laporan

44
I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. S Usia : 34 tahun Jenis kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Wiraswasta Agama : Islam Alamat : Kp. Pangerangan No.21 B Tanggal masuk : 20-3-2012 II. AUTOANAMNESIS Keluhan Utama : Demam 5 hari SMRS. Keluhan Tambahan : Pusing, sakit kepala, pegal- pegal, nyeri uluhati, mual & muntah. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan demam 5 hari SMRS. Demam yang dirasakan timbul mendadak setelah minum obat demam turun, kemudian naik lagi. Pasien juga mengeluhkan pusing & sakit kepala. Pusing dirasakan seperti terputar-putar. Sakit kepala dirasakan seperti tertusuk-tusuk terutama bagian depan & belakang. Seluruh tubuh terasa pegal-pegal. 2 hari

Upload: chu-datsu

Post on 08-Jul-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dhf

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Usia : 34 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Alamat : Kp. Pangerangan No.21 B

Tanggal masuk : 20-3-2012

II. AUTOANAMNESIS

Keluhan Utama : Demam 5 hari SMRS.

Keluhan Tambahan : Pusing, sakit kepala, pegal-pegal, nyeri uluhati,

mual & muntah.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan demam 5 hari SMRS. Demam yang

dirasakan timbul mendadak setelah minum obat demam turun, kemudian naik

lagi. Pasien juga mengeluhkan pusing & sakit kepala. Pusing dirasakan seperti

terputar-putar. Sakit kepala dirasakan seperti tertusuk-tusuk terutama bagian

depan & belakang. Seluruh tubuh terasa pegal-pegal. 2 hari SMRS pasien

merasakan meriang (keringat dingin). Nyeri uluhati, mual & muntah dirasakan

juga oleh pasien. 1 hari SMRS pasien muntah sebanyak 2 x, berisi cairan yang

dimakan. Selama pasien sakit, nafsu makan menurun. Keluhan BAB & BAK

tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini.

Page 2: Laporan

Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (-), Penyakit Jantung (-), Typhoid (-), Asma

(-), Malaria (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (-), Penyakit Jantung (-), Typhoid (-),

Asma (-), Malaria (-).

Riwayat Pengobatan

Pasien biasanya mengkonsumsi obat penurun panas (Paracetamol).

Riwayat Alergi

Pasien tidak mempunyai alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan

Riwayat Psikososial

Pasien sehari-hari bekerja di sebuah perusahaan swasta. Pola makan

pasien tidak teratur, kadang 2 atau 3 kali sehari. Merokok (-), Minum alkohol

(-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : TD : 110/70 mmHg ; Nadi : 85 x/menit

Suhu : 38,90C ; Pernafasan : 21 x/menit

Berat Badan : 56 kg

Tinggi Badan : 162 cm

Status Generalis

Kepala : Normochepal

Rambut : Lurus hitam tidak rontok

Page 3: Laporan

Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), Sklera ikterik (-)/(-), Cekung

(-)/(-)

Hidung : Normotia, sekret (-)

Telinga : Normal, serumen (-)/(-)

Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah kotor (-), faring hiperemis

(-), tonsil T1-T1

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar Tiroid (-)

Dada

◦ Inspeksi : Simetris, retraksi intercostae (-), tidak tampak

adanya bagian dada yang tertinggal saat

inspirasi

◦ Palpasi : Tidak ada bagian dada yang tertinggal

◦ Perkusi : Paru kanan sonor menjadi pekak pada ics 9

◦ Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-)/(-), wheezing (-)/(-)

Jantung

◦ Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

◦ Palpasi : Ictus cordis teraba pada ics 6

◦ Perkusi : - Batas kanan jantung pada linea parasternal

dekstra

- Batas kiri jantung pada linea midclavicula

sinistra

- Batas paru jantung setinggi ICS 4

◦ Auskultasi : Bunyi Jantung I & II murni, mur-mur (-),gallop (-)

Abdomen

◦ Inspeksi : Datar, distensi abdomen (-)

◦ Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+), Spleenomegali (-)

hepatomegali (-)

◦ Perkusi : Timpani di ke empat kuadran abdomen

◦ Auskultasi : Bising usus (+)

