kajian 120402 - fitrah
TRANSCRIPT
5/16/2018 Kajian 120402 - Fitrah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kajian-120402-fitrah 1/8
1
FITRAH : Watak Kesucian Primordial
Celupan Allah, dan siapakah yang lebih baik celupannya daripada celupan Allah?
Dan hanya kepada-Nya kami menyembah.
Q.S. al-Baqarah (2) :138
”Agama memiliki seratus jiwa. Segala sesuatu sekali ia dibunuh, ia mati
untuk selama-lamanya, kecuali agama. Sekiranya seratus kali pun ia dibunuh, ia
akan muncul lagi dan kembali hidup setelah itu,” ungkap Will Durant, penulis
yang cenderung tidak mempercayai agama mana pun, dalam karyanya The
Lesson Of History. Tentu saja ungkapan itu dilontarkan berdasarkan berbagai
fakta dan data historis yang mengisyaratkan bahwa agama merupakan salah
satu fenomena sosial yang selaras dengan keinginan dan kebutuhan sosial
manusia, sehingga dengan demikian kehidupan manusia tidak pernah lepas dariagama.
Menurut ajaran Islam, hidup beragama adalah tabiat azali manusia,
bawaan sejak lahir. Al-Qur`an menyebutnya fithrah (ciptaan asli), di mana Allah
”mendesain” dan menciptakan jati diri manusia sesuai dengan ”desain”
penciptaan agama yang hanif yang diciptakan-Nya untuk manusia (Q.S. al-Rum
30:30).
Fitrah ini banyak dikaji para mufassir, ahli pendidikan, dan kaum sufi.
Di sini kita akan melihat fitrah dari perspektif psiko-spiritual yang dikemukan
kaum sufi. Pandangan ini tentu saja bertolak dari asumsi sufi bahwa realitasmanusia adalah rohani atau spiritualnya, bukan jasmaninya; jasmani hanyalah
rumah bagi ruh. Karenanya segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia
harus bertolak dari realitas spiritualnya. Fitrah adalah salah satu bagian penting
dari spiritual itu. Lalu, apa itu fitrah? Bagaimana perannya dalam kehidupan
manusia?
Makna dan Hakikat Fitrah
Kata ’fitrah’ telah menjadi kosa kata bahasa Indonesia, berarti sifat asal,
kesucian, bakat, pembawaan. Sebenarnya kata fitrah itu berasal dari kosa kataArab, fathara-yafthuru-yafthiru-fithrah, yang berarti membelah, merobek,
mengoyak, mencipta, muncul atau terbit, memerah susu dengan ujung jari
tangan. Fithrah dipakai pula sebagai sinonim jablah (dibaja juga jiblah, jabalah dan
jibilah), thahi`ah, dan sajiyyah, yang berarti tabiat asli yang dibawa sejak lahir.
Kata Fithrah dapat pula berarti kesucian lahiriyah (thuhr ). Pengertian ini
didasarkan pada hadis, ”Ada lima macam yang termasuk fitrah (kesucian), yaitu
5/16/2018 Kajian 120402 - Fitrah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kajian-120402-fitrah 2/8
2
berkhitan, menggunting rambut, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu
ketiak. ” ( H.R. Bukhari dan Muslim). Selain itu , kata fitrah dapat pula berarti
kesucian batin (ikhlas), seperti diungkapkan dalam hadis, ”Tiga hal yang
menyelamatkan, yaitu ikhlas yang berupa fitrah Allah di mana manusia diciptakan
sesuai dengannya, salat yang merupakan tiang agama, dan taat yang berupa benteng penjagaan”. (H. R. Ibn Humaid).
