indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal

8
Indepth Report Refleksi Telematika 2010 Telematika di Bawah Cengkraman Neoliberal oleh : Firdaus Cahyadi Yayasan Satudunia

Upload: satudunia-foundation

Post on 28-Nov-2014

523 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal

Indepth Report

Refleksi Telematika 2010

Telematika di Bawah Cengkraman Neoliberal

oleh :

Firdaus Cahyadi

Yayasan Satudunia

Page 2: Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal

Apa itu Neoliberal?

Neoliberal atau sering disingkat dengan neolib, sebuah kata yang tiba-tiba popular pada

pemilu 2009 lalu. Namun selepas pemilu perdebatan tentang neoliberal seakan berhenti.

Pengetahuan apa itu (know what) neoliberal pun dipahami secara setengah-setengah oleh

masyarakat, atau bahkan tidak dipahami sama sekali. Gagalnya pemahaman apa itu neoliberal

itulah yang mungkin memunculkan joke yang menyandingkan neoliberal dengan neozep.

Mungkin (Kwik) pusing sehingga tak bisa membedakan Neozep (obat sakit kepala) dan

neolib," kata Chatib dalam diskusi "Boedionomics: Antara Neolib dan Ekonomi Kerakyatan" seperti

yang ditulis oleh web tempointeraktif pada tahun 2009 lalu.

Lantas apa sebenarnya neoliberal itu? Menurut Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan

UGM Revrisond Baswir, ekonomi neoliberal adalah bentuk baru liberalisme yang pada dasarnya

sangat memuliakan mekanisme pasar. Dalam sistem ekonomi neoliberal campur tangan negara,

walaupun diakui diperlukan, harus dibatasi sebagai pembuat peraturan dan sebagai pengaman

bekerjanya mekanisme pasar.

Sistem neoliberal itu pada akhirnya menempatkan negara hanya sebagai pelayan korporasi

besar daripada melindungi hak-hak warganya. Akibatnya hak warga negara dihilangkan digantikan

hanya sekedar hak konsumen dari produk-produk industri manufaktur dan jasa.

Dalam sebuah diskusi di Satudunia 28 Oktober 2010 lalu, peneliti ICT (Information

Communication and Technology) for Development dari Manchester University Yanuar Nugroho

mengatakan bahwa dalam neoliberalisme kepemilikan privat tersebut sudah demikian absolut dan

keramat, tanpa peran sosial apapun juga kecuali untuk akumulasi laba privat. “Singkatnya, dalam

faham neoliberal, tidak cukup ada pasar, tetapi tidak boleh ada yang lain selain pasar” jelasnya.

Dari uraian di atas ada beberapa kata kunci tentang neoliberal; Pasar, Korporasi,

Kepemilikan Privat dan Negara. Dengan ketiga kata kunci tersebut, dapat mudah dipahami bahwa

neoliberal adalah sebuah tatanan ekonomi dan politik yang mendorong kepemilikan publik

menjadi kepemilikan privat sehingga dapat ditransaksikan dengan mekanisme pasar.

Peran negara diperlukan untuk menjamin terlaksananya perubahan kepemilikan dari publik

ke privat dan juga menjaga agar mekanisme pasar berjalan dalam transaksi kepemilikan privat

Page 3: Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal

tersebut. Jika mekanisme pasar telah berjalan negara tidak perlu intervensi.

Dalam neoliberal sebisa mungkin dihilangkan paradigma adanya produk barang dan jasa

yang dinilai penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Karena paradigma itu akan

mengundang negara untuk turut campur di dalamnya guna menjamin pemenuhan warganya atas

produk barang dan jasa tersebut. Jika itu terjadi maka korporasi yang menjadi pelaku pasar tidak

bisa mengambil untung dari transaksi di pasar. Point penting lainnya adalah hak publik akan

digeser secara berlahan hanya menjadi hak konsumen.

Neoliberal dan Washington Consensus

Neoliberal juga diidentikan dengan Washington Consensus. Melalui lembaga-lembaga bisnis

bantuan internasional seperti Bank Dunia dan IMF, washington consensus diimplementasikan di

negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lantas, apa itu Washington Consensus? Seperti ditulis di vivanews.com, Direktur Institute

for Development of Economic & Finance M Ikhsan Modjo menjelaskan, Washington Consensus

mulanya adalah paket kebijakan, berupa kesepakatan antara politisi Kongres, badan pemerintah,

dan bank sentral AS, serta lembaga keuangan internasional mengenai cara pemulihan ekonomi di

negara-negara berkembang.

John Williamson (1990) merumuskan Washington Consensus ke dalam 10 butir yaitu:

Disiplin kebijakan fiskal

1. Pengalihan belanja subsidi, kecuali susidi langsung, pada belanja pendidikan, kesehatan,

dan infrastruktur

2. Reformasi pajak - memperluas basis pajak dan penurunan tingkat pajak

3. Suku bunga yang ditentukan pasar dan positif secara riil

4. Nilai tukar kompetitif

5. Liberalisasi perdagangan, terutama penghapusan lisensi dan penerapan tarif tunggal

7. Liberalisasi investasi langsung asing

8. Privatisasi BUMN

9. Deregulasi - penghapusan regulasi yang menghambat persaingan, kecuali untuk menjaga

Page 4: Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal

keamanan, lingkungan, perlindungan konsumen, dan pengawasan lembaga keuangan.

