laporan kimia dasar ii

64
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA DASAR II Disusun oleh: Nama : Belly Lesmana NIM : 08.01.007 Jurusan : S1- Teknik Perminyakan ‘A’ Kelompok : 2 (Dua) LABORATORIUM KIMIA S1 - TEKNIK PERMINYAKAN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI BALIKPAPAN 2009

Upload: belly-lesmana

Post on 11-Jun-2015

6.928 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

laporan praktikum untuk mata kuliah Kimia Dasar II

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kimia Dasar II

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

KIMIA DASAR II

Disusun oleh:

Nama : Belly Lesmana

NIM : 08.01.007

Jurusan : S1- Teknik Perminyakan ‘A’

Kelompok : 2 (Dua)

LABORATORIUM KIMIA

S1 - TEKNIK PERMINYAKAN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI

BALIKPAPAN

2009

Page 2: Laporan Kimia Dasar II

ii

LEMBAR PENGESAHAN

PRAKTIKUM KIMIA DASAR II

Diajukan sebagai persyaratan untuk memenuhi kurikulum Tahun Akademik

2008/2009 dalam menyelesaikan Mata Kuliah Kimia Dasar II di Jurusan S1

Teknik Perminyakan, STT Migas Balikpapan.

Disusun Oleh,

Nama : Belly Lesmana

NIM : 08.01.007

Balikpapan, 12 April 2009

( Belly Lesmana )

Disetujui Oleh,

Dosen Mata Kuliah

Kimia Dasar II

( Selvia Sarungu’, ST )

Page 3: Laporan Kimia Dasar II

iii

t t

t t

x x

v v

10 gram

KARTU ASISTENSI

NAMA : BELLY LESMANA

NIM : 08.01.007

JURUSAN : S1 - TEKNIK PERMINYAKAN

JUDUL PERCOBAAN : KIMIA DASAR II

No. Tanggal Keterangan Paraf

1

2

21-04-2009

24-04-2009

1. Tambahkan pembahasan pada density

2. Buat grafik pada milimeter blok untuk :

a)

ACC

10 gram 20 gram

20 gram

Page 4: Laporan Kimia Dasar II

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan segala kerendahan hati dan penuh suka cita, dan

sebagai perwujudan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala petunjuk,

rahmat dan karunia yang diberikan oleh Allah SWT kepada penyusun sehingga

dapat menyelesaikan laporan praktikum Kimia Dasar II, sebagai persyaratan

untuk memenuhi kurikulum Tahun Akademik 2008 / 2009 dalam menyelesaikan

Mata Kuliah Kimia Dasar II di Jurusan S1 Teknik Perminyakan, STT Migas

Balikpapan.

Selama menyelesaikan penulisan laporan ini, mulai dari persiapan hingga

selesai, penyusun banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada

kesempatan kali ini atas bantuan dan dorongan moril maupun materiil penyusun

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sangat mendalam kepada :

1. Ibu Selvia Sarungu’, ST. selaku dosen untuk mata kuliah Kimia Dasar II serta

pembimbing dalam praktikum.

2. Rekan-rekan serta semua pihak yang telah membantu sehingga Laporan

Praktikum Kimia Dasar II ini dapat terselesaikan.

3. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan semangat dan perhatian.

Selanjutnya penyusun mengharapkan saran dan kritik yang kontruktif dan

inovatif dari para pembaca demi untuk kesempurnaan didalam berbagai aspek dari

laporan ini. Apabila terdapat kesalahan baik dari segi penyusunan maupun tata

bahasa dalam laporan ini, penyusun memohon maaf.

Akhirnya penyusun berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita

semua serta dapat dijadikan sebagai jalan pembuka pintu cakrawala dalam

dedikasi kita terhadap ilmu pengetahuan.

Balikpapan, 12 April 2009

Penyusun

Page 5: Laporan Kimia Dasar II

v

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ............................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................ ii

KARTU ASISTENSI .......................................................................... iii

KATA PENGANTAR ......................................................................... iv

DAFTAR ISI ........................................................................................ v

BAB I KELARUTAN .................................................................... 1

1.1. Tujuan Percobaan ................................................................ 1

1.2. Teori Dasar .......................................................................... 1

1.3. Alat dan Bahan .................................................................... 14

1.3.1. Alat yang digunakan ................................................. 14

1.3.2. Bahan yang digunakan .............................................. 15

1.4. Prosedur Percobaan ............................................................. 15

1.5. Tabel Hasil Pengamatan ...................................................... 16

1.6. Pembahasan ......................................................................... 25

1.7. Kesimpulan dan Saran ......................................................... 26

1.7.1. Kesimpulan ............................................................. 26

1.7.2. Saran ........................................................................ 27

1.8. Lampiran ............................................................................. 27

BAB II DENSITY ........................................................................... 29

2.1. Tujuan Percobaan ................................................................ 29

2.2. Teori Dasar .......................................................................... 29

2.3. Alat dan Bahan .................................................................... 34

2.3.1. Alat yang digunakan ............................................... 34

2.3.2. Bahan yang digunakan ............................................ 34

2.4. Prosedur Percobaan ............................................................. 35

2.5. Tabel Hasil Pengamatan ...................................................... 36

2.6. Pembahasan ......................................................................... 37

Page 6: Laporan Kimia Dasar II

vi

2.7. Kesimpulan dan Saran ......................................................... 38

2.7.1. Kesimpulan ............................................................. 38

2.7.2. Saran ........................................................................ 39

2.8. Lampiran ............................................................................. 39

BAB III SEDIMENTASI ................................................................. 41

3.1. Tujuan Percobaan ................................................................ 41

3.2. Teori Dasar .......................................................................... 41

3.3. Alat dan Bahan .................................................................... 49

3.3.1. Alat yang digunakan ............................................... 49

3.3.2. Bahan yang digunakan ............................................ 49

3.4. Prosedur Percobaan ............................................................. 49

3.5. Tabel Hasil Pengamatan ...................................................... 51

3.6. Pembahasan ......................................................................... 52

3.7. Kesimpulan dan Saran ......................................................... 54

3.7.1. Kesimpulan ............................................................. 54

3.7.2. Saran ........................................................................ 55

3.8. Lampiran ............................................................................. 55

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 7: Laporan Kimia Dasar II

1

BAB I

KELARUTAN

1.1. Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan kelarutan dan perhitungan

panas kelarutan diferensial pada larutan jenuh asam oksalat.

1.2. Teori Dasar

Larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom ataupun ion

dari dua zat atau lebih. Larutan jenuh didefinisikan sebagai larutan yang

mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya

kesetimbangan antara zat terlarut yang larut dan yang tidak larut

(Keenan,1992).

Pembentukan larutan jenuh dapat dipercepat dengan pengadukan dan

penambahan zat terlarut yang berlebih. Banyaknya zat terlarut yang melarut

dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan

jenuh disebut kelarutan zat terlarut, dimana biasanya dinyatakan dalam gram

zat terlarut per 100 gram pelarut pada temperatur tertentu (keenan, 1992). Zat

padat dapat dimurnikan dengan memanfaatkan perbedaan kelarutan pada

temperatur yang berlainan. Untuk kebanyakan zat, bila larutan jenuh panas

didinginkan, maka kelebihan zat padat akan mengkristal. Proses ini dapat

dipermudah dengan membibit larutan itu dengan beberapa kristal halus zat

padat murni (Keenan,1992).

Proses ini dikenal dengan pengkristalan ulang atau rekristalisasi.

Metode ini sering digunakan sebagai cara efektif untuk membuang pengotor

dalam jumlah kecil dari dalam zat padat, karena pengotor itu cenderung

tertinggal dalam larutan (Keenan,1992).

Page 8: Laporan Kimia Dasar II

2

Adapun faktor yang mempengaruhi kelarutan zat padat yaitu

(Underwood, 1990):

1. Temperatur atau Suhu

Umumnya kelarutan akan naik dengan kenaikan suhu, meskipun

beberapa hal yang istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi yang

sebaliknya. Dalam beberapa hal perubahan kelarutan dengan berubahnya

suhu dapat menjadi dasar pemisahan.

2. Pelarut

Kebanyakan garam anorganik lebih larut dalam air murni daripada

pelarut organik.

3. Ion Sekutu atau sejenis

Adanya ion sekutu akan mempengaruhi kelarutan. Ion sekutu ialah ion

yang juga merupakan salah satu bahan endapan. Pada umumnya dapat

dikatakan bahwa kelarutan suatu endapan akan berkurang banyak sekali

jika salah satu ion sekutu terdapat dalam jumlah berlebihan, meskipun

efek ini diimbangi dengan pembentukan suatu kompleks yang dapat

larut.

4. Ion Asing

Dengan adanya ion asing maka kelarutan akan bertambah, tetapi pada

umumnya penambahan ini sedikit, kecuali bila terjadi reaksi kimia

(seperti pembentukan kompleks) antara endapan dengan ion asing,

biasanya kenaikan larutan lebih mencolok.

5. Ph

Kelarutan garam dari asam lemah bergantung pada pH larutan.

Page 9: Laporan Kimia Dasar II

3

6. Kompleks

Banyak endapan membentuk kompleks yang larut dengan ion dari

pereaksi pengendap sendiri, dalam hal ini kelarutan mula-mula turun

karena pengaruh ion sejenis melewati minimum dan kemudian naik

karena pembentukan kompleks menjadi nyata.

7. Konsentrasi

Bila konsentrasi lebih kecil dari kelarutan, zat padat akan terlarut dan

sebaliknya bila konsentrasi melebihi dari kelarutan, maka akan terjadi

pengendapan.

Hasil kali kelarutan akan menjelaskan hubungan antara perubahan

suatu senyawa dengan adanya pengaruh ion sekutu. Kelarutan suatu

senyawaan sangat berkurang jika ditambahkan zat lain (reagen) yang

mengandung ion sekutu dari ion tersebut. Karena konsentrasi ion sekutu ini

tinggi (dalam larutan), konsentrasi ion lainnya harus menjadi rendah dalam

larutan jenuh senyawa itu, maka kelebihan senyawa itu akan diendapkan.

Jadi jika salah satu ion harus dikeluarkan dari larutan dengan pengendapan,

maka reagen harus dipakai dengan berlebihan. Tetapi penambahan reagen

yang terlalu berlebihan memungkinkan akan memperbesar kelarutan

endapan karena terbentuknya kompleks antara senyawa dengan ion sekutu

(Vogel, 1973).

Garam NaCl yang diperoleh dari alam yaitu dengan jalan menguapkan

air laut dalam bak-bak penampungan merupakan garam NaCl yang masih

mengandung pengotor-pengotor. Untuk mendapatkan NaCl murni dapat

diperoleh dengan cara rekristalisasi (Keenan, 1983).

Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu,

zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan

dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu

pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat

tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.

Page 10: Laporan Kimia Dasar II

4

Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris

lebih tepatnya disebut miscible.

Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni

ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau

padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga

sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble)

sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya

ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut.

Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui

untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated)

yang metastabil.

Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent. Solute adalah

substansi yang terlarut, sedangkan solvent adalah substansi yang melarutkan,

contohnya larutan NaCl. NaCl adalah solute dan air adalah solvent. Semua

partikel baik dari solute maupun solvent ukuran partikelnya adalah sebesar

molekul atau ion-ion. Partikel ini tersebar secara merata antara masing-

masing dan menghasilkan satu fase homogen. Karena sedemikian

menyatunya penyebaran antara solute dan solvent dalam larutan, maka sifat

fisik dari larutan sering sedikit berbeda dengan solvent murninya sendiri.

Jenis campuran ketiga ini mempunyai sifat khusus yaitu koloid. Dari ketiga

materi : padat, cair, dan gas sangat memungkinkan untuk memiliki sembilan

tipe larutan yang berbeda : padat dalam padat, padat dalam cair, gas dalam

cair, cair dalam cair, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini, larutan

yang lazim kita kenal adalah padat dalam cair, cair dalam cair, gas dalam

cair serta gas dalam gas.

Properti dari larutan antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :

1. Larutan adalah campuran homogeny dari dua atau lebih substansi, yaitu

solute dalam solvent.

2. Memiliki komposisi variable.

3. Zat terlarut dapat berupa molekul maupun ion.

4. Memiliki warna tetapi biasanya transparan.

Page 11: Laporan Kimia Dasar II

5

5. Zat terlarut terdistribusi secara uniform dalam larutan dan tidak

terpengaruh oleh waktu.

6. Larutan memiliki komposisi kimia sama, property kimia yang sama dan

property fisika yang sama pada setiap bagian.

7. Pada banyak kasus zat terlarut dapat terpisahkan dari pelarutnya dengan

menggunakan berbagai macam alat.

Tabel 1.1.

Kombinasi dari fase-fase yang dapat dicampur

Medium

Pendispersi

Fase

Terdispersi Jenis Koloidal Contoh

Padatan Padatan Sol padat Mutiara, opal

Padatan Cairan Emulsi Keju, mentega

Padatan Gas Busa padat Batu apung,

kerupuk

Cairan Padatan Sol gel Pati dalam air,

jello, cat

Cairan Cairan Emulsi Susu,

mayonaise

Cairan Gas Busa Krim kue tar,

krim cukur

Gas Padatan Aerosol padat Debu, asap

Gas Cairan Aerosol cair Awan, kabut

Suatu substansi dapat dikelompokkan sangat mudah larut, dapat larut

(moderately soluble), sedikit larut (slightly soluble) dan tidak dapat larut.

Meskipun bentuk-bentuk ini tidak sama secara akurat menjelaskan

bagaimana zat terlarut tersebut akan terlarut, namun seringkali digunakan

untuk menjelaskan kelarutan atau solubilitas. Dua istilah lain yang sering

digunakan untuk menjelaskan kelarutan atau solubilitas adalah miscible dan

inmiscible.

Page 12: Laporan Kimia Dasar II

6

Cairan yang mampu mencampur dan membentuk larutan disebut miscible

sedangkan cairan yang tidak mampu membentuk cairan atau secara umum

saling tidak melarut (insoluble) disebut inmiscible. Sebagai contoh metal-

alkohol dan air adalah saling melarutkan miscible dalam segala proporsi.

Karbon-tetraklorida dan air adalah inmiscible membentuk dua buah lapisan

yang terpisah ketika mereka dicampur. Pernyataan kuantitatif dari jumlah zat

yang terlarut dalam solvent tertentu diketahui sebagai konsentrasi dari

larutan.

Beberapa variable seperti misalnya ukuran ion-ion, interaksi antara solute

dan solvent, dan temperature mempengaruhi kelarutan. Kelarutan dari solute

negative mudah diukur melalui percobaan. Beberapa faktor yang

berhubungan dengan kelarutan antara lain :

a. Sifat alami dari solute dan solvent

Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi

polar lainnya. Substansi non-polar cenderung untuk miscible non-polar

lainnya.

b. Efek dari temperature terhadap kelarutan

Kebanyakan zat terlarut mempunyai kelarutan yang terbatas pada

sejumlah solvent tertentu dan pada temperatur tertentu pula. Temperatur

dari solvent memiliki efek yang sangat besar dari zat lelah. Untuk

kebanyakan padatan yang terlarut pada liquid, kenaikan temperature

akan berdampak pada kenaikan kelarutan (solubilitas).

c. Efek tekanan pada kelarutan

Perubahan kecil dalam tekanan memiliki efek yang kecil pada kelarutan

dari padatan dalam cairan tetapi memiliki efek yang besar pada

kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan gas dalam cairan berbanding

langsung pada tekanan dari gas di atas larutan. Sehingga jumlah gas

Page 13: Laporan Kimia Dasar II

7

yang terlarut dalam larutan akan menjadi dua kali lipat jika tekanan dari

gas di atas larutan adalah dua kali lipat.

d. Kelajuan dari zat tertentu

Kelajuan dimana zat padat terlarut dipengaruhi oleh :

1. Ukuran partikel

2. Temperature dan solvent

3. Pengadukan dari larutan

4. Konsentrasi dari larutan

Efek panas dalam pembentukan larutan dapat digunakan dalam penerapan

prinsip Le-Chatrliers untuk menghitung efek temperature pada kelarutan.

Dengan menggunakan terminology da thermodinamika, bahwa kandungan

panas atau enthalpy dari system telah mengangkat sesuai dengan jumlah

energi (thermal molar vaporization atau �Hv). Perubahan enthalpi untuk

proses diberikan dengan mengurangi enthalpi akhir dengan enthalpi mula-

mula.

�Hv = Hakhir – Hmula-mula

Secara umum �H positif untuk setiap perubahan makroskopik yang

terjadi pada tekanan konstan jka energi panas mengalir dalam system saat

perubahan terjadi, dan negatif jika panas mengalir keluar. Proses dimana

enthalpi dalam system meningkat disebut proses endotermik. Sedangakan

enthalpi yang mengalami penurunan disebut eksotermik. Perubahan enthalpi

terbatas hanya pada aliran panas jika proses tersebut terbawa keluar

sehingga tekanan mula-mula dan akhir adalah sama dan system adalah

tertutup. Pembentukan dari larutan apakah itu enditermik atau eksotermik

tergantung pada temperature dan sifat alamiah solute dan solvent. Untuk

memprediksi efek dari perubahan temperature kita dapat meggunakan

prinsip Le-Chateliers, sangat diperlukan utnuk menghitung perubahan

enthalpi untuk proses pelarutan dari kondisi larutan yang jenuh enthalpi

Page 14: Laporan Kimia Dasar II

8

molar dari larutan (�H1) sebagai jumlah kalori dari enthalpi panas yang

seharusnya tersedia. (�H1 positif) ataupun yang seharusnya dipindahkan

(�H1 negatif) untuk menjaga temperature agar tetap konstan yang mana di

dalamnya terdapat satu mol zat terlarut dalam volume yang sangat besar

yang mendekati larutan jenuh untik menghasilkan larutan jenuh.

Jika enthalpi dari larutan adalah negatif, peningkatan temperature

menyebabkan penurunan kelarutan. Kebanyakan padatan solute memilki

enthalpi positif dari larutan sehingga kelarutan mereka meningkat sesuai

dengan kenaikan temperature. Hampir perubahan kimia merupakan proses

eksotermik ataupun proses endotermik. Kebanyakan, tetapi tidak semua.

Reaksi yang terjadi secara spontan adalah reaksi eksotermik.

Salah satu contoh kesetimbangan yang sederhana adalah

kesetimbangan antara solute dengan larutan jenuhnya. Dalam hal ini

molekul padat akan lerut pada kecepatan yang sama dengan molekul yang

mengendap menjadi padat. Berhubungan dengan masalah ini, dikenallah

istilah solubilitas, yang merupakan suatu ukuran dari kadar solute yang

terkandung dalam larutan jenuh. Konstanta kesetimbangan antara padatan

dan larutan jenuh dapat dinyatakan sebagai berikut :

2

*2

a

ak =

Dimana a2 adalah aktifitas solute dalam larutan sedangkan, a2* adalah

aktifitas solute murni. a2* dapat dihubungkan dengan molaliti solute m

dengan menggunakan koefisien aktifitas �, koefisien aktifitas � merupakan

funsi dari T, P dan konsentrasi ; harga � ini akan mendekati 1 apabila m

mendekati 0. Maka apabila dipakai hubungan tersebut dan anggapan bahwa

sebagai patokan dasar adalah solute padat murni sehingga a2* = 1.

Konstanta-konstanta kesetimbangan dapat ditulis sebagai :

K = (a2)m=ms = �sms

Dimana subscrip s menunjukkan untuk larutan jenuh, sedang dalam (a2)m=ms

adalah aktifitas solute pada larutan jenuh. Apabila suhu berubah pada

Page 15: Laporan Kimia Dasar II

9

tekanan tetap maka ms dan �s akan berubah. demikian pula K, menurut

hukum Van Hoff, untuk merubah K pada tekanan diperlukan.

2

0

RT

Hp

T

kIn

∆=��

���

∆δ

Dimana : c = perubahan enthalpi standar pelarutan

Dengan memperhitungkan pengaruh suhu dan konsentrasi pada �HDS

diperoleh :

(1 + (� In �/� In m) TI PI m=ms) (�HDS) m=ms / RT2

Disini: (�HDS) m=ms = panas pelarutan diferensial pada keadaan larutan jenuh

untuk suhu dan yang telah diberikan. Dalam hal ini dimana harga � tidak

banyak berubah terhadap konsentrasi, maka (1 + (� In �/� In m) TI PI m=ms)

sama dengan satu persamaan menjadi :

d In ms/ dT = (�HDS) m=ms / RT

atau

d In ms/ d(1/T) = - (�HDS) m=ms / R

Jadi, dengan menggunakan anggapan tersebut, harga (�HDS) m=ms dapat

dihitung dari slop antara In ms, terhadap 1/T. Untuk menghitung kelarutan

biasanya digunakan solute yang larut (dalam garam) dalam 100 gram

solvent.

SATUAN KONSENTRASI LARUTAN

Sifat-sifat fisik dari suatu larutan ditentukan oleh perbandingan relatif atau

konsentrasi dari berbagai komponen larutannya. Sebenarnya ada beberapa

satuan konsentrasi larutan, tapi dalam teori ini hanya menjelaskan dua

satuan konsentrasi kelarutan.

a. Fraksi mol dan persen mol

Fraksi mol adalah perbandingan banyaknya mol suatu zat dengan jumlah

mol seluruh zat yang ada dalam campuran tersebut. Istilah lain yang

sering dipakai adalah persen mol yang tidak lain adalah 100 x fraksi mol.