Page 4: Laporan

Ekstremitas Atas : Petekie (+)

◦ Akral : Hangat

◦ Edema : (-)

◦ RCT : < 2 detik

Ekstremitas Bawah : Ras konvaklesense (+)

◦ Akral : Hangat

◦ Edema : (-)

◦ RCT : < 2 detik

◦ Nadi kaki : Pulsasi Kuat

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab. (20-3-2012) Nilai

Hemoglobulin 18,5 g/dL

Hematokrit 53 %

Leukosit 7,44 /mm3

Trombosit 11.000 /mm3

Lab. (21-3-2012) Nilai

Hemoglobulin 16,5 g/dL

Hematokrit 48 %

Leukosit 7,30 /mm3

Trombosit 36.000 /mm3

Lab. (22-3-2012) Nilai

Hemoglobulin 14,7 g/dL

Hematokrit 43 %

Leukosit 8,68 /mm3

Trombosit 18.000 /mm3

Page 5: Laporan

Lab. (23-3-2012) Nilai

Hemoglobulin 14,4 g/dL

Hematokrit 43 %

Leukosit 6.40 / mm3

Trombosit 28.000/mm3

Lab. (24-3-2012) Nilai

Hemoglobulin 11,5 g/dL

Hematokrit 33,5 %

Leukosit 4,96/ mm3

Trombosit 66.000/mm3

Lab. (25-3-2012) Nilai

Hemoglobulin 12,2 g/dL

Hematokrit 42 %

Leukosit 5,25 / mm3

Trombosit 72.000/mm3

Lab. (26-3-2012) Nilai

Hemoglobulin 14,5 g/dL

Hematokrit 42 %

Leukosit 5,52 /mm3

Trombosit 86.000 /mm3

Page 6: Laporan

V. DAFTAR MASALAH

- Dengue Haemorrhagic Fever Tipe 2

- Demam Typhoid

VI. TERAPI

- Cek darah lengkap per 8 jam

- Cairan RL 22 tpm

- Paracetamol 3 x 500 mg

- Ranitidin 2 x 20 mg

Page 7: Laporan

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) ialah

penyakit demam akut disertai manifestasi perdarahan, trombositopenia, dan

hemokonsentrasi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di

seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di

atas permukaan air laut.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih

menimbulkan masalah kesehatan di negara sedang berkembang, khususnya Indonesia.

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan dari berbagai negara bervariasi dan

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor,

tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi

meteorologist.

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968,

akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1970. Sejak itu penyakit tersebut

menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia

kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit ini. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah

kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah

yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun.

KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19

per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar

10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun

2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,

disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman

baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya

Page 8: Laporan

vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang

bersirkulasi sepanjang tahun.

Berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan vektor telah dilakukan

Departemen Kesehatan, namun berbagai hal menjadi kendala diantaranya adalah :

kepadatan penduduk dan mobilitas penduduk antar wilayah, tingkat kepadatan nyamuk

Aedes aegypti yang masih tinggi, belum optimalnya upaya pemberantasan sarang nyamuk

dan tingkat kesadaran masyrakat yang masih rendah.

Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus.

Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat

asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien

DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa

bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain

seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan

penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan

pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang

(laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis.

Page 9: Laporan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorragic Fever (DHF) ialah penyakit

demam akut disertai manifestasi perdarahan, trombositopenia, dan hemokonsentrasi

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti

dan Aedes albopictus.

ETIOLOGI

Virus Dengue

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN-1, DEN-2, DEN-

3, dan DEN-4. Virus tersebut termasuk dalam genus flavivirus (grup Arbovirus B),

famili Flaviviridae, berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi

oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 ºC.

Di Indonesia virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 telah diisolasi dari darah

penderita. Dari hasil surveilans virologis pada DBD di Jakarta, Jogjakarta dan

Surabaya pada tahun 1995-1996, virus dengue tipe 3 berhasil diisolasi (48,6%),

disusul oleh berturut-turut virus dengue tipe 2 (28,6%), virus dengue tipe 1 (20%) dan

virus dengue tipe 4 (2,9%).

Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup

terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe

lain.Viremia berakhir 4-5 hari setelah timbulnya panas.

Vektor DBD

Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes sebagai vektor utama dengue yaitu :

1. Aedes aegypti

Paling sering ditemukan

Adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang

biak di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat

penampungan air disekitar rumah.

Page 10: Laporan

Nyamuk bewarna hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian

badannya terutama pada kakinya.

Biasanya nyamuk dewasa betina menisap darah pada pagi hari (8.00 – 10.00)

dan sore hari (15.00-17.00).

Jarak terbang 100 meter

1. Aedes albopictus

Tempat habitatnya di tempat air jernih. Biasanya disekitar rumah atau pohon-

pohon, dimana tertampung air hujan yang besih yaitu pohon pisang, pandan,

kaleng bekas, dll.

Menggigit pada waktu siang hari

Jarak terbang 50 meter

EPIDEMIOLOGI

Epidemi dengue dilaporkan pertama kali di Batavia oleh David Bylon pada tahun

1779. Penyakit ini disebut penyakit demam 5 hari yang dikenal dengan knee trouble

atau knokkel koortz. Wabah demam dengue terjadi pada tahun 1871-1873 di Zanzibar

kemudian di pantai Arab dan terus menyebar ke Samudera Hindia.

Quintoss dkk, pada tahun 1953 melaporkan kasus DBD di Manila pada anak-

anak, kemudian disusul negara-negara lain seperti Thailand dan Vietnam. Pada

dekade enam puluhan penyakit ini mulai menyebar ke negara-negara Asia Tenggara,

antara lain: Singapura, Malaysia, Srilanka dan Indonesia. Penyakit DBD hingga saat

ini terus menyebar luas di negara-negara tropis dan subtropics.

Sekitar 2,5 milyar orang (2/5 penduduk dunia) mempunyai resiko untuk terinfeksi

virus dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan

demam dengue atau demam berdarah dengue, lebih kurang 500.000 kasus setiap

tahun dirawat di rumah sakit dengan ribuan orang diantaranya meninggal dunia.

Letusan/wabah penyakit ini mempunyai dampak kerugian bidang sosial – ekonomi

sebagai dampak dari berkurangnya devisa dari sektor pariwisata.

Di Indonesia kasus demam berdarah pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya

dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang pada tahun 1968. Tahun-tahun

Page 11: Laporan

selanjutnya kasus DBD berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cenderung

meningkat. Demikian juga wilayah yang terjangkit bertambah luas.

Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan

jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-

95%). Namun, pada wabah-wabah selanjutnya, jumlah penderita yang digolongkan

usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak anak berumur

5-11 tahun. Proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun sejak tahun 1984

meningkat.

Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin penderita DBD tetapi

penyebab kematian lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki.

Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, tetapi secara garis

besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita meningkat antara bulan September

sampai Februari yang mencapai puncaknya di bulan Januari. Di daerah urban

berpenduduk padat puncak penderita ialah bulan Juni/Juli bertepatan dengan awal

musim kemarau.

Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian

kesakitan/ kematian oleh suatu penyakit menular tertentu yang bermakna secara

epidemiologis, pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Khusus pada DBD,

kriteria KLB-DBD bila terjadi peningkatan dua kali atau lebih jumlah kasus DBD

dalam suatu wilayah, dalam kurun waktu 1 minggu/1 bulan yang sama pada tahun

yang lalu.

KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19

per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar

10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun

2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).

Penyebaran DBD di beberapa propinsi di Indonesia dengan jumlah sebagai

berikut :

Tahun 1996 : Jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah kematian sebanyak

1.234 orang

Tahun 1998 : Jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian sebanyak

1.414 orang ( terjadi ledakan)

Page 12: Laporan

Tahun 1999 : Jumlah kasus 21.134 orang

Tahun 2000 : Jumlah kasus 33.443 orang

Tahun 2001 : Jumlah kasus 45.904 orang

Tahun 2002 : Jumlah kasus 40.377 orang

Tahun 2003 : Jumlah kasus 50.131 orang

Tahun 2004 : sampai tanggal 5 maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai

26.015 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang.

