laporan fistum

29
RESPON FISIOLOGI TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata) TERHADAP STRES GARAM Oleh : Retno Mayangsari B1J013074 Maretra Anindya P. B1J013090 Iis Islamiyah B1J013092 Weni Rahayu Putri B1J013094 Afrizal B1J013106 Rombongan : VII Kelompok : 4 Asisten : Siti Nur Hidayah LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN I

Upload: iisislamiyah

Post on 16-Jan-2016

59 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

laporan fistum

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN FISTUM

RESPON FISIOLOGI TANAMAN KACANG HIJAU(Vigna radiata) TERHADAP STRES GARAM

Oleh :

Retno Mayangsari B1J013074Maretra Anindya P. B1J013090Iis Islamiyah B1J013092Weni Rahayu Putri B1J013094Afrizal B1J013106

Rombongan : VIIKelompok : 4Asisten : Siti Nur Hidayah

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN I

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2014

Page 2: LAPORAN FISTUM

BAB I

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini produktivitas lahan terutama di daerah pesisir terus mengalami

penurunan akibat meningkatnya salinitas. Peningkatan salinitas tersebut diduga berkaitan

dengan tingginya intrusi air laut, sebagai konsekuensi dari penggunaan air tanah yang

berlebihan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan air yang semakin meningkat. Kurang

lebih sepertiga dari seluruh luasan tanah pertanian yang teririgasi telah mengalami

peningkatan salinitas, terutama di daerah–daerah kering dimana stres garam biasanya

dibarengi dengan stres akibat suhu tinggi sehingga semakin banyak lahan pertanian yang

hilang akibat salinitas (Sipayung, 2003).

Kadar garam yang tinggi pada tanah menyebabkan tergganggunya pertumbuhan,

produktivitas tanaman dan fungsi-fungsi fisiologis tanaman secara normal, terutama pada

jenis-jenis tanaman pertanian. Salinitas tanah menekan proses pertumbuhan tanaman

dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein, serta

penambahan biomassa tanaman. Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak

menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi dalam bentuk pertumbuhan

tanaman yang tertekan dan perubahan secara perlahan (Sipayung, 2003). Dalam FAO

(2005) dijelaskan bahwa garam-garaman mempengaruhi pertumbuhan tanaman umumnya

melalui: (a) keracunan yang disebabkan penyerapan unsur penyusun garam yang

berlebihan, (b) penurunan penyerapan air dan (c) penurunan dalam penyerapan unsur-

unsur hara yang penting bagi tanaman.

Menurut Petani Wahid (2006), kemasaman tanah merupakan kendala paling

inherence dalam pengembangan pertanian di lahan sulfat masam. Tanaman tumbuh

normal (sehat) umumnya pada ph 5,5 untuk tanah gambut dan pH 6,5 untuk tanah mineral.

Pada kebanyakan spesies, pengaruh jenis-jenis garam umumnya tidak khas terhadap

pertumbuhan tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam yang

dikandung media tanam.

Konsentrasi garam-garam terlarut yang cukup tinggi dalam tanaman dan tanah salin

akan menimbulkan stres garam dalam tanaman. Tingkat stres yang dialami tanaman adalah

berbeda pada berbagai spesies dengan toleransi yang tidak sama terhadap konsentrasi

garam yang berbeda. Pengaruh stres garam akibat salinitas tidak menunjukkan respon

dalam bentuk kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dengan perubahan

Page 3: LAPORAN FISTUM

secara perlahan. Dalam menghadapi pengaruh salinitas, berbagai tanaman melakukan

berbagai bentuk adaptasi dengan mekanisme morfologi dan mekanisme fisiologi. Adaptasi

terhadap salinitas diperlukan terutama untuk memperbaiki keseimbangan air guna

mempertahankan potensial air dan turgor, serta seluruh proses biokimia untuk

pertumbuhan dan berbagai aktivitas normal (Sipayung, 2003). Adaptasi terhadap salinitas

tergolong rumit yang merupakan formasi dari struktur kelenjar yang terdapat pada daun

atau permukaan epidermis batang (Salisbury dan Ross, 1995).

Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-

kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Tanaman ini mengandung zat-zat gizi,

antara lain: amylum, protein, besi, belerang, kalsium, minyak lemak, mangan, magnesium,

niasin, vitamin (B1, A, dan E). Tanaman ini mempunyai nilai gizi yang tinggi dan harga yang

baik dibanding dengan tanaman kacang-kacangan yang lain. Kacang hijau memiliki

kelebihan ditinjau dari segi agronomi maupun ekonomis, seperti lebih tahan kekeringan,

serangan hama penyakit lebih sedikit, dapat dipanen pada umur 55– 60 hari, dapat ditanam

pada tanah yang kurang subur, dan cara budidaya yang mudah. Dengan demikian kacang

hijau mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan (Sunantara, 2000).

Tanaman kacang hijau digunakan dalam praktikum Fisiologi Tumbuhan I karena

tanaman tersebut mudah didapat, pemeliharaannya mudah, media tumbuhnya tidak

terlalu sulit dan mudah untuk diamati pertumbuhannya. Tanaman ini mewakili jenis

tanaman glycophyta yang mana tidak tahan terhadap kondisi salinitas tinggi. Oleh karena

itu, dapat diketahui pengaruh kadar garam dengan konsentrasi berbeda terhadap

pertumbuhan tanaman kacang hijau (Vigna radiata).

1. Tujuan

Tujuan dari praktikum Fisiologi Tumbuhan I Respon Fisiologi Tanaman Kacang

Hijau (Vigna radiata) Terhadap Stres Garam ini adalah sebagai berikut :

1. Memahami bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal (lingkungan).

2. Memahami bahwa kondisi lingkungan yang ekstrim (cekaman) merupakan kondisi

yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

3. Menentukan besarnya kandungan garam dalam media tanam dimana tanaman masih

toleran untuk tumbuh.

4. Menjelaskan dampak cekaman garam tinggi terhadap perubahan-perubahan fisiologi

tanaman kacang hijau (Vigna Radiata).

