imsf 5- mikroenkapsulasi ekstrak pegagan-pisang

Upload: jazil-nurhidayat

Post on 02-Mar-2016

95 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan jenis retrovirus berbahaya

    yang mampu melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini memiliki

    masa clinical latency cukup lama dan pada akhirnya menyebabkan kumpulan

    tanda dan gejala penyakit menular yang sangat sulit disembuhkan yaitu Acquired

    Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). Penyakit HIV/AIDS masih menjadi

    masalah besar di Indonesia. Menurut laporan UNICEF Indonesia, setiap 25 menit

    terdapat satu orang baru yang terinfeksi virus HIV1. Sementara itu, angka

    kematian akibat HIV/AIDS di Indonesia naik 16 kali lipat selama sepuluh tahun

    terakhir2. Pada tahun 2002 tercatat jumlah kematian akibat HIV/ AIDS di

    Indonesia mencapai 62 orang. Namun, pada tahun 2012 jumlahnya mencapai

    lebih dari 1.146 orang.

    Berdasarkan berbagai sumber data, saat ini penderita HIV/AIDS tidak hanya dari

    golongan orang dewasa yang gemar melakukan hubungan seks dan berganti-ganti

    pasangan. Anak-anak bahkan bayi yang baru lahir pun telah banyak terinfeksi

    virus ini. Hingga Maret 2013, jumlah kumulatif anak usia di bawah 5 tahun yang

    menderita AIDS sudah mencapai 3% dari total 43.347 penderita1. Angka ini bisa

    jadi jauh lebih sedikit dari jumlah sebenarnya mengingat masa inkubasi virus HIV

    bisa mencapai 8-10 tahun.

    Virus HIV menyerang dan menghancurkan sel-T atau sel CD4+. Pada selubung

    tubuh virus ini terdapat dua jenis protein carier yang mengandung gula manosa

    (glikoprotein) yaitu gp120 dan gp41. Keduanya berperan dalam memediasi

    pengenalan sel CD4+ dan kemokin sehingga memungkinkan virus menempel dan

    menyerang sel CD4+ 3. Selanjutnya, virus HIV menggunakan sel ini untuk

    bereplikasi. Jumlah sel CD4+ yang semakin turun juga menyebabkan kemampuan

    tubuh untuk melawan infeksi maupun penyakit menjadi menurun. Tubuh menjadi

  • 2

    sangat rentan terhadap infeksi dan penyakit. Selain itu, ukuran dan kompleksitas

    virus ini memicu aktivasi sel-B poliklonal. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya

    penyakit autoimun dimana sistem imun kehilangan kemampuan untuk

    membedakan sel tubuh dengan sel asing sehingga sistem imun akan menyerang

    sel tubuh sendiri.

    Selama masa inkubasi, kapasitas virus di dalam tubuh terus meningkat sementara

    jumlah CD4+ terus menurun. Berkembangnya cryptosporidiosis, TBC paru dan

    getah bening, demam persisten (lebih dari satu bulan), candidasis persisten,

    pneumonia berulang, berat badan menurun, virus herpes Sarkoma Kaposi (SKHV)

    dan infeksi oportunistik lainnya umum terjadi pada keadaan ini. Akhirnya

    keadaan ini menyebabkan kumpulan tanda dan gejala penyakit menular yang

    sampai sekarang belum ada obatnya, yaitu Acquired Immuno Deficiency

    Syndrome (AIDS).

    Belum ada obat untuk penderita AIDS. Sejauh ini, upaya penanganan pada pasien

    yang terinfeksi virus HIV dengan menggunakan senyawa kimia sebagai

    antiretroviral (ARV). ARV bekerja dengan menghambat tahapan dari siklus hidup

    virus HIV sehingga memperlama masa inkubasinya. Siklus tersebut terdiri dari

    enam tahap, yaitu: binding dan injeksi, revers transkripsi, integrasi, replikasi,

    pertunasan, dan maturasi. Beberapa jenis ARV yang lazim digunakan adalah

    zidovudine dan lamivudin.

    Menurut data beberapa tahun terakhir, penggunaan satu jenis ARV untuk terapi

    lebih cepat menyebabkan resistensi obat4 dan kembalinya progresivitas penyakit

    5.

    Efek samping lain seperti anemia, netropenia, mual, muntah dan asidosis laktat

    juga perlu mendapat perhatian. Untuk mengatasi itu, kini mulai dikembangkan

    produk fixed-doze combination (FDC)6. FDC bisa dibuat dengan

    mengkombinasikan jenis ARV yang sudah ada maupun dengan jenis baru yang

    didapat dari bahan alam. Penggunaan bahan-bahan alami sebagai terapi bagi

    penderita HIV/AIDS menjadi salah satu alternatif jenis ARV yang memiliki

    banyak keuntungan karena murah, efek samping yang minimal serta belum

  • 3

    mengalami resistensi. Bahan alam yang berpotensi dalam hal ini adalah pisang

    dan pegagan.

    Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

    Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu.

    Berada diantara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang

    yang bersusun-susun (buahnya), dan naungan yang terbentang luas,

    dan air yang tercurah. (QS. Al-Waaqiah: 27-31)

    Pendapat mayoritas Ulama dari kalangan Shahabat dan Tabiin adalah bahwa

    yang dimaksud dengan adalah pisang. Dan ini adalah yang disebutkan oleh

    para ahli Tafsir seperti ath-Thabari, ar-Razi, al-Qurtubi, Ibnu Katsir dan asy-

    Syaukani rahimahumullah.

    Tanaman pisang atau Musa acuminata merupakan jenis terna raksasa dari suku

    Musaceae. Pisang telah banyak diteliti dan dilaporkan memiliki aktivitas biologis

    seperti antiulcerogenik, antidiabetik, antiatherogenik, antikanker, dan

    antimutagenik7. Kandungan nutrisi pisang antara lain kalsium, lemak, kalium,

    vitamin, karbohidrat, protein yang bermanfaat bagi kesehatan dan kecantikan.

    Selain itu, pisang juga mengandung lectin., suatu protein yang berpotensi sebagai

    antivirus HIV karena mampu mengikatkan diri pada gp120 yang terdapat pada

    permukaan sel HIV serta menginhibisi aktivitas reverse trankriptase virus

    tersebut8. Selain itu, pisang juga dapat berperan sebagai immunomodulator

    9.