PATOGENESIS

Patogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversi. Dua teori

yang umum dipakai dalam menjelaskan patogenesis pada DBD dan DSS, yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis

immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan bahwa DBD dapat terjadi bila

seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat re-infeksi virus dengue

lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga

menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus antibodi) yang

tinggi.

Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue secara genetik dapat berubah

sebagai akibat dari tekanan pada seleksi sewaktu virus melakukan replikasi pada

tubuh manusia maupun nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam

genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi dan viremia, virulensi, dan

potensi terjadi wabah.

Terdapatnya kompleks virus – antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal-

hal sebagai berikut :

1. Aktivitas sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin C3a dan C5a

yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan

plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular (plasma leakage).

2. Agregasi trombosit sehingga jumlah trombosit menurun, apabila kejadian terus

berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi

sel trombosit muda dari sumsum tulang

Page 13: Laporan

3. Kerusakan sel endotel pembuluh darah yang akan merangsang/mengaktivasi

faktor pembekuan.

Ketiga faktor tersebut diatas dapat menyebabkan :

Peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mengakibatkan perembesan plasma,

hipovolemia, dan syok.

Kelainan homeostatis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan

koagulopati, sehingga mengakibatkan perdarahan hebat.

PATOFISIOLOGI

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan

gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh

badan, hiperemia di tenggorok, timbul ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada

sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar getah bening, hati dan limpa.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan beratnya penyakit dan

membedakan DD dan DBD ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena

penglepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein

yang mengakibatkan ekstravasasi cairan intravaskular. Hal ini menyebabkan

berkurangnya volume plasma sehingga terjadi hipotensi, hemokonsentrasi,

hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit

mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Pada

pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

Renjatan hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi

dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Penyebab kematian lainnya adalah perdarahan hebat, yang biasanya timbul

setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi. Perdarahan pada DBD

dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem

koagulasi.

Infeksi Virus Dengue

Page 14: Laporan

Tombositopeni

Demam Hepatomegali komplek AgAbAnoreksia komplemenMuntah Manifestasi permeabilitas

Perdarahan vaskular naik I

Dehidrasi kebocoran plasma : Hemokonsentrasi Hipoproteinemia II Efusi plura Asites

Demam dengue Derajat

Hipovolemia

DIC syok III

Perdarahan saluran Anoksia asidosis IV cerna

meninggal

Demam Berdarah Dengue derajat I-II-III-IV

Patofisiologi infeksi dengue

GAMBARAN KLINIS

Infeksi virus dengue memperlihatkan gambaran klinis yang bervariasi, dari derajat

ringan sampai berat. Infeksi dengue yang paling ringan dapat tidak menimbulkan

gejala (silent dengue infection), atau demam tanpa penyebab yang jelas

Page 15: Laporan

(undifferentiated febrile illness), diikuti oleh demam dengue (DD), dan demam

berdarah dengue (DBD). Manifestasi klinis DBD dapat berupa demam akut,

perdarahan, serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat berakibat fatal. Masa

inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.

Pada pasien DBD dapat terjadi gejala perdarahan pada hari ke-3 atau ke-5 berupa

petekie, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya

membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan beratnya penyakit. Pada

pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin,

sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki,

serta dijumpai penurunan tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi pada waktu

demam atau saat demam turun antara hari ke – 3 dan hari ke – 7 penyakit.

Infeksi virus dengue

Asimtomatik Simtomatik

Page 16: Laporan

Demam yang tak Demam dengue Demam berdarahjelas penyebabnya dengue (sindrom virus) (kebocoran plasma)

Tanpa Dengan perdarahan perdarahan

DBD tanpa DBD dengan Syok syok(DSS)

Demam dengue Demam berdarah dengue

Manifestasi infeksi virus dengue

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Darah

Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Masa pembekuan

dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisa

kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX dan X. Pada pemeriksaan

kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta hipokloremia,

SGOT/SGPT, ureum dan pH darah mungkin meningkat reserve alkali merendah.

2. Air seni

Mungkin ditemukan albuminuria ringan

3. Sumsum tulang

Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari

ke-5 dengan gangguan maturasi sedangkan hari ke-10 biasanya sudah kembali

normal untuk semua sistem.