Page 4: LAPORAN FISTUM

BAB II

II. TINJAUAN PUSTAKA

Lingkungan akan mempengaruhi kelangsungan hidup tumbuhan. Stres atau

cekaman dapat didefinisikan suatu kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi

tanaman, akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan tanaman, reproduksi, dan

kelangsungan hidup tanaman itu sendiri. Stres adalah gangguan, hambatan atau

percepatan proses metabolisme normal sehingga dipandang tidak menguntungkan atau

suatu keadaan negatif. Terjadinya kerusakan ditentukan oleh tingkat tingginya stres, waktu

dari tanaman dihadapkan pada kondisi stres, dan tingkat resistansi dari tanaman terhadap

stres itu sendiri. Suhu tinggi dapat menginduksi desikasi atau pengeringan sebagai contoh

kerusakan oleh stres kedua (suhu tinggi mengakibatkan peningkatan evaporasi, sehingga

mengakibatkan stres yang memulai terjadinya kerusakan) (Harjadi, 1988).

Pertumbuhan tanaman dapat terhambat dengan berbagai macam stres di

antaranya cahaya, air, dan garam. Stres cahaya dilakukan melalui auksin dan efek timbul

karena berkurangnya efektifitas auksin pada keadaan cahaya yang terik. Misalnya

tumbuhan yang tumbuh dalam keadaan gelap atau cahaya yang lemah akan mempunyai

batang yang panjang dengan ruas yang lebih panjang dan lebih besar dari tumbuhan yang

mendapat cahaya yang terang. Stres air adalah keadaan dimana tanaman mengalami

cekaman karena kekurangan air, dan hal ini dapat menghambat proses metabolisme yang

ada di dalam tubuh tanaman. Stres garam adalah keadaan dimana tanaman mengalami

cekaman karena kelebihan kadar garam, dan hal ini dapat menghambat proses

metabolisme yang ada di dalam tubuh tanaman. Stres garam terjadi dengan terdapatnya

salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang berlebihan. Stres garam ini umumnya

terjadi pada tanaman dengan tanah yang kondisi airnya salin. Tanah dengan kadar garam

tinggi akan menghambat beberapa aktivitas yang sangat esensial untuk respirasi dan

fotosintesis (Harjadi dan Yahya, 1988).

Salinitas didefinisikan sebagai adanya garam terlarut dalam konsentrasi yang

berlebihan dalam larutan tanah. Satuan pengukuran salinitas adalah koduktivitas elektrik

yang dilambangkan dengan decisiemens/m pada suhu 250C. Pengaruh utama salinitas

adalah berkurangnya pertumbuhan daun yang langsung mengakibatkan berkurangnya

fotosintesis tanaman. Salinitas mengurangi hasil pertumbuhan dan hasil tanaman pertanian

dan pada kondisi terburuk dapat menyebabkan kondisi gagal panen (Yuniati, 2004). Garam-

garam yang menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2

Page 5: LAPORAN FISTUM

yang terlarut dalam air. Dalam larutan tanah, garam-garam ini mempengaruhi pH dan daya

hantar listrik. Tanah salin memiliki pH< 8,5 dengan daya hantar listrik >4 mmhos/cm

(Sipayung, 2003).

Menurut Mengel dan Kirkby, (1987) salinitas dapat berpengaruh menghambat

pertumbuhan tanaman dengan dua cara yaitu : a. Dengan merusak sel-sel yang sedang

tumbuh sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. b. Dengan membatasi jumlah suplai

hasil-hasil metabolisme esensial bagi pertumbuhan sel melalui pembentukan tyloses.

Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat

pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomassa tanaman.

Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk

kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan.

Kebanyakan spesies memiliki pengaruh jenis-jenis garam yang umumnya tidak khas

terhadap tumbuhan tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam.

Salinitas tidak ditentukan oleh garam NaCl saja tetapi oleh berbagai jenis garam yang

berpengaruh dan menimbulkan stres pada tanaman. Dalam konteks ini tanaman

mengalami stres garam bila konsentrasi garam yang berlebih cukup tinggi sehingga

menurunkan potensial air sebesar 0,05 – 0,1 Mpa. Stres garam ini berbeda dengan stres ion

yang tidak begitu menekan potensial air (Sipayung, 2003).

Stres garam sangat erat kaitannya dengan potensial osmotik pada larutan hara.

Dengan meningkatnya konsentrasi larutan atau garam hara (CaCl2), maka potensial osmotik

di sekitar tanaman sangat meningkat sedangkan potensial air murni menurun yang

mengakibatkan energi bebas air menurun. Hal ini menyebabkan jumlah air yang masuk ke

dalam akar akan berkurang sehingga mengakibatkan menipisnya jumlah persediaan air

dalam tanaman walaupun sebenarnya air di luar tanaman itu cukup. (Fitter et al., 1991).

Keadaan yang demikian dikenal dengan kekeringan fisiologis. Kekeringan fisiologis atau

tingkat salinitas yang cukup parah akan menimbulkan stres dan memberikan tekanan

terhadap pertumbuhan tanaman. Tetapi, tanaman dapat meningkatkan kemampuan

fisologis untuk beradaptasi terhadap variasi stress lingkungan (Saha, 2010).

Dalam dunia tumbuhan, tanaman kacang hijau diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Rosales

Family : Leguminosae (Fabaceae)

Genus : Vigna

Page 6: LAPORAN FISTUM

Spesies : Vigna radiata (Alberte, 1977).

Susunan tubuh tanaman (morfologi) kacang hijau terdiri atas akar, batang, daun,

bunga, buah, dan biji. Perakaran tanaman kacang hijau bercabang banyak dan membentuk

bintil-bintil (nodula) akar. Batang tanaman kacang hijau berukuran kecil, berbulu, berwarna

hijau kecokelat-cokelatan, atau kemerah-merahan; tumbuh tegak mencapai ketinggian 30

cm-110 cm dan bercabang menyebar ke semua arah. Daun tumbuh majemuk, tiga helai

anak daun per tangkai. Helai daun berbentuk oval dengan ujung lancip dan berwarna hijau.

Bunga kacang hijau berkelamin sempurna (hermaphrodite), berbentuk kupu-kupu, dan

berwarna kuning. Buah berpolong, panjangnya antara 6 cm-15 cm. Tiap polong berisi 6-16

butir biji. Biji kacang hijau berbentuk bulat kecil, berwarna hijau sampai hijau mengkilap.

Biji kacang hijau tersusun atas tiga bagian, yaitu kulit biji, kotiledon, dan embrio (Basra,

1994).

