laporan farmakoterapi 1
DESCRIPTION
farmakoterapiTRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR FARMAKOTERAPI 1
PRAKTIKUM 4
FARMAKOTERAPI HEMATOLOGI
Disusun Oleh :
Amalia Ulfa (G1F011001)
Dwi Justitia A. (G1F011009)
Imroatul Kanza A (G1F011017)
Rifka Husniati (G1F011025)
Desy Damayanti (G1F011033)
Agustianty Nur H. (G1F011041)
Rani Saskia (G1F011049)
Sharon Susanto (G1F011057)
Fulki Ghilman (G1F011067)
Najah (G1F011075)
Kelas / Kelompok : A / 1
Asisten : Yohan Budi
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2013
PRAKTIKUM 4
FARMAKOTERAPI HEMATOLOGI
A. KASUS
Nama : Tn. SM
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal MRS : 29-3-2010
Diagnosa : anemia
Data Laboratorium :
Keluhan :
Tanggal 29/3 : mual, pusing, lemas, dada terasa panas
Tanggal 30/3 : mual, nyeri ulu hati
Tanggal 31/3 : mual, muntah
Tanggal 1/4 : pusing, demam
Tanggal 2/4 : -
Tanggal 3/4 : pusing, batuk
Tanggal 5/4 : pusing, panas
Tanggal 6/4 : pusing, panas
Tanggal 7/4 : pusing, gatal, mual
Tanggal 8/4 : pusing, mual
Tanggal 9/4 : pusing, mual, muntah
Tanggal 10/4 : pusing, mual
B. DASAR TEORI
Patofisiologi
Anemia
Anemia adalah berkurangnya jumlah sel darah merah atau kandungan
hemoglobin didalam darah. Hemoglobin (Hb) adalah suatu senyawa protein pembawa
oksigen didalam sel darah merah. Sel darah merah di produksi di sumsum tulang.
Sebagai bahan baku diperlukan zat gizi dari makanan, termasuk berbagai vitamin
(B2,B12) dan mineral (zat besi). Berikut adalah gejala yang dialami oleh penderita
anemia : Mudah letih bila melakukan aktifitas fisik/ mental, Nafas pendek, Pusing,
Tidak nafsu, Pucat (Anonim,2011)
Jenis-Jenis Anemia
Anemia berdasarkan tipe dan penyebabnya :
1. Anemia gizi
Anemia gizi umumnya terjadi akibat adanya defisiensi zat gizi yang
dibutuhkan tubuh untuk membentuk dan memproduksi sel darah merah. Anemia gizi
ini dikenal dengan kekurangan sel darah merah atau kurang darah yang diakibatkan
kurangnya pemenuhan zat gizi dalam tubuh seperti zat besi, vitamin E, asam folat,
vitamin B12 dan vitamin B6. Kekurangan sumber zat gizi inilah yang membuat
seseorang mudah mengalami anemia. (Anonim,2010)
2. Anemia non gizi
Anemia non gizi merupakan penyakit anemia atau kurang darah yang
diakibatkan karena adanya perdarahan seperti luka, menstruasi yang mengeluarkan
darah menstruasi secara berlebihan. Adapula penyebab lainnya dari anemia non gizi
yang juga mempengaruhi seseorang mengalami anemia dalam kategori tersebut
seperti terdapat atau memiliki riwayat penyakit darah yang bersifat genetik seperti
hemofilia, thalassemia yang merupakan penyakit genetik yang dapat memperburuk
keadaan atau kondisi anemia. (Anonim,2010)
Jenis – Jenis anemia, yakni :
1. Anemia mikrositik, hipokrom misalnya: anemia defesiensi besi, dan talasemia, sel-
sel darah merah kecil mengandung Hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari
normal. Anemia Defisiensi, karena kekurangan faktor pematangan eritrosit (besi,
asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin, eritropoetin, dan sebagainya).
2. Anemia normositik, normokrom misalnya : setelah kehilangan darah akut, adalah
Ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam
jumlah yang normal
3. Anemia makrositik, misalnya anemia megaloblastik, adalah ukuran sel-sel darah
merah lebih besar dari normal tetapi konsentrasi hemoglobin normal.
4. Anemia hemolitik, terjadi akibat penghancuran (hemolisis) eritrosit yang
berlebihan. (Chambers,2004)
Secara ilmiah anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah
atau jumlah Hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di
bawah normal (kadar Hb<10g/dl). Sel darah merah membawa oksigen (O2) dari paru-
paru ke jaringan dan organ-organ tubuh yang akan digunakan sebagai energi. Tanpa
Oksigen jaringan dan organ-organ ini (khususnya hati dan otak) tidak dapat
melaksanakan tugas dengan semestinya. Untuk alasan inilah mengapa orang yang
terkena anemia lebih mudah lelah dan kelihatan pucat. Anemia menyebabkan
berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah Hemoglobin (Hb) dalam sel darah
merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang
diperlukan tubuh ( Herawati ,2009)
Hemoglobin adalah pigmen yang membuat sel darah berwarna merah yang
pada akhirnya akan membuat darah manusia berwarna merah. Menurut fungsinya,
Hemoglobin merupakan media transport oksigen dari paru paru ke jaringan tubuh.
