laporan-fisologi 1
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI
“FUNGSI PENGELIHATAN”
Asisten:
Tia Nuryani G1A007053
Kelompok :
Ahmad zaki G1A008009
Nisa Hermina P. G1A008043
Yonifa Anna Wiasri G1A008045
Dyah Isnani Fitriana G1A008046
Medio Yoga Pratama G1A008060
Rina Riyatul M. G1A008066
BLOK NEUROLOGY & SPECIFIC SENSE SYSTEMS (NSS)
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
Kelompok
Ahmad zaki G1A008009
Nisa Hermina P. G1A008043
Yonifa Anna Wiasri G1A008045
Dyah Isnani Fitriana G1A008046
Medio Yoga Pratama G1A008060
Rina Riyatul M. G1A008066
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan
Mengikuti Ujian Praktikum Fisiologi Blok Neurology & Specific Sense Systems
Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
diterima dan disahkan
Purwokerto, Mei 2011
Asisten,
Tia Nuryani
NIM G1A007053
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Judul Praktikum
Praktikum Fisiologi : Fungsi Penglihatan
1.2 Waktu Praktikum
Kamis, 24 Maret 2011
1.3 Alat & Bahan
a. Pemeriksaan reflex pupil
1. Senter reflex
b. Pemeriksaan lapang pandang
1. Kampimetri
2. Objek (kapur tulis)
3. Mistar
c. Pemeriksaan visus optotype Snellen
1. Optotype Snellen
2. Sejumlah lensa sferis dan silindris dengan berbagai kemampuan daya
bias
1.4 Cara Kerja
a. Pemeriksaan reflex pupil
Secara langsung :
1. Probandus menutup 1 mata yang tidak akan diperiksa
2. Probandus diminta melihat jauh agar tidak ada akomodasi dan otot
sphincter relaksasi
3. Pemeriksa melewatkan sinar dari samping sampai ke depan pupil mata
yang akan diperiksa
4. Pemeriksa mengamati ada/tidaknya konstriksi pada pupil saat cahaya
disorotkan
5. Pemeriksaan yang sama dilakukan pada kedua mata secara bergantian
Secara tidak langsung :
1. Probandus meletakkan tangannya secara vertikal pada hidung (untuk
memisahkan mata bagian kanan dan kiri
2. Probandus diminta melihat jauh agar tidak ada akomodasi dan otot
sphincter relaksasi
3. Pemeriksa melewatkan sinar dari samping sampai ke depan pupil salah
satu mata (misalnya kiri)
4. Pemeriksa mengamati ada/tidaknya konstriksi pupil mata kontralateral
(pada mata kanan) saat cahaya disorotkan (pada mata kiri)
5. Pemeriksaan yang sama dilakukan pada kedua mata secara bergantian
b. Pemeriksaan lapang pandang
1. Probandus meletakkan dagunya pada papan penyangga kampimetri
2. Pemeriksa menanyakan apakah probandus melihat objek pada saat ob-
jek diletakkan di ujung salah satu gari pada kampimetri
3. Jika sudah terlihat maka titik tersebut deber tanda, jika belum pemerik-
san mulai menggerakan objek mengikuti arah garis (menuju ke sentral
kampimetri) sampai probandus dapat melihat objek tersebut, lalu beri
tanda
4. Lakukan pada semua garis (seharusnya, tapi pada praktikum kali ini,
hanya pada setiap dua garis)
5. Sambungkan setiap titik yang ada
6. Lakukan perhitungan dengan menggunakan rumus tan -1 (seperti yang
diuraikan pada bagian pembahasan)
7. Menentukan lapang pandang probandus dalam bentuk derajat
c. Pemeriksaan visus optotype Snellen
1. Probandus berdiri/duduk 6 meter di depan optotype Snellen
2. Tinggi mata horizontal dengan optotype Snellen
3. Mata diperiksa satu persatu dengan memasang bingkai kaca mata
khusus dan tutup mata kirinya dengan penutup hitam khusus yang
tersedia dalam kotak lensa
4. Periksa visus mata kanan dengan menyuruh probandus membaca huruf
yang ditunjuk oleh pemeriksa (dimulai dari baris huruf yang terbesar
sampai baris huruf terkecil yang masih terbaca oleh probandus tanpa
kesalahan –seluruh huruf- )
5. Catat visus mata kanan probandus
6. Ulangi pemeriksaan pada mata kiri
7. Catat hasil pemeriksaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Penglihatan
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang terbungkus oleh
tiga lapisan khusus yakni sclera-cornea, choroid-corpos siliaris-iris, dan retina.
