laporan muhlis

33
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................... ....................................................i DAFTAR ISI ......................................................... .............................................................. .ii BAB I PENDAHULUAN .................................................. .............................................................1 1.1 Latar Belakang .................................................. ........................................................... ..1.2 1.2 Tujuan dan manfaat penelitian…................................................ ................................2 BAB II TINJAUAN TORIRTIS...................................................... ................................................3.4 2.1 Ekosistem mangrove...................................................... ..............................3.4 2.2 Ekosistem padang lamun ....................................................... ....................4 2.3 Ekosistem trumbu karang ...................................................... ....................5 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………………6 3.1 Kondidsi Geografis .................................................... ...................................6 3.2 Ekosistem mangrove ..................................................... ...............................6.7 1. Rhizophora apiculata .................................................... .............................6.7

Upload: muhammad-hairullah

Post on 28-Nov-2015

50 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR ........................................................................................................iDAFTAR ISI ........................................................................................................................iiBAB IPENDAHULUAN ...............................................................................................................11.1Latar

Belakang ...............................................................................................................1.2

1.2Tujuan dan manfaat penelitian…................................................................................2

BAB IITINJAUAN TORIRTIS......................................................................................................3.42.1 Ekosistem mangrove....................................................................................3.42.2 Ekosistem padang lamun ...........................................................................42.3 Ekosistem trumbu karang ..........................................................................5BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………………63.1 Kondidsi Geografis .......................................................................................63.2 Ekosistem mangrove ....................................................................................6.7

1. Rhizophora apiculata .................................................................................6.7

2. Rhizophora mucronata ..............................................................................8.9 3. Bruguiera gymnorhiza ……………………………………………………9.10 4. Sonneratia Alba …………………………………………………………..10.11 5. Ceriops decandra …………………………………………………………12.13

6. Nypa Fruticans .........................................................................................13.143.3 Ekosistem padang lamun ..............................................................................14

Cymodocea rotundata ……………………………………………....14 Enhalus acoroides …………………………………………………..15 Thalassia hemprichii ………………………………………………..15

3.4 Ekosistem trumbu karang ..............................................................................16

Acropora micropthalma …………………………………………....16 Acropora millopora …………………………………………………

16.17 Acropora Rosaria ……………………………………………………17 Acropora digitifera

…………………………………………………..17.18 Acropora hyacinthus ………………………………………………...18 Acropora palifera ………………………………………………….....19 Acropora humilis

…………………………………………………….19.20BAB IVPENUTUP ........................................................................................................... ……………21KESIMPULAN ........................................................................................................... 21SARAN ........................................................................................................................ 21DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 22

kata Pengantar

Sebelum mengawali aktivitas hendaknya kita mengucapkan

Bismillah, agar segala aktivitas yang kita lakukan berjalan dengan baik

dan lancar.

Selanjutnya, mari kita panjatkan Puji syukur kepada Allah SWT,

karena atas rahmat dan karuniaNya kita dapat merasakan dan menikmati

hidup yang penuh berkah, terutama penulis dapat membuat dan

menyusun makalah ini. Selain itu, Shalawat serta salam kita panjatkan

kepada Junjungan Besar kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan

juga para sahabat yang senantiasa menemani dan mendukung Beliau,

serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Dalam laporan ini penulis ingin membahas tentang ekosistem

Mangrove,trumbu karang dan padang lamun, dimana banyak pihak yang

mengabaikan keberadaannya. Disamping itu, penulis menyadari bahwa

dirinya hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari khilaf dan salah,

oleh karena itu, penulis memohon maaf dan maklum serta selalu

mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari

para pembaca yang budiman serta para pembimbing yang bijak.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca,

masayarakat umum dan khususnya bagi penulis, serta dapat menambah

ilmu juga memperluas wawasan kita.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam berbagai pengalaman pembangunan, terutama di daerah

kepulauan, wilayah pesisir telah di jadikan sebagai pusat berbagai

aktivitas untuk mengisi pembangunan itu. Tendensi ini sangat mungkin

terjadi karena wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat produktif.

Keanekaragaman sumberdaya alam yang terkandung di wilayah pesisir

cukup tinggi, di dukung dengan keberadaan komunitas-komunitas penting

seperti mangrove, lamun, maupun terumbu karang, di samping potensi

lain yang selalu termanfaatkan (Wattimuri, 2006).

Gambaran tersebut membantu dalam memberikan justifikasi bahwa

wilayah pesisir memiliki produktifitas primer yang tinggi. Justifikasi ini di

dukung dengan pandangan Supriharyono (2000), bahwa produktifitas

primer di wilayah pesisir sangat tinggi, sehinga memungkinkan tingginya

produktifitas sekunder. Karenanya wilayah ini mampu menyumbangkan

devisa yang tidak sedikit.