Kacang hijau (Vigna radiata) merupakan salah satu jenis tanaman yang tidak tahan

salinitas tinggi (Glycophyta). Ketahanan terhadap salinitas adalah kemampuan untuk

mempertahankan pertumbuhan dan metabolisme pada lingkungan yang kaya akan NaCl

(Munns et al., 1995). Ketahanan tersebut ditentukan oleh beberapa faktor struktural dan

fisiologis yang berbeda namun sangat berkaitan membentuk sebuah pengaruh yang sangat

kompleks (Bintoro, 2005), sementara tumbuhan tingkat tinggi tidak memiliki metabolisme

yang tahan garam, meskipun tumbuhan tersebut terbenam dalam air laut (Dwidjoseputro,

1994).

Anova merupakan singkatan dari "Analysis of Varian" adalah salah satu uji

komparatif yang digunakan untuk menguji perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari dua

kelompok. Ada dua jenis Anova, yaitu analisis varian satu faktor (one way anova) dan

analisis varian dua faktor (two ways anova). Untuk melakukan uji Anova, harus dipenuhi

beberapa asumsi, yaitu: sampel berasal dari kelompok yang independen, varian antar

kelompok harus homogeny, dan data masing-masing kelompok berdistribusi normal

(Dwidjoseputro, 1994).

Prinsip Uji Anova adalah melakukan analisis variabilitas data menjadi dua sumber

variasi yaitu variasi di dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila

variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian mendekati angka satu),

berarti tidak ada perbedaan efek dari intervensi yang dilakukan, dengan kata lain nilai mean

yang dibandingkan tidak ada perbedaan. Sebaliknya bila variasi antar kelompok lebih besar

dari variasi didalam kelompok, artinya intervensi tersebut memberikan efek yang berbeda,

dengan kata lain nilai mean yang dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan

(Dwidjoseputro, 1994).

Page 7: LAPORAN FISTUM

BAB III

III. MATERI DAN METODE

3.1 Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah magnetic stirrer,

timbangan analitik, oven, kamera, gelas ukur, gelas beaker, gelas erlenmeyer, tabung

reaksi, gunting, penggaris, spektrofotometer, polybag, kertas saring, kuvet, alat tulis,

jerigen, dan penumbuk (mortar dan pestle).

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanaman kacang hijau

(Vigna radiata), tanah, NaCl, akuades, kertas koran, kertas label, kertas HVS dan

aseton.

1. Metode

3.2.1 Tinggi Tanaman

a. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap satu minggu sekali.

b. Tinggi tanaman diukur menggunakan penggaris mulai dari pangkal batang

sampai titik tumbuh apikal tanaman kemudian hasilnya dicatat.

3.2.2 Luas Daun

a. Pengukuran luas daun dilakukan setiap dua minggu sekali.

b. Daun yang diukur luasnya adalah daun ke dua dari ujung pada tanaman

kacang hijau.

c. Pengukuran luas daun dilakukan menggunakan metode gravimetri.

d. Kertas HVS 70 gr dipotong dengan ukuran 10 cm x 10 cm sehingga berbentuk

bujursangkar dengan luas 16 cm².

e. Kertas yang telah berbentuk bujursangkar ditimbang sehingga diperoleh

berat kertas yaitu 0,71 gr.

f. Daun kedua dari tanaman kacang hijau diambil dan dibuat polanya pada

kertas bujursangkar tadi kemudian dipotong menurut polanya.

g. Pola daun kedua tersebut ditimbang menggunakan timbangan analitik

sehingga diperoleh berat pola sampel daun.

h. Luas daun kedua dihitung dengan rumus :

Keterangan: A = Luas kertas bujursangkar (cm²)

Luas daun = cm2

Page 8: LAPORAN FISTUM

B = Berat kertas bujursangkar (gram)

C = Berat pola sampel daun (gram)

3.2.3 Titik ekslusi garam

Penentuan titik eksklusi garam dilakukan dengan pengamatan kemunculan

kristal garam pada permukaan daun. Permukaan daun diraba atau dijilat.

3.2.4 Berat Basah

a. Media dipisahkan dari akar tanaman, dilakukan dengan cara polybag disobek,

media tanam dibersihkan dengan air.

b. Bagian akar, batang, dan daun tanaman dipisahkan dengan cara dipotong

kecil-kecil.

c. Masing-masing bagian tanaman ditimbang sehingga diperolah berat basah.

d. Dihitung rasio berat basah masing-masing bagian tanaman.

3.2.5 Berat Kering

a. Bagian tanaman dipotong-potong hingga menjadi bagian yang tidak terlalu

besar, lalu dibungkus dengan kertas koran.

b. Masing-masing tanaman dikeringkan dengan cara dioven dan ditimbang

hingga diperoleh berat yang konstan (diperoleh berat kering).

c. Ratio berat basah dan kering dihitung dari masing-masing tanaman kacang

hijau.

3.2.6 Kandungan Klorofil

a. Daun yang segar pada masing – masing konsentrasi diambil.

b. Daun ditumbuk menggunakan mortar dan pastle dan dicampurkan dengan

larutan aseton 80% sehingga klorofil larut.

Page 9: LAPORAN FISTUM

c. Absorbansi filtrat diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 470 nm, 646 nm, dan 663 nm.

d. Kandungan klorofil tanaman cabai dihitung menggunakan rumus :

Chlorophyll a (µg / ml) = 12, 21 (A663) – 2, 81 (A646)

Chlorophyll b (µg / ml) = 20, 13 (A646) – 5, 03 (A663)

Total Chlorophyll (µg / ml) = 17, 3 (A646) – 7, 18 (A663)

Keterangan : A470 = absorbansi pada panjang gelombang 470 nm

A646 = absorbansi pada panjang gelombang 646 nm

A663 = absorbansi pada panjang gelombang 663 nm

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum Fisiologi Tumbuhan I untuk mengetahui pengaruh

stres garam NaCl pada tanaman kacang hijau (Vigna radiata) dengan perlakuan

penambahan larutan garam dengan konsentrasi 0 mM, 25 mM, 50 mM, 75 mM. Praktikum

ini menggunakan parameter meliputi tinggi tanaman, luas permukaan daun, kandungan

klorofil, titik ekslusi garam, berat basah, dan berat kering. Pengamatan ini dilaksanakan

selama 5 minggu dan dilakukan pemeliharaan.