Seperti kita ketahui bersama, oksigen merupakan bagian terpenting dari metabolisme
tubuh untuk menghasilkan energi. Hemoglobin juga berfungsi membawa
Karbondioksida hasil metabolisme dari jaringan tubuh ke paru paru untuk selanjutnya
dikeluarkan saat bernafas. Orang dengan kadar Hemoglobin yang rendah disebut
dengan istilah anemia. Saat kadar Hemoglobin rendah maka jumlah sel darah merah
pun akan rendah. Demikian pula halnya dengan nilai hematokrit. Bila terjadi anemia
transportasi oksigen akan terganggu dan jaringan tubuh orang yang anemia akan
mengalami kekurangan oksigen guna menghasilkan energi
Anemia menyebabkan kelelahan, sesak nafas dan pusing. Orang yang
menderita anemia merasa badannya kurang enak dibandingkan orang dengan tingkat
Hb yang wajar. Mereka merasa lebih sulit untuk bekerja. Ini berarti mutu hidupnya
lebih rendah. Anemia didefenisikan oleh tingkat Hb. Sebagian besar dokter sepakat
bahwa Hb dibawah 6,5g/dl menunjukkan anemia yang gawat. Tingkat Hb yang wajar
sedikitnya adalah 12g/dl untuk perempuan dan 14g/dl untuk laki-laki. Secara umum,
perempuan mempunyai tingkat Hb yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Begitu
juga dengan orang yang sangat tua atau yang sangat muda. Jangan pernah
menganggap bahwa jika anda lelah, maka kondisi ini bisa diatasi dengan cukup
mengkonsumsi suplemen besi. Asupan besi yang berlebihan belum tentu memberikan
kekuatan, malah bisa jadi malapetaka.(Herawati,2009)
Penderita Gangguan Ginjal
Anemia umumnya terjadi pada orang yang menderita penyakit ginjal. Ginjal
yang sehat memproduksi sebuah hormon yaitu Erythropoietin (EPO), yang
menstimulasi sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah yang
dibutuhkan untuk membawa oksigen ke organ-organ vital. Ginjal yang tidak normal,
tidak bisa memproduksi cukup EPO. Akibatnya sumsum tulang hanya memproduksi
sedikit sel darah merah. Anemia pada gaangguan ginjal mulai terjadi pada tahap-
tahap awal penyakit, yaitu ketika penderita masih memiliki 20-50% dari fungsi ginjal
normal. Jika seseorang kehilangan setengah dari fungsi ginjalnya dan memiliki
hematokrit rendah, maka kasus ini disebut anemia yang disebabkan kekurangan EPO.
(Herawati, 2009)
Etiologi:
1. Secara fisiologis anemia dapat terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah Hb
untuk mengangkut O2 jaringan.
2. Akibat sel darah merah premature/penghancuran sel darah merah yang berlebihan.
3. Akibat produksi sel darah merah tidak mencukupi.
4. Kehilangan darah misalnya perdarahan pada waktu melahirkan.
5. Kekurangan nutrisi misalnya tidak tercukupi kandungan unsur besi dalam menu
sehari-hari dan banyaknya zat besi keluar melalui perdarahan.
6. Penyakit kronik terjadi karena turunnya produksi sel darah merah dan adanya
penyekat pada penggunaan zat besi oleh sel steroid misalnya pada penyakit TBC
yaitu biasanya pada paru dan tulang biasanya berbentuk benjolan kecil (ISO, 2008)
ALGORITMA
(Dipiro,2008)
C. PENATALAKSANAAN KASUS
1. Subjective
Nama : Tn. SM
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal MRS : 29-3-2010
Diagnosa : anemia
2. Objective
Data Laboratorium
Keluhan :
Tanggal 29/3 : mual, pusing, lemas, dada terasa panas
Tanggal 30/3 : mual, nyeri ulu hati
Tanggal 31/3 : mual, muntah
Tanggal 1/4 : pusing, demam
Tanggal 2/4 : -
Tanggal 3/4 : pusing, batuk
Tanggal 5/4 : pusing, panas
Tanggal 6/4 : pusing, panas
Tanggal 7/4 : pusing, gatal, mual
Tanggal 8/4 : pusing, mual
Tanggal 9/4 : pusing, mual, muntah
Tanggal 10/4 : pusing, mual
3. Assesment
Berdasarkan data laboratorium terdapat peningkatan kreatinin yang cukup
tinggi dari batas normalnya. Kreatinin merupakan produk sisa dari perombakan
kreatin fosfat yang terjadi di otot. Kreatinin adalah zat racun dalam darah,
terdapat pada seseorang yang ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan normal.
Kreatinin adalah produk sampingan dari hasil pemecahan fosfokreatin (kreatin) di
otot yang dibuang melalui ginjal. Pada pria, normalnya 0,5 – 1,7 mg/dl (Tatro,
2003) sedangkan pada kasus nilainya antara 6,5 – 9,34. Bila di atas rentang
normal, salah satunya mengindikasikan adanya gangguan fungsi ginjal.
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi acuan untuk
mengetahui adanya Gagal ginjal akut (GGA) atau Gagal Ginjal Kronik (GGK).