Page 16: Laporan Kimia Dasar II

10

b. Fraksi berat dan persen berat

Fraksi berat komponen dari suatu zat dalam larutan adalah perbandingan

dari jumlah garam zat dengan jumlah gram seluruh larutan. Persen berat

adalah fraksi berat x 100. Seiring lebih mudah untuk menyatakan

sebagai jumlah gram solute per 1000 gram larutan.

1. Molaritas = Molar

Molaritas yaitu jumlah mol zat yang larut dalam tiap liter larutan.

Contoh, HCL 0,1 M artinya dalam 1000 ml larutan terdapat 0,1 mol

HCL.

2. Kemolalan

Kemolalan adalah jumlah mol zat yang terdapat dalam seribu gram

pelarut.

3. Normalitas

Normalitas adalah jumlah massa ekivalen zat terlarut tiap 1000 ml

larutan, dalam hal ini hanya berlaku untuk asam dan basa.

Gram ekivalen asam (grek) = jumlah mol asam x valensi asam

Gram ekivalen basa (grek) = jumlah mol asam x valensi basa

1 grak asam ~ 1 mol H+

1 grek basa ~ 1 mol OH-

Grek asam = mol asam x jumlah H+

Grek basa = mol asam x jumlah OH-

Hubungan antara molaritas dengan Normalitas

N = a x M

Dimana : N = Normalitas

a = jumlah ion H+ dan OH

-

M = Molaritas

Page 17: Laporan Kimia Dasar II

11

4. Persen Volume

Persen volume adalah jumlah militer / 1zat terlarut dalam tiap 1000

ml.

PANAS LARUTAN

Proses terbentuknya suatu larutan hampir selalu terjadi bersamaan

dengan absorpsi atau pelepasan dari energi misalnya, ketika kalium iodida

dilarutkan dalam air, campuran menjadi dingin, menunjukkan bahwa proses

melarutnya kalium iodida adalah endoterm. Kebalikannya bila litium klorida

dimasukkan ke dalam air campurannya menjadi panas menandakan bahwa

proses pelarutan disini mengeluarkan panas karena itu tergolong proses

eksoterm.

Zat Panas larutan ( a )

( kJ/mol solute )

KCl 17,2

KBr 19.9

KI 20.3

LiCl -37.0

LiI -59.0

LiNO3 -1.3

AlCl3 -321

Al2 ( SO4 )3.6H2O -230

NH4Cl 16

NH4 NO3 26

( a ) pada pengenceran tidak terhingga dalam batas tertentu panas pelarutan

besarnya tergantung pada konsentrasi dari larutan yang terbentuk. Tanda

negative menunjukkan suatu proses eksoterm.

Besarnya panas pelarutan dapat memberikan keterangan pada kita mengenai

gaya tarik relative antara bermacam-macam partikel yang membentuk

Page 18: Laporan Kimia Dasar II

12

larutan tersebut. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mendukung absorpsi

atau pelepasan dari energi.

KELARUTAN DAN SUHU

Contoh lain dari adanya kesetimbangan dinamik ialah suatu larutan

jenuh yang masih mengandung solut yang tak larut pada suhu tertentu.

Kesetimbangan dinamik terjadi antara zat padat dengan larutan jenuhnya.

Zat padatnya akan melarut serta mengkristal dengan kecepatan yang sama.

Kelarutan dari kebanyakan garam anorganik dalam air akan bertambah

dengan naiknya suhu. Untuk beberapa pelarut, melarutkan gas dalam suatu

cairan dapat bersifat endoterm, karena energi solfatasinya demikian kecil

sehigga tak dapat menggantikan energi yang dibutuhkan untuk memisahkan

molekul-molekul solvent sesamanya.

PENGARUH TEKANAN PADA KELARUTAN

Secara umum tekanan hanya mempunyai pengaruh yang kecil pada

kelarutan tapi kelarutasn gas selalu betambah dengan bertambahnya tekanan.

Misalnya saja minuman yang megandung karbonat, ditaruh pada botol

dengan tekanan yang tinggi untuk memastikan kandungan CO2 yang besar,

dan sewaktu botol dibuka, minuman akan kehilangan karbonatnya kecuali

cepat ditutup kembali.hal yang sama juga terjadi pada ”penyakit

dekompresi”, juga dikenal sebagai “the bends”. Bila seorang penyelam atau

pekerja trowongan bawah tanah naik terlalu cepat kepermukaaan, gas

nitrogen dan oksigen yang telah larut dalam darahnya dengan tekanan tinggi

akan secara tiba-tiba dilepaskan dalam bentuk gelebung udara pada pembulu

darahnya. Keadaan ini sangat menyakitkan bahlkan dapat mengakibatkan

kematian.

Page 19: Laporan Kimia Dasar II

13

Hukum Henry

Secara kuantitatif pengaruh tekanan pada larutan gas dinyatakan oleh

Hukum Henry yang berbunyi kelarutan gas dalam larutan cair (Cg)

berbanding lurus dengan tekanan gas diatas larutan tersebut.

PgkgCg *=

dimana kg adalah tetapan perbandingan yang disebut tetapan Hukum

Hendry.

TEKANAN UAP LARUTAN

Pembentukan suatu larutan hanya mempunyai sedikit pengaruh

terhasdap sifat kimia dari komponennya. Tekanan uap larutan adalah salah

satu sifat fisik yang dipengaruhi oleh adanya suatu solut. Bila solut yang

akan terdisosiasi dalam suatu solfen seperti elektrolit tidak diikut

sertakan,maka tekanan seimbang yang diberikan oleh uap solfen yang kita

sebut tekanan uap larutan (Plarutan), besarnya sebanding dengan fraksi mol

pelarut dalam larutan.Hubungan ini disebut Hukum Raoult

P larutan = X pelarut x Po

pelarut

Dimana X pelarut adalah fraksi mol solvent dalam larutan.dan Po pelarut adalah

tekanan uap dari solfen murni.

LARUTAN IDEAL DAN NON IDEAL

Pada kenyataannya hanya sesdikit campuran yang benar – benar

mengikuti hokum raoult dari sekian banyak komposisi. Umumnya tekanan

uap larutan yang diukur akan lebih besar atau lebih kecil dari pada perkiraan

hukum raoult. Bila tekanan uapnya lebih besar daripada yang diperkirakan,

dikatakan mempunyai deviasi positif dari hukum Raoult. Bila tekanan

uapnya lebih kecil, larutan memperlihatkan deviasi negative.

Page 20: Laporan Kimia Dasar II

14

TEKANAN OSMOSIS

Osmosis adalah suatu proses dimana suatu solven akan berdifusi dari

larutan yang lebih pekat melalui suatu lapisan tipis yang hanya dapat dilalui

oleh partikel solven tetapi tidak dapat dilalui oleh partikel solute. Lapisan

tipis ini disebut membran semipermiabel. Contoh dari membran ini kertas

perkamen dan beberapa senyawa anorganik seperti gelatin. Fenomena yang

sama disebut dialisis yang terjadi pada dinding sel – sel tanaman dan hewan

yang dapat dilalui oleh air, ion – ion serta molekul kecil, tetapi tidak dapat

dilalui oleh molekul – molekul besar seperti protein. Osmosis adalah salah

satu kasus dari dialisis. Pada suatu proses osmosis ada kecenderungan untuk

menyamakan konsentrasi antara dua larutan yang dihubungkan oleh suatu

membran.

Kecepatan bergeraknya molekul – molekul solven dari konsentrasi

rendah kearah larutan yang konsentrasinya tinggi akan lebih cepat dari arah

sebaliknya. Kemungkinannya disebabkan pada permukaan membran,

konsentarsi solven dilarutan yang lebih encer akan lebih besar. Akan didapat

efek yang sama, bila dua larutan dari solute yang tidak menguap dan

mempunyai konsentrasi yang tidak sama ditempatkan pada suatu wadah

tertutup. Kecepatan penguapan dari larutan yang lebih encer akan lebih

besar daripada larutan yang lebih pekat, tetapi kecepatan kembalinya sama.

1.3. Alat dan Bahan

1.3.1. Alat yang digunakan

a. Burret 50 ml

b. Corong Kaca

c. Beaker Glass 600 ml

d. Thermometer

e. Pengaduk kaca

f. Tabung reaksi

g. Pipet ukur 10 ml

h. Gelas arloji

Page 21: Laporan Kimia Dasar II

15

i. Botol timbangan

j. Erlenmeyer 500 ml

1.3.2. Bahan yang digunakan

a. Aam Oksalat Dihidrat

b. Larutan NaOH baku (2,64) dengan indikator PP

c. Es batu

d. Garam dapur

e. Aquades

1.4. Prosedur Percobaan

1. Membuat larutan asam oksalat jenuh di dalam tabung reaksi yang sedang

pada suhu kamar, dengan cara melarutkan asam oksalat kristal ke dalam

air sampai kristalnya tidak dapat larut.

2. Mencatat suhu larutan, mengambil 20 ml dari larutan dna memasukkan

yang satu ke dalam botol timbangan sampai ketinggian 0,01 ml.

3. Menitrasi 10 ml larutan yang satunya dengan menggunakan larutan

NaOH baku (2,65) dengan indikator PP.

4. Mengulangi tahap 1 s/d 3 tetapi menggunakan es batu pada suhu 2 °C

5. Ulangi tahap 1 s/d 3 dengan suhu yang berbeda (7 °C, 12 °C, 17 °C,

22°C dan 27 °C)

6. Lakukan percobaan pada suhu yang berbeda masing-masing 2 kali

percobaan.

