laporan pendahuluan fraktur tibia

26
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR TIBIA A. Pengertian Fraktur atau patah tulang adalah terputusya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner and Suddarth, 2001). Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki. (E. Oswari, 2011). Fraktur Tibia adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia. B. Klasifikasi Fraktur Klasifikasi fraktur ada empat yang utama adalah : 1. Incomplit Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang. 2. Complit Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat atau bergeser (bergeser dari posisi normal). 3. Tertutup (simple) Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit. 4. Terbuka (compound)

Upload: mazdan-avenged

Post on 14-Apr-2016

489 views

Category:

Documents


72 download

DESCRIPTION

FRAKTUR TIBIA

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR TIBIA

A. Pengertian

Fraktur atau patah tulang adalah terputusya kontinuitas jaringan tulang dan

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner and Suddarth,

2001).

Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan

maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki. (E.

Oswari, 2011).

Fraktur Tibia adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia.

B. Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi fraktur ada empat yang utama adalah :

1. Incomplit

Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang.

2. Complit

Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan

fragmen tulang biasanya berubah tempat atau bergeser (bergeser dari posisi

normal).

3. Tertutup (simple)

Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.

4. Terbuka (compound)

Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di kulit yang

terbagi menjadi 3 derajad :

Derajad 1 : luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak

ada tanda remuk, fraktur sederhana atau kominutif ringan dan

kontaminasi minimal.

Derajad 2 : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas,

fraktur kominutif sedang, dan kontaminasi sedang.

Derajad 3 : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas(struktur kulit, otot,

dan neurovaskuler) serta kontaminasi derajad tinggi.

Page 2: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

C. Etiologi

Menurut (Rasjad, 2009) penyebab paling utama fraktur tibia yang

disebabkan oleh pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan merobek

ligamentum medialis sendi tersebut, benturan langsung pada tulang tibia misalnya

kecelakaan lalu lintas, serta kerapuhan struktur tulang. Penyebab terjadinya

fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :

1. Trauma langsung (direct)

Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang

seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda

keras oleh kekuatan langsung.

2. Trauma tidak langsung (indirect)

Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan

oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot , contohnya

seperti pada olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu

tangannya untuk menumpu beban badannya.

3. Trauma pathologis

Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis,

osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi kortison / ACTH,

osteogenesis imperfecta (gangguan congenital yang mempengaruhi

pembentukan osteoblast). Terjadi karena struktur tulang yang lemah dan

mudah patah.

a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi kecepatan

pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos dan

rapuh dan dapat mengalami patah tulang.

b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang

disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus

ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.

c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan sendi

dan tulang rawan

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur tibia adalah :

1. Nyeri hebat pada daerah fraktur, dan bertambah jika ditekan/diraba

Page 3: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

2. Tak mampu menggerakan kaki

3. Terjadi deformitas (kelainan bentuk) diakibatkan karena perubahan

posisi fragmen tulang. Dapat membentuk sudut karena adanya tekanan

penyatuan dan tidak seimbangnya dorongan otot. Dapat pula memendek

ekstermitas bawah karena adanya tarikan dari otot ektermitas bawah saat

fragmen tergelincir dan tumpah tindih dengan tulang lainnya. Dan dapat

juga terjadi rotasional karena tarikan yang tidak seimbang oleh otot yang

menempel pada fragmen tulang sehingga fragmen fraktur berputar

keluar dari sumbu longitudinal normalnya.

4. Adanya krepitus (teraba adanya derik tulang) diakibatkan karena

gesekan antara fragmen satu dengan fragmen yang lainnya.

5. Terjadi ekimosis atau perdarahan subkutan diakibatkan kerusakan

pembuluh darah sehingga darah merembes dibawah kulit sekitar area

kulit.

6. Terjadi pembengkakan dan perubahan warna pada kulit diakibatkan

karena terjadi ekstravasasi darah dan cairan jaringan di sekitar area

fraktur.