Sklera merupakan jaringan ikat yang bersifat protektif (membentuk bagian
putih mata). Kelanjutan sclera di anterior mencembung dan transparan
sehingga bisa dilewati berkas-berkas cahaya. Struktur ini disebut cornea.
Lapisan tengah di bahah sclera disebut choroid yang mengandung banyak
pigmen dan pembuluh darah-pembuluh darah untuk member makan retina.
Lapisan choroid di anterior mengalami modifikasi membentuk struktur corpus
siliaris (penghasil aquous humor) dan iris (pengatur diameter pupil). Lapisan
setelah choroid adalah retina, yang mengandung sel-sel fotoreseptor berupa sel
batang (untuk penglihatan hitam putih) dan sel kerucut (untuk penglihatan
warna). Sel-sel inilah yang bertugas mengubah impuls cahaya menjadi impuls
listrik untuk kemudian diteruskan ke N.opticus.
Bola mata terdiri dari 2 ruangan yang dibatasi lensa. Ruangan yang ada
di depan lensa (cavum anterior) berisi cairan aquous humor, sedangkan cavum
posterior berisi vitreus humor yang berbentuk seperti gel dan berfungsi untuk
mempertahankan bentuk bola mata. Cornea, aquous humor, lensa dan vitreus
humor merupakan media refraktan, sehingga harus dalam kondisi yang jernih
agar bisa meneruskan cahaya yang masuk sampai ke retina (Sherwood, 2001).
Gambar 1. Struktur bola mata.
Sel-sel fotoreseptor akan mendeteksi foton dari cahaya yang masuk
dan sampai ke retina. Energi cahaya adalah bentuk dari energy radiasi yang
berjalan sebagai gelombang. Mata manusia sensitive terhadap cahaya dengan
panjang gelombang 700 – 400 nm. Sel batang hanya mampu mendeteksi
ada/tidaknya foton, sedangkan sel kerucut memberikan informasi panjang
gelombang cahaya yang dilihat sehingga berperan dalam penglihatan warna.
Setiap fotoreseptor memiliki pigmen visual yang berfungsi untuk absorbs
foton. Sel batang memiliki pigmen rhodopsin yang tersusun atas protein opsin
dan berikatan pada pigmen retinal yang disintesis dari vitamin A. Sel kerucut
memiliki 3 kemungkinan pigmen (merah, hijau, biru) yang juga berikatan
dengan retinal (Martini, 2009).
Gambar 2. Sel batang dan kerucut.
Membran plasma segmen luar fotoreseptor chemically gate sodium
channels. Pada saat gelap, kanal ini terbuka akibat adanya cyclic guanosine
monophosphate (cGMP), akibatnya potensial membrane bernilai -40 mV.
Potensial yang lebih positif dari nilai potensial istirahat ini menyebabkan
pengeluaran neurotransmitter (glutamate) melewati sinap di segmen dalam
yang pada akhirnya dikeluarkan dari sel dan menimbulkan sensasi gelap
(Tortora, 2009).
Ketika foton mengenai retinal pada rhodopsin, maka akan terjadi
rangkaian proses berurutan sebagai berikut.
Perubahan ikatan retinal dari 11-cis menjadi 11-trans
Aktivasi Opsin
Aktivasi transdusin
Aktivasi fosfodiesterase
Pemecahan cGMP
Penurunan kadar cGMP
Penutupan kanal Na+
Penurunan potensial membrane menjadi -70 mV
Hiperpolarisasi
Penurunan neurotransmitter
Mengindikasikan kepada sel bipolar bahwa fotoreseptor telah menerima
foton
Penurunan sensasi gelap
(Tortora, 2009)
Bagan 1. Fisiologi penglihatan.