Page 22: Laporan Kimia Dasar II

16

1.5. Tabel Hasil Pengamatan

Dari percobaan yang telah dilakukan didapat hasil percobaan sebagai

berikut:

Tabel 1.2

Hasil Percobaan

Massa

(larutan + botol

timbang) (gr)

Volume NaOH

2,64 N (ml) Suhu

(0C)

I II

Rata – Rata

I II

Rata – Rata

2 22,5422 22,5422 22,5422 3,60 3,65 3,625

7 22,6966 22,6970 22,6968 3,90 3,80 3,850

12 22,6711 22,6713 22,6712 4,15 4,10 4,125

17 22,7805 22,7807 22,7806 4,55 4,50 4,525

22 22,8426 22,8430 22,8428 5,70 5,65 5,675

27 22,8756 22,8760 22,8758 5,95 6,00 5,975

Diketahui massa botol timbang = 12,5270 gram

Perhitungan

� Massa rata –rata dari masing – masing suhu

1. Suhu 20C

m rata – rata = 2

5422,225422,22 grgr + = 22,5422 gram

2. Suhu 70C

m rata – rata = 2

6970,226966,22 grgr + = 22,6968 gram

3. Suhu 120C

m rata – rata = 2

6713,226711,22 grgr + = 22,6712 gram

4. Suhu 170C

m rata – rata = 2

7807,227805,22 grgr + = 22,7806 gram

Page 23: Laporan Kimia Dasar II

17

5. Suhu 220C

m rata – rata = 2

8430,228426,22 grgr + = 22,8428 gram

6. Suhu 270C

m rata – rata = 2

8760,228756,22 grgr + = 22,8758 gram

� Volum rata – rata NaOH 2,64 N dari masing – masing suhu

1. Suhu 20C

V rata – rata = 2

65,360,3 mlml + = 3,625 ml

2. Suhu 70C

V rata – rata = 2

80,390,3 mlml + = 3,850 ml

3. Suhu 120C

V rata – rata = 2

10,415,4 mlml + = 4,125 ml

4. Suhu 170C

V rata – rata = 2

50,455,4 mlml + = 4,525 ml

5. Suhu 220C

V rata – rata = 2

65,570,5 mlml + = 5,675 ml

6. Suhu 270C

V rata – rata = 2

00,695,5 mlml + = 5,975 ml

Page 24: Laporan Kimia Dasar II

18

Tabel 1.3.

Hasil Perhitungan

Suhu

(0C)

V NaOH

rata –

rata (ml)

Normalisasi

asam oksalat

(N)

Molaritas

asam oksalat

(M)

Mol asam

oksalat

(mmol)

W asam

oksalat

(gr)

W

pelarut

(gr)

2 3,625 0,9570 0,4785 4,7850 0,4307 9,6115

7 3,850 1,0164 0,5082 5,0820 0,4574 9,7394

12 4,125 1,0890 0,5445 5,4450 0,4901 9,6811

17 4,525 1,1946 0,5973 5,9730 0,5376 9,7430

22 5,675 1,4982 0,7491 7,4910 0,6742 9,6686

27 5,975 1,5774 0,7857 7,8570 0,7098 9,6660

� 4,629 1,2221 0,61055 6,1055 0,5499 9,6849

Perhitungan

� Perhitungan normalitas asam oksalat

1. Suhu 20C

V NaOH rata – rata = 3,625 ml

N1 . V1 = N2 . V2

N2 = �

��

×

10

625,364,2 mlN= 0,9570 N

2. Suhu 70C

V NaOH rata – rata = 3,850 ml

N1 . V1 = N2 . V2

N2 = �

��

×

10

850,364,2 mlN= 1,0164 N

3. Suhu 120C

V NaOH rata – rata = 4,125 ml

N1 . V1 = N2 . V2

N2 = �

��

×

10

125,464,2 mlN= 1,0890 N

Page 25: Laporan Kimia Dasar II

19

4. Suhu 170C

V NaOH rata – rata = 4,525 ml

N1 . V1 = N2 . V2

N2 = �

��

×

10

525,464,2 mlN= 1,1946 N

5. Suhu 220C

V NaOH rata – rata = 5,675 ml

N1 . V1 = N2 . V2

N2 = �

��

×

10

675,564,2 mlN= 1,4982 N

6. Suhu 270C

V NaOH rata – rata = 5,975 ml

N1 . V1 = N2 . V2

N2 = �

��

×

10

975,564,2 mlN= 1,5774 N

� Perhitungan molaritas

1. Suhu 20C

2

9570,0 N

eq

NM == = 0,4785 M

2. Suhu 70C

2

0164,1 N

eq

NM == = 0,5082 M

3. Suhu 120C

2

0890,1 N

eq

NM == = 0,5445 M

4. Suhu 170C

2

1946,1 N

eq

NM == = 0,5973 M

Page 26: Laporan Kimia Dasar II

20

5. Suhu 220C

2

4982,1 N

eq

NM == = 0,7491 M

6. Suhu 270C

2

5774,1 N

eq

NM == = 0,7857 M

� Perhitungan mol asam oksalat

1. Suhu 20C

n = M . V = 0,4785 M x 10 = 4,7850 mmol

2. Suhu 70C

n = M . V = 0,5082 M x 10 = 5,0820 mmol

3. Suhu 120C

n = M . V = 0,5445 M x 10 = 5,4450 mmol

4. Suhu 170C

n = M . V = 0,5973 M x 10 = 5,9730 mmol

5. Suhu 220C

n = M . V = 0,7491 M x 10 = 7,4910 mmol

6. Suhu 270C

n = M . V = 0,7857 M x 10 = 7,8570 mmol

� Perhitungan massa asam oksalat

1. Suhu 20C

Wasam oksalat = n . BM

Wasam oksalat = mol

gr

ml

mmol90.

1000

785,4�

��

= 0,4307 gram

2. Suhu 70C

Wasam oksalat = n . BM

Wasam oksalat = mol

gr

ml

mmol90.

1000

082,5�

��

= 0,4574 gram

Page 27: Laporan Kimia Dasar II

21

3. Suhu 120C

Wasam oksalat = n . BM

Wasam oksalat = mol

gr

ml

mmol90.

1000

445,5�

��

= 0,4901 gram

4. Suhu 170C

Wasam oksalat = n . BM

Wasam oksalat = mol

gr

ml

mmol90.

1000

9730,5�

��

= 0,5376 gram

5. Suhu 220C

Wasam oksalat = n . BM

Wasam oksalat = mol

gr

ml

mmol90.

1000

491,7�

��

= 0,6742 gram

6. Suhu 270C

Wasam oksalat = n . BM

Wasam oksalat = mol

gr

ml

mmol90.

1000

857,7�

��

= 0,7098 gram

� Perhitungan massa larutan dan massa H2O

1. Suhu 20C

Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang

Wlar = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram

WH2O = Wlar – Wasam oksalat

WH2O = 10,0422 gram – 0,4307 gram = 9,6115 gram

2. Suhu 70C

Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang

Wlar = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram

WH2O = Wlar – Wasam oksalat

WH2O = 10,0422 gram – 0,4574 gram = 9,7394 gram

Page 28: Laporan Kimia Dasar II

22

3. Suhu 120C

Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang

Wlar = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram

WH2O = Wlar – Wasam oksalat

WH2O = 10,0422 gram – 0,4901 gram = 9,6811 gram

4. Suhu 170C

Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang

Wlar = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram

WH2O = Wlar – Wasam oksalat

WH2O = 10,0422 gram – 0,5376 gram = 9,7430 gram

5. Suhu 220C

Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang

Wlar = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram

WH2O = Wlar – Wasam oksalat

WH2O = 10,0422 gram – 0,6742 gram = 9,6686 gram

6. Suhu 270C

Wlar = W (bl + lar.asam oksalat) – Wbotol timbang

Wlar = 22,5422 gram – 12,500 gram = 10,0422 gram

WH2O = Wlar – Wasam oksalat

WH2O = 10,0422 gram – 0,7098 gram = 9,6660 gram

� Perhitungan molalitas solute untuk larutan jenuh (ms)

1. Suhu 20C

ms = n . pelarutW

1000

ms = ��

���

��

gram

mmol

6115,9

1000

1000

7850,4

ms = (4,7850 x 10-3

) . (104,042) = 0,4978 m

Page 29: Laporan Kimia Dasar II

23

2. Suhu 70C

ms = n . pelarutW

1000

ms = ��

���

��

gram

mmol

7394,9

1000

1000

0820,5

ms = (5,0820 x 10-3

) . (104,6757) = 0,5218 m

3. Suhu 120C

ms = n . pelarutW

1000

ms = ��

���

��

gram

mmol

6811,9

1000

1000

4450,5

ms = (5,4450 x 10-3

) . (103,294) = 0,5624 m

4. Suhu 170C

ms = n . pelarutW

1000

ms = ��

���

��

gram

mmol

7430,9

1000

1000

9730,5

ms = (5,9730 x 10-3

) . (102,6378) = 0,6131 m

5. Suhu 220C

ms = n . pelarutW

1000

ms = ��

���

��

gram

mmol

6686,9

1000

1000

4910,7

ms = (7,4910 x 10-3

) . (103,4276) = 0,7748 m

6. Suhu 270C

ms = n . pelarutW

1000

ms = ��

���

��

gram

mmol

6660,9

1000

1000

8570,7

ms = (7,8570 x 10-3

) . (103,4554) = 0,8128 m

Page 30: Laporan Kimia Dasar II

24

Tabel 1.4.

Kelarutan Terhadap Suhu

Suhu (0C) Kelarutan gr/ 100 gr solvent

2 4,4802

7 4,6962

12 5,0616

17 5,5179

22 6,9732

27 7,3152

Perhitungan

� Perhitungan kelarutan asam oksalat (s)

1. Suhu 20C

( ) ( )==

×==

10

802,44

10

904978,0

10

.BMms 4,4802 gram

2. Suhu 70C

( ) ( )==

×==

10

962,46

10

905218,0

10

.BMms 4,6962 gram

3. Suhu 120C

( ) ( )==

×==

10

616,50

10

905624,0

10

.BMms 5,0616 gram

4. Suhu 170C

( ) ( )==

×==

10

179,55

10

906131,0

10

.BMms 5,5179 gram

5. Suhu 220C

( ) ( )==

×==

10

732,69

10

907748,0

10

.BMms 6,9732 gram

6. Suhu 270C

( ) ( )==

×==

10

152,73

10

908128,0

10

.BMms 7,3152 gram

Page 31: Laporan Kimia Dasar II

25

1.6. Pembahasan

Larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom ataupun ion

dari dua zat atau lebih. Larutan jenuh didefinisikan sebagai larutan yang

mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya

kesetimbangan antara zat terlarut yang larut dan yang tidak larut

(Keenan,1992). Adapun faktor yang mempengaruhi kelarutan zat padat

(Underwood, 1990) salah satunya adalah temperatur / suhu. Umumnya

kelarutan akan naik dengan kenaikan suhu, meskipun beberapa hal yang

istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi yang sebaliknya. Dalam beberapa hal

perubahan kelarutan dengan berubahnya suhu dapat menjadi dasar

pemisahan. Berdasarkan data hasil perhitungan kelarutan asam oksalat

terhadap suhu dapat dibuat grafik sebagai berikut :

Grafik 1.1.

