laporan akhir kajian kesesuaian kebijakan impor …

114
PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA 2019 LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR INDONESIA DENGAN KETENTUAN DAN ATURAN WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

Upload: others

Post on 16-Jun-2022

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

REPUBLIK INDONESIA 2019

LAPORAN AKHIR

KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR INDONESIA DENGAN KETENTUAN DAN ATURAN

WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

Page 2: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan ii

PENGARAH

Nurlaila Nur Muhammad, S.E., M.A.

PENANGGUNGJAWAB Tarman, S.Kom., M.SE.

KOORDINATOR Yudi Fadilah, S.E., M.E

TIM PENYUSUN Yudi Fadilah, S.E., M.E

Hasni, S.E., M.T. Titis Kusuma Lestari, S.Si.

Nur Millah Yazthi, S.E., M.P.P. Farida Rahmawati, S.T.P.

Nova Aulia Bella Samidi

Ai Sursih Susilawati

NARASUMBER PENDAMPING KAJIAN Reslian Pardede, S.E., MBA., M.Hum Yu Un Oppusunggu, S.H, LL.M, Ph.D

Page 3: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan iii

KATA PENGANTAR

Sesuai dengan tugas dan fungsi, Kementerian Perdagangan memiliki

kewenangan melakukan pengaturan dalam rangka pengendalian atau tataniaga baik

di bidang ekspor maupun impor. Kewenangan tersebut ini memiliki landasan atau

payung hukum yang semakin kuat ketika Undang-Undang Nomor 7 tentang

Perdagangan terbit pada tahun 2014. Namun, beberapa kebijakan impor yang

diterbitkan mendapatkan tantangan dan dipersengketakan dalam fora World Trade

Organisation (WTO). Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota WTO,

Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional

yang disepakati dalam perundingan General Ageement on Tariff of Trade (GATT

WTO) yaitu melalui ratifikasi terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang

Pengesahan Agreement on Establishing the World Trade Organization.

Dalam rangka melakukan evaluasi terhadap keberadaan Peraturan Menteri

Perdagangan terkait impor dan kesesuaiannya dengan aturan WTO, Pusat

Pengkajian Perdagangan Luar Negeri melakukan Kajian Kesesuaian Kebijakan

Impor Indonesia dengan Aturan dan Ketentuan World Trade Organization. Fokus

kajian ini adalah mengevaluasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag)

mengenai Ketentuan Impor Produk Hasil Perikanan. Dasar pemilihan ketentuan

impor produk hasil Perikanan dikarenakan sektor perikanan merupakan salah satu

sektor yang berkembang pesat dan menjadi salah satu pendorong perekonomian

nasional.

Akhirnya, tiada kata yang pantas sebagai ungkapan rasa syukur kami atas

terselesaikannya laporan ini selain ucapan Alhamdulillah, karena atas rahmat dan

izin-Nya laporan akhir kajian Kesesuaian Kebijakan Impor Indonesia Dengan

Ketentuan dan Aturan World Trade Organization (WTO) dapat selesai tepat pada

waktunya. Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Selamat membaca.

Jakarta, Oktober 2019

PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

Page 4: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan iv

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian kebijakan impor produk

Hasil Perikanan di Kementerian Perdagangan dengan ketentuan dan aturan

WTO. Data yang digunakan terdiri data primer dan sekunder. Data primer dari

survey dan FGD dianalisis menggunakan metode Regulatory Impact

Assessment (RIA). Bidang/area yang dipertimbangkan untuk menilai manfaat

dan biaya dari Permendag 23/2019 adalah: 1) Pemberdayaan terhadap

nelayan; 2) Menjamin ketersediaan bahan baku atau bahan penolong industri;

3) Pertumbuhan sektor perikanan; 4) Kesehatan neraca perdagangan; 5)

Ketahanan pangan khususnya terkait konsumsi ikan; dan 6) kesesuaian

peraturan dengan aturan WTO. Perbandingan dampak manfaat dan biaya

atas 6 bidang menunjukkan bahwa Permendag 23/2019 menunjukkan 2

bidang yang manfaatnya lebih besar dibanding biayanya (ketersediaan bahan

baku/penolong dan pertumbuhan sektor perikanan), 2 bidang yang

dampaknya netral (perlindungan/pemberdayaan nelayan/pembudidaya ikan

dan ketahanan pangan) dan 2 bidang yang biaya atau risikonya lebih besar

daripada manfaatnya (neraca perdagangan dan risiko gugatan di WTO).

Pilihan kebijakan yaitu merevisi Peraturan Menteri Perdagangan mengenai

Ketentuan Impor Produk Hasil Perikanan dengan mengubah klausul rakortas

akan menentukan jumlah impor sebaiknya dihilangkan, diganti, atau setidak-

tidaknya diubah untuk meminimalkan kesan kuota.

Kata kunci: impor produk perikanan, Regulatory Impact Assessment

Page 5: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan v

ABSTRACT

This study aims to analyze the suitability of import policies for Fishery Products in the Ministry of Trade with the WTO rules and regulations. The data used consist of primary and secondary data. Primary data from the survey and FGD were analyzed using the Regulatory Impact Assessment (RIA) method. Areas that considered to assess the benefits and costs of the Minister of Trade Regulation number 23/2019 are: 1) Empowerment of fishermen; 2) Ensuring the availability of raw materials or industrial auxiliary materials; 3) Growth of the fisheries sector; 4) The health of the trade balance; 5) Food security, especially related to fish consumption; and 6) compliance with regulations with WTO rules. Comparison of the benefits and costs of the 6 sectors shows that the Minister of Trade Regulation number 23/2019 shows 2 sectors that have greater benefits than costs (availability of raw / auxiliary materials and growth of the fisheries sector), 2 areas that have a neutral impact (protection / empowerment of fishermen / fish farmers and resilience food) and 2 sectors where costs or risks outweigh the benefits (trade balance and claim risk at the WTO). The policy choice is to revise the Regulation of the Minister of Trade regarding Provisions on the Import of Fishery Products by changing the National Coordination Meeting to determine the amount of imports should be eliminated, replaced, or at least amended to minimize the impression of quotas. Keywords: import of fishery products, Regulatory Impact Assessment

Page 6: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

ABSTRAK ..................................................................................................... iv

ABSTRACT ....................................................................................................v

DAFTAR ISI .....................................................................................................i

DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 3

1.3 Tujuan Pengkajian ......................................................................... 3

1.4 Keluaran yang Diharapkan ............................................................ 3

1.5 Dampak Kajian .............................................................................. 3

1.6 Perkiraan Manfaat.......................................................................... 4

1.7 Ruang Lingkup ............................................................................... 4

1.8 Sistematika Laporan ...................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................5

2.1 Teori Perdagangan Internasional ................................................... 5

2.2 Definisi Impor ............................................................................... 10

2.3 Hambatan Perdagangan Internasional ........................................ 11

2.3.1 Hambatan Perdagangan Tarif ...................................................... 11

2.3.2 Hambatan Perdagangan Non-tarif ............................................... 14

2.4 Strategi Pengendalian Impor dan Substitusi Impor ...................... 17

2.5 Kebijakan Impor Indonesia .......................................................... 22

2.5.1 Hambatan Perdagangan Tarif ...................................................... 23

2.5.2 Hambatan perdagangan Non-tarif ............................................... 24

2.6 Tinjauan Hukum ........................................................................... 24

Page 7: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan vii

2.7 Analisis Dampak Kebijakan (Regulatory Impact Analysis) ........... 34

2.8 Penelitian Sebelumnya ................................................................ 40

BAB III METODE PENGKAJIAN ................................................................. 41

3.1 Regulatory Impact Assessment sebagai Alat Analisis ................. 42

3.2 Pengelolaan Pengkajian .............................................................. 45

3.3 Alur Pikir Kajian ........................................................................... 47

BAB IV GAMBARAN UMUM IMPOR PRODUK PERIKANAN .................... 48

4.1 Perkembangan Impor Produk Perikanan ..................................... 48

4.2 Perkembangan Ekspor Hasil Olahan Ikan ................................... 51

4.3 Perkembangan Impor Produk Perikanan Menurut Negara Asal .. 52

4.4 Perkembangan Impor Produk Perikanan Menurut Propinsi ......... 54

4.5 Negara Eksportir Ikan ke Indonesia yang Berpotensi menggugat

Kebijakan Impor Indonesia .......................................................... 57

4.6. Temuan Lapangan .................................................... .................. 59

BAB V ANALISIS KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR PERIKANAN

DENGAN ATURAN WTO ............................................................................. 63

5.1 Analisis Dampak Kebijakan (Regulatory Impact Assessment) ..... 65

5.1.1 Perumusan Masalah .................................................................... 66

5.1.1.1 Latar Belakang Terbitnya Permendag No. 66/2018 ..................... 67

5.1.1.2 Pembelajaran Kasus Sengketa WTO .......................................... 72

5.1.2 Identifikasi Tujuan ........................................................................ 74

5.1.3 Alternatif Tindakan ....................................................................... 75

5.1.4 Analisis Biaya dan Manfaat .......................................................... 76

5.1.4.1 Dampak terhadap Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan atau

Pembudidaya Ikan ....................................................................... 79

5.1.4.2 Dampak terhadap Ketersediaan Bahan Baku/Penolong untuk

Industri ......................................................................................... 82

5.1.4.3 Dampak terhadap Pertumbuhan Sektor Perikanan...................... 87

Page 8: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan viii

5.1.4.4 Dampak terhadap Neraca Perdagangan ..................................... 90

5.1.4.5 Dampak terhadap Risiko Gugatan di WTO .................................. 93

5.1.4.6 Dampak terhadap Ketahanan Pangan ......................................... 95

5.1.5 Pemilihan Kebijakan .................................................................... 98

5.1.6 Strategi Implementasi ................................................................ 100

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................................ 101

6.1 Kesimpulan ............................................................................... 101

6.2 Rekomendasi ............................................................................. 101

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 103

Page 9: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan ix

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Perkembangan Nilai Impor Produk Perikanan di Indonesia (USD Ribu) ........………………................................................................

47

Tabel 4.2 Perkembangan Impor Ikan dan Ikan Olahan Menurut Negara

Asal (USD Ribu).............................................................................

49

Tabel 4.3 Perkembangan Impor Ikan Beku Menurut Negara Asal............... 50

Tabel 4.4 Volume dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Menurut Propinsi…………………………………..........................................

51

Tabel 4.5 Volume dan Nilai Produksi Perikanan Budidaya Menurut Propinsi

Tahun 2017...…………

52

Tabel 4.6 Impor Produk Perikanan Menurut Propinsi.................................... 52

Page 10: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kurva Perdagangan Internasional.................................... 6

Gambar 2.2 Dampak-dampak Keseimbangan Umum dari

Pemberlakuan Tarif di Sebuah Negara Kecil .................. 12

Gambar 2.3 Dampak Kebijakan Pembatasan Impor Terhadap

Kesejahteraan .................................................................. 15

Page 11: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sesuai dengan tugas dan fungsi, Kementerian Perdagangan memiliki

kewenangan melakukan pengaturan dalam rangka pengendalian atau

tataniaga baik di bidang ekspor maupun impor. Kewenangan tersebut ini

memiliki landasan atau payung hukum yang semakin kuat ketika Undang-

Undang Nomor 7 tentang Perdagangan terbit pada tahun 2014. Diantara

pasal-pasal yang terdapat dalam UU tersebut secara eksplisit menjelaskan

bahwa pemerintah berhak mengatur, melarang dan/atau membatasi ekspor

dan impor. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 50 dan Pasal 58 dinyatakan

Pemerintah melarang dan/atau membatasi Impor atau Ekspor Barang untuk

kepentingan nasional dengan alasan untuk melindungi keamanan nasional

atau kepentingan umum, termasuk sosial, budaya, dan moral masyarakat;

untuk melindungi hak kekayaan intelektual; dan/atau untuk melindungi

kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan

lingkungan hidup.

Pemerintah mendapat mandat dalam membuat kebijakan impor untuk

memagari kepentingan nasional dengan tujuan untuk menjaga dan

mengamankan dari aspek K3LM (Kesehatan Keselamatan, Keamanan,

Lingkungan Hidup dan Moral Bangsa), melindungi dan meningkatkan

pendapatan petani, mendorong penggunaan dalam negeri, dan meningkatkan

ekspor non – migas.

Kebijakan impor adalah instrument kebijakan yang strategis dalam

mengamankan aspek K3LM dan menjaga kepentingan ekonomi dan sosial

yang lebih luas. Penerbitan kebijakan impor dipakai sebagai instrumen

menertibkan arus barang masuk memagari kepentingan nasional dari

pengaruh masuknya barang-barang negara lain. Namun demikian, dalam

pelaksanaannya banyak kebijakan impor Indonesia menghadapi kritik dan

kecaman baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Sejumlah peraturan

impor masih dianggap bermasalah baik oleh negara mitra dagang maupun

dari pemangku kepentingan dalam negeri. Negara mitra dagang menganggap

Page 12: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 2

bahwa kebijakan impor Indonesia sebagai proteksi terselubung dan

mendistorsi pasar.

Namun, beberapa kebijakan impor yang diterbitkan mendapatkan

tantangan dan dipersengketakan dalam fora World Trade Organisation

(WTO). Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota WTO,

Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan

internasional yang disepakati dalam perundingan General Ageement on Tariff

of Trade (GATT WTO) yaitu melalui ratifikasi terhadap Undang-undang Nomor

7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing the World

Trade Organization. Kesepakan yang telah ditandatangani oleh Indonesia

mencakup seperangkat persetujuan mengenai hak-hak para anggotanya

untuk mengatur dan membuat sendiri peraturan pelaksana dalam rangka

memperluas, mempertahankan dan mengamankan hak-hak akses pasar

ekspornya di seluruh anggota WTO dan juga untuk pengamanan akses pasar

domestik.

Indonesia menyepakati ketentuan-ketentuan perdagangan

internasional dalam perundingan General Ageement on Tariff of Trade (GATT

WTO) saatdiratifikasikannyakedalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994

tentang Pengesahan Agreement on Establishing the World Trade

Organization. Kesepakan yang telah ditandatangani oleh Indonesia mencakup

seperangkat persetujuan mengenai hak-hak para anggotanya untuk mengatur

dan membuat sendiri peraturan pelaksana dalam rangka memperluas,

mempertahankan dan mengamankan hak-hak akses pasar ekspornya di

seluruh anggota WTO dan juga untuk pengamanan akses pasar domestik.

Tercatat beberapa kebijakan terkait impor pernah disengketakan oleh

negara anggota WTO lainnya. Diantara beberapa kebijakan terkait impor yang

disengketakan dan dinyatakan kalah antara lain kebijakan mobil nasional yang

digulirkan pada tahun 1996. Kebijakan tersebut digugat oleh Jepang yang

menganggap Indonesia menerapkan disriminasi atas impor mobil asal Korea

Selatan. Kebijakan terakhir yang disengketakan adalah kebijakan impor

Hortikultura dan kebijakan impor Hewan dan Produk Hewan. Kedua kebijakan

tersebut digugat oleh Amerika Serikat dan Selandia Baru. Indonesia

dinyatakan kalah oleh Dispute Settlement Body dan diwajibkan untuk

Page 13: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 3

mengganti kerugian yang ditimbulkan oleh adanya kebijakan impor tersebut

sebesar USD 350 juta.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan tersebut, maka

rumusan permasalahan dalam kajian ini adalah:

1. Bagaimana kesesuaian kebijakan impor produk Hasil Perikanan di

Kementerian Perdagangan dengan ketentuan dan aturan WTO;

2. Bagaimana rekomendasi kesesuaian kebijakan impor produk Hasil

Perikanan di Kementerian Perdagangan dengan ketentuan dan aturan

WTO.

1.3. Tujuan Pengkajian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka tujuan secara spesifik kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kesesuaian kebijakan impor produk Hasil Perikanan di

Kementerian Perdagangan dengan ketentuan dan aturan WTO;

2. Bagaimana rekomendasi kesesuaian kebijakan impor produk Hasil

Perikanan di Kementerian Perdagangan dengan ketentuan dan aturan

WTO.

1.4. Keluaran yang Diharapkan

1. Analisis dan identifikasi produk-produk impor yang mengalami

pertumbuhan tinggi.

2. Analisis dan identifikasi faktor-faktor penyebab produk-produk asal impor

mengalami lonjakan.

3. Strategi kebijakan pengendalian impor non migas dalam rangka

memperbaiki neraca perdagangan.

1.5. Dampak Kajian

Bahan masukan untuk kesesuaian kebijakan impor di Kementerian

Perdagangan dengan ketentuan dan aturan WTO.

Page 14: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 4

1.6. Perkiraan Manfaat

Melalui pengkajian ini diharapkan akan diperoleh gambaran mengenai

kesesuaian kebijakan impor di Kementerian Perdagangan khususnya

Peraturan Menteri Perdagangan mengenai Ketentuan Impor Produk Hasil

Perikanan dengan aturan dan ketentuan World Trade Organization.

1.7. Ruang Lingkup

Kajian ini difokuskan pada kebijakan impor dalam bentuk Peraturan

Menteri Perdagangan tentang Impor Hasil Perikanan di Kementerian

Perdagangan.

1.8. Sistematika Laporan

Bab I

Pendahuluan. Terdiri dari Lat ar Belakang yang menjelaskan

permasalahan dan alasan pelaksanaan kajian, Tujuan, Keluaran,

Manfaat, dan Ruang Lingkup kajian.

Bab II Tinjauan Pustaka.

Terdiri dari teori dan penelitian terdahulu tentang pemetaan produk

impor dan kebijakan pengendalian impor.

Bab III Metodologi. Menjelaskan metode analisis yang digunakan, sumber

data dan teknik pengumpulan data yang digunakan, dan sampel pada

daerah penelitian.

Bab IV Gambaran Umum Impor Produk Perikanan

Bab V Analisis Kesesuaian Kebijakan Impor Perikanan dengan Aturan

WTO

Bab VI Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan. Menyampaikan

kesimpulan dari kajian ini serta ulasan rekomendasi kebijakan.

Page 15: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai transaksi

dagang barang dan jasa antara subjek ekonomi satu negara dengan subjek

ekonomi negara lain. Subjek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang

terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor,

perusahaan industri ataupun perusahaan negara. Perdagangan internasional

terjadi akibat adanya perbedaan potensi sumber daya alam, sumber daya

modal, sumber daya manusia dan kemajuan teknologi antar negara (Halwani,

2005).

Secara teoritis, suatu negara misal negara 1 akan mengekspor

komoditi X ke negara lain, misal negara 2 apabila harga domestik negara 1

sebelum terjadinya perdagangan internasional relatif lebih rendah

dibandingkan dengan harga domestik negara 2 (Gambar 2.1). Struktur harga

yang terjadi di negara 1 lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar

dibandingkan dengan konsumsi domestiknya sehingga terjadi excess supply

di negara 1. Di sisi lain, di negara 2 terjadi excess demand karena konsumsi

domestiknya lebih besar dibandingkan dengan produksi domestiknya

sehingga harga di negara 2 lebih tinggi. Dengan demikian, negara 1 memiliki

kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain, sementara

negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditi X dari negara lain yang relatif

lebih murah. Jika terjadi komunikasi antara negara 1 dan negara 2, maka akan

terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang sama di kedua

negara.

Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa sebelum terjadi perdagangan

internasional, harga di negara 1 adalah sebesar P1, sedangkan harga di

negara 2 adalah sebesar P3. Penawaran di pasar internasional terjadi jika

harga internasional lebih tinggi dibandingkan dengan P1, sedangkan

permintaan di pasar internasional terjadi jika harga internasional lebih rendah

dibandingkan dengan P3. Dengan adanya perdagangan internasional, maka

Page 16: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 6

negara 1 akan mengekspor komoditi X sebesar BE, sedangkan negara 2 akan

mengimpor komoditi X sebesar B’E’ pada tingkat harga internasional (P2). Dari

penjelasan teoritis inilah dikenal konsep impor komoditi antar negara.

Gambar 2.1 Kurva Perdagangan Internasional

Sumber: Salvatore (1997)

Teori-teori berkenaan dengan konsep-konsep perdagangan

internasional atau aktivitas ekspor dan impor antar wilayah/negara secara

historis dimulai dari teori keunggulan absolut dan keunggulan komparatif.

Teori keunggulan absolut yang diperkenalkan oleh Adam Smith dinyatakan

bahwa perdagangan didasarkan kepada keunggulan absolut (absolute

advantage), yaitu jika sebuah negara lebih efisien daripada negara lain dalam

memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding negara lain

dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat

memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi

dan memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan

menukarkan dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut (Salvatore,

1997). Menurut Adam Smith suatu negara akan mengekspor barang tertentu

karena negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan biaya yang secara

mutlak lebih murah dari pada negara lain, yaitu karena memiliki keunggulan

mutlak dalam produksi barang tersebut. Adapun keunggulan mutlak menurut

Adam Smith merupakan kemampuan suatu negara untuk menghasilkan suatu

barang dan jasa per unit dengan menggunakan sumber daya yang lebih

sedikit dibanding kemampuan negara-negara lain. Melalui proses ini, sumber

0 X

Px

0 X

Px

Negara 2

0 X

Px

Negara 1

P1

P2

P3

A

Ekspor

Impor B E

E

S

D

A’

B’ E’

Sx

Dx

Dx

Sx

Page 17: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 7

daya di kedua negara dapat digunakan dengan cara yang paling efisien.

Output yang diproduksi pun akan meningkat.

Teori perdagangan komparatif yang diperkenalkan David Ricardo

tahun 1817 (Salvatore, 1997), menyatakan bahwa meskipun suatu negara

kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut) dengan negara lain

dalam memproduksi dua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk

dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak.

Negara tersebut harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan

mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini adalah

komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang

memiliki kerugian absolut lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian

komparatif). Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat

menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran di

mana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.

Teori perdagangan lainnya adalah konsep proporsi faktor produksi atau

dikenalkan dengan Teori Heckscher-Ohlin. Intisari Teorema Hecksher-Ohlin

(H-O) adalah: Sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya

lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di

negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang

produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di

negara itu. Intisari dari teori Hecksher-Ohlin adalah mengupas dan

memprediksikan pola perdagangan, dan teori penyamaan harga faktor (factor-

price equalization theorem) yang mengupas dampak-dampak yang

ditimbulkan oleh perdagangan internasional (ekspor-impor) terhadap harga

faktor produksi di negara yang terlibat.

Teorema penyamaan harga faktor (teorema Heckscher-Ohlin-

Samuelson) sebagai berikut: Perdagangan internasional akan mendorong

terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara

absolut, di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Perdagangan

internasional dapat berfungsi sebagai pengganti atau substitusi bagi mobilitas

faktor internasional. Ada tiga asumsi penting dalam memprediksi penyamaan

Page 18: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 8

harga-harga faktor yang sama sekali tidak sesuai dengan fakta yang ada.

Ketiga asumsi itu adalah :

1. Kedua negara memproduksi selalu kedua jenis barang sekaligus.

2. Adanya kesamaan dalam teknologi.

3. Hubungan perdagangan benar-benar menyamakan harga-harga barang di

kedua negara.

Perdagangan antar negara cenderung meningkatkan harga faktor

produksi yang relatif melimpah dan murah di suatu negara dan dalam waktu

yang bersamaan akan menurunkan harga faktor produksi yang relatif langka

dan mahal. Seluruh faktor produksi tenaga kerja dan modal diasumsikan telah

terdayaguna secara penuh (full employment) sebelum maupun sesudah

perdagangan,maka pendapatan rill tenaga kerja dan suku bunga rill bagi para

pemilik modal akan bergerak ke arah yang dituju oleh pergerakan harga-harga

faktor produksi itu sendiri. Teori Hecksher-Ohlin memberikan konklusi bahwa

perdagangan cenderung memperbesar tingkat pendapatan atau tingkat upah

para pekerja dan menurunkan suku bunga rill modal di negara yang kaya

tenaga kerja dan yang mengalami kelangkaan modal. Perdagangan (ekspor

dan impor) akan memberikan keuntungan bagi negara-negara yang

melakukannya.

Namun demikian, dalam perkembangannya teori Heckscher-Ohlin

(Teori H-O) mengalami pertentangan. Alasan utamanya adalah adanya

ketidaksesuaian antara teori Heckscher-Ohlin-Samuelson dengan kondisi

nyata, yaitu: asumsi-asumsi yang digunakan dalam teori tersebut terlampau

restriktif dan cenderung menyederhanakan kenyataan-kenyataan yang ada.

Sebagai contoh, tingkat teknologi setiap negara tidak sama, sedangkan biaya-

biaya dan hambatan perdagangan diabaikan yang dalam prakteknya

merupakan ganjalan utama bagi berlangsungnya perdagangan internasional

sehingga proses penyamaan harga-harga relatif komoditi tidak pernah

berjalan sempurna.

Keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan

oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya juga

karena adanya produksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat

Page 19: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 9

ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan ini sifatnya lebih

dinamis dengan perubahan-perubahan, misalnya teknologi dan SDM yang

sangat cepat. Hal ini mendorong suatu konsep baru mengenai perdagangan

internasional, yaitu teori keunggulan kompetitif.

Menurut Porter (1990), keunggulan persaingan suatu negara tidak

berkorelasi langsung antara dua faktor produksi (sumber daya alam yang

tinggi dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara untuk

dimanfaatkan menjadi daya saing dalam perdagangan. Banyak negara di

dunia ini yang jumlah tenaga kerjanya sangat besar secara proporsional

dengan luar negeri tetapi terbelakang dalam daya saing internasional. Begitu

juga tingkat upah yang relatif murah daripada negara lainnya, begitu pula

berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi bekerja keras dan berprestasi.

Porter menyebutkan bahwa peranan pemerintah sangat mendukung selain

faktor produksi. Porter mengungkapkan ada empat atribut utama yang

menentukan mengapa industri tertentu dalam suatu negara dapat mencapai

sukses internasional, keempat atribut itu adalah kondisi faktor produksi,

kondisi permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri, eksistensi industri

pendukung, dan kondisi persaingan strategi dan struktur perusahaan dalam

negeri.

Negara yang sukses dalam skala internasional pada umumnya

didukung oleh kondisi faktor yang baik, permintaan dan tuntutan mutu dalam

negeri yang tinggi, industri hulu atau hilir yang maju dan persaingan domestik

yang ketat. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh 1/2 atribut saja

biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut saling berinteraksi

positif dalam negara yang sukses. Di samping keempat atribut di atas, peran

pemerintah juga merupakan variabel yang cukup signifikan.

