laporan fisiologi blok 5

22
Laporan Praktikum Kelelahan Otot – Saraf pada Manusia Kelompok : B10 Andreas 102013013 Djunita Wijaya 102013020 Jesita 102013138 Mikhail Halim 102013162 Yesema Osita Mori 102013222 Anggelina Tania Woda Lado 102013316 Aaron Angga Kususma Putra 102013385 Vennaya Masyeba 102013423 Abdul Siddiq Bin Rahani 102013483 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. ArjunaUtara No.6 KebonJeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061

Upload: michelle-olivia

Post on 11-Sep-2015

236 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kokok

TRANSCRIPT

Laporan Praktikum

Kelelahan Otot Saraf pada Manusia

Kelompok : B10

Andreas 102013013

Djunita Wijaya 102013020

Jesita 102013138

Mikhail Halim 102013162

Yesema Osita Mori 102013222

Anggelina Tania Woda Lado 102013316

Aaron Angga Kususma Putra 102013385

Vennaya Masyeba 102013423

Abdul Siddiq Bin Rahani 102013483

Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida Wacana

Jl. ArjunaUtara No.6 KebonJeruk, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061

Laporan Praktikum Fisiologi

Kelelahan Otot Saraf pada ManusiaKetua Kelompok: Andreas (102013013)

......................Anggota Kelompok:

1. Djunita Wijaya

(102013020)

......................2. Jesita

(102013138)

......................3. Mikhail Halim

(102013162)

......................4. Yesema Osita Mori

(102013222)

......................5. Anggelina Tania Woda Lado(102013316)

......................6. Aaron Angga Kususma Putra(102013385)

......................7. Vennaya Masyeba

(102013423)

......................8. Abdul Siddiq Bin Rahani (102013483)

......................A. Tujuan Percobaan / Pemeriksaan

1. Membedakan ergogram yang memperlihatkan kerja steady state dan kerja dengan kelelahan

2. Mendemonstrasikan dengan pengaruh faktor:

a) Gangguan peredaran darah

b) Istirahat

c) Massaged) Menetapkan perubahan warna dan suhu kulit akibat iskemia

B. Alat - Alat yang Digunakan

1. Kimograf

2. Kertas

3. Perekat

4. Manset sfigmomanometer

5. Ergograf

6. Metronome (frekuensi 1 detik)

C. Cara Kerja

Percobaan 1: Kerja Steady State

1. Menyediakan alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan percobaan2. Memasang semua alat sesuai dengan petunjuk yang diberikan

3. Mencatat dan melakukan satutarikan tiap 4 detik menurut irama alat yang diperdengarkan diruang praktikum sampai putaran tromol. Setiap kali setelah melakukan tarikan, lepaskan segera jari saudara dari pelatuk sehingga kembali ke tempat semula.

Percobaan 2: Pengaruh Gangguan Peredaran Darah

1. Memasang manset sfignomanometer pada lengan atas kanan orang percobaan yang sama.

2. Sebagai latihan melakukan beberapa kali oklusi pembuluh darah lengan atas dengan jalan memompa manset dengan cepat sampai denyut nadi atas radialis tak teraba lagi.

3. Dengan manset tetap terpasang, tapi tanpa oklusi, melakukan 12 kali tarikan dengan frekuensi satu tarikan tiap 4 detik sambil dicatat pada kimograf.

4. Tanpa menghentikan tromol pada tarikan 13, mulailah memompa manset dengan cepat sampai denyut nadi atas radialis tidak teraba lagi. Selama pemompaan orang percobaan tetap melakukan latihan.

5. Memberi tanda pada kurva pada saat denyut nadi atas radialis tidak teraba lagi.

6. Setelah terjadi kelelahan total, menurunkan tekanan dalam manset sehingga peredaran darah pulih kembali.

7. Dengan frekuensi yang sama melanjutkan tarikan dan pencatatan sehingga pengaruh factor oklusi tidak terlihat lagi.

Percobaan 3: Pengaruh Percobaan dan Massage 1. Latihan ini dilakukan oleh orang percobaan lain.