Pengaruh suhu terhadap kelarutan

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2 7 12 17 22 27

T (C)

S(g

r/100g

r so

lven

t)

Berdasarkan grafik di atas kita dapat melihat bahwa seiring dengan

meningkatnya suhu maka nilai kelarutan juga semakin besar, itu berarti

bahwa nilai kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh suhu, kelarutan berbanding

Page 32: Laporan Kimia Dasar II

26

lurus dengan kenaikan suhu, sehingga nilai Normalitas asam oksalat,

Molaritas asam oksalat, Mol asam oksalat (mmol), W asam oksalat (gr), dan

W pelarut (gr) juga berbanding lurus dengan peningkatan suhu.

1.7. Kesimpulan dan Saran

1.7.1. Kesimpulan

1. Kelarutan asam oksalat meningkat seiring dengan kenaikan suhu.

2. Setiap satuan konsentrasi kelarutan memiliki perbandingan relatif

dari komponen lainnya.

3. Bila larutan jenuh panas didinginkan, maka kelebihan zat padat

akan mengkristal.

4. Banyaknya zat terlarut yang melarut dalam pelarut yang

banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh

disebut kelarutan zat terlarut, dimana biasanya dinyatakan dalam

gram zat terlarut per 100 gram pelarut pada temperatur tertentu.

5. Semakin tinggi suhu pelarut, maka semakin banyak pula volume

solute yang dapat terlarut.

6. Semakin tinggi suhu pelarut, maka semakin banyak pada jumlah

mol asam oksalat yang terlarut.

7. Suatu kelarutan dipengaruhi oleh molalitas suatu larutan dan juga

berat molekul dari larutan itu sendiri.

8. Semakin tinggi suhu yang digunakan, semakin besar kelarutan

yang terjadi pada suatu larutan

9. Semakin besar berat molekul suatu larutan, semakin besar pula

jumlah mol yang dihasilkan oleh larutan tersebut

Page 33: Laporan Kimia Dasar II

27

1.7.2. Saran

1. Pada saat sebelum melakukan percobaan praktikum diharapkan

alat – alat praktek disiapkan dengan baik dan benar sesuai dengan

percobaan praktikum dan dalam kondisi bersih.

2. Saat melakukan percobaan praktikum diharapkan harus teliti dan

mengikuti prosedur percobaan yang telah disiapkan.

3. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, sebaiknya lakukan

pengulangan pada percobaan.

1.8. Lampiran

Daftar Notasi

No. Lambang Keterangan Satuan

1. ∆ H DS Panas pelarutan

differensial mol

J

2. BM Berat molekul

relatif mol

gr

3. m Molalitas solventgr

mol1000

4. N Normalitas L

grek

5. S Kelarutan solventgr

gr100

6. T Temperatur K

7. Wbt Massa botol gr

8. WH2O Massa pelarut gr

9. Wlar Massa larutan gr

Page 34: Laporan Kimia Dasar II

28

Gambar – Gambar Alat Yang digunakan

Buret 50 ml Corong Kaca

Beaker Glass Thermometer

Pengaduk Kaca Pipet Tetes

Timbangan Elenmeyer

Page 35: Laporan Kimia Dasar II

29

BAB II

DENSITY

2.1. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah mengukur dan menghitung densitas

padatan kristal zat yang tidak larut pada air.

2.2. Teori Dasar

Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda.

Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa

setiap volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa

dibagi dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis

lebih tinggi (misalnya besi) akan memiliki volume yang lebih rendah

daripada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah

(misalnya air). Satuan SI massa jenis adalah kilogram per meter kubik

(kg·m-3

). Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki

massa jenis yang berbeda. Dan satu zat berapa pun massanya berapa pun

volumenya akan memiliki massa jenis yang sama.

Rumus untuk menentukan massa jenis adalah

V

m=ρ

Dimana : � adalah massa jenis

m adalah massa zat

v adalah volume

Molekul-molekul zat padatan tersusun sangat rapat apabila

dibandingkan dengan molekul pembentuk zat cair ataupun gas. Zat memiliki

volume dan bentuk tertentu yang cenderung tetap. Molekul-molekul zat juga

mengalami gerakan namun sangat terbatas. Gas dan cairan mempunyai gaya

tarik yang lebih rendah dibandingkan spesi-spesi penyusun padatan, spesi

Page 36: Laporan Kimia Dasar II

30

penyusun padatan seperti atom, molekul atau ion, relatif sangat kuat

sehingga spesi-spesi tersebut juga terikat dengan ikatan yang relatif sangat

kuat. Hal ini menyebabkan suatu padatan mempunyai volume dan bentuk

yang relatif tetap, dan hampir tidak dapat dimampatkan kecuali dengan

tekanan yang besar.

Berdasarkan pada susunan spesi terkandung di dalam padatan. Padatan

ada 2 macam yaitu padatan amorf dan padatan kristalin. Padatan kristalin

mempunyai susunan spesi yang teratur dalam tiga dimensi sedangkan

padatan amorf mempunyai susunan spesi yang tidak teratur.

A. Padatan kovalen

Dalam padatan kovalen atom-atom dihubungkan satu sama lain oleh

ikatan kovalen yang membentuk struktur tiga dimensi. Unsur bukan

logam membentuk sumber utama dari contoh seperti karbon, silikon, dan

silikon karbit.

B. Padatan Ionis

Dalam padatan ionis, konstituennya adalah ion positif dan negatif. Ion

ini disatukan oleh gaya elektrostatis yang memberikan kenetralan listrik

secara keseluruhan. Padatan ion mempunyai titik leleh dan titik didih

yang sangat tinggi karena ikatan yang sangat kuat antara ion-ion seluruh

kristal dan mempunyai daya hantar listrik yang buruk karena elektron

terikat sangat kuat baik positif maupun negatif.

C. Padatan Molekuler

Konstituen utama dari molekuler adalah molekul, tetapi dapat pula

berupa atom dari gas yang langka. Molekul disatukan oleh gaya lemah

yang disebut gaya Van Der Waals.

D. Padatan Logam

Kebanyakan unsur dalam tabel susuna berkala adalah logam, dan

kristal dari logam ini terdiri dari satuan sel kubik rapat maupun satuan

Page 37: Laporan Kimia Dasar II

31

sel heksagonal yang tersusun rapat. Kristal adalah padatan dengan

susunan atom atau molekul teratur, sedangkan amorf sebaliknya. Kristal

memiliki struktur yang bermacam-macam seperti kun\bik, tetragonal,

oktagonal, rombohedral.

Densitas didefenisikan sebagai massa per satuan volume. Satuan

yang digunakan umumnya (lb/ft3) atau (gram/cm

3). Spesific Gravity

(SG) adalah perbandingan antara densitas dari zat terhadap densitas dari

referensi atau dapat dituliskan � / �ref. Untuk padatan dan cairan zat

referensi umumnya ialah air pada suhu 4°C. Untuk kebanyakan kerja

teknik, spesifik gravity dapat diberikan mempunyai nilai yang sama

dengan harga density, tetapi spesifik gravity tidak mempunyai dimensi.

Bulk (apparent) density (�b) ialah total massa per satuan total volum.

Sebagai contoh true density dari quartz adalah 2,65 gr/cm3, tetapi pasir

quartz bermassa 2,65 gram dapat mempunyai total atau bulk volum 2

cm3 dan mempunyai bulk density �b sebesar 1,33 gram/cm

3.

Bulk density termasuk sifat intrinsik dari zat karena sifat ini

bervariasi dengan ukuran distribusi partikel dan lingkungannya.

Porositas dari padatan itu sendiri dari material yang berongga atau

berpori juga mempengaruhi bulk density. Untuk material yang tidak

berpori true density (�) sama dengan bulk density (�b).

Sifat ekstensif zat adalah sifat zat yang dipengaruhi oleh jumlah

dari zat yang terkandung misalnya volum dan massa, sedangkan sifat

intrinsik zat adalah sifat yang tidak dipengaruhi oleh jumlah materi

penyusunnya misalnya suhu, tekanan dan densitas.

Massa jenis padatan kristal dapat dihitung dari berat padatan kristal

dibagi dengan volum sel. Massa jenis ini didefenisikan sebagai :

�s = Ws / Vs ..................................................................................................... (1)

Dimana : � adalah densitas kristal, Ws adalah berat kristal dan Vs adalah

volume kristal.

Penggunaan picnometer yang diketahui volumenya dan kemudian

ditimbang dalam keadaan kosong, setelah itu dilanjutkan dengan

Page 38: Laporan Kimia Dasar II

32

menimbang sample dari zat padat yang telah dipelajari. Perbedaanya

akan memberikan berat padatan (Ws). Akhirnya picnometer yang sudah

diisi dengan padatan ditambahkan dengan liquid yang telah diketahui

berdasarkan perbedaannya. Selama volume total dari picnometer

diketahui, kemudian dapat menghitung volum solid (Vs) yang ditempati

oleh solid.

Perhitungan sample solid (zat padat) diperoleh :

Ws = W2 – W1 .............................................................................................. (2)

Dimana : W1 adalah berat picnometer kosong, W2 adalah berat dari

picnometer kosong ditambahkan dengan berat sample padatan.

Berat air yang terdapat dalam picnometer W1 adalah :

W1 = W3 – W1 ............................................................ (3)

Dimana W3 adalah berat picnometer ditambah dengan berat sample dan

berat air. Jika dinsitas cairan (air) ditunjukkan berdasarkan persamaan

(3) dimana volume sample solid diberikan :

Vs = V – VL = (�1V + W2 – W3 / �1) .......................... (4)

Dimana V adalah volume total dari picnometer. Dari persamaan (1), (2)

dan (4), kita akan memperoleh persamaan baru sebagai berikut :

�s = (Ws / Vs) = (�1 (W2 – W1) / �1V + W2 – W3) ..... (5)

nilai V dan �1 penting diketahui untuk menentukan W1, W2, dan W3

yang bertujuan untuk menghitung densitas solid.

Biasanya pada perhitungan tidak selamanya akan tepat 100 % karena

adanya efek gelembung udara pada picnometer pada saat penimbangan.

Dibandingkan dengan penimbangan pada saat vakum, kita dapat

menggunakan rumus sederhana yang diberikan oleh Baurer untuk

mengkoreksi hasil akhir perhitungan. Rumus ini memberikan densitas

yang terkoreksi (�) yaitu :

P* = � + 0,0012 [1 – (� / �1)] ...................................... (6)

Menurut persamaan (5) ketidaksamaan dalam � akan bergantung pada

ketidakpastian pada setiap lima variable, bagaimanapun juga nilai dari

�1 diketahui dari enam perhitungan penting dan ketidakpastian dapat

Page 39: Laporan Kimia Dasar II

33

diabaikan jika dibandingkan dengan variable lain. Dengan ini kita dapat

mengembangkan perlakuan pengembangan kesalahan dengan

mengambil referensial dari kedua ruas persamaan (5) kita peroleh

persamaan :

Kita catat bahwa persamaan (dW2 – dW1) lebih kecil dari pada (dW2 –

dW3 + �1dV) dalam substansi nilai kesalahan untuk diferensial dan juga

(W2 – W1) kira-kira lima kali nilai dari (W2 – W3 + �1dV).