Dari teori-teori perdagangan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa

perdagangan internasional menawarkan suatu keuntungan bagi negara-

negara yang terlibat. Keuntungan-keuntungan dari perdagangan internasional

adalah: tercipta persaingan di pasar internasional yang mendorong efisiensi

dunia, spesialisasi dalam menghasilkan barang dan jasa secara murah, baik

dari segi bahan maupun cara berproduksi, kenaikan pendapatan, cadangan

Page 20: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 10

devisa, transfer modal, dan bertambahnya kesempatan kerja. Terdapat

beberapa faktor yang menjadi pendorong semua negara di dunia untuk

melakukan perdagangan luar negeri. Dari faktor-faktor tersebut yang

terpenting adalah (Sukirno, 2004): (1) Memperoleh barang yang tidak dapat

dihasilkan di dalam negeri; (2) Mengimpor teknologi yang lebih modern dari

negara lain; (3) Memperluas pasar produk-produk dalam negeri; dan (4)

Memperoleh keuntungan dari spesialisasi.

Di sisi lain, perdagangan internasional juga dapat menimbulkan

tantangan dan kendala yang banyak dihadapi oleh negara-negara

berkembang seperti Indonesia. Tantangan dan kendala tersebut antara lain

eksploitasi terhadap negara-negara berkembang, ambruknya industri lokal,

keamanan barang menjadi rendah, ancaman ketahanan pangan, dan

keamanan konsumen dan sebagainya. Untuk mengamankan kepentingan

nasionalnya, negara-negara di dunia berupaya untuk menciptakan hambatan

perdagangan terutama hambatan untuk impor.

2.2 Definisi Impor

Impor didefinisikan sebagai pembelian barang dan jasa dari luar negeri

ke dalam negeri dengan perjanjian kerjasama antara dua negara atau lebih.

Secara harfiah, impor adalah barang dan jasa yang diproduksi di luar negeri

dan dijual di dalam negeri (Mankiw, 2006). Impor terjadi jika ada kelebihan

permintaan internasional. Dengan adanya kegiatan impor, negara produsen

yang produksinya melimpah dan melebihi permintaan domestik dapat

melakukan memenuhi permintaan impor di suatu negara sehingga sehingga

produksinya tetap berlangsung. Saat ini impor dilakukan dengan memenuhi

ketentuan yang berlaku di negara pengimpor.

Impor yang akan dilakukan oleh suatu negara bergantung pada banyak

faktor. Permintaan impor sangat ditentukan faktor-faktor harga atau

keseimbangan harga baik yang terdapat di dalam negeri maupun

keseimbangan harga internasional. Selain itu, suatu negara dapat melakukan

impor atau pembelian dari negara lain apabila barang-barang yang diperlukan

di dalam negeri tidak dapat dipenuhi oleh pemilik faktor-faktor produksi di

dalam negeri. Kesanggupan atau kemampuan dalam menghasilkan barang-

Page 21: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 11

barang yang bersaing dengan buatan luar negeri adalah faktor lainnya yang

memengaruhi impor yang berarti nilai impor tergantung dari nilai tingkat

pendapatan nasional negara tersebut. Makin tinggi pendapatan nasional,

semakin rendah menghasilkan barang-barang tersebut, maka impor pun

semakin tinggi sehingga pada akhirnya pendapatan nasional menjadi terkikis.

Perubahan nilai impor di Indonesia sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi

sosial politik, pertahanan dan keamanan, inflasi, kurs valuta asing serta tingkat

pendapatan dalam negeri yang diperoleh dari sektor-sektor yang mampu

memberikan pemasukan selain perdagangan internasional. Besarnya nilai

impor Indonesia antara lain ditentukan oleh kemampuan Indonesia dalam

mengolah dan memanfaatkan sumber yang ada dan juga tingginya

permintaan impor dalam negeri.

2.3 Hambatan Perdagangan Internasional

Perbedaan komparatif dan kompetitif antar negara dan pengamanan

kepentingan nasional mendasari penerapan kebijakan perdagangan

internasional. Hampir seluruh negara di dunia memiliki hambatan

perdagangan untuk mengendalikan impor. Hambatan perdagangan tersebut

merupakan intervensi pemerintah dalam mengurangi kebebasan

perdagangan internasional. Pada umumnya hambatan perdagangan

internasional dibedakan menjadi 2 (dua), yakni:

2.3.1 Hambatan Perdagangan Tarif

Tarif adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadap barang-

barang yang melewati batas suatu negara. Dilihat dari aspek asal

komoditi, tarif terbagi menjadi dua macam (Salvatore,1997) :

1. Tarif impor, adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang

diimpor dari negara lain.

2. Tarif ekspor, adalah pajak untuk suatu komoditi yang diekspor.

Sementara bila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, tarif terbagi

menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:

1. Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka

persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor.

Page 22: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 12

2. Tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang

diimpor.

3. Tarif campuran adalah gabungan antara tarif ad valorem dengan tarif

spesifik.

Dampak-dampak pemberlakuan tarif terhadap tingkat produksi,

konsumsi, perdagangan, dan kesejahteraan di sebuah negara kecil

yang hubungan dagang atau kekuatan ekonominya terbatas sehingga

tidak mampu memengaruhi harga yang berlaku di pasaran

internasional dapat dijelaskan melalui analisis keseimbangan umum.

Ketika sebuah negara kecil memberlakukan tarif terhadap barang-

barang impornya, yang berubah hanya harga barang tersebut di pasar

domestiknya sendiri, sehingga pihak yang harus menghadapi segala

implikasi kenaikan harga itu adalah konsumen dan produsen di negara

kecil yang bersangkutan.

Gambar 2.2 Dampak-dampak Keseimbangan Umum dari Pemberlakuan

Tarif di Sebuah Negara Kecil

Sumber: Nicholson (1994)

Walaupun setiap produsen dan konsumen menghadapi kenaikan harga

komoditi impor meningkat sebesar tarif yang dikenakan, namun

harganya bagi perekonomian negara kecil secara keseluruhan tetap

Page 23: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 13

konstan, karena kenaikan harga akibat tarif itu diimbangi oleh

terciptanya pemasukan pajak bagi pemerintah.

Gambar 2.2 menggambarkan bagaimana dampak-dampak

keseimbangan umum yang dihasilkan dari pemberlakuan tarif di

sebuah negara kecil seperti Indonesia. Negara kecil dimaksudkan

sebagai negara yang tidak memiliki kekuatan untuk memengaruhi

harga di pasar dunia.

Pada Px/Py = 1 di pasar dunia, negara 2 akan berproduksi di titik B dan

berkonsumsi di titik E. Namun ketika pemerintah negara 2 mengenakan

tarif ad valorem (sekian persen dari nilai impor harus dibayarkan

pengimpor ke kas negara sebagai pajak) sebesar 100 persen terhadap

komoditi X, harga komoditi tersebut bagi para konsumen dan produsen

domestik langsung melonjak menjadi Px/Py = 2, sehingga para

produsen domestik di negara 2 akan terdorong untuk berproduksi di titik

F. Itu berarti negara 2 akan mengekspor 30Y, dan mengimpor 30X;

separuh diantaranya, yakni GH atau 15X, akan langsung terarah ke

konsumen domestik, sedangkan selebihnya, yakni HH’ yang juga

bernilai 15X, akan menjelma sebagai pendapatan pajak bagi

pemerintah yang bersumber dari pengenaan tarif ad valorem 100

persen terhadap komoditi X yang diimpor. Karena kita berasumsi

bahwa pemerintah negara 2 menggunakan kebijakan tarif tersebut

dalam rangka meredistribusikan pendapatan yang diperolehnya bagi

warganya (agar beban pajak mereka tidak terlalu besar), maka tingkat

konsumsi setelah tarif dikenakan akan bergeser ke kurva indiferen II’,

tepatnya di titik H’ (titik berpotongan antara dua garis putus-putus). Itu

berarti, tingkat konsumsi dan kesejahteraan (titik E) dalam

perdagangan bebas lebih tinggi ketimbang tingkat konsumsi dan

kesejahteraan (titik H’) yang ada setelah tarif tersebut diberlakukan.

Kesimpulan pokok dari penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dengan adanya tarif, tingkat kesejahteraan negara yang

bersangkutan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan

Page 24: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 14

kondisinya di masa perdagangan bebas. Hal ini dibuktikan dengan

bergesernya konsumsi dari titik E ke titik H’ yang terletak pada kurva

indiferen yang lebih rendah daripada sebelumnya.

2. Penurunan kesejahteraan bersumber dari dua sebab: (a)

Perekonomian tidak lagi berproduksi pada titik yang

memaksimumkan nilai pendapatan dan harga dunia. (b) Konsumen

tidak dapat lagi berkonsumsi pada kurva indiferen tertinggi yang

memaksimumkan kesejahteraan. Baik (a) maupun (b) diakibatkan

oleh kenyataan bahwa konsumen dan produsen domestik

menghadapi harga yang berbeda dengan harga dunia. Penurunan

kesejahteraan (the loss in welfare) terjadi karena kegiatan produksi

yang tidak efisien. Hal ini merupakan kondisi (a) padanan

keseimbangan umum dari kerugian akibat produksi (production

distortion loss) yang telah dijelaskan dalam pendekatan

keseimbangan parsial. Penurunan kesejahteraan sebagai akibat dari

konsumsi yang tidak efisien juga merupakan (b) padanan dari

kerugian akibat konsumsi (consumption distortion loss).

3. Volume perdagangan mengalami kemerosotan dengan adanya tarif.

Volume serta nilai-nilai ekspor dan impor sama-sama turun segera

setelah dilaksanakannya pengenaan tarif itu dibandingkan dengan

sebelumnya ketika perdagangan masih berlangsung secara bebas.

Semakin tinggi tarif yang dikenakan, akan semakin besar kerugian

yang timbul. Pengenaan tarif yang terlalu besar akan mendorong

perekonomian yang bersangkutan menuju kondisi autarki (semua

komoditi dibuat sendiri, dan perdagangan internasional lenyap). Tarif

impor yang mematikan perdagangan internasional ini biasa disebut

dengan tarif prohibitif (prohibitive tariff).Tarif yang terlalu tinggi akan

memaksa suatu perekonomian terus-menerus berproduksi dan

berkonsumsi di titik A, dan jelas merugikan negara itu sendiri.

2.3.2 Hambatan Perdagangan Non-tarif

Salah satu bentuk hambatan perdagangan internasional non-tarif

adalah kuota impor. Kuota adalah pembatasan secara langsung jumlah

Page 25: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 15

fisik terhadap barang yang masuk (kuota impor) dan keluar (kuota

ekspor). Pemberlakuan kuota impor memberikan dampak-dampak

terhadap konsumsi dan produksi seperti yang ditimbulkan oleh

penerapan tarif impor yang setara. Penyesuaian terhadap setiap

pergeseran dalam kurva permintaan atau kurva penawaran

sehubungan dengan adanya kuota impor akan terjadi pada harga-

harga domestik. Sedangkan jika yang diberlakukan adalah tarif impor,

maka penyesuaian tersebut akan terjadi pada kuantitas impor. Secara

umum, kuota impor itu lebih menghambat daripada tarif impor yang

setara. Kuota impor biasanya dikenakan terhadap bahan mentah

sebagai barang perdagangan penting serta di bawah suatu

pengawasan badan internasional.

Hambatan kuota sering dimanfaatkan untuk memperbaiki neraca

pembayaran pembayaran yang defisit. Pemberlakuan hambatan non-

tarif akan meningkatkan harga produk sehingga pada dasarnya

proteksi terhadap perdagangan tersebut akan menguntungkan bagi

produsen namun merugikan bagi konsumen dan pada akhirnya akan

merugikan perekonomian secara keseluruhan (Salvatore 1997).

Pembatasan impor dengan menerapkan kebijakan-kebijakan

perdagangan akan memengaruhi kesejahteraan (welfare). Wall (1999)

mendeskripsikan dampak pembatasan impor dalam analisis

keseimbangan parsial dengan mengilustrasikan supply dan demand

suatu negara seperti terlihat dalam Gambar 2.3.

Page 26: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 16

Gambar 2.3 Dampak Kebijakan Pembatasan Impor Terhadap

Kesejahteraan

Sumber: Wall (1999)

Jika terjadi perdagangan bebas, barang yang diimpor akan berada

pada harga dunia yaitu Pw. Negara akan mengkonsumsi sebesar QD0

dan produksi sebesar QS0. Jumlah yang akan diimpor dari negara lain

sebesar QD0-QS0. Ketika ada proteksi impor maka harga akan

meningkat menjadi PM?. Sehingga negara tersebut akan produksi

sebesar QS1 dan jumlah impor akan berkurang menjadi QD1-QS1.

Konsumen akan dirugikan karena menanggung harga yang lebih mahal

dan produsen diuntungkan dengan peningkatan produksi dengan

harga tinggi. Surplus kondumen akan berkurang sebesar area

A+B+C+D. Area A merupakan surplus konsumen yang ditransfer ke

produsen. Area B dan D adalah Dead Weight Loss (DWL) yang

merupakan kerugian perekonomian. Area C tidak merepresentasikan

penerimaan pemerintah dari tarif karena pembatasan impor bukan

berasal dari kebijakan tarif melainkan kebijakan non tarif. Area ini diukur

sebagai quota rent. Jika tidak ada peningkatan pemerintah yang

berasal dari quota rent ini maka quota rent akan didapat oleh produsen

negara lain. Sehingga C direpresentasikan sebagai net welfare loss to

economy. Penerimaan dapat meningkat melalui penjualan lisensi kuota

sehingga dengan menggunakan θ yang mencerminkan share dari

Pp

pp

Kuantitas

s

PW

QS0

A B C D

S

D

QS1 QD1 QD0

Harga

Page 27: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 17

quota rent maka total net welfare loss dari pembatasan impor sebesar

B+D+(1- θ)C.

Berbagai macam restriksi atau hambatan non-tarif itu telah

menggantikan peranan tarif di masa sebelumnya, ini merupakan

ancaman bagi kelangsungan dan perkembangan perdagangan

internasional yang bebas. Penggunaan hambatan perdagangan ini

pada intinya bertentangan dengan semangat pasar bebas (liberalisasi)

yang diusung WTO. Indonesia sebagai salah satu anggota WTO harus

bisa melakukan pengelolaan hambatan impor agar dapat menjaga

kepentingan nasionalnya, terutama yang terkait dengan kesehatan,

keamanan, keselamatan lingkungan dan moral bangsa.

2.4 Strategi Pengendalian Impor dan Subtitusi Impor

Pada umumnya, terdapat dua strategi umum perdagangan

internasional yang diterapkan oleh negara berkembang, yaitu strategi industri

substitusi impor dan industri berorientasi ekspor (Krugman dan Obstfeld,

2003).

Studi-studi berkaitan dengan pengendalian impor telah dilakukan di

berbagai negara berkembang. Strategi substitusi impor ini paling banyak

direkomendasikan meskipun banyak perdebatan. Strategi substitusi impor

adalah kebijakan untuk memproduksi barang-barang yang diimpor. Tujuan

utamanya adalah penghematan devisa. Jika tahap substitusi impor

terlampaui, biasanya untuk tahap selanjutnya menempuh strategi promosi

ekspor.

Adapun keuntungan strategi industri substitusi impor, antara lain: (1)

menghemat penggunaan devisa impor, (2) menciptakan lapangan kerja yang

luas bagi masyarakat; (3) transfer technology (alih teknologi), (4) menjamin

stabilitas harga/menstabilkan harga jual, (5) menjamin ketersediaan barang-

barang hasil substitusi impor di pasar, (6) perluasan pasar, (7) membuka

pasar-pasar kecil, (8) dunia perbankan semakin berkembang, dan (9)

transportasi/pengangkutan berkembang.

Page 28: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 18

Syarat supaya industri substitusi bisa bertahan lama adalah hasil

produksi industri substitusi impor itu harus sama dengan barang serupa yang

datang dari luar negeri (bersaing harga dan mutu). Setelah industri substitusi

impor itu berkembang kemudian industri harus mencari pasar di luar negeri (di

dalam negeri sudah penuh). Industri substitusi impor lebih ditujukan untuk

memacu pertumbuhan ekonomi nasional yaitu membangun industri nasional

yang kuat. Karenanya, industri substitusi impor tegantung pada: (1) Pasar

dalam negeri, dan (2) Efektivitas dari proteksi terhadap barang impor (tariff,

quota, administration control).

Industri substitusi impor sebagai sebuah kebijakan perdagangan,

mengalami beberapa hambatan, antara lain: pertama, substitusi impor dimasa

kini mungkin menjadi bumerang ketika di masa depan industri tersebut

memiliki keunggulan komparatif; kedua, proteksi manufaktur baru berjalan

bagus apabila membuat industri tersebut lebih kompetitif; dan ketiga,

intervensi negara terhadap perdagangan pada dasarnya tidak efektif apabila

pasar masih berjalan sempurna (Krugman dan Obstfeld, 2003). Hambatan-

hambatan inilah yang kemudian menjadi bumerang bagi kebijakan ini. Industri

yang mulanya diproteksi dengan baik, ketika dilepas ke pasar luar negeri

justru tetap tidak bisa bersaing karena ketergantungan yang tinggi terhadap

subsidi dan proteksi, atau dalam kasus lain, pertumbuhan dan perkembangan

industri nyatanya tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan kebijakan

yang diterapkan oleh negara.

Negara-negara berkembang umumnya lebih memilih kebijakan industri

substitusi impor sebab hingga tahun 1970an, masih terdapat skeptisisme

mengenai kemungkinan untuk dapat mengekspor produk manufaktur

sehingga industrialisasi dikonsentrasikan pada industri domestik untuk

mengganti impor barang. Disamping itu, kebijakan ini umumnya berkembang

secara alami seperti di Amerika Latin sebagai konsekuensi dari trauma akan

depresi ekonomi yang sebelumnya terjadi karena ketergantungan terhadap

impor (Krugman dan Obstfeld, 2003). Kebijakan ini sangat marak diterapkan

pada era 1950 dan 1960an, tetapi kini kebijakan ini sudah banyak dihapuskan

karena liberalisasi perdagangan.

Page 29: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 19

Meskipun kebijakan perdagangan bebas sering digembar-gemborkan

sebagai pemacu pertumbuhan, nyatanya masih terdapat bukti-bukti bahwa

kebijakan tersebut hanya memiliki dampak yang rendah terhadap peningkatan

pertumbuhan ekonomi yang spektakuler di negara-negara tersebut. Salah

satu negara yang terhitung sukses dengan kebijakan perdagangannya adalah

India. India meliberalisasi perdagangannya sejak tahun 1984 yang

sebelumnya didominasi oleh industri substitusi impor yang kurang

menguntungkan. Pada tahun 1984, PM Rajiv Gandhi memberi perkecualian

substitusi impor kepada 25 jenis industri dan pada tahun 1991, Rarashima

Rao memperluas liberalisasi ke seluruh cabang industri dan membuka pintu

investasi asing. Di masa kini, India paling dikenal dengan proyek teknologi

informasinya yang telah menjadi rujukan dan rekan kerja bagi negara-negara

maju. Meski terdapat banyak fluktuasi dan naik turunnya GDP India, tetapi

perekonomian India kini menempati posisi yang unggul di dunia.

Hasil studi literatur lainnya berkenaan dengan strategi impor adalah

strategi-strategi yang direkomendasikan Peng (2011) untuk mengatasi

ketergantungan China terhadap bahan bakar minyak. Peng (2011)

memberikan empat strategi alternatif agar China terlepas dari ketergantungan

impor minyak yang tinggi, yaitu: (1) Strategi 1 adalah diversifikasi sumberdaya

energi dengan membangun alternatif sumberdaya energi yang bersih.

Diversifikasi supply energi ini di level global, dan diversifikasi rute impor

dengan mengurangi dependensi impor dari Timur Tengah; (2) Strategi 2

merupakan promosi konservasi energi dengan cara-cara baru, dengan

menggeser ‘kontrol intensitas’ menjadi ‘kontrol jumlah’ dalam periode 5 tahun

ke-12; (3) Strategi 3 adalah memperkuat eksplorasi energi dan produksi dari

ladang-ladang minyak domestik. Dalam strategi 3 berupaya mendorong

kerjasama internasional eksplorasi minyak lepas pantai dan produks; (4)

Strategi 4 merupakan strategi yang bertujuan meningkatkan jumlah lokasi-

lokasi strategis cadangan-cadangan petroleum. Strategi ini berupaya untuk

meningkatkan cadangan minyak kepada perusahaan-perusahaan minyak

besar di China.

Page 30: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 20

Pada dasarnya, kebijakan ekonomi suatu negara sangat terkait dengan

kebijakan ekonomi dalam negeri dan kebijakan ekonomi luar negeri. Pada

negara maju, campur tangan pemerintah terhadap proses perkembangan

ekonomi biasanya tidak terlalu aktif. Campur tangan pemerintah terbatas pada

hal-hal yang lebih menyangkut kepentingan umum (publik) dan nasional,

seperti pembuatan jalan kereta api, jalan raya, pelabuhan, melindungi

perusahaan dalam negeri dengan tarif proteksi dan subsidi. Sedangkan

peranan pemerintah di negara berkembang, karena keterbatasan warga

negaranya untuk mengelola sumberdaya, peranan pemerintah dituntut untuk

lebih aktif.

Strategi pembangunan dari kebijakan ekonomi dalam negeri dapat

dilakukan dengan dua prinsip. Pertama, menggunakan prinsip “Semua atau

tidak sama sekali”, dimana industrialisasi digenjot besar-besaran dan secara

cepat, serta rintangan pertumbuhan dihilangkan bertahap. Kedua, dengan

prinsip bahwa pembangunan lebih baik dengan pendekatan secara perlahan,

dimana industrialisasi dilaksanakan secara perlahan dan mementingkan

mekanisme pasar.

Seluruh kebijakan ekonomi dalam negeri bertujuan untuk memengaruhi

tingkah laku pelaku ekonomi dan mekanisme pasar domestik. Misalnya

kebijakan fiskal pengaruh pentingnya bagi perkembangan ekonomi adalah

dapat memengaruhi pendapatan nasional, memajukan akumulasi kapital dan

menahan inflasi ataupun deflasi. Kebijaksanaan moneter memengaruhi

tersedianya jumlah uang beredar dan perkreditan guna menanggulangi inflasi

serta mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran internasional. Bila

perkembangan sudah mulai, perlu kebijaksanaan moneter yang efektif untuk

memberikan kredit yang sesuai dengan perkembangan dalam perdagangan

dan kegiatan produksi.

Sementara itu, untuk kebijakan ekonomi luar negeri di negara

berkembang dilaksanakan kebijaksanaan perdagangan internasional untuk

melindungi industri dalam negeri, misalnya dengan proteksi, tarif, subsidi dan

multiple exchange rates. Kebijakan juga dapat berupa bantuan teknis

misalnya pelatihan bagi para teknisi dan memberikan fasilitas untuk

Page 31: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 21

membantu pemerintah dengan menyediakan tenaga ahli, perlengkapan dan

mengorganisir jasa tersebut untuk pembangunan ekonomi.

Kebijakan ekonomi luar negeri juga menyangkut kebijakan investasi

asing swasta dan investasi asing pemerintah. Investasi asing swasta lebih

menyangkut kebijakan yang menyentuh pelaku-pelaku investasi langsung

swasta dan portofolio (pembelian saham perusahaan) yang dilakukan oleh

warga negara asing. Sedangkan investasi asing pemerintah dapat berupa

pinjaman dan hadiah dari pemerintah asing atau badan internasional kepada

pemerintah.

Pemerintah pun dapat memengaruhi pelaku pasar melalui kebijakan

tata niaga. Kebijakan ini dapat berupa:

a. Pola umum pengembangan sektor industri. Pada umumnya negara yang

berusaha meningkatkan pendapatan nasional lewat pembentukan nilai

tambah di dalam negeri dan berusaha menciptakan lapangan kerja,

menempuh jalan pembangunan dan pengembangan sektor industri.

b. Pengaturan tata niaga dan permasalahannya. Penyusunan peraturan tata

niaga harus dapat mendorong perekonomian nasional untuk lebih

sempurna jangan sampai menurunkan surplus neraca pembayaran.

Pengaturan tata niaga yang menyentuh kebijakan ekonomi luar negeri ini

dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Pola Ekspor (Outward Looking), bertujuan menyediakan bahan

mentah, bahan penolong ataupun keahlian (skill).

Pola Pasar Dalam Negeri, bertujuan menyiapkan bahan mentah cukup

dan murah, tersedianya tenaga kerja dan skill, pasaran mudah

terjangkau.

Pengenaan Tarif. Tarif dianggap sebagai alat yang cukup efektif untuk

menanggulangi impor atau membatasinya. Pembebanan tarif harus

selektif yaitu pada industri tertentu, dimana industri dalam negeri yang

bersangkutan memiliki potensi efisiensi yang tertinggi.

Kuota. Kebijakan ini efektif dalam membatasi jumlah barang yang

diimpor sehingga mengakibatkan tingginya harga barang dan

Page 32: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 22

terbatasnya jumlah barang. Namun demikian kuota diterapkan harus

hati-hati/dipertimbangkan dampak terhadap industri lain yang

berkaitan. Inefisiensi ekonomi karena kebijakan ini tidak memberikan

pendapatan bagi negara mengakibatkan kebijakan ini dianggap kurang

efektif dibanding kebijakan tarif.

Penunjukan Importir. Tujuannya untuk mengurangi/mengontrol jumlah

barang impor yang masuk tapi bukan karena kuota tetapi lebih pada

monopoli. Kebijakan ini rentan menimbulkan kolusi dan korupsi.

2.5 Kebijakan Impor Indonesia

Kementerian Perdagangan merupakan penerbit kebijakan impor di

Indonesia dimana kebijakan impor Indonesia diarahkan berorientasi pada

kepentingan nasional yang sesuai standar kesehatan, keamanan, dan

keselamatan lingkungan (K3L). Pengelolaan impor ini dimaksudkan untuk

menjaga ketersediaan kebutuhan barang modal, bahan baku, dan bahan

penolong untuk kebutuhan produsen dalam negeri termasuk yang mendukung

peningkatan ekspor komoditi nonmigas. Selain itu, juga diarahkan untuk

menciptakan iklim persaingan yang sehat dan transparan di dalam negeri, dan

impor yang memperoleh perlakuan preferensial dalam perjanjian

perdagangan bebas (FTA) yang dilakukan Indonesia dengan mitra dagang

yang memenuhi syarat. Tak kalah penting, kebijakan impor Indonesia

diarahkan untuk memberikan perlindungan hak atas kekayaan intelektual

(HKI), perlindungan sosial, budaya, dan moral masyarakat, dan perlindungan

kepentingan pembangunan ekonomi nasional lain.

