nikah menurut bw dan hukum islam

Upload: syarifah-nur-azirah

Post on 19-Feb-2018

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    1/53

    1

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, kami memulakan penulisan ini dengan bantuan serta taufiq daripada

    Allah Taala. Selawat dan salam diucapkan kepada Baginda Sayyiduna MuhammadS.A.W.

    juga ke atas ahli keluarga baginda yang mulia serta para sahabatnya yang senantiasa bersama

    dalam perjuangan Nabi Muhammad S.A.W. dalam mempertahankan kedaulatan daulah

    Islamiyah di muka bumi ini.

    Makalah yang tersusun ini sebagai tugas mata kuliah Hukum Perdata dengan berbekal

    apa yang ada dalam referensi yang ada. Selanjutnya kami ingin mengucapkan jutaan terima

    kasih kepada Ibu Musfirah sebagai dosen Pengampu mata kuliah Hukum Perdata dan juga

    kepada rakan sekumpulan semuanya yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini

    baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

    Selanjutnya kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini bukanlah sesuatu

    yang terjadi begitu sempurna, karena masih banyak kekurangan yang memang iu adalah dari

    kami sendiri. Maka besarlah harapan kami dengan memohon untuk memberikan kritikan atau

    saran yang bersifat membangun. Sekian, terima kasih.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    2/53

    2

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar 1

    Bab 1: Pendahuluan

    A.

    Latar Belakang MasalahB. Rumusan Masalah

    3

    35

    Bab 2: Perbahasan

    A. Arti Dan Syarat-Syarat Untuk Perkawinan

    i. Hukum Perdata

    ii. Hukum Islam

    B. Hak Dan Kewajiban Suami Isteri

    i. Hukum Perdata

    ii. Hukum Islam

    C.

    Percampuran Kekayaani. Hukum Perdata

    ii. Hukum Islam

    D. Perjanjian Perkawinan

    i. Perjanjian Perkawinan menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam

    ii. Asas Hukum Perjanjian Perkawinan Menurut Hukum Perdata dan

    Hukum Islam

    E. Perceraian

    i. Definisi Penceraian Menurut Hukum Perdata dan hukum Islam

    ii. Dasar HukumPenceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum

    Islam

    iii. Sebab-Sebab Penceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum

    Islam

    iv. Tata Cara Penceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam

    v. Waktu Tunggu dan Iddah Menurut Menurut Hukum Perdata dan

    Hukum Islam

    F. Pemisahan Kekayaan

    6

    6

    6

    10

    14

    14

    17

    1818

    20

    22

    22

    23

    25

    25

    26

    29

    31

    42

    48

    Bab 3: Penutup

    A.

    Kesimpulan

    B.

    Saran

    51

    51

    51Daftar Pustaka 52

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    3/53

    3

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    A.

    Latar Belakang Masalah

    Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realitas kehidupan umat

    manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai

    dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat. Dalam rumah tangga berkumpul dua

    insan yang berlainan jenis (suami isteri), mereka saling berhubungan agar mendapat

    keturunan sebagai penerus generasi. Insan-insan yang berada dalam rumah tangga itulah yang

    disebut keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu bangsa, keluarga yang dicita-

    citakan dalam ikatan perkawinan yang sah adalah keluarga sejahtera dan bahagia yang selalu

    mendapat ridha dari Allah S.W.T..

    Sesuai hakekat manusia yang membedakannya dengan mahluk hidup lainnya, sudah

    menjadi kodrat alam sejak dilahirkan manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya

    didalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan

    hidupnya baik yang bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Pada umumnya, pada suatu masa

    tertentu bagi seorang pria maupun sorang wanita timbul kebutuhan untuk hidup bersama

    dengan manusia lainnya yang berlainan jenis kelaminnya. Hidup bersama antara seorang pria

    dengan seorang wanita yang telah memenuhi syarat-sayarat terentu disebut perkawinan.

    Perkawinan ini disamping merupakan sumber kelahiran yang berarti obat penawar

    musnahnya manusia karena kematian juga merupakan tali ikatan yang melahirkan keluarga

    sebagai dasar kehidupan masyarakat dan negara. Hidup bersama antara seorang pria dan

    seorang wanita tersebut mempunyai akibat yang sangat penting dalam masyarakat, baik

    terhadap kedua belah pihak maupun terhadap keturunannya serta anggota masyarakat lainnya.

    Oleh karena itu dibutuhkan suatu peraturan yang mangatur tentang hidup bersama itu.

    Pada masyarakat sekarang, suatu perkawinan dianggap sah apabila telah mendapat pengakuan

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    4/53

    4

    dari negara. Cara untuk mendapatkan pengakuan itu sering berbeda-beda diantara negara yang

    satu dengan negara yang lain.

    Di dalam Negara Republik Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila,

    dimana sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa maka perkawinan dianggap

    mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama atau kerohanian sehingga perkawinan

    bukan saja mengandung unsur lahir atau jasmani tetapi juga mengandung unsur batin atau

    rohani, disamping itu pula perkawinan mempunyai peranan yang penting, terlebih-lebih sejak

    berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dimana di dalam pasal

    2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan diluar hukum masing-masing agama dan

    kepercayaannya. Dengan demikian peranan agama dan kepercayaan semakin lebih diteguhkan

    didalam hukum positif kita. Dengan adanya pasal 2 ayat (1) tersebut pelaksanaan menurut

    agama dan kepercayaan masing-masing telah merupakan syarat mutlak untuk menentukan sah

    atau tidaknya suatu perkawinan. Tidak ada persoalan apabila perkawinan hanya dilakukan

    antara orang-orang yang seagama atau sekepercayaan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka

    dibuatlah makalah ini yang berjudul Perbandingan Hukum Perkawinan dalam Hukum

    Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Hukum Islam dengan tujuan untuk memahami lebih jauh

    tentang makna hukum perkawinan menurut pandangan hukum perdata dan hukum islam.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    5/53

    5

    B. Rumusan Masalah

    1. Apakah pengertian dan syarat-syarat untuk perkahwinan dalam hukum perdata dan

    hukum Islam?

    2. Apakah hak dan kewajiban suami dan isteri dalam hukum perdata dan hukum

    Islam?

    3. Bagaimanakah pencampuran kekayaan dalam hukum perdata dan hukum Islam?

    4. Apakah perjanjian perkawinan dalam hukum perdata dan hukum Islam?

    5.

    Apakah penceraian dalam hukum perdata dan hukum Islam?

    6.

    Apakah pemisahan kekayaan dalam hukum perdata dan hukum Islam?

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    6/53

    6

    BAB 2

    PERBAHASAN

    A.

    ARTI DAN SYARAT-SYARAT UNTUK PERKAWINAN

    i. Hukum Perdata

    Arti Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan

    untuk waktu yang lama.1 Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam

    hubungan-hubungan perdata seperti dalam pasal 26 Bugerlijk Wetboek.2

    Pasal 26 itu menerangkan bahwa suatu perkawinan yang sah, hanyalah perkawinan

    yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    (Bugerlijk Wetboek) dan syarat-syarat serta peraturan agama dikesampingkan.

    Suatu asas lagi dari Bugerlijk Wetboek, poligami adalah dilarang3seperti dalam pasal

    27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pada waktu yang samam seorang lelaki hanya

    boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja dan seorang perempuan hanya

    dengan satu orang lelaki saja.4Larangan ini termasuk ketertiban umum dalam arti kata lain

    bila dilanggar selalu diancam dengan pembatalan perkawinan yang dilangsungkan itu.

    Syarat-syarat untuk mendapat sahnya perkawinan ialah:5

    a. Kedua pihak harus telah mencapai umur yang ditetapkan dalam undang-undang yaitu

    untuk seorang lelaki 18 tahun dan untuk seorang perempuan 15 tahun,

    b.

    Harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak,

    c. Cara seorang perempuan yang sudah pernah kawin harus lewat 300 hari dahulu

    sesudahnya putusan perkawinan pertama,

    1Prof. Subekti. SH., Pokok-Pokok Hukum Perdata , (Bandung: Penerbit PT Intermasa, 2001), Cetakan

    ke XXIX, h. 232Soedharyo Soimin SH.,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kata Pengantar: Prof. Bismar Siregar

    SH. ( Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cetakan ke 12, h. 83

    Prof. Subekti. op. cit4Soedharyo Soimin, SH., op. cit

    5Prof. Subekti S.H., op. cit

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    7/53

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    8/53

    8

    a. Pemberitahuan (aangifte) tentang kehendak akan kawin kepada Pegawai Pencatatan

    Sipil (Ambtenaar Burgerlijke Stand), yaitu pegawai yang nantinya akan melansungkan

    pernikahan,

    b. Pengumuman (afkondiging) oleh pegawai tersebut, tentang akan dilansungkan

    pernikahan itu.

    Kepada beberapa orang oleh undang-undang diberikan hak untuk mencegah atau

    menahan (stuiten) dilansungkan pernikahan, yaitu:

    a.

    Kepada suami atau isteri serta anak-anak dai sesuatu pihak yang hendak kawin,

    b.

    Kepada orang tua kedua belah pihak,

    c. Kepada jaksa (officier van justitie)

    Seorang suami dapat menghalang-halangi perkawinan yang kedua dari isterinya dan

    sebaliknya si isteri dapat menghalang-halangi perkawinan yang kedua dari suaminya. Anak-

    anak juga berhak menghalang pernikahan kedua dari si ayah atau ibunya. Orang tua dapat

    mencegah pernikahan, jikalau anak-anak belum mendapat izin dari mereka. Juga

    diperkenankan sebagai alasan bahwa setelah mereka memberikan izin barulah mereka

    mengetahui yang calon menantunya telah ditaruh di bawah curatele7.

    Kepada Jaksa diberikan hak untuk mencegah dilansungkannya perkawinan yang

    sekiranya akan melanggar larangan-larangan yang bersifat menjaga ketertiban umum.

    Caranya mencegah perkawinan itu ialah dengan memasukkan perlawanan kepada

    Hakim. Pegawai Pencatatan Sipil lalu tidak boleh melansungkan pernikahan sebelum ia

    menerima putusan Hakim.

    Surat-surat yang harus diserahkan kepada Pegawai Pencatatan Sipil agar ia dapat

    melansungkan pernikahan, ialah:

    7Curalete: Curalete atau pengampuan dapat dikatakan sebagai lawan dari Pendewasaan (handlichting)

    kerana adanya pengampuan, seseorang yang sudah dewasa (meerderjarig) karena keadaan-keadaan mental danfisiknya dianggap tidak atau kurang sempurna, diberi kedudukan yang sama dengan seorang anak yang belum

    dewasa (minderjarig).

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    9/53

    9

    1) Surat kelahiran masing-masing pihak,

    2) Surat pertanyaan dari Pegawai Pencatatan Sipil tentang adanya izin orang tua, izin

    mana juga dapat diberikan dalam surat perkawinan sendiri yang akan dibuat itu,

    3) Proses-verbal dari mana ternyata perantaraan Hakim dalam hal perantaraan ini

    dibutuhkan,

    4) Surat kematian suami atau isteri atau putusan penceraian perkawinan lama,

    5) Surat keterangan dari Pegawai Pencatatan Sipil yang menyatakan telah

    dilansungkan pengumuman dengan tiada perlawanan dari sesuatu pihak,

    6)

    Dispensasi dari Presiden (Menteri Kehakiman), dalam hal ada suatu larangan

    untuk kawin.