2. Besarkan beban erograf sampai hamper maksimal.

3. Sambil mencatat, melakukan satu tarikan satu detik sampai terjadi kelelahan total, kemudian hentikan tromol.

4. Berilah istirahat selama 2 menit. Selama istirahat lengan tetap dibiarkan diatas meja.

5. Setelah tromol diputar dengan tangan sepanjang kira - kira 2 cm, jalakan kimograf dan lakukan kembali tarikan dengan frekuensi dan beban yang sama sampai terjadi kelelahan total dan kemudian hentikan tromol.

6. Berilah istirahat selama 2 menit lagi. Selama masa istirahat ini, lakukan massage pada lengan OP. Massage dilakukan dengan cara mengurut dengan tekanan kuat ke arah perifer, kemudian dengan tekanan ringan ke arah jantung. Massage dilakukan dari fossa cubitii hingga ujung jari.

7. Setelah tromol diputar dengan tangan sepanjang kira - kira 2 cm, jalankan kimograf dan lakukan kembali tarikan seperti pada nomer 5.

8. Membandingkan ketiga erogram yang sodara peroleh dan berusahalah menganalisanya.

Percobaan 4: Rasa Nyeri, Perubahan Warna, dan Suhu Kulit akibat Iskemia

1. Latihan ini dilakukan pada orang percobaan lain dan tanpa pencatatan erogram.2. Memasang manset pada lengan atas kanan OP dan berikan pembebanan yang cukup berat sehingga penarikan hanya akan memperhatikan penyimpangan ujung pencatat yang kecil saja.3. Memperhatikan suhu dan warna kulit lengan bawah kanan OP.4. Melakukan satu tarikan setiap satu detik sambil diadakan oklusi sehingga terjadi kelelahan total atau sampai terjadi rasa sakit yang tak tertahankan.5. Menghentikan tindakan oklusi segera setelah PS (pasien simulasi) merasa nyeri yang hebat sekali. Perhatikan suhu dan warna kulit lengan bawah kanan PS.D. Hasil Pemeriksaan/PercobaanPasien Simulasi:

Andreas 102013013

Aaron Angga Kususma Putra 102013385 Mikhail Halim 1020131621. Kerja Steady State

2. Pengaruh Gangguan Peredaran Darah3. Pengaruh Istirahat dan Massage4. Rasa Nyeri, Perubahan Warna, dan Suhu Kulit akibat IskemiaIndikatorAwalAkhir

Rasa nyeri

Warna kulit

Suhu kulit

E. Pembahasan

KELELAHAN OTOT-SARAF PADA ORANG

Otot secara umum dibagi atas tiga kelompok yaitu otot rangka, otot jantung dan otot polos. Ketiga otot tersebut melakukan kerja dalam tubuh manusia yaitu biasa dikatakan berkontraksi, selain berkontraksi, otot-otot tersebut juga melakukan relaksasi atau istirahat. Jenis- jenis kontraksi otot ada dua yaitu isometric dan isotonic. Pada kontraksi isometric, kontraksi otot meliputi pemendekan elemen-elemen kontraktil otot. Akan tetapi, karena otot mempunyai elemen-elemen elastis dan kenyal yang tersusun seri dengan elemen kontraktil, maka kontraksi dapat terjadi tanpa pemendekan pada berkas otot. Kontraksi isometric terjadi dengan ukuran yang tetap atau panjang yang tetap. Sedangkan pada kontaksi isotonic , kontraksi melawan beban yang tetap dengan pemendekan otot sert tegangan yang tetap. Kontraksi isotonic menghasilkan kerja sedangkan isometric tidak. Pada keadaan ini, otot dapat melakukan kerja negative pada saat berkontraksi. Hal ini dapat terjadi misalnya bila meletakkan suatu beban berat keatas meja. Dalam hal itu otot secara aktif menahan turunnya objek. Tetapi efek keseluruhannya adalah pemanjangan otot pada saat otot berkontraksi.