Terkait dengan kebijakan pendengalian impor, Kementerian

Perdagangan telah menerbitkan Ketentuan Umum di Bidang Impor melalui

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Permendag) No. 54/M-

DAG/PER/10/2009 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor yang

memberikan arahan tentang ketentuan impor yang berlaku untuk seluruh

komoditi yang diatur Kementerian Perdagangan, dimana impor hanya dapat

dilakukan oleh Perusahaan yang telah memiliki Angka Pengenal Importir

(API). Barang impor harus dalam keadaan baru, kecuali Barang Pindahan,

Barang Impor Sementara, Barang Kiriman, Barang Contoh Tidak

Page 33: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 23

Diperdagangkan, Hadiah, Barang Perwakilan Negara Asing dan Barang Untuk

Badan Internasional/Pejabatnya Bertugas di Indonesia; Kapal Pesiar dan

kapal Ikan, atau Ditetapkan Lain Oleh Menteri Perdagangan; dan Barang

Tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.

2.5.1 Hambatan Perdagangan Tarif

Semenjak Putaran Uruguay, Indonesia telah mengurangi besaran tarif

bea masuk Most Favored Nation (MFN) atas produk pertanian dan

industri. Indonesia telah memangkas 95 persen dari total tarif dengan

rata-rata tarif bea masuk 40 persen. Seiring dengan keterlibatan

Indonesia melakukan perdagangan bebas (FTA) dalam kerangka

kerjasama ASEAN Free Trade Area (AFTA); (2) ASEAN-China Free

Trade Area (ACFTA); (3) ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA); (4)

Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA); (5)

ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA); dan (6) ASEAN-Australia-New

Zealand Free Trade Area (AANZFTA), tarif bea masuk atas produk

impor dengan beberapa negara mitra dagang FTA mengalami

penurunan yang signifikan

Perkembangan perjanjian AFTA hingga pada tahun 2010, 99,11 persen

tarif ASEAN-6 telah diturunkan menjadi 0 persen, dan 98,86 persen tarif

ASEAN-4 berkisar antara 0-5 persen. Hingga Desember tahun 2015,

seluruh negara ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan.

2.5.2 Hambatan Perdagangan Non-tarif

Berdasarkan data yang diperoleh dari LARTAS Kementerian

Perdagangan, saat ini terdapat sekitar 7.000 buah hambatan non tarif

yang didasarkan atas kode HS barang. Hambatan non tarif tersebut

tersebar di beberapa instansi pemerintah yaitu Kementerian

Perdagangan, Badan POM, Karantina Tumbuhan, Karantina Hewan,

Karantina Ikan Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan,

Kementerian Lingkungan Hidup dan sebagainya. Dari jumlah tersebut,

kebijakan non tarif terbanyak berada dibawah kewenangan Kementeria

Perdagangan yakni sebesar 4.463 buah kode HS barang atau sekitar

Page 34: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 24

63,76 persen. Selanjutnya, Badan POM Kementerian Kesehatan

memiliki kebijakan non tarif sebanyak 968 buah kode HS atau

equivalen dengan 13,83 persen.

Sebaran hambatan non tarif Indonesia menunjukkan bahwa masing-

masing instansi pemerintah memiliki kewenangan untuk mengeluarkan

kebijakan non tarif. Keluarnya kebijakan tersebut ada yang berasal dari

proses yang bersumber dari usulan pelaku usaha. Namun,

pertimbangan utama kebijakan non tarif dikeluarkan oleh instansi

tersebut adalah keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan

(K3L). Aturan K3L merupakan komponen utama dari sebuah kebijakan

non tarif yang tujuannya adalah untuk melakukan perlindungan

terhadap konsumen.

2.6 Tinjauan Hukum

Negara Hukum.Negara Indonesia adalah negara hukum.1 Yang

dimaksud dengan hukum adalah aturan hidup bermasyarakat dalam kerangka

organisasi negara.2 Hukum dapat berbentuk tertulis maupun tidak tertulis.

Hukum yang tertulis membentuk suatu pertingkatan atau hierarki. Yang

menjadi sumber segala sumber hukum negara Indonesia adalah Pancasila.3

Oleh karena itu, dapatlah kita sebut Negara Indonesia adalah Negara Hukum

Pancasila.

Hierarki Peraturan. Hierarki hukum pada hakikatnya merupakan

pertingkatan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana diatur dalam UU

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jenis dan hierarki peraturan

perundang-undangan secara berturut-turut adalah Undang-Undang Dasar

1 Pasal 1:3 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Perubahan Ketiga). 2 Bdk Padmo Wahyono, Sistem Hukum Nasional dalam Negara Hukum Pancasila, pidato ilmiah pada peringatan Dies Natalis Universitas Indonesia XXXIII, Jakarta 2 Februari 1983, hlm. 1. 3 Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, LNRI 2011-82, TLNRI 5234 (UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan). Perubahan undang-undang telah disahkan di masa sidang terakhir Dewan Perwakilan Rakyat, September 2019. Namun karena perubahan tersebut belum dimasukkan ke dalam Lembaran Negara, penyusun belum mengetahui secara pasti substansinya perubahannya. Sepanjang informasi yang penyusun dapat dari pemberitaan di media massa serta draf final RUU, perubahan substansi yang ada tidak jauh berbeda dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Oleh karena itu, untuk keperluan pengkajian ini, substansi perubahan tersebut tidak berdampak.

Page 35: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 25

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.4 Di luar tujuh jenis peraturan tersebut,

terdapat sejumlah peraturan lain yang ditetapkan oleh badan, lembaga,

komisi, atau kementerian.5 Peraturan-peraturan ini mempunyai kekuatan

hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.6

Salah satu dari peraturan-peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri,

yakni “peraturan yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan materi muatan

dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan”.7

Uji materiil. Hierarki peraturan tersebut menuntut keselarasan

peraturan yang lebih rendah kepada peraturan yang lebih tinggi. Undang-

undang tidak boleh bertentangan dengan ketentuan UUD NRI Tahun 1945,

dan peraturan di bawah undang-undang tidak boleh bertentangan dengan

undang-undang. Bila suatu undang-undang diduga bertentangan dengan

UUD NRI Tahun 1945, maka setiap warga negara Indonesia berhak memohon

Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian materiil.8 Bila yang diduga adalah

pertentangan aturan antara peraturan di bawah undang-undang dengan

undang-undang, maka kewenangan pengujian ada pada Mahkamah Agung.9

Baik Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung hanya akan melakukan

pengujian materiil bilamana ada permohonan dari warga negara Indonesia.

Dengan kata lain, bilamana tidak ada permohonan, sekalipun ada

pertentangan pengaturan antara suatu undang-undang dengan UUD NRI

Tahun 1945 atau peraturan di bawah undang-undang dengan undang-

4 Pasal 7:1-2 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 5 Pasal 8:1 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 6 Pasal 8:2 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 7Penjelasan Pasal 8:1 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 8 Pasal 24C:1 UUD NRI Tahun 1945 (Perubahan Ketiga), pasal 9:1 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 9 Pasal 24A:1 UUD NRI Tahun 1945 (Perubahan Ketiga), pasal 9:2 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Page 36: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 26

undang, maka secara hukum pertentangan tersebut belum dapat dianggap

inkonstitusional atau batal demi hukum.

UUD NRI Tahun 1945 dan Perdagangan. Perdagangan sebagai

tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi yang bertujuan untuk

mengalihkan hak atas barang dan/atau jasa untuk memperoleh imbalan atau

kompensasi10 tidaklah diatur secara spesifik dalam UUD NRI Tahun 1945.

Namun perdagangan sebagai kegiatan ekonomi harus dipahami dalam

kerangka perekonomian nasional sebagaimana diatur dalam pasal 33 UUD

NRI Tahun 1945. Pasal ini merupakan salah satu dasar dari UU

Perdagangan.11

Perekonomian nasional menurut pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 harus

disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.12 Negara

menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup

orang banyak.13 Negara juga menguasai kekayaan alam dan

mempergunakannya untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.14 Di samping

prinsip kekeluargaan, perekonomian juga diselenggarakan dengan

memperhatikan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,

berwawasan lingkungan, kemandirian serta perimbangan kemajuan dan

kesatuan ekonomi nasional.15

Kebijakan perdagangan disusun dengan memperhatikan usaha

pengejewantahan perekonomian nasional sebagaimana digariskan oleh pasal

33 UUD NRI Tahun 1945.16 Sebagian dari asas dalam kebijakan perdagangan

adalah kepentingan nasional, kepastian hukum, adil dan sehat, keamanan

berusaha, akuntabel dan transparan, kebersamaan, dan berwawasan

10Bdk pasal 1 angka 1 UU Perdagangan. 11Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, LNRI 2014-45, TLNRI 5512. Lih. angka 1 dari Mengingat. 12Ayat 1. 13Ayat 2. 14Ayat 3. 15Ayat 4. 16Namun pasal 33 UUD NRI Tahun 1945, atau sebelumnya UUD 1945, dirujuk atau secara tegas dijadikan dasar pembuatan hukum tentang perdagangan. Misalnya, Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), LNRI 1994-57, TLNRI 3564, tidak merujuk kepada pasal 33 UUD 1945. Lih. bagian Mengingat.

Page 37: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 27

lingkungan.17 Salah satu bentuk dari perdagangan adalah perdagangan luar

negeri, yakni kegiatan ekspor dan/atau impor yang melampaui batas wilayah

negara.18

Perdagangan luar negeri membutuhkan kebijakan dan pengendalian di

bidang ekspor dan impor.19 Tujuan dari kebijakan dan pengendalian tersebut

adalah untuk peningkatan daya saing produk ekspor, perluasan pasar produk

Indonesia, dan menjadikan warga negara dan badan hukum Indonesia pelaku

usaha yang handal.20 Kebijakan perdagangan luar negeri meliputi a.l.

pelindungan dan pengamanan kepentingan nasional dari dampak negatif

perdagangan luar negeri.21 Sementara pengendalian perdagangan luar negeri

meliputi perizinan, standar, dan pelarangan dan pembatasan.22

Impor barang hanya dapat dilakukan oleh importir, yang berdasarkan

penetapan Menteri, memiliki pengenal.23 Importir harus bertanggung jawab

atas barang yang diimpor.24 Untuk melakukan impor, importir harus memiliki

perizinan.25

Semua barang dapat diimpor, kecuali yang dilarang, dibatasi atau

ditentukan lain oleh undang-undang.26 Pemerintah dapat melarang impor

untuk kepentingan nasional dengan alasan untuk melindungi:

a. keamanan nasional atau kepentingan umum, termasuk sosial, budaya, dan

moral masyarakat;

b. hak kekayaan intelektual; dan/atau

c. kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan

lingkungan hidup.27

17 Pasal 2 UU Perdagangan. Asas-asas lainnya adalah kemandirian, kemitraan, kemanfaatan, dan kesederhaanaan. 18Pasal 1 angka 3 UU Perdagangan. 19Pasal 38:1 UU Perdagangan. 20Pasal 38:2 UU Perdagangan. 21Pasal 38:3 UU Perdagangan. 22Pasal 38:4 UU Perdagangan. 23Pasal 45:1 UU Perdagangan. 24Pasal 46:1 UU Perdagangan. 25Pasal 49:1 UU Perdagangan. 26Pasal 50:1 UU Perdagangan. 27Pasal 50 Perdagangan.

Page 38: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 28

Kepentingan nasional dengan alasan huruf a dan c di atas juga menjadi dasar

Pemerintah untuk membatasi impor barang.28

Permendag sebagai Peraturan Pelaksana. Peraturan Menteri

Perdagangan Republik Indonesia No. 66 Tahun 2018 tentang Ketentuan

Impor Hasil Perikanan (Permendag No. 66/2018)29 diundangkan sebagai

pelaksana dari ketentuan pasal 8 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun

2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan

Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri

(PP Pengendalian Impor).30 Pasal 8 huruf b PP Pengendalian Impor31

tersebut mewajibkan penyesuaian peraturan pelaksana dalam waktu 30 (tiga

puluh) harus semenjak keberlakuannya.32

PP Pengendalian Impor adalah peraturan pelaksana untuk dua

undang-undang.33 Undang-Undang yang pertama adalah UU

Perindustrian.34 Di satu sisi undang-undang ini memberikan tentang

kewenangan Pemerintah mengatur, membina, dan mengembangkan

perindustrian.35 Di sisi lain undang-undang ini memberikan kewajiban kepada

Pemerintah untuk menjamin ketersediaan dan penyaluran sumber daya alam

untuk industri dalam negeri.36 Untuk meningkatkan ketahanan industri dalam

negeri, Pemerintah melakukan tindakan pengamanan industri dalam negeri

dengan mempertimbangkan usulan Menteri.37 Undang-Undang yang kedua

28Pasal 54 Perdagangan. 29BNRI 2018-741. 30Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor

Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri,

LNRI 2018-31, TLNRI 6188. 31Lih. Menimbang, huruf a.. 32 “Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: …; dan (b) peraturan perundang-undangan

mengenai pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman yang telah ada harus

disesuaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.” Namun

dalam praktiknya, peraturan pelaksana baru berlaku hampir 3 (tiga) bulan kemudian.

33Lih. Menimbang, huruf a. 34Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, LNRI 2014-4, TLNRI 5492. 35Pasal 5:3 UU Perindustrian. 36Pasal 33:1-2 UU Perindustrian. 37Pasal 96 dan 97 Perindustrian.

Page 39: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 29

adalah UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.38 Sebagaimana

diatur dalam undang-undang ini, Pemerintah mempunyai kewajiban untuk

mengendalikan impor komoditas perikanan dan pergaraman.39 Dengan

memperhatikan rekomendasi dari Menteri, Pemerintah menetapkan tempat

pemasukan, jenis, volume, waktu, pemenuhan syarat administratif, dan

standar mutu dari komoditas perikanan dan pergaraman yang diimpor.40

Menteri yang dimaksud dalam kedua undang-undang tersebut adalah menteri yang menyelenggarakan di bidang perindustrian,41 dan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.42

Permendag No. 66/2018 telah diubah oleh Permendag No. 23/2019.43

Sebagai ganti ketentuan tentang Verifikasi atau Penelusuran Teknis dan

Surveyor yang dihapuskan, Permendag No. 23/2019 mengatur tentang Nomor

Identitas Berusaha. Untuk kali kedua, Permendag No. 66/2018 diubah oleh

Permendag No. 64/2019.44 Perubahan kedua dilakukan untuk memperketat

penyampaian laporan Persetujuan Impor,45 dan akibat dari pelanggaran

kewajiban tersebut,46 serta perincian tentang jenis komiditas yang dibatasi

impornya.47 Permendag No. 66/2018, Permendag No. 23/2019, dan

Permendag No. 64/2019 sebagai satu-kesatuan merupakan Permendag

Impor Hasil Perikanan.

Sepertinya halnya PP Pengendalian Impor, Permendag Impor Hasil

Perikanan merupakan bagian dari hukum positif tentang perdagangan.

38Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. 39Pasal 37: 1 UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. 40Pasal 37: 2-3 UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. 41Pasal 1 angka 21 UU Perindustrian. 42Pasal 1 angka 34 UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. 43Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 23 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 66 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Hasil Pertanian, BNRI 2019-302. 44Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 64 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 66 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Hasil Pertanian, BNRI 2019-943. 45Pasal 18 Permendag No. 64/2019. 46Pasal 19 Permendag No. 64/2019. 47Lampiran Permendag No. 64/2019.

Page 40: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 30

Permendag Impor Hasil Perikanan merupakan aturan pelaksana dari pasal

45-54 UU Perdagangan.48

Dasar Hukum Permendag Impor Hasil Perikanan. Permendag Impor

Hasil Perikanan diterbitkan dengan dasar undang-undang, peraturan

pemerintah, dan peraturan presiden. Ada sebelas undang-undang yang

menjadi dasar penerbitan Permendag Impor Hasil Perikanan. Selain tiga

undang-undang yang sudah disebutkan di atas, undang-undang tersebut

adalah UU Karantina,49 UU Pengesahan Persetujuan WTO,50 UU

Kepabeanan,51 UU Antimonopoli,52 UU Perikanan,53 UU Kementerian

Negara,54 UU Pangan,55 dan UU Protokol Perubahan Pengesahan

Persetujuan WTO.56 Dua peraturan pemerintah yang menjadi dasar adalah

PP Pengendalian Impor dan PP Pelayanan Perizinan Elektronik.57 Dua

peraturan presiden tersebut adalah Perpres Organisasi Kementerian

Negara,58 dan Perpres Kementerian Perdagangan.59 Di samping itu terdapat

48 Pasal 45-48 (Bagian Ketiga tentang Impor), pasal 49 (Bagian Keempat tentang Perizinan Ekspor dan Impor), dan pasal 50-54 (Bagian Kelima Larangan dan Pembatasan Ekspor dan Impor) merupakan bagian-bagian dari Bab V tentang Perdagangan Luar Negeri. 49Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, LNRI 1992-56. 50 Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), LNRI 1994-57, TLNRI 3564. 51Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, LNRI 1995-5, TLNRI 3612, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2006, LNRI 2006-93, TLNRI 4661. 52Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, LNRI 1999-33, TLNRI 3817. 53Undang-Undang Republik Indoneisa No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, LNRI 2004-118, TLNRI 4433, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 LNRI 2009-154, TLNRI 5073. 54Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, LNRI 2008-166, TLNRI 4916. 55Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, LNRI 2012-227, TLNRI 5360. 56 Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2017 tentang Pengesahan Protocol Amending the Marrakesh Agreement Establishing the World Trade Organization (Protokol Perubahan Persetujuan Marrakesh Mengenai Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), LNRI 2017-240, TLNRI 6140. 57 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik atau Online Single Submission di Bidang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215); 58Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2015 tentangOrganisasi Kementerian Negara, LNRI 2015-8. 59Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 48 Tahun 2015 tentangKementerian Perdagangan,LNRI 2015-90.

Page 41: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 31

7 peraturan menteri terkait, yakni Permendag Ketentuan Umum Verifikasi,60

Permendag Ketentuan Umum Impor,61 Permendag Angka Pengenal

Importir,62 Permendag Organisasi Kementerian Perdagangan,63 dan

Permendag Pelayanan Perizinan Elektronik.64

[WTO dan Aturan WTO]

Organisasi Perdagangan Dunia. Putaran Uruguay (1986-1994)

berhasil menyepakati Persetujuan Marrakesh tentang Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia (Marrakesh Agreement on the Establishing

the World Trade Organization/Persetujuan Marrakesh).65 Persetujuan

Marrakesh mendirikan organisasi internasional bernama Organisasi

Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).66 Organisasi ini berdiri

per 1 Januari 1995.67 Indonesia meratifikasi hasil kesepakatan Putaran

Uruguay melalui UU No. 7 Tahun 1994,68 dan menjadi salah satu Anggota

(Member) pendiri WTO. Berdasarkan perhitungan terakhir, WTO mempunyai

164 Anggota.69

60Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 46 / M-DAG/ PER/ 8 /2014 tentang Ketentuan Umum Verifikasi atau Penelusuran Teknis di Bidang Perdagangan, BNRI 2014-1104. 61Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 48/ M-DAG/ PER/ 7/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor, BNRI 2015-1006); 62Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 75 Tahun 2018 tentang Angka Pengenal Importir, BNRI 2018-936. 63Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 08/M-DAG/PER/2/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan, BNRI 2016-202. 64 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 77 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik di Bidang Perdagangan, BNRI 2018-938. 65 1867 UNTS 3, 1868 UNTS 3, 1869 UNTS 3 berturut-turut tersedia di tautan https://treaties.un.org/doc/Publication/UNTS/Volume%201867/v1867.pdf, https://treaties.un.org/doc/Publication/UNTS/Volume%201868/v1868.pdf, dan https://treaties.un.org/doc/Publication/UNTS/Volume%201869/v1869.pdf. 66 Artikel I Persetujuan Marrakesh. 67 Angka 3 Final Act Embodying the Results of the Uruguay Round of the Multilateral Trade Negotiations. 68 Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), LNRI 1994-57, TLNRI 3564. 69 Sebagaimana terpublikasi di laman resmi WTO. https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/org6_e.htm.

Page 42: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 32

WTO dapat dipahami sebagai suatu kerangka lembaga bersama (the

common institutional framework),70 forum negosiasi para Anggota,71 dan

pembuat keputusan terkait dengan perdagangan dunia, yakni yang

melibatkan para Anggota.72

Sebagai kerangka lembaga bersama, WTO memberikan aturan main

terkait dengan perdagangan para Anggota. Aturan main terdiri dari Lampiran-

lampiran dari Persetujuan Marrakesh. Tiga lampiran pertama dari Persetujuan

Marrakesh disebut Persetujuan Perdagangan Multilateral (Multilateral Trade

Agreements/MTA).73 Annex 1 terdiri dari tiga bagian – Annex 1A Persetujuan

Multilateral tentang Perdagangan Barang (Multilateral Agreements on Trade

in Goods), Annex 1B Persetujuan Umum tentang Perdagangan Jasa (General

Agreement on Trade in Services), dan Annex 1C Persetujuan tentang Aspek-

aspek Hak Kekayaan Intelektual dalam Perdagangan (Agreement on Trade-

Related Aspects of Intellectual Property Rights). Dua lampiran lainnya adalah

Kesepahaman tentang Ketentuan dan Acara yang Mengatur Penyelesaian

Sengketa (Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement

of Disputes, Annex 2), dan Mekanisme Peninjauan Kebijakan Perdagangan

(Trade Policy Review Mechanism, Annex 3).

Lampiran terakhir atau Annex 4 disebut Persetujuan Perdagangan

Plurilateral (Plurilateral Trade Agreement).74 Berbeda dengan Persetujuan

Perdagangan Multilateral yang bersifat mengikat, Anggota dapat memilih

untuk tidak mengikatkan diri pada Persetujuan Perdagangan Plurilateral.

Annex 1A terdiri dari pelbagai persetujuan, antara lain Persetujuan

Umum tentang Tarif dan Perdagangan 1994 (General Agreement on Tariffs

and Trade 1994/GATT 1994), Persetujuan tentang Pertanian (Agreement on

Agriculture), Persetujuan tentang Tindakan-tindakan Sanitasi dan Fitosanitasi

(Agreement on Sanitary and Phytosanitary Measures), Persetujuan tentang

Batasan-batasan Teknis untuk Perdagangan (Agreement on Technical

70 Artikel II:1 Persetujuan Marrakesh. 71 Artikel III:2 Persetujuan Marrakesh. 72 Artikel IX:1 Persetujuan Marrakesh. 73 Artikel II:2 Persetujuan Marrakesh. 74 Artikel II:3 Persetujuan Marrakesh.

Page 43: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 33

Barriers to Trade), Persetujuan tentang Aturan Asal (Agreement on Rules of

Origin), Persetujuan tentang Perizinan Impor (Agreement on Import

Licensing), dan Persetujuan tentang Pengamanan Perdagangan (Agreement

on Safeguards).

Keselarasan Aturan.Setiap Anggota berkewajiban memastikan

undang-undang, peraturan, dan prosedur administrasinya selaras dengan

kewajiban-kewajiban yang diatur dalam MTA.75 Untuk memastikan efektivitas

pengaturan, Anggota tidak dapat membuat pensyaratan (reservation) atas

satu pun ketentuan yang ada dalam MTA.76

Persetujuan-persetujuan yang ada membentuk suatu hierarki.

Bilamana terjadi perbedaan pengaturan antara ketentuan yang ada dalam

Persetujuan Marrakesh dengan ketentuan dalam MTA, maka ketentuan

Persetujuan Marrakesh yang berlaku.77 Namun bila terjadi pengaturan antara

ketentuan dari GATT 1994 dengan persetujuan lain dari Annex 1A, maka yang

berlaku adalah ketentuan dari persetujuan lain tersebut.78

Prinsip-prinsip Perdagangan Barang. Ada lima aturan dasar (basic

rules) dari WTO. Pertama adalah aturan non-diskriminasi (rules of non-

discrimination). Aturan ini terdiri dari dua prinsip – kewajiban memperlakukan

bangsa-yang-diutamakan (most-favored-nation treatment obligation/MFN)

dan kewajiban perlakuan nasional (national treatment obligation/NT). Prinsip

MFN mewajibkan semua keuntungan (advantage), kemudahan (favor),

keistimewaan (privilege) atau imunitas (immunity) yang diberikan oleh

Anggota untuk barang apapun yang berasal atau dengan tujuan Anggota

manapun harus diberikan juga kepada barang sejenis (like products) seketika

dan tanpa syarat (immediately and unconditionally) untuk Anggota lainnya.79

Prinsip MFN adalah untuk memastikan pemertaan kesempatan (equality of

opportunity) untuk ekspor dan impor kepada semua Anggota. Prinsip NT

menuntut Anggota untuk menggunakan peraturan perundang-undangan

75 Artikel XVI:3 Persetujuan Marrakesh. 76 Artikel XVI:4 Persetujuan Marrakesh. 77 Artikel XVI:3 Persetujuan Marrakesh. 78 Catatan Penafsiran Umum untuk Annex 1A (General Interpretative note to Annex 1A). 79 Artile I:1 GATT 1994.

Page 44: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 34

nasional kepada barang impor, sehingga produksi domestik menikmatinya

sebagai suatu bentuk proteksi.80 Prinsip NT bertujuan menciptakan

pemerataan kondisi-kondisi persaingan (equality of competitive conditions).

Kedua adalah aturan akses pasar (rules on market access). Ada dua

kategori hambatan, atau batasan, untuk akses pasar – tarif dan non-tarif.

Batasan tarif terdiri dari antara lain bea masuk dan tarif. Batasan non-tarif

terdiri antara lain dari kuota,

2.7 Analisis Dampak Kebijakan (Regulatory Impact Analysis)

Peraturan merupakan salah satu instrument kebijakan yang dapat

digunakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Namun peraturan

biasanya memiliki dampak yang luas yang dapat mempengaruhi berbagai

kelompok masyarakat yang berbeda dengan jenis dampak yang berbeda.

Banyak dari dampak ini yang mungkin tersembunyi atau sulit diidentifikasi

ketika suatu peraturan disusun. Analisis Dampak Peraturan yang

diterjemahkan dari Regulatory Impact Analysis atau ada juga yang

menyebutnya Regulatory Impact Assessment (selanjutnya disingkat RIA)

dapat membantu memahami apa saja dampak dari suatu peraturan dan siapa

saja yang akan terkena dampaknya. RIA membantu menilai efektivitas suatu

kebijakan dalam mencapai tujuannya dan efisiensi terkait dampak dari

kebijakan tersebut dalam bentuk manfaat dan biaya. Dengan kata lain,

menjadi alat untuk menilai atau menyusun regulasi yang berkualitas.

Prinsip regulasi yang berkualitas antara lain bahwa kebijakan atau

regulasi tersebut harus memiliki alasan. Kebijakan tersebut juga merupakan

alternatif terbaik yang telah memperhitungkan dampaknya baik itu manfaat

maupun biayanya. Selain itu, kebijakan harus diterima oleh public secara luas

atau dengan kata lain penyusunannya melibatkan para pemangku

kepentingan yang relevan. Dengan RIA, ada proses yang dilakukan untuk

memastikan kualitas dari suatu regulasi. Proses ini terdiri dari beberapa

tahapan logis yang didukung dengan data empiris dengan melibatkan para

pemangku kepentingan. Hasil dari proses tersebut selanjutnya

80 Artile III GATT 1994.

Page 45: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 35

dikomunikasikan kepada para pengambil keputusan tentang dampak, baik

dari sisi biaya maupun manfaat dari sebuah regulasi. RIA juga dapat

diterapkan pada kebijakan yang berbentuk peraturan maupun non peraturan.