Istilah fitrah dalam wacana keilmuan, seperti makna kebahasaannya,
dipakai untuk beberapa pengertian. Secara umum, pengertian itu dipakai
mengacu kepada tabiat alami atau sifat dasar manusia yang dibawanya sejak
lahir. Tabiat itu, menurut ajaran nasrani, telah dimuati oleh dosa asal yang
diwarisi oleh setiap insan dari dosa Adam. Oleh sebab itu, setiap bayi yang lahir
telah membawa beban dosa secara fitri. Untuk menebus dosa asal itu, manusia
harus melalui penyelamatan (salvation) dengan penyatuan keimanan bersama
Yesus sebagai juru selamat dan penebus dosa. Doktrin dosa asal itu bertolakbelakang dengan teori psikologi Behaviorisme yang muncul pada abad ke-20,
yang melihat bahwa manusia tidak memiliki suatu kecenderungan asal tertentu
(netral).
Di samping itu, ada yang berpendapat bahwa fitrah manusia memiliki
sejumlah muatan berupa kecenderungan-kecenderungan alami, seperti
cenderung beragama, berilmu, sosial, ekonomi, dan lain sebagainya. Ada pula
yang melihat, fitrah hanya memiliki konotasi agamis, berupa kecenderungan
kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan; sementara tabiat-tabiat asasi yang lain
mereka sebut gharizah (naluri atau instink). Memang terdapat perbedaan antarafitrah dan instink. Fitrah mungkin lebih mendasar daripada instink. Fitrah
menempati dunia ruhaniyah manusia yang terdalam, sementara instink lebih
banyak terkait dengan dimensi fisik manusia dalam hubungannya dengan dunia
psikis. Pandangan terakhir inilah yang dianut oleh umunya para ulama tafsir
dan kalangan sufi. Alasan yang sering dikemukakan adalah bahwa Al-Qur`an
dan hadis yang berbicara tentang fitrah dalam kaitannya dengan agama dan
tabiat alami manusia. Al-Qur`an mengungkapkan secara eksplisit :
Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama (yang benar), mengikuti kecenderungankepada kebenaran; (sesuai dengan) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. al-Rum 30 : 30).
Nabi saw. juga mengungkap tentang fitrah, ”Setiap anak dilahirkan atas
fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau
5/16/2018 Kajian 120402 - Fitrah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kajian-120402-fitrah 3/8
3
Majusi.” (H.R. Muslim). Ketika Abu Hurairah r.a. meriwayatkan hadis ini, ia
menghubungkannya dengan ayat di atas sebagai isyarat bahwa fitrah yang ada
pada diri manusia adalah tabiat alami yang suci dan inheren dengan agama
Allah yang suci.
Dengan demikian, kata fitrah akhirnya lebih dominan disebut dalamterminologi ilmu-ilmu agama daripada ilmu-ilmu lain. Akan tetapi, sekalipun
Al-Qur`an dan hadis menyebutkan kata fitrah secara eksplisit,
pengungkapannya sendiri masih dalam bentuk umum, sehingga memunculkan
sederetan penafsiran dan konsep. Tafsiran dan konsep yang paling populer dan
dianut oleh mayoritas ulama ialah pandangan positif yang melihat bahwa fitrah
manusia adalah tabiat alami yang dibawa sejak lahir dan cenderung kepada
kebaikan, kebenaran, dan tauhid. Tetapi, karena berbagai pengaruh, baik dari
luar maupun dari dalam, mengakibatkan manusia terasing dari fitrahnya itu.
