keanekaragaman serangga permukaan tanah di kebun …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/dinda...

12
Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 1 (September, 2018) KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH DI KEBUN KOPI DESA BELUMAI KECAMATAN PADANG ULAK TANDING KABUPATEN REJANG LEBONG Oleh: Dinda Intan Pratiwi 1 , Destien Atmi Arisandy, M.Pd. 2 , Yuli Febrianti, M.Pd.Si. 3 1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2 dan 3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau Jurusan Pendidikan Biologi Email: [email protected] ABSTRACT This study aims to determine the types of soil surface insects, abotic factors and index of insect diversity of soil surface in the Coffee Garden of the Masihai Village, Padang Ulak Tanding District, Rejang Lebong Regency. The research method used is qualitative descriptive. Data collection techniques in research conducted observations, observation of samples and documentation. The results showed that there were 7 types of soil surface insects, namely Hymenoptera, Blattaria, Araneae, Orthoptera, Diplopoda, Lepidoptera, and Scorpionida. Families namely Formicidae, Blattellidae, Salticidae, Gryllidae, Lulusidae, Lymantriidae, and Buthidae with 7 species, Dolichoderus bituberculatus, Blatella sp, Plexippus paykuli, Gryllus assimilis, Lulus sp, Lymantria marginata, and Lychas mucronatus. The air temperature at the three study locations showed that during the three days of research station I had a temperature of 22°C-33°C, Station II has a temperature of 26°C-33°C, and station III has a temperature with a range of 27°C-32°C. Soil moisture in the three study locations ranged from 20% -80%. The pH of the soil in the three study locations was in the range of 6-7. Diversity index at station I is 0,785 classified as low diversity, station II is 1,177 classified as medium diversity, and station III is 0,556 classified as low diversity. Keywords: Diversity, Soil Surface Insect and Coffee Garden A. Pendahuluan Serangga adalah kelompok hewan dengan jumlah terbanyak di dunia. Lebih 800.000 jenis serangga sudah ditemukan. Serangga terbagi lagi menjadi kelompok- kelompok, diantaranya bangsa capung (Odonata) sebanyak 5.000 jenis serangga, bangsa belalang (Orthoptera) sebanyak 20.000 jenis, bangsa kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera) sebanyak 170.000 jenis, bangsa lalat dan kerabatnya (Diptera) sebanyak 120.000 jenis, bangsa kepik (Hemiptera) sebanyak 82.000 jenis, bangsa kumbang (Coleoptera) sebanyak 360.000 jenis, bangsa semut dan lebah (Hymenoptera) sebanyak 110 jenis (Saktyowati, 2010:1). Serangga tanah adalah salah satu kelompok yang sering diabaikan padahal kehidupan kelompok serangga tanah ini memiliki hubungan yang sangat bergantung pada situasi lingkungan sekeliling tempat hidup. Serangga tanah memiliki potensi yang tidak ternilai terutama dalam membantu perombakan bahan organik tanah, juga menjadi salah satu penyeimbang lingkungan. Beberapa diantaranya serangga tanah bisa sebagai untuk indikator tingkat kesuburan suatu tanah atau kondisi suatu tanah. (Rachmasari, 2016: 189). Kehidupan serangga permukaan tanah tergantung pada tempat tinggalnya karena padatnya populasi suatu jenis dan keberadaan hewan tanah ditentukan oleh situasi tempat tinggalnya tersebut. Keberadaan populasi, jenis dan aktivitas organisme dalam tanah tergantung pada faktor lingkungan (abiotik dan biotik). Faktor lingkungan abiotik yang mempengaruhi seperti suhu, kadar air, pH dan kadar organik. Sedangkan faktor biotiknya misalnya tumbuh-tumbuhan, mikroflora dan kelompok hewan lain. Jadi dari faktor biotik dan abiotik tersebut sangat mempengaruhi

Upload: others

Post on 15-Jan-2020

41 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 1 (September, 2018)

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH DI KEBUN KOPI DESA

BELUMAI KECAMATAN PADANG ULAK TANDING KABUPATEN REJANG LEBONG

Oleh: Dinda Intan Pratiwi1, Destien Atmi Arisandy, M.Pd.

2, Yuli Febrianti, M.Pd.Si.

3

1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau

2 dan 3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

Jurusan Pendidikan Biologi

Email: [email protected]

ABSTRACT

This study aims to determine the types of soil surface insects, abotic factors and index of insect

diversity of soil surface in the Coffee Garden of the Masihai Village, Padang Ulak Tanding District,

Rejang Lebong Regency. The research method used is qualitative descriptive. Data collection

techniques in research conducted observations, observation of samples and documentation. The

results showed that there were 7 types of soil surface insects, namely Hymenoptera, Blattaria,

Araneae, Orthoptera, Diplopoda, Lepidoptera, and Scorpionida. Families namely Formicidae,

Blattellidae, Salticidae, Gryllidae, Lulusidae, Lymantriidae, and Buthidae with 7 species,

Dolichoderus bituberculatus, Blatella sp, Plexippus paykuli, Gryllus assimilis, Lulus sp, Lymantria

marginata, and Lychas mucronatus. The air temperature at the three study locations showed that

during the three days of research station I had a temperature of 22°C-33°C, Station II has a

temperature of 26°C-33°C, and station III has a temperature with a range of 27°C-32°C. Soil

moisture in the three study locations ranged from 20% -80%. The pH of the soil in the three study

locations was in the range of 6-7. Diversity index at station I is 0,785 classified as low diversity,

station II is 1,177 classified as medium diversity, and station III is 0,556 classified as low diversity.

Keywords: Diversity, Soil Surface Insect and Coffee Garden

A. Pendahuluan

Serangga adalah kelompok hewan

dengan jumlah terbanyak di dunia. Lebih

800.000 jenis serangga sudah ditemukan.