Berangkat dari dasar pikir bahwa wilayah pesisir mampu

menyumbangkan devisa yang tinggi, maka seringkali eksistensi

sumberdaya pesisir terganggu oleh aktivitas-aktivitas yang

memanfaatkan ruang-ruang di pesisir, bahkan cenderung mengarah pada

tumpang tindih dalam pemanfaatan. Tidak jarang aktifitas-aktifitas yang

dilakukan dapat menurunkan potensi yang ada (Wattimuri,2006).

Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan

ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis

dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung

garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat

mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran

(nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota

perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi

ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga, penghasil

keperluan industri, dan penghasil bibit (Sugiarto dan Ekariyanto,1996)

Sejalan dengan pesatnya kegiatan pembangunan di berbagai

bidang, baik fisik, maupun ekonomi, secara langsung maupun tidak

langsung telah pula mempengaruhi pula keadaan hutan mangrove di

Indonesia. Hutan mangrove semakin terdesak dan semakin berkurang

luasnya sehinga lama kelamaan dapat menyebabkan terjadinya

kemunduran fungsi yang sangat penting baik dari segi pembangunan

ekonomi maupun dari segi kelestarian lingkungan. (Supriharyono, 2006)

Adapun kondisi kritis hutan mangrove ini dapat dilihat dari

beberapa daerah pesisir di Indonesia, yang menunjukan adanya degradasi

akibat penebangan yang melampaui batas kelestarian serta untuk

pemanfaatan lainya. Hal ini terutama terdapat di Sumatera, pantai utara

Jawa, Sulawesi Selatan dan beberapa daerah lainya (Saardi, 2000). Lebih

lanjut Saparianto (2007) menjelaskan bahwa Indonesia memiliki hutan

mangrove kurang lebih 4,3 juta ha dan 3,6% dari hutan yang ada di

Indonesia atau 72% dari luas hutan mangrove dunia. Dalam waktu 15

tahun dari 1982-1993 areal hutan mangrove di Indonesia mengalami

kerusakan hinga menyusut sampai tinggal 47,92%. Penyusutan luasan

mangrove tertinggi di Pulau Bali (tinggal 25,64%) dan Jawa 34,65%).

Namun seiring dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan

pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir untuk berbagai

peruntukan (pemukiman, perikanan dan pelabuhan) di perkirakan tekanan

ekologis terhadap ekosistem hutan mangrove di Kota Tidore Kepulauan

semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya sangat

berpengaruh dan dapat mengancam kelangsungan ekosistem tersebut

baik secara langsung (misalnya kegiatan konversi lahan mangrove untuk

pemukiman penduduk lokal setempat) mapun tidak langsung (misalnya

pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan pembangunan).

Pemanfaatan dan pengalihan fungsi sumberdaya pesisir yang

berlebihan dan kurang terencana di beberapa kecamatan dalam wilayah

Kota Tidore Kepulauan, justru terbukti telah merusak dan bahkan

menghilangkan sumberdaya pesisir yang ada. Akibatnya sumberdaya

yang ada semakin mengalami penyusutan. Olehnya itu dalam rangka

untuk mengantisipasi degradasi sumberdaya pesisir yang lebih luas

diperlukan suatu proses pemetaan keadaan sumberdaya pesisir secara

keseluruhan dan menyusun rencana pengelolaan sumberdaya secara

berkelanjutan dengaan cara mengidentifikasi berbagai macam ancaman

yang mengemuka dalam berbagai kegiatan pembangunan baik secara

langsung maupun tidak langsung sehinga informasi dasar yang dapat

mendukung kegiatan pengelolaan sumberdaya secara lestari dan

berkelanjutan seperti srtuktur, fungsi, dinamika serta nilai total ekonomi

dari ekosistem hutan mangrove, padang lamun, dan ekosistem terumbu

karang dapat di ketahui.

Berdasarkan permasalah di atas mendorong penulis untuk melakukan

penelitian dengan judul:

“Inventarisasi sumberdaya pesisir di perairan desa gitaraja

kecamatan oba tengah kabupaten tidore kepulauan”

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memetakan status sumberdaya di wilayah studi meliputi

distribusi, luas dan kondisi pemanfaatan.

2. Untuk menganalisis kondisi bioekologi hutan mangrove, padan

lamun, dan ekosistem terumbu karang.

3. Untuk menghitung valuasi ekonomi sumberdaya hutan mangrove,

padang lamun, dan terumbu karang di wilayah studi.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah semoga dapat

memberikan informasi tentang sumberdaya pesisir kepada pihak-pihak

terkait terutama masyarakat setempat dan pemerintah Kota Tidore

Kepulauan utamanya di Desa Gitaraja dan dapat di jadikan sebagai data

pendahuluan untuk pelitian-penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN TORIRTIS

2.1. Ekosistem Mangrove

Kata mangrove berasal dari kata Portugis mangue dan bahasa inggris grove.

Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunikasi hutan atau

semak yang tumbuh di pantai/pulau walaupun beberapa jenis lainnya berasosiasi

didalamnya, sedangkan dalam bahasa Portugis umumnya, kata mangrove

digunakan untuk kata spesies mangrove (Sarfanode, 1998 dalam Wattimury,

2006). Selanjutnya Romimohtarto, dkk (2001) dalam Wattimury (2006)

menyatakan bahwa kata mangrove di duga berasal dari bahasa Melayu mangi-

mangi, yaitu nama yang di berikan kepada mangrove merah (Rhizophora spp).

Namun mangrove di berikan kepada jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di

pantai yang menyesuaikan diri pada keadaan asin, kadang-kadang kata

mangrove juga berarti suatu komunikasi (mangrove). Sering kita jumpai kata

mangal untuk komunikasi mangrove dan untuk mangrove sebagai tumbuh-

tumbuhan.

Menurut Mac Nae (1968) dalam Bengen (2003) bahwa kata mangrove

digunakan untuk menyebut jenis pohon – pohon atau semak – semak

yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan batas air

terendah sampai di atas rata-rata permukaan air laut. Lebih lanjut Mac

Nae (1968) dalam Supriharyono (2002) menyatakan bahwa kata

mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitasi atau

masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar

garam/salinitas (pasang surut air laut) dan kedua sebagai spesies.

Hutan mangrove merupakan komunikasi vegetasi pantai tropis, yang

didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh

dan berkembang pada pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000).

Selanjutnya Dahuri (2003) menjelaskan bahwa mangrove seringkali

disebut dengan hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau.

Bakau sebenarnya hanya salah satu jenis tumbuhan yang menyusun

hutan mangrove, yaitu jenis Rhizophora spp. Oleh karena itu, hutan

mangrove sudah ditetapkan sebagai nama baku untuk kawasan hutan

mangrove.

Nontji (2003) menjelaskan bahwa untuk menghindari kekeliruan perlu dipertegas bahwa istilah bakau hendaknya hanya untuk satu jenis saja, yaitu dari marga Rhizophora, sedangkan

istilah mangrove digunakan untuk segala tumbuhan yang hidup di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut.

2.2 Ekosistem Padang Lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang

berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan

buah. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae). Lamun dapat

ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub.

Peranan padang lamun secara fisik di perairan laut dangkal adalah

membantu mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring sedimen

yang terlarut dalam air dan menstabilkan dasar sedimen. Peranannya di

perairan laut dangkal adalah kemampuan berproduksi primer yang tinggi

yang secara langsung berhubungan erat dengan tingkat kelimpahan

produktivitas perikanannya. Keterkaitan perikanan dengan padang lamun

sangat sedikit diinformasikan, sehingga perikanan di padang lamun

Indonesia hampir tidak pernah diketahui. Keterkaitan antara padang

lamun dan perikanan udang lepas pantai sudah dikenal luas di perairan

tropika Australia(Zulkifli,2003).

Selain itu, padang lamun diketahui mendukung berbagai jaringan rantai

makanan, baik yang didasari oleh rantai herbivor maupun detrivor. Nilai

ekonomis biota yang berasosiasi dengan lamun diketahui sangat tinggi.

Ekosistem padang lamun memiliki nilai pelestarian fungsi ekosistem serta

manfaat lainnya di masa mendatang sesuai dengan perkembangan

teknologi, yaitu produk obat-obatan dan budidaya laut. Beberapa negara

telah memanfaatkan lamun untuk pupuk, bahan kasur, makanan,

stabilisator pantai, penyaring limbah, bahan untuk pabrik kertas, bahan

kimia, dan sebagainya.

Ekosistem padang lamun sangat rentan dan peka terhadap perubahan

lingkungan hidup seperti kegiatan pengerukan dan pengurugan yang

berkaitan dengan pembangunan pelabuhan, real estate, sarana wisata,

pembuangan sampah organik cair, sampah padat, pencemaran oleh

limbah industri terutama logam berat, pencemaran limbah pertanian dan

pencemaran minyak serta penggunaan alat tangkap yang tidak ramah

lingkungan seperti potasium sianida dan sabit/gareng. Kondisi ini dapat

menurunkan kemampuan daya dukung (carrying capacity) ekosistem

padang lamun dalam fungsinya sebagai tempat produksi ikan (Husni,

2003).

2.3. Ekosistem Terumbu Karang

Binatang karang adalah  pembentuk utama ekosistem terumbu karang.