Pengaruh-pengaruh hawa nafsu, setan , dan lingkungan sosial teleh membuatmanusia dapat menyeleweng dari fitrahnya, tetapi fitrah yang asli itu akan
senantiasa hidup dalam dirinya. Jika disebutkan, ”tidak ada perubahan pada ciptaan
Allah ”( Q.S. al-Rum 30:30), maka berarti tabiat dasar manusia yang suci itu tidak
pernah berubah, kendati dia telah terseret jauh dari tabiat universalnya itu. Oleh
sebab itu, di saat Fir`un akan meninggal dunia menjelang tenggelam di laut
Merah, ia masih tersadar kepada fitrahnya yang suci. (Surat Yunus 10 ayat 90)
Fitrah Perspektif Psikospiritual Sufi
Kaum sufi melihat manusia terdiri dari dua unsur yang berbeda :Ruhani dan jasmani. Keduanya diciptakan pada waktu yang berbeda. Menurut
al-Makki, penciptaan ruhani jauh lebih mendahului jasmani. Ruhani adalah
makhluk azali, ia tercipta jauh sebelum jasad dan bahkan sebelum adanya
waktu. Ibn `Atha` mengungkapkan bahwa ruh lebih dahulu diciptakan daripada
jasad berdasarkan ayat, ” Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu, lalu Kami
bentuk tubuhmu.” (Al-A`raf 7:11). Menurut Ibn `Atha`, ungkapan, ”Kami telah
menciptakan kamu” dalam ayat itu mengandung makna ”telah menciptakan
ruhmu” sedangkan ungkapan ”lalu Kami bentuk tubuhmu” mengandung makna
menciptakan jasad, setelah lebih dahulu menciptakan ruh. Jadi, sebelum berada dalam jasad, ruh manusia itu telah merupakan
wujud mandiri, yang disebut oleh al-Junaid al-Baghdadi dengan wujud rabbani.
Wujud ruhani itu berada di sisi Tuhan dan telah mengenal-Nya secara langsung,
seperti diisyaratkan ayat :
5/16/2018 Kajian 120402 - Fitrah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kajian-120402-fitrah 4/8
4
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (sembari
berfirman), ’Bukankah Aku Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ’Benar (Engkau Tuhan
kami), kami bersaksi.’ (Al-A`raf 7:172).
Bagi kaum sufi, hakikat manusia ialah wujud ruhaninya. Dengan
demikian, insaniyah (kemanusiaan) bukan terletak pada kesempurnaan fisik,
tetapi para kesempurnaan ruhani. Oleh sebab itu, betapa pun tidak
sempurnanya fisik seseorang, ia masih tetap dipandang memiliki nilai
kemanusiaan. Jadi, yang menentukan nilai kemanusiaan adalah ruhani manusia.
Kita sering menemui orang-orang yang tuli, buta, lumpuh, dan kekurangan-
kekurangan fisik lainnya, namun mereka tidak dikatakan kekurangan pada
kebajikan dan kepribadiannya. Socrates, filosuf Yunani yang masyhur dan sering
disejajarkan dengan para Nabi, adalah seorang yang buruk rupa. Akan tetapi,kekurangan itu tidak menafikan keutamaannya. Abu al-Ala al- Ma`arri dan
Thaha Husayn adalah dua ilmuan dan sastrawan muslim yang tuna netra,
namun kekurangan itu tidak mengurangi kebesaran mereka.
Sufi besar Jalal al-Din Rumi (w. 672 H) ingin menunjukkan kepada
khalayak bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah pada ruhani. Beliau
mengundang beberapa tokoh, lalu memanggil salah seorang tabib dan
memerintahkan sang tabib agar memotong nadi beliau dan membiarkan
darahnya tumpah sampai habis. Sang tabib pun melakukannya, sehingga darah
terkuras habis dari tubuh sang Mawlana. Beliau bangkit, lalu berwudhu,kemudian memasuki taman bunganya dan memulai tarian sakralnya. Suatu hal
yang menakjubkan.
Jadi, bagi kaum sufi, hakikat manusia adalah ruhaninya. Namun
demikian, ruh tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai abdi Tuhan secara
sempurna, melainkan dengan eksistensi jasmani. Jasmani adalah alat yang
melengkapi fungsi-fungsi ruhani. Maka, ketika ruh telah dipanggil
meninggalkan jasad, maka manusia telah kehilangan hakikatnya, sehingga tidak
memiliki daya apa pun.
Karena ruhani yang paling dominan menentukan jalan hidup manusia,maka bagi kaum sufi, corak ruhani yang menentukan tinggi-rendahnya
kedudukan manusia. Warna kulit, bentuk wajah, postur tubuh, dan lain
sebagainya, hanyalah corak lahiriyah, semuanya bukan hal yang menentukan
bagi kepribadian dan kemanusiaan seseorang. Apalagi hal-hal yang lebih semu
dari itu, yang hanya melekat buat sementara pada manusia, dia bukan penentu
5/16/2018 Kajian 120402 - Fitrah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kajian-120402-fitrah 5/8
5
hakiki bagi manusia, dan fungsinya tidak lebih dari sekedar topeng-topeng yang
segera akan ditanggalkan dari kepribadian manusia.