Pengamatan stres garam dengan parameter tinggi tanaman 1 didapatkan F hitung

jenis tanaman yaitu 0.07947674. F hitung yang didapatkan lebih kecil dari F tabel 0,05 yaitu

4,07 dan F tabel 0,01 yaitu 7,59. Pengamatan stres garam dengan parameter tinggi

tanaman 2 didapatkan F hitung jenis tanaman yaitu 2,66666667. F hitung yang didapatkan

lebih kecil dari F tabel 0,05 yaitu 4,07 dan F tabel 0,01 yaitu 7,59. Pengamatan stres garam

dengan parameter tinggi taman 3 didapatkan F hitung jenis tanaman 0,6625627. F hitung

yang didapatkan lebih kecil dari F table 0,05 yaitu 4,07 dan F table 0,01 yaitu 7,59.

Pengamatan stress garam dengan parameter tinggi tanaman 4 di dapatkan F hitung

tanaman 0,75663333. F hitung yang didapatkan lebih kecil dari F table 0,05 yaitu 4,07 dan F

table 0,01 yaitu 7,59. Berarti jenis tanaman tidak berbeda nyata, stres tidak berpengaruh

terhadap tinggi tanaman, dan interaksi tidak berbeda nyata atau tidak ada variasi. Semua

pengamatan stres garam dengan parameter tinggi tanaman dari minggu pertama sampai

minggu ke 4 didapatkan hasil yang non signifikan, dan pada minggu ke 5 hasil signifikan. Hal

ini menandakan bahwa tanaman pada tiap minggunya tidak memperlihatkan tanda-tanda

stres garam.

Page 10: LAPORAN FISTUM

Hasil ini berbeda dengan pendapatnya dari Munns et al., (1995) dan Yeo (1998)

menyatakan bahwa tanaman kacang hijau merupakan salah satu jenis tanaman yang tidak

tahan salinitas tinggi. Salinitas merupakan salah satu cekaman abiotik yang berpengaruh

buruk terhadap pertumbuhan dan hasil hamper semua tanaman pangan (Taufiq, 2013).

Ketahanan terhadap salinitas adalah kemampuan untuk mempertahankan pertumbuhan

dan metabolisme pada lingkungan yang kaya akan NaCl. Ketahanan tersebut ditentukan

oleh beberapa faktor struktural dan fisiologis yang berbeda namun sangat berkaitan

membentuk sebuah pengaruh yang sangat kompleks, sementara tumbuhan tingkat tinggi

tidak memiliki metabolisme yang tahan garam meskipun tumbuhan tersebut dalam air laut.

Pengamatan stres garam dengan parameter luas permukaan daun 5 minggu

didapatkan F hitung jenis tanaman 1 yaitu 2,6666667. F hitung yang didapatkan lebih kecil

dari F tabel 0,05 yaitu 4,07 dan F tabel 0,01 yaitu 7,59. Berarti, stres berpengaruh nyata

terhadap luas permukaan daun. Pertumbuhan akar, batang dan luas daun berkurang

karena cekaman garam yaitu ketidakseimbangan metabolik yang disebabkan oleh

keracunan ion,cekaman osmotik dan kekurangan hara. Penurunan jumlah dan luas daun

disebabkan juga oleh persediaan unsur hara dan air yang rendah serta adanya akumulasi

ion Na+ dan Cl- yang tinggi dalam jaringan tanaman sehingga menghambat proses

diferensiasi sel pada titik tumbuh (Hamdia, 2010). Peningkatan salinitas berpengaruh nyata

terhadap tinggi tanaman, bobot kering tajuk dan akar, dan tidak berpengaruh nyata

terhadap luas daun (Taufiq, 2013).

Pengamatan stres garam dengan parameter total klorofil tanaman kacang hijau

yang diamati dan dirawat selama 5 minggu didapatkan F hitung jenis tanaman 1 yaitu

0,942174. F hitung yang didapatkan lebih kecil dari F tabel 0,05 yaitu 4,07 dan F tabel 0,01

yaitu 7,59. Berarti jenis tanaman tidak berbeda nyata, stres tidak berpengaruh terhadap

total klorofil daun, dan interaksi tidak berbeda nyata atau tidak ada variasi. Hal ini tidak

sesuai dengan pernyataan Yuniati (2004), bahwa Konsentrasi NaCl yang tinggi akan

menyebabkan stres osmotik yang akan menghambat serapan air dan unsur hara. Hal ini

mengakibatkan proses biokimia sel terganggu dan terjadi kekurangan unsur hara sehingga

sintesis klorofil terhambat. Kadar klorofil yang rendah akan menurunkan laju fotosintesis

sehingga digunakan jalur pentosa fosfat.

Pengamatan stres garam dengan parameter berat basah dan berat kering tanaman

kacang hijau yang dirawat selama 5 minggu didapatkan F hitung jenis tanaman 1 yaitu

33,52789. F hitung yang didapatkan lebih besar dari F tabel 0,05 yaitu 4,07 dan F tabel 0,01

yaitu 7,59. Berarti jenis tanaman tidak berbeda nyata, stres tidak berpengaruh terhadap

berat basah dan berat kering daun, dan interaksi tidak berbeda nyata atau tidak ada variasi.

Page 11: LAPORAN FISTUM

Sementara itu menurut referensi pada tahap pertama stres garam diluar akar mengurangi

ketersediaan air bagi tumbuhan. Kemudian, garam akan terserap dan terakumulasi sampai

dengan taraf yang meracuni dalam daun-daun yang lebih tua. Dampak selanjutnya daun-

daun tersebut akan mengalami penuaan dini sehingga akan mengurangi suplai asimilat ke

daerah pertumbuhan (Munns et al., 1995).

Pengamatan stres garam terhadap kandungan karotenoid tanaman kacang hijau

yang dirawat selama 5 minggu didapatkan F hitung jenis tanaman yaitu 1,000215. F hitung

yang didapatkan lebih kecil dari F tabel 0,05 yaitu 4,07 dan F tabel 0,01 yaitu 7,59. Berarti

jenis tanaman tidak berbeda nyata, stres tidak berpengaruh terhadap kandungan

karotenoid, dan interaksi tidak berbeda nyata atau tidak ada variasi. Dalam proses

fotosintesis karotenoid melindungi kloroplas dari kerusakan fotooksidatif. Karotenoid juga

bertindak sebagai pigmen pemanen cahaya untuk menyerap energi cahaya dikisaran 400-

400 nm yang tidak dapat diserap oleh klorofil dan melewatkan energi eksitasi kepada

molekul klorofil. Menurut Parida dan Das (2005), komsentrasi garam yang tinggi bertindak

sebagai penghambat dan tidak mampu mencegah kloroplas dari kerusakan fotooksidatif.