Binatang karang yang berukuran sangat kecil, disebut polip, yang dalam

jumlah ribuan membentuk koloni yang dikenal sebagai karang (karang

batu atau karang lunak). Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang”

yang dimaksud adalah  koral, sekelompok  hewan dari ordo  Scleractinia 

yang menghasilkan  kapur  sebagai pembentuk utama terumbu,

sedangkan Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga

meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan

kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang

maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang

terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang. Di Indonesia semua

terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral. Di

dalam terumbu karang, koral adalah insinyur ekosistemnya. Sebagai

hewan yang menghasilkan kapur untuk kerangka tubuhnya,karang

merupakan komponen yang terpenting dari ekosistem tersebut. Jadi

Terumbu karang (coral reefs) merupakan ekosistem laut tropis yang

terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22oC),

memiliki kadar CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan komunitasnya

didominasi berbagai jenis hewan karang keras.  (Guilcher, 1988).

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Geografis

Praktikum Mata Kuliah Pengantar Ilmu Perikanan dan Ilmu kelautan yang

mengidentifikasi tentang jenis-jenis Mangrove, Terumbu Karang, dan Padang

Lamun dilaksanakan di perairan pantai desa Gita Raja Kecamatan Oba, Kota

Tidore Kepulauan, Maluku Utara pada tanggal 20 Desember 2013.

Desa gitaraja terletak di Kecamatan Oba tengah di Kota Tidore Kepulauan,

Maluku Utara, Indonesia. Kecamatan Oba tengah terletak di bagian barat Pulau

Halmahera. Untuk sampai ke desa Gitaraja butuh waktu 5 jam perjalanan

menggunakan transportasi laut.

Perairan Gitaraja memiliki keanekaragaman biota laut yang cukup tinggi

serta terdapat berbagai macam ekosistem khas wilayah pesisir seperti ekosistem

mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Adanya ekosistem tersebut

serta didukung oleh kondisi substrat lingkungan yang bervariasi, banyak hewan

yang hidup di sekitar ekosistem tersebut.

3.2. Ekosistem Mangrove

1. Rhizophora apiculata

Deskripsi : Pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah.

Daun :Berkulit, warna hijau tua dengan hijau muda pada bagian tengah dan kemerahan di bagian bawah. Gagang daun panjangnya 17-35 mm dan warnanya kemerahan. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips menyempit. Ujung: meruncing. Ukuran: 7-19 x 3,5-8 cm.

Bunga :Biseksual, kepala bunga kekuningan yang terletak pada gagang berukuran <14 mm. Letak: Di ketiak daun. Formasi: kelompok (2 bunga per kelompok). Daun mahkota: 4; kuning-putih, tidak ada rambut, panjangnya 9-11 mm. Kelopak bunga: 4; kuning kecoklatan, melengkung. Benang sari: 11-12; tak bertangkai.

Buah :Buah kasar berbentuk bulat memanjang hingga seperti buah pir, warna coklat, panjang 2-3,5 cm, berisi satu biji fertil. Hipokotil silindris, berbintil, berwarna hijau jingga. Leher kotilodon berwarna merah jika sudah matang. Ukuran: Hipokotil panjang 18-38 cm dan diameter 1-2 cm.

Ekologi : Tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang lebih keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen. Percabangan akarnya dapat tumbuh secara abnormal karena gangguan kumbang yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga menghambat

pertumbuhan mereka karena mengganggu kulit akar anakan. Tumbuh lambat, tetapi perbungaan terdapat sepanjang tahun.

Penyebaran

:Sri Lanka, seluruh Malaysia dan Indonesia hingga Australia Tropis dan Kepulauan Pasifik.

Kelimpahan

:

Manfaat :Kayu dimanfaatkan untuk bahan bangunan, kayu bakar dan arang. Kulit kayu berisi hingga 30% tanin (per sen berat kering). Cabang akar dapat digunakan sebagai jangkar dengan diberati batu. Di Jawa acapkali ditanam di pinggiran tambak untuk melindungi pematang. Sering digunakan sebagai tanaman penghijauan.

Catatan :

2.Rhizophora mucronata

Deskripsi : Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah.

Daun : Daun berkulit. Gagang daun berwarna hijau, panjang 2,5-5,5 cm. Pinak daun terletak pada pangkal gagang daun berukuran 5,5-8,5 cm. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips melebar hingga bulat memanjang. Ujung: meruncing. Ukuran: 11-23 x 5-13 cm.

Bunga : Gagang kepala bunga seperti cagak, bersifat biseksual,

masing-masing menempel pada gagang individu yang panjangnya 2,5-5 cm. Letak: di ketiak daun. Formasi: Kelompok (4-8 bunga per kelompok). Daun mahkota: 4;putih, ada rambut. 9 mm. Kelopak bunga: 4; kuning pucat, panjangnya 13-19 mm. Benang sari: 8; tak bertangkai.