4. Serologi

Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi

fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan atau

lebih). Ada 6 pemeriksaan serologi yang dianggap sebagai dasar yaitu :

Page 17: Laporan

Uji HI ( hemagglutination Inhibition Test = HI test)

Uji ini merupakan uji yang paling sering dipakai secara rutin dan dipakai

sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Antibodi HI akan lama berada

di dalam darah (>48 tahun), maka uji ini dipergunakan pada studi

epidemiologi.

Antibodi HI biasanya akan timbul pada kadar yang dapat terdeteksi yaitu

titer 10 pada hari ke 5/6 dari perjalanan penyakit, sedang antibodi konvalesen

biasanya akan mencapai titer 640 atau dibawahnya pada infeksi primer. Pada

infeksi sekunder atau tertier akan terjadi reaksi anamnestik yang cepat dan

titer antibodi konvalesen akan naik tinggi pada hari pertama dari jalannya

penyakit mencapai 5210 sampai 10240 atau bahkan lebih. Adanya titer yang

tinggi, 1280 atau lebih pada spesimen akut, menunjukkan adanya dugaan

infeksi baru (recent infection) dan dianggap sebagai diduga keras infeksi

dengue baru. Titer HI yang tinggi biasanya berlangsung selama 2-3 bulan

pada beberapa pasien, tetapi secara umum titer HI akan mulai menurun pada

hari ke 30-40.

Keuntungan : sederhana, mudah, murah, sensitif ,dan ideal untuk

seroepidemiologi

Kerugian : memerlukan spesimen akut dan konvalesen sehingga

menunggu waktu yang lama, tidak spesifik dalam

menentukan serotipe virus.

Interprestasi Uji Inhibisi Hemaglutinasi

Respon Interval Titer Interprestasi

antibodi S1-S2* konvalesen

- Naik 4 X lipat ≥ hari ke 7 ≤1:1280 Infeksi flavivirus akut,

primer

- Naik 4 X lipat Sembarang ≥1:2560 Infeksi flavivirus akut,

spesimen sekunder

Page 18: Laporan

- Naik 4 X lipat < hari 7 ≤1:1280 Infeksi flavivirus akut,

baik primer atau sekunder

- Tidak ada Sembarang >1:2560 Infeksi flavivirus

terakhir, perubahan

spesimen sekunder

- Tidak ada ≥ hari ke 7 ≤1:1280 Bukan dengue

perubahan

- Tidak ada < hari ke 7 ≤1:1280 Tak dapat

perubahan diinterprestasikan

- Tak ada Spesimen ≤1:1280 Tak dapat

perubahan tunggal diinterprestasikan

*S1 = Serum akut S2 = Serum konvalesen

Uji Pengikatan Komplemen (Complement Fixation test = CF test)

Uji ini jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik secara rutin.. Antibodi

Pengikat Komplemen (CF antibodi) biasanya timbul setelah antibodi HI

timbul dan sifatnya lebih spesifik pada infeksi primer dan biasanya cepat

menghilang dari darah (2-3 tahun).

Keuntungan : lebih spesifik dan dapat memastikan infeksi dengue pada

pasien dengan spesimen yang diambil pada akhir infeksi.

Kerugian : paling kurang sensitif, cara pemeriksaan agak rumit

prosedurnya dan memerlukan tenaga pemeriksa yang

berpengalaman.

Uji Neutralisasi (Neutralization test = NT)

Uji ini memakai cara yang disebut plaque reduction neutralization test

(PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Umumnya

antibodi netralisasi timbul bersamaan atau sedikit lebih lambat dari antibodi

HI tetapi lebih cepat dari timbulnya antibodi pengikatan komplemen.

Antibodi netralisasi juga akan bertahan lama di dalam darah (>48 tahun).

Keuntungan : uji paling sensitif dan spesifik dibanding uji serologi lain.

Page 19: Laporan

Kerugian : mahal, cara pemeriksaan rumit dan memerlukan waktu yang

lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

Uji IgG Elisa

Uji ini sebanding dengan uji HI namun sedikit lebih sensitif.

