kata pengantar - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · web view16. kuliah keenam belas (k.16) bab...

84
16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN A. Istilah dan Pengertian Perikatan Dalam Buku III BW yang berjudul "van Verbintenissen", di mana istilah ini juga merupakan istilah lain yang dikenal dalam Code Civil Perancis, istilah mana diambil dari hukum Romawi yang terkenal dengan istilah "obligation". Istilah verbintenis dalam BW (KUHPerdata), ternyata diterjemahkan berbeda-beda dalam kepustakaan hukum Indonesia. Berkaitan dengan itu, Soetojo Prawirohamidjojo, di dalam salah satu bukunya menegaskan bahwa : “Istilah verbintenis, ada yang menterjemahkan dengan "perutangan", perjanjian maupun dengan "perikatan". karena masing-masing para sarjana mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam menterjemahkan dan mengartikannya, walaupun pengertian yang dimaksudkan perikatan tersebut dapat tidak terlalu jauh berbeda. Istilah perikatan dimaksud pada dasarnya berasal dari bahasa Belanda yakni verbintenis”, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berbeda-beda, sebagai bukti, di dalam KUHPerdata digunakan istilah “perikatan” untuk “verbintenis”. R. Subekti, mempergunakan istilah “verbintenis” untuk perkataan “perikatan”, demikian juga R. Setiawan, memakai istilah “perikatan” untuk “verbintenis”. Selanjutnya Utrecht, memakai istilah perutangan untuk “verbintenis”. Sebaliknya Soediman Kartohadiprodjo, mempergunakan istilah “hukum pengikatan” sebagai terjemahan dan “verbintenissenrecht, 107

Upload: dangtram

Post on 21-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

16. Kuliah Keenam Belas (K.16)

BAB IV. HUKUM PERIKATAN

A. Istilah dan Pengertian PerikatanDalam Buku III BW yang berjudul "van Verbintenissen", di mana istilah ini

juga merupakan istilah lain yang dikenal dalam Code Civil Perancis, istilah mana

diambil dari hukum Romawi yang terkenal dengan istilah "obligation". Istilah

verbintenis dalam BW (KUHPerdata), ternyata diterjemahkan berbeda-beda dalam

kepustakaan hukum Indonesia. Berkaitan dengan itu, Soetojo Prawirohamidjojo, di

dalam salah satu bukunya menegaskan bahwa :

“Istilah verbintenis, ada yang menterjemahkan dengan "perutangan", perjanjian maupun dengan "perikatan". karena masing-masing para sarjana mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam menterjemahkan dan mengartikannya, walaupun pengertian yang dimaksudkan perikatan tersebut dapat tidak terlalu jauh berbeda. Istilah perikatan dimaksud pada dasarnya berasal dari bahasa Belanda yakni “verbintenis”, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berbeda-beda, sebagai bukti, di dalam KUHPerdata digunakan istilah “perikatan” untuk “verbintenis”. R. Subekti, mempergunakan istilah “verbintenis” untuk perkataan “perikatan”, demikian juga R. Setiawan, memakai istilah “perikatan” untuk “verbintenis”. Selanjutnya Utrecht, memakai istilah perutangan untuk “verbintenis”. Sebaliknya Soediman Kartohadiprodjo, mempergunakan istilah “hukum pengikatan” sebagai terjemahan dan “verbintenissenrecht, sedangkan. Sementara itu R. Wirjono Prodjodikoro, memakai istilah “het verbintenissenrecht” diterjemahkan sebagai “hukum perjanjian” bukan hukum perikatan, demikian juga Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, memakai istilah “hukum perutangan” untuk “verb intenissenrecht” .(R. Soetojo , 1979; 10).

Dari uraian di atas, maka dapat dikatakan, bahwa untuk istilah “verbintenis”

dikenal adanya tiga istilah untuk menterjemahkannya yakni; “perikatan, perutangan,

dan perjanjian”, akan tetapi dalam berbagai perkuliahan di Fakultas Hukum yang ada

di Indonesia, penggunaan terjemahan istilah “verbintenis” tersebut lebih cenderung

menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis tersebut, demikian juga halnya

dalam tulisan ini digunakan istilah perikatan untuk menterjemahkan verbintenis

dimaksud. Beranjak dari uraian di atas, jika dikaitkan dengan adanya ketidak samaan

107

Page 2: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

pendapat tentang terjemahan istilah verbintenis tersebut, hal ini berpengaruh terhadap

perumusan perikatan, karena di dalam KUHPerdata sendiri tidak ditemui pngertian

perikatan secara yuridisnya, oleh karena untuk merumuskan tentang perikatan dapat

dipedomani beberapa pendapat para ahlinya.

Berkaitan dengan itu, menurut Hofmann, bahwa “perikatan adalah suatu

hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum, sehubungan dengan

itu seorang atau beberapa orang dari padanya (debitur atau para debitur) mengikatkan

dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak

atas sikap demikian itu”. Selanjutnya Pitlo mengatakan, bahwa “perikatan adalah

suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas

dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur)

atas sesuatu prestasi”. Sementara itu, menurut Abdulkadir Muhammad;.”Perikatan

adalah hubungan hukum yang terjadi antara debitur dan kreditur, yang terletak dalam

bidang harta kekayaan. Soediman Kartohadiprodjo, juga merumuskan perikatan

tersebut dengan; “suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua

orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain

berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi”. Demikian juga halnya, menurut

R.Setiawan, bahwa “perikatan adalah suatu hubungan hukum, yang artinya hubungan

yang diatur dan diakui oleh hukum. (R.Setiawan, 1994; 2).

Dari berbagai pengertian atau rumusan perikatan sebagaimana dikemukakan

para ahli di atas, dapat dikatakan, bahwa perikatan tersebut pada dasarnya merupakan

hubungan hukum yang artinya hubungan yang di atur dan di akui oleh hukum, baik

yang dapat dinilai dengan uang maupun tidak, yang di dalamnya terdapat paling

sedikit adanya terdapat satu dan kewajiban, misalnya suatu perjanjian pada dasarnya

menimbulkan atau melahirkan satu atau beberapa perikatan, keadaan ini tentu

tergantung pada jenis perjanjian yang diadakan, demikian juga halnya suatu perikatan

dapat saja dilahirkan karena adanya ketentuan undang-undang, dalam arti, undang-

udanglah yang menegaskan, di mana dengan terjadinya suatu peristiwa atau

perbuatan telah melahirkan perikatan atau hubungan hukum, misalnya, dengan

adanya perbuatan melanggar hukum.

108

Page 3: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

Hubungan hukum sebagaimana dimaksudkan, harus dibedakan dengan

hubungan lainnya yang ada di dalam pergaulan masyarakat, seperti pergaulan yang

berdasarkan etika dan kesopanan, kepatutan dan kesusilaan. Penyimpangan terhadap

hubungan tersebut, tidak menimbulkan akibat hukum, misalnya; janji untuk bertemu

dengan pasangan, janji untuk pergi kuliah bersama dan lain-lain yang pada dasarnya

berada diluar lingkungan hukum dalam arti, hal ini bukan merupakan perikatan atau

hubungan hukum. Sebagai perbandingan, dapat dilihat dari tiga contoh kasus berikut :

1). Amir menjual mobilnya kepada Budi, maka dalam hal ini, menimbulkan perikatan

antara kedua orang tersebut, yakni pihak Amir mempunyai kewajiban untuk

menyerahkan mobil yang dijualnya karena hal itu juga merukan haknya Budi,

demikian juga sebaliknya, bahwa pihak Budi juga mempunyai kewajiban untuk

menyerahkan atau membayar harga pada Amir karena hal itu merupakan haknya

Amir, demikian juga dari keadaan tersebut menimbulkan kewajiban bagi Budi

untuk membayar harga yang telah ditentukan;

2). Joni menitipkan sepeda motornya pada Ali, maka dengan keadaan tersebut dapat

dikatakan telah terjadinya perikatan antara kedua pihak tersebut, di mana Joni

berhak atas sepeda motor yang dititipkan atau menerima kembali sepeda motor

yang telah dititipkannya, demikian juga sebaliknya, Ali berkewajiban menyerahak

sepeda motor yang telah dititipkan oleh Joni.

3). Akhir secara tidak sengaja menabrak seseoran pejalan kaki dengan kendaraannya,

maka hal demikian juga telah melahirkan perikatan antara Akhir dengan Pejalan

kaki tersebut, di mana akhir berkewajiban untuk mengobati dan sebaliknya si

pejalan kaki mempunyai hak untuk menuntut agar Akhir mengobatinya.

Melihat beberapa pengertian perikatan dan kasus di atas, maka dapat

dikatakan bahwa pada dasarnya perikatan merupakan “suatu hubungan hukum antara

dua pihak, di mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dan pihak yang lain, dan

pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut. Dalam hal mi, dapat

disebutkan, bahwa pihak yang menuntut disebut kreditur (pihak berpiutang) dan

pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi disebut debitur (pihak berutang).

Keadaan tersebut juga dapat diartikan, bahwa adanya suatu hak dan kewajiban yang

harus dilakukan kreditur dan debitur tergantung dan yang diperjanjikan, di mana hak

109

Page 4: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

dan kewajiban kreditur dimaksudkan harus diatur oleh undang-undang, yaitu sebagai

suatu tindakan untuk melakukan tuntutan terhadap pihak yang lalai dalam

melaksanakan suatu prestasi atau kewajibannya. Hal ini berarti, bahwa secara

sederhana perikatan diartikan sebagai suatu hal yang mengikat antara orang yang satu

dengan orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum yang dapat

berupa perbuatan, misalnya jual beli, hutang-piutang, dapat berupa kejadian, misalnya

kelahiran, kematian, dapat berupa keadaan, misalnya perkarangan berdampingan,

rumah bersusun, jadi peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum, dalam

arti peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum.

Dalam hubungan hukum itu tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara

timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak

yang lain, dan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, dan sebaliknya. Pihak

yang berhak menuntut sesuatu disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib

memenuhi tuntutan disebut debitur. Hal ini berarti, menurut Ridwan Syahrani,

“bahwa terjadinya hubungan hukum antara dua pihak tersebut, di mana masing-

masing pihak (kretidur) berhak atas prestasi dan pihak yang lain (debitur)

berkewajiban memenuhi prestasi itu” (Ridwan Syahrani, 1992; 203). Prestasi

sebagaimana di maksudkan dapat dikatakan sebagai objeknya perikatan, yaitu sesuatu

yang dituntut oleh kreditur terhadap debitur, atau sesuatun yang wajib dipenuhi oleh

debitur terhadap kreditur. Prestasi adalah harta kekayaan yang diukur atau diniali

dengan uang. Yang berkewajiban membayar sejumlah uang berposisi sebagai debitur,

sedangkan pihak yang berhak menerima sejumlah uang berposisi sebagai kreditur.

Dalam hukum hutang-piutang, pihak yang berhutang disebut debitur,

sedangkan pihak yang berhutang disebut kreditur. Dalam hubungan jual beli, pihak

pembeli berposisi sebagai debitur, sedangkan penjual berposisi sebagai kreditur.

Dalam perjanjian hibah, Pemberi hibah disebut debitur, sedangkan penerima hibah

disebut kreditur. Dalam perjanjian kerja, pihak yang melakukan pekerjaan disebut

kreditur, sedangkan pihak yang berkewajiban membayar upah disebut debitur.

110

Page 5: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

Dari uraian yang telah dikemukakan, pada akhirnya perlu juga dipahami

tentang rumusan hukum perikatan, maka dengan melihat beberapa pengertian dan

kasus yang telah dikemukakan, dapat dikatakan bahwa hukum perikatan, pada

dasarnya merupakan “kesemuanya kaidah hukum atau aturan hukum yang mengatur

hak dan kewajiban seseorang yang bersumber pada tindakannya, baik dalam

lingkungan hukum kekayaan yang dapat dinilai dengan uang maupun tidak dapat

dinilai dengan uang.