Buah : Buah lonjong/panjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7 cm, berwarna hijaukecoklatan, seringkali kasar di bagian pangkal, berbiji tunggal. Hipokotil silindris, kasar dan berbintil. Leher kotilodon kuning ketika matang. Ukuran: Hipokotil: panjang 36-70 cm dan diameter 2-3 cm.

Ekologi : Di areal yang sama dengan R.apiculata tetapi lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir. Pada umumnya tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai, jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang dalam, serta pada tanah yang kaya akan humus. Merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang paling penting dan paling tersebar luas. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Anakan seringkali dimakan oleh kepiting, sehingga menghambat pertumbuhan mereka. Anakan yang telah dikeringkan dibawah naungan untuk beberapa hari akan lebih tahan terhadap gangguan kepiting. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya akumulasi tanin dalam jaringan yang kemudian melindungi mereka.

Penyebaran

: Afrika Timur, Madagaskar, Mauritania, Asia tenggara, seluruh Malaysia dan Indonesia, Melanesia dan Mikronesia. Dibawa dan ditanam di Hawaii.

Kelimpahan

:

Manfaat : Kayu digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Tanin dari kulit kayu digunakan untuk pewarnaan, dan kadang-kadang digunakan sebagai obat dalam kasus hematuria (perdarahan pada air seni). Kadang-kadang ditanam di sepanjang tambak untuk melindungi pematang.

:

3.Bruguiera gymnorrhiza

Deskripsi :Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat (warna berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut.

Daun :Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak). Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips sampai elips-lanset. Ujung: meruncing Ukuran: 4,5-7 x 8,5-22 cm.

Bunga : Bunga bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9-25 mm. Letak: di ketiak daun, menggantung. Formasi: soliter. Daun Mahkota: 10-14; putih dan coklat jika tua, panjang 13-16 mm. Kelopak Bunga: 10-14; warna merah muda hingga merah; panjang 30-50.

Buah : Buah melingkar spiral, bundar melintang, panjang 2-2,5 cm. Hipokotil lurus, tumpul dan berwarna hijau tua keunguan. Ukuran: Hipokotil: panjang 12-30 cm dan diameter 1,5-2 cm.

Ekologi :Merupakan jenis yang dominan pada hutan mangrove yang tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai, serta tahap awal dalam transisi menjadi tipe vegetasi daratan. Tumbuh di areal dengan salinitas rendah dan kering, serta tanah yang memiliki aerasi yang baik. Jenis ini toleran terhadap daerah terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove, sepanjang tambak serta sungai pasang surut dan payau. Ditemukan di tepi pantai hanya jika terjadi erosi pada lahan di hadapannya. Substrat-nya terdiri dari lumpur, pasir dan kadang-kadang tanah gambut hitam. Kadang-kadang juga ditemukan di pinggir sungai yang kurang terpengaruh air laut, hal tersebut dimungkinkan karena buahnya terbawa arus air atau gelombang pasang. Regenerasinya seringkali hanya dalam jumlah terbatas. Bunga dan buah terdapat sepanjang tahun. Bunga relatif besar, memiliki kelopak bunga berwarna kemerahan, tergantung, dan mengundang burung untuk melakukan penyerbukan.

Penyebaran

:Dari Afrika Timur dan Madagaskar hingga Sri Lanka, Malaysia dan Indonesia menuju wilayah Pasifik Barat dan Australia Tropis.

Kelimpah :

an

Manfaat : Bagian dalam hipokotil dimakan (manisan kandeka), dicampur dengan gula. Kayunya yang berwarna merah digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat arang.

Catatan :

4.Sonneratia alba

Deskripsi : Pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian kadang-kadang hingga 15 m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah longitudinal yang halus. Akar berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul kepermukaan sebagai akar nafas yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya mencapai 25 cm.

Daun : Daun berkulit, memiliki kelenjar yang tidak berkembang pada bagian pangkal gagang daun. Gagang daun panjangnya 6-15 mm. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: bulat telur terbalik. Ujung: membundar. Ukuran: 5-12,5 x 3-9 cm.

Bunga :

Biseksual; gagang bunga tumpul panjangnya 1 cm. Letak: di ujung atau pada cabang kecil. Formasi: soliter-kelompok (1-3 bunga per kelompok). Daun mahkota: putih, mudah rontok. Kelopak bunga: 6-8; berkulit, bagian luar hijau, di dalam kemerahan. Seperti lonceng, panjangnya 2-2,5 cm. Benang sari: banyak, ujungnya putih dan pangkalnya kuning, mudah rontok.