    Sementara itu, Centella asiatica atau yang lebih dikenal sebagai pegagan di

    Indonesia ternyata menjanjikan prospek positif sebagai salah satu

    immunomodulator10

    . Pada sel darah mononuclear tepi manusia, ekstrak pegagan

    (Centella asiatica) dapat meningkatkan proliferasi dan produksi IL-2 dan TNF-a

    secara signfikan. Meningkatnya IL-2 ternyata mempunyai pengaruh dalam

    peningkatan proliferasi limfosit T aktif dan mengaktivasi limfosit B. Aktivitas ini

    akhirnya menstimulasi proses proliferasi dan sekresi immunoglobulin11

    . Hal ini

    berdampak positif terhadap pasien infeksi HIV yang telah menjalani terapi

  • 4

    antiviral. Oleh karena itu, dalam karya tulis ini akan dibahas mengenai potensi

    kombinasi pisang dan pegagan sebagai alternatif pengobatan pada penderita HIV.

    Kombinasi pisang dan pegagan ini diharapkan akan bekerja lebih optimal melalui

    proses mikroenkapsulasi.

    1.2 Rumusan Masalah

    1. Apakah lectin pada pisang dan ekstrak pegagan dapat menghambat laju

    infeksi HIV?

    2. Bagaimana aktivitas lectin pada pisang dan ekstrak pegagan sebagai

    immunomodulator?

    3. Bagaimana proses mikroenkapsulasi kombinasi ekstrak pisang dan

    pegagan?

    1.3 Tujuan

    1. Menganalisis pengaruh lectin pada pisang dan ekstrak pegagan terhadap

    aktivitas virus HIV.

    2. Mengetahui aktivitas lectin pisang dan ekstrak pegagan sebagai

    immunomodulator.

    3. Mengetahui proses mikroenkapsulasi kombinasi ekstrak pisang dan

    pegagan.

    1.4 Manfaat

    1. Memberikan solusi jenis baru obat antiretroviral HIV yang terjangkau

    dan dapat dikombinasikan dengan jenis antivirus HIV sebelumnya.

    2. Meningkatkan nilai tambah pisang dan pegagan sebagai

    immunomodulator pada terapi HIV.

    3. Memberikan masukan sebagai bahan pengembangan penelitian lebih

    lanjut dalam penanganan HIV.

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan Human Immuno Virus

    (HIV)

    AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan

    gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat

    infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). HIV adalah salah satu

    virus yang termasuk famili retroviradae. Sedangkan AIDS merupakan tahap akhir

    dari infeksi HIV12

    .

    Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus termasuk dalam famili

    retroviradae dan tergolong dalam subfamili lentivirae. Sebagai retrovirae, virus ini

    mampu melakukan transkripsi RNA menjadi DNA lalu menggandakan diri

    dengan memanfaatkan DNA sel inang. Sementara itu, salah satu karakteristik

    yang membedakan lentivirus dengan retrovirus lain adalah kompleksitas

    genomnya. Sebagian besar retrovirus dapat melakukan replikasi dengan tiga gen

    utama yaitu gag, pol dan env. Gag dan env mengkode nucleocapsid serta surface-

    coat protein, sedangkan pol mengekspresikan viral reverse transcriptase dan

    enzim lainnya. Genom HIV hanya terdiri dari 9 kb RNA yang tidak hanya

    mengandung tiga gen utama ini, tetapi juga enam gen lainnya (vif, vpu, vpr, tat,

    rev dan nef). Struktur virion HIV berupa ikosahedral dengan 72 duri eksternal.

    Duri ini dibentuk oleh dua protein envelope utama yaitu gp120 dan gp41.

    Keduanya berperan dalam memediasi pengenalan sel CD4+ dan kemokin

    sehingga virus menempel dan merusak sel CD4+ 3

    . Semakin berkurangnya

    jumlah sel CD4+ menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi maupun

    penyakit melemah sehingga tubuh rentan terhadap infeksi dan penyakit.

  • 6

    Gambar 1. Diagram skematik virion HIV

    2.1.1 Siklus Hidup Virus HIV

    Virus HIV ditularkan melalui injeksi langsung ke aliran darah, serta kontak

    membran mukosa atau jaringan yang terlukan dengan cairan tubuh tertentu yang

    berasal dari penderita HIV. HIV menginfeksi sel inang dan mempersingkat masa

    hidupnya karena sel tersebut digunakan oleh virus HIV untuk menghasilkan

    beberapa salinan baru HIV. Dalam satu hari virus ini dapat menghasilkan 107-10

    10

    virion. Dalam 24 jam pertama setelah paparan, HIV menyerang atau ditangkap

    oleh sel dendritik dalam selaput lendir dan kulit. Dalam waktu 5 hari setelah

    paparan, sel-sel yang terinfeksi membuat jalan mereka ke kelenjar getah bening

    dan akhirnya ke darah perifer, di mana replikasi virus menjadi cepat. Sel CD4+

    yang bertugas merespon antigen virus bermigrasi ke kelenjar getah bening. Sel ini

    mulai aktif dan kemudian berkembang biak melalui interaksi yang kompleks dari

    sitokin dilepaskan dalam lingkungan mikro dari kelenjar getah bening. Hal ini

    membuat CD4 + sel lebih rentan terhadap infeksi HIV.. Sebaliknya, monosit yang

    terinfeksi HIV memungkinkan virus HIV bereplikasi. Dengan demikian, monosit

    berperan sebagai reservoir HIV dan efektor dari kerusakan jaringan3.

    Siklus tersebut terdiri dari enam tahap, yaitu: binding dan injeksi, revers

    transkripsi, integrasi, replikasi, pertunasan, dan maturasi.

  • 7

    Binding dan Injeksi

    Pada tahap ini terjadi interaksi antara antara gp120 dan gp41 dengan reseptor

    CD4+ dan makrofag. Aktivitas tersebut difasilitasi oleh kemokin reseptor CCR5

    dan CXCR4. Selain itu, virus juga berinteraksi dengan ko-reseptor yang berasal

    dari luar sel CD4+ dan makrofag. Interaksi tersebut menyebabkan bahan genetik

    virus dapat masuk ke dalam sel inang, sementara selubung virus tetap di luar.

    Masuknya virus HIV merangsang pelepasan enzin reverse transkriptase, integrase

    dan protease.