B. Pengaturan Hukum PerikatanHukum Perikatan yang dimaksudkan ialah keseluruhan peraturan hukum yang

mengatur tentang perikatan. Pengaturan tersebut meliputi bagian umum dan bagian

khusus. Bagian umum membuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan

pada umumnya. Sedangkan bagian khusus memuat peraturan-peraturan mengenai

perjanjian-perjanjian bernama yang banyak dipakai dalam masyarakat. Bagian umum

meliputi bab babI, bab II bab III (hanya pasal 1352 dan 1353) da bab IV, yang

berlaku bagi perikatan pada umumnya. Bagian khusus meliputi bab III (kecuali pasal

1352 dan pasal 1353) dan babV s/d XVIII, yang berlaku bagi perjanjian-perjanjian

tertentu saja, yang sudah ditentukan namanya dalam baba-bab yang bersangkutan.

Pengaturan hukum perikatan dilakukan dengan "sistem terbuka", artinya setiap orang

boleh mengadakan perikatan apa saja baik yang belum ditentukan namanya dalam

undang-undang. tetapi keterbukaan ini dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh

undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan , dan tidak bertentangan

dengan ketertiban umum.

Sesuai dengan pengunaan sistem terbuka, maka pasal 1233 KUH Perdata

menentukan bahwa perikatan dapat timbul baik karena perjanjian maupun karena

undang-undang. Dengan kata lain, sumber perikatan itu ialah perjanjian dan undang-

undang. Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, kedua pihak debitur dan

kreditur dengan sengaja bersepakat saling mengikatkan diri, dalam perikatan mana

111

Page 6: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Pihak debitur wajib

memenuhi prestasi dan pihak kreditur berhak atas prestasi.

Dalam perikatan yang timbul karena undang-undang, hak dan kewajiban

debitur dan kreditur ditetapkan oleh undang-undang. Pihak debitur dan kreditur wajib

memenuhi ketentuan undang-undang. Undang-undang mewajibkan debitur

berprestasi dan kreditur berhak atas prestasi. Kewajiban ini disebut kewajiban

undang-undang. Jika kewajiban tidak dipenuhi, berarti pelanggaran undang-undang.

Dalam pasal 1352 KUH Perdata, perikatan yang timbul karena undang-

undang diperinci menjadi dua, yaitu perikatan yang timbul semata-mata karena

ditentukan oleh undang-undang dan perikatan yang timbul karena perbuatan orang.

perikatan yang timbul karena perbutan orang dalam pasal 1353 KUH Perdata

diperinci lagi menjadi perikatan yang timbul dari perbuatan menurut hukum

(rechtmatig) dan perikatan yang timbul dari perbuatan melawan hukum

(onrechtmatige daad).

C. Prestasi dan Wanprestasi- Prestasi

Prestasi adalah yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan.

Prestasi adalah objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi

selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam pasal 1131 KUH Perdata

dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak

bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan pemenuhan

utangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan

khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak.

Menurut ketentuan pasal 1234 KUH Perdata ada tiga kemungkinan ujud

prestasi, yaitu (a) memberikan sesuatu, (b) berbuat sesuatu, (c) tidak berbuat sesuatu.

Dalam pasal 1235 ayat 1 KUH Perdata pengertian memberikan sesuatu adalah

menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur,

misalnya dalam jual beli , sewa-menyewa, hibah, perjanjian gadai, hutang-piutang.

112

Page 7: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

Dalam perikatan yang objeknya "berbuat sesuatu", debitur wajib melakukan

perbuatan tertentu yang telah ditentukan dalam perikatan, misalnya melakukan

perbuatan membongkar tembok, mengosongkan rumah, membangun gedung. Dalam

melakukan perbuatan itu debitur harus mematuhi semua ketentuan dalam perikatan.

Debitur bertanggung jawab atas perbuatnnya yang tidak sesuai dengan ketentuan

perikatan.

Dalam perikatan yang objekbnya "tidak berbuat sesuatu", debitur tidak

melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan, misalnya tisdak

melakukan persaingan yang telah diperjanjikan, tidak membuat tembok yang

tingginya yang menghalangi pemandangan tetangganya. Apabila debitur berlawanan

dengan periktan ini, ia bertanggung jawab karena melanggar perjanjian.

- Sifat prestasiPrestasi adalah objek perikatan. Supaya objek itu dapat dicapai, dalam arti

dipenuhi oleh debitur, maka perlu diketahui sifat-sifatnya, yaitu:

1. Harus sudah ditentukan atau dapat ditentukan. Hal ini memungkinkan debitur

memenuhi perikatan. Jika prestasi itu tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan

mengakibatkan perikatan batal (niegtig);

2. Harus mingkin, artinya artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara

wajar dengan segala usahanya, jika tidak demikian perikatan batal (nietig);

3. Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak

bertentangan dengan kesusilaan, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, Jika

prestasi itu tidak halal, perikatan batal (niegtig).

4. Harus ada manpfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan,

menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat

dibatalkan (verniegtigbaar).

5. Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi itu berupa satu

kali perbuatan dilakukan lebih dari satu kali dapat mengakibatkan pembatalan

perikatan (vernietigbaar).

113

Page 8: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

17. Kuliah Ketujuh Belas (K.17)

- WanprestasiWanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang

telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur

disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu:

1. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhinya kewajiban

maupun karena kelalaian.

2. Karena keadaan memaksa (overmacht), force mejeure, jadi di luar kemampuan

debitur. Debitur tidak bersalah.

Untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah melakukan wanprestasi,

perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sangaja atau lalai tidak

memenuhi prestasi. Ada tiga keadaan, yaitu:

1. debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali,

2. debitur memenuhi prestasi, tetapi tetapi tidak baik atau keliru,

3. debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.

Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu

diperhatikan apakah dalam perkataan itu ditentukan tanggang waktu pelaksanaan

pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan

prestasi "tidak ditentukan", perlu memperingatkan debitur sepaya ia memenuhi

prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan tanggang waktunya, menurut ketentuan

pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu

yang telah ditetapkan dalam perikatan.

Bagaimana cara memperingatkan debitur agar ia memenuhi prestasinya?

Debitur perlu diberi peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib

memenuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam waktu itu debitur tidak

memenuhinya, debitur dinyatakan telah lalai atau wanprestasi. Peringatan tertulis

dapat dilakukan secara resmi dan dapat juga secara tidak resmi. Peringatan tertulis

secara resmi dilakukan melalui Pengdilan Negeri yang berwenang, yang disebut

"somatie". Kemudian Pengadilan Negeri melalui perantaraan Jurusita menyampaikan

surat peringatan tersebut kepada debitur, yang disertai berita acara penyampaiannya.

114

Page 9: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

Peringatan tertulis tidak resmi misalnya melalui suart tercatat, telegram, atau

disampaikan sendiri oleh kreditur kepada debiotur dengan tanda terima. Surat

peringatan disebut "ingebreke stelling".

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah

hukuman atau saksi hukum berikut ini:

1. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur

(pasal 1243 KUH Perdata);

2. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut

pemutusan/pembatalan perikatan melalui Hakim (pasal 1266 KUH Perdata);

3. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko berlaih kepada debitur sejak

terjadi wanprestasi (pasal 1237 ayat 2);

4. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau

pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (pasal 1267 KUH Perdata);

5. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di muka Pengadilan

Negeri, dan debitur dinyatakan bersalah;

Keadaan Mamaksa (overmacht).Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dipenuhinya prestasi oleh debitur

karena peristiwa yang yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi

ketika membuat perikatan. Dalam keadaan memaksa, debitur tidak dapat

dipersalahkan, karena keadaan ini timbul diluar kemauan dan kemampuan debitur.

Unsur-unsur keadaan memaksa adalah sebagai berikut:

1. Tidak dipenuhinya prestasi karena terjadi peristiwa yang membinasakan/

memutuskan benda objek perikatan; atau

2. Tidak dipenuhinya prestasi karena terjadi peristiwa yang menghalangi perbuatan

debitur untuk berprstasi;

3. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat

perikatan.

Dalam hal ini keadaan memaksa yang memenuhi unsur satu dan tiga, maka

keadaan memaksa ini disebut "keadaan memaksa objektif". Vollmar menyebutnya

115

Page 10: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

dengan absolute overmacht. Dasarnya ialah ketidakmungkinan (impossibility)

memenuhi prestasi, karena bendanya lenyap/musnah. Misalnya jual beli lukisan

karapan sapi karya Afandi, ketika akan diserahkan kepada pembeli di sebuah hotel,

lukisan tersebut terbakar habis bersama-sama mobil yang membawanya karena

kecelakaan lalu lintas. Peristiwwa ini mengakhiri perikatan karena tidak mungkin

dapat dipenuhi oleh debitur.

Dalam hal terjadinya keadaan memaksa yang memenuhi unsur dua dan tiga,

keadaan memaksa ini disebut "keadaan memaksa yang subjektif". Vollmar

menyebutnya dengan relative overmacht. Dasarnya ialah kesulitan memenuhi

prestasi, karena ada peristiwa yang menghalagi debitur untuk berbuat. Misalnya

seorang mahasiswa membeli sebuah mesin tik dari seorang pedagang, yang

disanggupi untuk dikirimkan dalam waktu satu minggu. Kemungkinan kapal yang

mengangkut benda itu membentur karang, sehingga harus masuk dok untuk

perbaikan. Di sini debitur mengalami kesulitan memenuhi prestasi.

Dalam peristiwa ini debitur bukannya tidak mungkin memenuhi prestasi,

tetapi sulit memenuhi prestasi, bahkan kalau dipenuhi juga memerlukan waktu dan

biaya yang banyak. Keadaan memaksa dalam hal ini bersifat sementara. Perikatan

tidak berhenti (tidak batal) hanya pemenuhan prestasinya tertunda. Jika kesulitan

sudah tidak ada lagi pemenuhan prestasi diteruskan. Tetapi jika prestasi itu sudah

tidak berarti lagi bagi kreditur karena sudah tidak diperlukan lagi, maka perikatan

"gugur" (verbal).

Perbedaan antara perikatan batal dengan perikatan gugur terletak pada ada

tidaknya objek perikatan dan objek tersebut harus mungkin dipenuhi. Pada perikatan

batal, objek perikatan tidak ada karena musnah, sehingga tidak mungkin dipenuhi

oleh debitur (sifat prestasi). Sedangkan pada perikatan gugur, objek perikatan ada,

sehingga mungkin dipenuhidengan segala macam usaha debitur, tetapi tidak

mempunyai arti lagi bagi kreditur. Jika prestasi betul-betul dipenuhi oleh debitur,

tetapi kreditur tidak menerima karena tidak ada arti (manfaat) lagi, perikatan "dapat

dibatalkan" (vernietigbaar). Persamaannya ialah pada perikatan batal, gugur,

keduanya itu tidak memcapai tujuan.

116

Page 11: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

Dalam KUH Perdata keadaan mamaksa tidak diatur secara umum, melainkan

secara khusus pada perjanjian-perjanjian tertentu saja, misalnya pasal 1237 KUH

Perdata perjanjian sepihak, pasal 1460 KUH Perdata perjanjian jual beli, pasal 1545

KUH Perdata perjanjian tukar menukar, pasal 1553 KUH Perdata perjanjian sewa-

meyewa, Karena itu, pihak-pihak bebas memperjanjikan tanggung jawab itu dalam

perjanjian yang mereka buat, apabila terjadi keadaan memaksa.

Dalam keadaan memaksa pada perjanjian hibah, resiko ditanggung oleh

kreditur (pasal 1237 KUH Perdata). Pada perjanjian jula beli, resiko ditanggung oleh

kedua belah pihak (SEMA. No. 3 tahun 1963 mengenai pasal 1460 KUH Perdata).

Pada perjanjian tukar menukar, resiko ditanggung oleh pemiliknya (pasal 1545 KUH

Perdata). Pada perjanjian sewa-meyewa, resiko ditanggung oleh pemilik benda (pasal

1553 KUH Perdata).

D. Ganti Kerugian

Menurut ketentuan pasal 1243 KUH Perdata, ganti kerugian karena tidak

dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah

dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetapi melalaikan, atau sesuatu yang harus

diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu

yang telah dilampaukannya.