    Pegawai Pencatatan Sipil berhak menolak diharuskan untuk melangsungkan

    pernikahan, apabila ia menganggap surat-surat kurang cukup. Dalam hal yang demikian,

    pihak-pihak yang berkepentingan dapat memajukan permohonan kepada Hakim untuk

    menyatakan bahawa surat-surat itu sudah mencukupi.8

    Pada asasnya seorang yang hendak kawin diharuskan menghadap sendiri di muka

    Pegawai Burgerlijke Stand itu dengan membawa dua orang saksi. Hanya dalam keadaan yang

    luar biasa dapat diberikan izin oleh Menteri Kehakiman untuk mewakilkan orang lain

    menghadap yang harus dikuasakan secara authentiek.

    Suatu perkawinan yang dilansungkan di luar negeri, sah apabila dilansungkan menurut

    cara-cara yang berlaku di negeri asing yang bersangkutan, asal saja tidak dilanggar larangan-

    larangan yang bersifat menjaga ketertiban umum di negeri kita sendiri. Dalam satu tahun

    setelah mereka tiba di Indonesia, perkawinan harus didaftarkan dalam daftar Burgerlijke

    Stand di tempat kediamannya.

    8Prof. Subekti S.H, loc. cit, h. 26

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    10/53

    10

    Ada kemungkinan, misalnya karena kekhilafan, suatu pernikahan telah dilansungkan,

    padahal ada syarat-syarat yang tidak dipenuhi atau ada larangan-larangan yang telah

    melanggar. Misalnya, salah satu pihak masih terikat oleh suatu perkawinan lama, atau

    perkawinan telah dilansungkan oleh Pegawai Pencatatan Sipil yang tidak berkuasa atau lain

    sebagainya. Perkawinan semacam itu dapat dibatalkan oleh Hakim atas tuntutan orang-orang

    yang berkepentingan atau atas tuntutan Jaksa, tetapi selama pembatalan ini belum dilakukan,

    perkawinan tersebut berlaku sebagai suatu perkawinan yang sah.

    Meskipun suatu pembatalan itu pada asasnya bertujuan mengembalikan keadaan

    seperti pada waktu perbuatan yang dibatalkan itu belum terjadi, tetapi dalam hal suatu

    perkawinan dibatalkan, tidak boleh kita beranggapan seolah-olah tidak pernah terjadi suatu

    perkawinan, karena terlalu banyak kepentingan dari berbagai pihak harus dilindungi. Dari itu,

    dalam hal suatu perkawinan dibatalkan, undang-undang telah menetapkan sebagai berikut:

    1. Jika sudah dilahirkan anak-anak dari perkawinan tersebut, anak-anak ini tetap

    mempunyai kedudukan sebagai anak sah,

    2. Pihak yang berlaku jujur tetap memperoleh dari perkawinan itu hak-hak yang semesti

    didapatnya sebagai suami atau isteri dalam perkawinan yang dibatalkan itu,

    3. Juga orang-orang pihak ketiga berlaku jujur tidak boleh dirugikan karena pembatalan

    perkawinan itu.

    Pada asasnya suatu perkawinan harus dibuktikan dengan surat perkawinan. Hanya,

    apabila daftar-daftar pencatatan telah hilang, diserahkan kepada Hakim untuk menerima

    pembuktian secara lain, asal saja menurut keadaan yang nampak keluar dua orang laki

    perempuan dapat dipandang sebagai suami-isteri atau menurut perkataan undang-undang: asal

    ada suatu bezit van den huwelijken staat.

    ii.

    Hukum Islam

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    11/53

    11

    Nikah dari segi bahasa ialah dakap dan bertaut. Dikatakan pokok-pokok itu bernikah

    bermaksud bertaut antara satu dengan yang lain. Sementara nikah pada syara pula ialah aqad

    yang mengharuskan hubungan suami isteri yang dibenarkan oleh syara. Ia diistilahkan

    sedemikian kerana nikah mengikat dan merapatkan hubungan individu. Orang Arab

    menggunakan lafaz nikah dengan maksud aqad bermesra dan persetubuhan.9

    Di dalam Hukum Islam, poligami adalah dibenarkan dan harus hukumnya. Hal ini

    berdasarkan firman Allah , Dalam surah An-Nisa (4): ayat 3, Allah S.W.T. telah berfirman:

    ...

    Artinya,

    Dan jika kamu takut tidak berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim (apabila kamu

    berkahwin Dengan mereka), maka berkahwinlah Dengan sesiapa Yang kamu berkenan dari

    perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat

    Walau begitu, hukum poligami ini berubah menjadi sunat, makruh dan haram berdasarkan

    situasi dan keadaan individu yang menginginkan poligami.10

    Syarat-syarat untuk dapat sahnya perkawinan menurut Hukum Islam ialah:11

    a. Pengantin Lelaki (bakal suami)

    b.

    Pengantin Perempuan (bakal isteri)

    c.

    Wali

    d. Dua orang saksi lelaki

    e. Ijab dan qabul (akad nikah)

    9Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Al-Fiqh al Manhaji Ala Madhab

    al-Imam al-Shafii, Dialih bahasa oleh Ustazah Rasyidah Binti Adam dan Al Fadhil Ust. Shaifudin bin Mauluq

    Manhaj Fiqh Al-ShafiI Jilid 8( Negeri Sembilan: Mashi Publication Sdn. Bhd., 2011) Cetakan ke 3. h. 210

    Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Ibid., h.6011Shafiqolbu,Rukun-Rukun Dan Syarat Sah Nikah, artikel diaksespada 1 November 2015 dari

    https://shafiqolbu.wordpress.com/2013/12/21/rukun-rukun-dan-syarat-sah-nikah/

    https://shafiqolbu.wordpress.com/2012/01/15/2012/01/04/2011/11/20/https://shafiqolbu.wordpress.com/2012/01/15/2012/01/04/2011/11/20/https://shafiqolbu.wordpress.com/2013/12/21/rukun-rukun-dan-syarat-sah-nikah/https://shafiqolbu.wordpress.com/2013/12/21/rukun-rukun-dan-syarat-sah-nikah/https://shafiqolbu.wordpress.com/2013/12/21/rukun-rukun-dan-syarat-sah-nikah/https://shafiqolbu.wordpress.com/2012/01/15/2012/01/04/2011/11/20/
  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    12/53

    12

    Tentang hal larangan untuk kawin dalam hukum islam adalah mewajibkan

    penghormatan dan penghargaan kepada seseorang seperti ibu kandung. Selain itu, tabiat yang

    sempurna tidak merelakannya seperti anak perempuan dan adik-beradik perempuan sendiri.

    Larangan ini juga adalah untuk menjaga maruah diri sebagai tujuan perkawinan tidak akan

    mencapai apabila mengahwini perempuan yang mempunyai hubungan kerabat yang terlalu

    hampir seperti anak saudara atau cucu.

    Hal ini adalah karena pergaulan dengan mereka amat kerap dan rapat. Bagi membina

    keluarga dengan teratur dan tersusun seperti haram mengahwini adik-beradik susuan dan anak

    saudara susuan. Bagi tujuan dan hikmah seperti inilah Islam mengharamkan perkawinan

    sesetengah lelaki dengan sesetengah perempuan dan sebaliknya.12

    Namun begitu, larangan atau pengharaman dalam Hukum Islam ini terbahagi kepada

    dua yaitu haram yang kekal dan haram yang sementara. Maksud haram yang kekal ialah

    perempuan yang haram dikahwini selama-lamanya, walau apa keadaan sekalipun.13 Haram

    yang sementara bermaksud perempuan yang haram dikahwini untuk semestara waktu atas

    sebab-sebab yang tertentu. Apabila sebab itu hilang maka bolehlah dikahwini.14

    Tentang hal izin dalam Hukum Islam dapat diterangkan bahwa apabila seorang

    perempuan yan baligh dan berakal mahu berkawin dengan seorang yang sekufu dengannya

    wali wajib mengahwininya. Jika wali enggan walaupun bapanya sendiri perkahwinan tersebut

    diwakilkan dengan sultan. Hal ini adalah kerana mengahwinkan perempuan dengan yang

    sekufu adalah tanggungjawab wali15

    Anak tidak sah taraf atau anak luar nikah ialah anak yang lahir sebelum adanya

    perkahwinan yang sah. Sekiranya anak yang tidak sah taraf itu perempuan dan semasa dia

    12Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, loc. cit, h. 34

    13

    Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Ibid., h. 3514Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Ibid., h. 47

    15Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Ibid., h. 141

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    13/53

    13

    berkahwin maka walinya ialah wali hakim16. Begitu juga anak angkat. Jika anak angkat itu

    berasal dari anak tidak sah taraf maka walinya adalah wali hakim kerana anak itu dianggap

    tidak mempunyai wali nasab.17

    Wali ada beberapa bagian, salah satunya adalah wali ijbar. Wali Ijbar ialah ayah dan

    kakek sebelah ayah sahaja. Wali Ijbar ini boleh mengahwinkan anak atau cucu daranya tanpa

    izin dan kerelaannya. Hal ini demikian kerana bapa dan kakek sebelah ayah lebih mengetahui

    maslahat anak gadis tersebut dan wujudnya perasaan kasih sayang terhadapnya.18

    Dalam Hukum Islam, sebelum melansungkan perkawinan, harus dilakukan terlebih dahulu:

    a.

    Tiada halangan perkahwinan selagi tidak melanggar prosedur.19

    b. Mematuhi Enakmen Undang Undang Keluarga Islam

    c. Menghadiri kursus pra perkahwinan dan mendapat sijil yang diperakui oleh Jabatan

    Agama Islam Negeri.

    d. Mendapat kebenaran berkahwin dari Jabatan Agama Islam

    Di dalam hukum Islam, wanita yang kematian suami atau selepas bercerai mempunyai

    iddah. Iddah ialah nama bagi tempoh tertentu bagi seseorang perempuan menunggu semata-

    mata mematuhi perintah Allah , atau sebagai tanda kesedihan terhadap pemergian suami

    atau memastikan rahimnya bersih daripada kandungan.20

    Iddah terbagi kepada dua yaitu iddah kerana kematian dan iddah kerana penceraian.