Jadi sangat dimungkinkan untuk mengabaikan suku pertama ruas kanan

persamaan (7) untuk mendapatkan pendekatan ketidakpastian

perhitungan. Kadi limit error pada �, �(�) didekati dengan :

Dimana �(W2), �(W3) dan �(V) adalah limit kesalahan dalam masing-

masing kuantitas W2, W3 dan V. kita dapat mengambil batas yang

beralasan untuk kesalahan �(W2) = 0,001 gram dan �(W1) = 0,002 gram.

Nilai tertinggi untul �(W3) meliputi kegagalan memperoleh nilai

sebenarnya dari pengisian pecnometer dengan air. Untuk �(V) kita ambil

0,004 cm3, nilai ini diberikan instruktur.

Nilai yang didapat untuk dua sample menyimpang dari rata-rata

ditunjukkan limit dari kesalahan. Bagaimana juga perbedaan yang jauh

lebih besar dari pada itu harus mempertimbangkan fakta bahwa

kontribusi dari setiap kesalahan dalam V adalah sama dalam kedua

pengerjaan. Berdasarkan bahwa material yang dipelajari mungkin tidak

homogeny, jadi untuk menghasilkan dua sample yang sedikit perbedaan

densitasnya, kita menduga kemungkinan pecah atau celah tidak dapat

dimasuki liquid terdapat pada sample I, atau dalam dua sample dalam

tingkatan berbeda. Pada asumsi ini terbesar akan ditempatkan pada nilai

yang tertinggi, kita namakan sample II, meskipun dasar dari hasil untuk

dua sample tidak terdapat bukti internal bahwa sample II dengan literatur

adalah memuaskan, tetapi pada umumnya indikasi terbaik dari kenyataan

akan sangat baik persetujuan hasil untuk beberapa sample.

Persamaan (8) dan (9) menunjukan bahwa kontribusi terbesar

untuk keseluruhan kesalahan datang dari ketidakpastian volume dari

Page 40: Laporan Kimia Dasar II

34

picnometer. Ketelitian eksperimen menunjukkan bahwa mengukur berat

picnometer yang diisi dengan air saja, nilai v yang lebih baik dapat

diperoleh. Ini dapat mempengaruhi ketidakpastian densitas tetapi tidak

meningkatkan persetujuan di antara dua sample.

Dimana :

Massa air = W1 – W

Maka massa jenis padatan dapat diperoleh dengan persamaan :

Ps = [Ws / (W1 –W) ]

E. Metode Flotasi

Metode ini memakai campuran 2 larutan yang dapat larut. Untuk kristal

organic polar yang tidak mengandung komponen yang lebih ringan dari

oksigen, hidrokarbon ringan seperti kerosin (� = 0,79 gram/cm3 pada T =

25°C) dan Methylen Iodida (� = 3,32 gram/cm3 pada T = 25°C) dan

biasanya mempunyai nilai yang memuaskan.

2.3. Alat dan Bahan

2.3.1. Alat yang digunakan

a. 1 buah picnometer 10 ml

b. 1 nuah beaker glass 600 ml

c. 1 buah pipet tetes

d. Thermometer

2.3.2. Bahan yang digunakan

a. Padatan kristal

b. Aquades

Page 41: Laporan Kimia Dasar II

35

2.4. Prosedur Percobaan

A. Standarisasi

1. Menimbang picnometer kosong dan mencatat beratnya (W1)

2. Mengisi picnometer dengan air, mengatur agar tidak terdapat

gelembung udara dan menimbangnya (W0)

3. Menentukan suhu air

4. Menghitung volume picnometer dengan menggunakan air pada suhu

yang telah diketahui

B. Menimbang massa padatan dan menghitung densitasnya

1. Menimbang picnometer dengan padatan dan mencatat beratnya (W2)

2. Menimbang picnometer dengan padatan dan air dan mencatatnya

(W3)

3. Menghitung densitas padatan dengan rumus :

( )

321

121

WWV

WW

V

W

s

s

s−+

−==

ρ

ρθ

4. Menghitung error limit

( )[ ])()()()1( 3

2

2

222

1

321

22

WrWrVrWWV

r ++−+

= ρρ

ρ

Catatan :

Padatan yang digunakan adalah air

Page 42: Laporan Kimia Dasar II

36

2.5. Tabel Hasil Pengamatan

Tabel 2.1.

Hasil standarisasi volume piknometer

W0 pikno kosong + air Piknometer

1 2 3

W0 pikno kosong + air 22,1236 22,1230 22,1216

W1 pikno kosong 11,9184 11,9180 11,9177

Perhitungan

� W0 rata – rata = =++

3

1216,221230,221236,2222,1227 ml

� W1 rata – rata = =++

3

9177,119180,119184,1111,9180 ml

Tabel 2.2.

Hasil penimbangan piknometer 10 ml dengan kristal batu kapur (CaCO3) 10 mesh

Run W1 W2 W3

1 11,9184 14,4184 24,6236

2 11,9180 14,418 24,6230

3 11,9177 14,4177 24,6216

Perhitungan

� W1 rata – rata = 3

9177,119180,119184,11 ++ = 11,9180 ml

� W2 rata – rata = 3

4177,14418,144184,14 ++ = 14,4180 ml

� W3 rata – rata = 3

6126,246230,246236,24 ++ = 24,6197 ml

Page 43: Laporan Kimia Dasar II

37

Tabel 2.3.

Hasil Perhitungan standarisasi volume piknometer

Piknometer W0 rata -

rata

W1 rata - rata Wair Vp

10 ml 22,1227 11,9180 10,2047 10,2461

airρ = 0,99596 gr/ml

Perhitungan

� W0 rata – rata = 3

1216,221230,221236,22 ++ = 22,1227 ml

� W1 rata – rata = 3

9177,119180,119184,11 ++ = 11,9180 ml

� Wair rata – rata = W0 – W1 = 22,1227 – 11,9180 = 10,2047 gr

� Vair = air

airW

ρ=

99596,0

2047,10 = 10,2461 ml

� )6197,244180,14(1099596,0

)9180,11418,14(99596,0

)(

)(

32

12

−+×

−=

−+

−=

WWV

WW

ρ

ρθ

= 2421,0

4899,2

2017,109596,9

4899,2

−=

−= - 10,2846 gr/ml

2.6. Pembahasan

Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin

tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap

volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi

dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih

tinggi (misalnya besi) akan memiliki volume yang lebih rendah daripada

benda bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah (misalnya

air). Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa

jenis yang berbeda.

Page 44: Laporan Kimia Dasar II

38

Dalam satu zat berapa pun massanya berapa pun volumenya akan

memiliki massa jenis yang sama. Misalnya air, massa jenisnya adalah 1

gram/cm3. Selain karena angkanya yang mudah diingat dan mudah dipakai

untuk menghitung, maka massa jenis air dipakai perbandingan untuk rumus

ke-2 menghitung massa jenis, atau yang dinamakan 'Massa Jenis Relatif'.

Rumus massa jenis relatif = Massa bahan / Massa air yang volumenya

sama.

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan terhadap data yang diperoleh

didapatkan nilai densitas dari CaCO3 sebesar -10,2846 gr/ml. Untuk

menghitung densitas CaCO3 menggunakan rumus :

)(

)(

32

12

WWV

WW

−+

−=

ρ

ρθ

Pada data di atas didapat density bernilai negatif, hasil ini sangatlah tidak

masuk akal. Setelah diteliti ternyata data hasil praktikum yang diperoleh

adalah salah, pada data yang ada Vair adalah sebesar 10,2461 ml sementara

Vpicnometer hanya 10 ml, ternyata volume air lebih besar dari pada volume

picometer, itu merupakan hal yang kurang wajar. Hal ini terjadi mungkin

karena kurang telitinya praktikan dalam mencatat data saat praktikum, atau

dapat juga disebabkan karena kecerobohan praktikan dalam menjalankan

praktikum.

2.7. Kesimpulan dan Saran

2.7.1. Kesimpulan

Dari percobaan penentuan densitas kristal padat ini diperoleh

kesimpulan sebagai berikut :

1. Densitas kristal padat dipengaruhi oleh ukuran kristal tetapi tidak

dipengaruhi oleh banyaknya kristal.

2. Volume picnometer berbanding terbalik terhadap harga densitas.

3. Densitas CaCO3 adalah -10,2846 gr/ml.

Page 45: Laporan Kimia Dasar II

39

2.7.2. Saran

1. Pada saat sebelum melakukan percobaan praktikum diharapkan

alat – alat praktek disiapkan dengan baik dan benar sesuai dengan

percobaan praktikum dan dalam kondisi bersih.

2. Saat melakukan percobaan praktikum diharapkan harus teliti dan

mengikuti prosedur percobaan yang telah disiapkan.

3. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, sebaiknya lakukan

pengulangan pada percobaan.

2.8. Lampiran

Daftar Notasi

W0 = Berat piknometer dan air , gr

W1 = Berat piknometer kosong , gr

W2 = Berat piknometer dan kristal padat , gr

W3 = Berat piknometer dan kristal padat serta air , gr

θ = Densitas kristal padat , g/ml

r = Error limit/batas kesalahan

ρ = Densitas air , g/ml

V = Volume piknometer , ml

Page 46: Laporan Kimia Dasar II

40

Gambar - Gambar Alat Yang Digunakan

Picnometer Beaker Glass

Pipet Tetes Thermometer

Page 47: Laporan Kimia Dasar II

41

BAB III

SEDIMENTASI

3.1. Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk menghitung kecepatan sedimentasi suatu

suspensi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi, gaya drag dan gaya apung

dengan metode grafik.

3.2. Teori Dasar

Sedimentasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk memisahkan atau

mengendapkan zat-zat padat atau tersuspensi non koloidal dalam air.

Pengendapan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Cara yang

sederhana adalah dengan membiarkan padatan mengendap dengan sendirinya.

Setelah partikel partikel mengendap maka air yang jernih dapat dipisahkan dari

padatan yang semula tersuspensi di dalamnya.

Cara lain yang lebih cepat dengan melewatkan air pada sebuah bak

dengan kecepatan tertentu sehingga padatan terpisah dari aliran air tersebut dan

jatuh ke dalam bak pengendap. Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat

di air tergantung pada berat jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan

kecepatan aliran dalam bak pengendap. Pada dasarnya terdapat dua jenis alat

sedimentasi yaitu jenis rectangular dan jenis circular.