Firtah adalah warna dasar ruhani yang tidak pernah hilang dari diri
manusia. Lalu bagaimana fitrah asasi itu? Atau bagaimana warna dasar ruhani
manusia itu?
Fitrah : Desain Ilahi
Jasad berasal dari tanah dan ruh langsung ditiupkan Allah dari diri-Nya
(Al-Hijr 15 :28-29). Maka, tabiat dasar itu sesuai asal-usulnya. Jasad, karena
berasal dari tanah, memiliki tabiat dasar sebagaimana tanah, dan ruh, karena
langsung berasal dari ruh Ilahi, maka memiliki tabiat dasar Ilahiyah. Karena
jasad terikat oleh tabiat material tanah, maka akan senantiasa akan menyeret
manusia kepada hal-hal yang bersifat material dan kasar. Lain halya dengan ruh,
karena memiliki tabiat dasar keilahian, maka senantiasa ingin membawa kepadahal-hal yang bersifat spiritual dan halus. Ruh senantiasa cenderung kepada
tabuat aslinya, rindu kepada kebenaran, kebaikan, dan kesucian.
Al-Qur`an menyebutkan bahwa manusia diciptakan Allah sesuai
dengan fitrahnya (Rum 30:30). Dengan kata lain, manusia diciptakan atas
”desain Ilahi”, di mana warna keilahian merupakan warna dasar ruhani
manusia, sebagaimana disinyalir oleh Kitab Suci, ” Celupan Allah, dan siapakah
yang lebih baik celupannya daripada celupan Allah? Dan hanya kepada-Nya kami
menyembah.( Q.S. al-Baqarah (2) :138). Menurut Abu al-Aliyah, yang dimaksud
dengan ”celupan Allah” dalam ayat ini adalah fitrah ilahi yang mewarnai ruhanimanusia. Fitrah ilahiah yang menjadi warna dasar ruhani manusia itu
digambarkan Al-Qur`an sebagai bentuk yang sebaik-baiknya, ”Sesungguhnya
Kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Q.S. al-Tin 95:4).
Dalam menjelaskan makna ayat ini, Kamal al-Din Husayn al-Kasyifi, sufi abad
ke-9 H (15 M) menulis bahwa hal itu berarti ”Tuhan menciptakan manusia
sebagai alamat Tuhan yang paling lengkap dan sempurna, pentas yang paling
universal, di mana bermain segala lakon ketuhanan, sehingga dengan begitu ia
mampu menjadi pembawa amanat Tuhan dan sumber dari pancaran yang tak
terbatas.Fitrah inilah yang menjadi warna dasar ruhani manusia, yang
sebenarnya telah didesain oleh Allah mengacu kepada citra-Nya sendiri,
sebagaimana disebutkan hadis : ”sesungguhnya Adam telah didesain oleh Allah
mengacu kepada citra-Nya” (H.R. Bukhari dan Muslim). Tuhan mendesain
manusia sesuai dengan citra-Nya sendiri karena keinginan-Nya untuk melihat
citra diri-Nya di luar diri-Nya, maka diciptakan-Nya manusia sebagai wadah
5/16/2018 Kajian 120402 - Fitrah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kajian-120402-fitrah 6/8
6
tajalli-Nya (manifestasi) yang paripurna, seperti terungkap dalam hadis qudsi
yang populer di kalangan sufi : ”Aku adalah perbendaharaan terpendam yang belum
dikenal; Aku senang (love) untuk dikenal, maka Kuciptakan makhluk; Aku pun
memperkenalkan diri kepada mereka, sehingga mereka mengenal-Ku”.