Maksud "kerugian" dalam pasal di atas ialah kerugian yang timbul karena

debitur melakukan wanprestasi (lalai atau sengaja untuk memenuhi prestasi).

Kerugian tersebut wajib diganti oleh debitur terhitung sejak ia dinyakan lalai. Ganti

rugi itu terdiri dari tiga unsur, yaitu:

1. Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan, misalnya ongkos cetak, biaya materai,

biaya iklan;

2. Kerugian sesungguhnya karena kerusakan, kehilangan benda milik kreditur akibat

kelalaian debitur, misalnya busuknya buah-buahan karena kelambatan

penyerahan, ambruknya rumah karena kesalahan konstruksi, sehingga merusak

perabot rumah tangga;

117

Page 12: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan, misalnya bunga yang berjalan selama

piutang terlambat diserahkan (dilunasi), keuntungan yang tidak diperoleh karena

kelambatan penyerahan bendanya.

Ganti kerugian harus berupa uang, bukan barang, kecuali jika diperjanjian

lain. Dalam ganti keruagian itu tidak selalu ketiga unsur itu harus ada. Yang ada itu

mungkin hanya kerugian yang sesungguhnya, atau mungkin hanya ongkos-ongkos

atau biaya, atau mungkin keugian sesungguhnya ditambah dengan ongkos atau biaya.

Untuk melindungi debitur dari tuntutan sewenang-wenang pihak kreditur, undang-

undang memberikan pembatasan terhadap ganti kerugian yang harus dibayar oleh

debitur sebagi akibat dari kelalaiannya (wanprestasi). Kerugian yang harus dibayar

oleh debitur hanya meliputi :

1. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat periktan. Dapat diduga itu tidak

hanya mengenai kemungkinan timbulnya kerugian, melainkan juga meliputi

besarnya jumlah kerugian. Jika jumlah kerugian melampaui batas yang dapat

diduga, kelebihan yang melampaui batas batas yang diduga itu tidak boleh

dibebankan jkepada debitur, kecuali jika debitur ternyata melakukan tipu daya

(pasal 1247 KUH Perdata).

2. Kerugian sebgai akibat langsung dari wanprestasi (kelalaian) debitur, seperti

yang ditentukan dalam pasal 1248 KUH Perdata. Untuk menentukan syarat

"akibat langsung" dapat dipakai teori adequate. Menurut teori ini, akibat langsung

ialah akibat yang menurut pengalaman manusia normal dapat diharapkan atau

dapat diduga akan terjadi. Dengan timbulnya wanprestasi, debitur selalu manusia

normal dapat menduga akan merugikan kreditur. Teori adequte ini diikuti dalam

praktek peradilan.

3. Bunga dalam hal terlambat membayar sejumlah hutang (pasal 1250 KUH

Perdata). Besarnya bunga didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan oleh

pemerintah. Menurut yurisprodensi, pasal 1250 KUH Perdata tidak dapat

118

Page 13: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

diberikan terhadap periktan yang timbul karena perbuatan melawan hukum (Sri

Soedewi, 1974: 36).

18. Kuliah Kedelapan Belas (K.18)E. Jenis-Jenis Perikatan1). Perikatan bersyarat

Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang

digantungkan pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi

dan belum pasti terjadinya, baik dengan menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga

terjadinya peristiwa, maupun dengan membatalkan perikatan karena terjadi atau

tidak terjadinya peristiwa tersebut (pasal 1253 KUH Perdata). Dari ketentuan pasal

ini dapat dibedakan dua perikatan bersyarat yaitu periktan dengan syarat batal dan

periktan dengan syarat tangguh:

a. Perikatan dengan syarat tangguh;

Apabila syarat "peristiwa" yang diamksudkan dengan itu terjadi, maka perikatan

dilaksanakan (pasal 1263 KUHPdt). Jadi, sejak peristiwa itu terjadi, kewajiban

dibitur untuk berprestasi segera dilaksanakan. Misalnya A setuju apabila B

adiknya paviliun rumahnya, setelah B kawin. Kawin adalah peristiwa yang masih

akan terjadi dan belum pasti terjadi. Sifatnya menangguhkan pelaksanaan

perikatan. Jika B kawin, maka A berkewajiban menyerahkan paviliun rumahnya

untuk didiami oleh B.

b. Perikatan dengan syarat batal;

Disamping perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila "peristiwa" yang

dimaksudkan itu terjadi (pasal 1265 KUH Perdata). Misalnya A setuju apabila B

mendiami rumah milik A selama ia belajar di luar negeri, dengan syarat bahwa B

harus mengosongkan rumah tersebut apabila A selasai studi dan kembali ke tanah

air. Di sini syarat "selesai dan kembali ke tanah air" masih akan terjadi dan belum

belum pasti terjadi. Tetapi jika syarat tersebut terjadi perjanjian berakhir dalam arti

batal. Hal ini membawa konsekwensi bahwa segala sesuatu dipulihkan dalam

119

Page 14: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

keadaan semula seolah-olah tidak ada perikatan. Dalam contoh di atas B

berkewajiban menyerahkan kembali rumah tersebut kepada A.

Batalnya perikatan itu bukanlah "batal demi hukum", melainkan "dinyatakan

batal" oleh hakim. Jadi, jika syarat batal itu dipenuhi , maka pernyataan batal harus

dimintakan kepada hakim., tidak cukup dengan permintaan salah satu pihak saja, atau

pernyataan kedua belah pihak, meskipun syarat batal itu dicantumkkan dalam

perikatan (pasal 1266 KUHPerdata)

2). Perikatan dengan Ketetapan WaktuSuatu ketetapan waktu tidak menangguhkan perikatan, melainkan hanya

menangguhkan pelaksanaannya. Maksud syarat "Ketetapan waktu" ialah pelaksanaan

perikatan itu digantungkan pada" waktu yang ditetapkan". Waktu yang

ditetapkanadalah peristiwa yang masih akan terjadi dan terjadinya itu sudah pasti,

atau dapat berupa tanggal yang sudah ditetapkan. Misalnya A berjanji kepada anak

perempuannya yang telah kawin itu untuk memberikan rumahnya, apabila bayi yang

sedang dikandungnya lahir. Disini "kelahiran" adalah peristiwa yang masih akan

terjadi dan terjadinya itu sudah pasti. Tentu saja berdasarkan pemeriksaan dokter,

anak itu lahir hidup. Contoh lain, A berjanji kepada B, bahwa ia akan membayar

hutangnya dengan hasil panen sawahnya yang sedang menguning. Dalam hal ini

"hasil panen yang sedang menguning" sudah pasti, karna dalam waktu dekat A. Akan

panen sawah, sehingga pembayaran hutang sudah pasti.

Dalam perikatan dengan ketetapan waktu, apayang harus dibayar pada waktu

yang ditentukan tidak dapat ditagih sebelum waktu itu tiba . Tetapi apa yang sudah

dibayar sebelum waktu itu tibe dapat diminta kembali (pasal 1269 KUH Perdata).

Dalam perikatan perikatan dengan ketetapan waktu ketetapan waktu selalu dianggap

dibuat untuk kepentingan debitur, kecuali jika dari sifat perikatannya sendiri, atau

dari keadaan ternyata bahwa ketetapan waktu itu telah dibuat untuk kepentinagn

120

Page 15: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

kreditur (pasal 1270 KUH Perdata). Biasanya kepentingan kreditur itu ditetapkan

dalam perjanjian atau dalam akta.

3). Perikatan manasuka (boleh pilih)Dalam Perikatan Manasuka, objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan

perikatan manasuka, karena debitur telah memenuhi prestasi dengan memilih salah

satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Tetapi debitur tidak dapat

memaksa kreditur untuk menerima benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya.

Jika debitur telah memenuhi salah satu dari dua benda yang didsebutkan dalam

perikatan, yang dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak memilih prestasi itu ada pada

debitur, jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditur (pasal 1272 dan

1273 KUH Perdata).

Misalnya, A memesan barang elektronik berupa stereo tape rekorder pada

sebuah toko barang elektronik dengan harga yang sama yaitu Rp 75.000. Dalam hal

ini pedangang tersebut dapat memilih, menyerahkan strereo tape rekorder. Tetapi jika

diperjanjikan bahwa A yang menentukan pilihan, maka pedagang memberitahukan

kepda A bahwa barang pesanan sudah tiba, silakan A memilih salah satu diantara dua

benda objek perikatan itu. JIka A telah memilih dan dan memerima dari salah satu

benda itu, perikatan berakhir.

Jika salah satu benda yang menjadi objek perikatan itu hilang atau tidak dapat

diserahkan atau musnah, maka perikatan itu menjadi murni dan bersyahaja. Jika

kedua benda itu hilang dan debitur bersalah tentang hilangnya salah satu benda itu,

debitur harus membayar harga benda yang hilang paling akhir (pasal 1274 dan 1275

KUH Perdata).

Jika hak memilih ada pada kreditur dan hanya salah satu benda saja yang

hilang, maka jika itu terjadi bukan karena kesalahan debitur, kreditur harus

memperoleh benda yang masih ada. Jika salah satu benda tadi terjadi karena kesalhan

121

Page 16: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

debitur, maka kreditur boleh menuntut pembayaran harga salah satu menurut

pilihannya, apabila musnahnya salah satu benda atau kedua benda itu karena

kesalahan debitur (pasal 1276 KUH Perdata). Prinsip dasar di atas ini berlaku, baik

jika ada lebih dari dua benda terdapat dalam perikatan maupun jika perikatan

bertujuan melakukan suatu perbuatan (pasal 1277 KUH perdata). Melakukan

perbuatan, misalnya dalam perikatan mengerjakan bangunan dan melakukan

pengangkutan barang. Disini debitur boleh memilih mengerjakan bangunan atau

melakukan pengangkutan barang ke lokasi bangunan.

Selain dari perikatan manasuka (alternatif), ada lagi yang disebut perikatan

fakultatif, yaitu perikatan dengan mana debitur wajib memenuhi suatu prestasi

tertentu atau prestasi lain yang tertentu pula. Dalam perikatan ini hanya ada satu

objek saja. Apabila debitur tidak memenuhi prstasi itu, ia dapat menganti dengan

prestasi lain. Misalnya A berjanji kepada B untuk meminjamkan kendaraannya guna

melaksankan penelitian. Jika A tidak mungkin meminjamkan kendaraannya karena

rusak, ia dapat menganti dengan sejumlah uang biaya transportasi penelitian itu.

Perbedaan antara perikatan alternatif dengan perikatan fakultatif adalah sebagai

berikut :

a. Pada perikatan alternatif ada dua benda yang sejajar dan debitur harus

menyerahkan salah satu dari dua benda itu. Sedangkan pada perikatan fakultatif

hanya satu benda saja yang menjadi prestasi.

b. Pada perikatan alternatif jika benda yanmg satu hilang, benda yang lain menjadi

penggantinya. Sedangkan pada perikatan fakultatif jika bendanya binasa.

perutangan menjadi lenyap.

Adalagi yang disebut perikatan generik, yang objeknya dutentukan oleh

jenisnya, misalnya beras Cianjur, Kuda Nil. Perbedaannya dengan perikatan alternatif

ialah jika periktan generik objeknya ditentukan oleh jenisnya yang homogin.

Sedangkan pada perikatan alternatif objeknya ditentukan oleh jenisnya yany tidak

homogen. Keberatan perikatan generik ialah debitur tidak perlu memberikan benda

122

Page 17: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

prestasi itu yang terbaik, tetapi tidak juga yang terburuk (pasal 969 KUH Perdata).

Benda yang menjadi objek perikatan generik itu cukuplah jika sekurang-kurangnya

dapat ditentukan (perhatikan pasal 1333 KUH Perdata.