Namun selain sebagai alat untuk menilai kebijakan, RIA sebenarnya

juga merupakan sebuah logika berfikir. Metode RIA dapat digunakan oleh

pengambil kebijakan untuk berfikir logis, mulai dari identifikasi masalah,

identifikasi pilihan untuk memecahkan masalah, serta memilih satu kebijakan

berdasarkan analisis terhadap semua pilihan.

Metode RIA mendorong pengambil kebijakan

untuk berfikir terbuka dengan menerima

masukan dari berbagai komponen yang

terkait dengan kebijakan yang hendak

diambil.

RIA dikembangkan oleh OECD sejak

sebelum tahun 2000 dan telah diadopsi oleh

banyak negara. Pemerintah Indonesia melalui

Kementerian Perencanaan Pembangunan

Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian

PPN/Bappenas) telah secara aktif mengembangkan dan mensosialisasikan

metode RIA sejak 2003. Pada tahun 2009, telah diluncurkan panduan

pelaksanaan metode RIA untuk instansi pemerintah pusat dan daerah.

Sebagai proses, RIA terdiri dari tahapan-tahapan yang sistematis dan

logis yang umumnya terdiri dari:

1. Perumusan Masalah

Tahapan pertama adalah pemetaan masalah yang relevan dengan

tujuan dan substansi peraturan atau regulasi. Tahapan ini diperlukan

agar semua pihak, khususnya pengambil kebijakan, dapat melihat

dengan jelas masalah apa sebenarnya yang dihadapi dan berusaha

diatasi dengan kebijakan melalui regulasi tersebut. Pada tahapan ini

penting untuk membedakan antara masalah (problem) dengan gejala

Page 46: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 36

(symptom), karena yang hendak dipecahkan adalah masalah, bukan

gejalanya.

2. Identifikasi Tujuan

Setelah masalah teridentifikasi, selanjutnya perlu ditetapkan apa

sebenarnya tujuan dari peraturan. Tujuan ini menjadi satu komponen

yang sangat penting, karena ketika suatu saat dilakukan penilaian

terhadap efektivitas sebuah kebijakan, maka yang dimaksud dengan

“efektivitas” adalah apakah tujuan kebijakan tersebut tercapai ataukah

tidak. Pada tahapan ini perlu dilihat kerangka kebijakan yang lebih

luas yang membawahi peraturan atau kebijakan yang akan dianalisis.

Ada juga yang melihat bahwa tujuan peraturan merupakan bentuk

negasi dari rumusan masalah.

3. Alternatif Tindakan

Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi pilihan tindakan apa saja

yang ada atau bisa diambil untuk mengatasi masalah dan memenuhi

tujuan. Dalam pendekatan RIA, pilihan tindakan pertama adalah “do

nothing” atau “tidak melakukan apa-apa”, yang pada tahap berikutnya

akan dianggap sebagai kondisi awal (baseline) untuk dibandingkan

dengan berbagai pilihan lainnya. Pada tahap ini, penting untuk

melibatkan pemangku kepentingan dari berbagai latar belakang dan

kepentingan guna mendapatkan gambaran seluas-luasnya tentang

pilihan apa saja yang tersedia dan bisa diambil.

4. Analisis Biaya dan Manfaat

Setelah merumuskan beberapa pilihan tindakan, tahapan berikutnya

adalah melakukan penilaian terhadap dampak dari kebijakan atau

peraturan baik itu yang bersifat positif atau membawa manfaat

maupun yang bersifat negative atau menimbulkan biaya. Sebelum

melakukan analisis manfaat biaya perlu dilakukan penilaian dari sisi

legalitas, karena setiap pilihan tidak boleh bertentangan dengan

peraturan perundangundangan yang berlaku. Secara sederhana,

“manfaat” dapat didefinisikan sebagai hal-hal positif atau

menguntungkan yang akan diperoleh dan “biaya” adalah hal-hal

negatif, resiko, atau kerugian yang akan terjadi. Manfaat dan biaya

Page 47: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 37

tidak selalu berupa uang. Dalam melakukan analisis manfaat biaya

perlu diidentifikasi siapa saja yang terkena dampaknya baik itu berupa

manfaat ataupun biayanya.

Sedapat mungkin biaya atau risiko dikuantifisir. Namun beberapa

risiko memang sulit untuk dikuantifisir. Dalam hal ini, penilaian

kualitatif dapat digunakan. Besarnya risiko dapat diukur berdasarkan

kemungkinan terjadinya suatu peristiwa dan konsekuensi dari

peristiwa tersebut. Kemungkinan terjadinya suatu peristiwa mungkin

bisa dilihat berdasarkan faktor-faktor yang memungkinan peristiwa itu

terjadi. Sementara konsekuensi bisa dilihat berdasarkan dampak dari

peristiwa serupa yang pernah terjadi.

5. Pemilihan Tindakan

Hasil Analisis Manfaat dan Biaya pada tahapan sebelumnya menjadi

dasar untuk mengambil keputusan atas pilihan tindakan yang sudah

diidentifikasi sebelumnya. Secara logis, pilihan tindakan terbaik

adalah yang memiliki manfaat terbesar dibanding dengan biayanya.

6. Strategi Implementasi

Setelah seluruh langkah diatas dilakukan, maka perlu disusun suatu

laporan atau pernyataan hasil (RIA statement). RIA statement ini akan

disampaikan kepada pengambil keputusan, dalam hal ini kepala

instansi pembuat kebijakan yang akan memberikan keputusan akhir

apakah menyetujui tindakan terbaik yang dipilih oleh tim perumus.

Bisa saja kepala daerah dengan pertimbangan tertentu lebih memilih

“do nothing”, karena ini juga merupakan kebijakan. Pemilihan

tindakan terbaik merupakan suatu bentuk kebijakan yang tidak bisa

berjalan secara otomatis setelah ditetapkan. Karena itu langkah

berikutnya adalah merumuskan bagaimana strategi untuk

melaksanakan kebijakan tersebut. Dengan adanya strategi maka

pemerintah dan pihak lain yang terkait tidak hanya tahu mengenai apa

yang akan dilakukan, tetapi juga mengerti bagaimana akan

melakukannya.

Seperti dibahas sebelumnya, RIA dapat diposisikan sebagai sebuah proses,

sebagai alat, atau sebagai logika berfikir. Terkait dengan hal tersebut, pada

Page 48: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 38

dalam pelaksanaannya, metode RIA dapat dibedakan menjadi tiga sebagai

berikut:

1. Metode RIA Standar

Dalam metode ini, seluruh tahapan metode RIA dilaksanakan secara

lengkap dan intensif, termasuk Analisis Biaya-Manfaat terhadap

berbagai opsi/pilihan dan Konsultasi Publik.

2. Metode RIA Ringkas

Dalam metode ini, semua tahapan RIA dilakukan secara lengkap,

tetapi tidak seintensif RIA Standar. Dalam RIA Ringkas, beberapa

tahapan dapat digabungkan menjadi satu kegiatan. Analisis Biaya-

Manfaat terhadap berbagai opsi/pilihan dapat dilakukan, tetapi

sifatnya merupakan soft cost benefit analysis (tidak semua manfaat

atau biaya diterjemahkan ke dalam nilai uang). Konsultasi Publik juga

tetap dilakukan, tetapi tidak seintensif pada RIA Standar, baik dari sisi

cakupan pihak-pihak yang diajak berkonsultasi maupun pada tingkat

keterlibatannya.

3. Logika Berfikir

Kegiatan-kegiatan untuk tahapan metode RIA tidak dilakukan secara

lengkap, tetapi ada logika yang sangat jelas tentang masalah apa

yang hendak dipecahkan, apa saja pilihan yang ada untuk

memecahkan masalah tersebut, dan mengapa sebuah pilihan

diputuskan untuk diambil. Konsultasi publik tetap dilakukan, baik

secara langsung maupun melalui media.

Bappenas dalam kajiannya mengatakan ada dua kunci dalam penerapan

metode RIA yang efektif yaitu:

1. Proses yang partisipatif

Adanya partisipasi masyarakat dapat meningkatkan transparansi,

kepercayaan masyarakat dan mengurangi risiko sebuah kebijakan.

RIA sangat menekankan proses partisipatif, karena itu pada setiap

tahapan perlu melibatkan stakeholder melalui proses konsultasi

publik. Publik atau masyarakat adalah pihak yang harus didengar

suaranya karena mereka yang pada akhirnya akan menerima

dampak, baik dan buruk, dengan adanya kebijakan tersebut.

Page 49: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 39

Pemangku kepentingan kunci yang harus dilibatkan dalam proses

penyusunan peraturan atau kebijakan adalah mereka yang berpotensi

terkena dampak (baik positif maupun negatif) dari peraturan atau

kebijakan. Selanjutnya, pihak-pihak yang akan menjadi pelaksana

peraturan atau kebijakan juga harus diundang dan didengar

pendapatnya. Dalam banyak kasus, pelaksana kebijakan ini berbeda

dengan penyusunnya. Terakhir, konsultasi publik perlu melibatkan

pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan yang disusun.

2. Menemukan Pilihan yang Efektif dan Efisien

Menemukan opsi/pilihan yang paling efektif dan efesien sehingga

dapat mengurangi biaya implementasi bagi pemerintah dan biaya

transaksi bagi masyarakat. Dari semua tahapan RIA, Analisis

Manfaat dan Biaya merupakan bagian yang paling rumit. Ada

anggapan bahwa Analisa Biaya-Manfaat dianggap harus dapat dinilai

dengan uang atau bersifat moneter. Namun menurut kajian

Bappenas, anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Analisis Manfaat

dan Biaya yang bersifat moneter, yang menghendaki semua biaya

dan manfaat dapat dinilai dalam uang, hanya merupakan salah satu

alternatif dalam melakukan analisis terhadap berbagai opsi/pilihan

kebijakan, yaitu jika pihak yang menerapkan metode RIA

menggunakan pendekatan ekonomi neoklasik yang bertujuan untuk

memaksimumkan social welfare. Metode analisis lain dapat

digunakan, atau tetap menggunakan Analisis Manfaat dan Biaya

tetapi dengan cara yang tidak seketat monetary cost-benefit analysis.

Sebagai contoh, dalam soft cost-benefit analysis yang terpenting

adalah semua biaya (dampak negatif) dan manfaat (dampak positif)

yang dirasakan oleh berbagai pihak dapat teridentifikasi tanpa ada

keharusan untuk menilainya dalam bentuk uang.

Biaya dapat juga terjadi dalam bentuk risiko atau ketidakpastian. Cara

lain untuk mengukur biaya atau risiko ini adalah dengan memperkirakan

kemungkinan terjadinya biaya tersebut (likelihood) dan besaran biaya tersebut

(impact) dari suatu risiko. Kalaupun cara ini juga tidak memungkinkan, cara

lain yang dapat digunakan antara lain menggunakan cara kualitatif yaitu

Page 50: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 40

berdasarkan pendapat dari para ahli atau analisis perbandingan risiko yang

sama yang terjadi di lokasi lain.

2.8 Penelitian Sebelumnya

Menurut Sihabudin (2015), implementasi kebijakan tata niaga impor

bahan pangan yang kurang baik disebabkan karena ketidakselarasan antara

regulasi nasional dengan regulasi regional dan global. Implementasi yang

kurang baik salah satunya juga berasal dari berbagai praktik penyimpangan

seperti dalam hal perizinan impor. Oleh karena itu, diperlukan suatu

perombakan mekanisme perdagangan bahan pangan baik perdagangan

dalam negeri maupun luar negeri yang diiringi dengan tindakan tegas pada

praktik-praktik penyimpangan. Secara spesifik pada komoditas daging Sapi,

Masri (2016) menyebutkan adanya praktik kartel dalam impor daging Sapi,

sehingga menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada tingkatan

pelaku usaha yang mendorong situasi persaingan yang tidak sehat.

Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri (2017) melakukan Kajian

Evaluasi Tata Kelola Impor Komoditas Sapi dan Daging Sapi untuk melihat

pelaksanaan kebijakan tata kelola impor Sapi dan Daging Sapi yang

menimbulkan potensi kolutif/penyalahgunaan, inefektif, dan inefisien. Alat

analisis yang digunakan adalah metode Regulatory Impact Assessment (RIA)

melalui Analisis Biaya dan Manfaat.Pada komoditas Sapi, dari alternatif

tindakan ditetapkan pilihan yaitu “Merevisi kebijakan dengan perubahan

kewajiban impor 5:1 dengan rasio 80:20 sesuai kapasitas kandang, dengan

kewajiban bea masuk tetap 5%”. Sementara itu, untuk komoditas Daging Sapi

ditetapkan pilihan “Do Nothing” atau melanjutkan kebijakan saat ini.

Page 51: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 41

BAB 3

METODE PENGKAJIAN

Metode analisis yang digunakan dalam kajian ini untuk menjawab

pertanyaan penelitian pertama dan kedua digunakan alat analisis Regulatory

Impact Assessment (RIA). Dengan alat analisis RIA akan dilakukan analisis

kesesuaian kebijakan impor produk Hasil Perikanan dengan ketentuan dan

aturan World Trade Organisation. Analisis hukum juga akan dilakukan yaitu

dengan mengidentifikasi beberapa klausul pengaturan impor produk Hasil

Perikanan dengan beberapa measurement yang digugat oleh negara mitra

dagang seperti Amerika Serikat dan Selandia Baru dalam kasus gugatan

kebijakan impor produk Hortikultura dan kebijakan impor Hewan dan Produk

Hewan.

3.1. Regulatory Impact Assessment sebagai Alat Analisis

Regulasi merupakan intervensi dari pemerintah. Regulasi yang

berkualitas adalah regulasi yang menawarkan solusi yang efektif atas suatu

permasalahan dan merupakan alternatif kebijakan terbaik berdasarkan

manfaat dan biaya. Salah satu metode yang banyak digunakan oleh negara-

negara lain untuk meningkatkan kualitas regulasi adalah Regulatory Impact

Assessment (RIA) yang dikembangkan oleh OECD (Organization for

Economic and Co-operation Development). Pengkajian ini akan

menggunakan RIA untuk mengevaluasi atau menilai Peraturan Menteri

Perdagangan No. 66 Tahun 2018 sebagai regulasi yang menjadi obyek

pengkajian. Selain itu, dalam prosesnya, pengkajian ini juga bertujuan menilai

kesesuaian regulasi terhadap prinsip dan aturan WTO.

RIA merupakan suatu pendekatan yang secara sistematis

mengidentifikasi dan mengevaluasi dampak dari suatu regulasi, baik yang

baru maupun yang telah ada, melalui metode yang analitis seperti cost-benefit

analysis dengan didukung oleh data empiris. Dalam prosesnya, RIA

membandingkan suatu regulasi dengan berbagai alternatif kebijakan agar

pembuat kebijakan memiliki gambaran yang lengkap dan riil mengenai

Page 52: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 42

dampak dari suatu kebijakan sehingga dapat menilai efektivitas dan efisiensi

dari regulasi dibandingkan dengan alternatif kebijakan lainnya.

Secara umum, RIA dilaksanakan melalui 6 tahapan sebagai berikut:

1. Perumusan masalah

2. Identifikasi Tujuan

3. Penetapan Alternatif Tindakan

4. Analisis Biaya dan Manfaat

5. Pemilihan Tindakan

6. Strategi Implementasi

Setiap tahapan tersebut dilakukan secara partisipatif dengan

melibatkan para pemangku kepentingan untuk menjaring informasi dan

menetapkan opsi kebijakan dengan efektif.

Berikut adalah tahapan RIA dan output yang diharapkan dari setiap tahapan:

No. Tahapan Deskripsi Output

1. Perumusan masalah

Pemetaan masalah yang relevan dengan tujuan dan substansi regulasi yang akan dievaluasi

Rumusan permasalahan dan identifikasi akar masalah

2. Identifikasi

Tujuan

Identifikasi tujuan atau sasaran yang ingin dicapai pemerintah melalui penerbitan kebijakan

Pernyataan

tujuan

3. Penetapan Alternatif Tindakan

Pengembangan alternatif tindakan (opsi) yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah diidentifikasi

Daftar pilihan

tindakan

4. Analisis Biaya dan Manfaat

Assessment atas manfaat dan biaya untuk setiap opsi atau alternatif tindakan yang penting, dilihat dari sudut pandang pemerintah, masyarakat, konsumen, pelaku usaha, dan ekonomi secara

Perbandingan biaya dan manfaat atas setiap opsi

5. Pemilihan

Tindakan

Memilih opsi tindakan yang terbaik untuk mencapai tujuan dan menyelesaikan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya berdasarkan perbandingan manfaat dan biaya

Tindakan yang

dipilih

6. Strategi Implementasi

Merumuskan startegi untuk mengimplementasikan kebijakan di lapangan

Strategi dan rencana kerja

Page 53: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 43

Secara lebih rinci, penjelasan dari setiap tahapan RIA:

1. Perumusan Masalah

Tahapan pertama adalah pemetaan masalah yang relevan dengan

tujuan dan substansi regulasi yang menjadi obyek evaluasi yaitu

Peraturan Menteri Perdagangan No. 66 Tahun 2018. Dalam tahap

ini, pembuat regulasi menjelaskan latar belakang dan pendasaran

penerbitan regulasi tersebut. Setelah itu diperlukan pendalaman

atas masalah untuk mengidentifkasi akar masalah dan menilai

apakah regulasi menjawab akar masalah atau hanya gejala

permukaan. Untuk mendapatkan pemahaman yang mencukupi

diperlukan masukan dari para pemangku kepentingan atas kondisi

riil permasalahan di lapangan. Mengingat tujuan dari pengkajian

adalah untuk menilai kesesuaian regulasi dengan aturan dan

kebijakan WTO, maka akan dilakukan tinjauan atas kasus yang

dihadapi Indonesia atas keluhan negara lain sebagai pembelajaran

atau lessons and learned.

2. Identifikasi Tujuan

Tahapan berikutnya dilakukan untuk mengetahui tujuan yang ingin

dicapai dari diterbitkannya regulasi yang menjadi obyek evaluasi

terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan dalam tahapan

sebelumnya. Perlu diidentifikasi ruang lingkup tujuan regulasi yang

diterbitkan apakah untuk menyelesaikan akar masalah dari

permasalahan tersebut secara keseluruhan atau hanya secara

parsial. Juga perlu diidentifikasi konsistensi regulasi ini dengan

regulasi lain yang relevan.

3. Penetapan Alternatif

Dalam tahapan ini dilakukan pengembangan alternatif tindakan (opsi

atau pilihan) yang dapat digunakan untuk memecahkan akar

masalah dan mencapai tujuan yang telah diidentiikasi. Hasil yang

diharapkan dari tahapan ini adalah daftar dari beberapa pilihan

Page 54: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 44

tindakan (alternatif tindakan) termasuk regulasi yang akan

dievaluasi. Pilihan di sini mencakup pilihan yang berbentuk regulasi

maupun bukan regulasi.

4. Analisis Biaya dan Manfaat

Pada tahapan ini dilakukan penilaian atas manfaat dan biaya

(keuntungan dan kerugian) dari setiap pilihan tindakan yang telah

diidentifikasi. Setiap opsi diukur manfaat dan biayanya untuk

diperbandingkan. Sedapat mungkin manfaat dan biaya dinyatakan

dalam skala yang bisa diperbandingkan. Manfaat dan biaya juga

dianalisis berdasarkan para pihak yang menikmati (manfaat) atau

menanggung (biaya) termasuk antara lain pemerintah, pemerintah

daerah, pelaku usaha dalam supply chain, konsumen, dan lain

sebagainya. Oleh karena itu, dalam tahapan ini keterlibatan

pemangku kepentingan menjadi sangat penting untuk membantu

identifikasi dan pengukuran manfaat dan biaya secara riil.

5. Pemilihan Tindakan

Berdasarkan perbandingan manfaat dan biaya yang telah dilakukan

sebelumnya, maka dipilih tindakan yang terbaik: yang memecahkan

akar masalah (efektif) dan perbandingan manfaat dan biaya yang

paling baik (efisien).

6. Strategi Implementasi

Pemilihan tindakan terbaik merupakan suatu bentuk kebijakan yang

tidak bisa berjalan secara otomatis setelah ditetapkan. Karena itu

langkah berikutnya adalah merumuskan bagaimana strategi untuk

melaksanakan kebijakan tersebut. Dengan adanya strategi maka

pemerintah dan pihak lain yang terkait tidak hanya tahu mengenai

apa yang akan dilakukan, tetapi juga mengerti bagaimana akan

melakukannya.

Page 55: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 45

3.2. Pengelolaan Pengkajian

Pengkajian dilakukan melalui beberapa metode termasuk desk review,

focus group discussions dan interview mendalam sesuai dengan tahapan RIA

dan output yang diharapkan dari setiap tahapan.

No. Tahapan Output Metode Pemangku Kepentingan

1. Perumusan masalah

Rumusan permasalahan dan identifikasi akar masalah

Desk Review, 2 FGD (KL dan pemangku kepentingan lain)

Kemendag, KKP, Kemenperin, Pelaku Usaha, Nelayan, Akademisi

2. Identifikasi

Tujuan

Pernyataan tujuan

3. Penetapan Alternatif Tindakan

Daftar pilihan

tindakan

Cost & Benefit Analysis, 4 FGD (2 diskusi dan 2 case study)

Kemendag, KKP, Kemenperin, Pelaku Usaha, Nelayan

4. Analisis Biaya dan Manfaat

Perbandingan biaya dan manfaat atas setiap opsi

5. Pemilihan Tindakan

Tindakan yang

dipilih

Kemendag, KKP, Kemenperin

6. Strategi Implementasi

Strategi dan rencana kerja

Rapat Koordinasi Kemendag

Beberapa pertanyaan kunci yang akan diajukan dalam setiap tahapan

adalah sebagai berikut:

No. Tahapan Pertanyaan

1. Perumusan masalah

- Apa latar belakang diterbitkannya Permen No. 66/2018?

- Apa permasalahan yang ingin diatasi oleh Permen No. 66/2018?

- Apa sebenarnya akar masalah dari permasalahan tersebut?

- Apakah Permen No. 66/2018 mengatasi akar masalah atau hanya gejala dari permasalahan?

Page 56: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 46

No. Tahapan Pertanyaan

- Bagaimana pandangan pemangku kepentingan lain terhadap penerbitan Permen No. 66/2018

- Pembelajaran apa yang diperoleh dari proses dispute dan sanksi yang dikenakan kepada Indonesia oleh WTO?

2. Identifikasi

Tujuan

- Apa tujuan yang ingin dicapai oleh Permen No. 66/2018?

- Apakah tujuan Permen No. 66/2018 untuk mengatasi sebagian atau seluruh akar masalah?

3. Penetapan Alternatif Tindakan

- Apa saja pilihan solusi yang mungkin dari akar masalah yang telah diidentifikasi termasuk Permen No. 66/2018 atau solusi non regulasi?

- Mana saja pilihan solusi yang layak untuk dianalisis lebih lanjut?

4. Analisis Biaya dan Manfaat

- Apa saja manfaat dan biaya (termasuk risiko) dari setiap pilihan solusi?

- Berapa besaran dari manfaat dan biaya tersebut dari setiap pilihan solusi?

- Apakah ada manfaat dan biaya yang tidak dapat atau sulit diukur? JIka ada, bagaiamana mengkuantifikasikannya?

- Siapa saja yang akan menerima manfaat dan menanggung biaya dari setiap pilihan solusi?

- Bagaimana perbandingan manfaat dan biaya dari pilihan solusi yang ada?

5. Pemilihan

Tindakan

- Bagaimana urutan prioritas pilihan tindakan berdasarkan perbandingan manfaat dan biaya?

- Mana tindakan yang akan dipilih?

- Kenapa tindakan tersebut dipilih?

6. Strategi Implementasi

- Bagaimana tindak lanjut untuk mengimplementasikan tindakan yang dipilih?

- Apa strateginya?

- Siapa yang akan melakukan?

- Persetujuan apa yang diperlukan

- Kapan akan dilakukan?

Page 57: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 47

3.3. Alur Pikir Kajian

Sesuai dengan mandat Undang-Undang No.7 Tahun 2014 tentang

Perdagangan, Kementerian Perdagangan memiliki kewenangan untuk

mengatur kegiatan impor. Kebijakan impor tersebut diterbitkan dalam

kerangka kepentingan nasional. Namun, disisi lain keberadaan Indonesia

sebagai negara anggota WTO perlu memperhatikan aturan dan ketentuan

yang berlaku. Ketika kebijakan impor Indonesia dianggap tidak sesuai dengan

ketentuan WTO, maka negara anggota WTO lainnya dapat melakukan

gugatan dan mempersengketakan kebijakan impor Indonesia di Dispute

Settlement Body. Beberapa kali kebijakan impor Indonesia digugat, antara lain

kebijakan impor Hortikultura, dan Kebijakan impor Hewan dan Produk Hewan.

Guna mengantisipasi munculnya gugatan serupa di masa depan,

Kementerian Perdagangan melakukan evaluasi berupa kesesuaian kebijakan

impor Indonesia dengan aturan dan ketentuan WTO. Dengan menggunakan

metode Regulatory Impact Analysis (RIA), kebijakan impor Produk Hasil

Perikanan dinilai kesesuaiannya dengan aturan yang terdapat di WTO.

Gambar 3.1. Alur Pikir Kajian

Kebijakan Impor di Kementerian Perdagangan

Ketentuan dan Aturan WTO terkait impor

Kesesuaian KebijakanImpor Hasil Perikanandengan Ketentuan dan

Aturan WTO

Rekomendasi KebijakanImpor Hasil Perikanan yang Selaras dengan Ketentuan

dan Aturan WTO

Kebijakan Impor Indonesia menghadapi sengketa

Page 58: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 48

BAB 4

GAMBARAN UMUM IMPOR PRODUK PERIKANAN

4.1. Perkembangan Impor Produk Perikanan

Sektor perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki

potensi untuk dikembangkan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia

dianugerahi hasil perikanan yang sangat berlimpah. Nelayan besar dan kecil

mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat menangkap ikan. Perbedaan

hanya terletak pada jenis dan volume ikan yang ditangkap dan jangkauan

mencari ikan antara nelayan besar dan kecil. Diluar itu, faktor cuaca turut

mempengaruhi hasil tangkapan ikan para nelayan.