Jadi, pada diri manusia sebenarnya terdapat potensi-potensi suci dimana Tuhan menampakkan sifat-sifat dan asma-Nya. Dengan demikian,
manusia tidak lain adalah pancaran (tajalli) yang menggambar citra Tuhan secara
utuh dan paripurna. Akan tetapi, hal itu baru dalam bentuk potensi terpendam
yang menyatu dengan ruh manusia. Orang yang mampu mengaktualisasikan
potensi inilah yang dipandang oleh kaum sufi sebagai manusia yang paling
sempurna –Insan Kamil.
Ketika Ibn `Arabi menjawab pertanyaan apakah fitrah itu, secara
metafor ia mengatakan, ”fitrah adalah cahaya (nur) yang membelah kegelapan
mumkinat (alam yang serba mungkin) dan berfungsi membedakan beragambentuk.” Nur melambangkan kecerahan dan kesucian. Ruhani manusia yang
terdalam biasa pula disebut ”hati nurani” yang berarti ”hati yang bercahaya”.
Karena, fitrah yang mewarnainya adalah fitrah ilahiah yang suci dan
menyinarkan cahaya bagi manusia, sehingga dengan itu manusia dapat
menggapai kebenaran. Oleh sebab itu, suara hati nurani adalah suara kebenaran,
kejujuran dan itulah manifestasi suara Ialhi.
Tertutupnya Suara Hati Nurani
Benar, ruhani manusia pada mulanya cerah dan suci, tetapi kecerahandan kesucian itu dapat tertutup oleh kegelapan atau kotoran-kotoran, terutama
setelah ruh suci itu ditempatkan dalam jasad, yang dilengkapi dengan nafsu dan
akal, sehingga mewujud menjadi sosok manusia, terdiri atas ruhani dan jasmani.
Ketika telah mencapai kesempurnaan wujud demikian, lalu Tuhan
mengilhamkan kepada manusia ketakwaan dan kefasikan (al-Syams 91 :7-8).
Ketakwaan adalah benteng nurani yang senantiasa menjaga kecerahan dan
kesuciannya, sementara kefasikan adalah kegelapan dan kotoran yang akan
menutup nurani.
Dalam hadis tentang fitrah di atas dijelaskan bahwa manusia dapattertutup dari fitrahnya karena pengaruh orang tua dan lingkungan sosial,
sehingga seseorang berubah menjadi penentang kebenaran. Hal demikian dapat
kita saksikan dalam sejarah manusia, terdapat nama, suku, dan umat yang
membangkang terhadap kebenaran. Lalu, mereka menerima kehancurannya.
Kalau demikian, dapatkah fitrah itu berubah?
5/16/2018 Kajian 120402 - Fitrah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kajian-120402-fitrah 7/8
7
Meski telah terperosok kepada kegelapan dan telah berlumur dengan
kotoran, suara nurani sebenarnya masih tetap ada. Namun, jeritan nurani itu
sering tak terdengar karena ditelan oleh gemuruhnya suara nafsu angkara (al-
nafsu al-ammarah), sehingga telinga batin tidak mampu untuk menerima dan
mendengar getaran jeritan nurani itu. Memang, manusia tidak dapatmembohongi suara nuraninya yang suci itu, namun karena telah terbelenggu
oleh kehendak-kehendak hawa-nafsu, maka jeritan suci itu dibaikannya. Allah
menegaskan bahwa fitrah itu tidak berubah, ”tidak ada perubahan pada (fitrah)
ciptaan Allah.” (Al-Rum 30:30).
Ingat ketika Yusuf a.s. mendapatkan godaan berat dari Zulaiha yang
hampir saja menjerumuskannya kepada perbuatan mesum, sebagaimana
diungkapkan Al-Qur`an, ”Sesungguhnya wanita itu telah berhasrat (melakukan
perbuatan mesum) dengan dia (Yusuf), dan dia (Yusuf) telah berhasrat pula
(melakukannya).” (Yusuf 12:24). Ketika itu, pandangan, pendengaran, dan pikiranYusuf telah tertutup oleh gelapnya nafsu, sehingga hampir saja dia terjebak ke
dalam dosa. Hanya suara suci nurani yang menyadarkannya bahwa dia sedang
dalam bahaya, seperti diungkapkan Al-Qur`an, ”Hanya saja dia (Yusuf) melihat
burhan Tuhannya”. (sambungan ayat surah Yusuf 12:24), Itulah bisikan suci
nurani yang menyimpan fitrah ilahiah.
