kad revisi
DESCRIPTION
kadTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi gangguan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama yang disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus
(DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. KAD dapat
menyebabkan dehidrasi berat sampai menyebabkan syok.1
2.2. Epidemiologi
Data komunitas di Amerika Serikat, Roochester menunjukkan bahwa insidens KAD
sebesar 8 per 1000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk
kelompok umur dibawah 30 tahun sebesar 13,4 per 1000 pasien DM per tahun.
Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, tetapi insidens KAD di Indonesia
tidak sebanyak di negara Barat mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah dan DM
tipe 2 yang tinggi.1
Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD berkisar antara 9-
10 %, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka
kematian dapat mencapai 25-50%. Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa
keadaan yang menyertai KAD seperti, sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang
luas, pasien usia lanjut, konsentrasi glukosa darah awal yang tinggi, uremia, dan
konsentrasi keasaman darah yang rendah.7
Mengingat 80% pasien KAD telah diketahui menderita DM sebelumnya, upaya
pencegahan sangat berperan dalam mencegah KAD dan diagnosis dini KAD. KAD dapat
dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional, serta memadai
sesuai dengan dasar patofisiologinya.8
2.3. Faktor Pencetus
80% dari pasien KAD dapat diketahui faktor pencetusnya, sekitar 20% pasien KAD
yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali tidak didapatkan faktor pencetus.
Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard
3
akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, menghentikan atau
mengurangi dosis insulin.1
Menghentikan atau mengurangi dosis insulin merupakan salah satu pencetus
terjadinya KAD yang sering terjadi. Hal ini dikarenakan pasien tidak mempunyai uang
untuk membeli, nafsu makan menurun, masalah psikologis, dan tidak paham mengenai
penyakitnya.1
2.4. Patofisiologi
KAD adalah suatu keadaan di mana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon
pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan
utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan
hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya KAD . Adapun
gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu akibat
hiperglikemia dan akibat ketosis.1
Lipolisis ketogenesis Glukoneogenesis Penggunaan glukosa
Diuresis osmotik
Hipovolemia
Gambar1. Patofisiologi KAD
4
Glukagon meningkat Insulin menurun
Jaringan lemak Hati Jaringan tepi
dehidrasi
Asidosis(ketosis) Asidosis(ketosis)
Hati
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh
terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi
hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontra
regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak.
Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan
asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat
menyebabkan metabolik asidosis. Benda keton utama ialah asam asetoasetat (AcAc) dan
3-beta hidroksi butirat(3HB); dalam keadaan normal konsentrasi 3HB meliputi 75-85%
dan aseton darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting. Meskipun sudah
tersedia bahan bakar tersebut, sel-sel tubuh tetap lapar dan terus memproduksi glukosa.1
Insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, memberi signal untuk
proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel lemak
(menekan pembentukan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati
serta mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui
proses oksidasi tersebut akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber
energi utama sel.1
Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin relatif.
Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas,
hiperglikemi, gangguan keseimbangan elektrolit, dan asam-basa dapat menganggu
sensitivitas insulin.8
2.4.1. Peranan Insulin
Pada KAD terjadi defisiensi absolut atau relatif terhadap hormon kontra regulasi yang
berlebihan (glukagon, epinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan). Defisiensi insulin
dapat disebabkan oleh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau eksogen yang
berkurang. Defisiensi aktivitas insulin tersebut, menyebabkan 3 proses patofisiologi.yang
nyata pada 3 organ, yaitu sel lemak, hati dan otot. Perubahan yang terjadi terutama
melibatkan metabolisme lemak dan karbohidrat.1
2.4.2. Peranan Glukagon
Di antara hormon-hormon kontraregulator, glukagon yang paling berperan dalam
patogenesis KAD. Glukagon menghambat proses glikolisis dan menghambat
pembentukan malonyl CoA. Oleh karena itu, peningkatan glukagon akan merangsang
oksidasi beta asam lemak dan ketogenesis.1
5
Pada pasien DM tipe 1, konsentrasi glukagon darah tidak teregulasi dengan baik. Bila
konsentrasi insulin rendah maka konsentrasi glukagon darah sangat meningkat serta
mengakibatkan reaksi kebalikan respon insulin pada sel lemak dan hati.1
2.4.3. Hormon kontra regulator insulin lain
Konsentrasi epinefrin dan kortisol darah meningkat pada KAD. Hormon pertumbuhan
(GH) pada awal terapi KAD konsentrasinya kadang-kadang meningkat dan lebih
meningkat lagi dengan pemberian insulin.1
Keadaan stres sendiri meningkatnya hormon kontra regulasi yang pada akhirnya akan
menstimulasi pembentukan benda-benda keton, glukoneogenesis serta potensial sebagai
pencetus KAD. Sekali proses KAD terjadi maka akan terjadi stres yang berkepanjangan.1
2.5. Gejala Klinis
Sekitar 80% pasien KAD adalah pasien DM yang sudah dikenal. Sesuai dengan
patofisiologi KAD maka dijumpai pada pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul),
berbagai derajat dehidrasi ( turgor kulit berkurang, lidah dan bibir berkurang), kadang-
kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari napas tidak terlalu mudah
tercium.1
Gambaran klinis KAD juga meliputi keluhan poliuri dan polidipsi yang sering kali
mendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau
infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD
anak. Dapat dijumpai nyeri perut yang berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi
lambung.7
Derajat kesadaran pasien dapat dimulai dari komposmentis, delirium, atau depresi
sampai dengan koma.1 Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab
penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol).8
Faktor pencetus infeksi didapatkan sekitar 80%. Infeksi yang sering ditemukan ialah
infeksi saluran kemih dan pneumonia. Walaupun faktor pencetusnya adalah infeksi,
kebanyakan pasien tak mengalami demam. Bila dijumpai adanya nyeri abdomen, perlu
dipikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau
perforasi usus. Bila ternyata pasien tidak menunjukan respons yang baik terhadap
pengobatan KAD, maka perlu dicari kemungkinan infeksi tersembunyi ( sinusitis, abses
gigi, abses perirektal).1
6
2.6. Diagnosis
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang teliti terutama memperhatikan patensi jalan napas, status
mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi.1
Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dan mudah adalah pemeriksaan
glukosa darah dengan glukosa stick dan pemeriksaan urin dengan menggunakan urin
strip untuk melihat secara kualitatif jumlah glukosa,keton,nitrat, dan lekosit dalam urin.
Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat
keparahan KAD meliputi konsentrasi HCO3, anion gap, Ph darah dan dilakukan
pemeriksaan konsentrasi AcAc dan laktat serta 3HB.1
Kriteria Diagnosis KAD adalah sebagai berikut : 8
- Klinis : Poliuria, polidipsia, mual, muntah, pernapasan Kussmaul (cepat dan
dalam), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai syok, kesadaran terganggu
sampai koma.
- Darah : Hiperglikemia lebih dari 300 mg/dl (biasanya melebihi 500 mg/dl).
Bikarbonat kurang dari 20 mEq/l dan pH < 7,35.