    Iddah kerana kematian ialah iddah yang diwajibkan kepada isteri yang kematian suami. Jika

    isteri itu hamil maka iddahnya berakhir setelah melahirkan dan jika isteri tidak hamil maka

    16 Wali hakim bertindak sebagai wali kepada pengantin perempuan yang tidak mempunyai wali.

    Menurut Seksyen 2(1) Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan, Wali Hakim bererti wali

    yang ditauliahkan oleh Yang diPertuan Agong dalam hal Wilayah Persekutuan, Pulau Pinang, Sabah dan

    Sarawak atau oleh Raja dalam hal sesuatu negeri lain, untuk mengahwinkan perempuan yang tidak mempunyai

    wali dari nasab.17

    Natasia Maiza,:: HUKUM NIKAH :: WALI HAKIM- Dibolehkan dlm Situasi Tertentu, artikeldiakses pada 1 November 2014 darihttps://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-

    dlm-situasi-tertentu/18

    Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Ibid., h.13719

    Natasia Maiza,Prosedur Perkahwinan Islam, artikel diakses pada 1 November 2015 darihttps://munajahcinta.wordpress.com/prosedur-perkahwinan-islam/

    20Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, loc. cit, h. 328-335

    https://twitter.com/MaizaNatasiahttps://twitter.com/MaizaNatasiahttps://twitter.com/MaizaNatasiahttps://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-dlm-situasi-tertentu/https://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-dlm-situasi-tertentu/https://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-dlm-situasi-tertentu/https://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-dlm-situasi-tertentu/https://twitter.com/MaizaNatasiahttps://twitter.com/MaizaNatasiahttps://twitter.com/MaizaNatasiahttps://munajahcinta.wordpress.com/prosedur-perkahwinan-islam/https://munajahcinta.wordpress.com/prosedur-perkahwinan-islam/https://munajahcinta.wordpress.com/prosedur-perkahwinan-islam/https://twitter.com/MaizaNatasiahttps://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-dlm-situasi-tertentu/https://munajahcinta.wordpress.com/2009/07/29/wali-hakim-dibolehkan-dlm-situasi-tertentu/https://twitter.com/MaizaNatasia
  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    14/53

    14

    iddahnya ialah empat bulan dan sepuluh hari. Iddah bagi isteri yang diceraikan sama ada

    fasakh atau pun talaq ialah jika isteri itu hamil maka iddahnya berakhir setelah melahirkan

    dan jika tidak hamil maka iddahnya berakhir setelah tiga kali suci daripada haidh bermula

    selepas cerai.

    B. Hak dan Kewajiban suami steri

    i. Hukum Perdata

    Suami Isteri harus setia satu sama lain, bantu-membantu berdiam bersama-sama,

    saling memberikan nafkah dan bersama-sama mendidik anak-anak.21

    Perkawinan oleh undang-undang dipandang sebagai suatu perkumpulan

    (echtvereniging). Suami ditetapkan menjadi kepala atau pengurusnya. Suami menguruskan

    kekayaan mereka bersama di samping berhak juga mengurus kekayaan si isteri, menentukan

    tempat tingal bersama, melakukan kekuasaan orang tua dan selanjutnya memberi bantuan

    (bijstand) kepada si isteri dalam hal melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Yang

    belakangan ini, berhubung dengan ketentuan dalam Hukum Perdata Eropah bahwa seorang

    perempuan yang telah kawin tidak cakap untuk bertindak sendiri di dalam hukum. Kekuasaan

    seorang suami di dalam perkawinan itu dinamakan maritale macht (dari bahasa Perancis

    mari=suami).

    Pengurusan kekayaan si isteri itu, oleh suami harus dilakukan sebaik-baiknya (al seen

    goed huisvader) dan si isteri dapat minta pertanggunganjawab tentang pengurusan itu.

    Kekayaan suami untuk ini menjadi jaminan, apabila ia sampai dihukum mengganti

    kekurangan-kekurangan atau kemerosotan kekayaan si isteri yang terjadi karena

    kesalahannya. Pembatasan yang terang dari kekuasaan suami dalam hal mengurus kekayaan

    isterinya tidak terdapat dalam undang-undang, melainkan ada pasal iaitu pasal ke 105 ayat ke

    21Prof. Subekti. S.H., loc. cit, h. 28

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    15/53

    15

    5 yaitu suami tidak diperkenankan memindahtangankan atau membebankan harta kekayaan

    tak bergerak isterinya tanpa persetujuan si isteri.22 Meskipun begitu sekarang ini menurut

    pendapat kebanyakan ahli hukum menjual atau menggadaikan barang-barang yang bergerak

    dengan tidak dengan izin si isteri juga tak diperkenankan apabila melampaui batas pengertian

    mengurus (beheren).

    Pasal 140, membuka kemungkinan bagi si isteri untuk (sebelum melansungkan

    pernikahan) mengadakan perjanjian bahwa ia berhak untuk menguruskan sendiri kekayaanya.

    Juga dengan pemisahan kekayaan (scheiding van goederen) atau dengan pemisahan meja

    dan tempat tidur, si isteri dengan sendirinya memperoleh kembali haknya untuk mengurus

    kekayaan sendiri.

    Jikalau suami memberikan bantuan (bijstand), suami isteri itu bertindak bersama-

    sama, si isteri untuk dirinya sendiri dan si suami untuk membantu isterinya. Jadi mereka itu

    bersama-sama, misalnya pergi ke notaris atau menghadap Hakim. Menurut pasal 108 bantuan

    itu dapat diganti dengan suatu persetujuan tertulis. Dalam hal yang demikian, si isteri dapat

    bertindak sendiri dengan membawa surat kuasa dari suami. Perlu diterangkan, bahwa

    perkataan acte dalam pasal 108 tersebut, tidaklah berarti surat atau tulisan, melainkan berarti

    perbuatan hukum. Perkataan tersebut berasal dari bahasa Perancis. acte yang berarti

    perbuatan.

    Ketidakcakapan seorang isteri itu, di dalam hukum perjanjian dinyatakan secara tegas

    (pasal 1330), seorang perempuan yang telah kawin dipersamakan dengan seorang yang berada

    di bawah curatele atau seorang yang belum dewasa. Mereka ini semuanya dinyatakan tidak

    cakap untuk membuat suatu perjanjian. Tetapi perbedaannya masih ada juga, yaitu seorang

    isteri bertindak sendiri (meskipun disamping oleh suami atau dikuasakan), sedangkan orang

    22Soedharyo Soimin, S.H., loc. cit, h. 26

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    16/53

    16

    yang belum dewasa atau seorang curandus tidak pernah tampil ke muka dan selalu harus

    diwakili oleh orang tua, wali atau kurator.

    Selanjutnya perlu diterangkan, bahwa ketidakcakapan seorang isteri, hanyalah

    mengenai perbuatan-perbuatan hukum yang terletak di lapangan hukum kekayaan dan yang

    mungkin membawa akibat-akibat bagi kekayaan si isteri itu sendiri. Karena itu, mengakui

    seorang anak yang lahir di luar perkahwinan atau memintakan curalete terhadap ayahnya ia

    dapat lakukan sendiri dengan tidak perlu bantuan suami.

    Terhadap ketentuan, bahwa seorang isteri harus dibantu oleh suaminya, diadakan

    beberapa kekecualian berdasarkan anggapan, untuk perbuatan-perbuatan itu si isteri telah

    mendapat persetujuan atau kuasa dari suaminya (veronderstelde machtiging). Yang

    dimaksudkan di sini, ialah perbuatan-perbuatan si isteri untuk kepentingan rumah-tangga dan

    apabila si isteri mempunyai pekerjaan sendiri. Misalnya pembelian-pembelian di toko, asal

    saja dapat dimasukkan pengertian keperluan rumah-tangga biasa dan sehari-hari, adalah sah

    dan harus dibayar oleh suaminya. Dalam praktek oleh Hakim dipakai sebagai ukuran nilainya

    tiap rumah-tangga biasa dan sehari-hari akan tetapi tidak demikian halnya bagi isteri seorang

    jurutulis.

    Teranglah, bahwa sang suami selalu berhak untuk mempermaklumkan kepada orang-

    orang pihak ketiga, bahwa ia tidak mengizinkan isterinya untuk bertindak sendiri meskipun

    mengenai hal-hal dalam lapangan rumah-tangga itu.

    Bantuan suami juga tidak diperlukan, apabila si isteri dituntut di depan hakim dalam

    perkara pidana, begitu pula apabila si isteri mengajukan gugatan terhadap suaminya untuk

    mendapatkan penceraian atau pemisahan kekayaan, atau ia sendiri digugat oleh suaminya

    untuk mendapat penceraian.

    Peraturan tentang ketidakcakapan seorang isteri itu oleh Mahkamah Agung dianggap

    sekarang tidak berlaku lagi.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    17/53

    17

    Dan memang ketentuan pasal 108 BW tentang ketidakcakapan seorang isteri itu harus

    dianggap sudah dicabut oleh Undang-Undang Perkawinan, pasal 31 (1) yang mengatakan,

    bahwa suami-isteri masing-masing berhak melakukan perbuatan hukum. Sekianlah dengan

    singkat kedudukan suami-isteri di dalam perkawinan.

    Akibat-akibat lain dari perkawinan:

    1) Anak-anak yang lahir dari perkawinan, adalah anak sah (wetting),

    2) Suami menjadi waris dari si isteri dan begitu sebaliknya, apabila salah satu meninggal

    di dalam pekawinan,

    3)

    Oleh undang-undang dilarang jual beli antara suami dan isteri,

    4) Perjanjian perburuhan antara suami dan isteri tak dibolehkan,

    5) Pemberian benda-benda atas nama tak diperbolehkan antara suami-isteri,

    6) Suami tak diperbolehkan menjadi saksi di dalam suatu perkara isterinya dan

    sebaliknya,

    7) Suami tak dapat dituntut tentang beberapa kejahatan terhadap isterinya dan begitu

    sebaliknya (misalnya pencurian).

    ii. Hukum Islam

    Pasangan suami isteri yang berkawin dengan aqad nikah yang sah mempunyai

    beberapa hak dan tanggungjawab yang akan dijelaskan kemudian. Di sini hanya dinyatakan

    dalil yang menegaskan tentang kewajiban tersebut.

    Antara hak dan kewajiban suami dan isteri menurut hukum islam ialah:23

    a. Halal persetubuhan suami isteri menurut cara yang disyariatkan,

    b.

    Isteri wajib mentaati suami, menyerah diri kepadanya dan menjaga rumah tangga

    suami,

    23Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, loc. cit, h. 192

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    18/53

    18

    c. Mas kawin, iaitu hak isteri yang wajib ditunaikan oleh suami,

    d. Nafaqah, iaitu hak isteri yang wajib ditunaikan oleh suami,

    e. Pembahagian nafaqah dan giliran di kalangan isteri jika suami mempunyai isteri lebih

    daripada seorang,

    f. Nasab, anak-anak yang lahir daripada persetubuhan selepas perkawinan dinasabkan

    kepada bapa mereka jika isteri melahirkan selepas tempoh mengandung, sekurang-

    kurangnya enam bulan dan selebih-lebihnya empat tahun,

    g.