Gambar 3. Fisiologi penglihatan.
Setelah mengabsorbsi foton, retinal tidak secara spontan berubah
kembali menjadi 11-cis. Molekul rhodopsin harus mengalami proses
bleaching (perombakan ulang untuk membentuk fotoreseptor yangsama persis
seperti semula) melalui reaksi enzimatik yang membutuhkan energi (Martini,
2009).
2.2 Visus
Visus atau ketajaman penglihatan adalah kemampuan mata utuk
melihat dengan jelas dan tegas. Secara fisiologis hal ini ditentukan oleh daya
pembiasan mata. Mata normal dapat melihat secara jelas dan tegas dua garis
atau titik sebagai 2 garis atau titik dengan sudut penglihatan 1 menit. Secara
praktis sangat sulit untuk mengukur sudut penglihatan suatu mata. Tahun 1876
van snellen menciptakan cara sederhana untuk membandingkan visus
seseorang dengan visus orang normal berdasarkan sudut penglihatan 1 menit
(Hamzah, 2003).
Kelainan pembiasan adalah suatu keadaan dimana pada mata yang
melihat jauh tak terhingga,m berkas cahata sejajar masuk ke mata, dibiaskan
tidak tepat jatuh di retina, sehingga tidak dapat melihat secara jelas. Hal ini
dapat disebabkan oleh Karena indeks bias system lensa mata atau sumbu mata
dari lensa (Hamzah, 2003).
Visus sangat dipengaruhi sifat fisis mata (aberasi mata = kegagalan
sinar untuk berkonvergensi/bertemu titik identik), besarnya pupil, komposisi
cahaya, mekanisme akomodasi, elastisitas otot, faktor stimulus (warna yg
kontras, besar kecilnya stimulus, durasi, intensitas cahaya, serta faktor retina
(semakin kecil dan rapat sel kerucut maka semakin kecil minimum separabel
(separable minimum) (Ellyzar, 2006).
Visus dapat diklasifikasikan berdasarkan jarak baca, yaitu visus jauh
dengan jarak minimal 20 feet (5 meter), visus jarak sedang/intermediate dan
visus dekat : jarak baca (1/3 meter) (Hamzah, 2003).
Fungsi utama mata adalah untuk penglihatan Ketajaman penglihatan
seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam penglihatan tersebut
merupakan derajat persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut dibagi dua
yaitu:
I. Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus
sentralis dekat.
a. Visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat
benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak
melakukan akomodasi
b. Visus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk
melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain.
Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat
jatuh di retina (Sutrisna, dkk, 2007).
II. Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan
diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk
mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh
dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping.
Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan
menggunakan grafik huruf Snellen yang dilihat pada jarak 20 feet atau
sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka
tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika Visus <20/20 maka tajam
penglihatanya dikatakan kurang (Sutrisna, dkk, 2007).
Aplikasi klinis
1. Presbiopi
Yaitu kesalahan akomodasi pada orang yang sudah berusia lanjut.
Lensa mata kehilangan elastisitasnya, daya lenting berkurang, sehingga
tidak dapat memfokuskan bayangan sebuah benda yang berada dekat
dengan mata. Penampakan mata presbiopi sama dengan penampakan
hipermetropi (Suhardi, 2007).
Presbiopi atau mata tua adalah cacat mata akibat berkurangnya daya
akomodasi mata pada usia lanjut. Titik dekat mata presbiopi lebih besar
dari 25 cm dan titik jauhnya terbatas di depan mata. Penderita presbiopi
harus menggunakan kacamata bifokal, yaitu kacamata berfungsi rangkap
(untuk melihat dekat dan jauh) (Kristanta, 2004).
