judul : pengalaman transpersonal pada pengamal tarekat...

24
Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah Nama/NPM : Muhammad Arief / 10503114 Pembimbing : Praesti Sedjo, S.Psi., M.Si. Abstrak Perkembangan spiritual, termasuk di dalamnya pengalaman transpersonal, memungkinkan individu-individu untuk mencapai tingkat tertinggi kesadaran, kesehatan dan merepresentasikan potensi manusia yang melebihi aktualisasi diri. Tarekat sufi khususnya Qadariyyah wa Naqsyabandiyyah sebagai tradisi agung spiritualitas timur merupakan salah satu aspek dari agama yang berusaha menggali lebih dalam mengenai pengalaman-pengalaman spiritual dibandingkan hanya mendukung dogma atau doktrin agama. Dari pemaparan diatas, maka timbul pertanyaan mengenai mengapa subjek menjadi pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, bentuk tipe-tipe pengalaman transpersonal pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, serta bagaimana dampak pengalaman transpersonal pada pengamal tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dan mengapa subjek pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dapat mengalami pengalaman-pengalaman transpersonal Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengapa seseorang menjadi pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, untuk mengetahui tipe-tipe pengalaman transpersonal pada pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, untuk mengetahui dampak pengalaman transpersonal pada pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dan untuk mengetahui mengapa subjek dapat mengalami pengalaman transpersonal. Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif psikologi fenomenologi dalam bentuk studi kasus karena pendekatan tersebut sesuai digunakan pada masalah-masalah yang bertujuan untuk mengeksplorasi kesadaran transpersonal seseorang dalam kehidupannya sehari-hari. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu subjek, dengan karakteristik Pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah yang telah menjalankan amalan-amalan tarekat, muraqabah (meditasi) dan ilmu hikmah selama 8- 16 tahun. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode wawancara semi-struktur, observasi fenomenologis, observasi dan significant others. Dalam proses wawancara ini, untuk membantu proses pengumpulan data maka peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam dan alat tulis. Setelah dilakukan penelitian dapat diketahui bahwa subjek mengikuti tarekat karena ingin mendekatkan diri pada Tuhan, juga karena dorongan ayah, dan subjek memiliki pengalaman transpersonal seperti merasakan kehadiran Tuhan, psikokinesis, memiliki kekuatan supernatural serta dampak yang ditimbulkan dalam pengalaman

Upload: doandat

Post on 11-Mar-2019

250 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat Qadiriyyah wa

Naqsyabandiyyah

Nama/NPM : Muhammad Arief / 10503114

Pembimbing : Praesti Sedjo, S.Psi., M.Si.

Abstrak

Perkembangan spiritual, termasuk di dalamnya pengalaman transpersonal, memungkinkan individu-individu untuk mencapai tingkat tertinggi kesadaran, kesehatan dan merepresentasikan potensi manusia yang melebihi aktualisasi diri. Tarekat sufi khususnya Qadariyyah wa Naqsyabandiyyah sebagai tradisi agung spiritualitas timur merupakan salah satu aspek dari agama yang berusaha menggali lebih dalam mengenai pengalaman-pengalaman spiritual dibandingkan hanya mendukung dogma atau doktrin agama.

Dari pemaparan diatas, maka timbul pertanyaan mengenai mengapa subjek menjadi pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, bentuk tipe-tipe pengalaman transpersonal pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, serta bagaimana dampak pengalaman transpersonal pada pengamal tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dan mengapa subjek pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dapat mengalami pengalaman-pengalaman transpersonal

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengapa seseorang menjadi pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, untuk mengetahui tipe-tipe pengalaman transpersonal pada pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, untuk mengetahui dampak pengalaman transpersonal pada pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dan untuk mengetahui mengapa subjek dapat mengalami pengalaman transpersonal.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif psikologi fenomenologi dalam bentuk studi kasus karena pendekatan tersebut sesuai digunakan pada masalah-masalah yang bertujuan untuk mengeksplorasi kesadaran transpersonalseseorang dalam kehidupannya sehari-hari.

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu subjek, dengan karakteristik Pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah yang telah menjalankan amalan-amalan tarekat, muraqabah (meditasi) dan ilmu hikmah selama 8-16 tahun.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode wawancara semi-struktur, observasi fenomenologis, observasi dan significant others. Dalam proses wawancara ini, untuk membantu proses pengumpulan data maka peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam dan alat tulis.

Setelah dilakukan penelitian dapat diketahui bahwa subjek mengikuti tarekat karena ingin mendekatkan diri pada Tuhan, juga karena dorongan ayah, dan subjek memiliki pengalaman transpersonal seperti merasakan kehadiran Tuhan, psikokinesis, memiliki kekuatan supernatural serta dampak yang ditimbulkan dalam pengalaman

Page 2: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

transpersonal subjek merasa bahagia, tenang, lebih bersabar, lebih selektif, lebih merasa sehat secara psikologis dan fisik dan mengalami perubahan yang positif bagi dirinya terutama dalam beribadah dan hubungan sosial dan subjek dapat mengalami pengalaman transpersonal dikarenakan telah bangkitnya aliran tujuh energi lathifah dalam dirinya (organ halus tubuh) sehingga dapat mengalami pengalaman transpersonal

Kata kunci : pengalaman transpersonal, tasawuf, sufi, tarekat qadariyyah wa

naqsyabandiyyah

A. Latar Belakang Masalah

Spiritualitas semakin mendapat tempat tersendiri dalam masyarakat modern dewasa ini (Munawwar, 2003). Aktivitas latihan-latihan spiritual telah diberi label sebagai spiritual atau religius. Meskipun demikian, gagasan religius memiliki jangkauan yang lebih luas terutama valensi negatif yang telah memiliki makna dengan membatasi ketaatan individu pada doktrin-doktrin yang dibentuk oleh institusional religius sehingga acapkali menghambat ekspresi-diri seseorang. Di sisi lain, spiritualitas telah memiliki valensi positif sebagai pencarian kebermaknaan untuk kesatuan, transendensi dan potensi tertinggi manusia (Pargament dalam Baruss, 2003) dengan tidak mengimplikasikan ketaatan buta terhadap doktrin tertentu dalam bentuk apapun (Remen dalam Baruss, 2003).

Dalam tradisi intelektual rasionalis transendental barat, spiritualitas telah diakui sebagai pencarian kebenaran universal (Taylor dalam Baruss, 2003), cakupan yang menyeluruh dan berdasarkan pengalaman langsung daripada sekedar dogma atau doktrin agama (Grof, 1996). Jadi aktivitas spiritualitas dapat berasal dari corak hidup spiritual dalam konteks aliran tradisional religius (Wallace dalam Baruss, 2003). Tarekat sufi sebagai tradisi agung spiritualitas timur

merupakan salah satu aspek dari agama yang berusaha menggali lebih dalammengenai pengalaman-pengalaman spiritual dibandingkan hanya mendukung dogma atau doktrin agama (Grof, 1996).

Tarekat secara harfiah berarti “jalan” mengacu kepada suatu sistem latihan meditasi maupun amalan-amalan yang dihubungkan dengan sederet guru sufi. Tarekat juga berarti organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khas. Pada masa permulaan, setiap guru sufi dikelilingi oleh lingkaran murid mereka dan beberapa murid ini kelak akan menjadi guru pula. Boleh dikatakan bahwa tarekat itu mensistematiskan ajaran-ajaran dan metode tasawuf. Gurutarekat yang sama mengajarkan metode yang sama, zikir yang sama, muraqabah(meditasi) yang sama. Seorang pengikut tarekat akan memperoleh kemajuan melalui sederet amalan-amalan berdasarkan tingkat yang dilalui oleh semua pengikut tarekat yang sama. Dari pengikut biasa (mansub) menjadi murid(tamid) selanjutnya pembantu Syekh atau wakil guru (khalifah-nya) dan akhirnya menjadi guru yang mandiri (mursyid) (Bruinessen dalam Mulyati, 2006a).

Seorang pengikut tarekat ketika melakukan amalan-amalan tarekat berusaha mengangkat dirinya melampaui

Page 3: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

batas-batas kediriannya sebagai manusiadan mendekatkan diri ke sisi Allah. Dalam pengertian ini sering kali perkataan tarekat dianggap sinonim dengan istilah tasawuf, yaitu dimensi esoteris dan aspek yang mendalam dari agama Islam (Dhofier dalam Mulyati, 2006a). Di kalangan barat, istilah tasawuf lebih dikenal dengan sebutan sufisme (Mustofa, 2005). Sebagai istilah khusus, perkataan tarekat lebih sering dikaitkan dengan “suatu organisasi tarekat”, yaitu suatu kelompok organisasi yang melakukan amalan-amalan tertentu dan menyampaikan suatu sumpah yang formulanya telah ditentukan oleh pimpinan organisasi tarekat tersebut. Dalam tradisi pesantren di Jawa, istilah tasawuf semata-mata dalam kaitan aspek intelektual dari “jalan-tarekat” itu. Sedangkan aspeknya yang bersifat etis dan praktis diistilahkan dengan tarekat (Dhofier dalam Mulyati, 2006a). Tarekat yang dibahas dalam penelitian ini adalah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyyah.