    Boleh saling mewarisi harta antara suami isteri dengan syarat-syarat tertentu

    C. PERCAMPURAN KEKAYAAN

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, harta bersama secara hukum artinya adalah

    harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami

    istri. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang dimaksud harta bersama atau

    harta gonogini adalah harta perolehan bersama selama bersuami istri.24Setelah terjadi suatu

    perkahwinan, berlakunya percampuran kekayaan antara suami dan isteri, kecuali kalau

    diadakan apa-apa perjanjian. Jikalau salah seorang ingin menyimpang dari peraturan umu

    tersebut, maka dia harus meletakkan keinginannya dalam perjanjian perkahwinan.25

    i. Hukum Perdata

    Percampuran kekayaan adalah mengenai seluruh active dan passive baik yang dibawa

    oleh masing-masing pihak ke dalam perkawinan maupun yang akan diperoleh di kemudian

    hari setelah lama perkawinan. Kekayaan bersama itu oleh undang-undang perdata dinamakan

    gemeenschap. Menurut pasal 124 ayat 3, hak mengurus kekayaan bersama (gemeenschap)

    berada di tangan suami, yang dalam hal ini mempunyai kekusaan yang sangat luas. Selain

    24

    Happy Susanto,Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Terjadinya Perceraian, (Jakarta: VisiMedia,2008), h. 2

    25Prof. Subekti, S.H., loc. cit,h.31

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    19/53

    19

    pengurusan itu tak bertanggungjawab kepada siapa pun, pembatasan terhadap kekuasaannya

    hanya terletak dalam larangan untuk memberikan dengan percuma benda benda yang tak

    bergerak kepada lain orang selain kepada anaknya sendiri yang lahir dari perkahwinan itu.26

    Terhadap kekuasaan suami yang sangat luas itu, kepada si isteri hanya diberikan hak

    untuk apabila si suami melakukan pengurusan yang sangat buruk meminta kepada hakim

    supaya diadakan pemisahan kekayaan, kalau si suami mengobralkan kekayaannya. Tindak

    tersebut yang diambil oleh si isteri dalam perkahwinan, ia juga diberikan hak untuk apabila

    perkahwinan dipecahkan, melepaskan haknya atas kekayaan bersama. Ini bermaksud untuk

    menghindarkan diri dari penagihan hutang bersama, baik itu diperbuat oleh suami maupun si

    isteri sendiri. Menghindarkan diri dari penagihan hutang peribadi tentu saja tidak mungkin

    berlaku.

    Hutang gemeenschap yang diperbuat oleh si isteri, misalnya pembelian bahan-bahan

    makanan untuk rumah tangga. Hutang peribadi, misalnya pembelian barang kemas si isteri.

    Berdasarkan pasal 140 ayat 3, dibenarkan untuk memperjanjikan di dalam perjanjian

    perkahwinan bahawa suami tak diperbolehkan menjual atau menggadaikan benda-benda atas

    nama yang jatuh dalam gameenschap dari pihak isteri tanpa izin si isteri. Lazimnya dianggap

    mungkin bahawa si suami dengan suatu kuasa khusus mengusahakan isterinya untuk

    bertindak atas nama gameenschap. Dan sudah barang tentu, si suami itu dapat pula mencabut

    perizinan yang dianggap telah ia berikan mengenai pembelian-pembelian untuk rumahtangga

    dan mengenai pekerjaan sendiri si isteri.27

    Manakala jika terdapatnya hutang, ia terbahagi kepada dua iaitu hutang peribadi dan

    hutang persatuan (hutang gameenschap). Untuk suatu hutang prive atau hutang pribadi, ia

    harus dituntut sendiri oleh yang membuat hutang tersebut, sedangkan yang harus disita

    pertama-tama adalah benda prive. Apabila tidak terdapat benda prive atau ada, tetapi tidak

    26Soedharyo Soimin, S.H., loc. cit, h. 29

    27Prof. Subekti, S.H., loc. cit, h.33

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    20/53

    20

    mencukupi, maka dapatlah benda bersama disita pula. Akan tetapi jika suami yang membuat

    hutang benda prive si isteri tak dapat disita, dan begitu juga sebaliknya. Manakala untuk

    hutang gemeenschap, pertama-tama harus disita benda gemeenschap dan bila inti tidak

    mencukupi, maka dapatlah benda priva dari suami atau isterim yang membuat hutang itu

    disita pula.

    Tetapi menjadi soal apakah untuk hutang gameenschap yang dibuat oleh si suami,

    benda prive si isteri dapat disita pula atau sebaliknya. Pecahan yang paling memuaskan dan

    yang paling sesuai dengan semangat undang-undang, ialah suami selalu dapat

    dipertanggungjawabkan untuk hutang-hutang gemeenschap yang diperbuat oleh isterinya

    tetapi isteri tidak dapat dipetanggungjawabkan untuk hutang hutang gemeenschap yang

    diperbuat oleh suaminya.28

    ii. Hukum Islam

    Kajian tentang harta bersama dalam Hukum Islam tidak terlepas dari pembahasan

    tentang konsep syirkah dalam perkawinan. Banyak Ulama yang berpendapat bahwa harta

    bersama termasuk dalam konsep syirkah. Mengingat konsep tentang harta bersama tidak

    ditemukan dalam rujukan teks Al-Quran dan Hadis, maka sesungguhnya kita dapat

    melakukan qiyas (perbandingan) dengan konsep fiqih yang sudah ada, yaitu tentang syirkah

    itu sendiri. Jadi, tidak bisa dikatakan bahwa berhubung masalah harta bersama tidak

    disebutkan dalam Al-Quran, maka pembahasan harta bersama menjadi mengada-ada.29

    Menurut Yahya Harahap,30bahawa sudut pandang Hukum Islam terhadap harta bersama ini

    adalah sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ismail Muhammad Syah dalam

    disertasinya bahwa pencarian bersama suami istri mestinya masuk rubu muamalah, akan

    28Prof. Subekti, S.H., loc. cit, h.34

    29

    Happy Susanto, loc. cit, h. 5930Abdul Manan,Aneka Masalah Hukumperdata Islam di Indonesi, (Jakarta: Prenada Media Group

    Kencana, 2014) Cetakan ke 4 h. 111

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    21/53

    21

    tetapi ternyata secara khusus tidak dibahas mengenai hal tersebut. Hal ini mungkin

    disebabkan karena pada umumnya pengarang kitab-kitab fiqih adalah orang Arab yang tidak

    mengenal adanya adat mengenai pencarian bersama suami istri. Akan tetapi mereka

    membicarakan tentang perkongsian yang dalam bahasa arab dikenal dengan syirkah.

    Syirkah adalah akad antara orangorang yang berserikat dalam hal modal dan

    keuntungan.31Pada dasarnya dalam Hukum Islam tidak mengenal adanya pencampuran harta

    pribadi ke dalam bentuk harta bersama tetapi dianjurkan adanya saling pengertian antara

    suami istri dalam mengelola harta pribadi tersebut, jangan sampai pengelolaan ini

    mengakibatkan rusaknya hubungan yang mengakibatkan perceraian. Maka dalam hal ini

    Hukum Islam memperbolehkan adanya perjanjian perkawinan sebelum perkawinan

    dilaksanakan. Perjanjian tersebut dapat berupa penggabungan harta milik pribadi masing-

    masing menjadi harta bersama, dapat pula ditetapkan tidak adanya penggabungan harta milik

    pribadi menjadi harta bersama. Jika perjanjian tersebut dibuat sebelum perkawinan

    dilaksanakan, maka perjanjian tersebut adalah sah dan harus diterapkan.32 Hukum Islam

    mengatur sistem terpisahnya antara harta suami dan harta istri sepanjang yang bersangkutan

    tidak menentukan lain (tidak ditentukan dalam perjanjian perkawinan). Hukum Islam juga

    memberikan kelonggaran kepada mereka berdua untuk membuat perjanjian perkawinan sesuai

    dengan keinginan mereka berdua, dan perjanjian tersebut akhirnya mengikat mereka secara

    hukum.

    Pandangan Hukum Islam yang memisahkan harta kekayaan suami istri sebenarnya

    memudahkan pemisahan mana yang termasuk harta suami dan mana yang termasuk harta

    istri, mana harta bawaan suami dan mana harta bawaan istri sebelum perkawinan, mana harta

    yang diperoleh suami dan harta yang diperoleh istri secara sendiri-sendiri selama perkawinan,

    serta mana harta bersama yang diperoleh secara bersama selama terjadinya perkawinan.

    31Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Jakata: Pena Publishing, 1994) h. 194

    32Abdul Manan, loc. cit, h. 112

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    22/53

    22

    Pemisahan tersebut akan sangat berguna dalam pemisahan antara harta suami dan harta istri

    jika terjadi perceraian dalam perkawinan mereka. Ketentuan Hukum Islam tersebut tetap

    berlaku hingga berakhirnya perkawinan atau salah seorang dari keduanya meninggal dunia.

    Tentang harta warisan, Hukum Islam memandang bahwa harta warisan yang ditinggalkan

    oleh suami atau istri dibagi berdasarkan ketentuan hukum pewarisan Islam. Harta warisan

    yang dibagi adalah hak milik masing-masing suami istri yang telah meninggal dunia, yaitu

    setelah dipisahkan dengan harta suami istri yang masih hidup. Harta milik istri tidak

    dimasukkan sebagai harta warisan yang harus dibagi. Bahkan, istri tetap berhak memiliki

    harta pribadinya sendiri, dan dirinya juga berhak mendapat bagian dari peninggalan harta

    suaminya.33

    D. PERJANJIAN PERKAHWINAN

    i. Perjanjian Perkawinan Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam

    Tentang perjanjian perkawinan diatur pada Bab VII KUH Perdata (BW) pasal 139

    secara garis besar perjanjian perkawinan berlaku mengikat para pihak atau mempelai apabila

    terjadi perkawinan.34 Dengan mengadakan perjanjian perkawinan kedua calon suami isteri

    berhak menyiapkan dan menyampaikan beberapa penyimpangan dari peraturan undang-

    undang sekitar persatuan harta kekayaan, asal perjanjian itu tidak menyalahi tata susila yang

    baik dalam tata tertib umum dengan ketentuan antara lain :

    1. Tidak boleh mengurangi hak suami sebagai kepala keluarga.

    2. Tanpa persetujuan isteri, suami tidak boleh memindahtangankan barang-barang tak

    bergerak isteri.

    33Happy Susanto, loc. cit, h. 51

    34Soedharyo Soimin, S.H., loc. cit, h. 33

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    23/53

    23

    3. Dibuat dengan akta notaris sebelum perkawinan berlangsung dan berlaku sejak saat

    perkawinan dilangsungkan.

    4. Tidak berlaku terhadap pihak ketiga sebelum didaftar di kepaniteraan Pengadilan Negeri di

    daerah hukum berlangsungnya perkawinan itu atau jika perkawinan berlangsung di luar

    negeri maka di kepaniteraan dimana akta perkawinan dibukukan / diregister.