Dalam setahun, kurang lebih terdapat 4 bulan dimana angin kencang

mengakibatkan ombak tinggi sehingga banyak nelayan yang tidak dapat

melaut. Disaat itu, produksi hasil perikanan tangkap menurun secara drastis.

Turunnya hasil tangkapan nelayan berpengaruh terhadap industri pengolahan

ikan yang mengandalkan pasokan ikan dari nelayan. Untuk itu, disaat cuaca

buruk itulah industri pengolahan ikan melakukan importasi ikan untuk

digunakan sebagai bahan baku industrinya.

Saat ini, sektor industri perikanan menghadapi beberapa

permasalahan dan tantangan yaitu: Pertama, masih rendahnya kualitas,

kuantitas dan kontinuitas produksi. Kondisi ini sebagai akibat dari masih

dominannya skala usaha UMKM yang berkecimpung dalam industri

perikanan. Misalnya, menurut data KKP (2016) sebanyak 88% usaha

perikanan tangkap dioperasikan dengan perahu tanpa motor, motor tempel,

dan kapal motor dibawah 30 GT. Kedua adalah aksesibilitas serta

ketersediaan infrastruktur masih belum memadai. Permasalahan ini

disebabkan oleh lokasi produksi yang sebagian besar terletak di daerah

terpencil. Penyediaan kebutuhan listrik secara mencukupi untuk pemenuhan

sistem rantai dingin, seperti cold storage, air blast freezer, contact plate, ice

flake machine, dan lain-lain sebagai alat untuk menjaga mutu ikan.

Selanjutnya, ketiga adalah pada saat ini ekspor perikanan masih

didominasi oleh bahan baku walaupun data nilai ekspor menunjuk kan adanya

peningkatan. Permasalahan ekspor dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti

Page 59: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 49

adanya hambatan tarif dan non-tarif yang makin ketat, terutama untuk produk

olahan, terbatasnya jumlah industri dan diversifikasi produk olahan, serta

regulasi terkait hilirisasi produk perikanan masih terbatas. Sedangkan yang

keempat adalah kebijakan industri perikanan nasional belum mampu

berkembang sesuai harapan karena dipengaruhi oleh rendahnya kualitas tata

kelola kebijakan. Percepatan pembangunan industri perikanan nasional

memerlukan adanya sinergi dan koordinasi kebijakan antar kemente

rian/lembaga terkait.

Peran sentral dari industri pengolahan hasil perikanan dalam

pembangunan nasional adalah Penyedia lapangan kerja, Industri pengolahan

dan pemasaran hasil perikanan yang baru memanfaatkan 40 persen dari hasil

produksi perikanan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 6.205.189 orang

pada tahun 2013. Seandainya, tingkat pemanfaatan produksi perikanan untuk

pengolahan ditingkatkan menjadi 80 persen maka tenaga kerja yang diserap

akan meningkat menjadi 12 juta-an orang. Angka tersebut sangat signifikan

untuk menurunkan angka penggangguran di Indonesia.81

Industrialisasi pengolahan hasil perikanan harus menjadi objek

kegiatan utama di sektor perikanan dalam penanganan dan

pengembangannya. Penanganan industri pengolahan hasil perikanan

hendaknya dilakukan dengan baik dan benar, begitu pula dengan arah

pengembangannya. Hal ini karena industri pengolahan hasil perikanan di

Indonesia memiliki banyak peluang disamping tantangan yang ada. Peluang

industri pengolahan hasil perikanan adalah sebagai berikut: 1). pasar

domestik maupun ekspor produk olahan hasil perikanan yang masih terbuka

luas; 2) adanya dukungan pemerintah yang kuat terhadap keberlangsungan

industri pengolahan hasil perikanan di Indonesia; 3) adanya kecenderung

peningkatan permintaan olahan siap saji oleh konsumen; 4) adanya potensi

ketersediaan bahan baku yang besar, serta; 5) adanya ketersediaan tenaga

kerja yang melimpah.

81 Ahmad Talib, Peluang dan Tantangan Industri Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan dalam Mendukung Terwujudnya Lumbung Ikan Nasional (LIN) di Maluku Utara, Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan Volume 10 Nomor 1, Mei 2017.

Page 60: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 50

Guna mendukung perkembangan industri pengolahan ikan,

pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016

tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional menjadi titik

tolak upaya pemerintah guna mewujudkan sektor kelautan dan perikanan

Indonesia yang mandiri, maju, kuat, dan berbasis kepentingan nasional.

Kebijakan ini memiliki 3 (tiga) tujuan mendasar, yakni: (1) meningkatkan

kesejahteraan nelayan, pembudidaya, pengolah, dan pemasar hasil

perikanan; (2) menyerap tenaga kerja; dan (3) meningkatkan devisa negara.

Dengan peran industri pengolahan ikan tersebut, maka sangat penting

untuk menjamin kelangsungan pasokan bahan baku. Sebagian besar

kebutuhan bahan baku ikan untuk industri pengolahan dipasok dari produksi

dalam negeri, hanya sekitar kurang dari 5% yang dipasok oleh ikan asal impor.

Produksi ikan di Indonesia berdasarkan data Kementerian Kelautan dan

Perikanan pada tahun 2017 mencapai 23,3 juta ton, dimana 6,04 juta ton

diperoleh dari perikanan tangkap, sedangkan 17,22 juta ton dihasilkan dari

perikanan budidaya.82 Kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik

Bruto (PDB) Indonesia terus mengalami peningkatan. Bahkan pertumbuhan

sektor perikanan tahun 2017 sebesar 6,79%, melebihi pertumbuhan PDB

nasional di tahun yang sama yang sebesar 5,03%.

Tabel 4.1. Perkembangan Nilai Impor Produk Perikanan di Indonesia (USD Ribu)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Walaupun proporsi ikan asal impor terhadap seluruh kebutuhan ikan

nasional sangat kecil, namun nilai impornya terus mengalami peningkatan.

Selama periode 2014-2018, impor produk perikanan tercatat mengalami

82 Produktivitas Perikanan Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Disampaikan pada Forum Merdeka Barat 9 Kementerian Komunikasi dan Informatika, 19 Januari 2018

Jenis Produk 2014 2015 2016 2017 2018 Jan-Mar

2018

Jan-Mar

2019

Trend

2014-

2018

Pangsa

2018

IKAN DAN IKAN OLAHAN 146.894 145.156 164.197 212.078 211.995 57.571 45.874 11,8

IKAN 140.419 140.540 155.386 202.570 203.181 55.792 44.529 11,7

Ikan beku 128.703 121.148 118.448 155.774 151.675 43.900 31.758 6,0 74,7

Ikan segar 3.196 11.505 29.177 35.177 39.055 9.363 9.902 84,5 19,2

Moluska 8.460 7.458 6.711 9.716 10.427 2.252 2.249 7,1 5,1

Ikan hias 60 405 816 1.734 1.843 272 608 129,4 0,9

Ikan hidup 0 24 234 168 181 5 12 0,1

Page 61: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 51

pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 11,8%. Nilai impornya pada tahun

2018 mencapai USD 212 juta, turun 0,04% dibandingkan tahun 2017 yang

tercatat nilai impornya sebesar USD 212,1 juta. Adapun volume impor produk

perikanan pada tahun 2018 mencapai 142,8 ribu ton, turun 18,1%

dibandingkan volume impor tahun sebelumnya. Sedangkan perkembangan

volume impor selama tahun 2014-2018 tercatat naik rata-rata 5,3% per tahun.

4.2. Perkembangan Ekspor Hasil Olahan Ikan

Industrialisasi pengolahan hasil perikanan menjadi objek kegiatan

utama di sektor perikanan dalam penanganan dan pengembangannya.

Penanganan industri pengolahan hasil perikanan sebaiknya dilakukan dengan

baik dan benar, begitu pula dengan arah pengembangannya. Hal ini karena

industri pengolahan hasil perikanan di Indonesia memiliki banyak peluang

disamping tantangan yang ada. Industri pengolahan hasil perikanan

merupakan kegiatan yang mentransformasikan bahan-bahan hasil perikanan

sebagai input menjadi produk yang memiliki nilai tambah atau nilai ekonomi

lebih tinggi sebagai outputnya. Proses transformasi tersebut dapat dilakukan

baik secara fisik, kimia, biologis, maupun kombinasi diantara ketiganya.83

Grafik 4.1. Perkembangan Ekspor Produk Hasil Olahan Ikan

Sumber: Badan Pusat Statistik

83 Industri Pengolahan Hasil Perikanan Dapat Percepat Tercapainya Tujuan Pembangunan, Prof. Dr. Junianto, http://www.unpad.ac.id/2015/07/industri-pengolahan-hasil-perikanan-dapat-percepat-tercapainya-tujuan-pembangunan/

415,3 429,8

403,4

345,7 332,4

405,8

456,1

246,8 270,6

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 JAN-JUL 2018

JAN-JUL 2019

Page 62: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 52

Kegiatan importasi bahan baku/penolong untuk kebutuhan industri

pengolahan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan

nilai tambah suatu produk. Walaupun pemerintah tetap mengupayakan

sumber bahan baku/penolong berasal dari dalam negeri. Kebijakan

peningkatan nilai tambah akan memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk

meningkatkan ekspor produk olahan (manufaktur) lebih besar. Sejatinya

ekspor produk primer sangat bergantung pada fluktuasi harga, sehingga nilai

ekspornya pun dapat terkoreksi akibat depresiasi harga komoditas.

Untuk itu, pemerintah berupaya terus mendorong ekspor produk olahan

dengan mendorong investasi dan peningkatan daya saing produk. Salah satu

produk olahan yang didorong peningkatan ekspornya adalah produk olahan

ikan. Statistik menunjukkan bahwa selama periode 2012-2018 ekspor produk

olahan ikan mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,1% per tahun.

Sementara, pada periode Januari-Juli 2019 dibandingkan dengan periode

yang sama tahun sebelumnya, ekspor produk hasil perikanan meningkat

sebesar 9,7%. Melihat perkembangan tersebut, sesungguhnya Indonesia

masih memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat mengekspor produk

hasil olahan ikan.

4.3. Perkembangan Impor Produk Perikanan Menurut Negara Asal

Walau pun indonesia merupakan salah satu produsen hasil perikanan

terbesar di dunia, namun Indonesia tetap membutuhkan produk perikanan

asal impor. Beberapa negara menjadi sumber impor produk perikanan, antara

lain RRT dan Norwegia. Produk perikanan asal impor dibutuhkan guna

mengisi kekosongan pasokan akibat perubahan cuaca yang menyebabkan

produksi perikanan di dalam negeri menjadi berkurang.

Page 63: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 53

Tabel 4.2. Perkembangan Impor Ikan dan Ikan Olahan Menurut Negara Asal (USD Ribu)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Berdasarkan data BPS, RRT adalah negara pemasok produk

perikanan terbesar ke Indonesia pada tahun 2018 dengan nilai USD 67 juta,

atau setara dengan pangsa sebesar 31,6%. Negara pemasok produk

perikanan terbesar berikutnya antara lain adalah Norwegia, Jepang dan

Pakistan dengan nilai impor masing-masing sebesar USD 38,9 juta dan USD

12,6 juta, dan USD 10,1 juta. Secara akumulatif, selama periode 2014-2018

telah terjadi kenaikan impor ikan beku yang signifikan dari beberapa negara

seperti Rusia, Australia, dan Spanyol dengan pertumbuhan masing-masing

sebesar 373,8%, 138,0%, dan 128,3%.

Dilihat lebih dalam, perkembangan impor menurut kelompok produk

ikan beku menunjukkan negara pemasok terbesar untuk ikan beku ke

Indonesia tahun 2018 adalah RRT dengan nilai impor mencapai USD 61,8

juta, atau setara dengan pangsa sebesar 40,8%. Negara pemasok ikan beku

terbesar berikutnya antara lain Norwegia, Pakistan, dan Seychelles dengan

nilai impor masing-masing sebesar USD 11,7 juta, USD 9,7 juta, dan USD 8,4

juta dengan pangsa masing-masing sebesar 7,7%, 6,4%, dan 5,6%. Untuk

negara dengan peningkatan ekspor ikan beku ke Indonesia selama 2014-

2018 adalah Spanyol dengan peningkatan rata-rata sebesar 174,7% disusul

2014 2015 2016 2017 2018Jan-Mar

2018

Jan-Mar

2019

IMPOR IKAN DAN IKAN OLAHAN 146.894,1 145.156,1 164.197,4 212.077,8 211.995,4 57.570,9 45.873,6 100,0 11,8 (20,3)

1 RRT 59.426,3 47.267,3 39.073,2 82.822,4 67.007,6 23.825,9 12.160,6 31,6 8,3 (49,0)

2 Norwegia 13.016,6 18.925,8 32.284,4 33.888,1 38.883,2 10.375,9 12.904,6 18,3 31,9 24,4

3 Jepang 11.959,7 18.677,4 19.032,5 14.604,8 12.631,4 3.595,7 1.989,0 6,0 (1,4) (44,7)

4 Pakistan 8.338,2 6.464,9 5.543,3 10.463,8 10.128,8 4.020,8 1.153,9 4,8 9,1 (71,3)

5 Taiwan 11.174,6 9.587,2 7.590,3 7.695,6 8.528,8 2.204,5 2.995,5 4,0 (7,3) 35,9

6 Seychelles 158,8 1.428,2 3.574,0 1.147,2 8.442,0 - 3.342,0 4,0 116,6 -

7 Australia 203,3 2.990,5 4.659,3 11.360,0 7.971,0 1.008,9 940,0 3,8 138,0 (6,8)

8 Oman 1.111,3 170,1 1.801,4 10.635,8 7.858,6 3.862,4 128,8 3,7 123,6 (96,7)

9 Pilipina 1.004,6 841,5 650,3 1.529,5 6.571,7 284,4 997,8 3,1 54,6 250,8

10 Malaysia 9.222,8 5.578,5 5.143,6 3.790,2 4.688,6 1.013,8 448,9 2,2 (16,0) (55,7)

11 Iceland 497,7 208,3 - 882,9 4.633,2 457,9 2.853,9 2,2 - 523,3

12 Batam 2.908,3 2.152,7 2.629,7 1.243,4 4.157,4 870,8 589,7 2,0 1,7 (32,3)

13 Amerika Serikat 2.983,3 2.210,7 5.585,1 3.479,4 4.050,0 596,6 211,2 1,9 11,2 (64,6)

14 Turki - - - 665,0 3.092,2 - - 1,5 - -

15 Chili 2.335,4 3.222,1 2.648,3 4.091,2 2.651,6 521,7 806,7 1,3 5,1 54,6

16 Federasi Rusia 7,9 25,7 430,1 1.617,0 2.385,8 - 458,9 1,1 373,8 -

17 Vietnam 3.333,5 2.571,8 3.752,6 3.460,3 2.370,6 161,9 0,1 1,1 (3,8) (100,0)

18 Spanyol 106,1 154,5 864,3 1.196,6 2.364,3 - 1.785,1 1,1 128,3 -

19 Selandia Baru 1.156,0 617,0 669,4 898,1 1.953,9 1.678,8 156,2 0,9 15,3 (90,7)

20 Kanada 497,8 321,2 211,6 47,2 1.871,3 417,0 47,4 0,9 7,6 (88,6)

Lainnya 17.451,73 21.740,57 28.054,00 16.559,42 9.753,53 2.673,89 1.903,38 4,6 (13,4) (28,8)

NEGARANo

USD RIBUShare (%)

2018

Trend (%)

2014-18

Growth

(%) Jan-

Mar

Page 64: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 54

berikutnya adalah Oman dan Seychelles dengan pertumbuhan ekspor ikan

beku ke Indonesia sebesar 123,6% dan 116,6%.

Tabel 4.3. Perkembangan Impor Ikan Beku Menurut Negara Asal (USD Ribu)

Sumber: Badan Pusat Statistik

4.4. Perkembangan Impor Produk Perikanan Menurut Propinsi

Indonesia memiliki potensi menjadi industri pangan berbasis perikanan

karena didukung keunggulan. Utamanya, bahan baku tersedia dan hilirisasi

yang mengutamaan sustainability. Hampir di seluruh provinsi di Indonesia

merupakan sentra produksi ikan. Sebaran sentra produksi ikan tersebut

terlihat dari luasnya wilayah perairan Indonesia untuk perikanan tangkap dan

budidaya, yakni 672,7 juta hektar, dan ikan masih dipandang sebagai salah

satu sumber protein untuk dikonsumsi masyarakat.

Secara umum, produksi ikan tangkap pada tahun 2017 tercatat

mencapai 7,1 juta ton. Beberapa propinsi di Indonesia tercatat sebagai sentra

produksi perikanan. Untuk perikanan tangkap, pada tahun 2017 Propinsi

Sumatera Utara, Maluku, Jawa Timur, dan Papua Barat berhasil

menghasilkan perikanan tangkap terbesar dengan pangsa masing-masing

sebesar 11,3%, 8,5%, 8,0%, dan 6,0%.

No. NEGARA 2014 2015 2016 2017 2018Jan-Mar

2018

Jan-Mar

2019

Trend

2014-

2018

Pangsa

2018

DUNIA 128.703 121.148 118.448 155.774 151.675 43.900 31.758 6,0

1 RRT 55.576 44.546 36.335 77.315 61.850 22.925 10.564 8,0 40,8

2 Norwegia 9.900 11.135 10.002 12.380 11.672 3.019 4.323 4,4 7,7

3 Pakistan 8.307 6.429 5.394 10.464 9.663 4.021 947 8,2 6,4

4 Seychelles 159 1.428 3.574 1.147 8.442 0 3.342 116,6 5,6

5 Taiwan 10.093 7.855 6.745 7.202 8.390 2.203 2.991 (4,5) 5,5

6 Oman 1.111 170 1.801 10.636 7.859 3.862 129 123,6 5,2

7 Jepang 11.456 16.268 14.351 8.951 7.458 2.342 707 (13,5) 4,9

8 Pilipina 0 552 547 227 5.611 0 996 - 3,7

9 Iceland 498 208 0 883 4.633 458 2.854 - 3,1

10 Malaysia 8.481 5.114 4.855 3.067 4.074 727 370 (17,9) 2,7

11 Turki 0 0 0 662 3.092 0 0 - 2,0

12 Chili 2.274 3.071 2.554 3.580 2.462 512 553 3,2 1,6

13 Federasi Rusia 0 0 405 1.609 2.386 0 454 - 1,6

14 Spanyol 40 155 861 1.149 2.284 0 1.780 174,7 1,5

15 Amerika Serikat 1.732 1.313 3.129 1.781 1.910 184 88 5,1 1,3

16 Selandia Baru 996 256 560 787 1.775 1.563 156 25,6 1,2

17 Arab Saudi 903 1.116 645 1.683 1.315 424 0 12,3 0,9

18 Ghana 0 0 1.423 1.444 1.306 386 206 - 0,9

19 Batam 1.091 1.313 879 278 1.045 128 0 (15,1) 0,7

20 India 3.252 3.883 1.342 1.500 1.014 572 0 (28,0) 0,7

Lainnya 12.836 16.337 23.046 9.032 3.434 575 1.298 (27,6) 2,3

Page 65: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 55

Tabel 4.4. Volume dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Menurut Propinsi Tahun 2017

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan

Sementara itu, produksi perikanan budidaya pada tahun 2017 tercatat

menghasilkan volume sebesar 16,1 juta ton. Dilihat lebih dalam, Propinsi

Sulawesi Selatan merupakan propinsi dengan penghasil ikan perikanan

budidaya terbesar dengan volume mencapai 3,9 juta ton (pangsa 24,2%).

Propinsi lainnya yang mencatatkan produksi terbesar berikutnya antara lain

Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Jawa Barat dengan pangsa masing-

masing sebesar 12,1%, 7,4%, dan 7,2%.

Volume (Ton) Nilai (Rp. 1000)

1 Sumatera Utara 800.751 23.642.107.780 11,3

2 Maluku 602.970 13.267.631.998 8,5

3 Jawa Timur 564.399 13.385.645.420 8,0

4 Papua Barat 422.509 10.414.459.512 6,0

5 Sulawesi Utara 394.697 12.430.541.507 5,6

6 Sulawesi Selatan 362.038 10.052.800.876 5,1

7 Jawa Tengah 275.469 8.751.828.071 3,9

8 Jawa Barat 274.466 10.604.729.947 3,9

9 Aceh 236.205 7.299.703.182 3,3

10 Sulawesi Tenggara 232.861 5.682.470.476 3,3

Lainnya 2.905.088

Nasional 7.071.453 197.337.071.218

No ProvinsiPerikanan Tangkap Pangsa

(%)

Page 66: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 56

Tabel 4.5. Volume dan Nilai Produksi Perikanan Budidaya Menurut Propinsi Tahun 2017

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan

Seiring berkembangnya sentra produksi produk perikanan, tumbuh

pula industri pengolahan hasil perikanan di beberapa provinsi diantaranya

adalah Provinsi Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Jawa

Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kebutuhan bahan baku untuk industri

pengolahan ikan tidak dapat sepenuhnya dipenuhi oleh nelayan dalam negeri.

Untuk itu, guna mendukung kinerja industri pengolahan, dibutuhkan banyak

bahan baku/penolong, diantaranya diperoleh dari impor.

Tabel 4.6. Impor Produk Perikanan Menurut Propinsi

Sumber: Badan Pusat Statistik

Provinsi utama pengimpor ikan dan olahan ikan sepanjang tahun 2018

adalah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan

No. Provinsi Volume (Ton) Nilai (Rp. 1000) Pangsa (%)

1 Sulawesi Selatan 3.902.808,25 12.350.893.332 24,2

2 Nusa Tenggara Timur 1.953.261,38 3.120.184.773 12,1

3 Jawa Timur 1.189.442,76 19.891.627.549 7,4

4 Jawa Barat 1.160.747,99 30.296.924.880 7,2

5 Nusa Tenggara Barat 1.024.083,65 9.000.550.257 6,4

6 Sulawesi Tenggara 1.016.381,96 9.553.169.049 6,3

7 Sulawesi Tengah 971.924,48 9.840.716.210 6,0

8 Maluku 817.331,64 3.444.882.966 5,1

9 Sumatera Selatan 538.281,56 14.775.949.245 3,3

10 Jawa Tengah 485.689,98 10.315.744.249 3,0

Lainnya 3.055.037,05 64.558.332.432,33 19,0

Nasional 16.114.990,69 187.148.974.941,32

Page 67: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 57

Bali. Impor ikan dan olahan ikan di provinsi-provinsi tersebut memiliki trend

pertumbuhan rata rata yang selalu meningkat dari tahun 2014 sampai 2018.

Sedangkan trend rata rata ekspor tahunan tertinggi pada periode tahun 2014

sampai 2018 adalah Provinsi Jawa Tengah (36,84%); Lampung (34,80%); dan

Sulawesi Selatan (25,51%). Pada periode Januari-Maret 2019 ekspor

sebagian besar Provinsi mengalami penurunan dibanding periode Januari-

Maret 2018, penurunan paling dalam terjadi di Provinsi Sumatera Utara yang

turun signifikan sebesar 60,84%. Provinsi yang mengalami pertumbuhan pada

periode tersebut di antaranya adalah Provinsi Sulawesi Selatan dan Riau.

Impor ikan dan olahan ikan terbesar berdasar provinsi berada di

Provinsi DKI Jakarta dengan total impor di tahun 2018 mencapai USD 157,92

Miliar dan share sebesar 45,22% dari total impor nasional dengan trend

pertumbuhan rata rata per tahun untuk periode tahun 2014 hingga 2018

sebesar 7,20%. Untuk periode Januari-Maret 2019 terjadi penurunan sebesar

3,85% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.

4.5. Negara Eksportir Ikan ke Indonesia yang Berpotensi Menggugat

Kebijakan Impor Indonesia

Pelaksanaan impor ikan Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri

Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 46/PERMEN-KP/2014

tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Yang Masuk ke

Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Peraturan tersebut membatasi

impor untuk enam penggunaan akhir, yakni :

1. Bahan baku untuk industri pengalengan ikan;

2. Bahan baku untuk pengolahan ikan untuk diekspor kembali dan tidak untuk

diperdagangkan di Indonesia;

3. Bahan baku dalam bentuk diawetkan untuk pemrosesan tradisional;

4. Bahan baku fortifikasi / pengayaan makanan tertentu;

5. Katering hotel, restoran dan konsumsi pasar modern; dan

6. Umpan.

Untuk memastikan kepatuhan dengan persyaratan di atas, eksportir

didorong untuk bekerja dengan importir mereka dan memastikan izin impor

telah dikeluarkan oleh otoritas Indonesia sebelum mengekspor barang. Selain

Page 68: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 58

sertifikasi ekspor, Permen KP Nomor 46/2014 juga menyatakan bahwa

pengiriman makanan laut yang diimpor ke Indonesia harus:

1. disertai dengan sertifikat asal dari instansi yang berwenang di negara asal;

2. berlabel (untuk produk dalam kemasan) atau disertai dengan dokumen

seperti faktur atau daftar pengepakan (untuk produk yang diimpor dalam

bentuk curah) ditulis atau dicetak dalam bahasa Indonesia dan Inggris; dan

3. untuk produk yang masuk ke Indonesia untuk diekspor kembali ke Uni

Eropa, sertifikat penangkapan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU)

sebagaimana disyaratkan dalam Peraturan Dewan Eropa (EC) 1005/2008.

Pemerintah juga mengatur tentang jenis-jenis ikan yang boleh dan

dilarang diimpor melalui Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik

Indonesia Nomor 41/PERMEN-KP/2014 tentang Larangan Pemasukan Jenis

Ikan Berbahaya dari Luar Negeri ke Dalam Wilayah Negara Republik

Indonesia dan Keputusan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil

Perikanan Nomor 125/KEP-DJP2HP/2014 tentang Penetapan Jenis-Jenis

Hasil Perikanan yang Dapat Dimasukkan ke Dalam Wilayah Negara Republik

Indonesia. Keputusan nomor 125/2014 berisi daftar spesies laut yang

memenuhi syarat dan penggunaan akhir yang diizinkan untuk impor ke

Indonesia dan kriteria Indonesia untuk kelayakan impor ikan, sebagai berikut

:

Spesies untuk impor tidak boleh tersedia di perairan Indonesia atau

diproduksi di Indonesia;

Impor akan diizinkan berdasarkan persediaan lokal, yang dipengaruhi oleh

musim; dan

Impor akan diizinkan jika persediaan dalam negeri terbatas atau tidak

tersedia.

Peraturan 41/2014 mencantumkan 152 spesies yang dilarang untuk

ekspor hidup, dengan pengecualian dibuat hanya jika impor dimaksudkan

untuk penelitian ilmiah, demonstrasi atau pameran. Untuk memastikan

kepatuhan dengan Keputusan 125/2014 dan Peraturan 41/2014, para

eksportir didorong untuk bekerja dengan importir mereka dan memastikan izin

impor telah dikeluarkan oleh otoritas Indonesia sebelum mengekspor barang.