    Reverse Transkripsi

    Enzim reverse trnskriptase memediasi konversi bahan genetik virus dari RNA

    menjadi DNA. Satu untai DNA yang terbentuk kemudian bereplikasi menjadi

    double strand DNA virus HIV.

    Integrasi

    DNA HIV kemudian masuk ke inti sel CD4+ untuk berintegrasi dengan DNA

    inang dengan mediator enzin integrase. Selanjutnya DNA virus mengambil alih

    kendali kerja sel tersebut.

    Replikasi

    DNA virus mulai memerintahkan untuk terjadi sintesis protein komponen

    penyusun virus.

    Pertunasan

    Komponen-komponen penyusun virus tersebut bergabung menjadi virus baru dan

    kemudian keluar dari sel melalui dindingnya. Virus-virus baru tersebut telah

    memiliki kemampuan menginfeksi dan meninggalkan sel CD4+ yang telah rusak.

    Maturasi

    Untuk dapat menginfeksi sel CD4+ baru, enzim protease HIV memotong protein

    HIV panjang dari virus menjadi unit-unit fungsional yang lebih kecil yang

  • 8

    kemudian berkumpul kembali untuk membentuk virus matang. Virus ini sekarang

    siap untuk menginfeksi sel-sel lain maupun bermigrasi ke host yang berbeda.

    2.2 Pisang (Musa acuminata)

    2.2.1 Taksonomi

    Taksonomi tumbuhan pisang dijelaskan sebagai berikut 13:

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Magnoliophyta

    Kelas : Liliopsida

    Ordo : Zingiberales

    Famili : musaceae

    Genus : musa

    Spesies : Musa acuminata

    2.2.2 Klasifikasi

    Jenis pisang dibagi menjadi tiga14

    :

    1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca

    varSapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya

    pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas.

    2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma

    typica atau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka,

    tanduk dan kepok.

    3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya.

    Misalnya pisang batu dan klutuk.

    4. Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca).

    2.2.3 Morfologi Tanaman

    Akar,

  • 9

    Gambar 2. Akar pisang

    Tanaman pisang berakar serabut dan tidak memiliki akar tunggang. Akar serabut

    tersebut tumbuh pada umbi batang, terutama pada bagian bawah. Akar-akar yang

    tumbuh dibagian bawah akan tumbuh lurus menuju pusat bumi hingga kedalaman

    75-150 cm, sementara perakaran yang tumbuh di bagian atas tumbuh menyebar

    kearah samping 15

    Batang

    Gambar 3. Batang pisang

    Tanaman pisang berbatang sejati. Batang sejati tanaman pisang tersebut berupa

    umbi batang yang berada didalam tanah. Batang sejati tanaman pisang bersifat

    keras dan memiliki titik tumbuh (mata tunas) yang akan menghasilkan daun dan

    bunga pisang 15

    .

    Daun

    Gambar 4. Daun pisang

  • 10

    Daun tanaman pisang berbentuk lanset panjang, memiliki tangkai panjang

    berkisar antara 30 -40 cm. Tangkai daun ini bersifat agak keras dan kuat serta

    mengandung banyak air. Kedudukan daun agak mendatar dan letaknya lebar daun

    pisang memiliki lapisan lilin pada permukaan bagian bawahnya 15

    Bunga

    Gambar 5. Bunga tanaman pisang

    Bunga tanaman pisang berbentuk bulat lonjong dengan bagian ujung runcing.

    Bunga tanaman pisang yang baru muncul, biasa disebut jantung pisang. Bunga

    tanaman pisang terdiri dari tangkai bunga, daun penumpung, daun pelindung

    bunga dan mahkota bunga 15

    .

    Buah

    Gambar 6. Buah pisang

    Buah pisang memiliki bentuk ukuran, warna kulit, warna daging buah, rasa dan

    aroma yang beragam, tergantung pada varietasnya. Bentuk buah pisang ambon bulat

    panjang, bulat pendek, bulat agak persegi dan sebagainya 15.

  • 11

    Buah pisang yang sudah tua mempunyai ciri-ciri: buah tampak padat berisi, segi-

    segi buah (lingir) hampir hilang, bagian ujung buah yang terlihat pada buah muda

    tidak ada lagi. Tangkai putik pun sudah hilang, warna kulit buah berubah, dari

    hijau menjadi kekuningan, pada tingkat kemasakan penuh, terlihat beberapa buah

    pada tandan yang sudah masak 16

    . Semula pisang berwarna hijau karena adaya

    klorofil pada kulitnya. Perubahan tingkat kemasakan menyebabkan warna buah

    menjadi kuning karena adanya pigmen karotenoid. Berat daging buah pisang pada

    permulaan perkembangan buah sangat rendah, sedangkan berat kulit sangat tinggi.

    Seiring semakin masaknya buah, berat daging buah bertambah disertai sedikit

    demi sedikit pengurangan berat kulitnya. Hal ini mungkin disebabkan selulosa

    dan hemiselulosa pada kulit pisang16

    .

    2.2.4 Habitat

    Pisang merupakan tanaman buah yang banyak terdapat di kawasan Asia

    Tenggara, termasuk Indonesia. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa

    Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang 14

    . Karakteristik habitat pisang adalah

    sebagai berikut14

    :

    Iklim

    1. Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung pertumbuhan pisang. Namun

    demikian pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis. Pada kondisi tanpa

    air, pisang masih tetap tumbuh karena air disuplai dari batangnya yang berair

    tetapi produksinya tidak dapat diharapkan.

    2. Angin dengan kecepatan tinggi seperti angin kumbang dapat merusak daun dan

    mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

    3. Curah hujan optimal adalah 1.5203.800 mm/tahun dengan 2 bulan kering.

    Variasi curah hujan harus diimbangi dengan ketinggian air tanah agar tanah

    tidak tergenang.

    Media Tumbuh

    1. Pisang dapat tumbuh di tanah yang kaya humus, mengandung kapur atau tanah

    berat. Tanaman ini rakus makanan sehingga sebaiknya pisang ditanam di tanah

    berhumus dengan pemupukan.

  • 12

    2. Air harus selalu tersedia tetapi tidak boleh menggenang karena pertanaman

    pisang harus diari dengan intensif. Ketinggian air tanah di daerah basah adalah

    50 - 200 cm, di daerah setengah basah 100 - 200 cm dan di daerah kering 50

    150 cm. Tanah yang telah mengalami erosi tidak akan menghasilkan panen

    pisang yang baik. Tanah harus mudah meresapkan air. Pisang tidak hidup pada

    tanah yang mengandung garam 0,07%.