Pada kasus ini nilai kreatinin pasien sangat tinggi yang dapat mengarah pada
dugaan GGK sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanju untuk
penatalaksanaan terapi selanjutnya. Karena diduga adanya kelainan fungsi ginjal
maka hal ini akan mempengaruhi ketersediaan eritropoietin (EPO) karena salah
satu fungsi ginjal adalah memproduksi hormon EPO. Hormon ini akan
merangsang sumsum tulang belakang untuk memproduksi sel darah merah. Jika
ketersediaan EPO berkurang maka hal ini akan menyebabkan berkurangnya sel
darah merah yang terbentuk sehingga timbulah anemia.
Selain terdapat peningkatan kreatinin, juga terdapat peningkatan ureum
darah yang cukup signifikan dari batas normalnya. Batas normal ureum : 20 – 40
mg/dl sedangkan pada kasus, pasien mempunyai kadar ureum darah sebesar 85,7
– 157,9. Ureum adalah produk akhir dari metabolisme protein di dalam tubuh
yang diproduksi oleh hati dan dikeluarkan lewat urin. Pada gangguan ekskresi
ginjal, pengeluaran ureum ke dalam urin terhambat sehingga kadar ureum akan
meningkat di dalam darah (Alper, 2010) Kadar kalium pasien juga berada di atas
nilai normalnya. Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak
mampu mengekskresikan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, sehingga
menyebabkan hiperkalemia. Tekanan darah pada pasien juga meningkat. Laki-
laki, usia ≤ 45 tahun di katakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 130/90
mmHg (Tripena, 2011) Peningkatan tekanan darah ini erat hubungannya dengan
kelainan fungsi ginjal. Tekanan darah meningkat karena overload cairan dan
produksi hormon vasoaktif diciptakan oleh ginjal melalui RAS (renin-angiotensin
system), meningkatkan risiko seseorang mengembangkan hipertensi. Pada kondisi
normal, sel otot jantung menjaga agar Ca++ intraseluler berada dalam kadar rendah
melalui bantuan suatu pompa Na+-Ca++ yang akan memompa Ca++ ke luar
menggunakan energi yang berasal dari gerakan Na+. Dalam kasus ini, terjadi
hiperkalemia yang artinya K+ di luar sel sangat tinggi, oleh karena itu kadar Na+
di dalam sel pun ikut tinggi. Jika kadar Na+ intraseluler tinggi maka Ca++
meningkat dan menyebabkan meningkatnya kekuatan kontraksi otot jantung
sehingga dapat menyebabkan hipertensi.
Nilai RDW normal adalah 11,5-14,5 CV(Coefficient of Variation of red
cell size). RDW (Red Cell Distribution Width) merupakan pengukuran besarnya
ukuran sel darah merah. RDW telah diketahui berguna untuk mengetahui
klasifikasi anemia, karena nilai RDW lah yang pertama kali mengalami
abnormalitas ketika terjadi anemia karena defisiensi nutrisi. Kenaikan RDW ini
biasanya terjadi pada penderita anemia. Kenaikan ini dapat menjadi indikasi
adanya defisiensi besi, vitamin B12 dan asam folat (pada penderita anemia) (Lee,
1998) seperti yang terjadi pada psien ini. Niliah Hb normal adalah 14-17,4 g/dl
untuk laki-laki dan 12-16 g/dl untuk wanita. Hb ( hemoglobin) merupakan
komponen utama pada sel darah merah. Turunnya nilai Hb biasanya terjadi pada
penderita anemia. Pengukuran Hb biasanay bersamaan dengan pengukuran nilai
RBC dan Hct. Hampir semua tipe anemia akan menunjukkan penurunan nilai Hb,
sehingga tidak menunjukkan tipe anemia yang spesifik (Fischbach, 1999). Pada
pasien ini mengalami penurunan nilai Hb yaitu sekitar 10-11. Hematokrit adalah
proporsi volume darah yang terdiri dari sel darah merah. Misalnya, hematokrit
25% berarti ada 25 mililiter sel darah merah dalam 100 mililiter darah. Tingkat
hematokrit (HCT) dinyatakan dalam persentase. Nilai normal pada laki-laki
adalah 42-52% dan 36-48% pada wanita.. Semakin tinggi presentase hematokrit
maka konsentrasi darah semakin kental (Pusparini, 2009). Pada pasien ini nilai
Hct nya menurun. Penurunan nilai Hct ini merupakan indikator bahwa pasien
menderita anemia. Nilai Hct sekitar 30% menunjukkan pasien menderita anemia
tingkat sedang sampai berat. Pada pasien ini nilai Hct nya adalah 33-34%,
sehingga dapat diperkirakan pasien menderita anemia sedang (Fischbach, 1999).
Sel darah putih, disebut juga leukosit, merupakan unit sistem pertahanan
tubuh yang bergerak aktif. Jika seseorang terluka, sel darah putih akan berkumpul
di bagian yang terkena luka, agar tidak ada kuman penyakit yang masuk melalui
luka itu. Secara umum cara kerja leukosit adalah mengepung daerah yang terkena
infeksi atau cidera, menangkap organisme berbahaya dan menghancurkannya,
menyingkirkan kotoran, serpihan dan lainnya. Sel darah putih yang berfungsi
membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem
kekebalan tubuh (Effendi, 2008). Kadar leukosit normal adalah 5,000–10,000
cells/mm3 (Fischbach, 1999). Pada pasien ini pasien memiliki kadar leukosit yang
meningkat dari nilai normal yaitu sekitar 12.000 cells /mm3. Kenaikan ini
menandakan adanya respon tubuh untuk meningkatkan sistem imunitas.