Serangga terbagi lagi menjadi kelompok-

kelompok, diantaranya bangsa capung

(Odonata) sebanyak 5.000 jenis serangga,

bangsa belalang (Orthoptera) sebanyak

20.000 jenis, bangsa kupu-kupu dan ngengat

(Lepidoptera) sebanyak 170.000 jenis, bangsa

lalat dan kerabatnya (Diptera) sebanyak

120.000 jenis, bangsa kepik (Hemiptera)

sebanyak 82.000 jenis, bangsa kumbang

(Coleoptera) sebanyak 360.000 jenis, bangsa

semut dan lebah (Hymenoptera) sebanyak 110

jenis (Saktyowati, 2010:1).

Serangga tanah adalah salah satu

kelompok yang sering diabaikan padahal

kehidupan kelompok serangga tanah ini

memiliki hubungan yang sangat bergantung

pada situasi lingkungan sekeliling tempat

hidup. Serangga tanah memiliki potensi yang

tidak ternilai terutama dalam membantu

perombakan bahan organik tanah, juga

menjadi salah satu penyeimbang lingkungan.

Beberapa diantaranya serangga tanah bisa

sebagai untuk indikator tingkat kesuburan

suatu tanah atau kondisi suatu tanah.

(Rachmasari, 2016: 189).

Kehidupan serangga permukaan tanah

tergantung pada tempat tinggalnya karena

padatnya populasi suatu jenis dan keberadaan

hewan tanah ditentukan oleh situasi tempat

tinggalnya tersebut. Keberadaan populasi,

jenis dan aktivitas organisme dalam tanah

tergantung pada faktor lingkungan (abiotik

dan biotik). Faktor lingkungan abiotik yang

mempengaruhi seperti suhu, kadar air, pH dan

kadar organik. Sedangkan faktor biotiknya

misalnya tumbuh-tumbuhan, mikroflora dan

kelompok hewan lain. Jadi dari faktor biotik

dan abiotik tersebut sangat mempengaruhi

Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 2 (September, 2018)

kehadiran suatu serangga permukaan tanah

(Suin, 2012:119). Habitat yang akan

digunakan dalam penilitian ini ialah kebun

kopi di Desa Belumai Kecamatan Padang

Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong.

Serangga umumnya hidup di serasah-

serasah sebagai tempat hidup dan sumber

makanannya. Sisa-sisa tumbuhan membentuk

bahan organik tanah yang bila terurai

seluruhnya akan menjadi humus. Kondisi

seperti ini tentunya dapat menyuburkan tanah

dan baik untuk tanaman terutama kopi

(Hamama, 2017:32).

Dimana kebun kopi yang akan

dijadikan tempat penelitian berada di Desa

Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding,

Kabupaten Rejang Rejang Lebong. Kawasan

kebun kopi belumai ini 30 Ha. Luas area yang

digunakan untuk penelitian adalah 10% dari

luas ±30 hektar jadi luas area yang digunakan

3 hektar (Rachmasari, 2016:191). Lokasi

penelitian dibedakan menjadi stasiun I

tempatnya sedikit nauangan pohon, tanahnya

kering dan gersang, stasiun II tempatnya

sangat rimbun dengan pohon-pohon dan

masih banyak rumput-rumput, stasiun III

tempatnya ini tidak terdapat pohon-pohon

yang menaungi, rerumputan yang tidak ada

dikarenakan sudah disemprot oleh pemilik

kebun kopi tersebut. Berdasarkan

permasalahan di atas maka peneliti perlu

melakukan penelitian keanekaragaman

serangga permukaan tanah di kebun kopi

Belumai di Desa Belumai Kecamatan Padang

Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong.

Adapun tujuan dalam penelitian ini

adalah untuk mengetahui jenis-jenis serangga

permukaan tanah, faktor abotik dan indeks

keanekaragaman serangga permukaan tanah

di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan

Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang

Lebong.

B. Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan mulai bulan juli

s.d agustus 2018, bertempat di kebun kopi di

Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak

Tanding Kabupaten Rejang Lebong kemudian

dilanjutkan di Laboratorium STKIP-PGRI

Lubuklinggau untuk mengidentifikasi

serangga.

Bahan yang digunakan antara lain

yaitu: alkohol 70%, roti, gula, detergen. Alat

yang digunakan adalah gelas plastik (dengan

luas permukaan 51,5 cm²), bambu, triplek,

linggis, alat tulis, kertas label, soil tester,

termometer dan mistar. Dalam menentukan

kebun yang akan dijadikan lokasi penelitian

yaitu menggunakan metode random sampling

berdasarkan kepemilikan kopi.

C. Prosedur Penelitian

1. Observasi

Dilaksanakan untuk mengetahui situasi

lokasi penelitian yaitu pada kebun kebun

kopi Desa Belumai Kecamatan Padang

Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong

yang nantinya dapat digunakan sebagai

dasar dalam penentuan metode dan teknik

pengambilan sampel.

2. Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi pengambilan sampel dilakukan di 3

lokasi penelitian di kebun kebun kopi Desa

Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding.

Dalam menentukan kebun yang akan

dijadikan lokasi penelitian yaitu

menggunakan metode random sampling

berdasarkan kepemilikan kopi. Adapun

kebun kopi yang digunakan dalam

penelitian yaitu kebun petani A, petani B,

dan petani C (Rachmasari, 2016:191).

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian adalah sebagai berikut:

a. Membuat Plot Jebakan

Lokasi penelitian dibagi dalam 3

wilayah, yaitu stasiun I, stasiun II, dan

stasiun III. Selanjutnya membuat 1 jalur

ditengah-tengah dengan panjang 100 x

10 meter kemudian membuat petak

masing-masing stasiun dengan ukuran

plot 10 x 10 meter. Dengan jarak antar

plot 1 m. Dibagi menjadi 10 plot setiap

stasiunnya. Setiap 1 plot terdapat 5

perangkap pitfall trap (Rachmasari,

2016:191).

b. Pengambilan Sampel

Pengamatan terhadap sampel dilakukan

pada kebun kopi Desa belumai

Kecamatan padang ulak tanding

Kabupaten rejang lebong. Pengambilan

sampel dengan menggunakan alat

perangkap yaitu pitfall trap bertujuan

Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 3 (September, 2018)

menangkap serangga permukaan tanah

yang berjalan di atas permukaan tanah.