    Ketinggian Tempat

    Tanaman ini toleran akan ketinggian dan kekeringan. Di Indonesia umumnya

    dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan setinggi 2.000 m dpl. Pisang

    ambon, nangka dan tanduk tumbuh baik sampai ketinggian 1.000 m dpl.

    2.2.5 Pemanfaatan Pisang

    Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral

    dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan

    tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui

    proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagi

    pembungkus berbagai macam makanan trandisional Indonesia.

    Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dsb. Batang

    pisang yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak

    ruminansia (domba, kambing) pada saat musim kemarau dimana rumput

    tidak/kurang tersedia.

    Secara tradisional, air umbi batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat

    disentri dan pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang digunakan

    sebagai obat sakit kencing dan penawar racun 14

    .

    2.2.6 Kandungan dalam Pisang

    Kandungan gizi pisang terdiri dari air, karbohidrat, protein, lemak dan vitamin A,

    B1, B2 dan C. Komposisi kandungan gizi pisang dapat dilihat pada tabel berikut

    17 :

  • 13

    2.2.7. Lectin pada Buah Pisang

    Lectin merupakan protein terbanyak yang terdapat pada buah pisang yang telah

    matang. Lectin merupakan salah satu zat yang berasal dari famili jacalin-related

    lectin yang secara spesifik berikatan dengan gugus gula tertentu dan memiliki

    reaksi kimia terhadap gugus gula tersebut. Lectin merupakan zat homodimer yang

    terdiri dari dua subunit 15kDa yang identik18

    .

    Lectin banyak didapatkan di alam, dimana lectin mengikatkan diri pada

    karbohidrat yang larut atau pada gugus fungsional karbohidrat yang terdapat pada

    glikoprotein atau glikolipid. Lectin terdapat di berbagai jenis makanan yang biasa

    dikonsumsi sehari-hari, seperti tepung, jagung, kentang, kacang, kacang panjang,

    pisang, kedelai, jamur, nasi, dan tomat. Lectin diketahui memiliki beberapa

    manfaat bagi kesehatan tubuh, antara lain efektif sebagai agen anti kanker karena

    mengikat membrane sel kanker dan menyebabkan sitotoksikm apoptosis, dan

    penghambatan terhadap perkembangan tumor, disamping itu, lectin juga dapat

    mengaktifkan berbagai system imun tubuh melalui pengaktifan berbagai

    interleukin dan jalur tirosin kinase G 8.

    Tabel 1. Komposisi Kandungan Gizi Pisang (Per Berat Basah Isi)

  • 14

    2.3 Pegagan (Centella asiatica)

    Kelas : Dicotyledon

    Sub-kelas : Polypetalae

    Order : Umbellales

    Familia : Umbelliferae (Apiaceae)

    Genus : Centella

    Spesies : asiatica

    Centella asiatica atau yang lebih sering dikenal sebagai pegagan di Indonesia,

    merupakan famili Apiaceace (Umbelliferae) yang kerap ditemukan di hampir

    seluruh belahan dunia. Pegagan merupakan tanaman iklim tropik yang tumbuh di

    daratan rendah hingga 2500 dpl19. Spesies ini banyak ditemukan di tanah yang

    subur atau daerah lembap seperti rawa-rawa, terutama pada musim hujan20.

    Gambar 7. Centella asiatica 21

    Tanaman ini juga dikenal sebagai Pegaga di Malaysia, Luei Gong Gen atau

    Tung Chai di China, dan Vallarai di India. Tanaman ini tumbuh menjalar

    hingga tingginya mencapai 30 cm, memiliki daun berbentuk kipas22. Bangsa

    Melayu sudah terbiasa mengkonsumsi tanaman ini sebagai sayuran segar.

    Pegagan mempunyai potensi tinggi dalam pengobatan. Pegagan juga merupakan

    salah satu tanaman yang populer dalam beberapa sistem pengobatan tradisional di

    India, China, Srilanka, Nepal, dan Madagascar 21. Ilmu kedokteran tradisional

  • 15

    Ayurvedic sudah sejak lama menggunakan Centella asiatica untuk mengobati

    radang, anemia, asma, kelainan darah, bronkitis, demam, dan splenomegali 22.

    Centella asiatica mengandung beberapa jenis senyawa kimia seperti 21:

    Triterpenoids

    Termasuk asiaticoside, centelloside, madecossoside, thankunside, asam

    isothankunik, centellosa, asam asiatik, asam centellik, asam madekassik,

    brahmosida, brahminosida, brahmicacid. Pada daun pegagan lebih banyak

    ditemukan asiaticoside dan madecossoside, daripada akarnya 21. Akar pegagan

    kaya akan asam amino seperti aspartat, glutamat, serin, threonin, alanin, lysin dan

    histidin 20

    Tabel 2. Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul beberapa senyawa pada

    pegagan 23

  • 16

    Gambar 8. Struktur asam asiatik, asam madekasik, dan asiatikosida 21

    Asam volatil dan asam lemak

    Asam lemaknya terdiri dari gliseril palmitat, stearat, lignocerit, oleat, linoleat, dan

    asam linoleat 21.

    Alkaliod

    Alkaloid semacam hydrocotylin bisa didapatkan pada pegagan kering 21 .

    Glikosida

    Asiatikosida, madekososida, centellosida terisolasi pada beberapa bagian pegagan.

    Saat dihidrolisis, glikosida-glikosida ini menghasilkan asam tritepen, asam asiatik,

    asam madegaskarik dan asam centellik. Semua zat tersebut tersedia dalam bentuk

    bebas, kecuali asam centellik 21 .

    Flavanoid

    Pada daun terdapat flavanoid, 3-glucosylquercetin, 3-glucosylkaemferol, dan 7-

    glucosylkaemferol. Selain itu, pada daun pegagan juga kaya vitamin B, vitamin C,

    dan vitamin G.

    2.3.1 Pegagan sebagai Anti-Inflamasi

    Ekstrak pegagan (Centella asiatica) ternyata juga mempunyai efek antiinflamasi.