Tanaman mempunyai kemampuan untuk mengatur konsentrasi garam dalam sitoplasma

melalui transport membran dan kompartementasi. Garam disimpan dalam vakuola,

diakumulasi, diekskresikan keluar tanaman untuk mempertahankan konsentrasi garam

yang stabil.

Keterkaitan tabel ANOVA dan BNJ dalam hasil pengamatan menunjukkan

konsentrasi 75 mM berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kacang hijau (Vigna

radiata) pada minggu ke 5 dengan nilai rataaan 1,4. Pangaruh salinitas selama fase

perkecambahan menyebabkan terhambatnya perkecambahan. Salinitas pada tanaman

kacang hijau (Vigna radiata) dapat menyebabkan penurunan tinggi tanaman (Hossain et al.,

2004. Wanga et al., (2001) menyebutkan bahwa salah satu gejala keracunan garam akibat

salinitas ditandai oleh ukuran daun kecil dengan warna daun lebih hijau dari normalnya.

Selain itu, tabel ANOVA dan BNJ juga menunjukkan bahwa stress garam berpengaruh pada

berat basah dan berat kering suatu tanaman. Hampir seluruh perlakuan yang dilakukan

berpengaruh pada berat basah dan berat kering, akan tetapi yang paling besar

pengaruhnya ialah konsentrasi 75 mM. Cekaman osmotik akibat peningkatan salinitas

disebabkan oleh potensial air yang meningkat, sehingga mengurangi penyerapan air dan

penurunan kandungan air relatif pada daun.

Hasil pengamatan tidak sesuai dengan penelitian-penelitian stres garam

sebelumnya. Stres garam adalah keadaan dimana tanaman mengalami cekaman karena

kelebihan kadar garam, dan hal ini dapat menghambat proses metabolisme yang ada di

Page 12: LAPORAN FISTUM

dalam tubuh tanaman. Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi

garam-gram terlarut yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi

dalam tanaman. Stres garam meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam hingga

tingkat konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam

yang menimbulkan stres tanaman antara lain NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang

terlarut dalam air (Yuniati, 2004).

Pembagian tanaman berdasarkan ketahanan terhadap salinitas dibagi menjadi tiga

kelompok yakni halofit, euhalofit, dan glikofit. Kelompok halofit merupakan tanaman yang

toleran terhadap salinitas, contohnya padi dan jagung. Euhalofit merupakan tanaman yang

peka terhadap salinitas tinggi, seperti leguminosa. Glikofit yakni tanaman yang rentan

terhadap salinitas tinggi, seperti tomat, timun, bawang merah, wortel, kentang, dan selada

(Harborne, 1983).

Stres atau cekaman dapat didefinisikan suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang

tidak menguntungkan bagi tanaman, akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan

tanaman, reproduksi dan kelangsungan hidup tanaman itu sendiri. Macam-macam stres

tanaman yaitu stres suhu, stres air, stres cahaya, stres garam, dan lainnya. Masing-masing

stres berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Penurunan pertumbuhan tersebut

ditandai dengan penurunan panjang dan tebal daun, meningkatnya kerapatan mesofil, dan

penurunan kandungan klorofil daun. Penurunan petumbuhan terutama disebabkan oleh

penurunan laju fotosintesis daun akibat turunnya konduktansi terhadap difusi CO2 baik

pada stomata maupun daun (Harborne, 1983).

Pengaruh utama salinitas adalah berkurangnya pertumbuhan daun yang langsung

mengakibatkan berkurangnya fotosintesis tanaman. Salinitas mengurangi pertumbuhan

dan pada kondisi terburuk dapat menyebabkan terjadinya gagal panen. Tanaman pada

kondisi salin, pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut terhambat karena

akumulasi berlebihan Na+ dan Cl- dalam sitoplasma, menyebabkan perubahan metabolisme

di dalam sel. Aktivitas enzim terhambat oleh garam. Kondisi tersebut juga mengakibatkan

dehidrasi parsial sel dan hilangnya turgor sel karena berkurangnya potensial air di dalam

sel. Berlebihnya Na+ dan Cl- ekstraselular juga mempengaruhi asimilasi nitrogen karena

tampaknya langsung menghambat penyerapan nitrat (NO3) yang merupakan ion penting

untuk pertumbuhan tanaman (Yuniati, 2004).

Salah satu stres yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah stres

garam. Stres garam biasanya terjadi pada tanaman di tanah salin. Tanah salin adalah tanah

yang mengandung garam mudah larut yang jumlahnya cukup besar bagi pertumbuhan

kebanyakan tanaman seperti klorida atau sulfat. Kemasaman (pH) tanah salin sekitar 8,5

Page 13: LAPORAN FISTUM

dan pertukaran kation kurang dari 15%. Apabila garam-garam NaCl, Na2CO3, Na2SO4, CaCl2,

MgSO4, MgCl2 terdapat dalam tanah dalam jumlah yang berlebih maka akan timbul masalah

salinitas (Rukmana, 1997).

Salinitas akan menyebabkan stres ion, stres osmotik dan stres sekunder. Stres ion

yang paling penting adalah keracunan Na+. Ion Na yang berlebihan pada permukaan akar

akan menghambat serapan K+ oleh akar. Ion K sangat berperan untuk mempertahankan

turgor sel dan aktivitas enzim. Ciri-ciri lahan salin adalah pH <8,5, dan didominansi dengan

garam-garam Na, Ca, dan Mg dalam bentuk klorida maupun sulfat yang menyebabkan

rendahnya ketersediaan N, P, Mn, Cu, Zn, dan Fe dalam tanah, tekanan osmotik tinggi,

lemahnya pergerakan air dan udara, serta rendahnya aktivitas mikrobia tanah. Stres

antibiotik adalah faktor utama di seluruh dunia dalam membatasi pertumbuhan tanaman

dan produktivitas. Salinitas menyebabkan perubahan-perubahan morfologi, fisiologi,

biokemis, dan anatomis dan bahkan dapat menyebabkan kematian tanaman tersebut

karena efek toksik dari kelebihan ion yang mengganggu keseimbangan elektrolit dalam sel

dan mempengaruhi aktivitas metabolisme (Rukmana, 1997).