Sufisme merupakan salah satu minat khusus orientasi penelitian mahzab keempat psikologi yaitu psikologi transpersonal (Grof, 1996). Dalam kajian psikologi transpersonal,sufisme didefinisikan sebagai mistisisme Islam (Frager, 1989) dan psikologi spiritual dari Timur (Tart, 2001). Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah adalahsalah satu aliran dalam tasawuf atau sufisme (Praja dkk, 1995). Berdasarkan hal tersebut, Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah adalah salah satu orientasi kajian penelitian psikologi transpersonal.

Selanjutnya, Daniels (2006) mengemukakan pengalaman transpersonal mempunyai asumsi umum yang berarti berhubungan dengan ragam kesadaran yang lebih tinggi atau diri

yang biasa terlewati. O`kane (1989) menjelaskan individu pengamal tarekat mampu melewati batasan-batasan kesadaran diri yang biasa untuk mengetahui kesadaran-kesadaran transendental atau transpersonal melalui hasil latihan-latihan spiritual dalam bentuk amalan-amalan dan muraqabah(meditasi). Berdasarkan uraian tersebut, Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah merupakan salah satu jalan atau cara bagi individu untuk memperoleh pengalaman-pengalaman transpersonal.

Penelitian-penelitian psikologi transpersonal di Amerika Serikat menunjukkan bahwa para pengamal tarekat memiliki pengalaman-pengalaman transpersonal. Dalam literatur psikologi transpersonal, pengamal tarekat memiliki pengalaman kesadaran kesatuan dengan lima elemen yaitu tanah, logam, udara, air dan api; pengalaman kesadaran mengetahui seluruh alam semesta sehingga dapat beridentifikasi dengan berbagai warisannya misalnya matahari, bulan, binatang, tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya; indera keenam yaitu clairvoyance, clairaudience, telepati dan psikometri (membaca sejarah benda hanya dengan memegangnya), pengalaman keluar dari tubuh (out-of-body-experience); lathoif (organ energi halus); pengalaman bertemu dan komunikasi dengan roh, kesadaran kosmik, bersatu dengan Tuhan (fana) (O`kane, 1989). Pengalaman kesadaran mengetahui seluruh tahap perkembangan setiap manusia, pengalaman kesadaran dengan tumbuh-tumbuhan serta aspek-aspek eksistensi kehidupan lainnya kemudian pengalaman kesatuan eksistensial dengan alam semesta serta mengetahui rahasianya, pengalaman mitologis, kemampuan indera keenam,

Page 4: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

pengalaman kesadaran mengetahui esensi-esensi ketuhanan, kemampuan menghilang atau teleportasi menuju ke tempat tujuannya dalam sekejap (Shafii dalam Safken, 1998).

Pengalaman kesadaran tumbuh-tumbuhan yang bertasbih, tahan terhadap tusukan senjata tajam dan panasnya bara api, pengalaman puncak kesadaran bersatu dengan Tuhan (fana) (Frager, 2005) tetapi tiga penelitian psikologi transpersonal terdahulu tersebut belum menginvestigasi secara menyeluruh pengalaman transpersonal pada pengamal tarekat. Dengan kata lain, peneliti-peneliti tersebut tidak mengkhususkan penelitiannya untuk mengetahui seluruh pengalaman transpersonal pada pengamal tarekat. Diharapkan dengan penelitian orisinilpengalaman transpersonal pada pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut memperkaya keilmuan psikologi transpersonal khususnya di bidang tarekat. Penelitian sejarah tarekat di Indonesia juga melaporkan para pengamal tarekat di Indonesia dari hasil latihan amalan ilmu hikmah memiliki kemampuan pengobatan spritual, kemampuan menghilang, memukul lawan dari jarak jauh dan kekuatan-kekuatan dahsyat lainnya untuk masuk ke dalam tubuhnya sendiri (sambatan) kemudian kemampuan memperagakan seni beladiri apapun tanpa mempelajari seni fisiknya, melihat serta komunikasi dengan jin, debus (ilmu kekebalan tubuh) dan kekuatan-kekuatan supernatural lainnya (hadiran) (Bruinessen, 1999) dan komunikasi pribadi peneliti dengan para pengamal tarekat diantaranya Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah bahwa mereka memiliki pengalaman-pengalaman transpersonal.

Perkembangan spiritual, termasuk di dalamnya pengalaman transpersonal, memungkinkan individu-individu untuk mencapai tingkat tertinggi kesadaran, kesehatan yang dipertimbangkan dan merepresentasikan potensi manusia yang melebihi aktualisasi diri (Cowley, 1993). Potensi itu dicapai sufi dengan menemukan kedamaian, kebenaran, mengenal Tuhan sehingga mendapatkan nilai-nilai dan aspek-aspek aktualisasi diri yang transenden. Ini juga mengembangkan aspek-aspek tambahan dari kehidupannya, yaitu karakteristik yang lebih maju. Pada setiap perkembangannya, sufisme atau tasawuf memberikan manfaat, termasuk setiap aspek dari kehidupan sehari-hari. (Wilcox, 2003).

Sebagai salah satu tradisi agung spiritualitas Timur, Tarekat Qadiriyyah Wa Naqsyabandiyyah merupakan suatu jalan bagi para pengamalnya menuju pengalaman transpersonal. Pengalaman transpersonal mengantarkan manusia menuju kehidupan positif yang lebih bermakna dan sebagai hubungan dirinya dengan lingkungannya baik itu sesama manusia, segala bentuk alam materi ataupun non materi dan ketuhanan.

B. Pertanyaan Penelitian Penelitian ini disusun untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:1. Mengapa subjek menjadi

pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah?

2. Tipe-tipe pengalaman transpersonal apa saja yang termasuk di dalam pengalaman pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah?

Page 5: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

3. Bagaimanakah dampak pengalaman transpersonal pada pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah?

4. Mengapa subjek pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dapat mengalami pengalaman transpersonal?

C. Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk

mengetahui menapa seseorang menjadi pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, tipe-tipe pengalaman pada pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, dampak pengalaman transpersonal pada pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dan mengapa pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dapat mengalami pengalaman transpersonal.

D. Manfaat PenelitianPenelitian ini memiliki dua manfaat yaitu: 1. Manfaat TeoritisHasil penelitian ini memperkuat penelitian dari Shafii (dalam Shafken, 1998), Bruinessen (1999) dan O`kane (1989) dan sebagai penelitian yang mengivestigasi penuh pengalaman transpersonal pada pengamal tarekat diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat untuk psikologi transpersonal dengan memberikan tambahan data tentang pengalaman transpersonal pada pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah. Selanjutnya, memperluas dan menambah wawasan peneliti-peneliti di bidang psikologi khususnya psikologi jungian, parapsikologi dan psikologi fenomenologi tentang struktur-stuktur kesadaran

transpersonal akan kemampuan pengamal tarekat. Bagi psikologi maupun para ilmuwan sosial lainnya diharapkan dengan adanya penelitian ini sebagai langkah awal dalam mempelajari ilmu pengetahuan autentik melalui studi empiris tradisi intelektual transendental tentangpenelitian kesadaran transpersonal

2. Manfaat PraktisMemperluas dan menambah khasanah, wawasan, pengetahuan, manfaat praktek-praktek spiritual Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah sehingga dapat dijadikan contoh oleh para praktisi spiritual untuk memahami pengalaman-pengalaman transpersonal. Bagi psikolog dan psikiater agar memahami secara lebih mendalam potensi-potensi, kemampuan-kemampuan tertinggi manusia sehingga mendapatkan pemahaman mendalam tentang spiritualitas. Sedangkan untuk masyarakat umum agar lebih mengethaui manfaat latihan-latihan spiritual dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupannya serta mendapatkan pemahaman mendalam mengenai spiritualitas. Hal yang terpenting dari semuanya yaitu pengalaman-pengalaman transpersonal dapat dipahami secara intelektual transendental.

E. Pengalaman Transpersonal1. Pengertian Pengalaman

Transpersonal Pengalaman-pengalamantranspersonal memiliki nama-nama lain dan menyerupai pengalaman-pengalaman praeternatural (Nelson, 1989), pengalaman-pengalaman luar biasa manusia (Braud dan Palmer,2002), pengalaman-pengalaman

Page 6: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

transendental (Baruss, 2003) dan pengalaman-pengalaman spiritual (Hardy dalam Hibbard, 2007).

