jurnal ilmiah tinjauan yuridis peralihan hak atas tanah ... fileprosesnya dengan cara peralihan hak...
TRANSCRIPT
ii
JURNAL ILMIAH
TINJAUAN YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH
YANG BELUM DIDAFTARKAN
Oleh:
SHERLY YOLANDA
D1A.212.406
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2018
TINJAUAN YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH
YANG BELUM DIDAFTARKAN
SHERLY YOLANDA
NIM. D1A 212 406
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pendaftaran peralihan hak atas tanah
yang belum didaftarkan di Indonesia dan untuk mengetahui kendala apa saja yang
terjadi dalam proses pendaftaran peralihan hak atas tanah di Indonesia. Jenis
penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Proses peralihan hak atas
tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 bisa dilakukan
prosesnya dengan cara peralihan hak atas tanah sekaligus dengan pendaftaran
tanahnya baik dengan secara sistematik maupun sporadic. Peralihan hak atas tanah
yang belum didaftarkan, tidak menemui kendala, hanya saja berimbas pada nilai dari
harga jual tanah tersebut, karena tidak memiliki surat-surat tanah berupa sertipikat.
Kata Kunci : pendaftaran, peralihan hak, sistematik, sporadik.
JURIDICAL REVIEW OF TRANSITIONAL LAND RIGHTS NOT YET
REGISTERED
Abstract
This study aims to determine the registration process for the transfer of land rights
that has not been carried out in Indonesia and to find out what has been done in the
process of registering the transfer of land rights in Indonesia. This type of research
uses normative legal research. The process of transferring land rights based on
Government Regulation No. 24 of 1997 can be done both publicly and sporadically.
The transfer of land rights that have not been registered, is not related, only affects
the value of the land price, because it does not have land certificates as certificates.
Keywords: Registration, Rights Transfer, Systematic, Sporadic.
i
I. PENDAHULUAN
Dalam Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
Nomor 10 tahun 1961 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor
24 tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah, yang menentukan bahwa jual beli tanah
harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PejabatPembuat
Akta Tanah (PPAT), sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997.
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) mempunyai tugas pokok untuk
melaksanakan sebagian dari kegiatan pendaftaran tanah yang disertai dengan
pembuatan akta untuk bukti bahwa telah melakukan perbuatan hukum mengenai hak
atas tanah kepemilikan. Adanya hal tersebut, Pejabat Pembuat Akta Tanah ini dapat
dijadikan dasar sebagai pendaftaran perubahan data atau untuk pendaftaran tanah
yang diakibatkan oleh perbuatan hukum1.
Pendaftaran tanah dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni: pendaftaran untuk
pertama kali atau biasanya disebut dengan pendaftaran originair, artinya pendaftaran
tanah ini dilakukan terhadap satu bidang tanah yang sama sekali belum pernah
1 Khoirul Anwar, https://artikel.co/pejabat-pembuat-akta-tanah/ diakses pada hari senin 2
oktober pukul 13.13 wita
ii
didaftarkan2. Dan Pendaftaran kedua adalah pendaftaran tanah yang dilakukan
apabila terjadi perubahan data, baik fisik maupun yuridis3.
Untuk menjamin kepastian hukum, maka mendaftarkan hak atas tanah
merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan guna menjamin
kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah serta pihak lain yang berkepentingan
dengan tanah tersebut.
Di Indonesia sistem pendaftaran tanah masih menimbulkan polemik. Secara
nasional pensertipikatan hak atas tanah belum mencapai hasil yang diharapkan.
Sedangkan besar bidang-bidang tanah yang belum terdaftar tersebut, terdiri dari
tanah-tanah yang berdasarkan hukum adat. Banyak ditemukan di lapangan alas hak
milik tanah-tanah masyarakat masih menggunakan alat bukti seadanya artinya dengan
alat bukti penguasaan secara itikad baik secara terus menerus dianggap telah cukup,
tidak perlu lagi alat bukti lainnya. Mereka belum merasakan pentingnya sebuah
sertipikat dalam lalu lintas hukum, karena mereka pada umumnya beranggapan belum
menjadikan sertipikat sebagai prioritas, keadaan yang dialami sebelumnya dirasakan
cukup memberikan jaminan bagi mereka4.
Dari uraian diatas, maka penyusun berkesimpulan bahwa yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1). Bagaimana proses pendaftaran
2 Eli Wuriana Dewi, Mudahnya Mengurus Sertifikat Tanah dan Segala Perizinannya, Buku
Pintar, Yogyakarta, hlm. 52. 3 Ibid, hlm. 54. 4 Abdurrahman, Beberapa Aspek tentang Hukum Agraria, Alumni Bandung, 1983, hlm. 73.
iii
peralihan hak atas tanah yang belum didaftarkan? (2). Apakah kendala dalam proses
pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut?