Keuntungan : sederhana, mudah dilakukan dan sangat mudah untuk

memeriksa sampel dalam jumlah banyak

Kerugian : sangat tidak spesifik, banyak reaksi silang dengan flavivirus

yang lain, tidak dapat menentukan serotipe

Uji ELISA (IgM captured ELISA = Mac.ELISA)

Uji berdasarkan atas adanya antibodi IgM pada serum penderita yang

ditangkap oleh goat anti human IgM pada suatu permukaan kasar. Antibodi

anti-dengue IgM akan timbul lebih dulu daripada antibodi anti-dengue IgG,

dan biasanya sudah terdeteksi pada hari ke 5. Pada infeksi primer, titer IgM

dapat juga lebih tinggi dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada beberapa

infeksi primer IgM dapat bertahan didalam darah sampai 90 hari setelah

infeksi, tetapi biasanya IgM sudah menurun dan hilang pada hari ke 60.

Keuntungan : sederhana, tidak memerlukan alat canggih, kurang sensitif

dibanding HI tetapi hanya menggunakan spesimen akut saja.

Kerugian : waktu pengambilan spesimen harus tepat, tidak selalu dapat

menentukan secara pasti adanya infeksi baru.

Interprestasi Uji MAC-ELISA

IgM Interval Rasio IgM Interprestasi

Spesimen I-II terhadap IgG

- Fraksi 2-14 hari tinggi Infeksi flavivirus

akut,

Molar meningkat primer

rendah Infeksi flavivirus akut,

Page 20: Laporan

sekunder

- Fraksi molar 2-14 hari tinggi Infeksi flavivirus baru,

meningkat, tetap primer

atau menurun rendah Infeksi flavivirus baru,

sekunder

- Meningkat spesimen tunggal tinggi Infeksi flavivirus baru,

primer

rendah Infeksi flavivirus baru,

kemungkinan sekunder

Uji cepat dalam bentuk kit

Saat ini beredar uji cepat dalam bentuk kit untuk mendeteksi antibodi

IgM/IgG. Contoh : Dengue rapid dari Panbio, Australia.

Keuntungan : sangat sederhana, tidak membutuhkan peralatan dan

keahlian, serta dapat dibaca dalam beberapa menit.

Kerugian : ketelitian uji ini masih belum banyak diketahui dan perlu

standarisasi.

Imunokromatografi cepat/panBio

IgM IgG Interprestasi

+ - Infeksi primer

+ + Infeksi sekunder

- + Kemungkinan DBD atau infeksi

sekunder

5. Isolasi virus

Bahan pemeriksaan adalah spesimen darah/serum, plasma atau cairan buffy coat,

dari fase akut jaringan-jaringan baik dari pasien hidup (melalui biopsi), maupun

fase akut jaringan autopsi dari kasus yang meninggal terutama dari hati, limpa,

timus, dan nyamuk yang dikumpulkan di alam.

Page 21: Laporan

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pada foto rontgen dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan

tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada

kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi

lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan

pemeriksaan USG.

DIAGNOSIS

Gejala dini infeksi dengue :

Demam

Sakit kepala

Nyeri otot

Nyeri sendi

Nafsu makan menurun

Mual

Muntah

Indikator fase syok :

Hari sakit ke 4-5

Suhu turun

Nadi cepat tanpa demam

Takanan nadi turun/hipotensi

Leukopenia < 5.000/mm³

Kriteria klinis DBD menurut WHO (1997) :

1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, biasanya bifasik

2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :

uji torniquet positif

petekie, ekimosis, atau purpura

perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain

hematemesis atau melena

Page 22: Laporan

3. Trombositopenia (≤ 100.000/mm³)

4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage oleh karena peningkatan

permeabilitas kapiler berikut :

Hematokrit meningkat ≥20% dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis

kelamin, dan populasi yang sama

Hematokrit turun hingga ≥20% dari hematokrit awal, setelah pemberian

cairan

Terdapat efusi pleura, asites, dan hipoproteinemia

Derajat DBD (WHO 1997) :

Berdasarkan beratnya penyakit, DBD dibagi menjadi 4 derajat :

Derajat I (Ringan)

Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas: manifestasi perdarahan

hanya berupa uji torniquet positif

Derajat II (sedang)

Derajat I diseratai perdarahan spontan, dapat berupa perdarahan bawah kulit atau

jenis perdarahan lainnya.