E. Patofisiologi

F.

G.

H.

I.

J.

K.

L.

M.

N.

O.

P.

Q.

R.

S.

T.

Page 4: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

U.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Rongent

Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior

lateral.

2. CT Scan tulang, fomogram MRI

Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.

3. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)

4. Hitung darah kapiler

- HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.

- Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.

- Kadar Ca kalsium, Hb

G. Penatalaksanaan

Konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu :

rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.

1. Rekognisi /Pengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan

selanjutnya.

2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi

Yaitu upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimal. Metode reduksi terbagi atas ;

Reduksi Tertutup ; dilakukan dengan mengembalikan fragmen

tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan).

Ektermitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara

gips, bidai atau alat lain. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstermitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-X

harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah

dalam kesejajaran yang benar.

Traksi ; alat yang dapat digunakan menarik anggota tubuh yang

fraktur untuk meluruskan tulang. Beratnya traksi disesuaikan

dengan spaasme otot yang terjadi.

o Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur

dengan menepelkan plester langsung pada kulit untuk

Page 5: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme

otot pada bagian yang cidera dan biasanya digunakan

untuk jangka pendek (48-72jam).

o Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk

meluruskan tulang yang cidera dan sendi panjang untuk

mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat)

kedalam tulang.

o Maintenance traksi merupakan lanjutan dari traksi,

kekuatan lanjutan dapat diberikan secara langsung pada

tulang dengan kawat atau pins.

Reduksi Terbuka : dilakukan dengan pembedahan fragmen tulang

direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat

paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang

solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung

ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan

fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.

OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) adalah reduksi

terbuka dengan fiksasi internal dimana tulang di

transfiksasikan di atas dan di bawahnya fraktur, sekrup atau

kawat ditransfiksi dibagian proksimal dan distal kemudian

dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.

Fiksasi eksternal ini digunakan utnuk mengobati fraktur

terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini

memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur komunitif

(hancur atau remuk). Pin yang telah terpasang dijaga agar

tetap terjaga posisinya, kemudian dikaitkan pada

kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi

pasien yang mengalami kerusakan fragmen tulang.

ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah metode

penatalaksanaan patah tulang dengan cara pembedahan

reduksi terbuka dan fiksasi internal dimana dilakukan insisi

Page 6: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

pada tempat yang mengalami cedera dan ditemukan

sepanjang bidang anatomic temapt yang mengalami fraktur.

3. Retensi/Immobilisasi

Merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga

kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur

direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam

posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat

dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna

meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau

fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna

yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

4. Rehabilitasi

Bertujuan untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

untuk menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan

memungkinkan,harus segera dimulai latihan-latihan untuk

mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.

H. Proses Penyembuhan Tulang

1. Tahap Hematoma atau Inflamasi (1-3 hari)

Hematoma terbentuk dari darah yang berasal dari pembuluh darah yang robek.

Hematoma dibungkus oleh jaringa lunak sekitar (periosteum dan otot). Hal ini

terjadi sekitar 1-2 x 24 jam.

2. Tahap Proliferasi (3 hari – 2 minggu)

Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum di sekitar frakur. Sel-sel

ini menjadi precursor osteoblast, dan akan tumbuh kearah fragmen tulang.

Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang.

3. Tahap Kallus (2-6 minggu)

Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus) dan memberikan rigiditasi pada

fraktur. Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu.

4. Tahap Ossifikasi/Jaringan lunak mengeras (3 minggu-6 bulan)

Kallus mengeras dan menutup lubang frakturb(fraktur gap) antara periosteum

dan korteks menggambungkan fragmen. Dan secara bertahap tulang menjadi

mature. Union tulang yang dapat dipastikan melalui X-ray dikatakan telah

Page 7: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

terjadi ketika tidak ada gerakan dengan stress (tekanan) ringan dan tidak ada

tenderness dengan pressure (penekanan) langsung pada area langsung.