- Urine : Glukosuria dan ketonuria
2.7. Klasifikasi Keto Asidosis Diabetik 7
Stadium Macam KAD PH Darah Bikarbonat DarahRingan KAD Ringan 7,30-7,35 15-20 mEq/lSedang Prekoma Diabetik 7,20-7,30 12-15mEq/lBerat Koma Diabetik 6,90-7,20 8-12mEq/lSangat Berat Koma Diabetik Berat <6,90 <8mEq/l
2.8. Pengelolaan dan Penatalaksanaan
Pengelolaan KAD berdasarkan patofisiologi dan patogenesis penyakit, merupakan
titerasi, sehingga sebaiknya di rawat di ruang perawatan intensif. Prinsip-prinsip
pengelolaan KAD adalah penggantian cairan dan garam yang hilang, menekan lipolisis
sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin, mengatasi
stres sebagai pencetus KAD, mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari
pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan. 5 hal yang harus diberikan di
antaranya ialah cairan, insulin, kalium, glukosa, dan bikarbonat.1
7
2.8.1. Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis. Berdasarkan perkiraan
hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan, maka pada jam
pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter dan selanjutnya sesuai
protokol. Ada dua keuntungan rehidrasi pada KAD : memperbaiki perfusi jaringan dan
menurunkan hormon kontra regulator insulin. Bila konsentrasi glukosa kurang dari 200
mg% maka perlu diberikan larutan mengandung glukosa (dekstrosa 5% atau 10%).1
2.8.2. Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang
memadai. Pemberian insulin akan menurunkan konsentrasi hormon glukagon, sehingga
dapat menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan
lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh
jaringan.1
Penggunaan insulin umumnya secara bolus melalui intravena, intramuskular, ataupun
sub kutan. Saat ini yang sering dianjurkan adalah drip insulin intravena dosis rendah oleh
karena lebih mudah mengontrol dosis insulin, menurunkan konsentrasi glukosa darah
lebih lambat, efek insulin cepat menghilang, masuknya kalium ke intra sel lebih lambat,
komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih sedikit. Efek kerja insulin terjadi dalam
beberapa menit setelah insulin berikatan dengan reseptor, kemudian reseptor yang telah
berikatan akan mengalami internalisasi dan insulin akan mengalami destruksi. Dalam
keadaan hormon kontraregulator masih tinggi dalam darah dan untuk mencegah
terjadinya lipolisis dan ketogenesis, pemberian insulin tidak boleh dihentikan tiba-tiba
dan perlu dilanjutkan beberapa jam setelah koreksi hiperglikemia tercapai bersamaan
dengan pemberian larutan mengandung glukosa untuk mencegah hipoglikemia.1
Tujuan pemberian insulin bukan hanya untuk mencapai konsentrasi glukosa normal,
tetapi untuk mengatasi keadaan ketonemia. Oleh karena itu,bila konsentrasi glukosa
kurang dari 200 mg% insulin diteruskan, dan untuk mencegah hipoglikemia diberi cairan
mengandung glukosa sampai asupan kalori kembali.1
2.8.3. Kalium
Pada awal KAD biasanya konsentrasi ion K serum meningkat. Hiperkalemia yang
fatal sangat jarang dan bila terjadi harus segera diatasi dengan pemberian bikarbonat.
Bila pada EKG ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat
segera mengatasi keadaan hiperkalemia tersebut.1
8
Yang perlu menjadi perhatian adalah terjadinya hipokalemia yang dapat fatal selama
pengobatan KAD. Ion Kalium terutama terdapat intraselular. Pada keadaan KAD, ion K
bergerak ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urin. Total defisit K yang terjadi
selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kg BB. Selama terapi KAD ion K kembali
ke dalam sel. Untuk mengantisipasi masuknya ion K ke dalam sel serta mempertahankan
konsentrasi K serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium. Pada pasien yang
tidak menderita gagal ginjal serta tidak ditemukannya gelombang T yang lancip dan
tinggi pada EKG, pemberian kalium segera dimulai setelah jumlah urin cukup adekuat.1
2.8.4. Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya konsentrasi glukosa darah akan turun.
Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan konsentrasi glukosa
sekitar 60 mg% / jam. Bila konsentrasi glukosa mencapai <200mg % maka dapat dimulai
infus mengandung glukosa. Perlu ditekankan di sini bahwa tujuan terapi KAD bukan
untuk menormalkan konsentrasi glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis.1
2.8.5. Bikarbonat
Terapi bikarbonat pada KAD menjadi perdebatan. Pemberian bikarbonat dianjurkan
pada KAD yang berat dan diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun komplikasi
asidosis laktat dan hiperkalemi merupakan indikasi pemberian bikarbonat.1
Disamping hal diatas pengobatan umum juga penting untuk pasien KAD yang
meliputi antibiotik yang adekuat, oksigen bila pO2<80mmHg, heparin bila ada DIC atau
bila hiperosmolar >380mOsm/l.1
Pemantauan pada pasien KAD juga bagian yang terpenting dalam pengobatan KAD,
oleh karena itu perlu dilaksanakan pemeriksaan konsentrasi glukosa darah setiap jam,
elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, analisis gas darah bila pH < 7 periksa setiap 6 jam
sampai pH > 7,1 setiap hari sampai stabil. , vital sign setiap jam, dan keadaan hidrasi /
keseimbangan cairan.1
9
Tabel 1. Protokol Terapi KAD 7,8
Fase Uraian Terapi
Fase I (gawat)
1. Rehidrasi : NaCl 0,9% / RL 2L/2jam pertama, lalu 80 tpm selama 4 jam,30tpm selama 18 jam, diterukan sampai 24 jam berikutnya 20 tpm.