    Pada dosis 2 mg/kg, ekstrak pegagan sudah menunjukkan hasil signifikan sebgai

    antiinflamator. Jika diberikan pada dosis yang lebih tinggi, ekstrak pegagan

    ternyata bekerja lebih efektif dari asam mefenamat - salah satu jenis

  • 17

    antiinflamator non-steroid 22. Efek ini berkaitan dengan kandungan triterpen yang

    tinggi pada pegagan (Centella asiatica).

    2.3.2 Pegagan Sebagai Immunomodulator

    Senyawa pectin yang terdapat pada ekstrak Centella asiadica terbukti

    menunjukkan aktivitas modulasi sistem imun 21. Senyawa triterpenoid saponin

    dalam ekstrak metanol pegagan juga berperan dalam mengawali sistem

    immunomodulator.

  • 18

    BAB III

    METODE PENULISAN

    3.1 Metode Penulisan

    Bentuk penulisan karya tulis ini menggunakan metode studi pustaka.

    Mengambil beberapa sumber dari literatur yang relevan dan disusun secara

    berhubungan sesuai dengan pengangkatan topik yang akan dibahas.

    3.2 Sumber dan Jenis Data

    Data yang menyusun dalam karya tulis ini diambil dari berbagai literatur

    kepustakaan mutakhir baik elektronik ataupun non-elektronik yang ada.

    Data yang relevan bersumber dari beberapa referensi terkait mengenai

    potensi pisang dan pegagan, berupa jurnal ilmiah, maupun artikel cetak dan

    elektronika.

    3.3 Analisis Data

    Data yang didapat disusun dan ditelaah sesuai dengan metode analisis

    deskriptif argumentatif. Menganalisi secara detail potensi pisang dan

    pegagan sebagai immunomodulator. Kemudian diolah secara sistematis dan

    struktural dengan menjawab permasalahan tadi dan mengajukan beberapa

    solusi terkait pemanfaatan potensi pisang dan pegagan sebagai alternative

    terapi bagi penderita HIV/ AIDS.

    3.4 Sifat Tulisan

    Tulisan dalam karya tulis ini bersifat deskriptif dengan diabstraksi dan

    diekstrapolasi dari berbagai teori dan pemikiran ilmiah, terkait dengan

    potensi pisang dan pegagan sebagai alternative terapi bagi penderita HIV/

    AIDS.

  • 19

    BAB IV

    ANALISIS DAN SINTESIS

    4.1 Potensi Pisang sebagai Modulator Sel T CD4+

    HIV akan menyerang sel T CD4 sebagai target utama sel yang akan diinfeksi. Sel

    ini merupakan salah satu komponen utama dalam sistem imunitas pada tubuh

    manusia. Infeksi HIV akan menyebabkan sistem imun mengalami penurunan

    secara berkelanjutan. Sehingga, penurunan jumlah sel T CD4 pada penderita HIV

    dapat dijadikan marker dalam menentukan tingkat penurunan sistem imun.

    Dengan kata lain dapat dijadikan sebagai penanda tingkat keparahan infeksi HIV.

    Oleh karena itu, sel T CD4 harus dipertahankan dan ditingkatkan jumlahnya

    dalam tubuh melalui proses aktivasi sel T CD4 24

    .

    Aktivasi sel T CD4+ dimulai ketika terjadi penempelan protein MHC yang

    terdapat pada sel Antigen Presenting Cell (APC) dengan kompleks T cell

    Receptor (TCR). Hal ini akan menyebabkan koreseptor CD4 atau CD8

    mengaktivasi Lck protein kinase sehingga menyebabkan terjadinya fosforilasi

    pada -associated protein (ZAP-70). Forsforilasi -associated protein (ZAP-70)

    menyebabkan enzim Phospholipase C (PLC) teraktivasi. Aktivasi PLC

    menstimulus lepasnya Ca2+

    dari depo interseluler sehingga Nuclear factor of

    activated T cells (NFAT) teraktivasi8. NFAT yang teraktivasi akan meyebabkan

    peningkatan ekspresi E3 ubiquitin ligases yaitu CBL-B (Casitas B-lineage

    lymphoma B), GRAIL (gene related to anergy in lymphocytes) and ITCH (itchy

    homologue E3 ubiquitin protein ligase). Ketiganya merupakan faktor transkripsi

    early growth response 2 (EGR2) and EGR3 25

    .

  • 20

    Gambar 9. Jalur Aktivasi Sel T CD4+ 25

    Lectin merupakan protein pengikat gula yang secara spesifik memberikan reaksi

    kimia terhadap gugus gula yang diikatnya. dalam jalur ini Lectin dapat berikatan

    dengan reseptor CD4 pada rantai oligoprotein dan rantai saccharida pada CD4,

    yaitu a-linked O-glycosides (3-D-galactose(1-3)DN-acetyl galactosamine) dan

    N-glycosylated, dan mengantarkan sinyal kimia sehingga terjadi autofosforilasi

    Lck protein kinase dan mengaktivasi secara langsung enzim tersebut. Aktivasi

    dari Lck protein kinase menyebbkan jalur diatas teraktivasi dan terjadi

    peningkatan Ca2+

    intraseluler yang mengaktifkan NFAT sehingga sel T CD4+

    dapat teraktivasi8. Proses ini dibuktikan pada penelitian Virginie Lafont tahun

    1994 dengan membandingkan peningkatan kalsium intrasel pada sel Jurkat antara

    sel yang diberi lectin dengan sel yang tidak diberi lectin, setelah pemberian

    genesin, tyrosine-kinase inhibitor. Didapatkan hasil bahwa pada sel yang diberi

    lectin terjadi peningkatan kalsium intraseluler yang signifikan dibandingkan

    dengan sel yang tidak diberikan lectin26, 8

    .

  • 21

    Grafik 10. Peningkatan Kalsium Intrasel yang Diinduksi dengan Pemberian Lectin26

    4.2 Potensi Pisang sebagai Inhibitor Fusi Virus HIV

    Protein gp120 dan gp 41 merupakan protein yang terdapat pada permukaan HIV.