Buah : Seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga. Buah mengandung banyak biji (150-200 biji) dan tidak akan membuka pada saat telah matang. Ukuran: buah: diameter 3,5-4,5 cm.

Ekologi : Jenis pionir, tidak toleran terhadap air tawar dalam periode yang lama. Menyukai tanah yang bercampur lumpur dan pasir, kadang-kadang pada batuan dan karang. Sering ditemukan di lokasi pesisir yang terlindung dari hempasan gelombang, juga di muara dan sekitar pulau-pulau lepas pantai. Di lokasi dimana jenis tumbuhan lain telah ditebang, maka jenis ini dapat membentuk tegakan yang padat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Bunga hidup tidak terlalu lama dan mengembang penuh di malam hari, mungkin diserbuki oleh ngengat, burung dan kelelawar pemakan buah. Di jalur pesisir yang berkarang mereka tersebar secara vegetatif. Kunang-kunang sering menempel pada pohon ini dikala malam. Buah mengapung karena adanya jaringan yang mengandung air pada bijinya. Akar nafas tidak terdapat pada pohon yang tumbuh pada substrat yang keras.

Penyebaran

: Dari Afrika Utara dan Madagaskar hingga Asia Tenggara, seluruh Indonesia, Malaysia, Filipina, Australia Tropis, Kepulauan Pasifik barat dan Oceania Barat Daya.

Kelimpahan

:

Manfaat : Buahnya asam dapat dimakan. Di Sulawesi, kayu dibuat untuk perahu dan bahan bangunan, atau sebagai bahan bakar ketika tidak ada bahan bakar lain. Akar nafas digunakan oleh orang Irian untuk gabus dan pelampung.

Catatan :

5.Ceriops decandra

Deskripsi : Pohon atau semak kecil dengan ketinggian hingga 15 m. Kulit kayu berwarna coklat, jarang berwarna abu-abu atau putih kotor, permukaan halus, rapuh dan menggelembung di bagian pangkal.

Daun : Daun hijau mengkilap. Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elipsbulat memanjang. Ujung: membundar. Ukuran: 3-10 x 1-4,5 cm.

Bunga : Bunga mengelompok, menempel dengan gagang yang pendek, tebal dan bertakik. Letak: di ketiak daun. Formasi: kelompok (2-4 bunga per kelompok). Daun mahkota: 5; putih dan kecoklatan jika tua, panjang 2,5-4mm. Kadang berambut halus pada tepinya. Kelopak bunga: 5; warna hijau, ada lentisel dan berbintil. Benang sari: tangkai benang sari pendek, sama atau lebih pendek dari kepala sari.

Buah :Hipokotil berbentuk silinder, ujungnya menggelembung tajam dan berbintil, warna hijau hingga coklat. Leher kotilodon jadi merah tua jika sudah matang/ dewasa. Ukuran: Hipokotil: panjang 15 cm dan diameter 8-12 mm.

Ekologi : Tumbuh tersebar di sepanjang hutan pasang surut, akan tetapi lebih umum pada bagian daratan dari perairan pasang surut dan berbatasan dengan tambak pantai. Menyukai substrat pasir atau lumpur. Perbungaan terjadi sepanjang tahun.

Penyebaran

:Dari India hingga Indocina, Malaysia, Bangka, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, Papua New Guinea, Filipina dan Australia.

Kelimpahan :

Manfaat : Jenis Ceriops memiliki kayu yang paling tahan/kuat diantara jenis-jenis mangrove lainnya dan digunakan sebagai bahan bangunan, bantalan rel kereta api, serta pegangan berbagai perkakas bangunan. Kulit kayu merupakan sumber yang bagus untuk tanin serta bahan pewarna.

Catatan : Bentuk dan ukuran daun sangat beragam bergantung kepada kadar cahaya dan air dimana suatu individu tumbuh.

6.Nypa fruticans

Deskripsi : Palma tanpa batang di permukaan, membentuk rumpun. Batang terdapat di bawah tanah, kuat dan menggarpu. Tinggi dapat mencapai 4-9 m.

Daun :Seperti susunan daun kelapa. Panjang tandan/gagang daun 4 - 9 m. Terdapat 100 - 120 pinak daun pada setiap tandan daun, berwarna hijau mengkilat di permukaan atas dan berserbuk di bagian bawah. Bentuk: lanset. Ujung: meruncing. Ukuran: 60-130 x 5-8 cm.

Bunga :Tandan bunga biseksual tumbuh dari dekat puncak batang pada gagang sepanjang 1-2 m. Bunga betina membentuk kepala melingkar berdiameter 25-30 cm. Bunga jantan kuning cerah, terletak di bawah kepala bunganya.