2. Astigmatisma
Astigmatisma adalah jenis umum kesalahan bias. Ini adalah suatu
kondisi di mana mata tidak berfokus cahaya secara merata ke retina,
cahaya-jaringan sensitif di belakang mata. Astigmatisma terjadi ketika
cahaya dibengkokkan berbeda tergantung di mana menyentuh kornea dan
melewati bola mata. Kornea mata yang normal melengkung seperti bola
basket, dengan tingkat yang sama bulat di segala bidang. Mata dengan
Silindris memiliki kornea yang melengkung lebih mirip sepak bola,
dengan beberapa daerah yang lebih curam atau lebih bundar daripada yang
lain. Hal ini dapat menyebabkan munculnya gambar kabur. Untuk
membantu penglihatan dapat digunakan kacamata berlensa silindris. Tanda
dan gejalanya adalah sakit kepala, mata mengecil, distorsi atau pandangan
kabur pada semua jarak dan kesulitan mengemudi di malam hari
(Anonim). (Kristanta, 2004).
2.3 Refraksi
Refraksi adalah pembelokan berkas cahaya dari medium 1 ke medium
lain yang berbeda.cahaya melewati 2 medium (udara dan kornea) dengan
densitas berbeda maka indeks bias berbeda maka akan dibiaskan. Indeks
Refraksi tergantung pada :
1. Beda densitas kedua media
a. Indeks refraksi udara = 1.00
b. Indeks refraksi kornea = 1.38
2. Kelengkungan kedua media
Lensa berbentuk konveks(cembung) menyebabkan
konvergensi(penyatuan) berkas cahaya yang kemudian terfokus sewaktu
mencapai retina.
Rhodopsin menyebabkansemua gelombang cahaya yang tampak sehingga
tampak sebagai pandangan hitam-putih. Sedangkan pada sel kerucut,
ketiganya berespon secara selektif terhadap panjang gelombang sehingga
pada penglihatan terhadap warna. Buta warna apabila pada penderita tidak
memiliki satu atau lebih dari 3 jenis sel kerucut (Iiyas H sidarta. 2004).
Aplikasi klinis
1. Miopi
Hanya mampu melihat jelas pada jarak dekat, sedangkan benda-benda
jauh tidak tampak jelas. Miopi sering disebut rabun dekat. Hal ini terjadi
karena ukuran bola mata dari belakang sampai ke depan melebihi ukuran
yang normal, sehingga lensa memfokuskan bayangan di depan retina
(Suhardi, 2007).
2. Hipermetropi
Hanya mampu melihat jelas benda pada jarak jauh, sedangkan benda-
benda dekat tidak tampak jelas. Hipermetropi atau rabun jauh terjadi
karena ukuran bola mata dari belakang sampai depan adalah pendek atau
kecil, sehingga lensa memfokuskan bayangan di belakang retina (Suhardi,
2007).
Penderita hipermetropi atau rabun dekat memiliki titk dekat lebih besar
dari 25 cm di depan matanya sehingga tidak dapat melihat benda-benda
yang dekat dengan jelas. Bayangan benda yang dekat pada mata
hipermetripi jatuh di belakang retina. Hal ini disebabkan karena bola mata
terlalu pipih (jarak fokus lensa terlalu panjan). Agar bayangan jatuh tepat
pada retina digunakan kaca mata berlensa positif atau lensa cembung yang
dipelukan sesuai rumus:
PM = 100/S – 100/PP
Keterangan:
PM : kekuatan lensa kacamata untuk hipermetropi dalam satuan dioptri
S : jarak benda di depan kacamata
PP : punctum proximum (titik dekat mata) dalam satuan cm
(Kristanta, 2004).
2.4 Pupil
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor
peka-cahaya karena adanya iris, suatu otot polos berpigmen yang membentuk
struktur seperti cincin di Aqueous humor. Lubang bundar dibagian tengah iris
tempat masuknya cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Ukuran lubang
ini dapat disesuaikan oleh variasi kontraksi otot iris untuk memungkinkan
lebih banyak atau sedikit cahaya masuk sesuai kebutuhan, seperti shutter yang
mengatur jumlah cahaya yang masuk ke kamera.
Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler
(serat-serat otot berjalan melingkar di dalam iris) dan yang lain radial (serat-
seratnya berjalan keluar dari batas pupil seperti jari-jari roda sepeda). Karena
serat-serat otot memendek saat berkontraksi, pupil mengecil apabila otot
sirkuler berkontraksi dan membentuk cincin yang lebih kecil. Refleks
konstriksi pupil ini terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahay
yang masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil
meningkat. Dilatasi pupil tersebut terjadi pada cahaya temaram (suram) untuk
meningkatkan jumlah cahaya yang masuk (Sherwood, 2001).