5. Tahap Konsolidasi dan Remodelling (6 bulan – 1 tahun)

Kallus yang tidak diperlukan dibuang/reabsorbsi dari tulang yang sembuh.

Proses reabsorbsi dan penyimpanan tulang sepanjang garis yang fraktur

memberikan kekuatan tulang dalam menahan semua beban.

I. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada fraktur tibia adalah :

1. Komplikasi awal ;

Compartemant Syndrome : Komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat

menyebabkan gangguan vaskularisasi ektermitas bawah yang dapat

mengancam kelangsungan hidup ektermitas bawah. Mekasnisme terjadi

fraktur tibia terjadi perdarahan intra – compartment, hal ini akan

menyebabkan tekanan intrakompartemen meninggi, menyebabkan aliran

balik balik darah vena terganggu. Hal ini akan menyebabkan oedema.

Dengan adanya oedema tekanan intrakompartemen makin meninggi sampai

akhirnya sedemikian tinggi sehingga menyumbat arteri di

intrakompartemen. Gejalanya rasa sakit pada ektermitas bawah dan

ditemukan paraesthesia, rasa sakit akan bertambah bila jari digerakan secara

pasif. Kalau hal ini berlangsung cukup lama dapat terjadi paralyse pada otot-

otot ekstensor hallusis longus, ekstensor digitorum longus dan tibial anterior.

2. Komplikasi dalam waktu lama :

Malunion : Dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah

sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan

penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan

dan perubahan bentuk (deformitas).

Delayed Union : adalah proses penyembuhan yang terus berjalan

dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed

union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan

waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan

karena penurunan suplai darah ke tulang.

Non Union : merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9

Page 8: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

bulan. Non union di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih

pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.

Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

J. Konsep Asuhan Keperawatan

Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur ada berbagai

macam meliputi:

a. Riwayat penyakit sekarang

Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris,

pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah

tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,

perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma lutut

berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi akan

menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma

rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah

kecelakaan lalu lintas darat.

b. Riwayat penyakit dahulu

Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang

sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker

tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung.

Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami

osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat

penyembuhan tulang.

c Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah

satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering

terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan

secara genetik.

d. Pola kesehatan fungsional

1) Aktifitas/ Istirahat

Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin

segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan

jaringan, nyeri)

2) Sirkulasi

Page 9: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

a. Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau

ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)

b. Takikardia (respon stresss, hipovolemi)

c. Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,pengisian

kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.

d. Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.

3) Neurosensori

a. Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot

b. Kebas/ kesemutan (parestesia)

c. Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi

(bunyi berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.

d. Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)

4) Nyeri / kenyamanan

a. Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area

jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat

kerusakan syaraf .

b. Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)

5) Keamanan

a. Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna

b. Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba- tiba).

6) Pola hubungan dan peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena

klien harus menjalani rawat inap.

7) Pola persepsi dan konsep diri

Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan

kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak

mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan

terhadap dirinya yang salah.

8) Pola sensori dan kognitif

Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,

sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan. Selain

itu juga timbul nyeri akibat fraktur.

9) Pola nilai dan keyakinan

Page 10: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan

konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel nyeri dan keterbatasan

gerak yang di alami klien

K. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1) Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera

jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

Tujuan : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria : Klien akan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi

dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan

penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai

indikasi untuk situasi individual.

Intervensi :

a) Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,

bebat dan atau traksi

R/ : Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.

b) Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.

R/ : Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.

c) Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.

R/ : Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi

vaskuler.

d) Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan

posisi)

R/ : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal

dan kelelahan otot.

e) Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam,

imajinasi visual, aktivitas dipersional)

R/ : Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol

terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.

f) Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan.

R/ :Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.

g) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

Page 11: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

R/ :Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri

baik secara sentral maupun perifer.

2) Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah

(cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)

Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik

Kriteria : Akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara

aktif.

Intervensi :

a) Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan

jari/sendi distal cedera.

R/ : Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.

b) Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu

ketat.