Kembali Kepada Fitrah
Fudhayl ibn `Iyadh (w 803 M ) masyhur sebagai seorang perampok
ulung yang mengepalai segerombolan perampok di padang pasir antaraAbyuward (baward) dan Sarakhs. Suatu malam, ketika dia sedang memanjat
rumah kekasihnya, lewatlah suatu kafilah dan di antara mereka ada yang sedang
membaca ayat Al-Qur`an. Terdengarlah oleh Fudhayl ayat, ”Belum tibakah
saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah?”
(Al-hadid 57 : 16)
Ayat itu bagaikan anak panah menembus jantung Fudhayl, seakan
sebuah tantangan yang berseru ke lubuk nuraninya, ”Wahai Fudhayl, berapa
lama lagikah engkau akan membegal para kafilah? Telah tiba saatnya kami akan
membegalmu!”Fudhayl terjatuh dan berseru, ”Memang telah tiba saatnya, bahkan
hampir terlambat!”. Fudhayl merasa bingung dan malu. Ia berlari ke arah
setumpuk puing. Ternyata di situ berkemah satu kafilah. Di antara mereka
berkata, ”Marilah kita melanjutkan perjalanan!” Tetapi, yang lain mencegah,
”Tidak mungkin, Fudhayl sedang menunggu dan akan menghadang kita.”
5/16/2018 Kajian 120402 - Fitrah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/kajian-120402-fitrah 8/8
8
Mendengar pembicaraan mereka, Fudhayl berseru, ”Gembiralah kalian,
Fudhayl telah tobat!”
Dua Program Ilahi :Taklifi atau Takwini
Manusia yang telah terasing dari fitrahnya berarti terjauhkan dari jatidirinya yang hakiki dan universal, sehingga tidak pernah merasakan
kebahagiaan hidup. Nuraninya terkubur dalam lumpur hawa nafsu, sehingga
hidup dalam kegelapan. Sebenarnya Allah memiliki dua program yang
berfungsi agar fitrah manusia tetap terjaga dan sebagai terapi bagi yang telah
terasing dari fitrahnya. Kedua program itu adalah program taklifi atau tasyri`i
dan program takwini. Program taklifi adalah berupa perintah dan larangan agama
yang diturunkan-Nya melalui wahyu yang ditaklifkan (dibebankan) kepada
manusia. Dan agama yang dipersiapkan Allah itu, sebagaimana telah
disebutkan, memang telah didesain sesuai dengan fitrah manusia. Dengandemikian, setiap aturan yang bersumber dari agama Allah senantiasa sesuai
dengan fitrah manusia. Maka, dengan menjalankan taklif (perintah dan
larangan) agama itu, manusia dapat mempertahankan fitrah kesuciannya,
seperti dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya, bahwa Dia menciptakan
manusia sebaik-baik bentuk. Lalu mereka terjatuh ke dalam kerendahan.
Kecuali, orang yang tetap beriman dan melakukan amal saleh (Q.S. al-Tin 95: 4-
6). Menjalankan taklif agama juga menyadarkan manusia akan fitrahnya,
sehingga ia mampu mendengar bisikan nuraninya.
Program takwini berupa penciptaan fenomena-fenomena dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta, baik dalam kehidupan sosial maupun
pada alam lingkungannya. Segalanya itu adalah untuk menyadarkan manusia
agar senantiasa teguh dalam kesucian fitrahnya dan agar orang-orang yang telah
terjauhkan dari fitrahnya kembali kepada jati dirinya. Dengan menyadari jati
dirilah manusia dapat mengenal Tuhan dan merasakan kehadiran-Nya dalam
hidup, ” man `arafa nafsahu faqad `arafa rabbahu” , Barang siapa mengenal dirinya,
niscaya dia mengenal Tuhannya.
Wallaahu a’lam bish shawwab