Komponen aferen lengkung refleks yang mengatur konstriksi pupil
terhadap rangsang cahaya atau refleks akomodasi pada penglihatan dekat
adalah nervus optikus. Saraf eferen merupakan bagian dari saraf parasimpatis,
dan mencapai serabut otot polos pupilokonstriktor (otot sirkuler) melalui
nervus okulomotorius (III). Saraf simpatis mempersarafi serabut otot
pupilodilator (otot radial), yang mencapai mata (dari ganglion servikal
superior) melalui pleksus simpatis pada dinding arteri karotis interna)
(Sherwood, 2001).
Pada pemeriksaan fisik, pertama-tama dilakukan inspeksi pupil untuk
melihat:
1. Ukuran pupil yang dicatat dalam millimeter. Ukuran pupil dapat dipen-
garuhi oleh obat-obatan, seperti obat-obatan antikolinergik yang diteteskan
secara topical untuk mendilatasi pupil dalam pemeriksaan oftalmoskopi
retina, pupil pinpoint disebabkan oleh overdosis opiate. Ukuran harus di-
cacat pada tingkat cahaya, tinggi, sedang, dan rendah. Banyak individu
normal yang mempunyai ukuran pupil yang tidak sama (anisokoris fisiol-
ogis); dalam hal ini perbedaan tersebut akan sama pada setiap tingkatan
cahaya.
2. Bentuk-bentuk lingkaran pupil yang normal dapat rusak oleh trauma, baik
kecelakaan atau tindakan pembedahan, serta denervasi segmental.
Penyakit inflamasi local (iritis) juga dapat menyebabkan irregularitas ben-
tuk pupil karena adanya adhesi (sinekia) antara iris dan struktur di be-
lakannya.
3. Eksentrisitas-pupil dapat berdeviasi dari lokasi sentralnya akibat trauma
(Sherwood, 2001).
Setelah melakukan observasi pada pupil yang istirahat, dilakukan
pemeriksaan respon pupil terhadap cahaya dan akomodasi. Pemberian
rangsang cahaya terang, misalnya dari senter, secara cepat ke satu pupil
normalnya akan menyebabkan konstriksi cepat dari pupil tersebut dan respons
identik yang simultan pada pupil yang satu lagi (masing-masing disebut
dengan refleks cahaya langsung dan konsensual). Pupil juga akan
berkonstriksi jika focus suatu benda dipindahkan dari jarak jauh ke dekat.
Pada orang usia lanjut, saat lensa tidak mampu lagi berakomodasi (mengubah
ketebalan lensa untuk jauh dan dekat), maka konstriksi pupil akan tetap terjadi
disertai oleh konvergensi mata yang dirangsang dengan memfokuskan
pandangan ke obyek yang dekat (Sherwood, 2001).
Lesi pada jaras refleks pupil secara garis besar dapat diklasifikasikan
menjadi defek aferen dan defek eferen. Defek aferen seringkali tidak lengkap,
yaitu satu mata yang terkena dapat tetap merespons secara langsung (direk)
terhadap cahaya, tetapi tidak demikian ada mata yang lain. Defek pupil
aferen relative merupakan tanda penting neuritis optic. Hal ini paling baik
diperlihatkan dengan menggunakan tes swinging torch/cahaya berayun, yaitu
penyinaran cahaya dilakukan secara berulang pada mata yang terkena
bergantian dengan mata yang sehat (Sherwood, 2001).
Ketika cahaya mengenai mata yang sehat, maka kedua pupil
berkonstriksi. Ketika cahaya disinarkan pada mata yang terkena, maka terjadi
dilatasi kedua pupil. Hal ini disebabkan oleh refleks cahaya langsung yang
lemah pada mata yang sakit akan lebih diimbangi oleh penghentian stimulus
dari mata normal yang akan menyebabkan dilatasi konsensual (Sherwood,
2001).