Pusing dan mual merupakan keluhan umum yang sering terjadi. Pusing
adalah perasaan ringan atau sensasi berputar yang sering disertai dengan mual,
atau perasaan sakit seperti seseorang akan muntah. Ketika seseorang mengalami
pusing dan mual, gejala lain mungkin juga bisa terjadi, seperti berkeringat,
pingsan, sesak napas dan nyeri dada. Mungkin bisa tejadi kelemahan dan
kehilangan keseimbangan yang bisa disertai dengan palpitasi (denyut jantung
tidak teratur atau cepat) dan penglihatan kabur. Salah satu penyebab yang cukup
sering dari keluhan kepala adalah kurang darah. Yang disebut kurang darah
adalah anemia, yaitu kurangnya kadar Hb (Haemoglobin) dan/atau kurangnya
jumlah sel darah merah (eritrosit).Akibatnya, kandungan oksigen (O2) dalam
darah juga berkurang, menimbulkan keluhan-keluhan kepala seperti pusing
(Anonim, 2013).
Pada kondisi normal, zat besi dibutuhkan enzim untuk sintesis DNA dan
enzim mieloperoksidase netrofil sehingga menurunkan imunitas seluler. Akan
tetapi, pada kondisi anemia, defisiensi besi juga menyebabkan berkurangnya
penyediaan besi pada bakteri sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang
berakibat pada ketahanan terhadap infeksi. Maka dari itu, timbul demam yang
tidak terlalu tinggi (Bakta, I Made, dkk.,2006).
Sedangkan untuk kasus tingginya HCl, dikarenakan ion Cl- yang berada di
ekstraseluler secara fisiologis berfungsi untuk menyeimbangkan kadar ion Na+
dan untuk kondisi hiperkalemia dimana K+ di ekstraseluler sangat tinggi sehingga
kadar ion Na+ di intraseluler pun sangat tinggi, hal ini menyebabkan ion Na+ di
ekstraseluler berada dalam jumlah yang kecil. Oleh karena itu, Cl- tidak dapat
menyeimbangkan kondisi ini sehingga Cl- akan bertemu dengan proton (H+) dan
menghasilkan HCl atau disebut juga asam lambung. Tingginya HCl dalam
lambung dapat menyebabkan gangguan sistem pencernaan seperti mual-muntah,
nyeri pada ulu hati sampai dada terasa panas, hal ini sesuai dengan keluhan pada
pasien.
4. Plan
Guideline
(Anonim,2006)
1. Tujuan Terapi
Mengembalikan atau menambahkan zat-zat pembentuk sel darah merah
Menurunkan tekanan darah tinggi serta mengatasi hiperkalemia
Mengurangi gejala yang dialami oleh pasien dengan mengobati mual, muntah,
dan nyeri ulu hati
Meningkatkan kualitas hidup pasien
2. Terapi Farmakologi
Terapi / Tgl 29/3 30/3 31/3 1/4 2/4 3/4 4/4 5/4 6/4 7/4 8/4 9/4 10/4
Hemobion v v v v v v v v v v v v v
Losartan v v v v v v v
HCT v v v v v v v v
Rantin v v v v v v v
Infus D5% v v v v v v v v v v v v v
a. Hemobion
Hemobion adatah preparat hematinik untuk pengobatan anemia, yang
juga mengandung calcium, cholecalciferol dan ascorbic acid sebagai pelengkap.
Komposisi
Setiap kapsul mengandung:
- Ferrous Fumarat 360 mg
- Folic acid 1,5 mg
- Vitamin B12 15 meg
- Calcium carbonat 200 mg
- Cholecalciferol 400 Mi
- Ascorbic Acid 75 mg
Indikasi
1. Anemia pada masa kehamilan dan laktasi
2. Pada masa kehamilan
3. Anemia karena kehilangan darah oleh berbagai sebab
Dosis
Pemakaian 1 kapsul sehari
Perhatian
Obat ini mungkin menyebabkan feces berwarna hitam.
Kemasan
Kotak berisi TO x 10 kapsul warna hitam-merah dalam strip
Mekanisme Kerja
Hasil terbaik pada pengobatan diperoleh bila diberikan asupan zat besi, folic
acid, dan vitamin B12. Hemobion mengandung ferrous fumarate, folic acid dan
vitamin B12 yang sangat penting untuk pembentukan sel darah merah. Calcium
carbonate diubah menjadi bentuk yang mudah larut di dalam usus sehingga mudah
diabsorbsi. Selain itu Hemobion mengandung cholecalciferol untuk meningkatkan
absorbsi calcium dari usus. Ascorbic acid membantu mempertahankan zat besi dalam
bentuk ferro yang lebih mudah diabsorbsi dari saluran pencernaan. Ascorbic acid juga
memperbaiki metabolisme, menjamin pertumbuhan yang baik dari tulang dan gigi,
serta meningkatkan daya tahan tubuh. Oleh sebab itu dapat meningkatkan daya tahan
tubuh pada pasien yang lemah.