    Sedangkan hukum Islam seperti yang tercantum pada Undang- undang No.1 Tahun 1974

    tentang Perkawinan hanya terdiri atas satu pasal saja tentang perjanjian perkawinan, yaitu

    pasal 29 menyatakan :

    Pada waktu sebelum perkawinan berlangsung kedua belah pihak atas persetujuan bersama

    dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan

    setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut

    ii. Asas Hukum Perjanjian Perkawinan Menurut Hukum Perdata Barat (BW)

    dan Hukum Islam

    Setelah diketahui kedudukan Hukum Perdata Barat (BW) dan Hukum Islam di Indonesia

    maka tibalah pada pembahasan yang lebih fokus yaitu berkaitan dengan perikatan Perjanjian

    Perkawinan yang terdapat dalam BW maupun hukum perdata Islam. Dalam Hukum Perdata

    Barat atau kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) sudah ada pasal-pasal yang mengatur

    tentang Perjanjian Perkawinan secara khusus, namun ada kalanya perlu penafsiran secara

    umum terhadap peristiwa dan hubungan hukum yang baru apabila pada ketentuan yang

    khusus belum ditemukan peraturannya sehingga diperlukan asas hukum yang berlaku umum,

    seperti halnya dengan perjanjian perkawinan ini maka akan mengacu pada buku ketiga

    tentang perikatan yaitu pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk

    sahnya suatu perjanjian dengan memenuhi 4 unsur:35

    35Prof. Subekti, S.H., loc. cit, h.41

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    24/53

    24

    1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

    2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

    3. Suatu hal tertentu.

    4. Suatu sebab yang halal.

    Unsur kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak (no.1 dan 2) di atas

    merupakan syarat subjektif, sedangkan unsur suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal

    (no.3 dan 4) merupakan syarat objektif. Kemudian untuk isi suatu perjanjian ada asas

    kebebasan berkontrak yang bisa dipakai untuk memperjanjikan apa saja dan tentang apa saja

    perbuatan hukum yang perlu bagi suami isteri ketika perkawinan berlangsung. Selanjutnya

    untuk pelaksanaan perjanjian perkawinan setelah terjadinya suatu perkawinan antara suami

    isteri tersebut maka tergantung pada itikad baik kedua belah pihak terhadap apa isi dari hal-

    hal yang diperjanjikan tersebut.

    Perjanjian perkawinan ini lebih sempit dari pada perjanjian secara umum karena

    bersumber pada persetujuan saja dan pada perbuatan yang tidak melawan hukum, tidak

    termasuk pada perikatan / perjanjian yang bersumber pada Undang-undang. Sungguh pun

    tidak ada definisi yang jelas tentang perjanjian perkawinan ini namun dapat diberikan batasan

    bahwa hubungan hukum tentang harta kekayaan antara kedua belah pihak, yang mana dalam

    satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedangkan dipihak

    lain berhak menuntut pelaksanaan perjanjian tersebut.

    Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa mereka yang mengikatkan diri dalam

    perjanjian perkawinan tersebut akan memperoleh jaminan selama perkawinan berlangsung

    maupun sesudahnya sehingga untuk memutuskan perkawinan berarti pula melanggar

    perjanjian maka merupakan hal yang sangat jarang terjadi mengingat akibat-akibat hukum

    yang akan ditanggung atau resiko bila salah satu pihak ingkar terhadap perjanjian perkawinan

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    25/53

    25

    tersebut, biasanya ada sanksi yang harus diberlakukan terhadap pihak yang melanggar

    perjanjian perkawinan tersebut.

    Sedangkan menurut hukum Islam mengutip pendapat Gatot Supramono: Perjanjian

    perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh calon suami dengan calon isteri pada waktu

    atau sebelum perkawinan dilangsungkan, perjanjian mana dilakukan secara tertulis dan

    disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah dan isinya juga berlaku terhadap pihak ketiga

    sepanjang diperjanjikan. Persamaannya antara hukum BW dan hukum Islam adalah dilakukan

    secara tertulis, sedangkan perbedaannya terletak pada keabsahan perjanjian perkawinan

    tersebut, kalau menurut BW harus dilaksanakan dihadapan notaris sedangkan menurut hukum

    Islam cukup dihadapan Pegawai Pencatat Nikah. Kemudian berlaku mengikat terhadap pihak

    ketiga jika sudah didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri tempat dimana

    perkawinan dilangsungkan, demikian menurut BW, sedangkan menurut hukum Islam berlaku

    mengikat terhadap pihak ketiga sepanjang termuat dalam klausula / diperjanjikan dalam

    perjanjian perkawinan tersebut.

    E. PENCERAIAN

    Perceraian merupakan masalah yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat

    karena ia merupakan jalan terakhir ketika sudah tidak ada keharmonian dalam sesebuha

    rumahtangga. Oleh karena itu, baik dalam hukum Islam mahupun hukum positif tidak ada

    larangan untuk melakukan perceraian tetapi harus melalui prosedur-prosedur dan aturan

    hukum yang berlaku serta dengan alasan-alasan yang dapat dijadikan sebagai dalil yang kuat

    untuk melakukan suatu perceraian.

    i. Definisi Penceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    26/53

    26

    Penceraian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, di Indonesia peraturan

    yang mengatur tentang perceraian adalah Undang-undang No. 1 tahun 1974 Tentang

    Perkawinan Jo. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang pelaksanaan Undang-

    undang No. 1 Tahun 1974, akan tetapi di dalamnya tidak ditemukan interpretasi mengenai

    istilah perceraian. Menurut Prof. Subekti perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan

    keputusan hakim atau tuntutan salah satu pihak selama perkawinan. 36Sedangkan pengertian

    perceraian menurut bahasa Indonesia berasal dari suku kata cerai, dan perceraian menurut

    bahasa berarti perpisahan, perihal bercerai antara suami dan istri, perpecahan, menceraikan.37

    Selain itu, perceraian juga diartikan dengan penghapusan perkahwinan dengan putusan hakim,

    atau tuntutan salah satu pihak dalam perkahwinan itu.38

    Dalam Islam, perkataan talaq dalam bahasa Arab berasal dari perkataan talaqa ,

    yatlaqu (),talaqan ( ) yang bererti lepas dan bebas. Biasanya dikatakan, aku

    lepaskan unta dari ikatan (

    ). Al-Sayyid Sabiq di dalam kitab Fiqah Al-

    Sunnah mengatakan perkataan talaq diambil dari perkataan al-Itlaq ( ) yang berarti

    al-Irsal ( ) dan attarku () yang bererti melepaskan atau meninggalkan. Al

    Imam Al-Jaziri di dalam kitabnya al-Fiqh ala-al-Madhahib al-Arbaah39 mendefinisikan

    talaq dari segi bahasa ialah melepaskan ikatan sama ada dalam perkara yang dapat disaksikan

    dengan pancaindera seperti merungkaikan ikatan tali kuda atau membebaskan tawanan atau

    36Prof. Subekti,Pokok-pokok Hukum Perdata, h. 42

    37WJS. Poerwadarminta,Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.200

    38Prof. Subekti, S.H., loc. cit, h. 42

    39

    Syaikh Abdul Rahman al- Jazairi,Fiqh 4 Mazhab, Dialih bahasa oleh H.M Yusuf Sinaga Lc. MA,H.M Abdurrahman Saleh Siregar Lc. MA, H. Muhammad Zuhirsyan Lc. MA, (Johor Bahru: Perniagaan

    JAHABERSA, 2013), Juzuk 4 & 5, h. 210

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    27/53

    27

    dalam perkara abstrak, contohnya merungkaikan ikatan perkawinan yaitu ikatan yang terjalin

    di antara suami isteri.

    Kesimpulannya talaq dari segi bahasa bermaksud melepaskan ikatan, meninggalkan

    sesuatu dan berpisah ataupun bercerai.

    ii. Dasar Hukum Perceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam

    Perceraian dalam hukum negara diatur dalam:

    a) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pada Bab VIII tentang

    Putusnya Perkawinan Serta Akibatnya mulai dari Pasal 38 sampai Pasal 41.

    b)

    PP No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan yang diatur

    dalam Bab V tentang Tata Cara Perceraian yang tertulis dari Pasal 14 sampai dengan

    Pasal 36.

    Para ulama berbeda pendapat tentang hukum asal talak. Kebanyakan da ri mereka

    menyatakan bahwa talak itu terlarang, kecuali bila disertai alasan yang benar. Menurut

    mereka, talak itu kufur (ingkar, merusak,menolak) terhadap nikmat Allah dan kufur terhadap

    nikmat Allah adalah haram. Oleh karena itu, tidak halal bercerai kecuali karena darurat.

    Darurat yang membolehkan perceraian adalah suami yang meragukan kebersihan tingkah laku

    istrinya atau telah hilangnya perasaan cinta antara keduanya. Tanpa alasan alasan tersebut

    perceraian adalah kufur terhadap kemurahan Allah.40

    Permasalahan perceraian dalam hukum Islam dibolehkan serta diatur dalam dua

    sumber rujukan Islam yaitu Al Quran dan Hadits. Hal ini dapat dilihat pada sumber hukum-

    hukum ini, dalam surah Al-Baqarah (2): ayat 231, Allah S.W.T. telah berfirman:

    40Dr. Ali Yusuf As-Subki,Fiqh Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, dialih bahasa oleh Nur

    Khozin, (Jakarta: AMZAH, 2012), h. 330

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    28/53

    28

    Artinya:

    Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu) kemudian mereka (hampir) habis tempoh idahnya

    maka bolehlah kamu pegang mereka (rujuk) dengan cara yang baik atau lepaskan mereka dengan

    cara yang baik. Dan janganlah kamu pegang mereka (rujuk semula dengan maksud memberi

    mudarat, kerana kamu hendak melakukan kezaliman (terhadap mereka). Dan sesiapa yang

    melakukan demikian maka sesungguhnya dia menganiaya dirinya sendiri. Dan janganlah kamu

    menjadikan ayat-ayat hukum Allah itu sebagai ejek-ejekan (dan permainan). Dan kenanglah nikmat

    Allah yang diberikan kepada kamu, (dan kenanglah) apa yang diturunkan kepada kamu yaitu Kitab

    (Al-Quran) dan ilmu hikmat, untuk memberi pengajaran kepada kamu dengannya. dan bertaqwalah

    kepada Allah serta ketahuilah sesungguhnya Allah Maha mengetahui akan tiap-tiap sesuatu.