Aplikasi klinis
Kelainan ukuran dan reaksi pupil seringkali ditemukan bersamaan
dengan gangguan pada pergerakan mata dan kelopak mata. Terdapat dua
sindrom pupil yang sudah sangat terkenal:
1. Pupil Argyll Robertson-tanda klasik dari neurosifilis yang saat ini sudah
jarang ditemukan. Pupil kecil dan irregular, dengan respon akomodasi
yang masih baik, tetapi refleks cahaya menurun atau tidak ada. Kondisi ini
umumnya bilateral.
2. Pupil Miotonik- pupil yang terganggu berdilatasi, refleks cahaya ter-
ganggu, tetapi berkonstriksi sangat lambat pada penglihatan dekat. Refleks
akomodasi untuk penglihatan dekat dapat menjadi tonik, dan menunjukkan
perlambatan redilatasi. Kondisi ini benigna, dapat menjadi bilateral, dan
mungkin berhubungan dengan tidak adanya refleks tendon (sindrom
Holmes-Adie) (Ginsberg, 2007).
2.5 Penglihatan Warna Dan Buta Warna
Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya,
yaitu pad sel batang dan sel kerucut. Fotoreseptor mengubah energy cahaya
menjadi energi listrik untuk disalurkan ke SSP. Fotoreseptor terdiri dari 3
bagian:
a. Segmen luar
mendeteksi cahaya
b. Segmen dalam
mengandung perangkat metabolic sel
c. Terminal sinaps
Menyalurkan sinyal dari fotoreseptor ke sel berikutnya di jalur
penglihatan.
Setiap jenis sel kerucut diaktifkan paling efektif oleh panjang
gelombang cahaya tertentu dalam rentang yang dinyatakan oleh namanya-
biru, merah, atau hijau. Namun demikian, sel-sel kerucut juga berespon
terhadap panjang gelombang lain dalam derajat yang berbeda-beda. Persepsi
kita mengenai berbagai warna dunia bergantung pada berbagai rasio stimulasi
ketiga jenis sel kerucut sebagai respon terhadap berbagai panjang gelombang
(Sherwood, 2001).
Jumlah tiap-tiap jenis sel kerucut yang dirangsang dikode dan
disalurkan ke jalur-jalur yang terpisah ke otak. Baru-baru ini ditemukan
adanya pusat penglihatan warna tersendiri di korteks penglihatan primer. Pusat
ini mengkombinasikan dan mengolah masukan-masukan tersebut untuk
menghasilkan persepsi warna, dengan mempertimbangkan benda
dibandingkan dengan latar belakangnya. Dengan demikian, konsep warna
tergantung dalam benak yang melihat. Sebagian besar dari kita setuju
mengenai warna apa yang kita lihat, karena kita memiliki jenis sel-sel kerucut
yang sama dan menggunakan jalur-jalur saraf yang sama untuk
membandingkan keluaran mereka. Namun, kadang-kadang ada orang yang
tidak memiliki jenis sel kerucut tertentu, sehingga penglihatan warna mereka
adalah produk kepekaan diferensial dua jenis sel kerucut saja, suatu keadaan
yang dikenal sebagai Buta Warna. Para individu yang mengalami gangguan
penglihatan warna tidak saja mempersepsikan warna tertentu secara berbeda,
tetapi mereka juga tidak mampu membedakan banyak variasi warna
(Sherwood, 2001).
Pemeriksaan klinis penglihatan warna biasanya menggunakan
Gambar Ishihara. Tes ini terdiri dari titik-titik berwarna yang tersusun
sehingga individu dengan penglihatan warna yang normal dapat membaca
sebuah angka yang “tersembunyi” dalam pola titik-titik tersebut. Selain
gambar Ishihara, tes buta warna juga dapat dilakukan menggunakan Buku
Pseudoisokhromatik (Ginsberg, 2007).
Aplikasi Klinis
Gangguan penglihatan warna dapat diturunkan oleh gen resesif terkait
seks. Gangguan ini juga bisa didapat, terutama pada penyakit nervus optikus.