Pitfall trap terbuat dari gelas plastik

diameter 51,5 cm² yang berisi 5 ml

deterjen cair, remah-remah roti dan 5 ml

alkohol 70. Pemasangan alat ini

dimasukkan di dalam tanah dengan

permukaan perangkap pitfall trap rata

dengan permukaan tanah. Pemasangan

perangkap secara diagonal dan

penggunaan lahan dilakukan dengan

selang 3 hari lalu serangga yang

terdapat di pitfall trap yang tertangkap

di kumpulkan dan di dokumentasikan

(Ruslan, 2009:45)

c. Pengukuran Faktor Lingkungan

Pengambilan data faktor lingkungan

dilaksanakan pada pagi hari, siang dan

sore hari.

d. Pemisahan

Gelas jebakan kemudian dikeluarkan

dari dalam tanah, lalu larutan dalam

gelas jebakan disaring. Sehingga hanya

serangga permukaaan tanah saja yang

tertinggal. Serangga permukaan tanah

yang didapat kemudian diletakkan ke

dalam botol sampel yang telah diberi

larutan alkohol 70 (Permana,

2013:45).

e. Pengidentifikasian Penghitungan

Individu

Sampel yang sudah didapat kemudian

dibawa ke di Laboratorium STKIP

PGRI Lubuklinggau untuk diidentifikasi

dengan menggunakan buku identifikasi

Siwi, S tahun 2012. Sampel yang

didapat dilakukan dengan pengamatan

dibawah mikroskop, mencatat

morfologinya dan mencocokkan dengan

kunci determinasi serangga permukaan

tanah (Haneda, 2013:43).

D. Prosedur Analisis Data

Untuk mengetahui indeks

keanekaragaman digunakan rumus Shannon-

Wiener (Leksono, 2007:156).

Keterangan:

H : Indeks keanekaragaman Shannon

Wiener

s : Jumlah spesies dalam komunitas

pi : Proporsi spesies ke- i terhadap

jumlah total

Besarnya nilai H didefinisikan sebagai

berikut:

H1 : Keanekaragaman rendah

H 1-3: Keanekaragaman sedang

H 3 : Keanekaragaman tinggi

E. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil

a. Jenis Serangga Permukaan Tanah

yang ditemukan di Kebun Kopi

Berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan selama 3 hari didapat

jumlah serangga yang terjebak di pitfall

trap adalah 583 ekor serangga. Adapun

data serangga permukaan tanah yang

ditemui di Kebun Kopi Desa Desa

Belumai Kecamatan Padang Ulak

Tanding Kabupaten Rejang Lebong

dapat di lihat dalam tabel 1.1 berikut

ini:

Tabel 1.1 Kelompok Serangga Permukaan

Tanah Yang Tertangkap Pada Tiga

Stasiun

b. Faktor Abiotik Kebun Kopi Belumai

di Desa Belumai Kecamatan Padang

Ulak Tanding

Keanekaragaman dan

kelimpahan serangga secara umum

ditentukan oleh faktor abiotik. Setiap

jenis serangga mempunyai kesesuaian

terhadap lingkungan tertentu. Oleh

karena itu, faktor fisik lingkungan

sangat mempengaruhi. Hasil

H′ = − (pi ln pi)

𝑠

𝑖=1

Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 4 (September, 2018)

pengukuran faktor lingkungan pada

tiga stasiun selama 3 hari dapat dilihat

pada tabel 1.2 berikut ini:

Tabel 1.2 Pengukuran Suhu Udara, Ph

Tanah dan Kelembaban Tanah

c. Indeks Keanekaragaman Serangga

Permukaan Tanah di Kebun Kopi

Hasil penelitian yang berjudul

Keanekaragaman Serangga Permukaan

Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai

Kecamatan Padang Ulak Tanding

Kabupaten Rejang Lebong

menunjukkan bahwa pada ketiga stasiun

mempunyai keanekaragaman jenis yang

berbeda. Berdasarkan rumus tersebut

Shannon-Wiener maka indeks masing-

masing stasiun dapat dilihat pada tabel

1.3, 1.4, dan 1.5 berikut ini:

Tabel 1.3 Indeks Keanekaragaman

Serangga Permukaan Tanah Stasiun I

Tabel 1.4 Indeks Keanekaragaman

Serangga Permukaan Tanah Stasiun II

Tabel 1.5 Indeks Keanekaragaman

Serangga Permukaan Tanah Stasiun III

2. Pembahasan

a. Jenis Serangga Permukaan Tanah

yang ditemukan di Kebun Kopi

Pada stasiun I keanekaragaman

serangga permukaan tanah yang

terjebak di pitfall trap dan dikumpulkan

selama 3 hari diperoleh sebanyak 175

individu. Keanekaragaman yang

diperoleh stasiun I disebabkan karena

lokasi tersebut tempatnya sedikit

nauangan pohon, tanahnya kering dan

gersang sehingga serangga yang tejebak

hanya sedikit. Dari 175 individu

tersebut yang banyak ditemukan di

pitfall trap yaitu pada saat pagi harinya

karena kebanyakan serangga tersebut

termasuk serangga nokturnal yang

membutuhkan intensitas cahaya rendah

sehingga aktif pada malam hari (Jumar,

2000:94).