Buah :Buah berbentuk bulat, warna coklat, kaku dan berserat. Pada setiap buah terdapat satu biji berbentuk telur. Ukuran: diameter kepala buah: sampai 45 cm. Diameter biji: 4-5 cm.

Ekologi : Tumbuh pada substrat yang halus, pada bagian tepi atas dari jalan air. Memerlukan masukan air tawar tahunan yang tinggi. Jarang terdapat di luar zona pantai. Biasanya tumbuh pada tegakan yang berkelompok. Memiliki sistem perakaran yang rapat dan kuat yang tersesuaikan lebih baik terhadap perubahan masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar jenis tumbuhan mangrove lainnya. Serbuk sari lengket dan penyerbukan nampaknya dibantu oleh lalat Drosophila. Buah yang berserat serta adanya rongga udara pada biji membantu penyebaran mereka melalui air. Kadang-kadang bersifat vivipar.

Penyebaran

:Asia Tenggara, Malaysia, seluruh Indonesia, Papua New Guinea, Filipina, Australia dan Pasifik Barat.

Kelimpahan

:

Manfaat :Sirup manis dalam jumlah yang cukup banyak dapat dibuat dari batangnya, jika bunga diambil pada saat yang tepat. Digunakan untuk memproduksi alkohol dan gula. Jika dikelola dengan baik, produksi gula yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan gula tebu, serta memiliki kandungan sukrosa yang lebih tinggi. Daun digunakan untuk bahan pembuatan payung, topi, tikar, keranjang dan kertas rokok. Biji dapat dimakan. Setelah diolah, serat gagang daun juga dapat dibuat tali dan bulu sikat.

Catatan :Serbuk sari dari jenis ini telah ditemukan sejak jaman Cretaceous atas, 65-70 juta tahun yang lalu. Nypa telah dikenal di Australia sejak awal jaman Tertiary.

3.3. Ekosistem Padang Lamun

Cymodocea Rotundata

Memiliki rizhoma yang halus dan bersifat herbaceous, tunas pendek

dan tegak lurus pada setiap node, helaian  daunnya berkembang baik dan

berwarna ungu muda, ujung daunnya licin (halus) membulat dan tumpul

dan terkadang berbentuk seperti hati, terdapat lingula

Klasifikasi :

Kingdom: Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class: Liliopsida

Order: Alismatales

Family: Cymodoceaceae

Genus: Cymodocea

Spesies : Cymodocea rotundata

Enhalus Acoroides

Ujung daun membulat kadang-kadang

terdapat serat-serat kecil yang menonjol

pada waktu muda,tepi daun seluruhnya jelas,

bentuk garis tepinya seperti melilit, tumbuh

diperairan dangkal dengan substrat berpasir

dan  berlumpur atau kadang-kadang

diterumbu karang

Kalsifikasi :

Kingdom: Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class: Liliopsida

Order: Hydrocharitales

Family: Hydrocharitaceae

Genus: Enhalus

Spesies : Enhalus acoroides

Thalassia Hemprichii

Helaian daun berbentuk pita, terdapat spuluh sampai tujuh belas

tulang-tulang daun yang membujur, pada helaian daun terdapat ruji-ruji

hitam yang pendek, ujung dauunya membulat, tidak terdapat ligula,

tumbuh didaerah substrat berpasir dan

berlumpur, dan kadang-kadang di

terumbu karang

Klasifikasi :

Kingdom: Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class: Liliopsida

Order: Alismatales

Family: Hydrocharitaceae

Genus: Thalassia .

Spesies :Thalassia hemprichii

3.4. Ekosistem Terumbu Karang1. Acropora micropthalma

Family : AcroporidaeGenus : AcroporaSpesies : Acropora micropthalmaKedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni bisa mencapai 2 meter luasnya dan hanya terdiri dari satu spesies. Radial koralit kecil, berjumlah banyak dan ukurannya sama.Warna : Abu-abu muda, kadang coklat muda atau krem.Kemiripan : A. copiosa, A. Parilis, A. Horrida, A. Vaughani, dan A. exquisita.Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea.Habitat : Reef slope bagian atas, perairan keruh dan lagun berpasir.

2. Acropora millepora

Family : AcroporidaeGenus : AcroporaSpesies : Acropora milleporaKedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni berupa korimbosa berbentuk bantalan dengan cabang pendek yang seragam. Aksial koralit terpisah. Radial koralit tersusun rapat.Warna : Umumnya berwarna hijau, orange, merah muda, dan biru.

Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. convexa, A. prostrata, A. aspera dan A. pulchra.Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina dan Australia.Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan yang dangkal.