Jadi, desaturasi warna (terutama warna merah) merupakan gambaran awal
semua penyakit nervus optikus. Gangguan sentral (serebral) penglihatan
warna yang lebih ringan biasanya disebabkan oleh penyakit di region
oksipitotemporal, dan seringkali melibatkan kedua hemisfer, yang
membutuhkan tes yang lebih canggih (Ginsberg, 2007).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum
Nama probandus : Ahmad Zaki
Usia : 20 tahun
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 65 kg
Dari hasil praktikum didapatkan :
Pemeriksaan Visus : Dapat melihat pada huruf terkecil 20/20
Pemeriksaan Lapang pandang : Didapatkan jarak pandangan mata 37,5
;54;49;53;40;31;34,5;41;43
Pemeriksaan reflex pupil : Mengecil ketika ada cahaya
Pemeriksaan warna dan buta warna : dapat membaca Gambar Ishihara
Dari data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi pengelihatan dari
probandus adalah baik, hanya saja pada pemeriksaan lapang pandang hasilnya
rendah.
B. Pembahasan
1. Pemeriksaan visus
Pada pemeriksaan visus terdapat berbagai macam jenis spheres
positif, negative dan silinder. Probandus melihat huruf snellen dari jarak 6
meter. Kemudian membaca kertas snellen dari atas kebawah. Diulangi
pada mata dekstra dan sinistra. Ditentukan batas probandus dapat melihat
huruf pada kertas snellen (DeGorwin,2000). Probandus disarankan
membaca huruf dari kiri ke kanan setiap baris ke kanan setiap baris
kartu Snellen atau memperagakan posisi huruf E. Pada kartu E
dimulai baris teratas atau huruf yang paling besar terkecil (baris yang
tertera angka 20/20). Penglihatan normal bila probandus dapat
membaca sampai huruf terkecil 20/20
Probandus dapat melihat pada huruf terkecil 20/20 sehingga
dapat dikatakan mata probandus normal.
Gambar 4. Kertas Snellen
2. Pemeriksaan Lapang pandang
Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengeliminir defferential
diagnosis dan dipergunakan untuk melihat progresifitas penyakit, dan
biasanya menyertai pemeriksaan lain misalnya: pemeriksaan ketajaman
penglihatan, penglihatan warna atau pemeriksaan mata lainnya
(Ilyas,1999).
Pemeriksaan lapang pandangan dapat dilakukan dengan berbagai
cara, dari yang sangat sederhana bahkan tanpa alat, sampai dengan
pemakaian alat canggih. Pemeriksaan ini selalu dilakukan pada satu mata
baru kemudian dilakukan pada mata yang lain (Ilyas,1999).
Pemeriksaan lapang pandangan bisa dilakukan dengan cara yaitu
dengan uji konfrontasi dan kisi Amsler, atau dengan cara yang lebih
canggih (dengan perimeter Goldmann) (Ilyas,1999).
Perimetri adalah penggunaan alat untuk memeriksa lapangan
pandang denganmata terfiksasi sentrai. Penilaian lapangan pandang
merupakafl ha| yang pentingditakukan pada keadaan penyakit yang
mempunyai potensi terjadinya kebutaan.Lapang pandangan merupakan
luas daerah yang dapat dilihat secara bersamaan dengan satu mata
terfiksasi. Batas normal lapang pandangan adalah 60" pada daerah
superior, 75o daerah inferior, 110'ternporal dan 60o daerah nasal
Pemeriksaan lapang pandangan sentral dan perifer dipergunakan
untuk tiga alasan:
1. Mendeteksi kelainan tajam penglihatan
2. Mencari lokasi kelainan disepanjang jaras saraf penglihatan
3. Melihat besar kelainan mata dan perubahannya dari waktu ke waktu/
follow up
Pada pemeriksaan ini didapatkan jarak pandangan mata
37,5 ;54;49;53;40;31;34,5;41;43
Melalui perhitungan didapatkan
Tan-1(37,5:35) =46,97
Tan-1(54:35) =57,05
Tan-1(49:35) =54,46
Tan-1(53:35) =56,56
Tan-1(40:35) =48,81
Tan-1(31:35) =44,58
Tan-1(34,5:35) =44,58
Tan-1(41:35) =49,51
Tan-1(43:35) =50,59
Pada hasil perhitungan yang dilakukan saat praktikum pada
probandus hasil yang didapatkan lebih rendah. Tetapi hasil tersebut tidak
berarti probandus dalam keadaan yang tidak normal. Hal tersebut
dikarenakan ada berbagai macam sebab yang mengakibatkan hasil dari
pemerikasaan lebih rendah dari nilai normalnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhia antara lain:\
a. Alat yang tidak sesuai dengan standar pemeriksaan.