4). Perikatan Tanggung Menanggung

Dalam perikatan tangung menanggung dapat terjadi seseorang debitur

berhadapan dengan beberapa orang kreditur, atau seorang kreditur berdapan dengan

beberapa orang debitur. Apabila kreditur terdiri dari beberapa orang, ini disebut

tanggung-menanggung aktif. Dalam hal ini setiap kreditur barhak atas pemenuhan

prestasi selurauh hutang, dan jika prestasi tersebut sudah dipenuhi, debitur

dibebaskan dari hutangnya dan perikatan hapus (pasal 1278 KUH Perdata).

Dalam hubungan eksteren antara debitur masing-masing dengan kreditur,

apabila dalam suatu perikatan harus diserahkan suatu benda, yang kemudian musnah

karena kesalahan seseorang dari pihak debitur, maka pihak debitur lainnya tidak

dibebaskan dari tanggung jawabterhadap kreditur untuk membayar benda yang

musnah tersebut. Kreditur yang menderita kerugian karena salahnya debitur hanya

berhak menuntut ganti kerugian terhadap debitur yang bersalah itu (pasal 1285 KUH

Perdata). Demikian pula dengan tuntutan pembayaran bunga yang dilakukan terhadap

salah satu debitur tanggung-menanggung, berlaku juga terhadap debitur-debitur

lainnya (pasal 1286).

Jika diantara debitur tangung-menanggung itu ada hubungan hukum yang lain

dengan kreditur atau mempunyai kedudukan yang istimewa terhadap kreditur, maka

hubungan hukum tersebut harus dipisahkan dari hubungan hukum tanggung-

menaggung itu. Debitur yang bersangkutan dapat menggunakan hak tangkisannya,

sedangkan debitur yang lainnya tidak (pasal 1287 KUH Perdata). Jika seorang debitur

menjadi ahli waris dari kreditur, perikatan antara keduanya itu menjadi lenyap (pasal

1288 KUH Perdata).

123

Page 18: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

Adakalanya juga seorang kreditur menerima sari salah seorang debitur bagian

yang menjadi kewajibannya. Jika hal ini terjadi, kewajiban tanggung-menanggung

terhadap debitur lainnya tetap ada, kecuali kreditur secara tegas menyatakan bahwa

yang diterimanya itu untuk bagian keweajiban debitur itu (perhatikan pasal

1289.1290 dan 1291 KUH perdata). Dalam Peraktek terkadang jenis perikatan ini

juga terjadi, di mana perikatan tanggung-menanggung pasif, pihak kreditur lebih

merasa terjamin atas pemenuhan perikatannya. Perikatan tanggung-menanggung pasif

dapat terjadi karena :

a. Wasiat, apabila pewaris memberikan tugas untuk melaksanakan suatu legaat (hibah

wasiat) kepada ahli warisnya secara tanggung-menanggung;

b. Ketentuan undang-undang, dalam hal ini undang-undang menetapkan secara tegas

perikatan tanggung-menaggung dalam perjanjian khusus.

Perikatan tanggung-menanggung yang secara tegas diatur dalam perjanjian khusus itu

adalah sebagai berikut :

a. Persekutuan dengan Firma (pasal 18 KUHD), di mana setiap sekutu bertanggung

jawab secara tanggung-menanggung untuk seluruhnya atas semua perikatan

Firma;

b. Peminjaman barang (pasal 1749 KUH Perdata), jika beberapa orang bersama-sama

menerima suatu barang dalam peminjaman, mereka itu masing-masing untuk

seluruhnya bertanggung jawab terhadap orang yang memberikan pinjaman;

c. Pemberian kuasa (pasal 1181 KUH Perdata), seorang penerima kuasa diangkat oleh

beberapa orang untuk mewakili dalam suatu urusan yang menjadi urusan mereka

bersama, mereka bertanggung jawab untuk seluruhnya terhadap penerima kuasa

mengenai segala akibat pemberian kuasa itu;

d. Jaminan orang (borgtocht, pasal 1836 KUH Perdata), jika beberapa orang telah

mengikatkan dirinya sebagai penjamin seorang debitur yang sama untuk hutang

yang sama, mereka itu masing-masing terikat untuk seluruh hutang.

19. Kuliah Kesembilan Belas (K.19)

124

Page 19: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

5). Perikatan Dapat dan Tidak Dapat Dibagi

Suatu perikatan dikatakan dapat atau tidak dapat dapat dibagi, apabila benda

yang menjadi objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, lagi

pula pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi sifat

dapat atau tidak dapat dibagi itu didasarkan pada :

a. Sifat benda yang menjadi objek perikatan.

b. Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.

Persolan dapat atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti, apabila dalam

perikatan itu terdapat lebih seorang debitur atau lebih dari seorang kreditur. Jika

hanya seorang debitur saja, dalam perikatan itu maka perikatan itu dianggap sebagai

tidak dapat dibagi, meskipun prestasinya dapat dibagi. Menurut ketentuan pasal 1360

KUH Perdata, tak seorang debitur pun dapat memaksa kreditur menerima pem

bayaran hutangnya sebagian-demi sebagaian, meskipunhutang itu dapat dibagi-bagi.

Perikatan dapat atau tidak dapat dibagi dapat terjadi apabila salah satu pihak

meninggal dunia, sehingga timbul persoalan apakah pemenuhan prestasi dapat dibagi

atau tidak antara para ahli waris almarhum itu. Hal ini tergantung dari benda yang

menjadi objek perikatan yang penyerahan atau perbuatan pelaksanaannya dapat

dibagi atau tidak, baik secara nyata maupun secara perhitungan (pasal 1296 KUH

Perdata). Akibat hukum perikatan dapat atau tidak dapat dibagi ialah, bahwa dalam

perikatan yang tidak dapat dibagi, setiap kreditur berhak menuntut seluruh prestasi

pada setiap debitur, dan setiap debitur wajib memenuhi prestasi tersebut seluruhnya.

Dengan dipenuhi prestasi oleh seorang debitur, membebaskan debitur lainnya dan

perikatan menjadi hapus. Dalam perikatan yang dapat dibagi setiap kreditur hanya

berhak menuntut suatu baguian prestasi menurut perimbangannya, sedangkan setiap

debitur wajib memenuhi prestasi untuk bagiannya saja menurut perimbangan.

6). Perikatan dengan Ancaman Hukuman

Perikatan ini membuat suatu ancaman hukuman terhadap debitur apabila ia lalai

memenuhi prestasinnya. Ancaman hukuman ini bermaksud untuk memberikan suatu

125

Page 20: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

kepastian atau pelaksanaan isi perikatan seperti yang telah ditetapkan dalam

perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak. Disamping itu juga sebagai usaha untuk

menetapkan jumlah ganti kerugian jika betul-betul terjadi wanprestasi. Hukuman itu

merupakan suatu dorongan bagi debitur untuk memenuhi kewajiban berprestasi dan

untuk membebaskan kreditur dari pembuktian tentang besarenya ganti kerugian yang

telah dideritanya.

Menurut ketentuan pasal 1304 KUH Perdata, ancaman hukuman itu ialah,

melakukan sesuatu apabila periktan tidak dipenuhi, sedangkan penetapan hukuman

itu ialah sebagai ganti kerugian karena tidak dipenuhinya prestasi (pasal 1307 KUH

Perdata). Ganti kerugian selalu berupa uang. denbgan demikian dapat disimpulkan

bahwa ancaman hukuman itu berupa ancamam pembayaram denda. Pembayaran

denda sebagai ganti kerugian tidak dapat dituntut oleh kreditur apabila tidak

berprestasi debitur itu, karena adanya kedaan memaksa (overmacht).

Misalnya dalam perjanjian dengan ancaman hukuman, apabila seorang pemborong

bangunan dalam waktu 30 hari, tidak menyelesaikan pekerjaan nya ia dikenekan

denda Rp50.000,- setiap hati keterlambatan. Dalam hal ini jika pemborong tadi

melalaikan kewajibannya berarti ia harus membayar denda sebesar Rp 50.000,-

sebagai ganti kerugian setiaop hari keterlambatan.

Dalam menentapkan denda sebagai ganti kerugian itu mungkin jumlahnya

terlalu tinggi. Menrut ketentuan pasal 1309 KIH Perdata. hUkuman dapat diubah

dengan hakim, jika perikatan pokok telah dipenuhi sebagian. Tetapi jika debitur

belum sama sekali melaukan kewajibanya sedangakan hukuman yang ditetpkan

terlalui tinggi, Hakimpun dapat menggunakan pasal 1338 KUHPpd bahwa perjanjian

yang dibuat dengan syah harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pervormence in

good faith).

Ancaman hukuman dalam perikatan ini bersifat asesor (pelengkap), artinya

adanya hukuman tergantung adanyan perikatan pokok. Batalnya perikatan pokok

126

Page 21: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

mengakibatkan batalnya ancaman hukuman. Tetapi batalnya ancaman hukuman tidak

membewa batalnya perikatan pokok (pasal 1305 KUHpt).

20. Kuliah Kedua Puluh (K.20)F. Hapusnya perikatan

Menurut ketentuan pasal 1381 KUH Perdata, ada sepuluh caranya hapusnya

perikatan yaitu :

1. Pembayaran Pembayaran disini tidak saja meliputi penyerahan sejumlah uang melainkan juga

penyerahan suatu benda. Dengan kata lain perikatan berakhir karen pembayaran

dan peneyerahan benda. Jadi dalam hal objek perikatan adalah sejumlah uang

maka perikatan berakhir dengan pembayaran uang. Dalam hal perikatan adalah

suatu benda, maka perikatan berakhir setelah penyerahan benda. Dalam hal objek

perikatan adalah pebayaran uang dan penyerahan benda secra timbl balik,

perikatan baru berakhir setelah pembayaran dan penyerahan benda.

2. Penawaran pembayaran tunai diikuti penitipan

Apabila debitur telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantara Notaris

dan atau jurusita, kemudian kreditur menolak penawaran tersebut, atas penolakan

kreditur itu kemudian debitur meniptipkan pembayaran itu kepada Panitra

pengadilan Negeri setempat untu disimpan. Dengan demikian perikatan menjadi

hapus (pasal1404 KUHpd). Supaya penawaran pembayaran itu sah, perlu dipenuhi

syarat-syarat :

a. Dilakukan kepada kreditur atau kuasanya;

b. Dilakukan oleh debitur yang wenang membayar;

c. mengenai semua uang pokok, bunga, biaya yang telah ditetapkan;

d. waktu yang ditetapkan telah tiba;

127

Page 22: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

e. syarat dengan mana utang dibuat, telah dipenuhi;

f. penawaran pembayaran dilakukan di tempat yang telah disetujui;

g. penawaran pembayaran dilakukan oleh Notaris atau Jurusita disertai oleh dua

orang sakasi.

3. Pembaharuan hutang (novasi)

Pembaharuan hutang terjadi dengan jalan mengganti hutang lama dengan hutang

baru, debitur lama dengan debitur baru , dan kreditur lama dengan kreditur baru.

Dalam hal hutang lama diganti dengan hutang baru terjadi penggantian objek

perjanjian (novasi objek), di sini hutang lama lenyap. Dalam hal terjadi

penggantian orangnya (subjeknya), maka jika diganti debiturnya, pembaharuan ini

disebut "novasi subjek pasif". Jika yang diganti itu krediturnya, pembahruan itu

disebut "novasi subjek aktif". Dalam hal ini hutang lama lenyap.

4. Perjumpaan hutang (kompensasi)

Dikatakan ada perjumpaan hutang apabila hutang piutang debitur dan krteditur

secara timbal balik dilakukan perhitungan. Dengan perhitunganini hutang piutang

lama lenyap. Misalanya A mempunyai hutang Rp 25.000.000,- pada B. Sebaliknya

B punya hutang pada A sejumlah Rp 50.000.000,-. Setelah diperhitungkan,

ternyata B masih mempunyai hutang pada A Rp 25.000.000,-. Supaya hutang itu

dapat diperjumpakan, perlu dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. berupa sejumlah uang atau benda yang dapat dihabiskan;

b. hutang itu harus sudah dapat ditagih;

c. hutang itu seketiga dapat ditentukan atau ditetapkan jumlahnya (pasal 1427

KUHPdt).