Tujuan serta manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu: (a) Untuk
mengetahui proses pendaftaran peralihan hak atas tanah yang belum didaftarkan di
Indonesia dan Untuk mengetahui kendala apa saja yang terjadi dalam proses
pendaftaran peralihan hak atas tanah di Indonesia (b) Manfaat yang diharapkan yaitu
untuk memperoleh pengetahuan tentang sesuatu kejadian yang di angkat oleh
penyusun, sehingga dapat membuka peluang untuk lebih menerapkan pengetahuan
tersebut. Kegunaan penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi yang saling berkaitan
yakni dari segi teoritis dan segi praktis.
Penalitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian
hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam
peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah
atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas. Dalam
penelitian hukum ini, penyusun memperoleh bahan hukum mengenai Tinjauan
Yuridis Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Didaftarkan.
iv
II. PEMBAHASAN
Kegiatan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali
Definisi pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah merupakan penyempurnaan dari ruang
lingkup kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(“UUPA”) yang meliputi: pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah,
pendaftaran dan peralihan hak atas tanah serta pemberian tanda bukti hak
sebagai alat bukti pembuktian yang kuat5.
Kegiatan pendaftaran Tanah lebih lanjut diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu meliputi:1. Kegiatan Pendaftaran
Tanah untuk Pertama Kali (Opzet atau Initial Registration); 2. Kegiatan
Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah (Bijhouding atau Maintenance)
Gambaran Umum Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah merupakan salah satu dari kegiatan lembaga
Pendaftaran Tanah di seluruh Wilayah Indonesia dalam rangka terciptanya
administrasi pendaftaran tanah yang merupakan perintah dan pelaksanaan dari
Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang berbunyi: a. Untuk
5 Sofie Widyana P, https://www.hukumproperti.com/pertanahan/kegiatan-pendaftaran-tanah/
diakses pada hari senin 2 Oktober pukul 14.15
v
menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah
seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah; b. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini
meliputi: 1) Pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah; 2) Pendaftaran hak-
hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; 3) Pemberian surat-surat tanda
bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat; c. Pendaftaran
tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat,
keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraan,
menurut pertimbangan Menteri Agraria; d. Dalam peraturan Pemerintah diatur
biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1)
diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebankan dari
pembayaran biaya-biaya tersebut.
Dalam hukum pertanahan dikenal dua sistem pendaftaran tanah, yaitu:
a. Registration of Titles. Registration of titles merupakan sistem pendaftaran
hak. Dalam registration of titles, setiap pencatatan hak harus dibuktikan
dengan suatu akta, tetapi dalam penyelenggaraan pendaftaran bukan aktanya
yang didaftar, melainkan haknya yang diciptakan; b. Registration of Deeds
Regristration of deeds adalah sistem pendaftaran akta.Dalam sistem ini, akta
merupakan data yuridis dan karenanya akta itulah yang didaftar Pejabat
Pendaftaran Tanah (PPT). Pejabat Pendaftar Tanah bersifat pasif dan tidak
melakukan pengujian atas kebenaran data yang disebut dalam akta yang
didaftar.
vi
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, sistem pendaftaran tanah yang digunakan adalah sistem
pendaftaran hak. Dalam sistem pendaftaran hak, orang yang tercatat dalam
buku tanah merupakan pemegang hak atas tanah tersebut sampai dapat
dibuktikan sebaliknya.
Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional
(BPN). Dalam rangka menyelenggarakan pendaftaran tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, tugas
pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan,
kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah atau
perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada Pejabat lain. Pada
saat melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang ditugaskan untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini
dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan6.
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 adalah sebagi berikut:
a. Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang
hak atas sebidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang
terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan, untuk itu kepada pemegang hak
diberikan sertipikat.
6 Eli Wuriana Dewi, loc. Cit . hlm. 77-78
vii
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Untuk
melaksanakan fungsi informasi tersebut, data fisik dan yuridis dari
sebidang tanah dan satuan rumah susun yang terdaftar terbuka untuk
umum.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Proses Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah yang Belum Didaftarkan
Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) jo Pasal 37 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan :
”Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun
melalui jual beli, tukar menukar, hibah, permasalahan dalam
perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Makna dari bunyi pasal tersebut adalah memberikan keharusan dimana
peralihan hak atas tanah baik yang sudah didaftarkan berbentuk sertipikat atau
belum didaftarkan (belum bersertipikat) harus menggunakan akta otentik yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), orang yang melakukan jual
beli tanpa dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak
dapat memperoleh sertipikat, biarpun jual belinya sah menurut hukum. Maka
dari itu perolehan akta otentik dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
adalah syarat utama untuk selanjutnya melakukan pendaftaran hak atas tanah
ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).hal ini untuk mengurangi risiko
viii
tuntutan dikemudian hari, sehingga kedua pihak penjual dan pembeli
memberikan rasa kepastian hukum.