Respon pertumbuhan terhadap salinitas seringkali dianggap sebagai dasar

evaluasi untuk toleransi. Dibandingkan dengan kontrol, pada konsentrasi 25 mM belum

terlalu menunjukkan gejala keracunan. Di atas 25 mM, pertumbuhan mulai terhambat,

kecenderungan perubahan rasio berat basah atau berat kering (BB/BK) terutama untuk

akar, menunjukkan perbedaan yang mencolok antara kacang hijau yang toleran garam,

sedang dan sensitif (Yuniati, 2004).

Stres garam yang terjadi pada tanaman pertanian seperti kacang hijau, jagung,

cabai rawit, kacang merah, kacang polong, tomat dan bunga matahari, menyebabkan

pertumbuhan dan berat kering mengalami penurunan. Tanaman yang ditumbuhkan dalam

salinitas tinggi, pelebaran daun akan terhambat oleh cekaman salinitas karena

berkurangnya tekanan turgor sel. Berkurangnya pelebaran daun dapat berakibat

berkurangnya fotosintesis maupun produktivitas. Perlakuan salinitas mengakibatkan

potensi air di media rendah sehingga mempersulit penyeerapan air. Hal tersebut

menyebabkan pengurangan jumlah stomata per satuan luas lignifikasi akar lebih awal,

peningkatan sukulensi, perubahan kutikula. Perlakuan NaCl menurunkan laju fotosintesis

akibat terhambatnya pengambilan CO2 (Yuniati, 2004).

Beberapa tanaman melakukan mekanisme untuk menghadapi kondisi stres garam.

Proses fisiologis dan biokimia terlibat dalam mekanisme toleransi dan adaptasi tanaman

terhadap salinitas. Stres garam menginduksi akumulasi senyawa organik spesifik di dalam

sitosol sel yang dapat bertindak sebagai osmoregulator, tanaman juga dapat mencegah

Page 14: LAPORAN FISTUM

akumulasi Na dan Cl dalam sitoplasma melalui eksklusi Na dan Cl ke lingkungan eksternal

(media tumbuh) kompartementasi ke dalam vakuola atau mentranslokasi Na dan Cl ke

jaringan-jaringan lain (Sunantara, 2000).

Faktor yang mempengaruhi stres garam diantaranya yaitu konsentrasi garam

tersebut. Cekaman garam menginduksi akumulasi senyawa organik spesifik dalam sitosol

sel yang dapat bertindak sebagai osmoregulator. Tanaman juga dapat mencegah akumulasi

Na dan Cl dalam sitoplasma melalui eksklusi Na dan Cl ke lingkungan eksternal (media

tumbuh), kompartementasi kedalam vakuola atau mentranslokasi Na dan Cl ke jaringan-

jaringan lain (Sunantara, 2000).

Stres yang lain adalah stres air. Stres air adalah keadaan dimana tanaman

mengalami cekaman karena kekurangan air, dan hal ini dapat menghambat proses

metabolisme yang ada di dalam tubuh tanaman. Air merupakan unsur yang sangat penting

bagi kelangsungan hidup, terutama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Air juga

merupakan reagen yang penting dalam proses fotosintesa dan dalam proses hidrolik. Air

juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas, dan material-material yang bergerak ke

dalam tumbuhan, melalui dinding sel, dan jarinagn essensial untuk menjamin adanya

pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata,

kelangsungan gerak struktur-struktur tumbuhan (Wahid, 2006).

Mekanisme penghambatan stres garam terhadap pertumbuhan tanaman yaitu

dengan merusak sel-sel yang sedang tumbuh sehingga pertumbuhan tanaman terganggu

dan dengan membatasi jumlah suplai hasil-hasil metabolisme esensial bagi pertumbuhan

sel melalui pembentukan tylosis. Tylosis yaitu pertumbuhan protoplasma yang berlebih

pada berkas pengangkut sehingga menghambat proses transfer zat hara. Pertumbuhan

akar juga terganggu akibat adanya salinitas yaitu lignifikasi akar lebih cepat, pengurangan

kemampuan menyerap unsur hara dan ukuran akar utama memendek serta jumlah rambut

akar sedikit. Mekanisme selular kerusakan akibat keracunan garam (salt injury) pada akar

belum banyak diketahui. Ada dua alasan yang mungkin mendasari terjadinya pengurangan

pertumbuhan akar dalam kondisi cekaman garam. Pertama adalah hilangnya tekanan

turgor untuk pertumbuhan sel karena potensial osmotik media tumbuh lebih rendah

dibanding potensial osmotik di dalam sel, sedangkan alasan yang kedua adalah kematian

sel. Kematian sel disebabkan karena 4 jam setelah mengalami cekaman garam, inti sel

mengalami perubahan bentuk, dan 16 jam setelah cekaman, inti sel hancur. Analisis

biokimia menemukan bahwa DNA inti mengalami disintegrasi setelah cekaman garam, dan

terfragmentasinya DNA jelas terdeteksi 8 jam setelah cekaman (Yuniati, 2004).

Page 15: LAPORAN FISTUM

Secara garis besar respon tanaman terhadap salinitas dapat dilihat dalam dua

bentuk adaptasi yaitu dengan mekanisme morfologi dan mekanisme fisiologi (Sipayung,

2003).

1. Mekanisme morfologi

Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan bersifat unik

dapat ditemukan pada jenis halofita yang mengalami evolusi melalui seleksi alam pada

kawasan hutan pantai dan rawa-rawa asin. Salinitas menyebabkan perubahan struktur yang

memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat

mempertahankan turgor dan seluruh proses bikimia untuk pertumbuhan dan aktivitas yang

normal. Perubahan struktur meliputi ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil

per satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada

permukaan daun, serta lignifikasi akar yang lebih awal (Haryadi dan Yahya, 1988 dalam

Sipayung, 2003).

Ukuran daun yang lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan turgor,

sedangkan lignifikasi akar diperlukan untuk penyesuaian osmosis yang sangat penting untuk

untuk memelihara turgor yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan fungsi

metabolisme yang normal. Dengan adaptasi struktural ini kondisi air akan berkurang dan

mungkin akan menurunkan kehilangan air pada transpirasi. Namun pertumbuhan akar pada

lingkungan salin umumnya kurang terpengaruh dibandingkan dengan pertumbuhan daun

(pucuk) atau buah. Hal ini diduga karena dilakukan perbaikan keseimbangan dengan cara

mempertahankan kemampuan menyerap air. Pertumbuhan tanman yang cepat juga

merupakan mekanisme untuk mengencerkan garam. Dalam hal ini bila garam dikeluarkan

oleh akar, maka bahan organik yang tidak mempunyai efek racun akan tertimbun dalam

jaringan, dan ini berguna untuk mempertahankan keseimbangan osmotik dengan larutan

tanah (Salisbury dan Ross, 1995).