Pada stasiun II keanekaragaman

serangga permukaan tanah jauh lebih

banyak dibandingkan stasiun I dan

stasiun III karena serangga yang

terjebak di pitfall trap disebabkan

karena kondisi stasiun II ini sangat

rimbun dengan pohon-pohon, memiliki

kelembaban tanah yang tinggi dan

masih banyak rumput-rumput di sekitar

kebun kopi tersebut sehingga

keanekaragaman serangga permukaan

tanah sangat tinggi. Haneda (2013:44),

komposisi dan kelimpahan serangga

dipengaruhi oleh kelimpahan jenis

tumbuhan baik pohon maupun

tumbuhan bawah. Hal ini sesuai dengan

hasil penelitian yang menunjukkan

bahwa kelimpahan tumbuhan

mempengaruhi kelimpahan serangga

pada ketiga stasiun. Serangga

permukaan tanah yang terjebak di pitfall

trap selama 3 hari diperoleh sebanyak

234 individu.

Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 5 (September, 2018)

Pada stasiun III keanekaragaman

serangga permukaan tanah yang

terjebak di pitfall trap dan dikumpulkan

selama 3 hari diperoleh sebanyak 174

individu. Keanekaragaman yang

diperoleh stasiun III disebabkan karena

kondisi stasiun III tidak terdapat pohon-

pohon yang menaungi, rerumputan yang

tidak ada dikarenakan sudah disemprot

oleh pemilik kebun kopi tersebut dan

memiliki kelembaban tanah yang

rendah sehingga tidak terlalu banyak

individu dan spesies yang terjebak di

pitfall trap.

a. Ordo Hymenoptera

Menurut Siwi (2012:35), ordo

hymenoptera memiliki ciri-ciri tubuh

padat, abdomen terputus pada

pangkalnya dengan petiolus, antenna

berbentuk siku (jenis semut dan

tawon yang tak bersayap). Ordo

hymenoptera merupakan individu

terbanyak yang ditemukan. Pada

penelitian ini ditemukan satu famili

yaitu famili formicidae yang terdiri

dari satu genus yang ditemukan yaitu

Dolichoderus. Serangga ini terdapat

pada ke III stasiun dan jumlahnya

paling banyak diantara spesies lain.

Pada stasiun I ordo Hymenoptera

yang terjebak di pitfall trap yaitu 141

individu, sedangkan pada stasiun II

ordo hymenoptera yang terjebak di

pitfall trap yaitu 182 individu dan

pada stasiun III ordo hymenoptera

yang terjebak di pitfall trap yaitu 149

individu.

Kelompok famili formicidae

ini terdiri atas keluarga semut-semut

yang banyak ditemukan di

permukaan tanah. Banyaknya

individu yang diperoleh disebabkan

karena jenis ini merupakan jenis

yang hidup secara berkoloni seperti

halnya yang ditemukan pada

penelitian ini yaitu spesies

Dolichoderus bituberculatus

sehingga jumlahnya sangat banyak.

Dengan hidup secara berkoloni

peluang individu dalam kelompok

untuk mempertahankan hidup

semakin meningkat. Jenis spesies ini

menyukai tempat yang teduh dan

lembab (Hamama, 2017:32).

Berdasarkan hasil

pengamatan didapatkan ciri-ciri

sebagai berikut serangga ini memiliki

dua pasang antena yang panjang.

Tubuh bewarna hitam, kepala

pendek, kaki kemerahan. Abdomen

cembung, besar dan oval. Suin

(2012: 105), ciri-ciri Dolichoderus

bituberculatus tubuh hitam dan kaki

kemerahan. Kepala pendek, mata

agak ke depan, dasar antena panjang.

Abdomen cembung, besar dan oval.

Mandibula seperti segetiga dengan

gigi-gigi yang panjang dan kuat.

Semut Dolichoderus

bituberculatus biasanya keluar dari

sarangnya pada waktu pagi dan sore

hari ketika suhu tidak terlalu panas.

Akan tetapi pada siang hari ketika

suhu udara panas, semut akan

bersembunyi pada tempat-tempat

yang terlindungi dari sengatan sinar

matahari secara langsung seperti di

dalam sarang, di balik dedaunan, di

tanah, dan lain-lain (Rizali, 2002:43).

Klasifikasi menurut Suin (2012:105):

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hymenoptera

Famili : Formicidae

Genus : Dolichoderus

Spesies : Dolichoderus

bituberculatus

Gambar 1.1 Dolichoderus bituberculatus

b. Ordo Blattaria

Ordo blattaria merupakan

ketiga terbanyak yang ditemukan.

Pada stasiun I ordo blattaria yang

terjebak di pitfall trap yaitu 7

Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 6 (September, 2018)

individu, sedangkan pada stasiun II

ordo blattaria yang terjebak di pitfall

trap yaitu 14 individu, dan pada

stasiun III ordo blattaria yang

terjebak di pitfall trap yaitu 4

individu. Ordo blattaria pada

penelitian ini hanya ditemukan satu

famili saja yaitu famili Blattellidae

yang terdiri dari satu genus yang

ditemukan yaitu Blatella.

Berdasarkan hasil

pengamatan didapatkan ciri-ciri

sebagai berikut bewarna coklat muda

dengan garis-garis, antena 1 pasang,

tidak bersayap dan tungkai 3 pasang.

Hamama (2017:33), kecoa

kebanyakan terdapat di daerah

tropika yang kemudian menyebar ke

daerah dingin, dapat terbang tetapi

mereka juga dapat bergerak dengan

cepat, aktif pada malam hari, ordo

blattaria dari famili Blattellidae

adalah salah satu kelompok besar

dari kecoak-kecoak yang kecil, genus

Blatella bewarna coklat muda dengan

garis-garis longitudinal (membujur).

Klasifikasi menurut Hamama

(2017:33):

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Blattaria

Famili : Blattellidae

Genus : Blatella

Spesies : Blatella sp

Gambar 1.2 Blatella sp

c. Ordo Araneae

Secara umum laba-laba

mempunyai warna hitam, coklat tua,

ataupun coklat muda kekuningan.