Derajat III (berat)

Terdapat kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah atau

hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah.

Derajat IV

Renjatan yang ditandai dengan tekanan darah tidak terukur dan nadi yang tidak

dapat diraba.

DBD derajat III dan IV digolongkan dalam Dengue Shock Syndrom (DSS)

DIAGNOSIS BANDING

1. Adanya demam pada awal penyakit dapat dibandingkan dengan infeksi bakteri

maupun virus, seperti demam tifoid, malaria dan sebagainya. Pemeriksaan LED

dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Adanya

trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara

DBD dengan penyakit lain.

2. Adanya ruam yang akut seperti pada morbili perlu dibedakan dengan DBD

Page 23: Laporan

3. Adanya pembesaran hati perlu dibedakan hepatitis akut dan leptospirosis

4. Idiophatic thrombpcytopenic purpurae (ITP)

Pada ITP sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh karena didapatkan

demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari pertama, diagnosis ITP

sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat

menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD

jumlah trombosit lebih cepat kembali normal dari ITP.

5. Leukemia atau anemia

Pada Leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan tampak

sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas

diagnosis leukemia.

Pada anemia aplastik tampak sangat anemik, demam timbul karena infeksi

sekunder. Pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit,

hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat,

pemeriksaan foto toraks dan/ atau kadar protein dapat membantu menegakkan

diagnosis, pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda

rembesan plasma.

6. Demam chikugunya (DC)

Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya

mirip influenza. DC mempunyai serangan demam mendadak, masa demam

lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,

injeksi konjuntiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji torniquet

positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak

ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.

7. Korean haemorragic fever

Korean haemorragic fever adalah salah satu tipe berat dari Haemorragic fever

with renal syndrome (HFRS). HFRS disebabkan oleh adanya kontak sekresi

tikus (Apedomus agrarius) yang terinfeksi virus yang termasuk dalam genus

Hantavirus dari famili Bunyaviridae. Gejala khas HFRS adalah demam, gagal

ginjal dan perdarahan. Gejala lainnya yaitu lemas, sakit kepala, menggigil, nyeri

otot, nyeri punggung, nyeri perut, mual dan muntah.

Page 24: Laporan

KOMPLIKASI

Ensefalopati dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang

berkepanjangan karena perdarahan, tetapi dapat pula terjadi pada DBD tanpa

disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau

perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat

ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan

oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi

intravaskular yang menyeluruh. Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien

menurun menjadi apati dan somnolen, dapat disertai atau tanpa kejang. Pada

pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan kadar transaminase

(SGOT/SGPT), PT dan APTT memanjang, kadar gula darah turun, alkalosis

pada analisa gas darah, dan hiponatremia (bila mungkin periksa amoniak darah)

Kelainan ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari

syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik

walaupun jarang. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah

dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Pada keadaan syok

berat sering dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin

dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi perembesan

cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan.

Penatalaksanaan DBD tanpa penyulit adalah :

A. Nonfarmakologis

1. Tirah baring

Page 25: Laporan

2. Makanan lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter/24 jam

(susu, air dengan gula, sirop) atau air tawar ditambah garam.

B. Farmakologis

1. Medikamantosa yang bersifat simtomatis

Obat antipiretik atau kompres di kepala, ketiak, dan inguinal dapat

diberikan bila diperlukan. Untuk menurunkan suhu < 39°C, dianjurkan

pemberian antipiretik golongan asetaminofen, eukinin, atau dipiron.

Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat

menyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis.

2. Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder3. Cairan intravena (rekomendasi WHO) :

a. Kristaloid

Kristaloid diberikan 500 cc (1 kolf) tiap 4-6 jam. Jenis kristaloid :

- Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer

laktat (D5/RL)

- Larutan ringer asetat ( RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer

asetat (D5/RA)

- Larutan NaCl 0,9 % (Garam Faali= GF) atau dekstrosa 5 % dalam

larutan Faali (D5/GF)

b. Koloid

Koloid diberikan pada DBD derajat III dan IV bila diperlukan. Dosis

10-20ml/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Jenis

koloid :

- Dekstran 40

- Plasma

Indikasi tranfusi darah dilakukan pada :

Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena)

Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar

Hb dan Ht

Indikasi transfusi trombosit :

Page 26: Laporan

Perdarahan dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai DIC.