10.Perlindungan hak milik.

Telematika di Bawah Cengkraman Neoliberal, Apaan tuh?

Definisi Telematika menurut Rancangan Undang Undang

(RUU) Telematika adalah perpaduan antara telekomunikasi

dan teknologi informasi. Kebanyakan orang menyebutnya

dengan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) atau

dalam bahasa Inggris sering disingkat dengan nama ICT

(Information and Communication Technology).

Lantas apa hubungannya telematika dengan neoliberal? Muhammad Salahuddien, seorang

pakar internet dari ID-SRITTI (Indonesia Security Incident Response Team on Internet

Infrastructure) dalam sebuah diskusi dengan Satudunia di Jakarta, 20 Juli 2010, mengatakan

bahwa di Indonesia industry ICT adalah industri yang paling matang dan sepenuhnya liberal.

“Dominasi sepenuhnya oleh market driver dan tehnology driver. Jadi peran pemerintah

apalagi masyarakat menjadi minimal,” jelasnya, “Kondisi industri komunikasi ini sudah sangat

liberal, sehingga ketika pemerintah ingin manjadikan milik publik menjadi sangat sulit,”

Muhammad Salahuddien menambahkan bahwa satu-satunya peran masyarakat dalam ICT

yang tersisa adalah peran menjadi konsumen. “Peran masayarakat lah yang sekarang ini masih

sangat kosong, kecuali berperan sebagai pembeli,” tegasnya.

Dari uraian di atas mulai nampak, meskipun sekilas, cengkraman sistem neoliberal dalam

persoalan telematika di Indonesia. Dan cengkraman neoliberal itu semakin terang benderang

dalam RUU Konvergensi Telematika yang rencananya pada tahun 2011 akan masuk di DPR untuk

dibahas.

Dalam penjelasan RUU Konvergensi Telematika secara gamblang disebutkan, bahwa salah

satu yang melatarbelakangi munculnya RUU Konvergensi Telematika adalah “Tekanan atau

dorongan untuk mewujudkan perubahan paradigma telematika dari vital dan strategis dan

menguasai hajat hidup orang banyak menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan semakin

Page 5: Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal

besar melalui forum-forum regional dan internasional dalam bentuk tekanan untuk pembukaan

pasar (open market)”.

Tahapan Liberalisasi Sektor Telekomunikasi

Cengkraman neoliberal di sektor telematika ternyata tidak dilakukan secara serentak

seperti membalik telapak tangan, melainkan secara bertahap. Para pengusung paham neoliberal

paham betul bahwa jika dilakukan secara serentak, maka akan mendapatkan resistensi atau

perlawanan yang besar dari seluruh elemen masyarakat.

Cengkraman neoliberal di Indonesia dilakukan secara bertahap. Tahapan itu dimulai

dengan perubahan status perusahaan negara di sektor telekomunikasi. Sebelum tahun 1961

perusahaan telekomunikasi berstatus jawatan. Pada tahun 1961, status jawatan diubah menjadi

Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Kemudian pada tahun 1965, PN

Postel dipecah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos & Giro) dan Perusahaan

Negara Telekomunikasi (PN Telekomunikasi).

Pada tahun 1974, PN Telekomunikasi diubah namanya menjadi Perusahaan Umum

Telekomunikasi (Perumtel) yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi nasional maupun

internasional. Tahun 1980 seluruh saham PT Indonesian Satellite Corporation Tbk. (Indosat)

diambil alih oleh pemerintah RI menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk

menyelenggarakan jasa telekomunikasi internasional, terpisah dari Perumtel.

Pada tahun 1989, ditetapkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang

Telekomunikasi, yang juga mengatur peran swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Pada

tahun 1991 Perumtel berubah bentuk menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)

Telekomunikasi Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1991.

Apa implikasi dari perubahan status itu? Perubahan status perusahaan telekomunikasi

ternyata juga berimbas bagi orientasi perusahaan tersebut. Perusahaan Negara memiliki orientasi

pelayanan kepada publik. Perum merupakan perusahaan yang 50% profit, dan PT merupaka

perusahaan yang 100% profit, meskipun tugas pelayanan umum tetap melekat di masing-masing

bentuk usaha. Dari sini kita dapat melihat bagaimana orientasi pelayanan kepada warga negara

Page 6: Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal

berubah menjadi pelayanan kepada konsumen. Kondisi ini bisa menjawab terjadinya kesenjangan

akses telematika antara kawasan Indonesia barat dan timur.

Telamatika di Bawah Neoliberal, Siapa Untung-Siapa Buntung?

“Bicaralah tentang hak konsumen, jangan bicara tentang hak publik”. Itu sebuah ungkapan

yang tepat ketika sistem neoliberal telah menancap kuat di sebuah negeri. Apa bedanya hak

konsumen dan hak publik?