    Protein tersebut yang menjalankan fungsi untuk berikatan pada reseptor CD4 dan

    melakukan fusi membrane untuk selanjutnya menginfeksi sel. Protein gp120 pada

    permukaan HIV mengandung 20-30 sisi yang memungkinkan terjadinya

    glikosilasi 27

    . Glikosilasi ini memiliki banyak perngaruh terhadap siklus sel,

    diantarnya transportasi selular, pengikatan pada reseptor selular 28,29,30

    , sintesis

    protein28,31

    , hingga perlindungan dari respon imun32

    . Glikosilasi ini merupakan

    proses yang essensial bagi virus. Sehingga, target terapi alternatif yang diberikan

    harus mampu menghambat aspek ini.

    Senyawa yang dapat digunakan untuk menghambat laju perkembangan HIV

    adalah senyawa yang memiliki kemampuan dalam menghambat fusi antara virus

    dengan sel target. Ini merupakan target potensial dalam menghambat

    perkembangan virus. Lectin memiliki potensi dalam menghambat fusi antara HIV

    terhadap sel target melalui pengikatan struktur karbohidrat yang terdapat dalam

    permukaan HIV 27

    .

    Lectin yang didapatkan dari buah pisang yang telah matang merupakan molekul

    dimer yang memiliki berast 30kDa 27

    . Lectin ini merupakan anggota dari the

    jacalin-related lectin family dan dikenal memiliki struktur manosa yang tinggi

  • 22

    33,34. Struktur manosa yang tinggi pada lectin buah pisang akan menyebabkan

    senyawa ini berikatan dengan protein gp 120 yang terdapat di permukaan HIV.

    Dengan terikatnya Lectin pada protein ini, gp 120 tidak dapat berikatan dengan

    sel CD4, sehingga fusi sel tidak dapat terjadi18

    .

    Selain itu, lectin pada buah pisang juga memiliki kemampuan dalam berikatan

    terhadap CD4 yang merupakan reseptor spesifik pada sel T CD4+. Pada CD4,

    lectin mengikatkan diri pada rantai oligoprotein dan rantai saccharida, yaitu a-

    linked O-glycosides (3-D-galactose(1-3)DN-acetyl galactosamine) dan N-

    glycosylated26

    . Pengikatan lectin pada reseptor sel T CD4+ ini akan menghambat

    fusi virus HIV dengan sel T yang merupakan target utama virus. Dalam hal ini,

    lectin pada buah pisang bertindak sebagai inhibitor kompetitif dengan HIV,

    karena keduanya memiliki kemampuan dalam berikatan dengan reseptor sel T.

    Lectin pada buah pisang juga memiliki kemampuan pengikatan lebih tinggi dari

    virus HIV. Hal ini dikarenakan lectin bisa berikatan dengan atau tanpa

    membentuk komplek CD3/ TCR terlebih dahulu. Sedangkan pada HIV harus

    membentuk komplek CD3/ TCR terlebih dahulu untuk dapat berikatan dengan

    CD4 26

    .

    4.3 Kinerja Ekstrak Centella asiadica sebagai Immunostimulant

    Pada studi terdahulu tentang imun, Centella asiadica telah menjanjikan prospek

    positif sebagai salah satu immunomodulator. Seperti penelitian yang dilakukan

    Patil et al., 1998 10

    untuk mengevaluasi sifat immunostimulan suspensi cair

    Centella asiadica menggunakan humoral (Haemagglutinating antibody tire)

    dibandingkan dengan alfa-2b interferon. Ternyata tingkat immunostimulant dari

    Centella asiadica adalah sekitar 60% dari alfa-2b interferon.

    Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh sendiri Mali et al.,

    2008 10

    . Ekstrak yang diambil dari daun Centella asiadica ternyata juga

    meningkatkan fungsi fagositosis pada neutrofil manusia. Eksperimen dilakukan

    pada Candida albicans. Dengan intervensi ekstrak pegagan yang diberikan, terjadi

    peningkatan aktivitas cerna (fagositosis) neutrofil terhadap Candida albicans.

  • 23

    Tabel 3. Efek ekstrak Centella asiatica terhadap aktivitas fagositosis neutrofil 10

    Ekstrak pegagan terbukti meningkatkan pergerakan (locomotion) dan kemotaksis

    neutrofil yang diindikasikan dengan bertambahnya jumlah sel yang mencapai

    permukaan filter yang lebih rendah. Hal ini tentu berdampak positif pada pasien

    penderita HIV yang sedang mendapatkan terapi antiretroviral (HAART), karena

    peningkatan neutrofil berhubungan langsung dengan pertambahan jumlah sel

    TCD4 35

    .

    Tabel 4. Efek ekstrak Centella asiadiaca terhadap kemotaksis dan pergerakan neutrofil 10

    Selain itu, pada sel darah mononuklear tepi manusia ekstrak pegagan (Centella

    asiatica) dapat meningkatkan proliferasi dan produksi IL-2 dan TNF- secara

    signifikan 11

    . Meningkatnya IL-2 ternyata punya pengaruh dalam peningkatan

    proliferasi limfosit T aktif dan mengaktifasi limfosit B, aktivitas ini akhirnya akan

    menstimulasi proses proliferasi dan sekresi imunoglobulin 11

    . Meningkatnya

    limfosit T aktif akan berdampak baik pada pasien terinfeksi HIV yang telah

    mendapat terapi antiviral.

  • 24

    Gambar 11. Efek water extract Centella asiatica dan ethanol extract terhadap produksi IL-2 dan

    TNF-alfa pada sel darah mononuklear tepi manusia 11

    4.4 Mikroenkapsulasi Ekstrak Pegagan-Pisang

    Mikroenkapsulasi merupakan suatu proses langsung pada zat aktif yang terdapat

    dalam bentuk partikel halus, cairan maupun bentuk yang terdispersi.

    Mikroenkapsulasi bertujuan untuk mengubah dan melindungi bentuk zat aktif

    serta menutupi rasa dari zat tersebut. Mikroenkapsulasi juga berguna dalam

    mengontrol pelepasan zat aktif sehingga dapat terkendali. Hasil proses

    mikroenkapsulasi digunakan untuk menyalut suatu bahan dengan ukuran yang

    sangat kecil dengan diameter berkisar 15-20 mikron atau kurang dari setengah

    diameter rambut manusia. Hasil proses ini dinamakan mikropartikel 36

    .

    Mikropartikel umumnya terdiri dari mikrokapsul dan mikrosfer. Mikrokapsul

    adalah sistem vesikular dimana obat ini terbatas pada sebuah rongga yang

    dikelilingi oleh struktur berbatas, misalnya, polimer. Mikrokapsul dapat dibagi

    menjadi tiga kelompok, yaitu berinti tunggal, berinti lebih dari satu dan tipe

    matriks. Sedangkan mikrosfer adalah sistem bola matriks di mana obat tersebar

    secara fisik dan merata 36

    .