Alasan pemilihan obat
Hemobion dipilih karena mengandung komposisi yang lebih kompleks untuk
pembentukan sel darah merah, yaitu mengandung ferrous fumarate, vitamin B12,
folic acid, sehingga dapat digunakan untuk mengatasi Hb dan hematokrit yang rendah
pada pasien.
(Tatro, 2003).
b. Losartan
Losartan 50 mg tablet (1 box berisi 3 strip @ 10 tablet),
Indikasi : Losartan untuk pengobatan hipertensi dosis sekali sehari. Angiotensin II ini
selanjutnya akan berkaitan dengan reseptor Angiotensin I yang akan mempengaruhi
bermacam-macam organ, yaitu :
- Arteri :vasokonstriksi (khususnya koroner, ginjal, otak)
- Ginjal : retensi Na (produksi aldosteron) retensi air (pelepasan
vasopresin) Pelepasan prostaglandin
- Otak : rasa haus dan pelepasan vasopressin
- SSP : merangsang efek simpatis epinefrin
- Jantung : Kontraksi (inotropik), Hipertrofi ventrikel, fibrosis vaskular dan
Miokard
Mekanisme kerja : Losartan adalah secara selektif dan kompetitif bekerja terhadap
subtipe reseptor AT1, sehingga efek Angiotensin II terhambat, dengan demikian akan
menyebabkan terjadiya penurunan tekanan darah. Absorbsi Losartan berlangsung
dengan cepat, dan makanan tidak mempengaruhi absorpsi Losartan sehingga Losartan
dapat diberikan sebelum atau setelah makan. Losartan diindikasikan untuk kasus-
kasus hipertensi esensial ringan sampai berat, terutama bila pasien tidak dapat
mentoleransi efek samping batuk. Ataupun resisten terhadap antihipertensi golongan
lain.
Kontra Indikasi :
Losartan dikontraindikasikan pada :
- Pasien yang hipersensitif terhadap Losartan
- Anak-anak karena efektivitas dan keamanannya pada anak-anak belum diketahui.
- Wanita hamil dan menyusui
Dosis
Dosis awal : 50 mg, sekali sehari.
Apabila diperlukan, dosis dapat ditingkatkan hingga 100 mg per hari.
Pada pasien yang kemungkinan volume cairan tubuh berkurang (misalnya pasien yang
menggunakan diuretika) atau dengan gangguan fungsi hati, dosis awal yang diberikan
adalah 25 mg.
Bila pemberian Losartan secara tunggal belum menurunkan tekanan darah secara adekuat,
maka dapat ditambahkan hydrochlorotiazide (HCT).
Losartan dapat diberikan sebelum atau sesudah makan karena absorpsinya tidak
dipengaruhi oleh makanan.
Tidak perlu dilakukan penyesuaian dosis bila Losartan diberikan pada orang tua maupun
pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
Efek Samping
Dari beberapa penelitian yang ada, efek samping losartan yang sering dilaporkan adalah sakit kepala, pusing, astenia/lelah.
Peringatan Dan Perhatian
- Pada pasien dengan gangguan fungsi hati, dapat diberikan dosis losartan dengan dosis
lebih rendah, karena kemungkinan peningkatan kadar losartan di dalam darah pada
pasien dengan gangguan fungsi hati.
- Sebagai akibat penghambatan sistem RAAS dapat terjadi gangguan fungsi ginjal
yang bersifat reversible apabila pengobatan dihentikan.
- Pada pasien dengan gangguan ginjal dengan atau tanpa diabetes, sering dijumpai
gangguan keseimbangan elektrolit.
Interaksi Obat
Losartan tidak berinteraksi dengan HCT, digoksin, warfarin, simetidin dan fenobarbital.
Losartan bila dikombinasikan dengan HCT akan memberikan efek sinergis dalam
menurunkan tekanan darah. Sama seperti golongan AIIRA lainnya, penggunaan diuretika
hemat kalium (misalnya spironolakton, trianteren, amilorid), suplemen kalium atau bahan
mengandung kalium dapat meningkatkan kadar kalium dalam darah.
Alasan pemilihan obat :
Losartan merupakan obat golongan ARB (Angiotensin Receptor Blocker), dimana Losartan
merupakan pilihan obat untuk terapi pasien yang hipertensi tipe II, dimana dalam terapinya
di kombinasikan dengan obat Diuretik golongan thiazide yaitu H.C.T., selain itu penggunaan
ARB didasarkan pada management terapi pasien gagal jantung stage C, dimana pasien dalam
kasus ini yaitu Ibu Aye didiagnosa mengalami gagal jantung disertai hiprtensi. Losartan
dapat mendukung atau tidak mencegah pemecahan bradikinin, dimana bradikinin merupakan
mediator kimia yang cukup penting untuk regresi hipertropi miosis dan fibrosis, serta
meningkatnya lever aktivator jaringan plasminogen.
Losartan dikombinasikan dengan golongan Thiazide (obat Diuretik) dengan dosis rendah
dapat meningkatkan efikasi secara signifikan.Losartan juga mempunyai efeksamping yang
rendah dibanding obat hiprtensi golongan lainnya (Tatro,2003)
c. Hidroklorotiazid (HCT)
Indikasi
Edema, hipertensi
Dosis
− Edema: dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada pagi hari; dosis
pemeliharaan 5-10 mg 1-3 kali seminggu.