Setiap hutang apa pun sebabnya dapat diperjumpakan, kecuali dalam hal

berikut ini;

a. apabila dituntut pengembalian suatu benda yang secara melawan hukum dirampas

dari pemiliknya, misalanya dengan pencurian;

128

Page 23: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

b. apabila dituntut pengambalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan;

c. terhadap suatu hutang yang bersumberkan pada tunjangan nafkah yang telah

dinyatakan tidak dapat disita (pasal 1429 KUH perdata). Selain itu yurisprudensi

juga menetapkan bahwa perjumpaan hutang berikut ini tidak mungkin, yaitu ;

d. hutang-hutang negara berupa pajak;

e. hutang-hutang yang timbul dari periktan wajar.

5. Percampuran Hutang

Menurut ketentuan pasal 1436 KUH Perdata, percampuran hutang itu terjadi

apabila kedudukan kreditur dan debitur itu menjadi satu, artinya berada dalam satu

tangan. percampuran hutang tersebut terjadi dami hukum. Dalam percampuran

hutang ini hutang piutang menjadi lenyap." Percampuran hutang itu terjaadi

misalnya A sebagai ahli waris mempunyai hutang pada B sebagai pewaris.

Kemudian B meninggal dunia dan A menerima warisan termasuk juga hutang atas

dirinya sendiri. Dalam hal ini hutang lenyap demihukum.

6. Pembebasan Hutang

Pembebasan hutang dapat terjadi apabila kreditur dengan tegas menyatakan tidak

menhendaki lagi prestasi dari debitur dan melepaskan haknya atas pembayaran

atau pemenuhan perikatan. Denmgan pembebasan ini perikatan menjadi lenyap

atau hapus. Menurut pasal 1438 KUH Perdata, pembebasan tidak boleh

berdasarkan persangkaan, melainkan haruss dibuktikan. Bukti tersebut dapat

digunakan, misalnya dengan pengembalian surat piutang asli oleh kreditur kepada

debitur secara sukarela (pasal 1439 KUH Perdata).

7. Musnahnya Benda yang Terhutang

Menurut ketentuan pasal 1444 KUH perdata, apabila benda tertentu yang menjadi

objek perikatan itu musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang, di luar

kesalahan debitur dan sebelumnya ia lalai menyerahkan nya pada waktu yang telah

ditentukan, maka perikatannya memnjadi hapus. Tetapi bagi mereka yang

memperoleh benda itu secara tidak sah, misalnya karena pencurian, mka

musnahnya atau hilangnya benda itu tidak membebaskan debitur (orang yang

129

Page 24: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

mencurinya) untuk mengganti harganya. Meskipun debitur lalai menyerahkan

benda itu, ia pun akan bebas dari perikatan itu, apabila ia dapat membuktikan

bahwa hapusnya atau musnahnya benda itu disebabkan oleh suatu kejadian di luar

kekuasaannya dan benda itumjuga akan menemui nasib yang sama, meskipun

sudah berada di tangan kreditur.

8. Karena Pembatalan

Dalam pasal 1446 KUH Perdata ditegaskan bahwa hanyalah menganai soal

pembatalan saja dan tidak mengenai kebatalannya, karena syarat-syarat untuk batal

yang disebutkan itu adalah syarat-syarat subjektif yang ditentukan dalam pasal

1320 KUH Perdata. Jika syarat-syarat subjektif tidak dipenuhi, maka perikatan itu

tidak batal, melainkan "dapat dibatalan" (vernitigbaar, voidable).

Perikatan yang tidak memenuhi syarat-syarat subjektif dapat dimintakan

pembatalannya kepada Hakim dengan dua cara yaitu :

a. Dengan cara aktif, yaitu meneuntut pembatalan kepada Hakim dengan

mengajukan gugatan;

b. Dengan cara pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat dimuka Hakim untuk

memenuhi perikatan dan baru diajukan alasan kekurangan dari perikatan itu.

Sementara itu, untuk pembatalan secara aktif, undang-undang memeberikan

pembatasan waktu yaitu lima tahun (pasal 1445 KUHPdt). Sedangkan

pembatalan untuk pembelaan tidak diadakan pembatasan waktu waktu.

9. Berlaku syarat batal

Maksud dengan syarat disini adalah ketentuan perjanjian yang disetujui oleh kedua

belah pihak, syarat manajika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal (neitig,

void), sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut "syarata batal". Syarat

batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu dilahirkan.

Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah

terjadi perikatan.

10. Lampau waktu (daluarsa)

130

Page 25: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

Menurut ketentuan pasal 1956 BW, "lampau waktu adalah alat untuk memperoleh

sesuatu (acquissitieve verjaring) atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan

dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh

undang-undang" (extintieve verjaring).

21. Kuliah Kedua puluh Satu (K.21)G. Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian

1. Istilah dan Pengertian Perjanjian

Istilah Perjanjian terkadang digunakan bersamaan dengan istilah lainnya

seperti kontrak, untuk itu perlu adanya penegasan, artinya mana padananan kata atau

istilah yang tepat untuk digunakan. Dikatakan demikian karena terkadang secara

teoritis dan bahkan prakteknya penggunaan suatu istilah jika tidak tepat akan

membingungkan dan mengaburkan arti atau konsep dasarnya, dalam arti apakah

terminologi yang akan digunakan, apakah kontrak dan atau perjanjian Pembatasan

demikian sangat diperlukan, dikatakan demikian, gunanya adalah untuk menyamakan

persepsi tentang penggunaan istilah yang tepat dalam pembahasan materinya.

Penggunaan istilah perjanjian sebagaimana dimaksudkan di atas, apakah sama

saja dengan kontrak”, terkadang istilah itu baik dalam teori maupun perakteknya

bersamaan digunakan dan adakalanya digunakan secara sendiri-sendiri, sehingga bagi

pihak yang belum memahami penempatan istilah tersebut cukup membingungkan,

untuk itu perlu adanya penjelasan dari segi teoritisnya. Istilah perjanjian ini, terumus

dalam bahasa Belanda dengan istilah overeenkomst, yang biasanya diterjemahkan

dengan perjanjian dan atau persetujuan. Kata perjanjian menunjukkan adanya makna,

bahwa para pihak dalam perjanjian yang akan diadakan telah sepakat tentang apa

yang mereka sepakati berupa janji-janji yang diperjanjikan. Sementara itu, kata

persetujuan menunjukkan makna bahwa para pihak dalam suatu perjanjian tersebut

juga sama-sama setuju tentang segala sesuatu yang mereka perjanjikan. Artinya

131

Page 26: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

terjemahan istilah tersebut dapat dikatakan sama, terkadang bahkan digunakan

bersamaan, hal ini disebabkan antara keduanya ditafsirkan sama, karena perjanjian itu

sendiri sebenar juga adalah persetujuan.

Dari apa yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa penggunaan

istilah perjanjian dan kontrak terkadang disamakan saja, hal ini disebabkan, karena

kontrak ini juga sebenarnya juga sebagai suatu perjanjian, karena kontrak diartikan

sebagai suatu kesepakatan yang diperjanjikan. Sebaliknya perjanjian juga merupakan

suatu perbuatan hukum yang pada asasnya lahir karena ada kesepakatan. Hal ini

berarti perjanjian dimaksud bermakna cukup luas, dalam perakteknya biasa saja

terjadi dengan cara atau bentuk lisan, sebaliknya kontrak dalam perakteknya biasanya

dilakukan dalam cara atau bentuk tertulis.

Melihat apa yang dikemukakan tersebut, tanpa mengurangi perbedaan

berbagai istilah yang digunakan, namun sebenarnya banyak para ahli yang

menyamakan penggunaan istilah dimaksud, dikatakan demikian karena pada satu sisi

suatu kontrak yang diadakan menjadi kebiasaan dilakukan secara tertulis. Sebaliknya

perjanjian dimungkinkan saja tidak dalam bentuk tertulis, namun pada prinsipnya

padanan kedua kata tersebut sering digunakan dalam perakteknya.

Berkaitan dengan uraian di atas, maka untuk memahami lebih jauh, dalam

uraian selanjutnya dibahas “bagaimana pengertian kontrak dan atau perjanjian itu

sebenarnya”. Mengenai pengertian perjanjian sebagaimana dimaksudkan, sebagai

patokan awal, dalam hal ini dapat dipedomani rumusan yang terdapat dalam Pasal

1313 KUHPerdata, di mana rumusan dalam ketentuan undang-undang itu tidak hanya

menggunakan istilah perjanjian, tetapi dalam pasal lainnya digunakan juga istilah

kontrak, seperti dikenalnya azas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal

1338 ayat (1) KUHPerdata.Dalam Pasal 1313 KUHPerdata di tegaskan bahwa suatu

perjanjian adalah; “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

132

Page 27: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

Rumusan perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata di atas mendapat kritikan

dari beberapa ahli, karena dirasakan kurang lengkap artinya terdapat beberapa

kelemahannya. Menurut Abdul Kadir Muhammad, kelemahan tersebut, antara

lain :Seolah-olah perjanjian tersebut bersifat sepihak saja, sedangkan perjanjian

bersifat dua pihak. Hal ini dilihat dari perumusan “....satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih lainnya”. Perkataan

“mengikatkan” disini sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, bukan dari kedua

belah pihak. Perumusan itu seharusnya “....saling mengikatkan dirinya...” sehingga

dengan begitu terdapat konsensus antara pihak-pihak . Jadi, perjanjian baru akan

terjadi apabila sudah ada kesepakatan antara kedua belah pihak.

Sementara itu, perkataan “perbuatan” dalam perumusan Pasal 1313

KUHPerdata mengandung pengertian menyangkut juga tindakan atau perbuatan tanpa

konsensus dan termasuk juga disini perbuatan melawan hukum. Penggunaan kata

yang lebih tepat adalah dengan memakai kata persetujuan. Sedangkan mengenai

pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata juga terlalu luas. Hal ini

disebabkan karena pengertian perjanjian yang dirumuskan dalam Pasal 1313

KUHPerdata tersebut mencakup juga pengertian perjanjian dalam lapangan hukum

keluarga, sedangkan yang dimaksud adalah hubungan hukum yang terjadi antara

debitur dan kreditur yang terletak dalam lapangan hukum harta kekayaan. Demikian

juga dalam rumusannya tidak menyebutkan tujuan. Pengertian perjanjian yang

dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut tidak menyebutkan tentang apa

yang menjadi tujuan diadakannya perjanjian atau untuk apa pihak-pihak saling

mengikatkan diri untuk melakukan perjanjian, sehingga dapat menimbulkan

pengertian yang sangat luas. (Abdul Kadir Muhammad, 1982; 77).

Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang dikemukakan oleh Abdul Kadir

Muhammad di atas, maka seharusnya rumusan tersebut: “Perjanjian adalah suatu

133

Page 28: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk

melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.(Ibid). Demikian juga

halnya dengan R. Setiawan menganggap perlu diadakan perbaikan mengenai

pengertian perjanjian tersebut, yaitu: Perbuatan harus diartikan sebagai perbutan

hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.

Menambahkan perkataan “…atau saling mengikatkan dirinya...” dalam Pasal 1313

KUHPerdata tersebut.

Dengan demikian perumusannya menjadi: “Persetujuan adalah suatu

perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. (R. Setiawan, 1994; 49). Dalam

pada itu yang dimaksud dengan kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan

diantara dua pihak atau lebih yang dapat memodifikasi atau menghilangkan

hubungan hukum.

Dari pengertian-pengertian perjanjian di atas, maka dapat dikatakan bahwa

kedua istilah dan pengertian tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda, dikatakan

demikian, karena pengertian perjanjian dan kontrak dimaksud dilahirkan karena

adanya kesepakatan dan pada akhirnya menimbulkan suatu perjanjian dan melahirkan

hubungan hukum atau perikatan. Dalam konsep hukum perdata, bahwa perikatan

sebagaimana dimaksudkan di atas, tidak saja dilahirkan karena adanya suatu

perjanjian dan atau kontrak, tetapi juga disebabkan karena undang-undang

menyatakan bahwa suatu peristiwa dan atau perbuatan seseorang tanpa didahului

adanya perjanjian/kontrak telah melahirkan hubungan hukum atau perikatan. Seperti

adanya perbuatan melawan hokum atau melanggar hokum yang dinyatakan oleh

undang-undang telah melahirkan hubungan hukum atau perikatan (Pasal 1365 dan

134

Page 29: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

1367). Artinya orang yang melanggar hukum tersebut terikat untuk menanggung

beban kerugian akibat kesalahannya.