3. Acropora Rosaria

Family : AcroporidaeGenus : AcroporaSpesies : Acropora rosariaKedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : koloni seperti semak, cabang utama mempunyai cabang sekunder, aksial koralit besar dan berbentuk kubah tetapi tidak panjang. Radial koralit seperti kantung dan semua koralit mempunyai dinding tebal.Warna : Umumnya berwarna krem, coklat, biru dan merah muda.Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. loripes.Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina, Papua New Guinea dan Australia.Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal.

4. Acropora digitifera

Family : AcroporidaeGenus : AcroporaSpesies : Acropora digitiferaKedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni berbentuk digitata, umumnya permukaannya rata dengan ukuran bisa mencapai lebih dari 1 meter. Percabangannya kecil, berbentuk bulat atau pita. Aksial koralit kecil. Radial koralit berbentuk bulat, memiliki ukuran yang sama, pinggir koloni berwarna terang.Warna : Jingga, krem atau kuning, sering berwarna biru muda. Umumnya memiliki warna krem atau kuning pada ujung koloni.Kemiripan : A. japonica, A. humilis, A. gemmifera.Distribusi : Perairan Indonesia, Philipina, Australia, Mikronesia, Jepang, Zanzibar, Tanzania.Habitat : Di daerah yang bergelombang dan perairan dangkal.

5. Acropora hyacinthus

Family : AcroporidaeGenus : AcroporaSpesies : Acropora hyacinthusKedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koralit terlihat seperti piringan. Cabangnya tipis. Radial koralit berbentuk mangkok.Warna : Umumnya berwarna krem, coklat, keabu-abuan, hijau, biru dan merah muda.Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. cytherea, A. Spicifera dan A. Tanegashimensis.Distribusi : Tersebar dari perairan Indonesia, dan Australia.Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan yang dangkal.

6. Acropora palifera

Family : AcroporidaeGenus : AcroporaSpesies : Acropora paliferaKedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : koloni sepeti piringan berkerak dengan punggung tebal berkolom dan bercabang, cabang biasanya tegak tetapi secara umum bentuknya horizontal tergantung dari pengaruh gelombang, tidak ada aksial koralit, koralit lembut.Warna : Umumnya berwarna krem dan coklat.Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. cuneata dan A. elizabethensis.Distribusi : Tersebar di Perairan Indonesia, Papua New Guinea, Solomon dan Australia.Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan yang dangkal.

7. Acropora humillis

Family : AcroporidaeGenus : AcroporaSpesies : Acropora humillisKedalaman : Dijumpai pada kedalaman 1 – 7 meter.Ciri-ciri : Umumnya memiliki korimbosa, percabangan tebal dan memiliki koralit aksial yang besar serta mempunyai radial koralit dengan dua ukuran.Warna : Umumnya memiliki warna yang beragam, namun yang paling utama adalah warna krem, coklat, atau biru.

Kemiripan : Karang ini tidak memiliki kemiripan dengan A. gemmifera dan A. monticulosa.Distribusi : Tersebar di perairan Indonesia, Laut Merah hingga Amerika Tengah dan sekitar Australia.Habitat : Umumnya dijumpai di daerah reef slope dan reef flat.

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Ekosistem Mangrove,trumbu karang dan padang lamun sangat

berperan penting terhadap kehidupan makhluk hidup. Bila keseimbangan

ekosistem terganggu ataupun dengan sengaja dirusak, maka secara

langsung hal tersebut akan berdampak pada kelangsungan hidup

makhluk hidup, baik manusia, tumbuhan maupun hewan, sebab beberapa

makhluk hidup bergantung pada ekosistem.

Saran

     Setelah penulis menyusun laporan ini, penulis menyarankan.

Kondisi pantai desa gita memang sudah sangat memprihatinkan

oleh sebab itu di samping pengambilan / pembersihan, sebaiknya

dilakukan penanaman kembali pohon mangrove yang sebagian besar

telah rusak,perawatan terhadap lingkungan disekitar pantai agar terlihat bersih,

perlu adanya penelitian yang spesifik mengenai ekosistem mangrove,

padang lamun, dan terumbu karang yang .

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

http://encyclopediaindonesia.blogspot.com/2012/11/letak-geografis-

indonesia-indonesia.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Maluku_Utara

http://bcctadulako.blogspot.com/2012/02/terumbu-karang.html

http://www.indonesia.travel/id/discover-indonesia/region-detail/48/maluku-

utara

http://geoenviron.blogspot.com/2013/03/padang-lamun.html

http://hendrasurianta.wordpress.com/2010/03/31/ekosistem-mangrove/

http://indomaritimeinstitute.org/2011/12/ekosistem-mangrove-benteng-

daratan-merintih-tergerus-keserakahan/

http://tikepkota.bps.go.id/publikasi/2013/statca/041/files/search/

searchtext.xml

.