Tubuh dibagi menjadi dua bagian

yaitu cephalothoraks (gabungan

kepala dan dada) dan abdomen

(perut). Jumlah kaki empat pasang.

Yang betina mempunyai ukuran

tubuh lebih besar dan bewarna lebih

terang. Sedangkan yang jantan,

ukuran tubuh lebih kecil dan

bewarna gelap. Laba-laba termasuk

phylum Arthropoda, kelas Arachnida

dan ordo araneae (Siwi, 2012:208).

Ordo araneae merupakan kedua

terbanyak yang ditemukan. Pada

stasiun I ordo araneae yang terjebak

di pitfall trap yaitu 12 individu,

sedangkan pada stasiun II ordo

araneae yang terjebak di pitfall trap

yaitu 13 individu, dan pada stasiun

III ordo araneae yang terjebak di

pitfall trap yaitu 16 individu. Ordo

araneae pada penelitian ini hanya

ditemukan satu famili saja yaitu

famili salticidae yang terdiri dari satu

genus yang ditemukan yaitu

Plexippus.

Berdasarkan hasil

pengamatan didapatkan ciri-ciri

sebagai berikut kaki bewarna lebih

terang. Siwi (2012:210), famili

salticidae memiliki ciri-ciri dewasa

mempunyai ukuran 5-9 mm. Tubuh

padat, kaki pendek dan kuat.

Kadang-kadang berambut, kadang-

kadang tidak. Kaki bewarna lebih

terang dari tubuh. Mempunyai mata

besar dan menyukai kondisi kering.

Klasifikasi menurut Siwi

(2012:210):

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Arachnida

Ordo : Araneae

Famili : Salticidae

Genus : Plexippus

Spesies : Plexippus paykuli

Gambar 1.3 Plexippus paykuli

Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 7 (September, 2018)

d. Ordo Orthoptera

Jangkrik dapat ditemukan di

bawah batu-batuan, kayu-kayu lapuk,

dinding-dinding tepi sungai dan di

semak-semak belukar serta ada yang

hidup pada lubang-lubang di tanah.

Jangkrik dapat ditemui di hampir

seluruh Indonesia dan hidup dengan

baik pada daerah yang bersuhu

antara 20-32°C dan kelembaban

sekitar 65-80%, bertanah

gembur/berpasir dan memiliki

persediaan tumbuhan semak belukar.

Jangkrik hidup bergerombol dan

bersembunyi dalam lipatan-lipatan

daun kering atau bongkahan tanah.

Jangkrik tidak selalu dapat dijumpai

di alam karena hanya bermunculan

pada bulan-bulan tertentu saja yaitu

pada Juni-Juli dan November-

Desember. Jangkrik sulit ditemui

pada bulan Januari-Mei dan Agustus-

Oktober karena jumlahnya terbatas

dan bukan merupakan musim

jangkrik (Rufipes, 2012:11).

Ordo orthoptera dari famili

Gryllidae merupakan kelima

terbanyak yang ditemukan. Pada

stasiun I ordo orthoptera yang

terjebak di pitfall trap yaitu 6

individu, sedangkan pada stasiun II

ordo orthoptera yang terjebak di

pitfall trap yaitu 7 individu, dan pada

stasiun III ordo orthoptera yang

terjebak di pitfall trap yaitu 2

individu. Ordo orthoptera pada

penelitian ini hanya ditemukan satu

famili saja yaitu famili Gryllidae

yang terdiri dari satu genus yang

ditemukan yaitu Gryllus.

Berdasarkan hasil

pengamatan didapatkan ciri-ciri

sebagai berikut bewarna hitam

kecoklatan, mmeiliki antena panjang

dan halus, tubuhnya panjang sekitar

3 cm dan lebar 1 cm. Siwi (2012:57),

famili Gryllidae memiliki ciri-ciri

hitam kecoklatan, nimpha kuning

pucat dengan garis-garis coklat.

Antena panjang dan halus seperti

rambut. Jenis jantan mempunyai

gambaran cincin di sayap depan,

pada betina mempunyai ovipositor

panjang berbentuk jarum atau

silindris. Dewasa akan hilang

sayapnya setelah menetap di

lingkungan sawah. Hidup di berbagai

habitat baik lingkungan basah

maupun kering, terutama yang

dinaungi rumput-rumput, juga

ditemukan di rumah-rumah, sisa-sisa

tanaman yang masih lembab

(jerami), di pertanaman kopi, teh.

Aktif pada malam hari, famili ini

mampu bergerak dan melompat

dengan cepat dan baik.

Klasifikasi menurut Siwi (2012:57):

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Orthoptera

Famili : Gryllidae

Genus : Gryllus

Spesies : Gryllus bimaculatus

Gambar 1.4 Gryllus bimaculatus

e. Ordo Diplopoda

Diplopoda memiliki ciri-ciri

tubuhnya biasanya silindris, ada juga

yang pipih dorsoventral. Selalu

dengan dua pasang kaki pada tiap

segmen tubuhnya, hidup di tanah dan

serasah (Suin, 2012:71). Ordo

diplopoda dari famili lulusidae

merupakan keenam terbanyak yang

ditemukan. Pada stasiun I ordo

diplopoda yang terjebak di pitfall

trap yaitu 3 individu, sedangkan

pada stasiun II ordo diplopoda yang

terjebak di pitfall trap yaitu 10

individu, dan pada stasiun III ordo

diplopoda yang terjebak di pitfall

trap tidak ada. Ordo diplopoda pada

penelitian ini hanya ditemukan satu

famili saja yaitu famili lulusidae

Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 8 (September, 2018)

yang terdiri dari satu genus yang

ditemukan yaitu Lulus.