Pada otot saraf, saraf sensori berfungsi untuk member rasa otot, meskipun bukan sensasi sangat kuat tetapi cukup menginformasikan adanya kontraksi dan relaksasi pada otot. Sensasi ini tidk sadar sampai dilakukn usaha sadar untuk merelaksasikan atau mengkontraksikan otot yakni pada saat derajat kontraksi sebelumnya menjadi jelas. Kenormalan otot berada pada kondisi kontraksi parsial yang dikenal dengan tonus otot. Tonus otot inilah yang mempertahankan posisi dalam waktu lama tanpa menimbulkan kelelahan. Hal ini dimungkinkan oleh suatu mekanisme, . pada mekanisme ini, berbagai kelompok serabut otot melakukan kongraksi dan relaksasi secra bergantian sehingga setiap otot mempunyai kesempatan utk beristirahat dan bekerja.

Komposisi otot yaitu 75% air, 20% protein, 5% garam mineral, glikogen, dan lemak. Kontraksi otot terjadi akibat impuls saraf. Impuls saraf yang bersifat elektrik dihantar ke sel-sel otot secara kimiawi dan hal ini dilakukan oleh sambungan otot-saraf (neuromusculas junction). Impuls saraf sampai ke sambungan otot-saraf yang mengandung gelembung-gelembung kecil asetikolin. Asetilkolin dilepas ke dalam ruang antara saraf-otot (celah sinaps) dan ketikat asetilkolin menempel pada sel otot, akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan aktifitas sel listrik akan menyebar ke seluruh sel otot sehingga timbul kontraksi. Untuk bisa kontraksi serabut otot memerlukan energy yaitu berupa ATP.

Kerja steady-state

Bekerja dan bergerak merupakan fungsi tubuh. Untuk bekerja dan bergerak diperlukan

energi. Energi diperoIeh tubuh dari pembakaran zat makanan oIeh oksigen. Untuk memperoleh zat makanan, orang cukup hanya dengan makan sehari tiga kali. Hal ini disebabkan karena zat makanan dapat disimpan dalam sel-sel tubuh dalam jumlah yang cukup. Lain halnya dengan oksigen yang tidak dapat disimpan. Oksigen harus selalu diambil dari udara dengan perantaraanparu, darah dan sistem peredaran darah. Pada taraf kerja tertentu diperlukan sejumIah oksigen tertentu. Makin tinggi taraf kerja, yang berarti makin banyak jumlah energi yang diperlukan, makin banyak pula jumlah oksigen yang diperlukan. Kemampuan tubuh untuk menyediakan oksigen, disebut kapasitas aerobik, terutama bergantung kepada fungsi sistem pernapasan, darah dan sistem kardiovas kuler.

