh suatu kehilangan suplai darah. Suatu TIA menyebabkan suatu kehilangan fungsi pada area tubuh yang dikontrol oleh bagian otak yang terpengaruh. Kehilangan suplai darah ke otak paling sering disebabkan oleh suatu bekuan/gumpalan yang terbentuk secara spontan dalam sebuah pembuluh darah didalam otak (thrombosis). Bagaimanapun, ia dapat juga berakibat dari suatu bekuan yang terbentuk ditempat lain didalam tubuh, terlepas dari lokasi itu, dan berjalan untuk memondok dalam suatu arteri dari otak (emboli). Suatu kekejangan dan, dengan jarang, suatu perdarahan adalah penyebab-penyebab lain dari suatu TIA. Banyak orang-orang merujuk suatu TIA sebagai suatu "mini-stroke." Beberapa TIA-TIA berkembang secara perlahan, dimana yang lain-lain berkembang secara cepat. Secara definisi, semua TIA-TIA hilang dalam 24 jam. Stroke-stroke yang memakan waktu lebih lama untuk hilang daripada TIA-TIA, dan dengan stroke-stroke, fungsi yang sepenuhnya mungkin tidak akan kembali dan mencerminkan suatu persoalan yang lebih permanen dan serius. Walaupun kebanyakan TIA-TIA seringkali berlangsung hanya beberapa menit, semua TIA-TIA harus dievaluasi dengan urgensi yang sama seperti suatu stroke dalam suatu usaha untuk mencegah kekambuhankekambuhan dan atau stroke-stroke. TIA-TIA dapat terjadi sekali, berkali-kali, atau mendahului suatu

stroke permanen. Suatu serangan transient ischemic harus dipertimbangkan sebagai suatu keadaan darurat karena tidak ada garansi bahwa situasinya akan hilang dan fungsi akan kembali. Suatu TIA dari suatu bekuan pada mata dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang sementara (amaurosis fugax), yang mana seringkali digambarkan sebagai sensasi dari suatu gorden atau tabir yang turun kebawah. Suatu TIA yang melibatkan arteri karotid (pembuluh darah yang paling besar yang mensuplai otak) dapat menghasilkan persoalan-persoalan dengan gerakan atau sensasi pada satu sisi dari tubuh, yang adalah sisi berlawanan pada halangan yang sesungguhnya. Seoang pasien yang terpengaruh mungkin mengalami kelumpuhan tangan, kaki, dan muka, semuanya pada satu sisi. Penglihatan double, kepeningan (vertigo), dan kehilangan kemampuan berbicara, mengerti, dan keseimbangan dapat juga sebagai gejala-gejala tergantung pada bagian mana dari otak yang kekurangan suplai darah.

Pendahuluan Stroke, kerusakan pada otak yang disebabkan karena tidak lancarnya peredaran darah ke otak. Untuk melakukan fungsi dan aktifitas, otak memerlukan asupan berupa oksigen dan nutrisi yang dialirkan melalui jaringan darah. Aliran darah terganggu antara otak dan jantung, akan menyebabkan otak kekurangan oksigen. Sel otak sangat sensitif akan kekurangan oksigen, jika otak kekurangan oksigen dan nutrisi lebih dari beberapa menit, hal ini dapat menyebabkan kematian. Stroke dapat menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan otak, dimana hampir semua kasus, menyebabkan cacat permanent pada penderita. Contoh, pasien yang mengalami stroke dapat mengalami paralysis (hilang kebebasan dalam bergerak pada anggota tubuh) pada satu atau kedua sisi dari tubuh, kesulitan untuk berjalan, makan atau aktifitas harian lainnya, juga kehilangan kemampuan untuk berbicara (kesulitan untuk menggerakkan bibir). Jenis Stroke Ischemic strokes, mengambil posisi 80 persen dari kasus stroke, disebabkan adanya obstruksi pada arteri, umumnya pada carotid arteri, ateri utama pada leher yang membawa darah kaya oksigen dari jantung ke otak. Terjadinya ischemic stroke dimulai ketika atherosclerosis, dimana terjadi penumpukan lemak pada dinding dalam arteri. Penumpukan lemak pada arteri akan mempersempit ruang untuk darah mengalir. Ischemic stroke dapat juga disebabkan berpindahnya gumpalan atau embolus (pemampatan aliran darah oleh embolus, atau substansi asing, seperti gumpalan darah, udara, lemak, bakteri, sel tumor). Gumpalan terjadi di suatu tempat, biasanya di salah satu ruang pada jantung. Gumpalan bergerak melalui aliran darah hingga menemui saluran pembuluh darah yang terlalu sempit baginya untuk lewat. Transient Ischemic Attack (TIA), kadang kala terjadi sebelum ischemic stroke. TIA, dikenal juga sebagai ministroke, symptomp seperti stroke yang kemudian hilang dalam waktu 5 menit hingga 24 jam. TIA terjadi dikarenakan gumpalan terjadi pada atherosclerotic tetapi dihancurkan seketika, atau embolism yang tersangkut pada pembulan darah yang kemudian lepas dengan sendirinya. TIA juga dapat disebabkan oleh atherosclerosis dimana penyempitan pembuluh darah oleh atherosclerosis menghalangi aliran darah ke otak. Hampir 10 persen ischemic stroke diawali serangan TIA. Hemorrhagic strokes, mengambil sisanya yaitu sebanyak 20 persen dari kasus stroke. Terjadi ketika melemahnya pembuluh darah pada otak mengalami pendarahan pada jaringan sekitarnya. Keluarnya darah dapat menekan pembuluh darah terdekat, memutus aliran darah dan berkurangnya pasokan oksigen pada jaringan sekitar. Meskipun hemorrhagic strokes lebih jarang terjadi dibanding ischemic strokes, namun memberikan efek yang luas pada otak. Symptom dari hemorrhagic stroke mungkin lebih mendadak dan berbahaya, dan resiko kematian lebih tinggi dibanding ischemic strokes. Hemorrhagic stroke dapat disebabkan oleh aneurysm (melemah dan menipisnya jaringan pembuluh darah, pembuluh darah mengembung kearah luar). Jika dibiarkan, aneurysm akan terus mengembang dan melemah, meningkatkan resiko sobeknya jaringan. Hemorrhagic strokes juga dapat terjadi karena arteriovenous malformation (AVM), sekumpulan jaringan darah yang lemah yang terjadi saat proses melahirkan atau bayi masih didalam rahim. Jaringan darah yang bermasalah ini diperkirakan terjadi karena tekanan aliran darah. Gejala dan konsekuensi dari stroke Dapat dikatakan tidak terduga dan terjadi dengan tiba-tiba, dan dapat memburuk dalam hitungan jam atau hari. Umumnya berakibat pada satu sisi dari tubuh, karena aliran darah yang terputus hanya untuk bagian otak. Gejala yang paling umum adalah melemahnya dan hilang rasa pada salah satu sisi dari muka atau tangan atau kaki. Pada beberapa kasus dapat mengakibatkan gangguan penglihatan, umumnya satu mata. Juga dapat mengalami sulit berbicara, sulit mengerti alur percakapan. Rasa sakit kepala yang tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya, rasa pusing yang tidak diketahui penyebabnya juga dapat menjadi tanda-tanda terjadinya stroke. Bila mengalami gejala diatas, hubungi pihak medis untuk melakukan medical checkup. Penderita stroke kebanyakan mengalami cacat permanent yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, seperti berjalan, berbicara, penglihatan, pengertian, dan ingatan. Efek spesifik sangat tergantung bagian mana dari otak yang mengalami kekurangan oksigen. Sebagai contoh, jika aliran darah yang terputus adalah yang menuju bagian otak yang mengatur syaraf bicara, stroke akan menyebabkan