Page 69: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 59

Ekspor ikan dan produk perikanan dunia terus mengalami peningkatan

selama 2014-2018. Hal ini mengindikasikan permintaa dunia akan ikan dan

produk perikanan yang juga mengalami peningkatan. Ekspor tersebut

didominasi oleh RRT, Norwegia, dan Chili. Pangsa impor ketiga negara

tersebut masing-masing sebesar 12,6%, 12,2%, dan 6,1%. RRT dan

Norwegia juga merupakan negara utama asal impor ikan dan produk

perikanan di Indonesia, diikuti oleh Jepang, dan Pakistan. Berdasarkan

informasi kebijakan impor ikan Indonesia dan dominansi negara pemasok

impor ikan dan produk perikanan di dunia dan Indonesia, maka negara-negara

yang berpotensi menggugat kebijakan impor Indonesia antara lain adalah

RRT, Norwegia, Chili, Jepang, dan Pakistan.

4.6. Temuan Lapangan

Guna memperkuat analisis, Tim melakukan survei lapangan ke

beberapa daerah yang merupakan lokasi keberadaan industri pengolahan

Hasil Perikanan, dan wilayah produsen ikan yang potensial. Adapun wilayah

survei yang dituju meliputi Surabaya (Jawa Timur), Semarang (Jawa Tengah),

Lombok (Nusa Tenggara Barat), Cirebon (Jawa Barat), dan Denpasar (Bali).

Responden dari kegiatan suvei lapangan ini antara lain pelaku usaha industri

pengolahan Hasil Perikanan, nelayan, dan dinas kelautan dan perikanan di

daerah. Intisari kegiatan survei lapangan tersebut dapat kami sampaikan

sebagai berikut:

Tabel 4.7. Matriks Kegiatan Survei Lapangan Dalam Rangka

Pengumpulan Data

No. Lokasi Survei Temuan Lapangan

1. Surabaya, Jawa

Timur

Pengurusan perijinan saat ini lebih mudah

dengan sistem online, berbeda ketika

kebijakan masih berada di Kementerian

Kelautan dan Perikanan (KKP) yang masih

sistem manual.

Masih terdapat kode HS barang yang

bukan berasal dari hasil perikanan masuk

Page 70: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 60

No. Lokasi Survei Temuan Lapangan

kedalam lampiran Permendag Ketentuan

Impor Hasil Perikanan.

Kementerian Perdagangan perlu

meningkatkan kegiatan sosialisasi

mengingat masih terdapat beberapa

pelaku usaha yang belum mengetahui

terjadinya perubahan kebijakan.

2. Semarang, Jawa

Tengah

Penghapusan Laporan Surveyor (LS)

berdampak pada kemudahan perijinan

Masa transisi dari pengaturan di KKP dan

Kemendag mengakibatkan barang impor

tertahan sehingga barang tidak sampai

tepat waktu

Perlu adanya layanan terpadu antar dinas

terkait terkait jenis ikan yag dilarang atau

tidak dilarang, uji ikan yang disyaratkan

dari negara asal, dan konsultasi wilayah

endemik yang sedang terkena wabah

penyakit.

3. Lombok, Nusa

Tenggara Barat

Pembangunan pelabuhan dapat

membantu para nelayan yang berada di

sekitar Kabupaten Lombok Timur agar

dapat dengan mudah mendaratkan hasil

tangkapannya dan dapat memenuhi

kebutuhan melaut.

Produksi ikan tangkap selama ini diekspor

ke negara Singapura, Vietnam, Thailand

dan Malaysia.

Sertifikat nelayan bisa diagunkan untuk

menambah modal usaha. Pemilik usaha

Page 71: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 61

No. Lokasi Survei Temuan Lapangan

mengharapkan proses perizinan ekspor

yang lebih cepat.

4. Cirebon, Jawa Barat Nelayan di Kabupaten Cirebon sebagian

besar merupakan nelayan kecil yang

hanya memiliki kapal dibawah 7 GT.

Nelayan dengan kapal sebesar itu memiliki

keterbatasan dalam jangkauan melaut,

sehingga jenis ikan yang diperoleh pun

bukan termasuk jenis ikan yang memiliki

nilai ekonomis tinggi.

Selama masa paceklik, banyak nelayan

meminjam modal kepada Bakul (tengkulak)

dan menyebabkan banyak nelayan yang

menjual hasil tangkapannya kepada para

Bakul tersebut. Namun harga jual yang

diterima nelayan sangat rendah akibat

rendahnya posisi tawar nelayan.

Kehadiran Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

dirasakan oleh nelayan sangat membantu

dan memberikan nilai jual yang cukup

tinggi. TPI yang difasilitasi oleh

Kementerian Kelautan dan Perikanan ini

dikelola oleh pengurus yang tergabung

dalam koperasi.

5. Denpasar, Bali Impor cumi untuk dijadikan umpan sudah

tidak dilakukan setelah tahun 2017. Hal

tersebut dikarenakan sulitnya pengurusan

perizinan, terutama rekomendasi dari KKP

dengan alasan tersedia produk

substitusinya di dalam negeri, meskipun

dengan kualitas lebih rendah.

Page 72: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 62

No. Lokasi Survei Temuan Lapangan

Perizinan impor saat ini sudah cukup

efektif dan mudah. Hanya saja, pemerintah

diharapkan dapat melakukan sosialisasi

lebih sering dan lebih luas, terkait

peraturan yang berlaku dan juga

sosialisasi sistem perizinan online.

Terdapat pelaku usaha mengeluhkan

sulitnya perizinan pengadaan dan

pengoperasian kapal tangkap, sehingga

sulit untuk melakukan penambahan

kapasitas produksi

Page 73: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 63

BAB 5

Analisis Kesesuaian Kebijakan Impor Perikanan dengan Aturan WTO

Belajar dari pengalaman sengketa perdagangan baru-baru ini,

Pemerintah perlu memperhatikan kesesuaian regulasi ini dengan aturan dan

prinsip WTO. Namun di lain pihak, ada kepentingan nasional yang harus

diperhatikan. Untuk sektor perikanan misalnya, secara spesifik, kepentingan

dan pemberdayaan nelayan dan pembudidaya ikan menjadi faktor yang harus

diprioritaskan. Selain itu, faktor lain seperti ketahanan pangan, neraca

perdagangan, nilai tukar rupiah, pertumbuhan sektor itu sendiri dan lain

sebagainya. Tabel di bawah ini memperlihatkan beberapa faktor yang perlu

dipertimbangkan dalam sektor perikanan.

Terkait dengan kesesuaian aturan WTO tersebut, Pusat Pengkajian

Perdagangan Luar Negeri dari Badan Pengkajian dan Pengembangan

Perdagangan (BP3) Kementerian Perdagangan melakukan kajian terhadap

Page 74: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 64

Permendag No. 66/2018 tentang Ketentuan Impor Hasil Perikanan yang

kemudian direvisi menjadi Permendag No. 23/2019. Tujuan dari Kajian

adalah untuk menilai risiko munculnya gugatan dari negara anggota WTO

terhadap Permendag 23/2019. Hasil dari Kajian diharapkan dapat memberi

kesempatan kepada Pemerintah Indonesia dalam mengantisipasi

kemungkinan gugatan tersebut.

Namun mengingat suatu kebijakan tidak diterbitkan hanya untuk sekedar

mematuhi aturan atau ketentuan WTO melainkan didasarkan atas tujuan dan

pertimbangan-pertimbangan tertentu, maka terhadap Kebijakan akan

dilakukan penilaian yang lebih menyeluruh. Kajian dilakukan dengan

menggunakan pendekatan Analisis Dampak Peraturan atau Regulatory

Impact Assessment atau Regulatory Impact Analysis (RIA) untuk menilai

efektifitas dari regulasi baik yang baru maupun yang sudah ada berdasarkan

analisis manfaat dan biaya termasuk di antaranya risiko gugatan dari negara-

negara anggota WTO.

Oleh karena itu, melalui analisis RIA, Kajian ini bermaksud menjawab

pertanyaan berikut:

1. Apakah Permendag 23/2019 telah secara efektif dan efisien

menjawab akar permasalahan dan mencapai tujuan penerbitan

Permendag?

­ Pertanyaan ini akan dijawab dalam seluruh proses RIA

2. Apakah Permendag 23/2019 telah sesuai dengan ketentuan dan

aturan WTO sehingga risiko gugatan dari anggota WTO kecil atau

hampir tidak ada?

­ Pertanyaan ini akan dijawab sebagai salah satu factor dalam

Tahapan Analisis Manfaat dan Biaya sebagai bagian dari proses

RIA

Page 75: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 65

5.1. Analisis Dampak Kebijakan (Regulatory Impact Assessment)

Analisis Dampak Kebijakan atau dikenal dengan nama RIA (Regulatory

Impact Analysis atau Regulatory Impact Assessment) merupakan salah satu

alat atau pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas

kebijakan pemerintah. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang sistematis

untuk menilai biaya dan manfaat dari suatu

kebijakan. RIA melibatkan para pemangku

kepentingan yang secara langsung terlibat

dalam suatu kebijakan. Kementerian

Perdagangan, dalam hal ini BP3, melakukan

kajian terhadap kebijakan terkait tata kelola

impor hasil perikanan yang diatur dalam

Peraturan Menteri Perdagangan No. 23/2019.

Jika dilihat dari metodologinya, RIA

merupakan proses analisis dan

pengkomunikasian secara sistematis

terhadap kebijakan yang dimulai dari pemahaman dan perumusan masalah,

penentuan tujuan, identifikasi pilihan kebijakan, penghitungan biaya dan

manfaat setiap pilihan kebijakan sampai dengan pemilihan kebijakan dan

pengimplementasiannya. Dalam setiap langkah-langkah tersebut, pemangku

kepentingan harus terlibat. Untuk isu impor hasil perikanan, para pemangku

kepentingan antara lain termasuk pembuat kebijakan seperti Kementerian

Perdangangan (Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Biro Advokasi,

Biro Hukum, dan lain sebagainya), Kementerian Kelautan dan Perikanan,

Kementerian Perindustrian, pelaku usaha perikanan, asoasiasi importir,

nelayan dan pembudidaya ikan, akademisi dan lain sebagainya. RIA

memastikan bahwa kebijakan pemerintah memiliki alasan yang kuat untuk

dilakukan. Kebijakan tersebut merupakan langkah untuk mengatasi akar

masalah, bukan hanya gejala permukaan. Selain itu, melalui RIA, kebijakan

tersebut dapat dibuktikan sebagai alternatif terbaik dari pilihan kebijakan yang

ada berdasarkan pertimbangan manfaat dan biaya.

Dalam Kajian ini, setiap tahapan RIA merupakan proses untuk

mengeksplorasi pertanyaan terkait dengan Permendag 66/2018 yang

Page 76: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 66

kemudian diganti dengan Permendag 23/2019. Rincian pertanyaan yang

dieksplorasi dalam setiap tahapan dapat dilihat dalam bagan di bawah ini.

Bagian selanjutnya dalam bab ini akan menjelaskan setiap tahapan RIA.

Analisis Biaya dan Manfaat yang menjadi bagian dari tahapan RIA, akan

dijelaskan dengan lebih detail karena menjadi pendasaran rekomendasi

kebijakan dari proses RIA.

5.1.1. Perumusan Masalah

Tahapan pertama dalam RIA adalah mengidentifikasi pokok

permasalahan. Langkah ini dilakukan agar semua pihak, khususnya

pengambil kebijakan, dapat melihat dengan jelas masalah apa yang dihadapi

dan berupaya dipecahkan dengan kebijakan tersebut. Untuk Kajian ini,

tahapan ini berarti tahapan untuk memahami tujuan dari penerbitan kebijakan

yang tertuang dalam Permendag 23/2019 atau Permendag 66/2018. Dalam

Page 77: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 67

rangka memahami akar permasalahan tersebut, diperlukan pemahaman dan

analisis mengenai latar belakang diterbitkannya Permendag No. 66/2018.

Selain itu, seperti telah dijelaskan di atas, karena Kajian ini erat terkait dengan

antisipasi terhadap risiko sengketa WTO maka pemahaman atas kasus

sengketa WTO yang pernah dihadapi oleh Indonesia menjadi bagian dari

perumusan masalah.

5.1.1.1. Latar Belakang Terbitnya Permendag No. 66/2018

Menurut The State of World Fisheries and Agriculture 2016 (FAO),

Indonesia merupakan

negara dengan

produksi hasil

perikanan tangkap

terbesar kedua setelah

Cina. Namun selama

beberapa tahun

terakhir, sektor

perikanan di Indonesia

banyak disoroti karena masih melakukan impor hasil perikanan dan

pergaraman. Kritikan ini terkait dengan luasan perairan Indonesia yang

mencakup 70% dan adanya kegiatan pemberantasan penangkapan ikan

ilegal yang gencar dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

yang dipandang telah mampu meningkatkan jumlah produksi dan

ketersediaan ikan. Jika produksi ikan telah meningkat, pertanyaannya kenapa

impor ikan masih terus dilakukan.

Namun Ketua Bidang Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia

(APINDO) Thomas Darmawan mengatakan bahwa meski Indonesia memiliki

lautan yang luas dan jenis tangkapan ikan yang lengkap, jumlah untuk setiap

jenisnya masih kurang untuk memenuhi kebutuhan industri. Jenis ikan di

Indonesia lengkap dan beragam namun jumlah per jenisnya terbilang sedikit.

Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan industri ikan di dalam negeri,

Indonesia masih harus mengimpor berbagai jenis ikan dari beberapa negara.

Beberapa di antaranya yaitu dari Oman, Tiongkok, Jepang sampai

Pakistan. Salah satu impor hasil perikanan terbesar adalah tepung ikan yang

Page 78: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 68

selain dibutuhkan industri perikanan juga dibutuhkan oleh industri pengolahan

pakan ternak sebagai sumber protein. Tepung ikan banyak diimpor dari Chili,

Peru dan Eropa.

Indonesia telah melakukan impor hasil perikanan sejak belasan tahun

lalu. Selama 15 tahun terakhir (2004-2018), berdasarkan data Kementerian

Perdagangan nilai impor ikan (hanya ikan segar/beku, tidak termasuk tepung

ikan) naik hampir 7 kali lipat atau rata-rata 45% per tahun sementara dari segi

volume, impor naik hampir 4 kali lipat atau rata-rata 25% per tahun. Kenaikan

terbesar terjadi pada tahun 2008. Jika dilihat selama kurun waktu 10 tahun

terakhir (2008 – 2018), kenaikan impor lebih kecil yaitu sebesar 130% atau

13% per tahun untuk nilai impor dan 26% atau 3% per tahun untuk volume

impor. Jika dilihat dari data tersebut, sebenarnya volume impor sebesar 147

ribu ton pada tahun 2018 hanya sekitar 2% dari total volume total produksi

ikan untuk konsumsi Indonesia sebesar 7,6 juta ton.

Dengan demikian terbitnya Permendag No. 66/2018 yang mengatur

soal impor perikanan tidak berarti bahwa Indonesia tidak pernah melakukan

impor hasil perikanan sebelum diterbitkannya Permendag ini. Sebelum

Permendag No. 66/2018, seluruh kegiatan impor hasil perikanan berada

dalam kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (selanjutnya

disebut KKP) yang

diatur dengan Permen

KP No. 74/2016 tentang

Pengendalian Mutu dan

Keamanan Hasil

Perikanan. Meskipun

tidak secara eksplisit

disebut kata “impor”,

secara substansial

Permen KP ini mengatur impor hasil perikanan atau yang disebut sebagai

“persyaratan dan tata cara pemasukan Hasil Perikanan”. Untuk itu KKP

mengeluarkan Izin Pemasukan Hasil Perikanan (IPHP). Kewenangan

pengaturan impor perikanan ini, seperti halnya impor komoditas lainnnya,

Page 79: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 69

kemudian dipindahkan ke Kementerian Perdagangan melalui Permendag

66/2018. Ini menjadi salah satu alasan terbitnya Permendag No. 66/2018.

Untuk itu, untuk memahami tujuan penerbitan Permendag 66/2018 yang

kemudian diganti dengan Permendag 23/2019, peraturan ini harus

dibandingkan dengan peraturan sebelumnya yang mengatur perihal impor

perikanan yaitu Permen KP 74/2016. Bagan di bawah ini menjelaskan

keterkaitan tersebut.

Jika dilihat dari hirarki peraturan, Permendag 66 Tahun 2018 adalah

peraturan tentang Ketentuan Impor Hasil Perikanan. Permendag ini

diterbitkan sebagai implementasi dari Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun

2018 (PP No. 9/2018) tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas

Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan

Penolong Industri. Sebagai catatan, Permendag No. 66/2018 hanya

mengatur soal impor hasil perikanan, tidak termasuk pergaraman. Diagram di

bawah menunjukkan peraturan dan perundangan yang menjadi pendasaran

dan pertimbangan dari Permendag No. 66/2018 dan PP No. 9/2018.

Page 80: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 70

PP No. 9/2018 menyatakan bahwa Pemerintah Pusat mengendalikan

impor komoditas perikanan dan pergaraman. diterbitkan dengan 2 tujuan yaitu

1) menjamin perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya

ikan dan petambak garam dan 2) menjamin ketersediaan dan penyaluran

sumber daya alam untuk industri dalam negeri. PP ini juga mengatur

bahwa persetujuan impor perikanan dan pergaraman dikeluarkan oleh Menteri

Perdagangan berdasarkan rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan

dan Menteri Perindustrian. Sementara itu, Permendag No. 66/2018 mengatur

mengenai tata cara penentuan kuota impor yang dilakukan melalui rapat

koordinasi terbatas, persyaratan dan prosedur pengajuan ijin impor serta

daftar jenis ikan yang diatur importasinya. Berikut adalah ringkasan umum

dari PP No. 9/2018 dan Permendag No. 23/2019 (66/2018):

Page 81: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 71

Selain terkait dengan pemindahan kewenangan pengaturan impor dari

KKP ke Kemendag, ada beberapa perubahan lain dalam Permendag No.

66/2018 dibandingkan dengan Permen KKP No. 74/2016 atau permen yang

mendahuluinya. Hal ini akan dijawab pada bagian lain bab ini.

Jika dilihat dari perubahan dari Permen KP No. 74/2016 menjadi

Permendag No. 66/2018 termasuk revisi dalam Permendag No. 23/2019,

penerbitan Permendag 66/2018 tampaknya sejalan dengan semangat Paket

Kebijakan Ekonomi (PKE) yang dikeluarkan pada tahun 2015 – 2016

meskipun Permendag No. 66/2018 baru diterbitkan pada tahun 2018. PKE ini

terdiri dari beberapa jilid di mana Jilid I merupakan paket deregulasi dan

debirokratisasi. Kementerian Perdagangan mendapat mandat untuk merevisi

32 aturan (30 Peraturan Menteri Perdagangan dan 2 Peraturan Dirjen) yang

akan memangkas 49 perizinan atau 28,9 persen. Jumlah total perizinan di

Kemendag sebanyak 169 perizinan. Sampai Februari 2016, menurut

Mendag, Kemendag telah memangkas 45 perizinan dari 169 yang ada di

Kemendag.

PKE terkait deregulasi dan debirokratisasi seperti disampaikan oleh Menteri

Perdagangan Enggar pada Februari, 2016 bertujuan untuk meningkatkan

kegiatan industri, kepercayaan masyarakat dan kemudahan berusaha

(ease of doing business) melalui rasionalisasi peraturan dan penyederhanaan

prosedur perijinan. PKE ini juga diharapkan mampu mengembalikan

kepercayaan dunia internasional terhadap iklim usaha di Indonesia. Enggar

juga mengatakan dalam keterangan resmi pada Februari, 2016, “Melalui

deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan, diharapkan pelaku

usaha tidak lagi memiliki stigma terhadap standar/norma wajib yang

dianggap sebagai perizinan,” dan “kebijakan deregulasi perdagangan dapat

menyelesaikan masalah regulasi dan birokrasi, lemahnya penegakan hukum,

dan ketidakpastian usaha yang menjadi beban daya saing industri.” Namun

demikian, terkait rasionalisasi impor, dikatakan bahwa pemerintah tetap

berupaya mengendalikan arus masuk barang impor ke dalam wilayah pabean

Indonesia dalam rangka mendukung aspek Keselamatan, Kesehatan Kerja,

dan Lingkungan (K3L).

Page 82: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 72

Beberapa hal berikut terkait PKE di Kemendag pada tahun 2015 – 2016 untuk

komoditas lain yang bisa dianggap relevan bagi Permendag No. 66/2018:

1. Proses perizinan ekspor-impor akan dilakukan secara mandatory

online dengan tanda tangan elektronik pada Oktober 2015;

2. Penghilangan kewajiban verifikasi surveyor (LS) dalam beberapa

sektor lain (catatan lihat tabel: sedang dalam revisi): ekspor kayu,

ekspor beras, ekspor precursor nonfarmasi, produk kosmetika;

3. Pengawasan dalam pelaksanaan terhadap revisi kebijakan

Kementerian Perdagangan ini akan dilakukan dengan

mekanisme post-audit;

4. Terkait dengan telah dihapuskannya beberapa rekomendasi yang

diterbitkan oleh K/L teknis pada komoditas pangan yang bersifat

strategis seperti beras, gula, holtikultura, maka penentuan alokasi

impor akan ditetapkan melalui forum Rapat Koordinasi Terbatas

(Rakortas), dengan mempertimbangkan kapasitas volume impor yang

dibutuhkan dalam negeri dan mempertimbangkan neraca komoditas

tersebut, waktu importasi di luar masa panen, serta pendistribusian

komoditas impor di luar sentra produksi.

5.1.1.2. Pembelajaran Kasus Sengketa WTO

Pengajuan sengketa dilakukan ketika suatu negara anggota merasa

bahwa negara anggota lain melanggar kesepakatan atau komitmen yang telah

dibuat dalam

WTO. Sejak

1995, ada sekitar

500 kasus

sengketa yang

diajukan dan 300

di antaranya telah

diselesaikan.

Indonesia ternyata

menjadi salah satu

negara yang cukup banyak digugat oleh negara lain anggota WTO. Pada

Page 83: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 73

tahun 2018, WTO menyatakan bahwa Amerika Serikat dan Selandia Baru

menang atas sengketa perdagangan terhadap Indonesia untuk impor sapi dan

hortikultura yang sudah berlangsung sejak 2013. Dari 18 measures impor

Indonesia yang dikeluhkan kedua negara, semua dinyatakan tidak konsisten

dengan aturan dan kewajiban WTO. Untuk itu Indonesia dinyatakan akan

didenda sebesar USD 350 juta. Agar tidak didenda, Indonesia harus

melakukan beberapa penyesuaian terhadap kebijakan impor sapi dan

hortikultura.

Apa saja hal-hal yang biasanya digugat? Untuk kasus sapi dan

holtikultura ini, beberapa hal yang dinyatakan tidak konsisten dengan aturan

dan prinsip WTO serta kewajiban sebagai anggota WTO, antara lain:

• Terkait ketentuan penetapan kuota dan skema perijinan impor yang

tidak otomatis (non-automatic) dan dikelola secara “tidak seragam,

tidak imparsial dan berlaku secara tidak konsisten dan tidak dapat

diprediksi”.

• Gagal mempublikasi informasi yang relevan termasuk detail

menyeluruh dari kuota agar pelaku pasar memahami dan terbiasa

dengan sistem kuota.

• Prosedur yang harus dilakukan sebelum melakukan impor dinyatakan

sebagai upaya pembatasan perdagangan dan mengakibatkan distorsi

serta menjadi beban administrasi yang tidak perlu yang diterapkan

secara tidak konsisten dan berubah-ubah (tidak dapat diprediksi).

• Penetapan harga minimum dan ketentuan bahwa impor boleh

dilakukan hanya pada bulan-bulan tertentu

Komplain utama kedua negara tersebut terkait ketentuan penetapan

kuota, pembatasan impor dan skema perijinan impor yang tidak otomatis (non-

automatic) dan dikelola secara “tidak seragam, tidak imparsial dan berlaku

secara tidak konsisten dan tidak dapat diprediksi”. Indonesia juga dinyatakan

gagal mempublikasi atau memberikan informasi yang relevan termasuk detail

menyeluruh dari kuota agar pelaku pasar memahami dan terbiasa dengan

sistem kuota. Prosedur yang harus dilakukan importir sapi sebelum

melakukan impor dinyatakan sebagai upaya pembatasan perdagangan dan

mengakibatkan distorsi serta menjadi beban administrasi yang tidak perlu

Page 84: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 74

yang diterapkan secara tidak konsisten dan berubah-ubah (tidak dapat

diprediksi). Selain itu, penetapan harga minimum daging sapi serta impor yang

boleh dilakukan pada bulan-bulan tertentu juga menjadi bagian yang

dikomplain.

Argumen Indonesia bahwa aturan impor tersebut buat untuk

membatasi impor dari komoditas yang jumlah produksi domestiknya telah

mampu memenuhi permintaan domestik ternyata tidak cukup kuat. Juga,

argumen terkait kesehatan hewan dan kriteria halal tidak diterima oleh WTO.

Kekalahan Indonesia atas sengketa ini bisa menjadi pembelajaran untuk

menghindari potensi sengketa perdagangan lainnya dengan mengevaluasi

regulasi-regulasi yang terkait impor. Terkait dengan hal ini, salah satu regulasi

yang akan dievaluasi adalah Peraturan Menteri Perdagangan No. 66/2018

(selanjutnya disebut Permendag No. 66/2018) yang mengatur soal impor hasil

perikanan yang menggantikan Peraturan Menteri KKP No. 74/2016.

5.1.2. Identifikasi Tujuan

Setelah permasalahan dipahami, tahapan RIA selanjutnya adalah

mengidentifikasi tujuan dari kebijakan atau peraturan yang dikaji. Tahapan ini

menjadi penting karena penilaian terhadap efektivitas sebuah kebijakan

berarti penilaian terhadap apakah tujuan dari kebijakan tersebut tercapai atau

tidak.

Berdasarkan penjelasan dalam tahapan sebelumnya yaitu tahapan

Perumusan Masalah, tujuan penerbitan Permendag No. 66/2018 dapat

dibedakan menjadi 3 yaitu:

1. Implementasi dari PP No. 9/2018 yang bertujuan untuk mencapai:

- menjamin perlindungan dan pemberdayaan nelayan,

pembudidaya ikan dan petambak garam;

- menjamin ketersediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk

industri dalam negeri.