    Daripada hadits Nabi Muhammad S.A.W. bahwa talak adalah perbuatan yang halal yang

    paling dibenci oleh Allah Taala.41

    :

    Artinya:

    41Ahmad Rafiq,Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h. 268.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    29/53

    29

    Sabda Rasulullah S.A.W. Perkara halal yang amat dibenci oleh Allah iallah Talaq.42

    Semua ulama bersepakat tentang pensyariatan talaq tanpa seorang pun yang berkecuali.

    iii. Sebab-sebab Perceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam

    Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974, tentang Perkahwinan

    Pasal 19 : perceraian terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

    a)

    Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi dan lain sebagainya

    yang sukar disembuhkan.

    b) Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa

    izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

    c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat

    setelah perkahwinan berlangsung.

    d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan

    pihak yang lain.

    e)

    Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat

    menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.

    f) Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak

    ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

    Menurut hukum syara, diantara alasan-alasan yang diharuskan oleh syara dalam

    perceraian ialah:

    a) Suami murtad (keluar dr agama Islam n masuk ke agama lain)

    42Riwayat Abu Dawud (2178) dan Ibn Majah (2018)

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    30/53

    30

    b) Suami berbuat kekufuran atau kemusyrikan kepada Allah dengan berbagai macam n

    bentuknya. Dan telah ditegakkan hujjah atau disampaikan nasehat kepadanya agar

    bertaubat darinya tapi tidak mendengar n menerima.

    c) Suami melarang dan menghalangi isteri untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban

    agama, seperti kewajiban solat 5 waktu, kewajiban zakat, memakai hijab syari yang

    menutupi auratnya, menuntut ilmu syari yang hukumnya fardhu ain, dan sebagainya.

    d) Suami memerintahkan dan memaksa isteri berbuat dosa dan maksiat kepada Allah

    S.W.T.

    e)

    Suami berakidah serta bermanhaj sesat dan menyesatkan dari agama Allah S.W.T

    yang lurus dan haq. Seperti dia menganut faahaman Syiah, ingkar sunnah, dan lain-

    lain.

    f) Suami bersikap kasar dan keras, serta tidak sayang kepada isteri,da n akhlaknya buruk.

    g) Suami menolak dan berpaling dari agama Islam, tidak mau mempelajarinya, dan tidak

    taat pada perintah Allah S.W.T.

    h) Suami tidak mampu memberikan nafkah wajib bagi isteri, baik nafkah lahir maupun

    batin. Atau suamitidak subur, sehingga tidak mampu memberikan keturunan.

    i) Isteri merasa benci dan sudah tidak selesa hidup brsama suaminya, bukan karena

    agama dan akhlak suami yang baik, tapi karena khawatir tidak mampu memenuhi hak-

    haknya.

    j)

    Dan alasan-alasan lainnya yang syari.

    Dengan adanya salah satu alasan dari alasan-alasan ini, maka si isteri boleh minta

    cerai (khulu) dari suaminya. Tentunya hal ini dilakukan setelah memberikan nasihat

    kepadanya secara langsung mahupun dengan minta bantuan orang lain yang dianggap mampu

    menasihatinya dan juga setelah mempertimbangkan antara sisi maslahat (kebaikan) dan

    mafsadat (kerusakan).

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    31/53

    31

    Adapun minta cerai tanpa alasan syari maka hukumnya haram dan termasuk dosa

    besar. Hal ini berdasarkan hadits sohih berikut ini:

    :

    :

    .

    Artinya:

    Dari Tsauban radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu Alaihi Wasallam

    bersabda: Wanita mana saja yang minta cerai (khulu) dari suaminya tanpa alasan yang

    benar (syari) , maka diharamkan baginya mencium bau harum Syurga..(Diriwayatkan oleh

    Ibnu Majah no.2055)

    iv. Tata Cara Perceraian Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam

    Tata cara perceraian didepan sidang pengadilan diatur dalam peraturan tersendiri menurut

    KUHP:

    Pasal 40:

    1. Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan

    2. Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peratursn

    perundang-undangan tersendiri.

    Kalau melihat ketentuan-ketentuan yang mengatur adanya perceraian, maka disini dpat ditarik

    kesimpulan bahwa perceraian itu digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu:

    Perceraian karena talak

    Perceraian karena gugat

    Adapun perceraian karena talak, yang disebut perceraian karena talak ialah suatu bentuk

    perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami setelah mendapat keputusan hakim.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    32/53

    32

    Tata cara Cerai Talaq

    Pasal 14:

    Seorang suami yang telah melangsungkan pernikahan menurut agama Islam, yang akan

    menceraikan istrinya mengajukan surat ke pengadilan tempat tinggalnya, yang berisi

    pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasan-alasannya

    serta meminta kepada pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

    Pasal 15:

    Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dalam pasal 14, dan

    dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari memanggil pengirim surat dan juga istrinya untuk

    meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud percerian itu.

    Pasal 16:

    Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan

    perceraian yang dimaksud pasal 14 apabila terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud PP

    pasal 19 dan pengadilan berpendapat bahwa antara suami istri yang bersangkutan tidak

    mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dlam rumah tangga.

    Pasal 17:

    Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud

    dalam pasal 16. Ketua pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian.

    Surat iru dikirimkan kepada pegawai pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan

    pencatatan perceraian.

    Pasal 18:

    Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang

    pengadilan.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    33/53

    33

    Adapun gugatan Perceraian di Pengadilan:

    Bila pihak isteri (contoh) merasa bahwa perkawinannya tidak dapat dipertahankan lagi dan

    memutuskan untuk bercerai, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengajukan

    Gugatan Perceraian. Bagi yang beragama Islam, gugatan ini dapat diajukan di Pengadilan

    Agama (Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun

    1974 tentang Perkawinan). Bila pihak isteri yang mengajukan gugatan perceraian, berarti si

    isteri tersebut adalah pihak Penggugat dan suami adalah Tergugat.

    Di mana harus diajukan gugatan?

    (Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkahwinan, Pasal 20)

    1) Untuk mengajukan gugatan perceraian, Penggugat atau kuasa hukum Penggugat (bila

    si isteri menggunakan kuasa hukum) mendatangi Pengadilan Agama (PA) di wilayah

    tempat tinggal yang tergugat.

    2) Apabila tempat tinggal yang tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak

    mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada

    Pengadilan di tempat kediaman penggugat.

    3) Apabila yang tergugat (suami) tinggal di luar negeri, maka gugatan hendaklah

    diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.

    4) Bila penggugat dan yang tergugat tinggal di luar negeri, maka gugatan diajukan

    kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat mereka berdua berkahwin dahulu, atau

    kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. (Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan

    Agama).

    Alasan dalam Gugatan Perceraian serta Prosedur Gugatan:

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    34/53

    34

    Alasan yang boleh dijadikan dasar gugatan perceraian penggugat di Pengadilan Agama sesuai

    menurut Pasal 19 dalam Undang-Undnag RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkahwinan, Pasal

    19:

    a) Suami berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya;

    b)

    suami meninggalkan penggugat selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada izin atau

    alasan yang jelas dan benar, artinya: suami dengan sadar dan sengaja meninggalkan

    penggugat;

    (Pasal 21)

    Gugatan boleh diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.

    Gugatan diajukan setelah lampau 2 tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan

    rumah.

    Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak

    mahu lagi kembali ke rumah kediaman bersama.

    a) Suami dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih atau hukuman yang lebih

    berat setelah perkawinan dilangsungkan;

    (Pasal 23):

    Untuk mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup dengan

    menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang memutuskan perkara disertai

    keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum

    yang tetap.

    a)

    suami bertindak kejam dan suka menganiaya penggugat;

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    35/53

    35

    b) suami tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami karena cacat badan atau

    penyakit yang dideritanya;

    c) terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk

    rukun kembali;

    (Pasal 22):

    Gugatan hendaklah diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman yang tergugat.

    Gugatan dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-

    sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta

    orang-orang yang dekat dengan suami-isteri itu.

    Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat

    atau berdasarkan pertimbangan bahawa yang mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat

    mengizinkan suami isteri tersebut untuk tidak tinggal serumah lagi. Dalam masa yang

    sama, Pengadilan juga dapat:

    a) Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami

    b)

    Menentukan haal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan

    anak

    c) Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barnag

    yang menjadi hak suami atau isteri. ( rujuk Pasal 24 )

    Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga

    puluh) hari setelah didterimanya berkas / surat gugatan perceraian.

    Apabila tergugat berada di luar negeri, siding pemeriksaan gugatan perceraian

    ditetapkan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya

    gugatan perceraian pada Kepaniteraan Pengadilan.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    36/53

    36

    Pada sidng pemeriksaan gugatan perceraian, suami dan isteri hendaklah datang sendiri

    atau mewakilkan pada kuasanya.

    Cerai dengan Talaq dala Islam43

    Yaitu perceraian yang dilakukan oleh suami kepada isteri. Ini adalah perceraian/talak yang

    paling umum. Status perceraian tipe ini terjadi tanpa harus menunggu keputusan pengadilan.

    Begitu suami mengatakan kata-kata talak pada istrinya, maka talak itu sudah jatuh dan terjadi.

    Keputusan Pengadilan Agama hanyalah formalitas.

    Talak atau gugat cerai yang dilakukan oleh suami terdiri dari 4 (empat) macam sebab:

    a) Talak raji

    Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan (melafazkan) talak satu atau talak dua

    kepada isterinya. Suami boleh rujuk kembali ke isterinya ketika masih dalam iddah. Jika

    waktu iddah telah habis, maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad

    nikah baru.

    b) Talak bain

    Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan talak tiga atau melafazkan talak yang

    ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh

    merujuk setelah isterinya menikah dengan lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya,

    setelah diceraikan suami barunya dan telah habis iddah dengan suami barunya.

    c)

    Talak sunni

    Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan cerai talak kepada isterinya yang masih

    suci dan belum disetubuhinya ketika dalam keadaan suci

    d)

    Talak bidi

    43Dr. Mustafa Al Khin, Dr. Mustafa Al Bugha,Ali Al Sharbaji, loc.cit, h. 251

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    37/53

    37

    Suami mengucapkan talak kepada isterinya ketika dalam keadaan haid atau ketika suci

    tapi sudah disetubuhi (berhubungan intim).

    e) Talak taklik

    Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya secara bersyarat dengan sesuatu sebab

    atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah

    penceraian atau talak.

    Cerai dengan Gugat

    Yaitu perceraian yang dilakukan oleh istri kepada suami. Perceraian jenis ini dilakukan

    dengan cara mengajukan permintaan perceraian kepada Pengadilan Agama. Dan perceraian

    tidak dapat terjadi sebelum Pengadilan Agama memutuskan secara resmi.

    Ada dua istilah yang dipergunakan pada kasus gugat cerai oleh istri, yaitu fasakh dan khulu:

    Fasakh

    Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri

    kepada suami, dalam kondisi di mana:

    - Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut;

    -

    Suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita

    (meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya).

    - Suami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik

    sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suamii istri); atau

    - Adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-

    tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri.

    Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri,

    maka Hakim berhak memutuskan (tafriq) hubungan perkahwinan antara keduanya.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    38/53

    38

    Khulu

    Khulu adalah kesepakatan penceraian antara suami isteri atas permintaan isteri dengan

    imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami.44Khulu' disebut dalam

    QS Al-Baqarah ayat 229:

    Maksudnya:

    Talak (yang boleh dirujuk kembali itu hanya) dua kali sesudah itu bolehlah ia (rujuk

    dan) memegang terus (isterinya itu) dengan cara yang sepatutnya atau melepaskan

    (menceraikannya) dengan cara yang baik dan tidaklah halal bagi kamu mengambil balik

    sesuatu dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka (isteri-isteri yang diceraikan

    itu) kecuali jika keduanya (suami isteri takut tidak dapat menegakkan aturan-aturan

    hukum Allah. Oleh itu kalau kamu khuatir bahawa kedua-duanya tidak dapat

    menegakkan aturan-aturan hukum Allah, maka tidaklah mereka berdosa - mengenai

    bayaran (tebus talak) yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya (dan mengenai

    pengambilan suami akan bayaran itu). itulah aturan-aturan hukum Allah maka janganlah

    44Dasrizal Dahlan,Putusnya Perkahwinan Menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan Hukum Perdata Barat

    (BW); Tinjauan Hukum Islam, (Jakarta: PT. Kartika Intan Lestari, 2003), h. 201.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    39/53

    39

    kamu melanggarnya; dan sesiapa yang melanggar aturan-aturan hukum Allah, maka

    mereka itulah orang-orang Yang zalim.