Dalam pembentukan energi, terdapat dua macam proses yang dapat ditempuh, yaitu proses aerobik, proses yang memer- lukan oksigen; dan proses anaerobik, proses yang tidak memerlukan oksigen. Pada proses aerobik terjadi proses pembakaran yang sempuma. Atom hidrogen dioksidasi menjadi H2O dan atom karbon dioksidasi menjadi CO2. Sisa metabolisme ter-sebut dikeIuarkan dari tubuh melalui proses pernapasan . Energi yang diperoIeh dari proses aerobik ini tidak dapat langsung digunakan otot sebagai sumber energi untuk mengerut. Energi tersebut dengan proses lebih lanjut digunakan untuk sintesis ATP (adenosine triphosphate) dan senyawa-senyawa berenergi tinggi yang lain. Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa yang dapat menyimpan energi dalam jumlah yang besar. Proses pemecahannya yang tidak memerlukan oksigen dengan menghasilkan energi yang besar itu merupakan proses anaerobik. Energi yang dihasilkan dari pemecahan ATP ini dapat digunakan sebagai sumber energi untuk mengerut oleh otot. Proses aerobik dan proses anaerobik tersebut dalam tubuh selalu terjadi bersama-sama dan berurutan. Hanya berbeda intensitasnya pada jenis dan tahap kerja tertentu. Pada kerja berat yang hanya berlangsung beberapa detik saja, dan pada permulaan kerja pada umumnya, proses anaerobik Iebih menonjol daripada proses aerobik. Pada keadaan kerja tersebut, sistem kardiopulmonal beIum bekerja dengan kapasitas yang diperlukan. Untuk penyesuaiannya, diperlukan waktu. Dengan demikian oksigen yang tersedia tidak mencukupi. Maka keperluan akan energi terutama dicukupi dengan proses anaerobik. Pada keadaan kerja tersebut terdapat "hutang" oksigen. "Hutang" ini akan dibayar sesudah berhenti bekerja, sehingga orang sesudah berhenti bekerja masih terengah-engah dan denyut jantungnya masih cepat. Bila pekerjaan diteruskan dengan taraf kerja yang tetap, refleks-refleks tubuh akan mengatur fungsi sistem kardiopuImonal untuk mencukupi jumlah oksigen yang diperlukan, sehingga dicapai kerja steady-state.

Pada kerja steady-state ini jumlah oksigen yang diperlukan tetap jumIahnya dari waktu ke waktu. Bila taraf kerja ditingkatkan lagi dengan menambah beban kerja, pada saat ditingkatkan tersebut terjadi "hutang" oksigen lagi dan kembaIi proses anaerobik lebih menonjoI. Bila taraf kerja dipertahankan lagi pada taraf yang baru ini, akan terjadi lagi kerja

steady-state tetapi pada taraf yang lebih tinggi. Jumlah oksigen yang diperlukan pada taraf kerja yang lebih tinggi ini juga lebih besar. Bila taraf kerja dinaikkan secara bertahap demikian dengan setiap kali menambah beban kerja, suatu saat seluruh kapasitas sistem kardiopulmonal terpaksa dikerahkan untuk memenuhi keperluan akan oksigen. Dalam hal demikian berarti kapasitas aerobik maksimal telah dicapai. Bila beban kerja dinaikkan lagi, tubuh tidak dapat lagi menambah persediaan oksigen. Maka kembali proses anaerobik akan Iebih menonjol daripada proses aerobik. Taraf kerja demikian tidak boleh dipertahankan dalam waktu yang cukup lama (beberapa menit) karena persediaan tenaga dalam tubuh akan habis dan orangnya mengalamiPengaruh Gangguan Peredaran Darah

Kontraksi yang lama dan kuat pada otot mengarah kepada kelelahan otot. Studi pada atlet telah menunjukkan bahwa proposisi peningkatan kelelahan otot hampir sama dengan kadar kekurangan glikogen pada otot. Oleh karena itu, kelelahan hasil terutama dari ketidakmampuan kontraktil dan proses metabolisme dari serat otot untuk terus menghasilkan output yang sama. Gangguan aliran darah melalui otot berkontraksi menyebabkan kelelahan otot yang total dalam waktu 1 atau 2 menit karena hilangnya sumber gizi, terutama hilangnya oksigen.5Kita telah melihat bahwa kontraksi otot bergantung pada energi yang disediakan oleh ATP. Sebagian besar energi ini diperlukan untuk menjalankan mekanisme yang silang-jembatan menarik filamen aktin, tetapi sejumlah kecil diperlukan untuk (1) memompa ion kalsium dari sarcoplasm ke dalam retikulum sarkoplasma setelah kontraksi berakhir dan ( 2) memompa natrium dan kalium ion melalui membran serat otot untuk mempertahankan lingkungan ionik yang sesuai untuk penyebaran potensial aksi serat otot.5Sumber energy dalam bentuk ATP boleh didapati dari metabolisme oksidatif. Ini berarti menggabungkan oksigen dengan produk akhir dari glikolisis dan dengan berbagai bahan makanan seluler lain untuk membebaskan ATP. Lebih dari 95% dari seluruh energi yang digunakan oleh otot untuk berkelanjutan, jangka panjang kontraksi berasal dari sumber ini. Bahan makanan yang dikonsumsi adalah karbohidrat, lemak dan protein. Untuk aktivitas otot maksimal dalam jangka panjang, proporsi terbesar adalah dari energi yang berasal dari lemak, tetapi untuk periode 2 dan 4 jam, sebanyak satu setengah dari energi bisa berasal dari karbohidrat yang tersimpan.5Apabila peredaran darah terganggu, maka otot-otot yang bekerja tidak dapat sumber oksigen. Oleh karena itu, ATP tidak dapat dibentuk dan akhirnya otot itu tidak mampu untuk berkontraksi.5Pengaruh Istirahat dan Massage