Berdasarkan hasil pengamatan

didapatkan ciri-ciri sebagai berikut

memilki tubuh yang panjang dan

banyak ruas atau bergaris-garis,

bewarna merah kecoklatan. Hasan,

dkk (2014:242), hewan ini dikenal

dengan sebutan kaki seribu atau

keluwing. Hewan ini bersifat

saprofor atau pemakan sisa-sisa

organisme. Tubuhnya memanjang

dengan banyak ruas (metamer).

Memiliki 30 metamer atau lebih, dan

setiap metamer terdapat tungkai yang

berpasangan. Tubuhnya berbentuk

seperti tabung atau sedikit gepeng.

Habitatnya selalu lembab.

Klasifikasi menurut Hasan, dkk

(2014:242):

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Myropoda

Ordo : Diplopoda

Famili : Lulusidae

Genus : Lulus

Spesies : Lulus sp

Gambar 1.5 Lulus sp

f. Ordo Lepidoptera

Ordo lepidoptera dari famili

lymantriidae merupakan keempat

terbanyak yang ditemukan. Pada

stasiun I ordo lepidoptera yang

terjebak di pitfall trap yaitu 6

individu, sedangkan pada stasiun II

ordo lepidoptera yang terjebak di

pitfall trap yaitu 7 individu, dan pada

stasiun III ordo lepidoptera yang

terjebak di pitfall trap yaitu 3

individu. Ordo lepidoptera pada

penelitian ini hanya ditemukan satu

famili saja yaitu famili lymantriidae

yang terdiri dari satu genus yang

ditemukan yaitu Lymantria.

Berdasarkan hasil pengamatan

didapatkan ciri-ciri sebagai berikut

bewarna coklat kekuningan, tubuh

lunak dan memiliki bulu. Chapman

(2013), ciri-ciri Lymantria marginata

memiliki tubuh lunak dan berbulu,

memiliki rahang yang kuat dan tajam

untuk mengunyah daun. Biasanya

aktif pada malam hari atau nocturnal.

Menurut Rahmat (2013:13),

lepidoptera dapat dijadikan sebagai

bioindikator diantaranya

yaitu sebagai indikator terhadap

perubahan habitat.

Klasifikasi menurut Chapman

(2013:36):

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Lymantriidae

Genus : Lymantria

Spesies : Lymantria marginata

Gambar 1.6 Lymantria marginata

g. Ordo Scorpionida

Ordo scorpionida dari famili

buthidae merupakan spesies yang

paling dikit ditemukan pada III

stasiun dengan jumlah yaitu 1

individu. Ordo scorpionida yang

terjebak di pitfall trap hanya

ditemukan pada stasiun II pada hari

kedua dengan jumlah yaitu 1

individu. Ordo scorpionida pada

penelitian ini hanya ditemukan satu

famili saja yaitu famili buthidae yang

terdiri dari satu genus yang

ditemukan yaitu Lychas.

Berdasarkan hasil pengamatan

didapatkan ciri-ciri sebagai berikut

Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 9 (September, 2018)

bewarna kuning agak kecoklatan,

memiliki 2 pencapit. Rohman

(2010:49), famili buthidae dengan

spesies Lychas mucronatus memiliki

ciri-ciri dengan warna dasar kuning

kecoklatan dengan pola kehitaman

pada tubuh, kaki, segmen terakhir

metafosa, menempati empat tipe

karakteristik mikrohabitat yaitu

serasah daun, kayu lapuk, di dalam

tanah dan di bawah batu.

Kalajengking merupakan hewan

yang berukuran kecil berkaki delapan

dengan ekor yang mengandung

racun. Kalajengking umumnya

ditemukan di habitat kering dan

lingkungan yang panas, namun

beberapa spesies ditemukan di hutan.

Kalajengking aktif pada malam hari,

memakan serangga. Pada siang hari

biasanya bersembunyi di bawah batu,

batang kayu atau pohon.

Kalajengking mampu bertahan hidup

dalam berbagai kondisi baik panas

kering maupun dingin hingga beku

tanpa makan dan minum selama

berbulan-bulan. Dengan

memperlambat sistem metabolisme

tubuhnya, kalajengking mampu

hidup lama pada kondisi tak ada

makanan.

Klasifikasi menurut Zhi Yong Di

(2014:5):

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Arachnida

Ordo : Scorpionida

Famili : Buthidae

Genus : Lychas

Spesies : Lychas mucronatus

Gambar 1.7 Lychas mucronatus

b. Faktor Abiotik Kebun Kopi

Belumai di Desa Belumai

Kecamatan Padang Ulak Tanding

Perbedaan jumlah serangga

permukaan tanah yang ditemukan

pada masing-masing stasiun

dipengaruhi oleh faktor habitat dan

juga tingginya keanekearagaman

arthropoda permukaan tanah juga

disebabkan oleh faktor pengukuran

suhu, kelembaban tanah, dan pH tanah

pada saat pengambilan sampel. Setiap

jenis serangga mempunyai kesesuaian

terhadap lingkungan tertentu. Oleh

karena itu, faktor fisik lingkungan

sangat mempengaruhi (Haneda, 2013:

45).

Suhu merupakan salah satu

faktor pembatas dalam pertumbuhan

dan perkembangan serangga. Serangga

permukaan tanah memiliki kisaran

suhu tertentu dimana spesies tersebut

dapat hidup, di luar kisaran suhu

tersebut serangga akan mati

kedinginan atau kepanasan (Rizali,

2002:45). Umumnya kisaran suhu

yang efektif bagi serangga adalah suhu

minimum 15°C, suhu optimum 25°C

dan suhu maksimum 45°C. Kisaran

tersebut sangat baik untuk

perkembangan spesies serangga

permukaan tanah. Suhu udara pada

ketiga lokasi penelitian menunjukkan

bahwa selama tiga hari penelitian

stasiun I memiliki suhu dengan kisaran

220C-33

0C, stasiun II memiliki suhu

dengan kisaran 260C-33

0C, dan stasiun

III memiliki suhu dengan kisaran

270C-32

0C. Hal ini menunjukkan

bahwa suhu udara di lokasi penelitian

merupakan suhu optimum bagi

perkembangan serangga (Kautsar,

2015:134).