    Apa Itu Talak Ba'in Shughra?

    - Kesan hukum yang ditimbulkan oleh fasakh dan khulu adalah talak ba'in sughra, yaitu

    hilangnya hak rujuk pada suami selama masa iddah. Artinya, apabila lelaki tersebut

    ingin kembali kepada bekas isterinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali

    dengan perempuan tersebut. Sementara itu, isteri wajib menunggu sampai masa

    iddahnya berakhir apabila ingin menikah dengan laki-laki yang lain.

    Perpisahan meja dan ranjang dengan jalan damai dalam Hukum Perdata

    - Maksudnya adalah adanya permintaan dari kedua belah pihak untuk melakukan pisah

    meja dan ranjang tanpa mereka harus atau berkewajiban untuk mengemukakan alasan-

    alasan seperti yang tercantum dalam pasal 233 KUH Perdata.

    - Sebagai landasan perpisahan dengan jalan damai ini adalah pasal 236 KUH Perdata,:

    Perpisahan meja dan ranjang boleh juga diperintahkan hakim atas permintaan kedua

    suami istri bersama-sama, dalam nama tidak ada kewajiban bagi mereka mengemukakan

    alasan-alasan tertentu.

    - Dari pasal di atas dapat dipahami bahwa pisah meja dan ranjang dapat juga

    diperintahkan oleh hakim kepada suami isteri tanpa mereka lakukan atas dasar

    kesepakatan mereka berdua bahwa untuk sementara tidak dapat hidup dalam satu rumah.

    Perpisahan dengan jalan damai ini baru dapat dilakukan atau baru dapat diajukan dengan

    syarat bahwa perkawinan antara suami istri itu telah berlangsung selama 2 tahun.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    40/53

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    41/53

    41

    perkawinan yang sebelumnya berada di tangannya secara automatik menjadi hilang

    disebabkan oleh perpisahan tersebut.

    c) Undang-Undang Hukum Perdata berpisah meja dan ranjang ini lebih banyak

    persamaannya dengan talaq raji dalam Islam.45Hal ini dapat dilihat dari akibat yang

    ditimbulkan dari thalaq raji sendiri yakni :

    1) Talaq Raji tidak mengakibatkan putusnya perkawinan antara suami isteri.

    Suaminya masih punya hak rujuk kepada istrinya.

    2)

    Isteri yang tertalaq raji tidak boleh menikah dengan laki-laki lain sampai habis

    masa iddahnya karena dirinya masih menjadi hak suaminya.

    3) Masa Talaq Raji dapat dijadikan masa introspeksi bagi kedua belah pihak

    apakah mereka akan melanjutkan perkawinan atau tidak.

    4) Pada waktu Talaq Raji suami isteri tidak lagi berkewajiban untuk melakukan

    diam bersama.

    Berdasarkan hal di atas pisah meja dan ranjang yang terdapat dalam Hukum Perdata

    memiliki beberapa persamaan dengan pisah ranjang dalam Hukum Islam terhadap istrinya

    yang nustuz. Persamaan tersebut lebih mendekati pada talaq Raji yang dijatuhkan suami

    kepada istrinya. Walaupun pisah meja dan ranjang dalam hukum perdata memiliki tujuan

    untuk mencegah terjadinya perceraian, namun dari segi pelaksanaannya memiliki dan

    menimbulkan banyak ketembangan dan penderitaan bagi masing-masing suami isteri

    (psikologi dan fisik), sehingga dikhawatirkan bukan perdamaian yang ditemukan tetapi

    penyelewengan yang timbul karena jangka waktu lima tahun bukanlah jangka waktu pendek

    untuk melakukan perpisahan dan hal ini perlu dibatasi.

    Pisah meja dan ranjang dalam Hukum Perdata terlihat kurang manusiawi (zalim).

    Dilihat dari senggang waktu untuk melakukan perpisahan tersebut, karena ini tidak sesuai

    45Samiun, Pembagian Harta Perkahwinan Sebelum Terjadi Perceraian, diakeses pada 4 November

    2015 pada lamanhttp://samiunarriauwy.blogspot.co.id/2011/04/pembagian-harta-perkawinan=sebelum.html

    http://samiunarriauwy.blogspot.co.id/2011/04/pembagian-harta-perkawinan=sebelum.htmlhttp://samiunarriauwy.blogspot.co.id/2011/04/pembagian-harta-perkawinan=sebelum.htmlhttp://samiunarriauwy.blogspot.co.id/2011/04/pembagian-harta-perkawinan=sebelum.htmlhttp://samiunarriauwy.blogspot.co.id/2011/04/pembagian-harta-perkawinan=sebelum.html
  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    42/53

    42

    dengan kemampuan menunggu bagi suami isteri. Sedangkan dalam Islam diberikan jangka

    waktu empat bulan atau tiga bulan atau tiga kali quru.

    Kemudian masalah pemisahan harta perkahwinan dengan arti terbagi yang disebabkan

    pisah meja dan ranjang tersebut tidak sejalan dengan Hukum Islam dan tidak dapat diterima

    oleh Kompilasi Hukum Islam sebagai salah satu sebab terjadi pemisahan harta perkahwinan.

    v. Waktu Tunggu / Iddah Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam

    Pasal 39:

    1.

    Waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksudkan dalam pasal 11 ayat (2)

    Undang-Undang ditentukan sebagai berikut:

    a. Apabila perkahwinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130

    (seratus tiga puluh) hari.

    b. Apabila perkahwinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih

    berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90

    (Sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90

    (sembilan puluh) hari.

    c. Apabila perkahwinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu

    tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

    2. Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkahwinan karena perceraian sedang

    antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin.

    3. Bagi perkahwinan yang putus karena perceraian, jangka waktu tunggu dihitung sejak

    jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai hukum yang teap, sedangkan bagi

    perkahwinan yang putus karena kematian, jangka waktu tunggu dihitung sejak

    kematian suami.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    43/53

    43

    Menurut Hukum Islam, waktu menunggu wanita selepas bercerai adalah iddah. Iddah

    ialah tempoh tertentu bagi seorang perempuan menunggunya semata-mata mematuhi perintah

    Allah S.W.T., atau sebagai tanda kesedihan terhadap pemergian suami atau memastikan

    rahimnya bersih daripada kandungan.46

    Pembahagian Iddah:

    1. Iddah karena kematian

    Jika perempuan itu mengandung semasa kematian suaminya maka iddahnya

    berakhir dengan kelahiran anaknya.

    Jika isteri tidak mengandung, maka iddahnya adalah dengan berakhirnya 4

    bulan 10 hari.

    2. Iddah karena perceraian

    Perempuan yang telah disetubuhi oleh suaminya dan diceraikan, sama ada dengan

    fasakh ataupun talaq,Iddahnya ialah:

    Bagi perempuan yang mengandung, iddah berakhir dengan kelahiran anak

    yang dikandung.

    Bagi perempuan yang tidak mengandung dan belum putus haidh maka

    iddahnya berakhir dengan berlakunya 3 kali suci daripada haidh, bermula

    selepas perceraiannya.

    Bagi perempuan yang tiada haidh, sama ada karena dia masih kecil ataupun

    telah putus haidh (menopause), maka iddahnya adalah dengan berakhirnya 3

    bulan selepas perceraian.

    Iddah perempuan yang diceraikan sebelum disetubuhi: Tiada iddah

    Dalil Al Quran dalam surah Al-Ahzab ayat 49:

    46Dr. Mustafa Al Khin, Dr. Mustafa Al Bugha, Ali Al Sharbaji, Manhaj Fiqh Al-ShafiI, loc. cit, h.328

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    44/53

    44

    Artinya:

    Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berkahwin dengan perempuan-

    perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu

    menyentuhnya, maka tiadalah kamu berhak terhadap mereka mengenai sebarang

    iddah yang kamu boleh hitungkan masanya. Oleh itu, berilah "Mut'ah"

    (pemberian sagu hati) kepada mereka, dan lepaskanlah mereka dengan cara

    yang sebaik-baiknya.

    Akibat-Akibat Perceraian

    Suatu perkawinan yang berakhir dengan suatu perceraian suami isteri yang masih hidup, maka

    akibat hukumnya sebagai berikut:

    a. Mengenai Hubungan Suami Istri

    Mengenai hubungan suami istri sudah jelas bahwa akibat dari perceraian adalah

    persetubuhan menjadi tidak boleh lagi, tetapi mereka boleh kawin kembali sepanjang

    ketentuan hukum masing-masing agamanya dan kepercayanya itu. Dalam perceraian

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    45/53

    45

    perkawinan itu membolehkan ruju menurut ketentuan-ketentuan hukum agama Islam

    yakni usaha ruju suami kepada istrinya dapat dilakukan. Akan tetapi menurut Pasal

    41 ayat (3), undang-undang No. 1 tahun 1974, Pengadilan dapat mewajibkan kepada

    bekas suami untuk memberi biaya penghidupan atau menentukan sesuatu kewajiban

    bagi bekas isteri.

    b. Mengenai Anak.

    Akibat terhadap anak yang masih di bawah umur ada dua, yakni:

    - Perwalian

    Masalah perwalian diatur dalam Pasal 220 dan Pasal 230. Dengan bubarnya perkawinan

    maka hilanglah kekuasaan orang tua, terhadap anak-anak dan kekuasaan ini diganti

    dengan suatu perwalian. Mengenai perwalian ini ada ketentuan seperti berikut:

    i) Setelah oleh hakim dijatuhkan putusan di dalam hal perceraian ia harus

    memanggil bekas suami isteri dan semua keluarga sedarah dan semenda dari

    anak-anak yang belum dewasa untuk didengar tentang pengangkatan seorang

    wali. Hakim kemudian menetapkan untuk tiap anak siapa dari antara dua orang

    tua itu yang harus menjadi wali. Hakim hanya dapat menetapkan salah satu dari

    orang tua. Dan siapa yang ditetapkan itu terserah kepada hakim sendiri.

    ii) Jika setelah perceraian mempunyai kekuatan mutlak, terjadi sesutau hal yang

    penting, maka atas permintaan bekas suami atau istri, penetapan pengangkatan

    wali dapat diubah oleh hakim.

    iii) Keuntungan-keuntungan yang ditetapkan menurut undang-undang atau menurut

    perjanjian perkahwinan.

    iv)

    Hal-hal yang mengatur mengenai keuntungan bagi anak-anak terdapat dalam

    passal 231. Dengan perceraian hubungan suami isteri terputus, tetapi hubungan

    dengan anak-anak tidak. Maka, sudah sepantasnya jika segala keuntunhan bagi

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    46/53

    46

    anak-anak yang timbul berhubungan dengan perkawinan orang tuanya tetap ada.

    Keuntungan hak waris atau dari perjanjian perkahwinan, umpamanya jika pada

    perjanjian perkahwinan ditentukan sesuatu keuntungan bagi si isteri maka jika si

    isteri ini meninggal maka anak-anak berhak atas keuntungan yang dijanjikan

    kepada ibunya.