2. Menempatkan tupoksi yang sesuai:

- Kemendag adalah kementerian yang bertanggungjawab atas

pengelolaan ekspor impor termasuk perikanan;

- KKP adalah kementerian teknis yang bertanggungjawab atas

pengelolaan sektor perikanan;

Page 85: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 75

3. Mengimplementasikan kebijakan Pemerintah terkait Paket Kebijakan

Ekonomi yang secara umum bertujuan meningkatkan perekonomian

Indonesia melalui:

- meningkatkan kegiatan industri dan kemudahan berusaha melalui

rasionalisasi peraturan dan penyederhanaan perijinan;

- mengurangi atau menghilangkan ketidakpastian usaha;

- mengembalikan kepercayaan dunia internasional terhadap iklim

usaha Indonesia

Tujuan dari Permendag 23/2019 (Permendag 66/2018) sebagaimana

disebutkan di atas tidak terkait secara langsung dengan upaya menghindari

gugatan dari negara-negara anggota WTO. Sebaliknya, upaya untuk

menghindari gugatan di WTO menjadi tujuan dari Kajian ini sebagaimana

telah dijelaskan di bagian awal. Untuk itu, analisis terhadap kemungkinan

terjadinya gugatan terhadap WTO menjadi salah satu faktor yang

dipertimbangkan dalam tahapan analisis manfaat dan biaya.

5.1.3. Alternatif Tindakan

Setelah mengidentifikasi tujuan dari Permendag 23/2019, maka

tahapan selanjutnya adalah mempertimbangkan beberapa alternatif atau

pilihan tindakan yang mungkin atau dapat dipilih sebagai rekomendasi dari

Kajian ini. Pilihan tindakan tersebut yang dinyatakan dalam bentuk

pernyataan singkat terdiri dari 2 pilihan yaitu:

1. Tidak melakukan apa-apa (Do nothing)

Pilihan ini berarti tidak melakukan perubahan terhadap Permendag

23/2019. Pada awal kajian, pilihan untuk tidak melakukan apa-apa

berarti tetap memberlakukan Permendag No. 66/2018. Namun

karena selama proses Kajian, Kementerian Perdagangan telah

melakukan revisi atas Permendag No. 66/2018 menjadi Permendag

No. 23/2019, maka pilihan untuk “tidak melakukan apa-apa” kini

berarti tidak melakukan perubahan terhadap Permendag No. 23/2019.

2. Merevisi Permendag 23/2019

Pilihan ini berarti melakukan revisi terhadap Permendag 23/2019.

Pilihan untuk merevisi Permendag No. 23/2019 berarti mengusulkan

perubahan sesuai dengan temuan dari Kajian:

Page 86: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 76

­ Yang tidak sejalan dengan tujuan dari diterbitkannya Permendag

23/2019 sebagaimana telah diidentifikasi pada bagian lain Bab ini;

­ Yang bertentangan dengan prinsip dan aturan WTO.

Keputusan terhadap pilihan tindakan dilakukan berdasarkan analisis

manfaat dan biaya yang merupakan tahapan RIA selanjutnya. Jika

Permendag 23/2019 memberikan dampak yang manfaatnya lebih besar

daripada biayanya maka alternatif tindakan yang dipilih adalah pilihan pertama

atau tidak melakukan perubahan apa-apa (do nothing). Namun jika

Permendag 23/2019 mengakibatkan biaya yang lebih besar daripada

manfaatnya, maka alternatif tindakan yang dipilih adalah pilihan kedua yaitu

merevisi Permendag 23/2019.

5.1.4. Analisis Biaya dan Manfaat

Setelah mengidentifikasi pilihan tindakan yang mungkin dilakukan,

tahapan berikutnya adalah melakukan analisis manfaat dan biaya yang terjadi

akibat pemberlakuan Permendag 23/2019 agar dapat memilih alternatif

tindakan yang paling banyak memberi manfaat. Secara sederhana, “manfaat”

didefinisikan sebagai dampak yang bersifat positif atau menguntungkan

sedangkan “biaya” adalah dampak yang bersifat negatif atau merugikan jika

pilihan tersebut diambil. Hal-hal negatif dapat berupa meningkatnya risiko

atau munculnya ketidakpastian. Biaya atau manfaat bisa bersifat non-

moneter sehingga tidak selalu diartikan “uang”. Dampak berupa biaya atau

manfaat bisa ditanggung atau diterima oleh para pihak yang berbeda. Oleh

karena itu, perlu mengidentifikasi siapa saja pihak yang menerima manfaat

atau menanggung biaya.

Untuk memperhitungkan biaya dan manfaat sebuah kebijakan, perlu

diidentifikasi area yang terkena dampak tersebut baik itu berupa biaya atau

manfaat akibat dari berlakunya kebijakan tersebut, dalam hal ini adalah

Permendag 23/2019. Penghitungan biaya dan manfaat didasarkan pada

asumsi alternatif tindakan “do nothing” yaitu berlakunya Permendag 23/2019.

Jika dampak berupa manfaat lebih besar daripada biayanya maka alternatif

tindakan do nothing yang akan direkomendasikan. Sebaliknya, jika ternyata

dampak berupa biaya lebih besar daripada manfaatnya maka alternatif

Page 87: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 77

tindakan kedua yaitu “merevisi” Permendag 23/2019 yang akan

direkomendasikan.

Identifikasi atas dampak memperhatikan beberapa pertimbangan

terkait berlakunya Permendag 23/2019 yang relevan dengan tujuan dari

Kajian ini yaitu:

1. Efektifitas peraturan dalam mencapai tujuan yang diamanatkan PP

No. 9/2018:

a. Pemberdayaan terhadap nelayan;

b. Menjamin ketersediaan bahan baku atau bahan penolong industri

2. Dampak peraturan terhadap pertumbuhan sektor perikanan dan

perekonomian secara umum untuk melihat dampak yang lebih luas

dari Permendag 23/2019:

a. Pertumbuhan sektor perikanan;

b. Kesehatan neraca perdagangan;

c. Ketahanan pangan khususnya terkait konsumsi ikan;

3. Kesesuaian peraturan dengan aturan WTO terkait kemungkinan

munculnya sengketa dari negara lain sesuai dengan tujuan Kajian dan

menghindarkan Indonesia dari potensi gugatan.

Dengan demikian, jika dilihat secara lebih rinci, ketiga pertimbangan tersebut

di atas dapat diuraikan lebih lanjut menjadi 6 area yaitu 1)

perlindungan/pemberdayaan nelayan/pembudidaya ikan, 2) ketersediaan

bahan baku/penolong untuk industri, 3) pertumbuhan sektor perikanan, 4)

neraca perdagangan, 5) risiko gugatan di WTO dan 6) ketahanan pangan

sebagaimana ditunjukkan oleh tabel di bawah ini. Pihak atau pelaku yang

terpapar dampak baik itu manfaat maupun biaya dari masing-masing faktor

juga perlu diidentifikasi.

Page 88: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 78

Matrix Analisis Manfaat dan Biaya

Terhadap masing-masing area dampak dilakukan analisis untuk

menimbang manfaat atau biaya yang terjadi akibat Permendag 23/2019

termasuk jika Permendag cenderung berdampak secara netral. Dalam Kajian

ini, dampak netral adalah jika dampak manfaat atau biaya teridentifikasi

namun sangat kecil atau insignifikan sehingga bisa diabaikan. Analisis

tersebut ditujukan untuk menjawab pertanyaan yang ada dalam setiap area

dari dampak (manfaat, biaya atau netral) – lihat diagram di atas. Mengingat

RIA adalah proses yang bersifat partisipatoris maka jawaban dari pertanyaan-

pertanyaan ini terutama didasarkan pada masukan atau diskusi dari para

Page 89: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 79

pemangku kepentingan dalam FGD, survey maupun wawancara mendalam

selama kunjungan lapangan. Data dan informasi yang diperoleh melalui desk

review menjadi bahan masukan untuk mempertajam diskusi dari para

pemangku kepentingan.

Terkait analisis manfaat dan biaya ini, ada 2 catatan:

­ Mengingat pemberlakuan Permendag masih relatif baru (Permendag

23/2019 baru diberlakukan pada Maret 2019 dan Permendang

66/2018 diberlakukan pada Juni 2018), dampak dari peraturan

menteri ini masih belum sepenuhnya tercermin dalam data yang

dikumpulkan. Ada “time lag” yang harus diperhitungkan. Oleh karena

itu, dari aspek kuantitas, analisis terhadap manfaat dan biaya menjadi

terbatas.

­ Mengingat, Permendag 23/2019 sebagai peraturan yang dikaji sudah

diterbitkan, manfaat dan biaya juga mempertimbangkan peraturan

menteri sebelumnya yaitu Permendag 66/2018 dan juga dengan

peraturan sebelumnya yaitu Permen KP No. 74/2016.

Bagian selanjutnya akan menjelaskan analisis manfaat dan biaya dari masing-

masing faktor.

5.1.4.1. Dampak terhadap Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan atau

Pembudidaya Ikan

Sebagaimana ditunjukkan oleh tabel Analisis Manfaat dan Biaya,

analisis terhadap area dampak difokuskan pada pertanyaan apakah

Permendag mempengaruhi penghasilan nelayan atau pembudidaya ikan

secara positif (memberi manfaat atau meningkatkan penghasilan) atau secara

negatif (menjadi biaya atau menurunkan penghasilan). Untuk itu, perlu

dipertimbangkan 2 hal berikut: 1) apakah impor hasil perikanan merupakan

faktor yang mempengaruhi penghasilan nelayan atau pembudidaya ikan dan

2) apakah ikan yang diimpor menjadi pesaing langsung bagi ikan yang

dihasilkan oleh nelayan/pembudidaya. Penghasilan nelayan atau

pembudidaya ikan akan terpengaruh jika ikan atau hasil perikanan yang

diimpor menjadi faktor penting yang mempengaruhi penghasilan nelayan

karena ikan tersebut menjadi kompetitor atau pesaing bagi ikan yang

ditangkap atau dibudidaya oleh nelayan/pembudidaya.

Page 90: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 80

Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan wawancara terhadap

nelayan untuk perikanan tangkap di Cirebon. Hasil wawancara menyimpulkan

bahwa menurut nelayan, faktor-faktor utama yang mempengaruhi

penghasilan nelayan antara lain adalah jarak melaut yang terbatas karena

terbatasnya kapasitas kapal, cuaca, pendangkalan pantai, modal, infrastruktur

seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI), dan lain sebagainya. Sementara itu,

untuk perikanan budidaya, berdasarkan desk review diketahui bahwa faktor

utama yang mempengaruhi penghasilan nelayan antara lain cuaca,

ketersediaan dan harga pakan ikan, efisiensi supply chain perikanan, modal,

dan lain sebagainya. Dengan demikian, ada banyak faktor lain yang

sebenarnya mempengaruhi penghasilan nelayan/pembudidaya ikan. Bahkan

menurut nelayan di Cirebon, impor ikan bukan atau tidak menjadi ancaman

utama bagi penghasilan nelayan karena ikan yang diimpor berbeda dengan

ikan yang ditangkap oleh para nelayan yang umumnya memiliki kapal dengan

kapasitas kecil.

Untuk itu, kita dapat melihat jenis-jenis ikan yang diimpor dibandingkan

dengan jenis ikan yang ditangkap atau dibudidayakan oleh nelayan/

pembudidaya ikan. Data dari KKP menunjukkan bahwa hasil perikanan yang

paling banyak diimpor Indonesia adalah tepung ikan dan makarel yang

mencapai 50% dari total nilai impor diikuti tuna dan sarden. Makarel dan

sarden menjadi bahan baku pemindangan untuk diekspor. Di lain pihak, ikan

tangkap yang paling dicari nelayan adalah tongkol dan tuna. Meskipun

demikian untuk ikan tangkap, ada jenis ikan yang diimpor seperti tuna yang

juga menjadi tangkapan nelayan. Bahkan, hingga saat ini, kuota perikanan

tuna untuk Indonesia menurut Dirjen Perikanan Tangkap KKP masih

didominasi oleh pasokan kapal kecil berukuran 1-2 gross ton (GT) dengan alat

penangkapan ikan (API) sederhana seperti pancing (handline). Oleh

karenanya peran nelayan dengan kapasitas kapal kecil untuk penangkapan

ikan tuna sebenarnya cukup besar. Sayangnya, kapasitas para nelayan

tersebut terbatas oleh kapasitas kapal. Indonesia masih belum bisa

memanfaatkan kuota yang ada melalui kapal-kapal besar di tas 60 GT

penangkap tuna di perairan zona ekonomi eksklusif internasional (ZEEI) dan

lepas pantai.

Page 91: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 81

Jika dibandingkan dengan jumlah ikan impor yang hanya mencakup 2-

4% dari total produksi ikan di Indonesia, jumlah ikan impor tersebut tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap penghasilan nelayan yang pada

tahun 2013 adalah 868 ribu keluarga turun sebesar 44,9% dari 1,6 juta

keluarga pada 2003. Selain itu, dari para peserta FGD diketahui bahwa dari

ikan yang diimpor, 50-75% diekspor kembali sehingga impor ikan tidak

mempengaruhi pasar domestik secara signifikan yang menjadi pasar utama

dari nelayan atau pembudidaya ikan.

Sementara itu, untuk perikanan budidaya berdasarkan data dari KKP,

ikan hasil budidaya yang terbesar saat ini adalah nila, lele, udang, bandeng,

ikan mas dan patin. Ikan-ikan ini tidak termasuk dalam jenis ikan yang paling

banyak diimpor. Dengan demikian, kecuali ikan tuna, jenis ikan yang diimpor

tidak menjadi kompetitor langsung dari jenis ikan yang ditangkap atau

dibudidayakan oleh nelayan/pembudidaya.

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan

Kesimpulan atas Dampak terhadap Perlindungan dan Pemberdayaan

Nelayan atau Pembudidaya Ikan:

Dampak dari Permendag 23/2019 terhadap perlindungan dan

pemberdayaan nelayan atau pembudidaya ikan untuk saat ini dapat dikatakan

netral karena alasan berikut:

1. Penghasilan nelayan tidak secara langsung berkompetisi dengan ikan

yang diimpor, kecuali tuna:

Page 92: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 82

• Jenis ikan yang paling banyak ditangkap atau diproduksi adalah

tongkol dan tuna oleh nelayan.

• Sementara itu jenis hasil perikanan yang diimpor lebih banyak

didominasi oleh tepung ikan dan makarel (mencakup 50% nilai

impor) yang merupakan bahan baku/penolong industri perikanan.

• Bagi nelayan dengan kapal yang cukup besar sehingga bisa

melaut lebih jauh dan biasanya menangkap tuna, Permendag

23/2019 bisa berpengaruh. Namun mengingat jumlah impor yang

relatif kecil sekitar 2-4% dari total produksi perikanan, dampak

impor tidak signifikan.

2. Penghasilan pembudidaya ikan tidak secara langsung berkompetisi

dengan ikan yang diimpor:

• Jenis ikan yang paling banyak diproduksi oleh pembudidaya ikan

adalah nila, lele, udang, bandeng, ikan mas dan patin.

• Sebaliknya, sebagian besar dari impor adalah tepung ikan yang

juga menjadi bahan pokok dari pakan ikan maupun ternak.

5.1.4.2. Dampak terhadap Ketersediaan Bahan Baku/Penolong untuk

Industri

Analisis terhadap area dampak ini difokuskan pada analisis atas

perbedaan prosedur impor untuk bahan baku/penolong yang diatur oleh

Permendag 68/2018 dibandingkan dengan Permen KKP 74/2016 (aturan

sebelumnya) dan juga dibandingkan dengan Permendag 23/2019 untuk

melihat sejauh mana peraturan menteri ini mempermudah ketersediaan

bahan baku/penolong untuk industri. Menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia

(APINDO) meski Indonesia memiliki lautan yang luas dan jenis tangkapan ikan

yang lengkap, jumlah untuk setiap jenisnya masih kurang untuk memenuhi

kebutuhan industri. Oleh karena itu impor tetap diperlukan. KKP mengatakan

bahwa impor dilakukan untuk ikan yang tidak diproduksi di Indonesia seperti

salmon dan trout atau ikan yang ketersediannya sebagai bahan baku industri

tidak mencukupi. Indonesia juga mengimpor tepung ikan dan udang untuk

kebutuhan industri perikanan dan pakan ternak. Kebutuhan akan tepung ikan

dan udang merupakan salah satu bahan utama untuk memenuhi kebutuhan

Page 93: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 83

protein budidaya ikan dan budidaya ternak. Hal ini juga didukung oleh data

impor dari KKP di mana tepung ikan atau pellet merupakan impor dengan nilai

terbesar.

Selain analisis terhadap perbedaan ketentuan prosedur impor dari

peraturan-peraturan tersebut, masukan importir sebagai pemangku

kepentingan dalam FGD berdasarkan pengalaman mereka menjadi bagian

penting dari analisis. Tabel di bawah menunjukkan perbandingan antara

Permen KP 74/2016 dengan Permendag 66/2018. Ada beberapa hal yang

bisa menjadi catatan. Pertama, perbandingan ini menunjukkan berpindahnya

kewenangan pemberian persetujuan impor kepada Kementerian

Perdagangan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun keterlibatan

Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Perindustrian tetap

ada dalam bentuk pemberian rekomendasi untuk persetujuan impor.

Penanganan impor kini sepenuhnya dipegang oleh Pemerintah Pusat dalam

hal ini Kementerian Perdagangan. Tidak lagi terlihat peran Pemerintah

Provinsi sebagaimana diatur oleh Permen KP 74/2016. Kedua, prosedur

pemeriksaan dokumen impor dalam Permendag 66/2018 menjadi lebih

sederhana karena dilakukan setelah melewati kawasan pabean. Ketiga,

adanya upaya untuk memberi “kepastian” berupa lampiran yang berisi daftar

ikan yang jika diimpor harus mengikuti ketentuan Permendag serta penentuan

kuota impor dalam rapat koordinasi terbatas yang dipimpin oleh Kementerian

Koordinator Perekonomian. Kedua hal tersebut tidak ada dalam Permen KP

74/2016. Ini bisa dilihat sebagai upaya untuk memberikan “kepastian” bagi

pelaku usaha yang melakukan impor. Namun juga bisa dipandang negatif bagi

aturan WTO terkait kuota. Hal ini akan dibahas dalam bagian lain.

Keempat, sayangnya, dalam Permendag 66/2018, ada beberapa

prosedur atau persyaratan tambahan yang sebelumnya tidak ada dalam

Permen KP 74/2016 seperti persyaratan adanya bukti penyimpanan dan alat

transportasi berpendingin dan perlunya verifikasi di negara asal oleh surveyor.

Para importir merasakan hal ini sebagai biaya tambahan yang memberatkan

sebagaimana diungkapkan dalam FGD. Juga, tidak semua hasil impor

perikanan memerlukan tempat penyimpanan atau alat transportasi

Page 94: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 84

berpendingin. Pakan ternak ikan misalnya. Secara umum, berikut adalah

perbandingan antara Permen KP 74/2016 dengan Permendag 66/2018.

Perbandingan antara Permen KP 74/2016 dengan Permendag 66/2018

Hal-hal yang menjadi keberatan dari para importir ini ternyata kemudian

diakomodir oleh Kemendag dalam Permendag 23/2019 yang merevisi

Permendag 66/2018. Perbandingan antara kedua Permendag tersebut dapat

dilihat dalam diagram di bawah ini. Keharusan menyediakan tempat

penyimpanan berpendingin dan transportasi berpendingin serta kewajiban

melakukan survey oleh surveyor sudah dicabut dalam Permendag 23/2019.

Selain itu, dalam Permendag 23/2019 ada beberapa penyederhanaan terkait

dokumen dan prosedur. Berikut adalah perbandingan antara Permendag

66/2018 dengan Permendag 23/2019.

Page 95: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 85

Perbandingan antara Permendag 66/2018 dengan Permendag 23/2019

Namun demikian, lampiran daftar ikan serta penentuan kuota melalui

rapat koordinasi terbatas tetap berlaku. Lampiran ini masih menimbulkan

kebingungan dan ketidakpastian terkait ruang lingkup dari Permendag ini.

Apakah lampiran daftar ikan berlaku sebagai daftar positif atau berlaku

sebagai daftar negatif? Bagaimana dengan ikan yang tidak tercantum dalam

lampiran? Apakah boleh diimpor tanpa mengikuti ketentuan Permendag

23/2019 atau sama sekali tidak boleh diimpor? Hal ini berpotensi

menimbulkan kebingungan dari pelaku usaha maupun petugas bea cukai di

lapangan.

Berikut potensi terbukanya interpretasi yang dapat menimbulkan

ketidakpastian terhadap Lampiran “Jenis-jenis Komoditas Perikanan yang

Dibatasi Impornya” yang ada sejak Permendag 66/2018 dan belum direvisi

pada Permendag 23/2019:

• Lampiran dapat dilihat sebagai daftar positif yang berarti semua yang

tercantum dalam Lampiran adalah jenis ikan yang dapat diimpor.

Yang tidak tercantum berarti tidak dapat diimpor sesuai ketentuan

Permendag 23/2019.

Page 96: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 86

• Lampiran dapat dilihat sebagai daftar negative yang berarti semua

yang tercantum dalam Lampiran adalah jenis ikan yang dibatasi

impornya. Yang tidak tercantum, dapat diimpor tanpa harus mengikuti

ketentuan Permendag 23/2019.

• Untuk menghindarkan interpretasi yang berbeda tersebut,

rekomendasi pemangku kepentingan adalah memberikan kepastian

berupa penambahan penjelasan dalam Permendag 23/2019.

Terbukanya interpretasi terhadap Lampiran ini juga dikarenakan daftar

jenis ikan yang ada dalam lampiran Permendag tidak hanya mencakup ikan

yang diproduksi oleh nelayan di Indonesia yang karenanya cukup layak

dibatasi tetapi juga mencakup ikan berharga mahal yang tidak diproduksi di

Indonesia seperti salmon, trout, seabass, dan lain-lain. Salah seorang peserta

FGD mempertanyakan kenapa jenis-jenis ikan tersebut dibebaskan impornya.

Dalam FGD yang lain, Kemendag mengatakan bahwa daftar tersebut

merupakan usulan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tidak diperoleh

keterangan lebih jauh alasan masuknya ikan-ikan berharga mahal yang tidak

diproduksi di Indonesia.

Secara umum, para importir yang hadir dalam FGD sepakat bahwa

dibandingkan dengan peraturan menteri sebelumnya baik Permen KP

74/2016 maupun Permendag 66/2018, Permendag 23/2019 telah dirasakan

cukup akomodatif dalam mempermudah prosedur termasuk perijinan impor

hasil perikanan terutama untuk ketersediaan bahan baku atau bahan

penolong untuk industri. Hal ini terutama terkait dengan telah dicabutnya

laporan surveyor serta keharusan adanya tempat penyimpanan dan

transportasi berpendingin dalam Permendag 23/2019.

Kesimpulan atas Dampak terhadap Ketersediaan Bahan Baku/Penolong

untuk Industri:

Dampak dari Permendag 23/2019 terhadap ketersediaan bahan

baku/penolong untuk industri dapat dikatakan positif atau memberi manfaat

karena alasan berikut:

• Prosedur lebih jelas dan sederhana: misalnya sekarang cukup dengan

Nomor Identitas Berusaha, tidak lagi memerlukan kepemilikan cold

storage dan transportasi berpendingin

Page 97: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 87

• Prosedur tidak lagi memerlukan biaya tambahan dengan

dihapuskannya Laporan Surveyor

• Catatan: ada ketidakpastian akibat terbukanya penafsiran terhadap

“Lampiran Jenis-jenis Komoditas Perikanan yang Dibatasi Impornya”.

Ini bisa berdampak bagi para importir itu sendiri dan juga bisa menjadi

persoalan bagi negara anggota WTO.

5.1.4.3. Dampak terhadap Pertumbuhan Sektor Perikanan

Analisis didasarkan pada dampak dari Permendag 23/2019 terhadap

pertumbuhan sektor perikanan. Untuk itu, kajian ini akan menggunakan

analisis SWOT dari BAPPENAS terhadap industrialisasi perikanan untuk

melihat faktor-faktor mana dari analisis SWOT tersebut yang akan terdampak

dengan berlakukan Permendag 23/2019.

Dari analisis tersebut ada beberapa faktor yang relevan dengan

analisis biaya dan manfaat atas Permendag 23/2019:

1. Memanfaatkan kekuatan (Strengths) pasar domestik yang besar

Melalui peraturan impor yang lebih mudah seperti dijelaskan

sebelumnya, Permendag 23/2019 membantu berkembangnya pasar

domestik sebagai salah satu kekuatan dari industrialiasi sektor

perikanan. Konsumsi ikan per kapita rata-rata dunia pada tahun 2016

Page 98: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 88

menurut FAO adalah 20kg, lebih rendah daripada perkiraan KKP

untuk konsumsi ikan per kapita Indonesia sebesar 43kg. Tahun 2018,

konsumsi per kapita menurut KKP mencapai 50 kg dan 2019

mencapai 54,5kg. Bagaimana memenuhi kebutuhan ini?

Pertumbuhan Perikanan Tangkap

vs Budidaya

Sumber: KKP, Perikanan Budidaya

Termasuk Rumput Laut

Trend Perikanan Tangkap &

Budidaya Dunia

Sumber: FAO, 2018

Trend yang ada saat ini baik di Indonesia maupun di dunia,

menunjukkan bahwa perikanan budidaya akan semakin meningkat

dibanding

perikanan

tangkap.

Menurut FAO,

pada tingkat

dunia, hasil ikan

tangkap tidak

lagi mencukupi kebutuhan konsumsi ikan dunia. Bahkan diperkirakan,

proporsi ikan hasil budidaya terhadap total produksi ikan akan lebih

besar daripada ikan tangkap. Trend yang sama diperkirakan juga

terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, meskipun kebijakan

penangkapan ikan ilegal oleh kapal asing di perairan Indonesia

membantu dalam hal menjaga ketersediaan ikan, kebijakan ini belum

mencukupi untuk menjaga tercukupinya ketersediaan ikan.

Diperlukan kebijakan untuk membantu perikanan budidaya melalui

Page 99: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 89

ketersediaan pakan ikan. Jika dilihat dari data KKP, impor terbesar

saat ini adalah pellet/pakan untuk perikanan budidaya. Peraturan

yang membantu pelaku untuk dapat dengan mudah mengimpor pellet

akan membantu memanfaatkan pasar domestik untuk perikanan dan

peternakan.

2. Memanfaatkan peluang (Opportunities) kebutuhan konsumsi dunia

yang meningkat

Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi

dunia, ekspor perlu ditingkatkan. Saat ini

Indonesia berada di urutan ke-11 negara

pengekspor ikan terbesar di dunia

menurut FAO (disusun kembali oleh

Statistia.com). Menurut pelaku impor

peserta FGD, sekitar 50-75% perikanan

yang mereka impor adalah untuk

diekspor kembali. Hal ini berarti peluang untuk memenuhi kebutuhan

pasar konsumsi dunia terbuka melalui ekspor hasil perikanan

meskipun untuk itu ada bahan baku/penolong yang harus diimpor.

Tata cara impor untuk keperluan bahan baku atau bahan penolong

harus semakin dipermudah. Salah satunya adalah melalui

Permendag 23/2019. Demikian juga jika dilihat dari kecenderungan

yang terjadi saat ini di mana konsumsi ikan akan semakin tergantung

pada perikanan hasil budidaya, tata cara impor seperti pelet ikan

seharusnya juga menjadi semakin mudah.

3. Mengatasi kelemahan (Weaknesses) keterbatasan sumber bahan

baku saat musim paceklik

Penjelasan yang sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

terkait pemanfaatan peluang yaitu terkait dengan semakin mudahnya

impor untuk bahan baku/bahan penolong. Selain itu, faktor lainnya

terkait keterbatasan sumber bahan baku adalah karakteristik

perikanan tangkap Indonesia yang memiliki jenis ikan yang beragam

namun jumlah per jenis tidak banyak. Wakil Ketua Umum Kamar

Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan Benny

Page 100: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 90

Soetrisno menyebut terjadi gejala deindustrialisasi di industri

perikanan dengan matinya sejumlah industri perikanan akibat adanya

kekurangan pasokan ikan. Pemerintah dinilai punya andil terjadinya

hal tersebut. "Jadi Industrinya ada, ikannya ada tapi enggak boleh

ditangkap, impor juga enggak boleh, jadi industrinya mati," demikian

Benny. Kurangnya bahan baku untuk industri termasuk untuk

diekspor kembali juga dikeluhkan oleh daerah.

4. Mengatasi ancaman (Threats) persyaratan ekspor yang semakin

ketat

Persyaratan ekspor yang semakin ketat terutama terkait dengan

kualitas bahan baku ekspor. Ketersediaan bahan baku atau bahan

penolong yang sesuai dengan prasyarat ekspor menjadi semakin

penting. Salah satu cara adalah dengan melalui impor bahan

baku/penolong yang diatur oleh Permendag 23/2019.

Kesimpulan atas Dampak terhadap Pertumbuhan Sektor Perikanan:

• Permendag 23/2019 menjadi cukup relevan dengan pertumbuhan

sector perikanan secara keseluruhan melalui pemanfaatan kekuatan

(pasar domestik yang besar), pemanfaatan peluang (kebutuhan

konsumsi dunia yang meningkat), upaya mengatasi kelemahan

(keterbatasan sumber bahan baku saat musim paceklik) dan upaya

mengatasi ancaman (persyaratan ekspor yang semakin ketat).

5.1.4.4. Dampak terhadap Neraca Perdagangan

Analisis dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan impor

dengan pertumbuhan ekspor selama 2018 – 2019 yaitu periode sebelum dan

setelah Permendag 23/2019. Namun demikian, data yang ada cukup terbatas

(sampai dengan Semester 1 2019 sejak diberlakukan 2018 untuk Permendag

66/2018 atau awal 2019 untuk Permendag 23/2019) sementara dampak dari

peraturan ini mungkin harus diamati dalam periode yang lebih panjang

daripada 1 tahun.

Volume impor berdasarkan data Kemendag sebesar 147 ribu ton pada

tahun 2018 hanya sekitar 2% dari total volume total produksi ikan untuk

konsumsi Indonesia sebesar 7,6 juta ton. Data dari KKP mengenai impor

hasil perikanan dari 2012 – 2017, yang memasukkan tepung ikan – pellet dan

Page 101: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 91

lemak minyak, menunjukkan nilai impor pada tahun 2017 yang mencapai USD

433 juta yang juga masih

terbilang kecil. Direktur

Jenderal Penguatan Daya

Saing Produk Kelautan dan

Perikanan Rifky Effendi

Hardijanto menjelaskan nilai

impor ikan di Indonesia sangat

kecil dibandingkan neraca

perdagangan ikan di Indonesia sebesar USD 2 miliar. Komponen impor

terbesar berdasarkan data KKP adalah tepung ikan dan makarel yang

mencapai 50% dari total nilai impor.

Jika dilihat dari peruntukan impornya, hingga April 2016, IPHP (Ijin

Pemasukan Hasil Perikanan) telah diberikan kepada 167 perusahaan

importer, yaitu industri pengalengan (27,25 persen), re-ekspor (45,33 persen),

pemindangan (17,66 persen), fortifikasi (0,41 persen), horeka dan pasar

modern (6,46 persen), dan umpan (2,90 persen)84. Ini menunjukkan hampir

50% impor adalah untuk diekspor kembali. Menteri Kelautan dan Perikanan

Susi Pudjiastuti menyebutkan neraca perdagangan perikanan Indonesia

berada di posisi nomor satu di Asean. Untuk tahun 2018 – 2019, setelah

Permendag 23/2019 atau Permendag 66/2018 diberlakukan, ekspor

84 Tempo, 8 Juni, 2016, Ghoida Rahma https://bisnis.tempo.co/read/777714/10-jenis-ikan-yang-paling-banyak-diimpor-indonesia Diakses pada 20 Mei, 2019

Page 102: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 92

perikanan masih tetap lebih tinggi dibandingkan impor perikanan. Terjadi

peningkatan nilai impor dari semester I 2018 sebesar 68% menjadi Rp 5,36

trilyun pada semester I 2019, walaupun secara jumlah menurun. Nilai export

juga meningkat sebesar 24% dari semester I 2018 menjadi Rp 40,57 trilyun

pada S1 2019. Komposisi impor terhadap ekspor meningkat dari 10% di

semester I 2018 menjadi 13% di semester I 2019. Namun demikian, terkait

dengan neraca perdagangan, dengan jumlah impor yang relatif kecil, neraca

perdagangan hasil perikanan tetap cukup positif di mana nilai ekspor lebih

tinggi daripada impor.

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan

Namun pelaku usaha memiliki pandangan yang berbeda. Kinerja

berdasarkan neraca perdagangan tersebut dinilai disebabkan oleh minimnya

impor dan juga minimnya penambahan nilai untuk ekspor. Menurut Thomas

Darmawan, Ketua Bidang Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),

kinerja neraca perdagangan Indonesia memang lebih tinggi secara

presentase dibandingkan neraca dagang perikanan China yang memiliki

komposisi 33% impor berbanding ekspornya. Begitu juga dengan Thailand

yang 30% neraca dagang ikannya diisi impor. Tapi kinerja ekspor kedua

negara tersebut di atas Indonesia karena menggenjot sektor pengolahan

ikannya. Menurut Thomas, negara-negara tersebut mengimpor bahan baku

untuk diolah dan diekspor kembali. Sementara di Indonesia impor kecil tapi

pabriknya kurang bahan baku dan ekspor tidak dimaksimalkan. Ini sejalan

dengan data FAO, meskipun menjadi negara produsen ikan tangkap terbesar

Impor (2018, ton, KKP) diluar tepung ikan: • Makarel • Tuna • Sarden • Cakalang • Kembung

Ekspor (2018, USD milyar, KKP): • Udang ($1,7) • Tuna ($0,5) • Kepiting ($0,4) • Cumi-cumi ($0,39) • Rumput laut ($0,2)

Page 103: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 93

kedua di dunia, Indonesia tidak masuk dalam 10 negara pengekspor ikan

terbesar.

Kesimpulan atas Dampak terhadap Neraca Perdagangan:

• Komponen impor terbesar adalah tepung pellet dan makarel yang

mencakup 50% nilai impor. Tepung pellet digunakan untuk industri

pakan. Kedua produk tersebut adalah untuk kebutuhan industri.

• Terjadi peningkatan impor selama semester I 2019. Salah satu

penyebabnya adalah terjadinya kemudahan impor dari Permen

23/2019. Menurut peserta FGD, banyak Persetujuan Impor yang tidak

terealisir di tahun 2018 yang salah satunya disebabkan oleh transisi

dari perubahan Permen KKP 74/2016 ke Permendag 66/2018 dan

Permendag 23/2019.

• Ada keterkaitan impor dengan ekspor perikanan. Menurut peserta

FGD, sekitar 50-75% impor bahan baku / penolong diolah untuk

diekspor kembali. Namun prosentase impor terhadap export

meningkat pada S1 2018 dibanding S1 2019 dari 10% menjadi 13%.

Diperlukan analisis lebih lanjut untuk melihat penuruan prosentase ini.

• Meskipun neraca perdagangan perikanan menjadi lebih kecil dibanding

tahun sebelumnya karena peningkatan impor yang lebih besar

daripada peningkatan ekspor, secara umum neraca perdagangan

perikanan masih positif.

5.1.4.5. Dampak terhadap Risiko Gugatan di WTO

Analisis didasarkan pada risiko terjadinya gugatan oleh negara-negara

yang menjadi asal impor hasil perikanan yang didasarkan pada analisis

terhadap kesesuaian ketentuan dalam Permendag 23/2019 dengan measures

WTO. Selain itu, pengalaman Indonesia sebagai anggota WTO dalam

menghadapi gugatan dari negara-negara lain dan pandangan dari peserta

FGD (Biro Advokasi Perdagangan - Kemendag) menjadi faktor yang

dipertimbangkan dalam analisis.

Apa saja hal-hal yang biasanya digugat? Salah satu contoh gugatan

baru-baru ini misalnya dalam sengketa impor sapi dan holtikultura dengan

Amerika Serikat dan Selandia Baru. Semua gugatan (18 measures)

Page 104: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 94

dinyatakan tidak konsisten dengan aturan dan prinsip WTO serta kewajiban

sebagai anggota WTO, antara lain:

• Terkait ketentuan penetapan kuota dan skema perijinan impor yang

tidak otomatis (non-automatic) dan dikelola secara “tidak seragam,

tidak imparsial dan berlaku secara tidak konsisten dan tidak dapat

diprediksi”.

• Gagal mempublikasi informasi yang relevan termasuk detail

menyeluruh dari kuota agar pelaku pasar memahami dan terbiasa

dengan sistem kuota.

• Prosedur yang harus dilakukan sebelum melakukan impor dinyatakan

sebagai upaya pembatasan perdagangan dan mengakibatkan distorsi

serta menjadi beban administrasi yang tidak perlu yang diterapkan

secara tidak konsisten dan berubah-ubah (tidak dapat diprediksi).

• Penetapan harga minimum dan ketentuan bahwa impor boleh

dilakukan hanya pada bulan-bulan tertentu

Berdasarkan hal tersebut, dalam proses RIA yang dilakukan terhadap

Permendag 66/2018 atau Permendag 23/2019, ketentuan dalam Permendag

66/2018 yang dipandang berisiko untuk digugat tetapi sudah dicabut dalam

Permendag 23/2019:

• Perlunya Laporan Surveyor dipandang menimbulkan “beban

administrasi yang tidak perlu”

• Adanya kepemilikan cold storage (gudang) dan transportasi

berpendingin dipandang menimbulkan “beban administrasi yang

tidak perlu” karena tidak semua importer (misalnya tepung ikan)

memerlukan gudang dan transportasi berpendingin. Selain itu,

sebenarnya hal ini sudah diatur dalam peraturan lain.

Sementara itu, ketentuan dalam Permendag 23/2019 yang masih mungkin

berisiko untuk digugat, meskipun dirasakan risikonya cukup kecil:

• Penentuan kuota impor melalui Rapat Koordinasi Terbatas:

• “to discourage the use of quotas and other measures used to set

limits on quantities of imports”

• Lampiran “Jenis-jenis Komoditas Perikanan Yang Dibatasi Impornya”

yang dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda:

Page 105: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 95

• “to make countries’ trade rules as clear and public (“transparent”)

as possible”

Untuk menilai risiko munculnya gugatan, perlu diperhatikan bahwa

umumnya gugatan dilakukan oleh negara yang memiliki volume dan nilai

ekspor cukup signifikan ke Indonesia. Untuk sektor perikanan, negara asal

impor utama adalah Oman, Cina, Jepang dan Pakistan. Kecil kemungkinan

gugatan berasal dari Cina karena sebagai negara pengekspor hasil perikanan

terbesar di dunia, nilai ekspor ke Indonesia terbilang sangat kecil dibanding

total ekspor Cina secara keseluruhan.

Kesimpulan atas Dampak terhadap Risiko Gugatan di WTO:

• Beberapa risiko gugatan dari Permendag 68/2018 yang sudah dicabut

oleh Permendag 23/2019:

• Laporan Surveyor

• Pemilikan gudang dan transportasi berpendingin

• Beberapa risiko gugatan dari Permendag 23/2019 yang mungkin

masih ada:

• Penentuan jumlah impor dalam Rapat Koordinasi Terbatas

“to discourage the use of quotas and other measures used to set

limits on quantities of imports”

• Lampiran “Jenis-jenis Komoditas Perikanan Yang Dibatasi

Impornya” dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda “to

make countries’ trade rules as clear and public (“transparent”) as

possible”

• Jika dilihat dari negara asal impor terbesar (Oman, Cina, Jepang dan

Pakistan) dan mempertimbangkan jumlah impor Indonesia yang masih

kecil, risiko gugatan dari negara-negara ini mungkin kecil.

• Risiko gugatan di WTO menjadi lebih kecil setelah Permendag 66/2018

diganti dengan Permendag 23/2019

5.1.4.6. Dampak terhadap Ketahanan Pangan

Ketahanan Pangan, berdasarkan definisi Badan Ketahanan Pangan

(BKP) Kementerian Pertanian, adalah suatu kondisi terpenuhinya pasokan

Page 106: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 96

pangan bagi negara sampai dengan perseorangan untuk dapat hidup sehat,

aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Untuk keperluan kajian ini, analisis

didasarkan pada hasil perikanan sebagai sumber pangan yang tersedia dan

terjangkau dengan melihat inflasi sebagai proxy dari ketersediaan dan

keterjangkauan.

Pada awal tahun 2014 untuk pertama kalinya, dua komoditas perikanan

yaitu ikan tongkol dan ikan bandeng justru memberikan andil terhadap inflasi

sebesar 0,05% (sumber : m.liputan6.com, 2014). Kedua komoditas ini

terutama komoditas bandeng menjadi salah satu produk pangan yang

dianggap penting dan strategis di kalangan masyarakat luas. Ikan bandeng

menjadi satu-satunya komoditas perikanan selain ikan tongkol/cakalang yang

masuk kategori barang pokok dan barang penting bersama beras, kedelai

bahan baku tempe, cabai, bawang merah, gula, minyak goreng, tepung terigu,

daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras dalam Perpres Nomor 71

Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok

dan Barang Penting. Perpres ini mengisyaratkan tanggung jawab dalam

mendorong sub sektor perikanan budidaya untuk turut berperan dalam

menjamin suplai dan kestabilan pasokan bahan pangan bagi masyarakat.

Jika dilihat dari inflasi, harga ikan menjadi penyumbang inflasi yang

cukup signifikan di tahun 2019:

• Pada bulan Januari 2019 dengan inflasi 0,32%, ikan segar (0,06%)

menjadi penyumbang inflasi terbesar ke-2 setelah beras (0,04%).

• Pada bulan Juni 2019 dengan inflasi 0,55%, ikan segar (0,05%)

menjadi penyumbang inflasi terbesar ke-2 setelah cabai merah

(0,2%).

Page 107: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 97

• Di daerah terpencil seperti misalnya di Sorong di Papua Barat dan

Kotawaringin Timur di Kalimantan Barat, ikan juga menjadi

penyumbang inflasi yang cukup besar, ke-2 dan ke-3 terbesar.

• Perlu dicatat bahwa harga ikan bersifat musiman karena dipengaruhi

cuaca.

Namun demikian, meskipun kontribusi perikanan terhadap inflasi

meningkat, secara keseluruhan tingkat inflasi Indonesia sendiri selama 3

tahun terakhir cukup rendah dan terkendali pada kisaran 3%.

Kesimpulan atas Dampak terhadap Ketahanan Pangan:

• Dengan konsumsi ikan yang semakin meningkat (50kg perkapita di

2018), ikan menjadi sumber protein yang semakin penting meskipun

belum menggantikan ayam sebagai sumber utama yang terjangkau

dan tersedia secara mudah.

• Kontribusi harga ikan terhadap inflasi juga meningkat. Namun

demikian, mengingat angka inflasi Indonesia selama 3 tahun terakhir

cukup terkendali pada kisaran 3%, kontribusi harga ikan terhadap

ketahanan pangan tidak terlalu signifikan.

• Impor perikanan yang didominasi oleh tepung ikan dan makarel,

bukan menjadi konsumsi utama masyarakat Indonesia.

• Dengan jumlah impor yang di bawah 5%, dampaknya terhadap

ketahanan pangan juga tidak terlalu besar.

Page 108: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 98

5.1.5. Pemilihan Kebijakan

Berdasarkan analisis atas manfaat dan biaya terhadap masing-masing

factor yang mempengaruhi, berikut adalah table yang merangkum kesimpulan

dari hasil analisis tersebut:

Oleh karena itu, berdasarkan analisis manfaat dan biaya tersebut,

alternative tindakan yang direkomendasikan adalah alternative tindakan ke-2

yaitu merevisi Permendag No. 23/2019 dengan pertimbangan bahwa:

1. Perbandingan dampak manfaat dan biaya:

Page 109: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 99

a. Ada 2 dampak yang manfaatnya lebih besar dibanding biayanya

yaitu faktor ketersediaan bahan baku/penolong dan pertumbuhan

sector perikanan

b. Ada 2 dampak yang bersifat netral yaitu factor perlindungan atau

pemberdayaan nelayan/pembudidaya ikan dan ketahanan

pangan

c. Ada 2 dampak yang biaya atau risikonya lebih besar daripada

manfaatnya yaitu faktor neraca perdagangan dan risiko gugatan

di WTO.

2. Terkait dengan 2 dampak yang biaya atau risikonya lebih besar:

a. Kenaikan impor pada neraca perdagangan:

Meskipun laju impor lebih besar daripada laju ekspor selama

periode 2018 - 2019, neraca perdagangan dari sektor

perikanan masih tetap positif atau dengan kata lain ekspor

tetap lebih besar daripada impor ikan.

Selain itu, masih dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk

mengamati pengaruh atau dampak Permendag 23/2019

terhadap neraca perdagangan karena sebagian besar impor

adalah untuk diekspor kembali.

b. Risiko gugatan di WTO:

Temuan dari Kajian menunjukkan bahwa ada risiko gugatan

muncul karena adanya kebijakan pembatasan kuota melalui

rapat koordinasi terbatas (rakortas) dan unsur ketidakpastian

akibat interpretasi dari lampiran:

­ Penentuan jumlah impor dalam Rapat Koordinasi

Terbatas “to discourage the use of quotas and other

measures used to set limits on quantities of imports”

­ Lampiran “Jenis-jenis Komoditas Perikanan Yang

Dibatasi Impornya” dapat menimbulkan interpretasi yang

berbeda “to make countries’ trade rules as clear and

public (“transparent”) as possible”

Namun, kemungkinan gugatan diajukanakan bergantung

pada seberapa signifikan atau seberapa besar nilai ekspor

Page 110: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 100

dari negara asal impor dibandingkan total impor negara

tersebut.

Sebagai catatan, berdasarkan focus group discussions dan pertemuan

yang dilakukan dengan para pemangku kepentingan, sebenarnya ada

beberapa masukan lainnya terhadap Permendag No. 66/2018. Namun usulan

ini sebagian besar ternyata telah diakomodir dalam Permendag 23/2019.

Revisi yang dilakukan terutama terkait mengenai Laporan Surveyor yang

dalam Permendag 66/2018 harus dipenuhi oleh pengimpor. Dalam

Permendag 23/2019, pengimpor tidak lagi perlu melakukan Laporan Surveyor.

Revisi ini berdasarkan masukan dari pelaku industri yang disampaikan kepada

Kemendag sebagaimana juga telah disampaikan kepada tim Kajian.

5.1.6. Strategi Implementasi

Untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil kajian ini, BPPP Kementerian

Perdagangan akan melakukan hal-hal berikut:

a. Mengirimkan hasil kajian dan rekomendasi kepada pihak terkait dalam

Kementerian Perdanganan seperti Biro Perdagangan Luar Negeri, Biro

Hukum dan pihak-pihak terkait lainnya dalam Kementerian

Perdagangan.

b. Memonitor proses selanjutnya terkait rekomendasi.

Beberapa hal yang masih perlu dimitigasi adalah:

a. Ketersediaan data terkait estimasi biaya yang dikeluarkan dalam

menghadapi gugatan di WTO;

b. Data dari besarnya ekspor ikan ke Indonesia dari Negara-negara asal

impor untuk melihat seberapa signifikan ekspor ikan ke Indonesia

dibandingkan total ekspor mereka.

c. Monitoring terhadap dampak yang belum tercermin dalam kurun waktu

yang pendek seperti dampak terhadap neraca perdagangan karena

sebagian besar impor adalah untuk diekspor kembali.

Page 111: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 101

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan

Hasil Analisis Dampak Kebijakan atau Regulatory Impact Assessment

(RIA) terhadap Permendag 23/2019 menunjukkan kesimpulan sebagai

berikut:

1. Efektivitas Permendag 23/2019 dalam menjawab akar permasalahan dan

mencapai tujuan penerbitan Permendag itu sendiri:

a. Permendag 23/2019 yang merevisi Permendag 66/2018 dan

sebelumnya Permen Kelauan dan Perikanan 74/2016 dipandang

telah memberikan kemudahan untuk melakukan impor untuk

menjamin ketersediaan bahan baku/penolong industri sesuai dengan

tujuan yang diamanatkan oleh PP 9/2018.

b. Permendag 23/2019 tidak menganggu perlindungan dan

pemberdayaan terhadap nelayan atau pembudidaya ikan sesuai

dengan tujuan yang diamanatkan oleh PP 9/2018.

c. Permendag meningkatkan kemudahan berusaha dan mengurangi

ketidakpastian berusaha sesuai Paket Kebijakan Ekonomi yang

mewarnai kebijakan impor dari sektor-sektor lain.

2. Potensi gugatan dari negara anggota WTO terkait dengan aturan dan

ketentuan WTO, Permendag 23/2019 telah mengurangi risiko gugatan

dari Negara lain dibandingkan aturan sebelumnya namun masih terdapat

beberapa risiko untuk digugat.

6.2. Rekomendasi

Oleh karena itu rekomendasi dari Kajian ini berdasarkan Analisis

Dampak Kebijakan (RIA) adalah merevisi Permendag 23/2019 karena

meskipun Permendag 23/2019 telah cukup efektif dan efisien dalam

menjawab akar permasalahan dan tujuan dari penerbitan Permendag

tersebut, dampak berupa biaya masih lebih besar daripada manfaatnya:

1. Neraca perdagangan:

Page 112: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 102

a. Terjadi kenaikan impor pada neraca perdagangan perikanan selama

periode 2019 jika dibandingkan dengan 2018.

b. Namun demikian, meski laju impor lebih besar daripada laju ekspor

selama periode 2018 - 2019, neraca perdagangan dari sektor

perikanan masih tetap positif atau dengan kata lain ekspor tetap lebih

besar daripada impor ikan.

2. Risiko gugatan di WTO:

a. Temuan dari Kajian menunjukkan bahwa ada risiko gugatan muncul

karena adanya kebijakan pembatasan kuota melalui rapat koordinasi

terbatas (rakortas) dan unsur ketidakpastian akibat interpretasi dari

lampiran:

Penentuan jumlah impor dalam Rapat Koordinasi Terbatas “to

discourage the use of quotas and other measures used to set limits

on quantities of imports”

Lampiran “Jenis-jenis Komoditas Perikanan Yang Dibatasi

Impornya” dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda “to

make countries’ trade rules as clear and public (“transparent”) as

possible”

b. Namun, kemungkinan gugatan diajukan akan bergantung pada

seberapa signifikan atau seberapa besar nilai ekspor dari negara asal

impor dibandingkan total impor negara tersebut.

Page 113: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 103

DAFTAR PUSTAKA

Alvarez-Jimenez, Alberto. 2017. The International Law Gaze, Indonesia

Import Licenses Regimes (New Zealand). New Zealand Law Journal.

July 201. Diunduh dari https://hdl.handle.net/10289/11279 pada 13

Maret, 2019

Australian Government - Department of the Prime Minister and Cabinet

Office of Best Practice Regulation. 2016. Guidance Note - Risk Analysis

in Regulation Impact Statement.

Bappenas. 2011. Kajian Ringkas Pengembangan dan Implementasi Metode

Regulatory Impact Analysis (RIA) Untuk Menilai Kebijakan (Peraturan

dan Non Peraturan) di Kementerian PPN/Bappenas.

BAPPENAS. 2016. Kajian Strategis Industrialisasi Perikanan Untuk

Mendukung Pembangunan Ekonomi Wilayah

FAO. 2018. The State of World Fishery and Aquaculture. Roma.

http://ginsijateng.com/2015/12/28/paket-deregulasi-debirokratisasi-bidang-

perdagangan/ (21 Juli, 2019)

https://bisnis.tempo.co/read/777714/10-jenis-ikan-yang-paling-banyak-

diimpor-indonesia

https://ekonomi.bisnis.com/read/20160608/12/555815/impor-ikan-167-

peruswahaan-kantongi-izin (19 Juli, 2019)

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4229342/70-wilayahnya-

lautan-kok-indonesia-masih-impor-ikan/2

https://www.indopremier.com/ipotnews/newsDetail.php?jdl=Kemendag_Kesu

litan_Proses_32_Permendag_Dalam_Paket_Kebijakan_Ekonomi_I&ne

ws_id=56402&group_news=IPOTNEWS&news_date=&taging_subtype

=INDONESIA&name=&search=y_general&q=INDONESIA,&halaman=1

https://www.kiara.or.id/impor-ikan-dibuka-meluas-industri-kekurangan-

bahan-baku/ (13 Juli, 2019)

https://www.mongabay.co.id/2019/01/21/mengapa-penangkapan-tuna-

masih-didominasi-nelayan-skala-kecil/

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2018. Kinerja 4 Tahun Pemerintahan

Jokowi – JK Sektor Kelautan dan Perikanan

Page 114: LAPORAN AKHIR KAJIAN KESESUAIAN KEBIJAKAN IMPOR …

Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 104

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2018. Peraturan Menteri No. 74

Tahun 2016 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan yang Masuk ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2018. Produktivitas Perikanan

Indonesia pada Forum Merdeka Barat 9,

Kementerian Perdagangan. 2018. Peraturan Menteri No. 66 Tahun 2018

tentang Ketentuan Impor Hasil Perikanan

Kementerian Perdagangan. 2019. Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2019

tentang Ketentuan Impor Hasil Perikanan

OECD. 2008. Introductory Handbook for Undertaking Regulatory Impact

Analysis.

Republik Indonesia. 2018. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2018 tentang

Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas

Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri

World Bank. 2019. Global Indicators of Regulatory Governance: Worldwide

Practices of Regulatory Impact Assessments. Diunduh dari

https://rulemaking.worldbank.org/ pada 10 Maret, 2019