Kelembaban tanah pada ketiga

lokasi penelitian berkisar antara 20%-

80%. Kelembaban tanah erat

hubungannya dengan populasi hewan

tanah, karena kondisi tanah yang

kering dapat menyebabkan tubuh

hewan tanah mengalami dehidrasi atau

kehilangan cairan (Kautsar,

2015:134). Kelembaban tersebut

Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 10 (September, 2018)

berpengaruh terhadap kelangsungan

hidup arthropoda permukaan tanah.

Jika kondisi kelembaban terlalu tinggi

maka arthropoda permukaan tanah

dapat mati atau bermigrasi ke tempat

lain. Kelembaban yang rendah akan

merangsang atrhropoda permukaan

tanah untuk bergerak ke tempat yang

memiliki kelembaban optimum,

sehingga memungkinkan terbentuknya

kelompok-kelompok (Eladisa,

2012:134). Oleh karena itu,

kelembaban tanah mempunyai peran

penting dalam menentukan

keanekaragaman arthropoda

permukaan tanah yang terdapat di

kebun kopi desa belumai kecamatan

padang ulak tanding kabupaten rejang

lebong.

Keasaman (pH) tanah

berpengaruh terhadap kehidupan dan

kegiatan hewan tanah, karena hewan

tanah sangat sensitif terhadap pH

tanah. Sehingga pH tanah merupakan

salah satu faktor pembatas. Dari hasil

pengukuran pH tanah di lokasi

penelitian, diketahui bahwa pH tanah

rata-rata bernilai 7 (netral), sehingga

mampu mendukung aktifitas serangga

terestial yang berada pada lingkungan

tersebut (Kautsar, 2015:134).

c. Indeks Keanekaragaman Serangga

Permukaan Tanah di Kebun Kopi Nilai indeks keanekaragaman

juga dipengaruhi oleh kelimpahan

sumber makanan yang tersedia pada

habitat dan kemampuan berkembang

biak serangga. Makanan merupakan

sumber gizi yang diperlukan oleh

serangga untuk bertahan hidup dan

berkembang. Jika makanan tersedia

dengan kualitas yang cocok dan

kuantitas yang cukup, maka populasi

serangga akan naik dengan cepat.

Sebaliknya, jika makanan kurang

maka populasi serangga juga akan

menurun (Jumar, 2000). Populasi

serangga akan semakin meningkat

pada komunitas yang memiliki

kuantitas dan kualitas pakan yang

sesuai dengan kebutuhan serangga

(Kautsar, 2015:133).

Dapat dilihat dari tabel 1.3

bahwa nilai indeks keanekaragaman

arthropoda permukaan tanah yang

diperoleh pada stasiun I diperoleh H

sama dengan 0,785. Jika dicocokkan

dengan penyataan Shannon- Wienner,

maka indeks keanekaragaman

arthropoda permukaan tanah pada

stasiun I tergolong keanekaragaman

rendah. Keanekaragaman yang

diperoleh stasiun I disebabkan karena

lokasi tersebut tempatnya sedikit

naungan pohon, tanahnya kering dan

gersang sehingga serangga yang

tejebak hanya sedikit.

(Leksono, 2007:156).

Sedangkan nilai indeks

keanekaragaman arthropoda

permukaan tanah yang diperoleh pada

stasiun II dapat dilihat dari tabel 1.4

adalah H sama dengan 1,177. Jika

dicocokkan dengan penyataan

Shannon-Wienner, maka indeks

keanekaragaman arthropoda

permukaan tanah pada stasiun II

tergolong keanekaragaman sedang.

Sedangnya keanekaragaman yang

diperoleh stasiun II disebabkan karena

lokasi tersebut terdapat banyak

ditumbuhi oleh tumbuhan

dibandingkan dengan stasiun I dan III,

hal itu yang menyebabkan tingginya

keanekaragaman serangga permukaan

tanah yang ditemukan pada stasiun

tersebut. Selain disebabkan oleh faktor

habitat stasiun II, sedangnya

keanekaragaman serangga permukaan

tanah juga disebabkan oleh faktor

pengukuran suhu, kelembaban tanah,

dan pH tanah pada saat pengambilan

sampel. Suhu saat pengambilan

sampel sama dengan suhu pada stasiun

II berkisar 26-27°C. Suhu tersebut

merupakan suhu yang baik untuk

kehidupan arthropoda permukaan

tanah, sehingga arthropoda semakin

banyak dan lebih mudah untuk

melakukan aktivitas (Suin, 2012:82).

Sedangkan nilai indeks

keanekaragaman serangga permukaan

Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 11 (September, 2018)

tanah yang diperoleh pada stasiun III

dapat dilihat dari tabel 4.10 halaman

37 adalah H sama dengan 0,556. Jika

dicocokkan dengan penyataan

Shannon-Wienner, maka indeks

keanekaragaman arthropoda

permukaan tanah pada stasiun III

tergolong keanekaragaman rendah.

Kondisi stasiun III ini tidak terdapat

pohon-pohon yang menaungi,

rerumputan yang tidak ada

dikarenakan sudah disemprot oleh

pemilik kebun kopi tersebut sehingga

tidak terlalu banyak individu dan

spesies yang terjebak di pitfall trap.

Rachmasary (2016:192), bahwa suhu,

pH tanah, kelembaban tanah juga

memiliki pengaruh signifikan terhadap

hidup serangga.