2. Insulin Dosis Rendah Intravena(IDRIV) : 4unit/jam iv
3. Infus K : 25mEq(bila K: 3,0-3,5 mEq/l), 50mEq (K=2,5-3,0), 75mEq (bila K=2,0-2,5) , dan 100mEq(bila K +2,0mEq)
4. Infus BIK : Bila pH< 7,2-7,3 atau BIK<12mEq/l:50-100 mEq drip dalam 2 jam (bolus BIK 50-100 mEq diberikan bila pH<7,0)
5. Antibiotika : Dipilih sesuai dengan dosis yang adekuat
Glukosa Darah 250mg/dl atau reduksi
Fase Uraian Terapi
Fase II (rehabilitasi)
1. Rumatan : NaCl 0,9% atau Insulin Reguler 4-8 u), Maltosa 10%(Insulin Reguler 6-12 u) dengan 20 tpm
2. Kalium 3. Insulin Reguler : 3x8-12 u sc4. Makanan lunak
2.9. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi selama pengobatan KAD adalah edema paru,
hipertrigliseridemia, infark miokard akut, dan komplikasi iatrogenik (hipoglikemia,
hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia).8
2.10. Prognosis
Prognosis baik selama terapi adekuat pada fase I dan II dan selama tidak ada penyakit
lain yang fatal (sepsis, syok septik, infark miokard akut, trombosis, serebral).8
10
BAB III
KESIMPULAN
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi gangguan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama yang disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif. Data komunitas di Indonesia belum ada, tetapi
insidens KAD di Indonesia tidak sebanyak di negara Barat mengingat prevalensi DM
tipe 1 yang rendah dan DM tipe 2 yang tinggi. Faktor pencetus yang berperan untuk
terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat
golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin.
Pengelolaan KAD berdasarkan patofisiologi dan patogenesis penyakit, merupakan
titerasi, sehingga sebaiknya di rawat di ruang perawatan intensif. Prinsip-prinsip
pengelolaan KAD adalah penggantian cairan dan garam yang hilang, menekan lipolisis
sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin, mengatasi
stres sebagai pencetus KAD, mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari
pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan. 5 hal yang harus diberikan di
antaranya ialah cairan, insulin, kalium, glukosa, dan bikarbonat.
Komplikasi yang sering terjadi selama pengobatan KAD adalah edema paru,
hipertrigliseridemia, infark miokard akut, dan komplikasi iatrogenik (hipoglikemia,
hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia). Prognosis baik selama terapi
adekuat pada fase I dan II dan selama tidak ada penyakit lain yang fatal (sepsis, syok
septik, infark miokard akut, trombosis, serebral).
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI;2009.Hal. 1906-11.
2. Van Zyl DG. Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis. SA Fam Prac
2008;50:39-49.
3. Masharani U. Diabetic ketoacidosis. In: McPhee SJ, Papadakis MA, editors.
Lange current medical diagnosis and treatment. 49th ed. New York:
Lange;2010.p.1111-5.
4. Chiasson JL. Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis and the
hyperglicemic state. Canadian Medical Association Journal
2003;168:p.859-66.
5. Umpierrez GE, Murphy MB, Kitabachi AE. Diabetic ketoacidosis and
hyperglicemic syndrome. Diabetes Spectrum 2002; 15;p.28-35.
6. American Diabetes Association. Hyperglycemic crisis in diabetes. Diabetes Care
2004;27:p.94-102.
7. Effendi C. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi 3. Surabaya: Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya; 2008;Hal.91-95.
8. Tjokroprawiro A. Diabetes Mellitus. In: Hendromartono, Sutjahjo A, Pranoto A,
Murtiwi S, Adi S, Wibisono S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
1th ed. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga;
2007.Hal.29-76.
12