− Hipertensi: 12,5 – 25 mg perhari dosis tunggal pada pagi hari
Kontraindikasi
Hipokalemia yang refraktur, hiponatremia, hiperkalsemia, gangguan ginjal
dan hati yang berat, hiperurikemia yang simptomatik, penyakit adison.
Efek samping
Hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan; impotensi
(reversibel bila obat dihentikan); hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia,
hiperkalsemia, alkalosis hipokloremanik, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, dan
peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit, fotosensitivitas,
ganggan darah (termasuk neutropenia dan trombositopenia, bila diberikan pada
masa kehamilan akhir); pankreatitis, kolestasis intrahepatik dan reaksi
hipersensitivitas.
Mekanisme kerja
Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens ansa henle
tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Hilangnya K+, Na+, dan Cl-
menyebabkan peningkatan pengeluaran urin 3x. Hilangnya natrium menyebabkan
turunnya GFR.
Peringatan
− Berkontraindikasi dengan bradycardia, sebelumnya ada tingkatan AV block
yang dapat menyebabkan hipokalemia, memperburuk diabetes dan pirai;
− Mungkin memperburuk SLE (eritema lupus sistemik);
− Usia lanjut;
− Kehamilan dan menyusui;
− Gangguan hati dan ginjal yang berat;
− Porfiria.
Alasan pemilihan obat
Untuk menurunkan tekanan darah tinggi serta mengatasi hiperkalemia.
(Katzung, 2007).
d. Rantin
Rantin adalah obat golongan antagonis H2 histamin dengan nama generik
ranitidin.
Indikasi
Ranitidin memiliki indikasi untuk pengobatan dan pemeliharaan ulser
duodenum, pengaturan penyakit refluks gastroesofagus, termasuk penyakit erosif atau
ulseratif, pengobatan jangka pendek, ulser gastrik jinak, dan kerusakan gastrik karena
NSAID. Penggunaan sebagian dari multidrug regimen untuk membasmi H. pylori
pada pengobatan ulser peptik, menjaga peningkatan asam selama anastesi, mencegah
kerusakan mukosa lambung apabila digabung dengan NSAID jangka panjang,
mengontrol pendarahan GI bagian atas akut, dan menjaga ulser stress (Tatro, 2003).
Dosis
Sediaan Rantin yang ada di pasaran yaitu 1 ampul berisi 50 mg/2 ml. Bila
disesuaikan dengan dosis yang semestinya (50 mg tiap 6-8 jam) maka pengobatan
disarankan dilakukan dengan aturan pemakaian secara IV 2 x 1 ampul/hari. Rantin
digunakan selama pengobatan rawat inap yaitu selama 10 hari.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja dari ranitidin ini adalah memblok histamin secara
reversibel dan kompetitif pada reseptor H2, terutama di sel parietal lambung, dan
menyebabkan penghambatan sekresi asam lambung (Tatro, 2003).
Interaksi obat
Pada terapi ini ranitidine tidak berinteraksi dengan obat lain. Ranitidin dapat
berinteraksi dengan:
1. diazepam, dengan menurunkan efek farmakologis dan absorpsi diazepam;
2. etanol, dengan meningkatkan kadar etanol dalam plasma;
3. glipizide, dengan meningkatkan efek hipoglikemia;
4. ketokonazol, dengan menurunkan efek ketokonazol;
5. lidokain, dengan meningkatkan kadar lidokain;
6. warfarin, dengan mengganggu ranitidine dengan klirens warfarin (Tatro, 2003).
Alasan pemilihan obat
Ranitidin digunakan dalam terapi ini untuk mengatasi gejala yang timbul
pada pasien yang berkepanjangan, yaitu terdapat keluhan nyeri ulu hati, mual, dan
muntah.
e. Dekstrosa 5%
Komposisi
glukosa anhidrous dalam air untuk injeksi.
Indikasi
Rehidrasi, penambah kalori secara parenteral.
Kontraindikasi
Koma diabetikum, pemberian bersama produk darah; anuria, perdarahan intraspinal
& intrakranial, delirium dehidrasi
Dosis
Dextrose 5% dapat diberikan secara intravena melalui vena perifer. Kecepatan
pemberian infus yang dapat diberikan tanpa menimbulkan glukosuria adalah 0,5
g/kg/jam, dengan kecepatan maksimum idak melebihi 0,8 g/kg/jam. Dosis dextrose
tergantung pada usia, berat badan dan keseimbangan cairan, elektrolit, glukose dan
asam basa dari pasien
Efek samping
Demam, iritasi atau infeksi pada tempat injeksi, trombosis atau flebitis,
hiperglikemia pada bayi yang baru lahir.
Alasan pemilihan obat
Infus D5% digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien supaya pasien
tidak merasa lemas
(Anonim, 2012).
3. Terapi Non Farmakologi
Mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12. misalnya dari
sayur-sayuran hijau, ikan laut dan unggas
Menghindari makanan tinggi potassium
Mengurangi konsumsi kadar garam tinggi
Mengurangi konsumsi makanan pedas,asam,alkohol, dan kafein untuk
mengurangi nyeri ulu hati yang merupakan gejala penyakit magh.