Sedimentasi adalah suatu proses pemisahan suspensi dengan cara

pengendapan sehingga cairan bening dan slurry yang kandungan padatannya

lebih tinggi. Beberapa metode pemisahan mekanik didasarkan pada gerakan

partikel solid atau liquid dalam suatu fluida. Fluida tersebut dapat berupa gas

atau liquid, baik mengalir maupun diam. Pemilihan metode yang digunakan

dalam proses pemisahan partikel solid dan liquid didasarkan pada jenis

solid, perbandingan solid dengan liquid di dalam campuran, viskositas

larutan dan faktor-faktor lain.

Page 48: Laporan Kimia Dasar II

42

Zz

Pada metode settling dan sedimentasi, partikel-partikel solid

dipisahkan dari fluida oleh gaya gravitasi yang bekerja pada partikel dengan

bermacam-macam ukuran dan densitas. Sedangkan pada metode pemisahan

sentrifugal, partikel-partikel solid dipisahkan oleh gaya sentrifugal yang

bekerja pada partikel-partikel tersebut. Metode settling dan sedimentasi

banyak diterapkan untuk mengambil atau memisahkan solid dari limbah

cair, mengendapkan lumpur dari mother liquor, memisahkan makanan

bentuk solid dari makanan cair, memisahkan slurry dari proses leaching

keldelai, dan lain-lain.

Sebagian besar proses settling dan sedimentasi bertujuan untuk

memindahkan partikel dari aliran fluida sehingga fluida tersebut bersih dari

partikel-partikel kontaminan. Pada proses yang lain partikel diambil sebagai

produk, seperti recovery fase tersispersi dalam ekstraksi liquid-liquid. Selain

itu partikel juga dapat disuspensikan dlam fluida sehingga partikel-partikel

tersebut dapat dipisahkan dalam ukuran atau densitas yang berbeda.

Mekanisme sedimentasi dan Teori gerakan melalui fluida

Mekanisme sedimentasi ni dapat digambarkan dari pengamatan tes selama

pengendapan secara batch dari suatu slarry dalam sebuah silinder gelas.

(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 3.1.

Proses batch sedimentasi

Keterangan gambar 3.1. :

A : daerah liquida yang jernih

B : daerah liquida dengan konsentrasi yang uniform

Page 49: Laporan Kimia Dasar II

43

C : daerah liquida dengan distribusi ukuran yang berbeda dan

konsentrasi yang uniform

D : daerah liquida yang terdiri dari partikel-partikel yang lebih berat

dan lebih cepat mengendapnya

1. Pada gambar 3.1. (a) menunjukkan suspense yang terdistribusi secara

seragam di dalam zat cair dalam keadaan siap mengendap. Kedalaman

total suspense itu adalah Z0. Jika tidak terdapat pasir di dalam

campuran itu, zat padat yang pertama menampakkan diri adalah

endapan pada dasar bejana pengendapan yang terdiri dari flok yang

berasal dari bagian bawah campuran.

2. Pada gambar 3.1. (b) zat padat yang berupa flok membentuk suatu

lapisan yang dinamakan daerah D. Di atas daerah D itu terbentuk lagi

lapisan lain, yaitu daerah C yang merupakan lapisan transisi dimana

kandungan zat padatnya bervariasi dari yang seperti pulpa asal sampai

seperti di dalam daerah D. Di atas daerah C yang terdapat daerah B

yang terdiri dari suspense homogeny yang konsentrasinya sama

dengan pulpa asal. Di atas daerah B terdapat daerah A yang merupakan

lapisan liquid yang jernih. Pada pulpa yang berflokulasi dengan baik,

batas antara daerah A dan B itu tajam. Tetapi jika terdapat partikel

yang tidak dapat mengendap, daerah A menjadi keruh dan batas antara

daerah A dan B kabur.

3. Pada gambar 3.1. (c), menunjukkan bahwa selama berlangsungnya

pengendapan, kedalaman daerah A dan D bertambah, sedangkan total

daerah C tetap dan daerah B berkurang.

4. Pada gambar 3.1. (d), menunjukkan bahwa setelah pengendapan

selanjutnya, daerah B dan C hilang dan seluruh zat padat itu akan

Page 50: Laporan Kimia Dasar II

44

berkumpul pada daerah D, kemudian terjadi suatu pemampatan

(compression) dimana pemampatan itu bermula disebut titik kritis.

5. Pada gambar 3.1. (e), menunjukkan pemampatan sebagian dari zat cair

yang ikut bersama flok ke dalam daerah D akan terpress keluar jika

bobot endapan itu menghancurkan struktur flok. Selama pemampatan

itu berlangsung, sebagian zat cair di dalam flok itu menyembur keluar

dan ketebalan daerah ini akan berkurang. Akhirnya, jika bobot zat

padat itu telah mencapai kesetimbangan mekanik dengan kekuatan

tekanan flok, proses pengendapan itu akan berhenti. Pada saat ini,

lumpur tersebut sudah mencapai tinggi akhirnya.

“Keseluruhan proses yang terlihat pada gambar 3.1. dinamakan sedimentasi.”

Teori Gerakan Partikel Melalui Fluida

Ketika partikel bergerak melalui fluida, sejumlah gaya akan bekerja pada

partikel. Terdapat tiga gaya utama yang bekerja pada partikel, yaitu:

1. Gaya Gravitasi (Fg)

Gaya yang ditimbulkan akibat gaya gravitasi bumi yang besarnya

dinyatakan dalam persamaan:

Fg = m . g ......................................... (1)

2. Gaya Apung (Fh)

Gaya ini arahnya sejajar dengan gaya gravitasi, tetapi mempunyai arah

yang berlawanan. Jika partikel yang jatuh dianggap mempunyai massa

(m) sebesar kg dengan kecepatan (v) m / dtk, densitas ( ρ p) km/m3,

densitas fluida ( ρ ) km / m3 dan Vp adalah volum partikel, maka besar

gaya apung yang bekerja pada partikel adalah:

gVgm

F p

p

b ....

ρρ

ρ== …………………(2)

Page 51: Laporan Kimia Dasar II

45

3. Gaya Drag (FD)

Gaya ini terjadi jika ada gerakan antara fluida dan partikel dan bekerja

melawan arah gerakan dari partikel serta sejajar arah gesekan, tetapi

berlawanan arah dengan gaya gravitasi. Harga drag force sebanding

dengan kecepatan (v2 / 2). Harga ini dilipatkan dengan densitas fluida

dan luas permukaan partikel yang terproyeksi pada arah gerakan

partikel. Harga drag force dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut:

Av

CF dD .2

2

ρ= …………………….(3)

Dimana Cd adalah koefisien drag (tidak bersedimentasi)

FD FB

FG

Gambar 3.2.

Gaya – gaya yang bekerja dalam suatu partikel di dalam fluida

Berdasarkan ada tidaknya pengaruh terhadap jatuhnya suatu

partikel yang akan mengendap, mekanisme sedimentasi dibagi menjadi

dua bagian, yaitu:

1. Free Settling

Peristiwa ini juga terjadi jika jarak antara partikel dan jarak antara

dinding silinder dengan partikel cukup jauh sehingga

mempengaruhi proses jatuhnya partikel dalm suatu fluida.

Gaya total yang terdapat dalam partikel adalah sebagai berikut:

F = Fg – Fb – Fd……………………(4)

Page 52: Laporan Kimia Dasar II

46

Gaya total ini sama dengan gaya yang bekerja pada partikel, yang

mempercepat partikel, sehingga persamaan diatas menjadi:

m . (dv / dt) = Fg – Fb – Fd……..…….(5)

Partikel yang jatuh akan menjalani gerakan dipercepat dan

akhirnya mengalami gerakan dengan percepatan konstan, dimana

periode jatuhnya partikel merupakan hal yang sangat penting. Jika

kita masukkan harga ini dari masing – masing persamaan gaya

pada persamaan yang terakhir dengan keadaan kecepatan dv / dt =

0.

2. Hindraed Settling

Hindraed terjadi akibat adanya gerakan partikel dalam fluida

tergantung oleh partikel lain dan oleh dinding tabung karena jarak

antara partikel dengan dinding tabung berdekatan. Koefisien drag

dalam hal ini lebih besar dari free settling karena adanya partikel –

partikel satu sama lain.

Peralatan yang terdapat dalam settling dan sedimentasi, yaitu:

1. Simple Gravity Settling Tank

Alat ini digunakan untuk memindahkan fase liquid terdispersi

oleh settling ke fase yang lain. Kecepatan secara horizontal ke

kanan harus cukup lambat mengikuti waktu dari droplets kecil

agar naik dari bawah ke permukaan atau dari bawah ke

permukaan dan menjadi satu.

2. Peralatan untuk Klasifikasi

Klasifikasi tipe sederhana adalah salah satu dari tangki

berukuran besar yang dibagi menjadi beberapa daerah. Liquid

slurry yang masuk tangki mengandung range ukuran partikel

padat. Kecepatan linear feed masuk meningkatkan sebagai hasil

perluasan dari luas daerah pada saat masuk.

Page 53: Laporan Kimia Dasar II

47

3. Spitzkasten Classifier

Type lain dari gravitasi settling chamber adalah spitzkasten

yang terdiri dari tabung seri berbentuk kerucut yang

diameternya meningkat searah dengan aliran.

4. Sedimentasi Thickner

Dalam skala industry, proses settling dilakukan pada sebuah

thickner yang disebut dengan continous thickner. Pada

umumnya, thickner dilengkapi dengan pengaduk radial yang

digerakkan dengan lambat dari suatu proses sentral. Lengan –

lengan pengaduk Lumpur secara perlahan – lahan dan

mengumpilkannya ke tengah sehingga dapat mengalir ke dalam

bukaan besar yang bermuara pada pipa masuk pompa Lumpur.

Gambar 3.3.

Skema alat continous thickner

Terdapat tiga daerah utama dalam continous thickner, yaitu

daerah klasifikasi dimana liquid jernih keluar sebagai aliran

overflow, daerah suspension settling dan daerah pemekatan

dimana sludge dipisahkan sebagai underflow.

Page 54: Laporan Kimia Dasar II

48

Untuk menentukan luas penampang thickner dan kedalaman-

nya diperlukan data – data dari daerah batch settling. Daerah

suspension settling adalah ekivalen dengan daerah B dan C

pada batch settling. Luas penampang thickner harus cukup

untuk menyediakan kapasitas suspension settling seperlunya

pada semua tingkatan konsentrasi partikel. Luas ini dapat

dihitung dari konsentrasi yang berbeda dan hubungannya

dengan laju pengendapan, daerah minimum pengendapan pada

thickner. Dalam industry, alat continous thickner dipergunakan

untuk waste water treatment.