Hak konsumen muncul akibat transaksi ekonomi seseorang dengan sebuah perusahaan.

Sebelum ada hubungan transaksional tidak ada hak konsumen. Sedangkan hak publik muncul

karena sebuah kontrak politik warga negara dengan pemerintah. Negara memiliki kewajiban

untuk menghormati, menghargai, melindungi dan memenuhi hak warga negaranya. Sesuatu

produk barang dan jasa yang dinilai penting dan menguasai hajat hidup orang banyak menjadi

hak warga negara yang harus dipenuhui oleh pemerintah.

Dalam RUU Konvergensi Telematika yang dipaparkan dalam konsultasi publik pada 20

Oktober 2010 di Jakarta, pereduksian hak warga negara menjadi sekedar hak konsumen nampak

jelas. Hal itu nampak tidak adanya secara explisit pasal yang mengatur hak warga negara atas

pelayanan universal atas layanan telematika.

Di dalam Pasal 38 draft RUU Konvergensi Telematika memang disebutkan mengenai

kewajiban negara untuk membangun pelayanan universal. Tapi di dalam RUU itu tidak disebutkan

apa yang menjadi hak warga negara bila kewajiban negara itu tidak dilaksanakan. Akibatnya, hak

warga negara untuk mendapatkan layanan dasar telematika ini akan mudah dilanggar dalam

praktiknya.

Kewajiban pelayanan dasar telematika adalah kewajiban penyediaan layanan telematika

agar masyarakat, terutama di daerah terpencil atau belum berkembang, mendapatkan akses

layanan telematika.

Karena konsekuensi dari liberalisasi telematika lebih mengutamakan penumpukan laba

perusahaan maka fokus pengembangan infrastruktur telematika pun berada di kawasan Indonesia

Barat, khususnya Pulau Jawa. Di kawasan Indoensia barat, khususnya Pulau Jawa, selain

Page 7: Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal

penduduknya relatif banyak, juga pendapatan ekonominya relatif tinggi dibanding penduduk di

kawasan Indonesia timur. Artinya, penduduk di Indonesia Barat, khususnya Jawa sangat

berpotensi menjadi konsumen telematika dibandingkan pendududk di kawasan Indonesia timur.

Gambar 1. Slide EXISTING fiber Optics

Akibatnya, penduduk di kawasan Indonesia timur tidak memiliki akses terhadap

telematika. Kondisi ini sering disebut sebagai sebuah kesenjangan digital. Ini sesuatu yang ironis,

padahal di kawasan Indonesia timur adalah daerah yang kaya akan sumber daya alam. Ketiadaan

akses telematika ini bisa jadi yang menyebabkan pendapatan ekonomi penduduk di kawasan

Indonesia Timur selalu lebih rendah dibandingkan penduduk di kawasan Indonesia barat,

terutama Pulau Jawa.

Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada akhir 2004, seperti

ditulis www.iptek.net, menunjukan, bahwa sebanyak 75 persen pelanggan dan pengguna internet

berlokasi di Jakarta, 15 persen di Surabaya, 5 persen di daerah lain di pulau Jawa dan 5 persen

sisanya di propinsi lainnya.

Pihak yang 'buntung' ketika telematika berada di bawah cengkraman neoliberal sudah

mulai kelihatan dari uraian di atas. Samar-samar tirai pun mulai tersingkap bahwa korporasi

telematika menjadi pihak yang diuntungkan ketika telematika berada dalam cengkraman

neoliberal. Lantas, apakah negara juga diuntungkan dengan kondisi tersebut? Kemana sebenarnya

Page 8: Indepth report telematika di bawah cengkraman neoliberal

larinya uang dalam bisnis telematika di bawah cengkraman neoliberal ini? Sebuah pertanyaan

yang harus dijawab sebelum cengkraman neoliberal semakin kuat di sektor telematika Indonesia.

Bahan Bacaan:

1. Ekonom: Kwik Tak Bisa Bedakan Neozep dan Neolib,

http://www.tempointeraktif.com/hg/Pemilu2009_presiden/2009/05/26/brk,20090526-

178169,id.html

2. Brief Paper-RUU Konvergensi Telematika, http://www.satudunia.net/content/brief-paper-

ruu-konvergensi-telematika

3. Notulensi FGD Satudunia, “Adopsi ICT di NGOs dan Dampaknya Bagi Masyarakat Rentan”,

20 Juli 2010

4. Notulensi diskusi Satudunia, “Tragedi Lumpur Lapindo, Menggagas Perlawanan di Dunia

Maya” , 28 Oktober 2010.

5. Kertas Posisi Satudunia tentang ICT, http://www.satudunia.net/content/kertas-posisi-

satudunia-tentang-ict

6. Apa Itu Washington Consensus, http://bisnis.vivanews.com/news/read/61102-

apa_itu_washington_consensus _

7. Telemkomunikasi Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Telekomunikasi_Indonesia

8. Lena Herliana, Fenomena Privatisasi BUMN, 2010