2. Pengaturan Mengenai Perjanjian

Peraturan yang dijadikan sebagai dasar hukum perjanjian adalah KUHPerdata

Buku III Bab II yang berjudul “Perikatan-perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak

atau Perjanjian”. Secara sistematis pengaturan mengenai perjanjian dalam

KUHPerdata ini terdiri dari empat bagian, yakni dari Pasal 1313 – 1351

KUHPerdata, yang terdiri dari :

Bagian Kesatu yang mengatur tentang ketentuan umum (Pasal 1313 – 1319

KUHPerdata)

Bagian Kedua yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian (Pasal

1320 – 1337 KUHPerdata)

Bagian Ketiga yang mengatur tentang akibat-akibat dari perjanjian (Pasal 1338 –

1341 KUHPerdata)

Bagian Keempat yang mengatur tentang penafsiran perjanjian-perjanjian (Pasal 1342

– 1351 KUHPerdata)

Selain itu, terdapat beberapa ketentuan tambahan mengenai pengaturan perjanjian,

yakni :

Pasal 1266 dan 1267 Bab I Buku III KUHPerdata yaitu tentang perikatan-perikatan

bersyarat yang merupakan syarat-syarat putus yakni wanprestasi.

Pasal 1446 – 1456 KUHPerdata tentang kebatalan dan pembatalan

Dengan demikian antara perikatan dengan perjanjian mempunyai hubungan

yang sangat erat sekali. Hal itu dikarenakan mengenai perjanjian ini diatur dalam

Buku III KUHPerdata yang mengatur tentang Perikatan, dimana pengertian perikatan

135

Page 30: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

itu sendiri tidak ditegaskan pada salah satu pasalpun. Mengenai hubungan yang erat

antara perjanjian dengan perikatan ini dapat dilihat pada Pasal 1233 yang menyatakan

: “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena Undang-

undang”. Hal ini berarti, perjanjian melahirkan perikatan, demikian juga halnya

dengan undang-undang yang menentukan lahirnya perikatan. Sumber perikatan

tersebut digambarkan dalam bentuk skema :

PERIKATAN

(Pasal 1233)

Perjanjian Undang-undang

(Pasal 1313) (Pasal 1352)

Semata-mata Perbuatan

Undang-undang Manusia

(Pasal 1353)

Pekarangan Memelihara Anak

Berdampingan (Pasal 104)

(Pasal 625)

Perbuatan Menurut Hukum Perbuatan

Melawan Hukum

136

Page 31: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

Zaakwaarneming Onverschuldigde Natuurlijk

(Pasal 1354) Betaling Verbintenis

(Pasal 1359 ayat 1) (Pasal 1359 ayat 2)

3. Subjek dan Objek Kontrak/Perjanjian

Dalam suatu perjanjian terdapat pihak-pihak yang mengadakan atau

melaksanakan perjanjian dan juga terikat dengan perjanjian tersebut. Pihak itulah

yang biasa disebut dengan subjek perjanjian. Menurut Abdul Kadir Muhammad,

subjek perjanjian dapat berupa : (Abdul Kadir Muhammad, 1994; 79).

a. Manusia pribadi (Natuurlijk Persoon)

b. Badan hukum (Recht persoon)

Jadi, dapat dikatakan bahwa setiap subjek hukum dapat menjadi subjek dalam

perjanjian, dan setiap subjek perjanjian harus mampu dan wenang melakukan

perbuatan hukum seperti yang ditetapkan dalam Undang-undang. Pada dasarnya,

suatu perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri, hal inilah

yang biasanya disebut dengan azas pribadi (Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata).

Sedangkan para pihak tidak dapat mengadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga

kecuali dalam apa yang disebut dengan janji guna pihak ketiga (Pasal 1317

KUHPerdata).

Sementara itu, suatu perjanjian harus mempunyai objek yang akan

diperjanjikan. Ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa salah

satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah adanya hal tertentu. Ada hal tertentu inilah

yang disebut dengan objek perjanjian atau pokok perjanjian. Objek perjanjian dapat

137

Page 32: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

berupa benda ataupun berupa prestasi tertentu, yakni berupa benda berwujud atau

benda tidak berwujud bisa juga berupa benda yang ada atau benda yang akan ada.

22. Kuliah Kedua Puluh Dua (K.22)

4. Unsur-unsur Perjanjian

Dalam suatu perjanjian, terdapat unsur-unsur sebagai berikut, antara lain :

a. Para pihak yang sedikit-dikitnya dua orang,

Pihak-pihak inilah yang disebut dengan sebagai subjek perjanjian.

b. Ada persetujuan antara pihak-pihak itu.

Persetujuan disini bersifat tetap, bukan sedang dalam tahap berunding. Persetujuan

tersebut ditujukan dengan penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran, mengenai

syarat-syarat dan mengenai objek perjanjian.

c. Ada tujuan yang akan dicapai dengan diadakannya perjanjian.

Tujuan tersebut yaitu untuk memenuhi kebutuhan para pihak dalam perjanjian,

dimana tujuan tersebut sifatnya tidak dilarang oleh undang-undang dan juga tidak

boleh bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan.

Prestasi adalah kewajiban yang akan dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan

syarat-syarat yang diperjanjikan. Pada sistem hukum Anglo Saxon istilah prestasi

ini biasa disebut dengan “considerans”. Dimana dengan adanya persetujuan maka

akan timbul kewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi oleh para pihak dalam

perjanjian.

e. Adanya bentuk tertentu.

138

Page 33: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

Bentuk disini perlu ditentukan, karena ada ketentuan Undang-undang yang

menyatakan bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai

kekuatan mengikat dan kekuatan bukti.

f. Ada syarat-syarat tertentu

Syarat-syarat tertentu ini merupakan isi perjanjian, yang mana dari syarat-syarat itu

dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak. Syarat disini ada yang berupa syarat

pokok dan ada pula yang berupa syarat tambahan.

5. Asas-Asas Dalam Perjanjian

Dalam Hukum Perjanjian dikenal beberapa asas. Asas-asas tersebut

diantaranya adalah :

1). Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak maksudnya adalah bahwa setiap orang bebas

mengadakan perjanjian apa saja baik sudah ataupun belum diatur oleh Undang-

undang, bebas untuk tidak mengadakan perjanjian, bebas untuk mengadakan

perjanjian dengan siapa pun dan juga bebas untuk menentukan isi, syarat dan

luasnya perjanjian. Kebebasan dalam asas ini asalkan tidak melanggar ketentuan

Undang-Undang, tidak melanggar kepentingan umum dan kesusilaan.

Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1337 KUHPerdata . Pembatasan ini

diberikan sebagai akibat dari :

a. Perkembangan masyarakat, dimana dengan perkembangan ekonomi membuat

orang-orang menggabungkan diri dalam bentuk usaha bersama atau membentuk

usaha swasta.

b. Adanya campur tangan pemerintah untuk melindungi kepentingan umum.

c. Adanya aliran masyarakat yang bersifat social ekonomi.

2). Asas Konsensualisme

139

Page 34: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

Asas konsensualisme maksudnya adalah bahwa pada asasnya suatu perjanjian atau

perikatan yang timbul atau lahir adalah sejak detik tercapainya sepakat mengenai

hal-hal pokok dan tidak diperlukan suatu formalitas. Ini berarti bahwa perjanjian

itu lahir sejak kata sepakat telah tercapai, walaupun dalam pelaksanaannya

Undang-undang menetapkan tetap adanya suatu formalitas tertentu. Misalnya

adanya keharusan menuangkan perjanjian kedalam bentuk tertulis atau dengan

akta notaris. Sedangkan guna perjanjian dituangkan dalam bentuk tertulis yaitu

adalah dalam hal sebagai alat bukti.

3). Asas Kepatutan

Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Pengaturan asas ini

ditegaskan dalam Pasal 1339 KUHPerdata, yakni:

“Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas

dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat

persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-undang”. Menurut

Prof.Dr. Mariam Darus Badrulzaman, asas kepatutan ini menentukan ukuran

mengenai hubungan yang ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.

4). Asas Kekuatan Mengikat

Asas ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata yang

berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-

Undang bagi mereka yang membuatnya”. Hal tersebut berarti bahwa para pihak

mempunyai keterikatan pada perjanjian yang mereka buat.

5). Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan

perjanjian yang telah mereka buat dan mereka sepakati. Dimana masing-masing

pihak harus memenuhi prestasi yang telah disepakati bersama dengan itikad baik,

140

Page 35: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

sehingga tercipta keseimbangan antara kedua belah pihak dalam perjanjian

tersebut.

6). Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai suatu bentuk produk hukum hendaklah mengandung kepastian

hukum. Dalam menciptakan kepastian hukum bagi kedua belah pihak, maka

perjanjian itu haruslah mempunyai kekuatan mengikat layaknya sebagai Undang-

undang bagi para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.

7). Bersifat Obligatoir

Maksudnya adalah bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak itu baru dalam

tahap menimbulkan hak dan kewajiban, belum sampai pada tahap memindahkan

hak milik. Hak milik baru akan berpindah jika telah diperjanjikan tersendiri, hal ini

biasanya disebut dengan perjanjian yang bersifat kebendaan.

8). Bersifat Pelengkap

Bersifat pelengkap maksudnya yaitu pasal-pasal dalam Undang-undang boleh

disingkirkan apabila para pihak dalam perjanjian menghendakinya, dan mereka

sepakat membuat ketentuan sendiri. Tapi jika mereka tidak menentukan mengenai

hal tersebut maka ketentuan dalam Undang-undang tetap berlaku.. Buku Ketiga

KUHPerdata pada Pasal 1338-1341 mengatur mengenai akibat dari perjanjian,

antara lain sebagai berikut :

a. Berlaku sebagai Undang-Undang

Dasar hukumbahwa perjanjian berlaku sebagai Undang-undang adalah Pasal

1338 Ayat (1) KUHPerdata. Sehingga, jika ada salah satu pihak dalam

perjanjian yang melanggar perjanjian itu, maka ia dianggap telah melanggar

Undang-undang. Terhadap pelanggaran yang dilakukan akan menimbulkan

akibat hukum tertentu yaitu berupa pemberian sanksi. Hukuman bagi yang

melanggar perjanjian ditetapkan oleh hakim berdasarkan Undang-undang atau

141

Page 36: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

berdasarkan permintaan pihak lainnya. Adapun bentuk sanksi yang diberikan

dapat berupa:

1). Membayar ganti kerugian (Pasal 1234 KUHPerdata)

2). Perjanjian dapat diputuskan (Pasal 1266 KUHPerdata)

3). Menanggung beban resiko (Pasal 1237 Ayat (2) KUHPerdata)

4). Membayar biaya perkara jika sampai dibawa kehadapan hakim pengadilan

(Pasal 181 Ayat (1) HIR).

b.Tidak dapat ditarik kembali

Perjanjian yang telah dibuat secara sah dan mengikat para pihak yang membuat

perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Akan tetapi perjanjian

tersebut dapat saja ditarik kembali apabila:

- Memperoleh persetujuan dari pihak lainnya.

- Adanya alasan-alasan yang cukup kuat menurut Undang-undang.

- Alasan-alasan yang dimaksud adalah alasan yang terdapat dalam

KUHPerdata yakni pada Pasal 1571, 1587, 1814 dan 1817.

c . Pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik

Maksud dari pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik disini adalah

sebagaimana yang diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata yaitu pelaksanaan

perjanjian itu hendaknya berjalan dengan memperhatikan norma-norma

kepatutan, kesusilaan serta Undang-undang, yakni menyangkut nilai-nilai

yang patut, pantas, sesuai, cocok, sopan , layak dan beradab yang ada dalam

masyarakat.