Otot ske1et atau otot rangka merupakan otot yang bertindak dibawah kesadaran manusia dan bekerja menurut kehendak. Otot skelet atau otot rangka merupakan otot yang dimana dapat berkontraksi dari kontraksi biasa sampai maksimum. Pada saat otot berkontraksi secara maksimum akan menyebabkan ketegangan. Ketegangan yang ada pada saat kontraksi otot secara maksimum disebut dengan istilah tonus.6 Tonus atau ketegangan maksimum pada otot rangka merupakan hasil dari impuls saraf berkecepatan rendah yang berasal dari medula spinalis.6

Otot-otot skelet yang pada saat mengalami kontraksi yang kuat atau tonus akan lama-lama mengalami kelelahan otot.1 Kelelahan otot dapat disebabkan ketidakmampuan proses kontraksi dan metabolisme serabut otot untuk terus memberikan hasil kerja yang sama.6

Pada saat kelelahan otot memerlukan fase istirahat untuk memulihkan kondisinya. Fase istirahat biasanya disebut juga dengan relaksasi. Jadi relaksasi adalah pelepasan ketegangan yang sebelumnya disebabkan karena kontraksi.7

Dalam percobaan ke tiga ini ada dua kali fase istirahat dan fase istirahat ini merupakan fase dimana berelaksasi setelah berkontraksi secara maksimal. Istirahat pertama dalam waktu dua menit dan istirahat ke dua selama dua menit juga tetapi selama relaksasi atau istirahat mendapatkan massage atau rangsang berupa pijitan. Kedua hal ini berpengaruh terhadap kontraksi maksimal otot karena dapat dilihat dari grafik kontraksi pertama dari otot setelah fase istirahat(tanpa pijitan) lebih rendah dibandingkan fase istirahat(dengan pijitan/massage).

Pada fase relaksasi setelah otot mengalami ketegangan maksimal atau tonus pada fase istirahat masih terdapat sejumlah tegangan.6 Pada saat dilakukan pemijitan atau pemberian massage hal ini dilakukan agar mengurangi jumlah tegangan pada otot dengan lebih cepat. Sehingga dapat disimpulkan dengan menggunakan pemijitan relaksasi otot lebih cepat dan bila sudah selesai fase relaksasi atau istirahat akan menghasilkan kontraksi otot yang lebih maksimal dari yang tidak dirangsang.

F. Kesimpulan

G. DaftarPustaka1. Ganong W. Buku ajar fisiologi. Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC : 2003;(20):67-8.

2. Watson R . Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC : 2002;(10);196-7.

3. Underwood J. Patologi umum dan sistematik. Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC : 1999;1(2);173.4. Adaptasi sistem pernapasan. Di unduh dari : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132308484/Adaptasi_Sistem_Pernapasan_Terhadap_Latihan.pdf 16 Maret 2014. 5. John E.Hall, Arthur C.Guyton. Guyton and Hall textbook of medical physiology. 12th Edition. Canada: William Schmitt; 2011. 6. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC);2011.h. 83.7. Silverthorn DU. Human physiology an integrated approach. 5th Edition. San Fransisco: Pearson Benjamin Cummings; 2010.