  • 25

    Proses mikroenkapsulasi pegagan-pisang dapat menggunakan metode pengering

    semprot. Umumnya terdapat tiga metode dalam proses mikroenkapsulasi yaitu:

    teknik emulsi air-minyak-air (w/o/w), metode pemisahan, dan pengering semprot

    37. Pada teknik pengering semprot, pembentukan partikel dicapai oleh emulsi atom

    dengan aliran udara panas di bawah penguapan pelarut yang kuat. Pada teknik ini

    larutan suspensi yang dimikroenkapsulasi cukup dimasukkan ke dalam alat

    pengering semprot dan dihasilkan serbuk mikropartikel38

    . Sehingga, metode

    pengering semprot dapat digunakan sebagai pilihan dalam proses

    mikroenkapsulasi pegagan-pisang.

    4.4.1 Ekstaksi dan Formulasi Sampel

    Proses ekstraksi pegagan-pisang mengacu pada proses ekstraksi BPOM (2005)

    yaitu maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 30%. Serbuk kering simplisia

    pegagan-pisang yang memiliki kemampuan dalam aktivasi Limfosit T serta

    inhibisi fusi dan replikasi HIV, masing-masing sebanyak 1000 g dimaserasi

    sebanyak 2 kali (@24 jam) dengan pelarut etanol 30%, lalu disaring. Filtrat yang

    dihasilkan kemudian diuapkan pelarutnya atau dipekatkan dengan rotary

    evaporator sehingga diperoleh ekstrak yang kental. Lalu dikeringkan dengan oven

    dan disimpan pada suhu -20oC 36

    . Formulasi ekstrak pegagan-pisang

    dikombinasikan dengan konsentrasi tertentu.

    4.4.2 Mikropartikel Kitosan

    Mikropartikel merupakan hasil proses mikroenkapsulasi yang digunakan untuk

    menyalut bahan. Mikropartikel yang digunakan menggunakan bahan polimer

    alami kitosan. Kitosan merupakan biopoliaminosakarida linear alami yang

    diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin merupakan polimer kedua terbanyak di alam

    setelah selulosa, menjadi komponen utama exoskeleton krustasea seperti kepiting,

    udang, lobster dan beberapa jamur seperti Aspergillus, dan Mucor Zygomicetes.

    Kitosan merupakan senyawa polisakarida (1-4)-2-amino-2-deoksi-D-glukosa

    yang saling berikatan beta36

    .

  • 26

    Pada proses pembuatan mikropartikel kitosan dilakukan pengoptimuman

    konsentrasi kitosan dan jumlah formula ekstrak. Formula ekstrak terdiri dari

    gabungan ekstrak pegagan-pisang dalam pelarut etanol 30%. Kitosan dengan

    konsentrasi tertentu dilarutkan dalam asam asetat 39

    . Larutan kitosan 100 mL

    ditambahkan formula ekstrak dengan konsentrasi tertentu. Kemudian campuran

    ditambahkan larutan sodium tripolifosfat (STP) 1 % (v/v) dalam pelarut akuades.

    Campuran diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 30 menit sampai

    homogen, kemudian disonikasi selama 30 menit menggunakan ultrasonikator

    Branson dan dihomogenisasi menggunakan alat homogenizer Armfield model

    L4R selama 10 menit pada 700 rpm. Campuran dianalisis dengan

    spektrofotometer UV-Vis untuk mengetahui kadar ekstrak dalam partikel sebelum

    dan setelah sonikasi. Panjang gelombang maksimum dicari terlebih dahulu pada

    kisaran 200-600 nm. Sampel yang digunakan untuk menentukan panjang

    gelombang maksimum adalah sampel sebelum sonikasi. Blanko yang digunakan

    adalah 10 mL larutan asam asetat 3.5 % ditambahkan 2 mL akuades dan 0.35 mL

    etanol 30 %. Setelah panjang gelombang maksimum diperoleh, kedua variasi

    sampel diukur absorbansnya pada panjang gelombang maksimum dimulai dari

    sampel yang disonikasi 30 menit. Selanjutnya semua sampel diubah menjadi

    mikropartikel menggunakan alat pengering semprot (Mini Spray Dryer Buchi

    190) 36

    .

    Gambar 12. Struktur Kimia Kitosan 36

  • 27

    BAB V

    SIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Simpulan

    1. Senyawa alami lectin pada pisang memiliki peran penting dalam

    menghambat infeksi dan siklus hidup virus HIV melalui beberapa

    mekanisme yang saling menunjang, yaitu:

    Menghambat fusi antara virus dengan sel target

    Bertindak sebagai inhibitor kompetitif dengan HIV

    2. Ekstrak pegagan memiliki peran penting sebagai immunomodulator yang

    sangat menunjang terapi antiretrovirus HIV melalui:

    meningkatkan fungsi fagositosis pada neutrofil

    meningkatkan pergerakan (locomotion) dan kemotaksis neutrofil

    meningkatkan proliferasi dan produksi IL-2 dan TNF- secara

    signifikan

    3. Aplikasi pemanfaatan ekstrak pegagan-pisang dapat dilakukan proses

    mikroenkapsulasi menggunakan mikropartikel kitosan untuk mendapatka

    efek yang lebih optimal.

    5.2 Saran

    1. Untuk meningkatkan efektivitas terapi mikroenkapsulasi ekstrak pegagan-

    pisang ini diperlukan kajian lebih mendalam tentang karakteristik masing

    bahan serta interaksi bahan-bahan yang terkandung dalam keduanya untuk

    dapat lebih ditelaah manfaatnya guna ditingkatkan efektivitasnya dan

    diketahui kekurangannya untuk meminimalisasi efek yang mungkin

    terjadi.

    2. Diperlukan penelitian lebih mendalam mengenai dosis dan metode terbaik

    pemberian terapi untuk mendapatkan hasil pengobatan yang maksimal.