Perdarahan dengan jumlah trombosit <50.000/mm3 tanpa disertai DIC.

Tanpa adanya perdarahan, profilaksis transfusi trombosit diindikasikan jika

jumlah trombosit 10.000 – 20.000/mm3 (10-20ml/kg dari trombosit atau

0,4u/m2).

Indikasi rawat pasien DBD :

Adanya tanda-tanda syok

Sangat lemah sehingga asupan oral tidak dapat mencukupi

Perdarahan

Hitung trombosit ≤ dengan 100.000/mm3 dan atau peningkatan Ht 10-20%

Perburukan ketika penurunan suhu

Nyeri abdominal akut hebat

Tempat tinggal yang jauh dari Rumah Sakit pada fase kritis (berlangsung 24-

48 jam) sekitar hari ke-3 sampai dengan hari ke-5 perjalanan penyakit.

Umumnya fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena

anoreksia atau muntah

Pasien DBD perlu diobservasi terhadap penemuan dini tanda renjatan :

Keadaan umum memburuk

Hati makin membesar

Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia

Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala

Pada pasien dengan renjatan dilakukan :

1. Pemasangan infus dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan

diatasi.

2. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan tiap jam,

serta Hb dan Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.

Pada pasien DSS diberikan cairan intravena yang diberikan dengan

diguyur, seperti NaCl, ringer laktat yang dipertahankan selama 12-48 jam setelah

Page 27: Laporan

renjatan teratasi. Bila tak tampak perbaikan dapat diberikan plasma atau plasma

ekspander atau dekstran atau preparat hemasel sejumlah 15-29 ml/kgBB dan

dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila pada pemeriksaan

didapatkan penurunan Hb dan Ht maka diberikan tranfusi darah. Terapi oksigen 2

liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.

Kriteria untuk memulangkan pasien :

Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa penggunaan terapi

antipiretik

Nafsu makan membaik

Tampak perbaikan secara klinis

Hematokrit stabil

Melewati sedikitnya 2 hari setelah pemulihan dari syok

Tidak ada distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asites)

Jumlah trombosit ≥ 50.000/mm³

PROGNOSIS

Mortalitas pada penyakit DBD cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di

Surabaya, Semarang dan Jakarta menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan

penyakit umumnya lebih ringan daripada anak-anak.

PENCEGAHAN

Sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat menangkal virus dengue

dengan berbagai serotipe. Satu-satunya usaha pencegahan atau pengendalian

dengue adalah dengan memerangi nyamuk Aedes aegypti yang berperan sebagai

vektor penularan virus dengue. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan

dengan menggunakan beberapa metode yang tepat yaitu :

Page 28: Laporan

1. Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi

tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan

perbaikan desain rumah. Pencegahan dapat dilakukan dengan langkah 3 M

yaitu:

Menguras bak air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak

nyamuk

Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air

2. Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik

(ikan adu/ ikan cupang), dan bakteri ( Bt.H-14)

3. Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan :

Pengasapan/ fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),

berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu

tertentu.

Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air

seperti: gentong air, vas bunga kolam dan lain-lain.

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara diatas, yang disebut “3 M Plus”, yaitu menutup,

menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara

ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,

memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent,

memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan lain-lain sesuai kondisi

setempat.

Page 29: Laporan

DAFTAR PUSTAKA

Soedarmo. Sumarmo S. poorwo dkk, 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.

Jakarta. IDII

Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Halaman 1709-1713.

Page 30: Laporan

Gubler DJ. Kuno G. Dengue and Dengue Haemorrhagic. New York : CAB

International 1997.

Nimmannitya S. Dengue and Dengue Haemorrhagic. In : Cook GC. Manson’s

Tropical Diseases. London : WB Saunders Co. 1996 p.721-729.