R/ : Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian

keketatan bebat/spalk

c) Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada

kontraindikasi adanya sindroma kompartemen

R/ : Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada

adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan

perfusi.

d) Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.

R/ : Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan

trombus vena.

e) Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan

kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.

R/ : Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi

sesuai keadaan klien.

3) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,

perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi

Kriteria : Tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas

normal

Page 12: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Intervensi :

a) Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif.

R/ : Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.

b) Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien.

R/ : Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti

paru.

c) Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin, heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi.

R/ : Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli.

Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk

mencegah/mengatasi emboli lemak.

d) Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan

trombosit

R/ : Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan

pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar

lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan

dengan emboli lemak.

e) Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas, perhatikan adanya

stridor, penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga dan

sianosis sentral

R/ : Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan tanda

dini insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya emboli

paru tahap awal.

4) Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,

terapi restriktif (imobilisasi)

Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional

meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi

bagian tubuh.

Kriteria : Klien dapat menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan

aktivitas

Intervensi :

Page 13: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

a) Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran,

kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien

R/ : Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga

diri, membantu menurunkan isolasi sosial.

b) Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit

maupun yang sehat sesuai keadaan klien.

R/ : Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan

tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi

dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.

c) Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai

indikasi.

R/ : Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.

d) Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan

klien.

R/ : Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi

keterbatasan klien.

e) Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.

R/ : Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus,

atelektasis, penumonia)

f) Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.

R/ : Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius

dan konstipasi.

g) Berikan diet TKTP.

R/ : Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses

penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.

h) Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.

Pemberian tambahan oksigen, Hindari penggunaan barbiturate/opiate.

R/ : Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program

aktivitas fisik secara individual.

5) Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,

kawat, sekrup).

Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang,

Page 14: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

Kriteri : Klien menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan

kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai

penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi

Intervensi :

a) Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat

tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).

R/ : Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.

b) Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal

bebat/gips.

R/ : Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit

dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi

c) Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

R/ : Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat

kontaminasi fekal

d) Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi

pen/traksi.

R/ : Menilai perkembangan masalah klien.

e) Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih.

R/ : Kulit yang basah terus menerus memicu terjadi iritasi yang

mengarah terjadinya dikubitus.

f) Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan kering

yang menyerap keringat dan bebas keriput.

R/ : Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.

g) Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.

R/ : Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang dapat

membatasi perfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik jaringan.

6) Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan

kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang

Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.

Kriteria : Bebas drainase purulen atau eritema dan demam

Intervensi :

a) Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

Page 15: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

R/ : Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.

b) Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.

R/ : Meminimalkan kontaminasi.

c) Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.

R/ : Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara

profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk

mencegah infeksi tetanus.

d) Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED,

Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)

R/ : Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan

peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk

mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.

e) Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.

R/ : Mengevaluasi perkembangan masalah klien.

7) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap

informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi

yang ada.

Tujuan : Klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat.

Kriteria : Klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya

Intervensi :

a) Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.

R/ : Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan

mental klien untuk mengikuti program pembelajaran.

b) Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik.

R/ : Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan

dan pelaksanaan program terapi fisik

c) Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri

berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)

R/ : Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tanda/gejala dini

yang memerulukan intervensi lebih lanjut.

d) Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.

R/ : Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha

sesuai kondisi klien.

Page 16: Laporan Pendahuluan Fraktur Tibia

DAFTAR PUSTAKA

E. Oswari, 2011, Bedah dan Perawatannya, cetakan VI, Jakarta.

Keliat Anna Budi, SKp, MSC,2010, Proses Keperawatan, penerbit EGC, Jakarta.

Mariylnn E. Doenges, at all 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi III, penerbit EGC,

Jakarta.

Priharjo Rasional, 2009, Perawatan Nyeri Untuk Paramedis, edisi revisi penerbit EGC,

Jakarta.

Rasjad Chaeruddin, Ph. D. Prof, 2009, Ilmu Bedah Orthopedi, cetakan IV, penerbit Bintang

Lamumpatue, Makassar