Tanah yang belum bersertipikat adalah tanah adat yang belum
didaftarkan ke kantor badan pertanahan negara. Contohnya tanah girik atau
tanah petok-C yang pernah kita dengar di daerah tertentu.
Berikut ini adalah Prosedur Pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang
diterapkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yaitu dengan dua cara
yaitu: a. Pendaftaran Tanah Secara Sistematik; b. Pendaftaran Tanah Secara
Sporadik.
Menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Percepatan Pendaftaran Tanah Secara Sistematis Lengkap (PTSL), pada Pasal
18 yang menjadi obyek PTSL merupakan Tanah bekas Milik Adat maka
kepemilikannya dibuktikan dengan asli Girik, Pipil, Petuk, Verponding
Indonesia, yang merupakan dokumen asli yang diterbitkan sebelum tanggal
24 September 1960, dan bukan hasil fotocopy dan/atau salinan. Jika pada
Girik, Petuk, Verponding Indonesia, bukan atas nama PTSL maka harus
dilengkapi dengan riwayat perolehan tanahnya berupa: a. Bukti perolehan
tanah di bawah tangan, apabila perbuatan hukumnya dilakukan tahun 1997; b.
Akta Peralihan Hak yang dibuktikan dengan Akta PPAT, apabila perbuatan
hukumnya dilakukan setelah Tahun 1997; c. Akta
ix
Pembagian/Fatwa/Keterangan Waris; d. Akta Lelang apabila diperoleh
melalui lelang.
Didalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang
percepatan pendaftaran tanah sistematik, Pada Pasal 19 ayat (1), (2), (3), dan
(4) yang bermakna pendaftaran yang berupa hak milik dan yang berasal dari
tanah milik adat tidak lagi membutuhkan surat pernyataan/keterangan dari
lurah atau kepala desa yang berwenang. Hanya menggunakan surat pernyatan
tertulis tentang peguasaan fisik bidang tanah dengan itikat baik, dan
disaksikan paling sedikit oleh 2 (dua) orang saksi dari lingkungan setempat
yang menyatakan bahwa benar yang bersangkutan sebagai pemilik dan yang
menguasai bidang tanah tersebut.
Dalam pendaftaran tanah secara sporadik harus melalui tahapan yaitu
dikantor kelurahan/desa dan Kantor Badan Pertanahan Nasional. Dikantor
lurah pemohon harus membuat 3 surat yang menjadi syarat pendaftaran tanah
di kantor Badan Pertanahan. Adapun ketiga surat tersebut adalah, surat
pernyataan tidak adanya sengketa, surat pernyataan riwayat tanah, dan surat
keterangan Sporadik. Jika ketiga surat tersebut telah didapatkan oleh
pemohon, maka ketiga surat tersebut dilampirkan untuk mendaftar ke Kantor
Badan Pertanahan.
Dalam proses peralihan hak atas tanah yang belum didaftarkan, bisa
dilakukan oleh para pihak dengan cara dibawah tangan, namun demikian
x
proses peralihan hak atas tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 bisa dilakukan prosesnya dengan cara peralihan hak atas tanah
sekaligus dengan pendaftaran tanahnya baik dengan secara sistematik maupun
sporadic.
Kendala Dalam Proses Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa faktor–faktor
yang mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan pendaftaran tanah disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu: 1.Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap
pentingnya memperoleh sertipikat hak milik atas tanah; 2. Adanya kesalahan
informasi yang diberikan oleh pihak pemohon; 3. Adanya
sanggahan/keberatan dari pihak lain pada saat proses pendaftaran tanah
(ajudikasi) berlangsung; 4. Pemohon menggunakan jasa orang lain; 5. Jangka
waktu pembuatan sertipikat tergolong memakan waktu yang lama; 6. Faktor
Masalah Biaya Pendaftaran Tanah yang relatif mahal; 7. Masih banyak
masyarakat yang belum mengerti bagaimana cara mendaftarkan hak
kepemilikannya atas tanah agar dapat mendapatkan sertipikat; 8. Fasilitas
yang belum memadai; 9. Masih banyaknya masyarakat yang melakukan jual
beli atau peralihan hak atas tanah secara dibawah tangan; 10. Pemohon
pendaftaran tanah tidak mempunyai atau melengkapi surat pemberitahuan
pajak terutang pajak bumi dan bangunan (SPPT-PBB), oleh karena si
pemohon beranggapan NJOP tanah yang dimohonkan dirasakan terlalu mahal;
xi
11. Adanya gangguan teknis dalam program komputer (sering error atau
mengalami kemacetan) yang disebabkan oleh suplay arus listrik tidak
mencukupi (voltage turun atau naik turun) dan jaringan internet sehingga
menghambat waktu penyelesaian; 12. Permasalah peta pendaftaran yang tidak
dimanfaatkan secara baik oleh petugas Badan Pertanahan Nasional di masa
lampau merupakan salah satu faktor timbulnya sertipikat ganda dimasa
sekarang. Kecenderungan timbulnya sertipikat ganda disebabkan system
pemetaan dan komputerisasi pada zaman orde lama yang kurang modern yang
mengakibatkan adanya sertipikat ganda serta ketidak jujuran aparat
desa/kelurahan juga merupakan faktor timbulnya sertipikat ganda.