    - Penjagaan Anak-anak

    a. Bapa dan ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-

    mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan

    anak-anak Pengadilan member keputusannya.

    b. Bapa yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang

    diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi

    kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul niaya

    tersebut .

    c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya

    penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri (Pasal 41 UU

    No. I. 1974).

    d. Menurut Pasal 41 ayat (1) dan (2), baik ibu atau bapa berkewijiban memelihara dan

    mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada

    perselisihan mengenai penguasaan anak, Pengadilan memberikan keputusan.

    Dan bapa yang akan bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

    pendidikan yang diperlukan anak-anak itu, bilamana bapa dalam kenyataanya tidak dapat

    memberi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu dapat ikut memikul

    biaya tersebut. Disamping itu Pengadilan dapat pula memberikan keputusan tentang siapa

    diantara mereka yang menguasai anak yang memelihara dan mendidiknya, apabila ada

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    47/53

    47

    perselisihan diantara kedunya. Keputusan pengadilan dalam hal ini tentu didasarkan

    kepentingan anak.

    Dalam hukum Islam, terdapat konsep penjagaan anak yang dinamakan sebagai

    hadhanah. Hadhanah berarti menjaga seseorang yang belum berupaya mengurus diri, dan

    mendidiknya dengan pelbagai cara sesuai dengan pertumbuhannya.47

    Hikmah hadhanah adalah untuk memelihara hak anak kecil dengan adanya peraturan

    bagi menentukan pihak yang bertanggungjwab untuk menjaga serta mendidik mereka.

    Penentuan penjagaan kanak-kanak tersebut hendaklah berdasarkan keutamaan agar

    kepentingan mereka tidak terjejas sekiranya berlaku pertikaian atau perselisihan dalam

    kalangan penjaga mereka. Oleh itu, pasangan suami isteri yang bercerai dan mempunyai anak

    yang masih kecil dan belum mumaiyiz, maka ibu lebih berhak terhadap penjagaannya.

    Antara sebab ibu lebih berhak daripada bapa dalam menjaga anak kecil karena kasih

    dan kesabaran ibu menanggung beban menjaga dan mendidik anak kecil. Selain itu, ibu lebih

    berlemah-lembut dalam menjaga serta mendidik anak-anak di samping mampu memberikan

    kasih sayang dan belaian yang diperlukan oleh anak-anak kecil.

    Namun begitu,sekiranya anak kecil tersebut tidak mempunyai ibu ataupun sanak

    saudara perempuan atau ada saudara perempuan tapi tidak mahu menjaganya, maka hak

    penjagaan akan berpindah kepada lelaki.

    Pihak yang lebih hampir dalam hubungan kerabat diberikan keutamaan dalam hak

    penjagaan anak adalah karena biasanya keluarga terdekat lebih kasih daripada keluarga yang

    jauh. Mereka juga turut prihatin terhadap hak penjagaan, pendidikan dan kepentingan anak-

    anak.

    Tempoh hadhanah adalah sehingga anak kecil itu sudah mumaiyiz yakni mampu

    menguruskan dirinya sendiri. Apabila sudah mumaiyiz, maka tempoh hadhana pun berakhir

    47Dr. Mustafa Al Khin, Dr. Mustafa Al Bugha, Ali Al Sharbaji, Manhaj Fiqh As SyafiI), loc. cit, h.

    396

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    48/53

    48

    dan bermulalah satu peringkat penjagaan yang lain yaitu kafalah. Kafalah adalah penjagaan

    yang menyeluruh terhadap anak kecil yang sudah mumaiyiz di mana anak kecil ini diberi

    peluang untuk memilih sama ada ibu ataupun bapanya. Siapa pun yang terpilih, dialah yang

    berhak menjaganya.

    Syarat hadhanah ialah berakal, beragama Islam, amanah, bermukim, ibu tidak

    berkahwin lain, tidak menghidap penyakit yang berpanjangan dan yang boleh menjejaskan

    penjagaan.

    F.

    Pemisahan Kekayaan

    Menurut Pasal 35, Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkahwinan, harta

    benda dalam perkahwinan ada yang disebut harta bersama yakni harta benda yang diperoleh

    selama perkawinan berlangsung.48Disamping itu ada yang disebut harta bawaan dari masing-

    masing suami istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan

    sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

    dijelaskan dalam Pasal 87 ayat (2) bahwa mengenai harta bersama, suami isteri dapat

    bertindak atas persetujuan kedua belah pihak, sedang mengenai harta bawaan dan harta

    diperoleh masing-masing sebagai hibah, hadiah, sedekah, suami isteri mempunyai hak

    sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta benda.

    Selanjutnya dalam Pasal 88 dijelaskan bahwa apabila terjadi perselisihan antara suami

    isteri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan

    Agama. Menurut penjelasan Pasal 35, apabila perkahwinan putus, maka harta bersama

    tersebut diatur menurut hukumnya masing-masing. Di sini tidak dijelaskan perkawinan putus

    karena apa. Karena itu perkahwinan putus mungkin karena salah satu pihak mati, mungkin

    pula karena perceraian. Akan tetapi Pasal 37, mengaitkan putusnya perkahwinan itu karena

    48Soedharyo Soimin, S.H., loc. cit, h. 28

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    49/53

    49

    perceraian yakni apabila perkahwinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut

    hukumnya masing-masing. Maksud dari menurut hukumnya masing-masing, penjelasan Pasal

    37 ini adalah hukum agama, hukum adat dan hukum lain-lainnya.

    Untuk melindungi si isteri terhadap kekuasaan si suami yang sangat luas itu atas

    kekayaan bersama serta kekayaan pribadi si isteri, undang-undang memberikan si isteri suatu

    hak untuk meminta pada hakim supaya diadakan pemisahan kekayaan dengan tetap

    berlangsungnya perkahwinan.

    Permisahan kekayaan itu dapat diminta oleh si isteri:

    a.

    Apabila si suami dengan kelakuan yang nyata tidak baik, mengorbankan kekayaan

    bersama dan membahayakan keselamatan keluarga,

    b. Apabila si suami melakukan pengurusan yang bruuk terhadap kekayaan si isteri,

    sehingga ada kekhawatiran kekayaan ini akan menjadi habis.

    c. Apabila si suami mengobralkan kekayaan sendiri, sehingga si siteri akan kehilangan

    tanggungan yang oleh undang-undang diberikan padanya atas kekayaan tersebut

    karena pengurusan yang dilakukan oleh si suami terhdap kekayaan isterinya.

    Gugatan untuk mendapatkan pemisahan kekayaan, harus diumumkan dahulu sebelum

    diperiksa dan diputuskan oleh hakim, sedangkan putusan hakim ini pun harus diumumkan. Ini

    untuk menjaga kepentingan-kepentingan pihak ketiga, terutama orang-orang yang mempunyai

    piutang terhdap si suami. Mereka itu dapat mengajukan perlawanan terhdap diadakannya

    pemisahan kekayaan.

    Selain membawa pemisahan kekayaan, putusan hakim berakibat pula, si isteri

    memperoleh kembali haknya untuk mengurus kekayaannya sendiri dan berhak menggunakan

    segala penghasilannya sendiri sesukanya. Akan tetapi, karena perkahwinan belum diputuskan,

    ia masih tetap tidak cakap menurut undang-undang untuk bertindak sendiri dalam hukum.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    50/53

    50

    Pemisahan kekayaan dapat diakhiri atas persetujuan kedua belah pihak dengan

    meletakkan persetujuan itu dalam suatu akte notaris, yang harus diumumkan sama seperti

    yang ditentukan untuk pengumuman putusan hakim dalam mengadakan pemisahan itu.

    Meskipun ada pemisahan harta benda, si isteri wajib memberi sokongan untuk biaya

    rumah tangga dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkahwinan dengan

    si suami, menurut perbandingan antara harta si isteri dan si suami. Apabila si suami dalam

    keadaan tidak mampu, maka biayabiaya itu menjadi tanggungan si isteri saja.

    Dalam Islam, sebuah perceraian tentu saja menimbulkan akibat terhadap harta

    kekayaan dalam perkahwinan, baik terhadap harta bawaan, harta bersama dan harta perolehan

    berdasarkan hukumnya masing-masing. Bagi orang Islam, pengaturan tersebut dilakukan

    berdasarkan hukum Islam yang telah dimuatkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).

    Secara umumnya, apabila tiada Perjanjian Perkahwinan terhadap harta perkahwinan maka

    sebuah perceraian akan mengakibatkan:

    Terhadap harta bawaan

    Harta dibahagi sama rata di antara suami isteri.

    Terhadap harta bersama

    Harta bawaan menjadi hak masing-masing suami dan isteri yang membawanya.

    Terhadap harta perolehan

    Harta perolehan menjadi hak maisng-masing suami dan isteri yang

    memperolehnya.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    51/53

    51

    BAB 3

    PENUTUP

    A.

    Kesimpulan

    Dapat disimpulkan terdapat banyak berbedaan apabila kami membandingan hukum perdata

    dan hukum islam. Antaranya dalam Hukum perdata, perkawinan ialah pertalian yang sah

    antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Manakala dalam

    Hukum Islam pula, ialah aqad yang mengharuskan hubungan suami isteri yang dibenarkan

    oleh syara. Disini kita dapat lihat, dari segi artinya saja terdapat perbedaan dalam kedua

    hukum ini.

    Selain itu, hak dan kewajiban suami isteri dalam hukum perdata lebih kepada

    pembagian harta manakala dalam hukum islam berhubung antara hubungan suami dan isteri.

    Percampuran dan pemisahan kekayaan dalam kedua-dua hukum juga jelas dan bisa dipahami.

    Perjanjian perkawinan dapat dilakukan sebelum perkahwinan oleh si isteri asalkan

    tidak melanggar hak-hak suaminya. Manakala dalam penceraian pula kedua hukum punya

    tatacara penceraian tersendiri.

    B.

    Saran

    Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki

    kekurangan, baik dari segi isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala

    kerendahan hati penulis sangat berharap ada kritikan dan saran yang sifatnya untuk

    membangun. Terakhir penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi

    penulis begitu juga pembaca.

  • 7/23/2019 Nikah menurut BW dan hukum Islam

    52/53

    52

    DAFTAR PUSTAKA

    Prof. Subekti. SH., Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung: Penerbit PT Intermasa, 2001),

    Cetakan ke XXIX

    Soedharyo Soimin SH., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kata Pengantar: Prof.

    Bismar Siregar SH. ( Jakarta: Sinar Grafika, 2013), Cetakan ke 12

    Dr. Mustafa Al-Khin, Dr. Mustafa Al-Bugha dan Ali Al-Sharbaji, Al-Fiqh al Manhaji Ala

    Madhab al-Imam al-Shafii, Dialih bahasa oleh Ustazah Rasyidah Binti Adam danAl Fadhil

    Ust. Shaifudin bin Mauluq Manhaj Fiqh Al-ShafiI Jilid 8 ( Negeri Sembilan: Mashi

    Publication Sdn. Bhd., 2011) Cetakan ke 3

    Happy Susanto, Pembag