Grof (1988) mendefinisikan pengalaman transpersonal sebagai perluasan kesadaran fenomenologismelewati batasan biasa diri-tubuh dan melewati batasan ruang sertawaktu.

2. Kategori Pengalaman Transpersonal

Grof (1988) secara keseluruhan pengalaman transpersonal dapat dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu :

a. Pengalaman Perluasan dalam Konsensus Realitas dan Ruang Waktu1) Transendensi batasan ruang

Pengalaman transpersonal melibatkan transendensi dari ruang rintangan yang sebelumnya dinyatakan bahwa batasan-batasan antara individu dan kesatuan dengan alam semesta belum dapat diperbaiki dan absolut. Dalam keadaan khusus, sangat memungkinkan sekali untuk mengidentifikasi diri dengan alam semesta termasuk di dalamnya menyatukan alam semesta atau kosmos dengan diri.Secara spesifik tipe-tipe pengalamannya terdiri dari pengalaman dua rangkap yang menyatu (perasaan bergabung dengan orang lain tetapi tetap menahan identitas kesadaran dirinya), identifikasi dengan orang lain (pengalaman identifikasi menyeluruh dengan orang lain sehingga kehilangan kesadaran identitas diri sendiri secara sementara), identifikasi grup serta kesadaran grup,

identifikasi dengan binatang-binatang, identifikasi dengan tumbuh-tumbuhan serta proses-proses yang berkaitan dengan tumbuhan, kesatuan dengan kehidupan serta semua penciptaannya, pengalaman dengan zat benda mati serta proses anorganik, kesadaran yang berhubungan dengan planet, pengalaman-pengalaman di luar bumi, identifikasi dengan keseluruhan fisik alam semestadan fenomena paranormal yang mencakup transendensi tempat(pengalaman keluar dari tubuh, clairvoyance dan clairaudiencemenjelajahi kejadian yang terjadi saat itu juga).

2) Transendensi batasan waktu linier Secara spesifik tipe-tipe

pengalamannya terdiri dari pengalaman-pengalaman embrio dan janin (intrauterine & prenatal), pengalaman-pengalaman leluhur(perasaan kemunduran sejarah dan identfikasi dengan salah satu leluhur), pengalaman-pengalaman rasial serta kolektif (identifikasi dengan anggota-anggota dengan kesamaan etnisitas atau kemanusiaan secara keseluruhan), pengalaman inkarnasi masa lalu (perasaan meyakini suatu kejadian di kehidupan lainnya misalnya deja vu), pengalaman-pengalaman sejarah genetik (identifikasi total dengan anggota-anggota spesies lain tapi dengan perasaan meyakini kemunduran waktu sejarah awal evolusioner), pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan evolusi planet (menyaksikan imej-imej panorama evolusi planet), pengalaman-pengalaman kosmogenetik (menyaksikan

Page 7: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

panorama evolusi seluruh alam semesta) dan fenomena paranormal meliputi transendensi waktu(prekognisi, clairvoyance kejadian masa lalu & depan, clairaudiencemasa lalu & depan, psikometri yaitu membaca sejarah benda dengan cara memegang benda tersebut dan menjelajahi waktu) kemudian introversi fisik serta bagian sempit kesadaran: organ, jaringan otot serta kesadaran yang berhubungan dengan sel (kesadaran ruang bagian dalam dari fisik bahkan beridentifikasi secara fenomenologis dengan organ-organ, jaringan-jaringan otot dan sel-sel).

b. Pengalaman Perluasan Melewati Realitas Konsensus dan Ruang Waktu Dalam grup besar pengalaman transpersonal ini, perluasan kesadaran menuju melewati dunia fenomenal dan jarak waktu merupakan rangkaian kesatuan yang dirasakan dalam seluruh kehidupan termasuk khususnya fenomena astral-paranormal. Dalam peristiwa tersebut, subjek melaporkan petualangan fantastik yang nampaknya dapat terjadi di seluruh alam semesta yang kita miliki.Dalam tahap-tahap kesadaran yang tidak pada biasanya, imej-imej dunia terdahulu (primordial) dari ketidaksadaran kolektif sebagaimana diuraikan oleh Jung (dalam Grof,1988) dapat memasuki kehidupan. Secara spesifik tipe-tipe pengalamannya terdiri dari pengalaman-pengalaman arwah dan mediumisasi (bertemu dan komunikasi telepatik dengan orang yang sudah meninggal), fenomena energi organ halus (melihat dan mengalami bidang serta aliran energi

misalnya melihat aura, merasakan energi organ halus dan membaca penyakit orang lain) pengalaman-pengalaman dengan roh-roh binatang(merasakan kedalaman serta bertemu dengan esensi arkhetipal binatang-binatang), pertemuan dengan roh-roh pembimbing serta eksistensi keberadaan manusia super (guru-guru, pembimbing-pembimbing dan protektor-protektor dari dunia spiritual) berkunjung ke alam semesta yang berbeda serta bertemu dengan penghuninya (berjumpa serta berkomunikasi dengan alien & melihat piring terbang alien)pengalaman mitologis serta rangkaian cerita dongeng (dunia legenda-legenda dan dongeng-dongeng secara literal datang ke kehidupan seperti perjuangan sebagai pahlawan yang memiliki resolusi positif), pengalaman-pengalaman kebahagiaan khusus serta kemarahan dewa-dewa, pengalaman-pengalaman arkhetipe universal (kedalaman pola-pola universal di dalam jiwa yang mereprentasikan generalisasi biologis, psikologis, sosial dan profesional misalnya wanita, pria, ayah, ibu, anak dan anak),pemahaman intuitif tentang simbol-simbol universal (insight tentang makna simbol-simbol esoteris yang terkait dengan realitas transendental), inspirasi kreatif serta dorongan keberanian hati (artistik, ilmiah, filosofis, inspirasi religius, pemecahan masalah dan kreativitas), pengalaman dengan pencipta alam semesta serta tercapainya wawasan kreasi kosmik (perasaan berjumpa atau merasakan kehadiran sang pencipta alam semesta), pengalaman kesadaran kosmik (perasaan

Page 8: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

ketidakterbatasan, tak diduga serta tak terlukiskan mencakup totalitas eksistensi dan menjangkau pokok yang mendasari seluruh realitas biasanya diungkapkan dalam bentuk syair atau sajak) dan suprakosmik serta kehampaan metakosmik(identifikasi fenomenologis dengan permulaan kekosongan, ketiadaan dan kehampaan menuju kejernihan hati).

c. Pengalaman Transpersonal bersifat PsychoidFenomena transpersonal bersifat psychoid memiliki karakteristik-karakteristik ganjil. Pada satu sisi, psychoid menjelaskan peristiwa-peristiwa di dalam subjektifitas paranormal. Pada sisi lain, psychoid menjelaskan konektivitas penuh arti dengan perubahan-perubahan fisik tertentu dalam realitas dunia umum. Istilah psychoid yang digunakan di sini memberikan kesan bahwa fenomena psychoid adalah peranakan-peranakan ganjil yang ada dalam zona waktu antara kesadaran dan perkara. Jung dalam (Grof, 1988) menggunakan istilah psychoiddalam hubungan sifat khusus arkhetipe-arkhetipe dan jiwa yang menyebabkan peristiwa-peristiwa sinkronisitas, sebagai tambahan untuk elemen-elemen dunia material. Di sini diambil kebebasan untuk memperluas ke tipe-tipe fenomena lain yang didiskusikan dalam golongan ini.

1) Hubungan-hubungan sinkronisitasdiantara kesadaran dan perkaraDalam konteks ini, difokuskan pada bentuk sinkronisitas yang paling menarik yaitu suatu hubungan kekhususan individu pada peristiwa-peristiwa dalam paranormal dengan peristiwa-peristiwa fisik dalam

kehidupan individu. Peristiwa-peristiwa sinkronisitas semacam ini berasosiasi dengan seluruh bentuk-bentuk pengalaman transpersonal. Pengalaman transpersonal subjek muncul saat mendekati situasi atau peristiwa yang membahayakan dirinya meskipun disebabkan oleh orang lain atau faktor-faktor eksternal independen. Keadaan atau situasi berbahaya yang dialami subjek cenderung terpecahkan secara magis sampai selesai.

2) Kejadian-kejadian psychoid yang terjadi secara spontanSecara spesifik tipe-tipe pengalamannya terdiri dari kekuatan-kekuatan fisik supernormal(perubahan-perubahan spektakuler fisiologis dalam tubuh atau kekuatan fisik), fenomena makhluk halus(melihat, berjumpa serta berkomunikasi dengan makhluk halus) serta mediumisasi fisik(komunikasi-komunikasi nyata termasuk suara, pembicaraan, telekinesis dan materialisasi), kejadian psikokinesis secara spontan atau ketukan peri (poltergeist), objek-objek terbang yang tidak teridentifikasi (UFO dan fenomena alien yang dijumpai secara fisik).

3) Psikokinesis yang disengajaPsikokinesis yang disengaja didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi lingkungan materi tanpa intervensi fisik dari tubuh (otot-otot dan kelenjar-kelenjar) dengan kehendak sederhana sehingga menimbulkan suatu peristiwa yang dikehendakinya atau dengan melakukan suatu tindakan yang diluar dari kebiasaan hubungan antara sebab dan akibat sebagai hasilnya. Secara spesifik tipe-tipe pengalamannya terdiri dari

Page 9: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

upacara magis, penyembuhan(penyembuhan spiritual) serta menjatuhkan kutukan, kekuatan-kekuatan supernatural (eksistensi fisik lebih dari satu di suatu tempat dalam waktu yang bersamaan, ilmu kekebalan tubuh, levitasi) dan psikokinesis laboratorium(mempengaruhi objek dari jarak jauh).

3. Dampak Pengalaman Transpersonal

Dampak pada kehidupan dari pengalaman-pengalaman luar biasa atau pengalaman-pengalaman transpersonal dibawah ini, yaitu (Braud dan Palmer, 2002):a. Aspek-aspek bermakna

1. Keterbukaan yaitu sebagian subjek memiliki kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap sangat positif. Mereka melaporkan perluasan dan kedalaman kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap mengenai pengalamannya dan spiritualitas yaitu subjek lebih menyukai untuk menginterpretasikan dan menemukan kebermaknaan pengalaman-pengalamannya sebagai pengalaman-pengalaman spiritual.

2. Spiritualitas yaitu subjek lebih menyukai untuk menginterpretasikan dan menemukan kebermaknaan pengalaman-pengalamannya sebagai pengalaman-pengalaman spiritual.

3. Aspek-aspek kebutuhan-hubungan yaitu subjek menguraikan bagaimana banyak pengalamannya menunjukkan sebagai ”pengalaman-

pengalaman menolong”, tepat di saat subjek membutuhkannya.

b. Peningkatan keterbukaan1. Keterbukaan selektif yaitu subjek

menguraikan bagaimana keterbukaan pengalaman-pengalamannya mendapatkan tempat utama dengan anggota-anggota keluarga terdekat dan grup khusus dengan orang yang dirasa aman untuk berbagi tipe-tipe pengalamannya.

2. Aspek-aspek bermanfaat yaitu berbagi pengalaman memiliki efek-efek bermanfaat bagi subjek misalnya menghubungkan dirinya secara lebih mendalam, peningkatan tingkat kedalaman kepada diri, orang lain, alam dan kehidupan secara keseluruhan.

c. Manfaat psikologis dan fisik Manfaat-manfaat psikologis dan fisik dilaporkan hampir seluruh subjek yang memiliki pengalaman-pengalaman luar biasa atau transpersonal melaporkan manfaat kesehatan seperti menurunkan stress, membantu dalam mengurangi penyakit dan penderitaan di kehidupannya.

d. Kehadiran spiritualitasKehadiran spiritualitas adalah

segi terakhir dalam kualitas kelompok sindrom lebih baik (wellness). Spiritualitas memiliki banyak definisi, terhadap definisi studi ini, spiritual didefinisikan sebagai suatu perasaan interkonektivitas, perasaan ”lebih” atau sebagai diri terbesar, puncak atau nilai-nilai mendalam. Subjek menguraikan banyak pengalamannya memiliki aspek-aspek spiritual yang berkontribusi bagi pertumbuhan spiritual dan keadaan sehat spiritual.

Page 10: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

e. Aspek-aspek perubahan transformatif

Eksplorasi perubahan dan transformasi dengan pengalaman-pengalaman luar biasa atau transpersonal dilaporkan oleh subjek dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar subjek mengamati pengalamannya mempengaruhi kehidupannya secara positif serta luar biasa menolong diantaranya memberikan bimbingan, penyingkapan kesadaran, keterbukaan, konektivitas dan peluang untuk perubahan transformatif.

4. Aktivasi lathoif (organ halus)Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah

O`Kane (1989) seorang psikolog transpersonal dan khalifah tarekat menjelaskan seluruh latihan-latihan spiritual dalam tarekat (termasuk Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah) mencakup pembukaan berbagai lathifah. Lathifah yang berarti kehalusan juga memiliki arti roda yang dialami sebagai hubungan antara berbagai sirkuit, semacam jari-jari dari roda. Lathifah-lathifah (lathoif) juga menggambarkan sirkuit urat-urat syaraf pusat serta sistem autonomik yang membentuk tiang fondasi kesadaran serta menggerakkanlintasan energi di dalam lathifahyang berkorespondensi dengan kesadaran pengalaman transpersonal.` Elemen penting atau utama lainnya adalah hubungan suara-suara khusus dalam tiap-tiap tipe wazifa (amalan tarekat, amalan muraqabah dan amalan ilmu hikmah) dengan lathoif (lathifah-lathifah) yang diaktifkan sehingga pengulangan doa-doa dalam bentuk

amalan tersebut memunculkan impresi idea tertentu yang nyata serta jelas melalui kedalaman pikiran alam bawah sadar pengamal tarekat dalam bentuk perubahan-perubahan kesadaran.

Amalan utama yang diamalkan dalam Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah adalah dzikir lathoif (lathifah-lathifah). Dengan dzikir ini, seseorang memusatkan kesadarannya berturut-turut pada tujuh titik halus (lathoif) pada tubuh (Syaikhu, 2003). Aktifnya energi lathifah qalab menghasilkan kesadaran diri dengan tubuh serta kesadaran diri; lathifah nafsmenghasilkan kesadaran identitas hubungan diri dengan orang lain; lathifah qalb menghasilkan kesadaran teori adlerian serta kesadaran bersama; lathifah sirrmenghasilkan kesadaran nilai-nilai altruistik, psikologi jungian, pengalaman pertama dengan ketuhanan di dalam diri, kesadaran alam semesta; lathifah ruhmenghasilkan kapasitas kesadaran bidang pengalaman mental, realitas dunia ruh dan mendengarkan suara hati diri serta orang lain; lathifah khafi menghasilkan kesadaran indera keenam, kekuatan-kekuatan paranormal atau supernatural serta diri sebagai psike dan puncaknya yaitu lathifah haqq menghasilkan kesadaran non-dualitas (suprakosmik dan kehampaan metakosmik) dan non-duality. Dengan kata lain, keeksisan diri sebagai suatu entitas yang tidak terpisah (O`Kane, 1989).

Page 11: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

F. Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah1. Pengertian Tarekat

Sebelum menjelaskan tarekat, akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian dan hubungan antara tasawuf, tarekat dan sufi. Ajibah dalam Isa (2007) mengemukakan para ulama berpendapat bahwa, asal mula kata tasawuf berasal dari bahasa arab yaitu al-shuf (bulu domba), al-sifah (jernih) Tasawuf dalam Islam bersumber dari teladan perilaku Rasul umat Islam yaitu Nabi Muhammad (Siregar, 2002).

Kata tarekat berasal dari bahasa arab yaitu thariqah yang berarti al-khat fi al-syai` (garis sesuatu), al-sirah (jalan) dan al-sabil (jalan) (Mukram dalam Jamil, 2005). Hubungan langsung antara tasawuf dan tarekat terlihat dari tarekat sebagai pengorganisasian tasawuf yang berkembang dalam berbagai aliran. Bila tasawuf adalah sebuah konsep, maka tarekat adalah jalan untuk mewujudkan konsep tasawuf tersebut. Tarekat adalah pelembagaan ajaran tasawuf yang dilakukan oleh Wali (Ulama sufi) untuk menjaga ajarannya (Siregar, 2002). Dalam bahasa arab, shufi(sufi) memiliki beberapa makna, termasuk suci dan wol (para sufi terdahulu mengenakan mantel wol sederhana dan mencari kesucian batiniah). Seseorang yang mengamalkan tarekat disebut sufi (Frager, 2005).Kaum sufi dibagi menjadi dua golongan yaitu kategori tasawuf

akhlaqiy (perilaku) merupakan golongan yang mengutamakan tasawuf sebagai alat untuk pembentukan akhlak (perilaku) mulia dan golongan tasawuf falsafi (filsafat) yaitu tasawuf yang menekankan pada aspek filsafat-nya. Persamaannya ialah sama-sama menempatkan Allah sebagai tujuan akhir (Praja, 1995).

2. Pengertian Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah ialah sebuah tarekat gabungan dari Tarekat Qadiriyyah dan Tarekat Naqsyabandiyyah. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Ahmad Khatib Sambas (Mulyati, 2006b). Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah tampil sebagai sebuah tarekat gabungan karena Syekh Sambas adalah seorang Syekh dari kedua tarekat tersebut (Attas dalam Mulyati, 2006b) dan mengajarkannya dalam satu versi (Mulyati, 2006b) namun dalam prakteknya, Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah lebih menekankan unsur-unsur Qadiriyyah daripada unsur-unsur Naqsyabandiyyah (Bruinessen, 1999). Selanjutnya, Syekh Ahmad Khatib Sambas menjelaskan silsilah Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah yaitu (Sambas, 1983) dimulai dari Allah SWT –Malaikat Jibril – Nabi Muhammad SAW – Sayyidina Ali bin Abi Thalib – Imam Husain - Imam Zainul Abidin – Syekh Muhammad Al-Baqir – Imam Ja`far – Syekh Musa Al-Kazim – Syekh Abi Al-Hasan –Syekh Ma`ruf Al-Karkhi – Syekh Sari Al-Saqati – Syekh Al-Ta`ifa –

Page 12: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

Syekh Abi Bakar Al-Shibli – Syekh Abdul Wahid Al-Tamimi – Syekh Abu Al- Faraj – Syekh Abi Hasan –Syekh Abi Said – Sulthon Al-Awliya Syekh Abdul Qadir Jaelani – Syekh Muhammad Al-Hattak – Syekh Saraf – Syekh Nur – Syekh Wali – Syekh Husam – Syekh Yahya – Syekh Abu Bakar – Syekh Abdul Al-Rahim –Syekh Uthman – Syekh Syekh Abdul Al-Fatah – Syekh Muhammad Murad – Syekh Syamsuddin – Syekh Ahmad Khatib Sambas.

3. Amalan Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah

Amalan Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah terdiri dari serangkaian teknik-teknik spiritual dan praktik-praktik ibadah yang khas. Hal terpenting dari semua ibadah tersebut adalah dzikir (bahasa Arab:dzikr,”mengingat Tuhan”), yang berisi pembacaan nama-nama Allah dan kalimat “La ilaha illa Allah” dengan cara yang khas dan jumlah yang sudah ditentukan, serta berbagai rangkaian doa (hizib, shalawat) atau doa yang panjang (ratib, wirid). Pembacaan ini kadangkala digabungkan dengan pengaturan nafas, gerakan tubuh tertentu dan kadang-kadang juga terdapat beberapa amalan asketik. Kegunaan atau manfaat dari amalan-amalan tersebut hanya dapat “dibeli” dengan berpuasa atau pengekangan diri lainnya di bawah bimbingan guru. Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah juga mempunyai teorinya yang khas tentang hal dan maqam (tingkatan) ruhani yang akan dicapai oleh para pengamalnya melalui latihan-latihan tersebut (Bruinessen, 1999).

Sedangkan amalan ilmu hikmah adalah amalan yang terdiri dari

berbagai jenis. Ada satu jenis amalan memiliki banyak fungsi tetapi pada umumnya satu amalan untuk satu fungsi. Mulai yang berfungsi untuk beladiri hadiran yaitu mampu melakukan berbagai teknik beladiri apapun tanpa perlu mempelajari teknik fisik beladiri tersebut, memukul lawan dari jarak jauh, melihat dan berkomunikasi dengan makhluk halus, ilmu kekebalan tubuh dari hantaman senjata tajam serta tembakan peluru, melariskan dagangan, pengobatan dan lain sebagainya (Luthi dalam Jindan, 2007). Hubungannya dengan tarekat adalah ilmu-ilmu hikmah sering melekat pada tarekat, banyak Mursyid Tarekat sekaligus punya nama sebagai ahli hikmah. Hal yang perlu dicatat bahwa amalan-amalan ilmu hikmah bukanlah tujuan utama dalam bertarekat (Bruinessen, 1999).

4. Mengapa Seseorang Mengikuti Tarekat

Alasan-alasan mengapa seseorang mengikuti tarekat adalah sebagai berikut: a. Individu ingin melengkapi

kewajiban-kewajiban agama lahir karena tidak merasa cukup melaksanakan kewajban-kewajiban itu sehingga ditambahnya dengan melakukan ibadah-ibadah sunnah yang akan meninggikan kedudukannya di sisi Allah SWT. Kewajiban-kewajiban itu menyampaikannya kepada posisi dekat Allah dan amalan-amalan sunnah itu menyampaikannya kepada kedudukan dicintai Allah SWT (Qadhawi, 1995).

b. Frager (2005) mengemukakan permulaan seseorang mengikuti tarekat tertentu, biasanya diawali

Page 13: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

ketertarikan terhadap untaian kata seorang filsuf atau penyair sufi besar. Langkah selanjutnya berhubungan dengan para sufi dan menjadi akrab dengan adat istiadat dan praktek-praktek spiritual mereka.

c. Sebelum memasuki dunia tarekat, seseorang masih dalam pengembaraan spiritual, mencoba mencari jati diri dan memecahkan masalah yang tengah dihadapinya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan. Inilah momen dimana seseorang memasuki dunia tarekat dan orang yang mendapatkan manfaat dari coping ini, semakin pasti melangkah untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan (Aida, 2005).

G. Pendekatan PenelitianPenelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif psikologi fenomenologi dengan bentuk studi kasus yang bermaksud mendeskripsikan hasil penelitian dan berusaha menemukan gambaran menyeluruh mengenai suatupengalaman.

Menurut Baruss (2003) perspektif tentang kesadaran terdiri dari tiga pendekatan penelitian yaitu fisiologis, kognitif dan experiential. Perspektif experiential terkait dengan pengalaman kesadaran yang dimiliki oleh individu itu sendiri. Perspektif ini dikenal juga sebagai perspektif fenomenologis yang berarti fenomena yang tampil seperti apa adanya tanpa melalui perubahan ke dalam beberapa hal konseptualisasinya. Perspektif terhadap kesadaran tersebut digunakan oleh psikologi, filsafat, antropologi dan studi-studi spiritual melalui metode introspeksi. Dengan kata lain, individu

itu sendiri yang memeriksa isi pengalaman-pengalamannya sebagai metode pemeriksaan utama dalam penelitian. Grof (1988) mengemukakan pengalaman-pengalaman transpersonal merefleksikan realitas experiential. Hal tersebut juga diperkuat oleh Valle dan Mosh (1998) bahwa penelitian-penelitian pengalaman transpersonal menggunakan pendekatan penelitian kualitatif psikologi fenomenologi.

Menurut Stake (dalam Basuki, 2006), penelitian studi kasus adalah suatu penelitian (inquiry) atau studi tentang suatu masalah yang memiliki sifat kekhususan (particularity) dapat dilakukan baik dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif dengan sasaran perorangan (individual) maupun kelompok bahkan masyarakat luas.H. Subjek Penelitian 1. Karakteristik Subjek Pengamal Tarekat Qadiriyyah wa

Naqsyabandiyyah yang telah menjalankan amalan-amalan tarekat, muraqabah (meditasi) dan ilmu hikmah minimal selama 8-16 tahun.

2. Jumlah Subjek PenelitianMenurut Patton (dalam Poerwandari, 1998), jumlah subjek tergantung pada apa yang ingin diteliti, tujuan penelitian, pertimbangan waktu dan sumber yang tersedia. Agar tercapai penelitian yang terfokus dan mendalam maka peneliti menggunakan subjek 1 (satu) orang.

I. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara, observasi fenomenologis dan observasi, berikut ini adalah penjabaran lengkap mengenai

Page 14: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

tiga metode yang digunakan dalam penelitian:

1. Metode Wawancara Wawancara semi-struktur menggunakan suatu standarisasi daftar wawancara. Daftar wawancara terdiri dari beberapa urutan pertanyaan-pertanyaan yang pada umumnya ditetapkan terlebih dahulu. Bagaimanapun, tipe wawancara semi-struktur tidak sepenuhnya tergantung pada ketetapan penggunaan daftar wawancara (Langridge, 2004). Interviewer bebas untuk menggali dan improvisasi pertanyaan-pertanyaan berikutnya. Pertanyaan-pertanyaan biasanya tak dibatasi karena ”tujuannya untuk mendorong komunikasi, menggali dan mendorong urutan respon informan untuk mencari perluasan, penjelasan dan hal-hal spesifik selanjutnya” (Arksey & Knight, 1999).

Arksey & Knight (1999) mengemukakan agar fleksibilitaswawancara semi-struktur tetap terjaga, dilakukan hal sebagai berikut yaitu urutan pertanyaan yang bervariasi disesuaikan dengan alur wawancara, susunan kata pertanyaan bervariasi untuk membantu pembicaraan terlihat natural, biarkan wawancara terlihat mengalir dan berikan perhatian untuk membangun kepercayaan dan hubungan. Pertanyaan-pertanyaan sebaiknya dapat dimengerti dengan jelas, tepat, relevan, sederhana dan tidak ambigu.

2. Metode Observasi Fenomenologis

Metode introspeksi kadangkala disebut dengan observasi fenomenologis (Higgard dalam Pekala dan Cardena, 2000) sebagai suatu objek dari legitimasi penelitian ilmiah (Pekala dan Cardena, 2000) sebagai contoh Mcclelland & Rumelhart (dalam Pekala dan Cardena, 2000) mendemonstrasikan bahwa keterangan kesadaran dapat dibentuk secara teoritis dan diteliti berdasarkan pengalaman.

Farthing (dalam Pekala dan Cardena, 2000) menekankan introspeksi tidak memerlukan observasi langsung terhadap pengalaman kesadaran tetapi refleksi yang berlangsung dalam pengalaman kesadaran: ”Hal tersebut merupakan bentuk kesadaran reflektif dan cara berpikir mengenai pengalaman individu itu sendiri. Awal ”arus” pengalaman adalah hal utama kesadaran”. Oleh karena itu, Pekala dan Cardena (2000) menegaskan introspeksi mencakup deskripsi isi-isi dan proses pengalaman kesadaran tanpa elaborasi, kesimpulan-kesimpulan, atribusi-atribusi; dengan kata lain, individu yang ”mengobservasi” isi-isi kesadaran serta menggambarkan ”arus” pengalamannya melalui periode introspeksi pada saat peneliti mengajukan pertanyaan.

Hal tersebut juga ditegaskan oleh Baruss (2003) bahwa tiap-tiap orang mengembangkan idea-idea atau gagasan-gagasan tentang sifat

Page 15: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

kesadaran berdasarkan pengalaman-pengalaman melalui observasi-observasi yang dilakukan oleh subjek itu sendiri. Strategi ini telah diakui berbagai peneliti-peneliti kesadaran lainnya misalnya Dennet; Mandler dalam Baruss (2003). Faktanya, suatu tahap-tahap kesadaran transendental atau transpersonal akan tetap sulit dimengerti kecuali kalau individu itu sendiri telah memasuki kesadaran tersebut untuk dapat memahaminya (Wulff dalam Baruss, 2003). Selanjutnya, tidak cukup bagi peneliti yang tetap sebagai observer yang tidak tertarik untuk mengetahui tahap-tahap kesadaran transendental atau transpersonal tetapi membutuhkan observer yang aktif menjadi subjek jika ingin mengetahui kesadaran tersebut (Merrel-Wolff dalam Baruss, 2003).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti memiliki kualifikasi sebagai observer yang aktif sebagai subjek. Hal tersebut dikarenakan peneliti dan subjek sama-sama pengamal tarekat. Meskipun peneliti bukan pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah namun mengamalkan Tarekat Naqsyabandiyyah selama 5 tahun yang sekarang ini aktif sebagai murid (tamid) dan anggota Perguruan Pencak Silat Pejuang Siliwangi selama 8 tahun yang juga menggunakan amalan-amalan ilmu hikmah dari tarekat sebagai tambahan kemampuan untuk melengkapi kemampuan beladiri fisik. Oleh karena itu,

kapasitas peneliti sebagai observer yang aktif menjadi subjek dapat membantu dalam memahami tahap-tahap kesadaran transpersonal yang dideskripsikan oleh subjek kepada peneliti.

3. Metode ObservasiPeneliti juga melakukan

observasi, dimana penelitimemperhatikan dan mencatat aktivitas–aktivitas yang berlangsung, serta orang- orang yang terlibat dalam kejadian. Observasi dibutuhkan untuk dapat memahami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek,perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan penelitian dan hal–hallain yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara (Poerwandari, 2001).

Selanjutnya, Pekala dan Cardena (2000) mengemukakan apabila memungkinkan peneliti dapat mencoba mengobservasi keakuratan pengalaman experiential yang bersifat psikofenomenologis sebagai usaha dalam menilai perubahan-perubahan subjektif (kesadaran) yang bersamaan dengan bukti fisik yang bertujuan menetapkan bukti sifat fisik pengalaman tersebut. Berdasarkan hal tersebut, peneliti akan meminta kepada subjek untuk mendemonstrasikan pengalaman-pengalaman transpersonal yang berkombinasi antara aspek fisik

Page 16: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

dan aspek kesadaran jika memiliki pengalaman tersebut sehingga peneliti dapat mengobservasi langsung aspek fisik pengalaman tersebut.

J. Keakuratan PenelitianPekala dan Cardena (2000)

mengemukakan empat macam teknik triangulasi penelitian psikologi fenomenologi terhadap kesadaran experiential, yaitu:1. Triangulasi Data

Menggunakan sumber data yaitu hasil wawancara, dokumen pribadi serta sejarah kehidupan subjek, hasil wawancara significant other sebagai penguat hasil introspeksi subjek dan hasil pengamatan terhadap pengalaman transpersonal subjek yang memiliki aspek fisik.

2. Triangulasi PengamatPengamat lainnya yang turut memeriksa hasil pengumpulan data dalam konteks penelitian tersebut. Dalam penelitian ini, beberapa pengamat yaitu dosen pembimbing yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data.

3. Triangulasi TeoriPenggunaan teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II.

4. Triangulasi MetodeMetode cross-check dengan sumber-sumber data dapat diharapkan menguatkan informasi.

K. Teknik Analisis Data Teknik analisis data untuk pengalaman transpersonal ini pada dasarnya mengikuti metode pembandingan tetap (constant comparison method) dari Glaser dan Strauss (dalam Hibbard, 2007) yang menggunakan rangkaian tahap-tahap analisis data agar dapat memperkirakan data “bagaimana untuk menggambarkan agar dapat ditulis atau direkam ke dalam alat-alat material peneliti, membuat dan mengklasifikasikan pengalaman-pengalaman subjek” ke dalam kategori pengalaman transpersonal. Isi analisis data terdapat tujuh tahap, yaitu (Hibbard, 2007):1. Pembacaan awal (Initial

reading). Tiap deskripsi verbal dari suatu pengalaman terdokumentasi dalam rekaman kemudian disalin ke suatu lembar kertas yang terpisah.

2. Meninjau deskripsi secara luas (Overview of descriptions). Membaca setiap lembar kertas untuk mendapatkan suatu “rasa” tentative (bersifat sementara) terhadap tipe-tipe pengalaman yang telah dilaporkan. Perhatian diberikan lebih menyeluruh kepada pola-pola dan bentuk-bentuk dengan lebih detail.

3. Mengidentifikasi deskriptor (Identifying Descriptors). Setiap lembar dibaca kembali untuk identifikasi karakteristik-karakteristik deskriptif atau sifat dari tiap-tiap pengalaman. Deskriptornya dicatat dengan pensil di tiap-tiap kertas paling bawah.

4. Pemisahan awal (Initial sorting). Setiap lembar sementara digolongkan kedalam sifat

Page 17: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

penggelompokan atau kategori yang mengandung kemiripan atau menyerupai tipe-tipe pengalaman. Suatu label deskriptif sementara ditempatkan kepada tiap penggelompokan atau kategori.

5. Pemisahan akhir (Final sorting). Setiap lembar kertas dibaca sekali lagi, dibandingkan dan dikaitkan lagi dan ditentukan kembali bila diperlukan. Nama-nama kategori tiap lembar pengalaman perlu direvisi supaya membuat uraian lebih tepat.

6. Kategorisasi akhir (Final categorization). Setiap lembar kertas diperiksa kembali untukditetapkan jika itu diperlukan selanjutnya dibagi kembali atau jika dapat dikombinasikan dengan lembar kertas lainnya atau digolongkan kedalam lembar kertas lainnya. Dalam cara ini, kategori dan subkategori pengalaman-pengalaman transpersonal dikembangkan.

7. Membuat suatu klasifikasi (Create a taxonomy). Kategori-kategori dan sub-sub kategori kemudian diatur ke dalam klasifikasi logis dan penuh arti. Klasifikasi yang dihasilkan dari data kemudian dibandingkan dengan teori pengalaman transpersonal. Data mengacu kepada karakteristik-karakteristik umum deskriptif subjek dan label tipe-tipe pengalamannya secara induktif diambil dari data menurut deskripsi subjek itu sendiri. Tiap pengalaman subjek dapat lebih dari satu tipe pengalaman transpersonal. Tiap tipe pengalaman ditinjau dari laporan deskripsi fenomenologis.

L. PembahasanDari hasil penelitian ditemukan

hasil sebagai berikut:1. Alasan subjek menjadi

pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah

Alasan subjek menjadi pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah karena ingin mendekatkan diri kepada Tuhan, dipengaruhi wawasan dari filsuf sufi, tarekat sebagai jalan hidup dan penyempurna syariat untuk kesempurnaan lahir dan batin dan diajak mengamalkan tarekat oleh ayahnya.

2. Kategori Pengalaman Transpersonal

Dari hasil penelitian ditemukan tipe-tipe pengalaman transpersonal subjek pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dalam kategori pertama dalam transendensi batasan ruang yaitu subjek dapat melakukan kontak spiritual dengan ayahnya (pengalaman dua rangkap menyatu), mengetahui kondisi sesama pengamal tarekat ketika berdoa bersama (identifikasi grup dan kesadaran grup), mengetahui sifat-sifat tumbuhan (identifikasi dengan tumbuh-tumbuhan dan proses yang berkaitan dengan tumbuhan), melihat berbagai interaksi kehidupan di bumi(kesatuan dengan kehidupan dan semua penciptaannya), kesadaran berada di luar bola bumi kemudian kesadarannya kembali ke bumi serta merasakan bersatu dengan lima elemen zat benda mati sehingga dapat berlevitasi(pengalaman dengan zat benda mati dan proses anorganik serta

Page 18: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

berkombinasi dengan tipe pengalaman transpersonal di luar bola bumi serta kekuatan supernatural), penghayatan planet bumi (kesadaran yang berhubungan dengan planet), bersatu dengan cahaya bintang scorpio (pengalaman di luar bola bumi), clairvoyance, telepati, keluar dari tubuh (fenomena paranormal yang mencakup transendensi tempat). Sedangkan dalam transendensi batasan waktu linier yaitu subjekmerasakan kondisi ayahnya (pengalaman-pengalaman leluhur), penghayatan sejarah sunda serta mampu melakukan beladiri dan tarian tanpa latihan beladirinya (pengalaman rasial dan kolektif), déjà vu(pengalaman inkarnasi masa lalu), prekognisi serta menerawang peristiwa masa lalu serta masa depan dan membaca sejarah patung Buddha dengan memegangnya (fenomena paranormal yang meliputi transendensi waktu).

Tipe pengalaman transpersonal dalam kategori kedua diantaranya yaitu dzikir lathifah untuk pengembangan kekuatan organ halus, mendekatkan diri kepada Tuhan,kesehatan dirinya dan membaca penyakit seseorang (fenomena energi organ halus); melihat siluman binatang (pengalaman-pengalaman dengan roh binatang), bertemu dengan Siddharta Gautama serta menulis kitab Buddha (pertemuan dengan roh-roh pembimbing dan eksistensi keberadaan manusia super berkombinasi dengan tipe

pengalaman arwah dan mediumisasi), mengunjungi dunia alien dengan keluar dari tubuh atau merogo sukmo (berkunjung ke alam semesta yang berbeda dan bertemu dengan penghuninya berkombinasi dengan tipe pengalaman transpersonal fenomena paranormal yang mencakup transendensi tempat), memasuki alam mitologis dengan cara merogo sukmo kemudian bertarung dengan dukun yang menguasai para siluman mitologis untuk menyelamatkan seorang gadis dari upacara pengorbanan (pengalaman mitologis dan rangkaian cerita dongeng berkombinasi dengan tipe pengalaman transpersonal fenomena paranormal yang mencakup transendensi tempat), mengetahui arti simbol spiritual dua titik lathifah atau organ halus(pengalaman dengan pencipta alam semesta dan tercapainya wawasan kreasi kosmik), melakukan tarian sambil melantunkan syair (pengalaman kesadaran kosmik), pengalaman ketuhanan dan kesunyataan atau kejernihan hati (suprakosmik dan kehampaan metakosmik).

Tipe pengalaman transpersonal dalam kategori ketiga diantaranya yaitu selamat dari kecelakaan (hubungan-hubungan sinkronisitas diantara kesadaran dan perkara), secara spontan mampu mengangkat beban berat (kekuatan-kekuatan fisik supernormal), penyembuhan spiritual (penyembuhan dan menjatuhkan kutukan), komunikasi dan pertemuan

Page 19: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

dengan makhluk halus(fenomena makhluk halus dan mediumisasi fisik), debus atau ilmu kekebalan tubuh serta levitasi kemudian eksistensi fisik dapat menjadi tiga (kekuatan-kekuatan supernatural) dan mengunci serta mempengaruhi pergerakan lawan (psikokinesis laboratorium). Beberapa pengalaman transpersonal subjek saling berkombinasi dengan tipe pengalaman transpersonal lainnya. Subjek juga memiliki pandangan intelektual transendental. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa subjek juga menekankan bahwa semua pengalaman transpersonal yang dialaminya berasal dari kekuatan pikirannya. Subjek mengemukakan pengalaman-pengalaman tersebut dapat dimengerti berdasarkan pengalaman-pengalaman langsung yang diperolehnya. Bagi subjek, pengalaman dunia arkhetipe seperti alien hanya dapat dirasakan ketika kesadarannya berubah, bukan dalam bentuk kesadaran biasa ketika melihat dunia material atau fisik. Pengalaman-pengalaman transpersonal lainnya seperti kesadaran alam semesta juga berasal dari bentuk perubahan kesadaran yang dialami oleh dirinya melalui pikirannya.

Pandangan intelektual subjek tersebut sesuai dengan Baruss (2003) yaitu pandangan studi empiris dalam tradisi intelektual transendental terdiri dari gagasan kesadaran dan dunia

fisik sebagai sifat keberadaan yang dibentuk oleh pikiran manusia. Diantara dua kutub dualis tersebut, membentuk berbagai pergerakan realitas pikiran yang dianggap terdiri dari kedua aspek yaitu aspek fisik dan aspek transendental. Para intelektual transendental dapat disebut posisi ”transenden” yang cenderung menekankan subjektifitas yaitu aspek-aspek kesadaran experiential atau fenomenologis dan mempercayai kesadaran memberikan makna terhadap realitas dan menetapkan bukti dimensi spiritual. Bagi intelektual transendental yang telah beridentifikasi dengan posisi luar biasa transenden pada skala transenden ekstrem kemungkinan besar lebih mempercayai pengalaman-pengalaman yang tidak biasanya dengan menekankan perubahan-perubahan kesadaran. Bagi intelektual transendental, kesadaran adalah realitas fundamental yang dapat dipahami melalui proses transformasi-diri.

3. Dampak Pengalaman Transpersonal

Dampak pengalaman transpersonal pada pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah yaitu aspek-aspek bermakna diantaranya subjek mampu mendapatkan data-data rasional tentang pengalaman transpersonal (keterbukaan), meningkatkan motivasi dalam dirinya sehingga mencerdaskan pola pikirnya dalam mengarungi kehidupannya sebagai anugerah yang diberikan

Page 20: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

oleh Tuhan (spiritualitas), karakter diri berkembang sehingga menolong disaat berhubungan dengan orang lain (aspek kebutuhan-hubungan). Pada peningkatan keterbukaan, subjek hanya terbuka pada ayah dan guru mengenai pengalamannya (keterbukaan selektif), kemudian keadaan psikologis lebih sabar, ikhlas dan bersyukur dan pola makan serta pikir yang teratur sehingga tubuh atau fisik sehat (manfaat psikologis dan fisik), pengetahuan spiritual lebih terbuka serta kesehatan spiritual yang tumbuh dengan baik sehingga keyakinan terhadap Tuhan semakin mantap karena fisiknya sehat (kehadiran spiritualitas) dan semangat hidup meningkat serta perubahan komunikasi dengan orang lain karena tutur perkataannya santun sehingga mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari orang lain (aspek-aspekperubahan transformatif).

4. Aktivasi Lathoif (organ halus)Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah Sebagai Teknik Menuju Pengalaman Transpersonal

Subjek pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dapat mengalami pengalaman transpersonal karena melakukan latihan-latihan spiritual sehingga membangkitkan aliran energi tujuh lathifah (organ halus) dalam tubuhnya. Tiap-tiap lathifah memiliki fungsi masing-masing dalam setiap tipe-tipe pengalaman transpersonal yaituaktifnya energi lathifah qalab

menghasilkan kesadaran diri dengan tubuh serta kesadaran diri, lathifah nafs menghasilkan kesadaran identitas hubungan diri dengan orang lain, lathifah qalbmenghasilkan kesadaran teori adlerian serta kesadaran bersama, lathifah sirr menghasilkan kesadaran nilai-nilai altruistik, psikologi jungian, pengalaman pertama dengan ketuhanan di dalam diri, kesadaran alam semesta, lathifah ruhmenghasilkan kapasitas kesadaran bidang pengalaman mental, realitas dunia ruh dan mendengarkan suara hati diri serta orang lain, lathifah khafimenghasilkan kesadaran indera keenam, kekuatan-kekuatan paranormal atau supernatural serta diri sebagai psike dan puncaknya yaitu lathifah haqqmenghasilkan kesadaran non-dualitas (suprakosmik dan kehampaan metakosmik).

M. SaranSaran yang diberikan penulis yaitu :1. Untuk praktisi spiritual

Untuk para praktisi spiritual diharapkan dapat menarik manfaat dari amalan-amalan tarekat sebagai bentuk pengobatan diri pribadi maupun penerapan aplikasinya kepada masyarakat umum, introspeksi diri melalui pemahaman jiwa alam semesta dalam diri dan manfaat kemampuan transpersonal dalam amalan ilmu hikmah sebagai bentuk perlindungan diri yang tetap bertujuan meminta pertolongan Tuhan.

Page 21: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

2. Untuk kalangan masyarakat umumUntuk masyarakat umum diharapkan dapat mengambil manfaat amalan-amalan tarekat agar dapat mendekatkan diri kepada Tuhan dan membantu dalam kesehatan fisik serta mental diri pribadi.

3. Untuk kalangan psikolog Untuk kalangan psikolog di Indonesia agar dapat terjun langsung sebagai seorang praktisi spiritual, salah satu contoh kongkritnya adalah para psikolog transpersonal barat yang berperan sekaligus sebagai pengamal tarekat dari mursyid, khalifah atau posisi lainnya sehingga dapat menggunakan teknik-teknik psikospiritual organ halus (lathoif) Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah sebagai psikoterapi dan penyembuhan fisik. Selain itu, psikologi transpersonal sufi seperti kesadaran alam semesta melalui teknik meditasi dapat membantu dalam teknik-teknik psikoterapi dan pengembangan teori psikologi serta aplikasinya.

4. Untuk peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengembangkan atau melanjutkan penelitian, diharapkan dapat aplikasikan metode pendekatan penelitian psikologi fenomenologi secara penuh dan berikan label hubungan antara tipe amalan tarekat (tipe-tipe dzikir seperti latho`if, asmaul husna; shalawat; hizib dan ratib), tipe muraqabah(meditasi) dan tipe amalan ilmu hikmah (misalnya `asma, asror, rajah dan lain sebagainya)

dengan tipe-tipe pengalaman transpersonal.

N. Daftar PustakaAida, N. (2005). Mengungkap

pengalaman spiritual dan kebermaknaan hidup pada pengamal thariqah. Indigenous: Jurnal Berkala Ilmiah Berkala Psikologi, 7(2), 108-129.

Arksey, H. & Knight, P. (1999). Interviewing for social scientists. London: Sage Publication.

Baruss, I. (2003). Alterations of consciousness: An empirical analysis for social scientists. Washington, DC: American Psychological Association.

Basuki, A. M. (2006). Pendekatan kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Braud, W. & Palmer, G. (2002). Exceptional human experiences, disclosure, and a more inclusive view of physical, psychological and spiritual well-being. The Journal of Transpersonal Psychology. 34(1), 29-61.

Bruinessen, M. (1999). Kitab kuning, pesantren dan tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. (Alih Bahasa oleh Kholidy Ibhar & Farid Wajidi). Bandung: Mizan.

Cowley, A. S. (1993). Transpersonal social work: A theory for the 1990s. Social Work, 38(5), 527-534.

Page 22: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

Daniels, M. (2006). Transpersonal FAQ - Frequently Asked Questions about the Transpersonal. http://www.transpersonalscience.org/tranfaq.aspx#Q13

Frager, R. (1989). Transpersonal psychology: Promise and prospects. In Valle, R. & Halling, S. (Eds.), Existential-phenomenological perspectives in psychology: Exploring the breadth of human experience(pp. 289-309). New York: Plenum Press.

Frager, R. (2005). Hati, diri dan jiwa: Psikologi sufi untuk transformasi. (Alih Bahasa oleh Hasmiyah Rauf). Jakarta: Serambi.

Grof, S. (1988). The adventure of self-discovery: Dimensions of consciousness and new perspectives in psychotherapy and inner exploration. Albany: State University of New York Press.

Grof, S. (1996). Theoretical and empirical foundations of transpersonal psychology. In Boorstein, S. (Ed.), Transpersonal psychotherapy(pp. 43-64). Albany: State University of New York Press.

Hibbard, W. (2007). Native American Sweat Lodge ceremony: Reports of transpersonal experiences by Non-Native practitioners. The Journal of Transpersonal Psychology, 39(1), 68-91.

Isa, A. Q. (2007). Cetak biru tasawuf: Spiritual ideal dalam Islam.

(Alih Bahasa oleh. Tim Ciputat Press di Mesir). Jakarta: Ciputat Press.

Jindan, F. (2007). Nasihat spiritual: Mengenal tarekat ala Habib Luthfi bin Yahya. Bekasi: Hayat Publishing.

Langride, D. (2004). Introduction to research methods and data analysis in psychology. Harlow: Pearson Education.

Mulyati, S. (Ed.). (2006a). Pendahuluan. Dalam Mengenal & memahami tarekat-tarekat muktabarah di Indonesia (pp. 3-21). Jakarta: Kencana & Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Mulyati, S. (Ed.). (2006b). Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah: Tarekat temuan tokoh Indonesia asli. Dalam Mengenal & memahami tarekat-tarekat muktabarah di Indonesia (pp. 253-290). Jakarta: Kencana & Fakultas Ushuluddin dan FilsafatUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Munawwar, S. A. (2003). Pengamalan tasawuf di era modern. Dalam Munawwar, S. A., Amin, M. & Kartanegara, M. (Eds.), Pengamalan tasawuf masyarakat modern (pp. 5-31). Jakarta: Media Sufi Indonesia.

Nelson, P. L. (1989). Personality factors in the frequency of reported spontaneous praetenatural experiences. The Journal of

Page 23: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

Transpersonal Psychology, 21(2), 193-210.

O`kane, T. A. (1989). Transpersonal dimensions of transformations: A study of the contributions drawn from the sufi order teachings and training to the emerging field of transpersonal psychology. Ann Arbor: The Union for Experimenting College and Universities.

Pekala, R. J. & Cardena, E. (2000). Methodological issues in the study of altered states of consciousness and anomalous experience. In E. Cardena, S. J. Lynn & S. C. Krippner. (Eds.), Varieties of anomalous experience: Examining the scientific evidence (pp. 47-82). Washington, DC: American Psychological Association.

Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia.

Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia.

Qardhawi, Y. (1995). Fatwa-fatwa kontemporer I & II. (Alih Bahasa oleh Mohammad Nurhakim) Jakarta: Gema Insani Press.

Safken, A. (1998). Sufi stories as vehicles of self-development: Exploration, using in-depth

interviews, of the self-perceived effects of the study of sufi stories. (Doctoral Dissertation, Institute of Transpersonal Psychology, 1998). UMI Dissertation Services (UMI No. 9833355).

Praja, J. S. (1990). TQN pondok pesantren Suryalaya dan perkembangannya pada masa Abah Anom (1950-1990). Dalam Nasution, H (Ed.), Thoriqot Qodiriyyah Naqsyabandiyyah sejarah asal-usul perkembangannya. Tasikmalaya: Institut Agama Islam Mubarokiyah.

Praja, J. S., Syafi`i, R., Ain, N., Alba, C., Sumpeno., Hadoliah, L., Nuruddin, A., Hamzah, Y. (1995). Model tasawuf menurut syari`ah: Penerapannya dalam perawatan korban narkotik dan berbagai penyakit ruhani. Tasikmalaya: Latifah Press, Institut Agama Islam Latifah Mubarakiyah & Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya.

Sambas, A. K. (1983). Fath al-arifin. Surabaya.

Siregar, R. (2002). Tasawuf: Dari sufisme klasik ke neo-sufisme. Jakarta: Rajawali Press.

Tart, C. T. (2001). Parapsychology and transpersonal psychology: “Anomalies” of to be explained away or spirit to manifest. Journal of Parapsychology, 66(2), 31-47.

Valle, R. & Mosh, R. (1998). Transpersonal awareness in phenomenological inquiry: Philosophy, reflections, and recent

Page 24: Judul : Pengalaman Transpersonal Pada Pengamal Tarekat ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1891/1/Artikel... · pengamal Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah turut

research. In W. Braud & R. Anderson. (Eds.), Transpersonal research methods for the social science: Honoring human experience (pp. 95-113). Thousand Oaks, CA: Sage Publication.

Wilcox, Lynn. (2003). Ilmu jiwa berjumpa tasawuf: Sebuah upaya spiritualisasi psikologi. (Alih Bahasa oleh IG Harimurti Bagoesoka). Jakarta: Serambi.