23. Kuliah kedua puluh tiga (K.23)

142

Page 37: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

6. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang

ditetapkan oleh undang-undang. Menurut ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1320

KUHPerdata, syarat-syarat sah tersebut antara lain:

1. Adanya persetujuan kehendak antara para pihak yang membuat perjanjian;

2. Adanya kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian;

3. Ada suatu hal tertentu;

4. Ada suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua di atas disebut syarat subjektif, karena melekat

pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi,

perjanjian dapat dibatalkan . Tetapi jika tidak dimintakan pembatalan kepada Hakim,

perjajian itu tetap mengikat pihak-pihak, walaupuin diancam pembetalan sebelum

lampau waktu lima tahun (pasal 1454 KUHPdt).

Syarat ketiga dan kempat merupakan disebut syarat objektif, karena mengenai

sesuatu yang menjadi object perjanjian. Jika syrat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal.

Kebatalan ini dapat diketahui apabila perjanjian tidak mencapai tujuan karena salah

satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Kemudian diperkarakan ke Muka hakim,

dan Hakim menyetakan perjanjian batal, karena tidak memenuhi syarat objektif.

karena tidak memenuhi syarat objektif.

Persetujuan Kehendak

Persetujuan kehendak adalah kesepakatan antara pihak-pihak yang

mengadakan perjanjian, dalam arti apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga

dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Persetujuan kehendak tersebut sifatnya bebas,

artinya tidak ada paksaan, tekanan dari pihak manapun, betul-betul atas kemauan

sukarela pihak-pihak. Dalam persetujuan kehendak dimaksud juga tidak ada kekilafan

dan tidak ada penipuan.

Dikatakan tidak ada paksaan, apabila orang yang melakukan perbuatan itu

tidak berada dibawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan

upaya menakut-nakuti, misalnya akan membuka rahasia, sehingga dengan demikian

143

Page 38: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

orang itu terpaksa menyetujui perjanjian yang akan diadakan (Pasal 1324

KUHPerdata).

Dikatakan tidak ada kekilafan atau kekeliruan ataupun kesesatan, apabila

salah satu pihak tidak kilaf atau tidak keliru mengenai pokok perjanjian atau sifat-

sifat penting objek perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian

itu. Menurut Pasal 1322 ayat i dan 2 KUHPerdata, kekeliruan atau kekilafan tidak

mengakibatkan batal suatu perjanjian, kecuali apabila kekeliruan atau kekilafan itu

terjadi mengenai hakekat benda yang menjadi pokok perjanjian atau mengenai sifat

khusus/keahlian khusus diri orang dengan siapa diadakan perjanjian.

Akibat Hukum tidak ada persetujuan kehendak (karena paksaan, kehilafan,

penipuan) ialah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pemabatalannya kepada

Hakim (vernietigbaar, voidable). Menurut ketentuan pasal 1454 KUHPdt, pembatalan

dapat dimintakan dalam tenggang waktu lima tahun, dalam hal ada paksaan dihitung

sejak hari paksaan itu berhenti; dalam hal ada kehilafan dan penipuan dihitung sejak

hari diketahuinya kekhilafan dan penipuan itu.

7. Berakhirnya Perjanjian

Berakhirnya suatu perjanjian memang tidak diatur secara tersendiri dalam

Undang-undang. Akan tetapi, mengenai berakhirnya perjanjian ini dapat

disimpulkan dari beberapa ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang.

Berakhirnya persetujuan harus benar-benar dibedakan dari pada hapusnya

perikatan, karena suatu perikatan dapat hapus sedangkan persetujuannya yang

merupakan sumbernya masih tetap ada. Hal tersebut bisa ditemukan dalam

perjanjian jual beli, dimana apabila harga sudah dibayar maka perikatan mengenai

pembayaran sudah hapus, tetapi perjanjiannya belum hapus karena perjanjian

penyerahan barang belum terlaksana.

144

Page 39: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

Berakhirnya perjanjian sebagai akibat dari berakhirnya semua perikatan ini

tidaklah berlaku secara mutlak, karena ada perjanjian yang menyebabkan suatu

perikatan hapus atau berakhir. Hal tersebut dapat kita temui dalam suatu perjanjian

yang berlaku surut, misalnya saja akibat dari pembatalan yang disebabkan oleh

salah satu pihak melakukan wanprestasi (Pasal 1266 KUHPerdata) maka segala

perikatan yang telah terlaksana menjadi hapus. Berkaitan dengan hapusnya

perjanjian dimaksud, dalam prakteknya disebabkan beberapa hal, antara lain :

1). Ditentukan terlebih dahulu dalam persetujuan oleh para pihak;

Misalnya persetujuan yang dibuat ditentukan untuk batas waktu tertentu, bila

perjanjian sampai pada batas waktu yang ditentukan, maka perjanjian akan

berakhir.

2). Undang-undang menentukan batas waktu berlakunya;

Waktu tertentu tersebut dijelaskan lagi dalam pasal 1066 ayat (4) yang

berbunyi : “Persetujuan yang sedemikian hanyalah mengikat untuk selama

lima tahun, namun setelah lewatnya tenggang waktu ini, dapatlah persetujuan

itu diperbaharui”.

3). Oleh para pihak atau oleh Undang-undang ditentukan bahwa dengan terjadinya

peristiwa tertentu;

Jika salah satu pihak meninggal dunia maka persetujuan menjadi hapus.

4). Salah atu pihak atau kedua belah pihak memberikan pernyataan menghentikan

atau mengakhiri perjanjian (opzegging);

Opzegging ini hanya ada pada persetujuan–persetujuan yang bersifat

sementara, seperti pada perjanjian kerja dan perjanjian sewa menyewa.

5). Adanya putusan hakim untuk mengakhiri suatu perjanjian yang diadakan;

6). Telah tercapainya tujuan diadakan dalam perjanjian.

145

Page 40: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

24. Kuliah kedua puluh empat (K. 24)H. Perikatan Yang Lahir Dari Undang-undanga. Ketentuan undang-undang

Perikatan yang diuraikan dalam bagian ini ialah perikatan yang lahir dari

undang-undang sebagai akibat dari perbuatan orang. Jadi, bukan orang yang berbuat

itu menetapkan adanya perikatan, melainkan undang-undang menetapkan adanya

perikatan. Perbuatan orang itu dikalsifikasikan menjadi dua, yaitu perbuatan yang

sesuai dengan hukum dan perbutan yang tidak sesuai dengan hukum.

Perikatan yang timbul dari perbutan yang sesuai dengan hukum ada dua, yaitu

penyelenggaan kepentingan (zaakwarneming) diatur dalam pasal 1359 s/d 1364

KUH Perdata. Sedangkan perbutan yang timbul dari perbutan yang tidak sesuai

dengan hukum dalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) diatur dalam

pasal 1365 s/d 1380 KUH Perdata.

Perbutan melawan hukum dapat ditujukan pada harta kekeyaan orang lain dan

dapat pula ditujukan pada diri pribadi orang lain, perbuatan mana menimbulkan

kerugian pada orang lain itu. Dalam hukum Anglo Saxon, perbuatan melawan hukum

disebut "tort". Soerjono Soekonto menerjemahkan onrechtmatigedaad dengan

"penyelewengan perdata". Sebenarnya perikatan yang lahir dari undang-undang ini

antara lain dapat berbentuk ; zaarwaarneming, onverschuldigdebetaling, natuurlijke

verbintenis dan onrechtmatigedaad, namun dalam pembahasan selanjutnya hanya

dibahas mengenai zaakwaarneming dan onrechtmatigedaad, hal ini disebabkan

perbuatan demikianlah yang dominan terjadi dalam peraktek kehidupan masyarakat.

b. Penyelenggaraan Kepentingan (zaakwaarneming)

Menurut ketentuan pasal 1354 KUH Perdata, jika seseorang dengan sukarela

tanpa mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa

pengetahuan orang itu, maka secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan

146

Page 41: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

serta menyelesaikan urusan tersebut hingga orang yang diwakili keppentingan itu

dapat mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu. Selanjutnya ia

diwajibkan pula mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan tersebut. Ia

memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia dikuasakan dengan

suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas.

Figur hukum yang diatur dalam pasal 1354 KUH Perdata ini disebut

zaakwarneming, yang oleh Sri Soedewi (1974 : 53) diterjemahkan dengan kata-kata

"peyelenggaraan kepentingan". Orang yang menyelenggarakan kepentingan itu tidak

dengan kuasa dari orang yang berkepentingan. Unsur-unsur penyelenggaraan

kepentingan adalah sebagai berikut :

1. Perbuatan itu dilakukan dengan sukarela, artinya atas kesadaran sendiri tanpa

mengharapkan suatu apapun sebagai imbalannya. Yang melakukan perbuatan itu

tidak mempunyai kepentingan apa-apa, kecuali manfaat yang berlkepentingan

sendiri. Dalam hal ini ia bertindak semata-mata karena kesediaan sesama

manusia, sesama anggota keluarga, sesama teman.

2. Tanpa mendapat perintah atau kuasa, artinya yang melakukan perbuatan itu

bertindak atas inisiatif sendiri tanpa ada pesan, perintah, kuasa dari pihak yang

berpekepentinmgan baik lisan maupun tulisan.

3. Mewakili urusan orang lain, artinya yang melakukan perbuatan itu bertindak

untuk kepentingan orang lain, bukan kepentingan pribadi sendiri. Urusan yang

diwakili itu dapat berupa perbuatan atau hukum atau perbutan wajar, misalnya

memelihara hewan, barang-barang berharga, mengurus harta benda yang

terlantar.

4. Dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, artinya orang yang berkepentingan itu

tidak mengetahui bahwa kepentingan diurus oleh orang lain. Namun demikian,

jika ia mengetahui hal itu ia tidak mencegah dan tidak pula memberi kuas kepada

orang yang menyelenggarakan kepentingan itu. Jadi, secara diam-diam ia

147

Page 42: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

menyetujui kepentingan diurus oleh orang lain, walaupun mungkin bertentangan

dengan kehendaknya.

5. Wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan itu, artinya sekali ia melakukan

perbuatan untuk kepentingan orang itu, ia harus mengerjakan sampai selesai,

sehingga orang yang diewakili kepentingan itu dapat menikmatik manfaatnya

atau dapat mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu. Untuk itu ia

harus memenuhi segala kewajiban sebagai seorang bapak yang baik. Ia juga

diwajibkan menurut keadaan memberikan pertangungan jawaban. Ia juga

mengeluarkan biaya-biaya untuk mengurus kepentingan itu.

6. Bertidak menurut hukum, artinya dalam melakukan perbutan mengurus

kepentingan itu, harus dilakukan berdasarkan kewajiban menurut hukum

(undang-undang) atau bertindak tidak bertentngan dengan kehendak pihak yang

berkepentingan.

Karena perikatan ini lahir dari undang-undang maka hak dan kewajiban pihak-

pihak juga ditetapkan oleh undang-undang, seperti berikut ini;

1. Hak dan kewajiban mewakili

Ia wajib mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urussan itu sampai

selesai, dengan memberikan pertangung jawaban. Apabila yang berkepentingan

meninggal dunia, yang mengurus kepentingan itu meneruskan ahli waris orang itu

dapat mengoper pengurusan tersebut (pasal 1355 KUH Perdata). Yang mengurus

kepentingan itu memikul segala beban, biaya atau ongkos mengurus kepentingan

itu.

Orang yang mengurus kepentingan itu berhak mendapat ganti kerugian dari

orang yang diwakili atas segala perikatan yang dibuatnya secara pribadi dan

memperoleh penggantian atas segala pengeluaran yang berfaedah atau perlu (pasal

1357 KUH Perdata). Jika ganti kerugian atau pengeluaran itu belum dilunasi oleh

yang berkepentingan, orang yang mewakili itu berhak menahan benda-benda yang

148

Page 43: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

diurusnya sampai ganti kerugian atau pemngeluaran dilunasi. Hak ini disibur

"retensi".