Sedangkan terhadap peralihan hak atas tanah yang belum di daftarkan, tidak
menemui kendala, hanya saja berimbas pada nilai dari harga jual tanah tersebut,
karena tidak memiliki surat-surat tanah berupa sertipikat.
Dengan adanya faktor-faktor yang menghambat proses pendaftaran tanah
seperti yang dijabarkan diatas, maka pendaftaran tanah secara sistematik lebih
diutamakan, karena melalui cara ini akan dipercepat perolehan data mengenai bidang-
bidang tanah yang akan didaftarakan dan masyarakat tidak dipusingkan lagi dengan
prosedur yang pendaftaran tanah yang berbelit-belit7.
7 Cipta Anantara, Penerapan Ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah, Fakultas Hukum UNRAM, Penelitian Hukum, Tahun 2014, hlm. 87-88
xii
III. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang penyusun tulis dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: (1) Proses Pendaftaran peralihan hak atas tanah yang belum
didaftarkan, dapat melalui pendaftaran tanah secara Sistematik dan secara
Sporadik,dimana dalam proses pendaftaran tanah untuk pertama kali tersebut harus
memiliki alas hak yang jelas antara pemohon terhadap objek tanah yang akan
didaftarkan. Untuk pendaftaran tanah secara sistematik pemohon harus ke kantor
kelurahan setempat untuk proses mendapatkan surat keterangan tidak ada sengketa,
surat keterangan riwayat tanah, dan surat keterangan penguasaan tanah (sporadik),
Setelah kelengkapan tiga surat tersebut selesai, maka proses selanjutnya pemohon
bisa mengajukan permohonan proses pendaftaran tanah di Kantor Badan Pertanahan
Nasional. Namun menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah
Sistematis tidak lagi memerlukan surat keterangan dari kelurahan atau kantor desa.
(2) Kendala dalam proses pendaftaran peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena:
adanya sanggahan/keberatan dari pihak lain pada saat proses pendaftaran tanah
(ajudikasi) berlangsung, biaya pendaftaran tanah yang relatif mahal, masih banyak
masyarakat yang belum mengerti bagaimana cara mendaftarkan hak kepemilikan atas
tanahnya, dan masih banyak masyarakat melakukan jual beli atau peralihan hak atas
tanah secara dibawah tangan yakni hanya disaksikan oleh kepala desa atau lurah.
xiii
Saran
Penyusun menyarankan: (1) Instansi-instansi yang terkait perlu melakukan
sosialisasi hukum tentang pentingnya pendaftaran tanah baik melalui media
elektronik maupun media cetak untuk mendapatkan sertipikat hak milik atas tanah.
Sehingga masyarakat memahami tentang pentingnya peralihan hak atas tanah yang
dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dan masyarakat tidak lagi melakukan
perjanjian jual beli tanah dibawah tangan dan menganggap bukti pembayaran pajak,
kwitansi jual beli sebagai alat bukti kepemilikan yang memberikan jaminan kepastian
hukum. (2) Kurangnya kualitas sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan
mengenai pertanahan, maka pemerintah sebaiknya melakukan audit sumber daya
manusia dan melakukan perekrutan kembali Sumber Daya Manusia yang professional
sesuai dengan pos-pos fungsi yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdurrahman, Beberapa Aspek tentang Hukum Agraria,Alumni Bandung, 1983
Arba, Hukum Agraria Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2015
Wuriana Eli Dewi, Mudahnya Mengurus Sertifikat Tanah & Segala Perizinannya, Buku Pintar,
Yogyakarta, 2014
Harsono Boedi, Hukum Agraria Nasional, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan pelaksanaannya”, jilid 1, Penerbit Djambatan, 2003
.
Internet dan Lainnya
https://artikel.co/pejabat-pembuat-akta-tanah/ diakses pada hari senin 2 oktober pukul 13.13
wita.
https://www.hukumproperti.com/pertanahan/kegiatan-pendaftaran-tanah/ diakses pada hari
senin 2 Oktober pukul 14.15