Besarnya kecepatan pengendapan tergantung pada beberapa

factor, yaitu:

1. Konsentrasi

Jika konsentrasinya semakin besar maka drag force juga

semakin besar. Drag force atau gaya seret ini bekerja pada

arah yang berlawanan dengan gerakan partikel dalam

fluida. Gaya seret ini disebabkan oleh adanya transfer

momentum yang arahnya tegak lurus permukaan partikel

dalam bentuk gesekan. Maka dengan adanya drag force

yang arahnya berlawanan dengan arah partikel ini akan

menyebabkan gerakan partikel menjadi lambat. Dengan

adanya kenaikan konsentrasi akan menurunkan kecepatan

pengendapan.

2. Ukuran Partikel

Ukuran partikel berpengaruh langsung terhadap diameter

partikel. Sedangkan kecepatan pengendapan berbanding

terbalik dengan diameter partikel. Hal ini disebabkan

karena adanya gaya angkat yang dialami oleh partikel

semakin besar dengan bertambah besarnya luas permukaan

sehingga kecepatan pengendapan semakin menurun.

Page 55: Laporan Kimia Dasar II

49

3. Jenis Partikel

Setiap partikel dari jenis yang berbeda akan mempunyai

densitas yang berbeda pula. Sedangkan densitas partikel

berpengaruh langsung pada besarnya kecepatan

pengendapan. Sedangkan kecepatan pengendapan

berbanding lurus dengan densitas partikel. Dimana semakin

besar densitas partikel, maka semakin besar pula kecepatan

pengendapannya.

3.3. Alat dan Bahan

3.3.1. Alat yang digunakan

a. Gelas kimia

b. Stopwatch

c. Pengaduk

d. Ayakan

e. Picnometer

f. Neraca Analytic

g. Beaker glass

3.3.2. Bahan yang digunakan

a. Air

b. CaCO3

3.4. Prosedur Percobaan

a. Menghitung densitas partikel CaCO3

b. Menentukan ukuran partikel CaCO3 dan yang akan dipelajari pada

percobaan sedimentasi ini akan menggunakan ayakan 10 mesh.

c. Menimbang 10 dan 25 gram partikel CaCO3

d. Memasukkan partikel yang sudah ditimbang tersebut ke dalam gelas

ukur berisi air sampai volumenya 100 ml dan pengaduknya hingga rata

e. Mencatan tinggi suspensi awal di dalam gelas ukur sebagai Zo

Page 56: Laporan Kimia Dasar II

50

f. Mencatat tinggi batasan lapisan tiap 1 menit sekali dan melanjutkan

sampai batas lapisan konstan Z.

Diagram Alur Percobaan

Menghitung densitas partikel – partikel BE dan CaCO3.

Melakukan pengayakan untuk ukuran 10 dan 20 mesh

pada masing – masing partikel.

Menimbang 25 gram dan 10 gram partikel CaCO3 untuk

masing – masing ukuran.

Memasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml, serta menambahkan

air ke dalam gelas ukur sampai volumenya 100 ml.

Mencatat tinggi batas lapisan suspensi awal di dalam gelas ukur (Z0)

setiap 1 menit sekali dan melanjutkan sampai tinggi batas lapisan

hamper konstan (Z).

Page 57: Laporan Kimia Dasar II

51

3.5. Tabel Hasil Pengamatan

Dari percobaan yang telah dilakukan, hasil yang didapatkan antara lain :

Tabel 3.1

CaCO3 sebanyak 25 gram pada tabung reaksi

Waktu (t)

( menit )

Tinggi (x)

( cm )

Kecepatan (v)

( cm/menit )

1 13 3,4

2 11,3 1,7

3 10,3 1

4 9,7 0,6

5 9 0,7

6 8,5 0,5

7 8,1 0,4

8 7,6 0,5

9 7,2 0,4

10 7 0,2

11 6,9 0,1

12 6,8 0,1

13 6,65 0,15

14 6,6 0,05

15 6,55 0,05

16 6,5 0,05

17 6,5 0

18 6,5 0

19 6,5 0

20 6,45 0,05

21 6,4 0,05

22 6,4 0

23 6,4 0

24 6,4 0

25 6,4 0

26 6,4 0

Page 58: Laporan Kimia Dasar II

52

� Perhitungan

==++

=�

=26

10

26

... 261 vv

n

vv 0,3846 cm/menit

Tabel 3.2

CaCO3 sebanyak 10 gram pada tabung reaksi

Waktu (t)

( menit )

Tinggi (x)

( cm )

Kecepatan (v)

( cm/menit )

1 Tidak tampak -

2 Tidak tampak -

3 2,1 3,23

4 1,9 0,2

5 1,8 0,1

6 1,8 0

7 1,8 0

8 1,8 0

9 1,8 0

10 1,8 0

� Perhitungan

==++

=�

=8

53,3

8

... 103 vv

n

vv 0,4413 cm/menit

3.6. Pembahasan

Sedimentasi adalah suatu proses pemisahan suspensi dengan cara

pengendapan sehingga cairan bening dan slurry yang kandungan padatannya

lebih tinggi. Pengendapan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gaya

gravitasi. Cara yang sederhana adalah dengan membiarkan padatan mengendap

dengan sendirinya. Setelah partikel partikel mengendap maka air yang jernih

dapat dipisahkan dari padatan yang semula tersuspensi di dalamnya.

Dalam percobaan pengamatan praktikum, dapat kita lihat bahwa pada

bahan – bahan yang terdiri dari air dan kapur ( CaCO3 ). Saat memasukan bahan

Page 59: Laporan Kimia Dasar II

53

ke dalam gelas ukur terlebih dahulu CaCO3 kemudian dilanjutkan dengan

memasukkan air hingga sampai ketinggian 100 ml. Kemudian menggunakan

pengaduk untuk mencampurkan larutan tersebut hingga sampai rata tercampur

rata dengan air.

Setelah diaduk dengan rata menggunakan pengaduk kemudian

menggunakan stopwatch harus diperhatikan setiap 1 menit harus dicatat tinggi

batasan suspense awal sampai batas lapisan konstan Z. Dapat kita ketahui

apabila dari awal kita salah menimbang CaC03 ( kapur ) untuk melakukan

praktikum sesuai dengan prosedurnya pada saat mencatat waktu setiap 1 menit

akan memerlukan waktu yang lama sampai batasan lapisan suspensi hingga ke

basatan konstan. Sebaliknya apabila CaCO3 sedikit dilarutkan maka semakin

cepat waktu yang diperlukan terbentuknya endapan kapur.

Dari percobaan yang telah dilakukan jika dituangkan ke dalam sebuah

grafik menjadi seperti grafik di bawah :

Grafik 3.1.

Perbandingan ketinggian dan waktu pengendapan

0

2

4

6

8

10

12

14

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

menit ke-

keti

ng

gia

n (

cm

)

Air dan kapur 25 gram Air dan kapur 10 gram

Jika diperhatikan grafik 3.1. di atas, dapat disimpulkan bahwa massa kapur

yang digunakan turut mempengaruhi terhadap waktu pengendapannya. Pada

grafik dengan garis yang berwarna hijau, massanya lebih besar dari pada

massa kapur yang digunakan pada grafik dengan garis berwarna merah,

sehingga dihasilkan waktu pada grafik dengan garis yang berwarna hijau

Page 60: Laporan Kimia Dasar II

54

untuk mengendap jauh lebih lama dengan waktu yang diperlukan untuk

mengendap pada grafik dengan garis berwarna merah.

Grafik 3.2.

Perbandingan kecepatan dan waktu pengendapan

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

menit ke-

kecep

ata

n (

cm

/men

it)

Air dan kapur 25 gram Air dan kapur 10 gram

Sedangkan pada grafik 3.2. di atas, terlihat jelas sekali bahwa semakin lama

kecepatan yang diperlukan untuk mengendap semakin lama semakin kecil,

hingga pada akhirnya akan berhenti (v = 0) akan menghasilkan endapan.

3.7. Kesimpulan dan Saran

3.7.1. Kesimpulan

1. Semakin besar massa kapur yang dicampur dengan air, semakin

lama waktu yang dibutuhkan kapur untuk terbentuknya endapan.

2. Massa kapur yang dicampur dalam air, berbanding lurus terhadap

waktu yang diperlukan untuk terbentuknya endapan.

3. Banyaknya pengadukan juga turut mempengaruhi waktu untuk

mengendap.

4. Lamanya waktu berbanding terbalik dengan ketebalan lapisan

suspensi yang terbentuk.

5. Semakin tinggi konsentrasi, maka semakin tinggi kecepatan

pengendapannya.

Page 61: Laporan Kimia Dasar II

55

3.7.2. Saran

1. Sebelum melakukan percobaan, sebaiknya peralatan dibersihkan

terlebih dahulu.

2. Lakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan.

3. Hati – hati dalam menggunakan peralatan pada saat percobaan

dilakukan.

4. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, sebaiknya lakukan

pengulangan pada percobaan.

3.8. Lampiran

Daftar Notasi

A = luas permukaan partikel

µ = viskositas fluida(gr/cm.dt)

CD = koefisien drug

CO = konsentrasi awal (gr/lt)

Cn = konsentrasi under flow(gr/cm3)

Cv = konsentrasi akhir jenuh(gr/cm3)

Dp = diameter partikel (cm)

Fd = gaya drag(N)

Fb = gaya apung(N)

Fg = gaya gravitasi (N)

g = percepatan gaya gravitasi (m/dt2)

K = kriteria pengendapan

Lo = rate padatan(cm3/dt)

Lu = rate underflow (cm3/dt)

Li = rate volumetrik saat l (cm3/dtk)

m = massa(gr)

NRe = bilangan Reynold

S = luas permukaan continuous thicneker (cm3)

t = waktu(menit)

Page 62: Laporan Kimia Dasar II

56

Vt = slope (-dz/dt)

Vp = volume partikel(cm3)

Vs = kecepatan hindered(cm/dt)

Vt = kecepatan terminal(cm/dt)

Z = bidang batas(cm)

Zi = bidang batas setelah waktu t (cm)

Zo = bidang batas mula-mula (cm)

ρf = densitas fluida(gr/cm3)

ρs = densitas slurry(gr/cm3)

ρp = densitas partikel(gr/cm3)

ρu = densitas underflow(gr/cm3)

ρa = densitas air(gr/cm3)

Page 63: Laporan Kimia Dasar II

57

Gambar – Gambar Alat Yang Digunakan

Gelas Ukur Stopwatch

Pengaduk Kaca Picnometer

Beaker Glass Neraca Analitic

Page 64: Laporan Kimia Dasar II

DAFTAR PUSTAKA

id.wikipedia.org

Sarungu’ Selvia, ST., “Modul Penuntun Praktikum Kimia Dasar II”

Balikpapan.2009

www.ayobelajar.com

www.e-dukasi.net

www.google.co.id