  • 28

    DAFTAR PUSTAKA

    1. UNICEF Indonesia, 2012. Ringkasan Kajian Respon terhadap HIV&AIDS

    (ed. Oktober 2012)

    2. Ditjen PP&PL Kemenkes RI. 2013. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia

    Dilapor s.d. Maret 2013, pp 1-3

    3. Calles, Nancy R. et al. 2010. Pathophysiology of the Human

    Immunodeficiency Virus. HIV Curriculum for the Health Professional: 7-9

    4. Samsuridjal. 2012. Kliping Berita Kesehatan: Mengenal Lebih Dekat

    ARV. Pusat Komunikasi Publik Setjen Kementerian Kesehatan RI.

    5. Louisa, M., & Setiabudy, R. (2007). Antivirus. Dalam Gunawan, S. G.,

    Setiabudy, R., Nafrialdi, & Elysabeth (Ed.). Farmakologi dan terapi (5th

    ed., pp 638-663). Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.

    6. Sweetman, S. C. (Ed.). 2009. Martindale: The Complete drug Reference

    (36th ed.). London: Pharmaceutical Press.

    7. Orhan, Ilkay. 2001. Biological Activities of Musa Species. J Fac Pharm

    Ankara 30 (1): 39-50

    8. Kartika, Arina. Rahmat Haryanto. 2010. Pemanfaatan BanLec pada Buah

    Pisang (Musa paradisiaca) sebagai Modulator Sel T CD4+ dan

    Penghambat Laju Perkembangan HIV. Surabaya: Fakultas Kedokteran

    Universitas Airlangga

    9. Wong, Jack Ho & Ng. T.B. 2006. Isolation and Characterization of

    glucose/mannose-specific lectin with stimulatory effect on nitric oxide

    production by macrophages form the emperor banana. Faculty of

    Medicine The Chinese University of Hong Kong.

    10. Mali, Ravindra & Hatapakki, Basavraj. 2008. An in vitro study of effect of

    Centella asiatica on Phagocytosis by Human Neutrophils. International

    Journal of Pharmaceutical Sciences and Nanotechnology vol 1: 297-302

  • 29

    11. Punturee, Khanittha et al. 2005. Immunomodulatory Activities of Centella

    asiatica and Rhinacanthus nasutus Extracts. Asian Pacific J Cancer Prev

    6: 394-400

    12. Djoerban, Z. 2001. Membidik AIDS: Ikhtisar Memahami HIV dan ODHA.

    Ed 1. Yogyakarta: Galang.

    13. http://www.sith.itb.ac.id/herbarium/index.php?c=herbs&view=detail&spid

    =198161 [6 September 2013]

    14. Departemen Riset Teknologi RI. 2000. Pisang. Diakses dari:

    www.warintek.ristek.go.id/pertanian/pisang.pdf [6 September 2013]

    15. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-vinilyudis-6955-

    3-babii.pdf [6 September 2013]

    16. Hasanah, uswatun. 2005. Kandungan Vitamin C Buah Pisang setelah

    Perendaman dalam Larutan Kalsium Klorida. Semarang: FMIPA Undip.

    Diakses dari: http://eprints.undip.ac.id/29770/5/395b05_chapter_II.pdf [6

    September 2013]

    17. Direktorat Hasil Pengolahan dan Pemasaran Hortikultura Deptan RI. 2005.

    Road Map Pisang. Diakses dari

    http://pphp.deptan.go.id/xplore/view.php?file=PROFIL-

    ORGANISASI/RENCANA-STRATEGIS/LAMPIRAN-

    ROADMAP/Road%20map%20pisang.pdf [6 September 2013]

    18. Tanaka, Haruo, et.al. 2009. Mechanism by which the lectin actinohivin

    blocks HIV infection of target cells. Faculty of Pharmacy and College of

    Science and Engineering, Iwaki Meisei University, Iwaki, Fukushima 970-

    8551. Japan

    19. Widowati, Lucie et al. 1992. Beberapa Informasi Khasiat Keamanan dan

    Fitokimia Tanaman Pegagan. Warta Tumbuhan Obat Indonesia vol 1

    no.2: 39-41

    20. Arora D, Kumar M, Dubey S D. 2002. Centella asiatica A review of its

    medicinal uses and pharmacological effects. Journal of Natural Remidies

    vol 2: 143-149

  • 30

    21. Singh, Sakshi et al. 2010. Centella asiatica (L.): A Plant with Immense

    Medicinal Potential but Threatened. International Journal of

    Pharmaceutical Sciences Review and Research Vol 4: 9-17

    22. Somchit, M. N. 2004. Antinociceptive and antiinflammatory effect of

    Centella asiatica. Indian J. Pharmacol vol 36: 377-380

    23. Institut Pertanian Bogor. Penelitian Centella asiatica: Tinjauan Pustaka: 7-

    33

    24. Mitchell RN and Kumar V. 2003. Diseases of Immunity. USA: WB

    Saunders Company. Hal. 103-64

    25. Garrison Fathman, Neil B. Lineberry . 2007. A model for regulation of T-

    cell activation by three E3 ubiquitin ligases following anergy induction

    Nature Reviews Immunology 7, 599-609.

    26. Lafont, Virginie, Jacques Dornand Arnaud Dupuy dAngeact Serge

    Monier. 1994. Jacalin, a lectin that inhibits in vitro HIV-1 infection,

    induces intracellular calcium increase via CD4 in cells lacking the

    CD3/TcR complex. Biochem. J. 250 (3): 30-36.

    27. Swanson MD, Winter HC, Goldstein IJ, Markovitz DM. 2010. A Lectin

    Isolated from Bananas Is a Potent Inhibitor of HIV Replication. J. Biol.

    Chem. 285 (12): 864655.

    28. Matthews T. J., Weinhold K. J., Lyerly H. K., Langlois A. J., Wigzell H.,

    Bolognesi D. P. (1987) Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 84, 54245428.

    [PMC free article] [PubMed]

    29. Clevestig P., Pramanik L., Leitner T., Ehrnst A. (2006) J. Gen. Virol 87,

    607612. [PubMed]

    30. Geijtenbeek T. B., Kwon D. S., Torensma R., van Vliet S. J., van

    Duijnhoven G. C., Middel J., Cornelissen I. L., Nottet H. S., KewalRamani

    V. N., Littman D. R., Figdor C. G., van Kooyk Y. (2000) Cell 100, 587

    597. [PubMed]

    31. Allan J. S., Coligan J. E., Barin F., McLane M. F., Sodroski J. G., Rosen

    C. A., