interaksi keruangan
DESCRIPTION
TubesTRANSCRIPT
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan wilayah merupakan suatu upaya untuk menata suatu ruang
atau wilayah agar tercipta suatu kawasan yang mengarah kepada perubahan
yang lebih baik. Glasson (1977:4) mengungkapkan tujuan perencanaan wilayah
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Kawasan perkotaan merupakan suatu kawasan yang didominasi oleh
lahan terbangun dengan mayoritas penduduknya yang bermatapencaharian di
sektor industri dan jasa. Menurut UU No 22/ 1999 tentang otonomi daerah,
kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Perkembangan suatu kota berkaitan dengan pengaruh kota – kota di
sekitarnya. Keterkaitan ini membuat suatu hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Keterkaitan ini juga membuat suatu sistem, di
mana pada dasarnya interaksi pada suatu kota terkait dalam orde yang berbeda
satu sama lain. Keterkaitan antar daerah itulah yang menimbulkan suatu
hubungan interaksi keruangan yang terdiri dari mobolitas penduduk dan segala
aktivitas yang dilakukannya. DKI Jakarta adalah ibukota negara Indonesia yang
tentunya memiliki keterkaitan dengan kota-kota lain di sekitarnya, contohnya
seperti kota Bekasi, kota Depok, dan kota Tangerang. Pada kesempatan inilah
akan dilakukan analisis interaksi keruangan yang terdapat di DKI Jakarta dengan
kota-kota di sekitarnya guna mengetahui seberapa besar peran yang dimiliki oleh
Kota Jakarta.
1.2 Tujuan dan Sasaran
Laporan analisis interaksi keruangan DKI Jakarta dan sekitarnya yang
mencakup segala aktivitas keruangan yang terjadi di DKI Jakarta ini memiliki
tujuan dan sasaran sebagai berikut:
1.2.1 Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah mengetahui seberapa besar
interaksi keruangan yang terjadi di DKI Jakarta dan sekitarnya dengan
menggunakan model perhitungan gravitasi dan matriks asal/tujuan.
1
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
1.2.2 Sasaran
Dalam mencapai tujuan laporan ini, ada beberapa sasaran yang harus
dicapai yaitu :
1. Menganalisis interaksi keruangan dengan menggunakan matriks
asal/tujuan.
2. Menganalisis dengan menggunakan model gravitasi dan perhitungan
Hansen.
3. Menentukan seberapa besar pengaruh yang dihasilkan oleh DKI Jakarta
terhadap daerah sekitarnya.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembahasan pada laporan ini terbagi menjadi dua yaitu
ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah.
1.3.1 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi dalam laporan ini mencakup seluruh aktivitas
(mobilitas) yang terjadi di DKI Jakarta dan sekitarnya.
1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah yang menjadi objek studi laporan ini meliputi ruang
lingkup wilayah makro. Ruang lingkup wilayah makro meliputi wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta yang mempunyai luas wilayah ± 650 km2 atau ± 65.000
dan termasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu yang tersebar di teluk Jakarta.
Secara geografis wilayah DKI Jakarta terletak antara 106 22’ 42" BT sampai 106
58’ 18" BT dan -5 19’ 12" LS sampai -6 23’ 54" LS. Batas-batas wilayah DKI
Jakarta adalah :
Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang
1.4 Metodologi
Dalam laporan ini, untuk mempermudah penyusunan dan memperjelas
pembahasan, kelompok kami menggunakan dua metode pendekatan, yaitu
metode penyusunan laporan (tahap persiapan, tahap pengumpulan data dan
tahap pengolahan data) dan metode analisis.
2
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
1.4.1 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data-data yang berhubungan dengan wilayah studi,
dilakukan dengan menggunakan metode pengumpulan data sekunder. Data –
data sekunder yang digunalan adalah data-data yang sudah diketahui
sumbernya serta memiliki keterkaitan dengan masalah yang dibahas dalam
laporan ini. Data-data ini dapat diperoleh dari buku-buku referensi atau literatur
dan internet, serta dari instansi-instansi terkait seperti BPS dan Bappeda.
1.4.2 Metode Analisis
Metode analisis dalam laporan ini menggunakan data kuantitatif atau data
yang dinotasikan dalam angka. Adapun angka yang dianalisis merupakan data
interaksi keruangan yang terjadi di DKI Jakarta.
1.5 Sistematika Penulisan
Laporan Analisis Interaksi Keruangan di DKI Jakarta ini terdiri dari empat
bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang lingkup,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini
menjelaskan secara rinci mengenai alasan yang mendasari
pengambilan wilayah DKI Jakarta.
BAB II KAJIAN TERATUR
Menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan analisis interaksi
keruangan. Meliputi model gravitasi, matrik asal/tujuan dan
perhitungan Hansen.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH DKI JAKARTA
Meliputi kondisi geografis, kondisi demografi, dan interaksi
keruangan yang terdapat di DKI Jakarta dan sekitarnya.
BAB IV ANALISIS INTERAKSI KERUANGAN DKI JAKARTA
Meliputi analisis interaksi keruangan dengan matriks asal/tujuan,
model gravitasi dan perhitungan hansen.
BAB IV PENUTUP
Meliputi kesimpulan analisis interaksi keruangan yang terjadi di
DKI Jakarta dan sekitarnya.
3
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Analisis Keruangan
Analisis keruangan merupakan analisis lokasi yang mengacu pada tiga hal,
yaitu jarak (distance), kaitan (interaction), dan pergerakan (movement). Analisis
keruangan bertujuan untuk mengukur kesesuaian suatu kondisi berprinsipkan
pada struktur keruangan yang ada, serta menganalisis interaksi antar unit
keruangan yang mencakup hubungan antara ekonomi dan interaksi keruangan,
aksesibilitas antara pusat dan perhentian suatu wilayah, dan hambatan interaksi.
Analisis keruangan didasarkan pada keberadaan tempat-tempat (kota) yang
menjadi pusat kegiatan bagi tempat-tempat lain, serta terdapatnya hirarki
diantara tempat-tempat tersebut. Analisis keruangan mempelajari perbedaan
lokasi mengenai sifat-sifat penting maupun seri sifat-sifat yang penting, dengan
pertanyaan mengenai faktor-faktor yang menguasai pola persebaran dan
bagaimana pola tersebut diubah agar penyebaran tersebut menjadi lebih efisien
dan wajar.
2.2 Interaksi Keruangan Antar Wilayah
Interaksi keruangan menurut Daldjoeni (1991: 197) merupakan suatu
pengertian dalam geografi sosial yang dipakai untuk mendapatkan gambaran
mengenai pengaruh keruangan hubungan antara manusia dengan manusian
lainnya dan antara manusia dengan lingkungannya yang dinyatakan dengan arus
manusia, materi, informasi, energi sehingga dijadikan dasar untuk menerangkan
gejala-gejala lokasi, relokasi, distribusi, dan difusi.
Terdapat 3 faktor terjadinya Interaksi Keruangan (Ullman, 1956) :
a. Komplementaritas regional yaitu adanya region yang berbeda kemampuan
sumberdayanya, disuatu pihak surplus dan dilain pihak minus.
4
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
b. Kesempatan berintervensi, adanya kemungkinan perntara yang dapat
menghambat terjadinya perpindahan barang atau manusia.
c. Kemudahan transfer dalam ruang ( spatial transferability ) adalah fungsi
jarak yang diukur dalam biaya dan waktu yang nyata. Komoditi tertentu yang
dibutuhkan sesuatu daerah dari daerah lain yang tertentu pula, memiliki daya
transfer yang tinggi, jarak yang ditempuh, biaya angkut yang memadai, dan
transportasi yang lancar merupakan kemudahan transfer dalam ruang yang
menjamin lancarnya interaksi.
Kajian tentang interaksi wilayah mencakup kajian mengenai dasar-dasar
terjadinya interaksi keruangan, jenis-jenis interaksi keruangan, peranan interaksi
keruangan dalam pengembangan wilayah. Menurut Ullman, interaksi keruangan
mencakup gerak barang, migran, uang, dan informasi (Daldjoeni, 2003 : 245).
Konsep ini serupa dengan geography of circulation yang dikembangkan oleh ahli-
ahli geografi dari Perancis pada awal abad kedua puluh (Johnston, dkk, 1994).
Sirkulasi merupakan basis interaksi keruangan begitu pula dengan apa yang
dalam ilmu geografi disebut sebagai ‘situasi”. Sementara istilah situasi mengacu
pada efek suatu fenomena di suatu area terhadap area lainnya (Blunden, 1978 :
167)
Suatu wilayah tidak dapat memenuhi sendiri semua kebutuhannya, sehingga
memerlukan suplai dari wilayah lain. Akibat adanya ketergantungan tersebut,
maka terjadi hubungan atau interaksi. Interaksi itu muncul akibat adanya
mobilitas penduduk, aliran barang dan jasa, aliran informasi dan aliran uang
(Ambardi dan Prihawantoro, 2002 : 9).
Jenis-jenis interaksi wilayah menurut Daldjoeni (2003, 248-249) adslah :
sistem interaksi keruangan ekonomis, sistem interaksi keruangan politis, sistem
interaksi keruangan sosial, dan sistem interaksi keruangan manusia-lingkungan.
5
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
Sedangkan jenis interaksi keruangan lainnya menurut Bendavid (1991 : 141)
adalah:
2.3 Peran Interaksi Wilayah Dalam Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah dapat terjadi melalui pertumbuhan dan diversivikasi
permukiman serta melalui penciptaan keterkaitan baru dan lebih kuat diantara
permukiman yang ada. Penciptaan suatu keterkaitan baru akan menghasilkan
cascode effect yang memungkinkan terjadinya kegiatan-kegiatan dan
keterhubungan lain. Interaksi yang lebih besar dan ea=rat antar wilayah
menjadikan integrasi teknologi ditiap tingkatan hirarki spasial lebih mudah dan
murah untuk dilakukan serta memungkinkan pendistribusian pelayanan secara
luas sehingga mendorong terjadinya pengembangan wilayah.
Beberapa manfaat yang didapat dari adanya interaksi antar wilayah
sebagimana dikemukakan oleh beberapa ahli :
Digunakan untuk mengidentifikasi ketergantungan antar wilayah geografis
(Johnston 1994 : 578)
Untuk analisis hubungan eksternal kota-kota (Rugg, 1979)
Mendorong tumbuhnya tempat pusat baru (Rondinelli, 1985 : 141)
Mempererat integrasi teknologi menjadi lebih mudah dan lebih murah serta
jangkauan pelayanan yang lebih luas ((Rondinelli, 1985 : 142)
Menjadikan perkotaan semakin efisien, baik bagi kegiatan pembangunan
kota itu sendiri maupun bagi pengembangan wilayah sekitarnya (Ambardi
dan Priwantoro, 2002 : 13).
2.4 Perhitungan Analisis Keruangan
Guna menganalisis dan memecahkan masalah interaksi keruangan seperti
menganalisis penggunaan lahan antara pusat kota dengan perumahan
penduduk, perbedaan nilai lahan antara kota besar dengan kota kecil, analisis
terhadap perpindahan populasi, corak migrasi, pola perjalanan bisnis dan
commercial travel serta pertukaran informasi dan barang, semua itu dapat
dianalisis dengan mempergunakan beberapa model perhitungan, yaitu :
6
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
2.4.1 Model Gravitasi
Diperkenalkan sejak tahun 1950-an dengan mendasarkan pada hukum
gravitasi newton. Aplikasi model gravitasi bermanfaat dalam studi mobilitas
penduduk. Model gravitasi dapat digunakan untuk analisis interaksi keruangan
sebagai fungsi dan jarak. Hubungan antara jarak dengan interaksi adalah
semakin jauh jarak, maka akan semakin kecil interaksinya, begitu juga
sebaliknya.
Dalam analisis metode gravitasi, daerah dianggap sebagai suatu massa.
Hubungan antara daerah dipersamakan dengan hubungan antara massa-massa
wilayah yang mempunyai daya tarik, sehingga saling mempengaruhi antara
daerah sebagai perwujudan kekuatan tarik menarik antar daerah (Warpani
Suwardjoko, 1984).
Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan
besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Dalam perencanaan wilayah,
model ini sering dijadikan alat untuk melihat apakah lokasi berbagai fasilitas
kepentingan umum telah berada pada tempat yang benar. Selain itu, apabila
suatu daerah hendak membangun suatu fasilitas yang baru maka model ini
dapat digunakan untuk menentukan lokasi yang optimal. Artinya, fasilitas itu akan
digunakan sesuai dengan kapasitasnya. Rumus dari model gravitasi ini adalah :
Keterangan : I ij = Interaksi antara wilayah 1 dan 2
Pi = Jumlah penduduk wilayah 1
Pj = Jumlah penduduk wilayah 2
dij = Jarak wilayah antara 1 dan 2
2.4.2 Titik Henti (Breaking Point)
Digunakan untuk mengetahui jangkauan atau pengaruh suatu kota atau
pusat pelayanan.
Keterangan : Th = titik henti
j = jarak antara kota x dan
y
7
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
Px = penduduk kota X
Py = penduduk kota Y
BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1 Kondisi Geografis Wilayah DKI Jakarta
Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang mempunyai luas wilayah
± 650 km2 atau ± 65.000 dan termasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu
yang tersebar di teluk Jakarta. Secara geografis wilayah DKI Jakarta terletak
antara 106 22’ 42" BT sampai 106 58’ 18" BT dan -5 19’ 12" LS sampai -6 23’
54" LS. Batas-batas wilayah DKI Jakarta adalah :
Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang
Dilihat keadaan topografinya wilayah DKI Jakarta dikatagorikan
sebagai daerah datar dan landai. Ketinggian tanah dari pantai sampai ke banjir
kanal berkisar antara 0 m sampai 10 m di atas permukaan laut diukur dari titik
nol Tanjung Priok. Sedangkan dari banjir kanal sampai batas paling Selatan
dari wilayah DKI antara 5 m samapi 50 m di atas permukaan laut.
Wilayah DKI Jakarta termasuk tipe iklim c dan D menurut klasifikasi
iklim Schmit Ferguson dengan curah hujan rata-rata sepanjang tahun 2000 mm.
Wilayah Dki Jakarta termasuk daerah tropis beriklim panas dengan suhu rata-
rata per tahun 27 C dengan kelembaban antara 80 % sampai 90 % .
Temperatur tahunan maksimum 32 C dan minimum 22 C.
DKI Jakarta termasuk dalam wilayah Jabodetabek yaitu Jakarta Bogor
Depok Tangerang dan Bekasi. Dalam interaksi keruangan yang terjadi di
wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, diperlukan data jarak antar kota antara
pusat DKI Jakarta dan kota-kota di sekitarnya, seperti dijelaskan dalam tabel
berikut ini:
8
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
Tabel 3.1
Jarak Antar Kota
No Kota Jabodetabek Jarak
1 Jakarta – Bogor 48 km
2 Jakarta – Depok 33 km
3 Jakarta – Tangerang 24 km
4 Jakarta – Bekasi 30 km
5 Bogor – Depok 120 km
6 Bogor – Tangerang 69 km
7 Bogor – Bekasi 73 km
8 Depok – Tangerang 53 km
9 Depok - Bekasi 37 km
10 Tangerang - Bekasi 56 km
Sumber:google 2012
3.2. Kondisi Demografi Wilayah DKI Jakarta
Demografi adalah studi ilmiah tentang ukuran, komposisi, dan distribusi
spasial dari penduduk, serta perubahan-perubahan yang terjadi sepanjang waktu
terhadap fenomena tersebut melalui proses kelahiran, kematian, dan migrasi
(Poston, 2005). Kondisi demografis diperlukan untuk meramalkan apa yang akan
terjadi di masa mendatang.
a. Jumlah penduduk
Menurut BPS Kabupaten Semarang jumlah penduduk di Wilayah DKI
Jakarta dan sekitarnya menurut sensus penduduk tahun 2010 adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1Jumlah Penduduk Wilayah Jabodetabek
No Kota Jumlah Penduduk
1 Jakarta 9.607.787 jiwa
2 Bogor 949.066 jiwa
2 Depok 1.736.565 jiwa
3 Tangerang 2.838.621 jiwa
9
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
4 Bekasi 2.336.498 jiwa
Sumber: Badan Pusat Statisti
BAB IVANALISIS INTERAKSI KERUANGAN
4.1. Matriks Asal/Tujuan
Matriks O/D atau matriks asal/tujuan digunakan untuk mengetahui
hubungan antara jarak dan interaksi dalam suatu wilayah, berikut adalah
matrik O/D wilayah JABODETABEK:
Tabel IV.1Matriks O/D Wilayah JABODETABEK
O/D Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi
Jakarta 0 48 33 24 30
Bogor 48 0 120 69 73
Depok 33 120 0 53 37
Tangerang 24 69 53 0 56
Bekasi 30 73 37 56 0
Sumber : Hasil Analisis Kelompok wilayah JABODETABEK, Analisa Lokasi dan Pola Ruang, 2012.
4.2 Model Gravitasi
Model Gravitasi digunakan untuk menganalisis interaksi keruangan
sebagai fungsi dari jarak dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan : I ij = Interaksi antara wilayah 1 dan 2
Pi = Jumlah penduduk wilayah 1
Pj = Jumlah penduduk wilayah 2
dij = Jarak wilayah antara 1 dan 2
Bila terdapat hubungan antar dua lokasi i dan j, maka Iij merupakan
interaksi antara kedua lokasi tersebut. P adalah populasi, d adalah jarak
antara kedua lokasi, dan b adalah pangkat jarak. Wilayah Jabodetabek
memiliki interaksi antar wilayah disekitarnya yang berupa transportasi,
10
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
tenaga kerja dan perdagangan. Dimana interaksi yang terjadi dapat
dianalisis dengan menggunakan model gravitasi.
4.3. Titik Henti
Titik Henti digunakan untuk mengetahui jangkauan atau pengaruh
suatu kota (pusat pelayanan) terhadap kota lain. Untuk menganalisis dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan : Th = titik henti
j = jarak antara kota x dan y
Px = penduduk kota X
Py = penduduk kota Y
Dengan analisis tersebut dapat mengetahui jangkauan dan pengaruh
tentang seberapa besarkah titik henti yang dialami dalam proses interaksi di
wilayah Jabodetabek.
4.4 Jangkauan
Untuk menghitung jangkauan suatu wilayah dengan menggunakan
rumus:
Jangkauan : Ixy terbesar – Ixy terendah
3
Penentuan kriteria hubungan interaksi pada suatu wilayah :
Kuat : Ixy terbesar - Jangkauan
Sedang : Kriteria kuat - Jangkauan
Lemah : Kriteria sedang - Jangkauan
11
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
Tabel IV.2Jangkauan, Gravitasi, dan Interaksi Antar Daerah
DaerahJarak (km)
Px / Py 1+√Px/Py Thy Thx Ixy Interaksi
Jakarta – Tangerang 24 3.384667062 2.839746467 8.451458706 15.54854129 47,348,725,593.28 KuatJakarta – Depok 33 5.532638859 3.352156215 9.844409951 23.15559005 15,320,979,459.74 LemahJakarta – Bekasi 30 4.112045891 3.027818012 9.908125217 20.09187478 24,942,861,233.25 Sedang
Tangerang – Depok 53 1.634618341 2.278521936 23.26069333 29.73930667 1,754,877,136.66 LemahTangerang – Bekasi 56 1.2149041 2.102226882 26.63841875 29.36158125 2,114,933,765.71 Lemah
Depok – Bekasi 37 0.743234105 1.862110263 19.86992969 17.13007031 2,963,828,085.73 LemahBogor – Jakarta 48 0.098780916 1.314294314 36.52150016 11.47849984 3,957,649,295.55 LemahBogor – Depok 120 0.546519134 1.739269324 68.99448999 51.00551001 114,452,416.55 LemahBogor – Bekasi 73 0.406191659 1.637331671 44.58473581 28.41526419 416,117,622.61 Lemah
Bogor – Tangerang 69 0.334340513 1.578221854 43.72008905 25.27991095 565,855,634.95 LemahSumber : Hasil Analisis Kelompok Wilayah JABODETABEK, Analisa Lokasi dan Pola Ruang, 2012.
Kriteria
Jangkauan 15,744,757,725.58Kuat 31,603,967,867-47,348,725,593
Sedang 15,859,210,142-31,603,967,867
Lemah 114,452,416-15,859,210,142
13
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek14
Peta Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabok
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa wilayah jabodetabek
yang memiliki tingkat interaksi terkuat adalah Jakarta - Tangerang, dan sisanya
merupakan daerah yang tergolong memiliki tingkat interaksi sedang dan lemah.
Tingkat interaksi berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode
analisis yang ditentukan oleh perhitungan jarak, jangkauan dan titik henti.
Interaksi yang ditimbulkan antara Kota Jakarta dengan Kota Tangerang
didukung dengan mudahnnya aksesbilitas yang baik dan lengkap. Sehingga
dalam pendistribusian barang dan jasa (komoditi utama non pertanian) dan arus
perdagangan dapat berjalan dengan lancer. Dengan kondisi fasilitas prasarana
penghubung yang baik dan dengan jarak yang ditempuh dekat maka dapat
menimbulkan mobilitas yang tinggi terhadap Jakarta dengan Tangerang.
15
Analisis Interaksi Keruangan Wilayah Jabodetabek
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data diatas, didapatkan bahwa tidak semua
daerah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh karena itu diperlukannya
interaksi antar wilayah demi memenuhi kebutuhannya, dimana sistem
pergerakan tersebut mempunyai dua variabel utama yaitu asal dan tujuan.
Variabel ini yang kemudian menjawab pertanyaan mengapa pergerakan yang
terjadi berbeda-beda untuk masing-masing daerahnya. Selain itu hal tersebut
juga dipengaruhi oleh perbedaan kebutuhan, permintaan dan penawaran yang
berbeda, dan perbedaan lokasi yang ingin dicapai yang berbeda membuat
adanya pergerakan menuju tempat dari asal yang berbeda pula. Faktor
terjadinya interaksi keruangan ialah complementary, intervening opportunity dan
transferability.
Dalam menganalisis data digunakan beberapa metode yaitu dengan
matriks O/D, model gravitasi, titik henti dan indeks aksesibilitas. Setelah
dilakukan analisis dapat diketahui bahwa daerah yang memiliki tingkat interaksi
terkuat adalah Jakarta - Tangerang, interaksi sedang yaitu Jakarta – Bekasi dan
selebihnya memiliki interaksi lemah.
16