2. Mekanisme Fisiologi

Bentuk adaptasi dengan mekanisme fisiologi terdapat dalam beberapa bentuk

sebagai berikut :

1. Osmoregulasi (pengaturan potensial osmosis)

Tanaman yang toleran terhadap salinitas dapat melakukan penyesuaian dengan

menurunkan potensial osmosis tanpa kehilangan turgor. Untuk memperoleh air dari tanah

sekitarnya, potensial air dalam cairan xilem harus sangat diturunkan oleh tegangan.

Beberapa halofita mampu menjaga potensial osmotik agar tetap bahkan menjadi lebih

negatif selama musim pertumbuhan sejalan dengan penyerapan garam. Pada halofita

lainnya memiliki kemampuan mengatur penimbunan garam (Na+ dan Cl-) pada kondisi

Page 16: LAPORAN FISTUM

cekaman salinitas, misalnya tanaman bakau yang mampu mengeluarkan 100% garam

(Salisbury and Ross, 1995).

Osmoregulasi pada kebanyakan tanaman melibatkan sintesis dan akumulasi solut

organik yang cukup untuk menurunkan potensial osmotik sel dan meningkatkan tekanan

turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Senyawa-senyawa organik berbobot

molekul rendah yang setara dengan aktifitas metabolik dalam sitoplasma seperti asam-

asam organik, asam amino dan senyawa gula disintesis sebagai respon langsung

terhahadap menurunnya potensial air eksternal yang redah. Senyawa organik yang

berperan mengatur osmotik pada tanaman glikopita tingkat tinggi adalah asam-asam

organik dan senyawa-senyawa gula. Asam malat paling sering menyeimbangkan

pengambilan kation yang berlebihan. Dalam tanaman halofita, oksalat adalah asam organik

yang menyeimbangkan osmotik akibat kelebihan kation. Demikian juga pada beberapa

tanaman lainnya, akumulasi sukrosa yang berkontribusi pada penyesuaian osmotik dan

merupakan respon terhadap salinitas (Harjadi dan Yahya, 1988 dalam Sipayung, 2003).

2. Kompartementasi dan sekresi garam

Tanaman halofita biasanya dapat toleran terhadap garam karena mempunyai

kemampuan mengatur konsentrasi garam dalam sitoplasma melalui transpor membran dan

kompartementasi. Garam disimpan dalam vakuola, diakumulasi dalam organel-organel atau

dieksresi ke luar tanaman. Pengeluaran garam pada permukaan daun akan membantu

mempertahankan konsentrasi garam yang konstan dalam jaringan tanaman (Salisbury and

Ross, 1995). Ada pula tanaman halofita yang mampu mengeluarkan garam dari kelenjar

garam pada permukaan daun dan menyerap air secara higroskopis dari atmosfir (Salisbury

and Ross, 1995).

Banyak halofita dan beberapa glikofita telah mengambangkan struktur yang disebut

glandula garam (salt glands) dari daun dan batang. Pada jenis-jenis mangrove biasanya

tanaman menyerap air dengan kadar salinitas tinggi kemudian mengeluarkan atau

mensekresikan garam tersebut keluar dari pohon. Secara khusus pohon mangrove yang

dapat mensekresikan garam memiliki kelenjar garam di daun yang memungkinkan untuk

mensekresi cairan Na+ dan Cl-. Beberapa contoh mangrove yang dapat mensekresikan

garam adalah Aegiceras, Aegialitis, Avicennia, Sonneratia, Acanthus, dan Laguncularia.

3. Integritas membran

Sistem membran semi permeabel yang membungkus sel, organel dan

kompartemen-kompartemen adalah struktur yang paling penting untuk mengatur kadar ion

dalam sel. Lapisan terluar membran sel ataau plasmolemma memisahkan sitoplasma dan

komponen metaboliknya dari larutan tanah salin yang secara kimiawi tidak cocok.

Page 17: LAPORAN FISTUM

Membran semi permeabel ini berfungsi menghalangi difusi bebas garam ke dalam sel

tanaman, dan memberi kesempatan untuk berlangsungnya penyerapan aktif atas unsur-

unsur hara essensial. Membran lainnya mengatur transpor ion dan solute lainnya dari

sitoplasma dan vakuola atau organel-organel sel lainnya termasuk mitokondria dan

kloroplas. Plasmolemma yang berhadapan langsung dengan tanah merupakan membran

yang pertama kali menderita akibat pengaruh salinitas. Dengan demikian maka ketahanan

relatif membran ini menjadi unsur penting lainnya dalam toleransi terhadap garam (Harjadi

dan Yahya, 1988 dalam Sipayung, 2003).

Defisit air berasosiasi dengan beberapa proses fisiologi yang berhubungan dengan

pertumbuhan yang dapat menyebabkan kematian. Stres air berpengaruh terhadap jumlah

klorofil total dimana kebanyakan klorofil total pada kacang hijau hilang saat stres air.

Klorofil hilang dari mesofil yang disebabkan karena letak sel mesofil yang jauh dari berkas

pembuluh dibanding sel seludang pembuluh (Alberte dan Thornber, 1977). Komposisi dari

klorofil, kapasitas photochemical dari variasi flouroscence dipengaruhi oleh stres air. Saat

kondisi stres air penutupan stomata dan kemungkinan transpirasi yang lebih tinggi yang

menunjukkan komposisi air pada daun yang lebih rendah. Kehancuran klorofil yang

sesungguhnya dan gangguan pada jalur transport electron yang membawa pada kapasitas

fotosintesis yang rendah dan dapat menyebabkan kemunduran panen. Pengaruh stres air

dapat dikurangi dengan penggunaan methanol (Paknejad et al., 2009).

Klorofil merupakan pigmen hijau tumbuhan dan merupakan pigmen yang paling

penting dalam proses fotosintesis. Klorofil dapat dibedakan dalam 9 tipe : klorofil a, b, c, d,

dan e. Bakteri klorofil a dan b, klorofil chlorobium 650 dan 660. klorofil a biasanya untuk

sinar hijau biru. Sementara klorofil b untuk sinar kuning dan hijau.Klorofil lain (c, d, e)

ditemukan hanya pada alga dan dikombinasikan dengan klorofil a. bakteri klorofil a dan b

dan klorofil chlorobium ditemukan pada bakteri fotosintesik (Harjadi dan Yahya, 1988).