penderita tidak bisa berbicara atau pengucapan yang tidak jelas. Kesulitan dalam mengekspresikan dalam perkataan ataupun tulisan, gangguan dalam mengerti inti percakapan. Jika stroke merusak bagian otak yang mengatur kemampuan gerak, penderita akan mengalami kesulitan dalam berjalan, menggerakkan tangan. Dan biasanya terjadi pada salah satu sisi tubuh, kiri atau kanan. Selain masalah fisik, stroke memberi efek pada psikologi, orang yang mengalami stroke lubah mudah depresi, marah, frustasi karena sulitnya untuk melakukan tugas dimana sebelum stroke semuanya sudah berjalan dengan normal dan otomatis. Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1796871-pengenalan-stroke/#ixzz1mk4P5t6N

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stroke adalah salah satu penyebab kematian tertinggi, yang berdasarkan laporan tahunan 2006 di RS dr. Saiful Anwar, Malang, angka kematian ini berkisar antara 16,31% (462/2832) dan menyebabkan 4,41% (1356/30096) pasien dirawatinapkan. Angka-angka tersebut tidak membedakan antara stroke iskemik dan hemoragik. Di negara lain seperti Inggris dan Amerika, sebagian besar stroke yang dijumpai pada pasien (88%) adalah jenis iskemik karena penyumbatan pada pembuluh darah, sedangkan sisanya adalah stroke hemoragik karena pecahnya pembuluh darah. Walaupun jumlah kejadian relatif lebih kecil, tapi stroke hemoragik lebih sering mengakibatkan mortalitas. Pada hemoragik stroke intracerebral (ICH), salah satu subtipe stroke, kematian dapat mencapai >40% dan yang berhasil selamat pun banyak mengalami kecacatan (Lyrawati, 2008). Hemorrhagic stroke dapat disebabkan oleh aneurysm (melemah dan menipisnya jaringan pembuluh darah, pembuluh darah mengembung kearah luar). Jika dibiarkan, aneurysm akan terus mengembang dan melemah, meningkatkan resiko sobeknya jaringan. Hemorrhagic strokes juga dapat terjadi karena arteriovenous malformation (AVM), sekumpulan jaringan darah yang lemah yangterjadi saat proses melahirkan atau bayi masih didalam rahim. Jaringan darah yang bermasalah ini diperkirakan terjadi karena tekanan aliran darah.

Efek spesifik sangat tergantung bagian mana dari otak yang mengalami kekurangan oksigen. Sebagai contoh, jika aliran darah yang terputus adalah yang menuju bagian otak yang mengatur syaraf bicara, stroke akan menyebabkan penderita tidak bisa berbicara atau pengucapan yang tidak jelas. Kesulitan dalam mengekspresikan dalam perkataan ataupun tulisan, gangguan dalam mengerti inti percakapan. Jika stroke merusak bagian otak yang mengatur kemampuan gerak, penderita akan mengalami kesulitan dalam berjalan, menggerakkan tangan. Dan biasanya terjadi pada salah satu sisi tubuh, kiri ata