Istirahat cukup
4. Monitoring
Memantau kadar kalium darah
Memantau penggunaan HCT agar tidak terjadi hipokalemik
Melakukan pemeriksaan Lab. Secara berkala untuk memastikan parameter-
parameter yang berkaitan dengan anemia sesuai dengan nilai normalnya
Memantau kadar kreatin dan ureum untuk dapat dilakukan terapi pada
gangguan ginjal
Memantau pemberian IV Dekstrosa 5% supaya tidak udem.
Perlu dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal lebih lanjut (GFR) untuk mengetahui
apakah pasien menderita gagal ginjal akut maupun kronik, sehingga dapat
dilakukan pemilihan terapi yang lebih tepat, misalnya pemberian EPO dan
tindakan hemodialisis.
5. KIE
Pasien diharapkan banyak minum air putih
Pasien diharapkan untuk olahraga teratur
Pasien dianjurkan minum obat sesuai aturan pakai secara teratur
Pasien diharapkan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, seperti
sayur-sayuran, buah, ikan, dan daging.
Diet garam, lemak, dan kolesterol
Mengurangi asupan kalium dan natrium
Pasien harus mengatur waktu istirahat secara teratur
Mengurangi makanan yang mengandung lemak jenuh dan memperbanyak makan
makanan yang berserat.
D. PEMBAHASAN
Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah
Hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah
normal. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
Hemoglobin (Hb) dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut
oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh ( Herawati ,2009)
Pasien didiagnosa menderita anemia karena terjadi penurunan hemoglobin
dari kadar normalnya. Namun, yang menarik di sini adalah jika dicermati maka
anemia pada kasus disebabkan karena adanya gangguan ginjal. Hal ini dapat
dibuktikan dengan meningkatnya serum kreatinin dan ureum darah, yang pada orang
dengan fungsi ginjal yang baik nilainya akan normal. Gangguan ginjal tentu
berhubungan erat dengan anemia, karena ginjala adalah satu – satunya organ yang
mampu memproduksi hormon eritropoietin (EPO). Hormon EPO inilah yang
nantinya akan berfungsi untuk merangsang sum – sum tulang untuk pembentukan sel
darah merah. Jika terjadi kerusakan sistem ginjal, maka akan mempengaruhi jumlah
EPO yang dikeluarkan. Karena jumlah EPO menurun, maka jumlah hemoglobinnya
juga menurun. Dalam terapi yang kami berikan, kami hanya memberikan hemobion
sebagai suplemen yang dapat meningkatkan jumlah hemoglobin. Hemobion dipilih
karena mengandung komposisi yang lebih kompleks untuk pembentukan sel darah
merah, yaitu mengandung ferrous fumarate, vitamin B12, folic acid, sehingga dapat
digunakan untuk mengatasi Hb dan hematokrit yang rendah pada pasien (Tatro,
2003). Pemilihan hemobion disini dirasa cukup tepat karena penurunan nilai Hb
pasien tidak terlalu banyak sehingga tidak perlu adanya tranfusi darah. Hemobion
digunakan juga untuk mengatasi defisiensi nutrisi yang menyebabkan abnormalitas
RDW. Hemobion diberikan dengan dosis 1 kali sehari. Penggunaan EPO dirasa tidak
perlu karena dalam kasus tidak diketahui stage gangguan ginjalnya sudah masuk fase
akut atau kronik, sehingga tidak bisa diberikan terapi lebih lanjut. EPO diindikasikan
untuk anemia dengan gangguan GGK. Data laboratorium mengenai fungsi faal ginjal
yang tersedia pada kasus terbatas, sehingga tidak dapat ditentukkan penatalaksanaan
terapi yang lebih akurat atau terarah. Parameter untuk melihat seseorang menderita
GGA/GGK tidak hanya dilihat dari kreatinin dan ureum darahnya saja, tetapi bisa
dilihat dari laju filtrasi glomerulus (GFR), clearence, BUN, serta ada atau tidaknya
asidosis metabolik.
Adanya gangguan ginjal juga dapat menyebabkan seseorang beresiko
hipertensi, karena overload cairan dari ginjal serta pengeluaran hormon vasoaktif dari
sistem RAS (Renin Angiotensin System). Hormon vasoaktif inilah yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Obat antihipertensi yang dipilih adalah golongan
Angiotensin Receptor Bloker (ARB) karena langsung menghambat pengikatan
angiotensin dengan reseptornya. Obat ARB yang digunakan adalah losartan. Losartan
diberikan dengan dosis 50 mg sekali sehari. Obat golongan ARB dan ACE-
I(Angionensin Converting Enzym Inhibitor) dinilai lenbih aman pada pasien
hipertensi dengan gangguan ginjal . Alasan tidak digunakannya ACE-I adalah karena
biasanya efek samping ACE-I adalah menimbulkan batuk, sedangkan jika
menggunakan golongan CCB(Calcium Canal Bloker) akan kurang efektif karena
penghambatannya di kanal kalsium, bukan di pencetus utamanya yaitu sistem RAS.
Pemberian losartan ini perlu diimbangi juga dengan pemantauan tekanan darah. Jika
sudah normal, sekiranya dapat dihentikan.