Berdasarkan hasil penelitian

yang telah dilakukan pada ketiga

stasiun pengamatan, keanekaragaman

arthropoda permukaan tanah

disimpulkan bahwa, tinggi rendahnya

indeks keankearagaman suatu

komunitas tergantung pada banyaknya

jumlah spesies dan individu masing-

masing spesies. Suatu komunitas

dikatakan memiliki keanekaragaman

tinggi jika komunitas tersebut disusun

oleh banyak spesies dan kelimpahan

spesies yang sama lain atau hampir

sama. Sebaliknya, jika komunitas

tersebut disusun oleh spesies dengan

kelimpahan yang tidak merata atau ada

spesies tertentu dari arthropoda

permukaan tanah yang mendominasi,

maka keanekaragamannya rendah

(Soegianto, 1994:58)

F. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan bahwa

keanekaragaman serangga permukaan tanah

di kebun kopi Belumai di Desa Belumai

Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten

Rejang Lebong:

1. Serangga permukaan tanah yang

ditemukan di kebun kopi Desa

Belumai Kecamatan Padang Ulak

Tanding Kabupaten Rejang Lebong

adalah Paraponera clavata, Blatella

sp, Plexippus paykuli, Gryllus

bimaculatus, Lulus sp, Lymantria

marginata, dan Lychas mucronatus.

2. Rata-rata pada suhu udara yang

terdapat pada ketiga stasiun penelitian

adalah 29°C-32°C. Sedangkan rata-

rata pH tanah adalah 6,6-7, dan rata-

rata kelembaban tanah adalah 3-6,3%.

3. Indeks keanekaragaman serangga

permukaan tanah pada stasiun I yaitu

0,785 yang menunjukkan

keanekaragaman jenis yang terdapat di

stasiun I tergolong keanekaragaman

rendah, sedangkan indeks

keanekaragaman serangga permukaan

tanah pada stasiun II yaitu 1,177 yang

menunjukkan keanekaragaman jenis

yang terdapat di stasiun II tergolong

keanekaragaman sedang, dan pada

stasiun III yaitu 0,556 yang berarti

keanekaragaman jenis yang terdapat di

stasiun III tergolong keanekaragaman

rendah.

Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah di Kebun Kopi Desa Belumai Kecamatan Padang Ulak Tanding Kabupaten Rejang Lebong 12 (September, 2018)

DAFTAR PUSTAKA

Chapman, R.F. (2013). The Insect Structure

and Function. Cambridge: University

Press.

Di Yong Zi, dkk. (2014). History Of Study,

Updated Checklist, Distribution And

Key Of Scorpions (Arachnida:

Scorpiones) From China. Jurnal

Zoologi Research. 35 (1) 3-19.

Eladisa G. (2012). Kelimpahan Jenis

Collembola pada Habitat

Vermikomposting. Jurnal Widya

Warta. 01

Hamama, S.F dan Sasmita, I. (2017).

Keanekaragaman Serangga

Permukaan Tanah di Sekitar

Perkebunan Desa Cot Kareung

Kecamatan Indrapuri Kabupaten

Aceh Besar. Jurnal jesbio. (4) 29-34.

Haneda, N. F. Kusmana, C., Kusuma, F.D.

(2013). Keanekaragaman Serangga

di Ekosistem Mangrove. Jurnal

Silvikultur Tropika. 04 (1). 42-46.

Hasan E. Dkk. (2014). Kelimpahan dan

Dominasi Arthropoda Tanah di

Kawasan Hutan Lindung Jailolo. 2

(2). 238-248.

Jumar. (2000). Entomologi Pertanian.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kautsar, M.A, Riyanto dan Huzaifah, S.

Keanekaragaman Jenis Serangga

Nokturnal di Kebun Botani Kampus

Fkip Universitas Sriwijaya Indralaya

dan Sumbagannya Pembelajaran

Biologi di SMA. Jurnal

Pembelajaran Biologi. 2 (2).124-

136.

Leksono. (2007). Ekologi. Malang:

Bayumedia.

Permana. S. R. (2013). Keanekaragaman

Serangga Tanah di Cagar Alam

Manggis Gadungan dan Perkebunan

Kopi Mangli Kecamatan Puncu

Kabupaten Kediri. Diakses dari

http://ethese.uin-

malang.ac.id/3160/1/11620028.pdf.

Rachmasari, O. D. Prihanta. W., Susetyarini,

R. E. (2016). Keanekaragaman

Serangga Permukaan Tanah di

Arborerum Sumber Brantas Batu-

Malang sebagai Dasar Pembuatan

Sumber Belajar Flipchart. 2 (2). 188-

197.

Rufipes, H. (2012). Fauna Indonesia. 11 (2).

10-14.

Saktyowati, D.O. (2010). Keunikan Dunia

Serangga. Jakarta: PT Wadah Ilmu.

Siwi, S. S. (2012). Kunci Determinasi

Serangga. Yogyakarta: Kanisius.

Soegianto, A. (1994). Ekologi Kuantitatif.

Surabaya: Usaha Nasional.

Suin, N, M. (2012). Ekologi Hewan Tanah.

Jakarta: Bumi Aksara.

Rahmat, A. (2013). Pelatihan Inventarisasi

dan Monitoring Flora & Arthropoda

(Arthropoda), Bandung

Rizali, A. (2002) Keanekaragaman

Arthropoda pada Lahan Persawahan

Tepian Hutan: Indikator untuk

Kesehatan Lingkungan. Jurnal

Hayati. 9 (2).

Rohman, A.F. Hadi, M dan Tarwotjo, U.

(2010). Populasi Lychas mucronatus

(Scorpiones:Buthidae) di Kampus

Undip Tembalang Semarang. Jurnal

Bioma 12 (2). 49-55.

Ruslan, H. (2009). Komposisi dan

Keanekaragaman Serangga

Permukaan Tanah Pada Habitat

Hutan Homogen dan Heterogen di

Pusat Pendidikan Konservasi Alam

(Ppka) Bodogol, Sukabumi, Jawa

Barat. Jurnal vis vitalis. 02 (1) 43-

53.