Klorofil pada tumbuhan ada dua macam, yaitu klorofil a dan klorofil b. perbedaan

kecil antara struktur kedua klorofil pada sel keduanya terikat pada protein.Sedangkan

perbedaan utama antar klorofil dan heme ialah karena adanya atom magnesium (sebagai

pengganti besi) di tengah cincin profirin, serta samping hidrokarbon yang panjang, yaitu

rantai fitol (Robinson, 1997).

Tanaman hijau mengandung klorofil a dan krolofil b. Krolofil a terdapat sekitar 75 %

dari total klorofil.Kandungan klorofil pada tanaman adalah sekitar 1% basis kering. Dalam

daun klorofil banyak terdapat bersama-sama dengan protein dan lemak yang bergabung

satu dengan yang lain. Dengan lipid, klorofil berikatan melalui gugus fitol-nya sedangkan

Page 18: LAPORAN FISTUM

dengan protein melalui gugus hidrofobik dari cincin porifin-nya.Rumus empiris klorofil

adalah C55H72O5N4Mg (klorofil a) dan C55H70O6N4Mg (klorofil b) (Yuniati, 2004).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan klorofil antara lain gen,

bila gen untuk klorofil tidak ada maka tanaman tidak akan memiliki klorofil. Cahaya,

beberapa tanaman dalam pembentukan klorofil memerlukan cahaya, tanaman lain tidak

memerlukan cahaya. Unsur N, Mg, Fe merupakan unsur-unsur pembentuk dan katalis

dalam sintesis klorofil. Air, bila kekurangan air akan terjadi desintegrasi klorofil (Yeo, 1998).

Menurut Yuniati (2004) jumlah klorofil a dan b pada tumbuhan dapat dipengaruhi

oleh intensitas cahaya. Tingkat dari anthocyanin klorofil a dan b dan karotenoid pada

jagung dan kacang kedelai klorofil a komposisinya ada dibawah klorofil b yang ditumbuhkan

pada keadaan gelap. Penggunaan panjang gelombang 645 – 660 nm pada uji klorofil dengan

spektrofotometri dikarenakan dapat menimbulkan fotofisiologi dan klorofil dapat

mnangkap panjang gelombang tersebut untuk proses fotosintesis.

BAB V

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor internal seperti kandungan

pigmen klorofil serta hormon, dan faktor eksternal yang meliputi suhu, pH,

kelembaban, air, nutrisi, tanah, atmosfer, konsentrasi , dan cahaya.

2. Kondisi lingkungan yang ekstrim (cekaman) merupakan kondisi yang kurang

menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman karena dapat menghambat

fotosintesis melalui pengahambatan penyerapan air.

3. Pada tinggi tanaman konsentrasi yang toleran adalan 75 mM, pada luas daun tidak

berpengaruh nyata, dan pada berat basah kering yang toleran adalah 75 mM,

sedangkan pada klorofil dan karotenoid tidak berpengaruh nyata.

4. Dampak cekaman pada morfologi Vigna radiata adalah ukuran daun mengecil,

tinggi tanaman menurun, dan kandungan air tanaman menurun. Pada fisiologis

yaitu osmoregulasi, kompartementasi dan sekresi garam, serta integritas

membran.

5.2 Saran

Page 19: LAPORAN FISTUM

Sebaiknya dalam paraktikum Fisiologi Tumbuhan I ini praktikan lebih teliti lagi

dalam pengukuran agar diperoleh data yang nyata. Air garam yang digunakan untuk

menyiram tanaman disediakan lebih banyak lagi supaya tidak kerkurangan, semoga

praktikum selanjutnya lebih baik lagi.

DAFTAR REFERENSI

Alberte, R. S. and J. P. Thornber. (1977). Water Stres Effect on the Content and Organization of Chlorophyll in Mesophyll and Bundle Sheath Chloroplasts of Maize. Plant Physiol 59, 351-353.

Basra, A. S. 1994. Mechanisms of Plant Growth and Improved Productivity: Modern Approaches. Marcel Dekker, Inc., New York.

Bintoro, M.H., Arifah Rahayu, dan Watiningsih. 2005. Pengaruh Penyiraman Larutan Garam NaCl Terhadap pertumbuhan Dan Produksi Jagung (Zea mays L. cv. Nakula Dan Pool 5-G8). Bul. Agr. Vol. XVIII No.3.

Dwidjoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Fitter, A. H. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hamdia, M. A. 2010. Salt Tolerance of Crop Plants. Botany Department, Faculty of Science, El-Minia University, El-Minia, Egypt

Harborne, Z. B. 1983. Metode Fitokimia. ITB : Bandung.

Harjadi, S.S dan S. Yahya. 1988. Fisiologi Stres Tanaman. University Press. Jogyakarta.

Mengel, K. dan E.A. Kirkby, 1987. Principles of Plant Nutrition. 4 th Edition International Potash Institute, Switzerland.

Page 20: LAPORAN FISTUM

Paknejad, F., et al., 2009. Physiological Responses of Soybean (Glycine max) to Foliar Application of Methanol Under Different Soil Moistures. American Journal of Agricultural and Biological Sciences 4 (4): 311-318.

Saha, Papiya, Paramita Chatterjee dan Asok K. Biswas. 2010. NaCl pretreatment alleviates salt stress by enhancement of antioxidant defense system and osmolyte accumulation in mungbean (Vigna radiata L. Wilczek). Indian Journal of Experimental Biology, 48: 593-600.

Salisbury, F. B. dan Ross, C. W., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. ITB. Bandung.

Sipayung, R. 2007. Stres Garam Dan Mekanisme Toleransi Tanaman. Dikutip dari: http://library.usu.ac.id/download/fp/bdp-rosita2.pdf.

Sunantara, I.M.M. 2000. Teknik Produksi Benih Kacang Hijau. No. Agdex: 142/35. No. Seri: 03/Tanaman/2000/September 2000. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Denpasar Bali.

Taufiq, Abdullah, dan Runik Dyah P. 2013. Tanggap varietas kacang hijau terhadap salinitas. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 32(3): 159-170.

Yuniati, R. 2004. Penapisan Galur Kedelai Glycine max (L.) Merrill Toleran terhadap NaCl untuk Penanaman di Lahan Salin. Makara Sains 8 (1): 21-24.