Gangguan ginjal juga akan menimbulkan efek yang lainnya yaitu
hiperkalemia. Hal ini diduga karena adanya indikasi penurunan laju filtrasi sehingga
ginjal tidak mampu mengekskresikan kalium keluar dari tubuh. Adanya hiperkalemia
ini diatasi dengan pemberian hidroklortiazid (HCT). HCT merupakan golongan obat
tiazid (diuretik lemah) sehingga tidak menimbulkan hipokalemia, namun
penggunaannya perlu dimonitoring. Karena efeknya diuretik lemah maka tidak perlu
kombinasi dengan diuretik hemat kalium misalnya spironolakton. HCT ini akan
membantu pengeluaran kalium dari dalam tubuh. Selain untuk mengatasi
hiperkalemia, HCT disini dapat digunakan sebagai agen antihipertensi dengan
mengkombinasikannya bersama dengan ARB. Dosis HCT yang digunakan adalah 25
mg per hari dan diminum pada pagi hari. HCT digunakan sampai kadar kalium
normal kembali, jika sudah normal terapi bisa dihentikan. Ranitidin dipilih karena
obat ini merupakan golongan H2 bloker yang cukup ampuh untuk mengurangi asam
lambung berlebih. Keluhan mual, muntah, nyeri ulu hati, dan dada terasa panas yang
dialami oleh pasien disebabkan karena meningkatnya kadar HCl (asam lambung)
dalam tubuh. Peningkatan ini dapat dipicu oleh adanya ketidakseimbangan elektrolit.
Untuk mengatasinya, diberikan injeksi ranitidin 2 kali sehari, selama pasien
mengalami keluhan mual muntah yang berkepanjangan. Rasa mual dan muntah ini
akan menyebabkan pasien merasa tidak nyaman sehingga sebaiknya diberikan terapi
agar pasien lebih nyaman juga dalam mengkonsumsi obat – obatan yang lain.
Untuk peningkatan kualitas hidup pasien, diberikan Dektrosa 5% sebagai
terapi pemeliharaan kondisi tubuh, untuk berjaga-jaga apabila kondisi pasien lemas
dan lesu. Hal ini karena Dekstrosa 5% mengandung glukosa anhidrous dalam air
untuk injeksi. Komposisi ini dapat digunakan sebagai penambah kalori dan untuk
rehidrasi (Anonim, 2012).
E. KESIMPULAN
Pasien menderita anemia yang disebabkan oleh penurunan nilai hemoglobin.
Anemia ini dapat disebabkan karena kelainan fungsi ginjal dilihat dari data kreatinin
dan ureum darahsehingga tidak dapat memproduksi hormon EPO secara normal. EPO
adalah hormon yang merangsang sum-sum tulang untuk membentuk sel darah merah.
Anemia pada kasus ini juga mengarah pada defisiensi besi, vitamin B12 serta asam
folat sehingga diberikan terapi hemobion. HCT digunakan untuk mengatasi
hiperkalemia. HCT dapat dikombinasikan dengan losartan sebagai penurun tekanan
darah pada pasien. Untuk mengatasi keluhan mual-muntah diberikan injeksi ranitidin.
Sedangkan untuk menjaga status nutrisi pasien diberikan infus dextrose 5%.
DAFTAR PUSTAKA
Alper AB dan Shenava RG. 2010.Uremia.
http://www.emedicine.medscape.com/nephrology,diakses pada 19
November 2013
Anonim, 2008, ISO FARMAKOTERAPI. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, PT ISFI
Penerbitan, Jakarta.
Anonim, 2012, Dextrose, http://www.informasiobat.com/dextrose, diakses tanggal 19
November 2013.
Anonim, 2013, Amilodipine, http://www.hexpharmjaya.com/page/amlodipine.aspx,
diakses tanggal 19 November 2013
Anonim.2013.Pusing, Pening, Sakit Kepala, Migrain, Vertigo: Kenali Sebabnya dan
Hindarilah. http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/02/18/pusing-
pening-sakit-kepala-vertigo-kenali-sebabnya-dan-hindarilah-529545.html.
diakses tanggal 20 November 2013.
Bakta, I Made, dkk.2006. Anemia Defisiensi Besi. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Effendi, Zukesti, 2008, Peranan Leukosit sebagai Antiinflamasi Alergik dalam
Tubuh, bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Fischbach FT, Danning MB. Blood Studies, 1999, A manual of Laboratory and
Diagnostic Test, 6th ed, Philadelphia, Lippincot William’s and Wilkin
Herawati, Neng. 2009. Mengenal Anemia dan Peranan Erythropoietin
BioTrends/Vol.4/No.1/Tahun 2009
Katzung, G. dan Bertram, M., 2007, Basic and Clinical Pharmacology, 10th edition,
The McGraw-Hill Company, USA
Lee , G. Richard and etc, 1998, Wintrobe's Clinical Hematology 10th ed,
Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins
Pusparini, 2009, Kadar Hematokrit dan Trombosit sebagai Indikator Diagnosis
Infeksi Dengue Primer dan Sekunder, Jurnal Kedokteran Trisakti Vol. 23
No. 2
Tatro, David S, 2003, A to Z Drug Facts, San Fransisco, Facts and Comparisons.
Tatro, David S., Pharm D, 2004, A to Z Drug Facts, 5th edition, 80-82, Wolters
Kluwer Health, Inc., USA
Tripena, 2011, Hipertensi Primer, http:// repository.usu.ac.id diakses pada 19
November 2013