2. Hak dan kewajiban yang diwakili

Pihak berkepentingan wajib memenuhi perikatan yang dibuat oleh wakili itu

atas namanya, membayar ganti kerugian atau pengeluaran yang telah dipenuhi oleh

pihak untuk mengurus kepentingan itu (pasal 1357 KUH perdata). Orang yang

berkepentingan berhak atas keringanan pembeyaran ganti kerugian atau

pengeluaran itu, yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pihak yang

mengurus kepentingan itu berdasarkan petimbangan hakim (pasal 1357 ayat 2

KUH Perdata). Pihak yang berkepentingan berhak meminta pertanggung jawaban

atas pengurusan kepentingan itu.

Dalam perikatan zaakwaarneming tidak dikenal upah. Undamg-undang

menentukan bahwa pihak yang telah mewakili urusan orang lain, tidak berhak atas

suatu upah (pasal 1358 KUH perdata). Namun demikian, pertimbangan untuk

memberikan sekedar imbalan atas dasar kemanusiaan terserah pada orang yang

berkepentingan sendiri.

Jika diperhatikan, perikatan zaakwarneming ini sesuai dengan falsafah

negara kita Pancasila. Perikatan ini perlu dioper dalam hukum perdata nasional

kita. Walaupun berdasarkan observasi jarang ditemukan keadaan ini, motivasi

timbulnya perikatan ini dapat dijumpai dalam masyarakat yang sifat pangujuban

masih diutamakan, misalnya di daerah pedesaan, di daerah yang jauh dari kota

besar. Contoh zaakwarneming adalah sebagai berikut :

(1) Orang yang berkeinginan berdinas di suatu daerah karena mendapat kecelakaan

lalu lintas, kemudian dirawat di R.S. Sementara anak dan rumahnya diurus

oleh tetangga dekatnya, sedangkan yang bersangkutan tidak mempunyai

keluarga yang berhak mengurus itu. Tetangga dekat tersebut menurut undang-

149

Page 44: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

undang wajib mengurus anak dan harta kekayaannya itu sampai yang

bersangkutan pulih kembali.

(2) Seorang dosen yang memelihara ternak ayam negeri dalam jumlah yang besar,

pergi keluar negeri karena mendapat tugas belajar dan perginya secara

mendadak, sehingga terlantar usahanya itu. Tanpa kuasa dari yang

bersangkutan, kakaknya mengurus ternak tersebut.

Ada beberapa perbedaan antara penyelenggaraan kepentingan

(zaakwaarneming) dan pemberian kuasa (lastgeving) antara lain:

1. Pada penyelenggaraan kepentingan, perikatan timbul karena undang-undang,

sedangkan pada pemberian kuasa, perikatan timbul karena adanya perjanjian;

2. Penyelemngaraan kepentingan tidak berhenti jika yang diwakili itu meninggal

dunia, sedangkan pada pemberian kuasa, perikatan berhenti jika pemberi kuasa

meninggal dunia;

3. Pada penyelenggaraan kepentingan tidak dikenal upah, karena dilakukan secara

sukarela, sedangkan pada pemberian kuasa, penerima kuasa berhak atas upah

karena diperjanjikan.

c. Perbuatan Melawan HukumDalam usaha mengetahui apa yang dimaksudkan dengan "perbuatan melawan

hukum" (onrechtmatige daad), Pasal 1365 KUHPerdata menentukan sebagai berikut:

"Tiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain,

mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian

tersebut". Dari ketentuan pasal tersebut, dapat ditarik empat unsur penting yakni:

1. Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig);

2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian;

3. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan;

4. antara kesalahan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.

150

Page 45: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

Salah satu saja dari unsur tersebut tidak dipenuhi, maka perbuatan itu tidak

dapat dikatakan perbuatan melawan hukum.

Perbuatan Melawan hukum terhadap diri pribadi

Perbuatan melawan hukum terhadap diri pribadi ini, dapat kita contohkan seperti

penghinaan. Penghinaan adalah perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, jadi

dapat dimasukkan dalam perbuatan melawan hukum yakni pencemaran nama baik

seseorang. Oleh karenanya dapat dituntut berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata,

dikatakan demikian, karena penghinaan dapat menimbulkan kerugian terhadap nama

baik seseorang, martabat dan kedudukan seseorang dalam masyarakat. Menurut

ketentuan dalam Pasal 1372 KUHPerdata; "gugatan berdasarkan penghinaan

bertujuan mendapatkan ganti kerugian serta pemulihan nama baik seseorang.

DAFTAR BACAAN

Ahmad Ichsan, Hukum Perdata IA, Pembimbing Masa, Jakarta, 1969;

R.Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1975;

Riduan Syahrani, Seluk-beluk dan Azas-azas Hukum Perdata, Alumni, Bandung,

1992;

Saleh Adiwinata, Perkembangan Hukum Perdata/Hukum Adat Sejak Tahun 1960,

Alumni Bandung, 1983;

Z.Ansori Ahmad, Sejarah dan Kedudukan BW di Indonesia, Rajawali, Jakarta,

1986;

Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Hukum Perdata dan Hukum Benda, Seksi Hukum

Perdata, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1975;

151

Page 46: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

BABVII HUKUM PERIKATAN-PERIKATAN PADA UMUMNYA

IDENTITAS MATA KULIAH

Nama Mata kuliah Kode Mata kuliah SKS Alokasi Pertemuan Penanggung Jawab Dosen Pemberi Kuliah

HUKUM PERDATA HKP 7205 3 24 Maryulis Martunus, S.H. 1. Muhammad Hasbi, S.H., M.H. 2. Linda Elmis, S.H., M.H.3. Ulfanora, S.H., M.H. 4. Rembrandt, S.H., M.Pd.5. Neneng Oktarina, S.H.

Deskripsi Singkat : Bagi mahasiswa yang mengikuti mata kuliah ini dibekali pengetahuan dan pemahaman tentang dasar-dasar hukum perdata yang diawali dengan pengenalan latar belakang hukum perdata tersebut, berikut pembahasan diarahkan pada pengaturan yang terdapat pada buku I KUHPerdata dengan segala perubahan

152

Page 47: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

sebagai akibat pengaruh berlakunya berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, demikian juga terhadap Buku II yang mengatur tentang Benda dan Buku III yang mengatur tentang Perikatan dari KUHPerdata tersebut. Pembahasan yang dilakukan dalam rangka perkuliahan juga dikaitkan dengan berbagai perkembangan, baik karena sudah adanya ketentuan khusus yang mengatur juga disebabkan perkembangan masyarakat serta pengaruh global.

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti mata kuliah, diharapkan mahasiswa

mempunyai bekal yang kuat tentang aspek hukum keperdataan, baik dari segi teoritisnya maupun perkembangan masyarakat

DAFTAR ISI HalamanLEMBAR PENGESAHAN...................................................................... iKATA PENGANTAR ............................................................................. iiIDENTITAS MATA KULIAH ………………………………………… iiiDAFTAR ISI ........................................................................................... iv I. PERTEMUAN PERTAMA 1. Pengenalan Silabus dan Referensi …................................................……... 1 2. Sasaran Perkuliahan ….................................................................…. 7 3. Pengantar Pengenalan Materi............................................................ 6 a. Istilah Kontrak ……….................................................................. 7 b. Pengertian Kontrak …................................................................... 9 c. Unsur-unsur Kontrak .................................................................... 10II. PERTEMUAN KEDUA 1. Pengaturan Kontrak ……………………………………………… 11 2. Teori-teori Tentang Kontrak …………………………………….. 12III. PERTEMUAN KETIGA 1. Para Pihak Dalam Kontrak ……………………………………… 16

153

Page 48: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

2. Azas-azas Dalam Kontrak ………………………………………. 18IV. PERTEMUAN KEEMPAT DAN KELIMA 1. Syarat Sahnya Kontrak ………………………………………….. 21 2. Prestasi, Wanprestasi, Overmacht dan Ganti Kerugian …………. 26 3. Berakhirnya Kontrak ……………………………………………. 30V. PERTEMUAN KEENAM DAN KETUJUH 1. Standar Kontrak, Klausula Eksonerasi …………………………… 32VI. PERTEMUAN KEDELAPAN 1. Ujian Tengan Semester …………………………………………… 35VII. PERTEMUAN KESEMBILAN – KESEBELAS 1. Pra Kontrak ..……………………………………………………. 36 2. Pembuatan Kontrak ………………………………………………. 40 3. Pasca Kontrak ……………………………………………………. 47VIII. PERTEMUAN KEDUA BELAS – KELIMA BELAS 1. Teknik Perancangan Kontrak …………………………………….. 48 2. Contoh-contoh Kontrak …………………………………………… 61IX. P E N U T UP ……………………………………………………….. 83

KATA PENGANTAR

Dalam Usaha meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan lebih terarahnya perkuliahan, diperlukan acuan yang jelas, seperti adanya ketersediaan baku ajar bagi mahasiswa, sehinggga mahasiswa dapat memahami apa yang menjadi sasaran akhir dari perkuliahan yang diberikan.

Berkaitan dengan hal tersebut, tim pengajar yang tergabung dalam mata kuliah “Diklat Kemahiran Hukum Kontrak” dapat dijadikan pedoman dalam memberikan perkuliahan. Buku ajar ini sewaktu-waktu dapat ditinjau ulang jika materi yang terdapat di dalamnya membutuhkan penyesuaian dengan kebutuhan pasar

154

Page 49: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

dan atau perkembangan keadaan serta masukan-masukan dari berbagai pihak termasuk dalam penyesuaian kurikulum dan tenaga pengajarnya.

Oleh karenanya tim pengajar diklat kemahiran hukum kontrak akan sangat berterima kasih, jika ada masukan-masukan yang membantu, memperbaiki materi yang ada maupun sumbangan tenaga pengajar yang representatif untuk itu.

Demikian buku ajar ini dibuat, atas perhatian dan kerjasama maupun sumbang sarannya, sebelumnya diucapkan terima kasih. Padang, 5 Desember 2006 Penanggung Jawab Mata Kuliah

M. Hasbi, S.H., M.H.

155

Page 50: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

BUKU AJAR HUKUM PERDATA

DI SUSUN OLEH TIM PENGAJAR

HUKUM PERDATA

Padang, 5 Desember 2006Dekan Fakultas Hukum Penanggungjawab Mata KuliahUniversitas Andalas Padang Hukum Perdata

Prof. DR. Elwi Danil, S.H., M.H. M. Hasbi, S.H., M.H

156

Page 51: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

NIP. 130 819 554 NIP. 131 918 304

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2006

157

Page 52: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

BUKU AJAR HUKUM PERDATA

DI SUSUN OLEH TIM PENGAJAR

HUKUM PERDATA

158

Page 53: KATA PENGANTAR - ibelboyz.files.wordpress.com€¦ · Web view16. Kuliah Keenam Belas (K.16) BAB IV. HUKUM PERIKATAN. A. Istilah dan Pengertian Perikatan. Dalam Buku III BW yang berjudul

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2006

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis ucapkan kepada Allah, SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya, Diktat Hukum Perdata ini dapat diselesaikan, walaupun jauh dari kesempurnaannya.

Diktat Hukum Perdata ini, sengaja dibuat oleh penulis, adalah dalam rangka membantu mahasiswa dalam melaksanakan proses belajar mengajar, disamping itu digunakan sebagai pedoman dalam memberikan perkuliahan bagi dosen pengasuh mata kuliah hukum perdata.

Diktat hukum perdata ini, materinya telah disesuaikan dengan perkembangan, terutama dengan keluarnya berbagai peraturan perundang-undangan dan ini sangat berpengaruh terhadap KUHPerdata itu sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh. Dalam arti dengan berlakunya undang-undang nasional, mengakibat sebagian dari pasal-pasal yang ada sudah tidak berlaku lagi.

Diktat ini tidaklah akan terselesaikan, jika tidak adanya partisifasi dari rekan-rekan sesama staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang. Oleh karenanya izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Padang, .... Nopember 1998

Penulis

159