b. Ketelitian dalam mengukur panjang dengan menggunakan alat bantu
mistar penggaris
3. Pemeriksaan reflex pupil
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui fungsi dari saraf otak
nervus III,IV,VI
Pemeriksaan pupil dilakukan dengan cara :
1. Lihat diameter pupil, normal besarnya 3 mm.
2. Bandingkan kiri dengan kanan ( isokor atau anisokor ).
3. Lihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.
Pemeriksaan refleks pupil:
refleks cahaya.
1. Direct/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil.
2. Normal , akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil ( miosis ).
3. Perhatikan juga apakah pupil segera miosis, dan apakah ada pelebaran
kembali yang tidak terjadi dengan segera.
4. Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan
pada satu pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain
(Lumbantobing,2000).
Probandus pada praktikum ini dinyatakan normal, reaksi pupil pada pe-
meriksaan langsung dan tidak langsung tidak menunjukkan keadaan patol-
ogis.
KESIMPULAN
1. Pemeriksaan fungsi pengelihatan terdiri dari pemeriksaan visus,
pemeriksaan lapang pandang dan pemeriksaan reflek pupil serta Penglihatan
warna.
2. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, kita mendapatkan hasil
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Visus : Dapat melihat pada huruf terkecil
20/20
b. Pemeriksaan Lapang pandang : Didapatkan jarak pandangan mata
37,5 ;54;49;53;40;31;34,5;41;43
c. Pemeriksaan reflex pupil : Mengecil ketika ada cahaya
Dari data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi pengelihatan dari
probandus adalah baik, hanya saja pada pemeriksaan lapang pandang hasilnya
rendah.
3. Aplikasi klinis dari pemeriksaan fungsi pengelihatan yaitu :
a. Pemeriksaan Visus : Astigmatisma, Presbiopi
b. Pemeriksaan Lapang pandang : Hipermetropi, Miopi
c. Pemeriksaan reflex pupil : Pupil Argyll Robertson Pupil
Miotonik
DAFTAR PUSTAKA
Degorwin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination. McGraw-
Hill.USA.
Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Neurologi Edisi 8. Jakarta: Erlangga.
Iiyas H sidarta. 2004. Ilmu penyakit mata. Jakarta : FKUI
Lumbantobing SM.2000. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Balai
penerbit FKUI. Jakarta.
Martini, Frederick H, Judi L. Nath. 2009. The Special Sense dalam Fundamentals
of Anatomy & Physiology 8th Edition. San Fransisco : Pearson. Halaman
579 – 582.
Sherwood, Lauralee. 2001. Sistem Saraf Perifer : Divisi Aferen : Indera dalam
Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC. Halaman 161.
Sutrisna, dkk. 2007. Pelatihan pemeriksaan tajam penglihatan pada siswa kelas 5
SD Gedongan I,Colomadu, Karanganyar. Surakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tortora, Gerard J, Derrickson, Bryan H.. 2009. The Special Sense dalam
Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition. Asia : John Wiley &
Son Inc. Halaman 615 – 617.
Anonim. http://www.nei.nih.gov/healthyeyestoolkit/factsheets/Astigmatism.pdf
diakses tanggal 25 maret 2010
Adil, Ellyzar. 2006. Sistem Indra dan Keseimbangan. Available URL from:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/d16efe5431c4ad2dbbb641b2f6
c28b0894eb4de9.ppt, diakses pada tanggal 27 Maret 2010
Kristanta, Arif. 2004. Optik dan gangguan penglihatan.
http://mahboeb.files.wordpress.com/2008/07/alat-optik.pdf. Diakses 25
maret 2010
Suhardi, Dedy. 2007. Panca Indera, Funsi, dan Pemeliharaannya.
http://www.p4tkipa.org/data/indera.pdf. Diakses pada tanggal 25 maret
2010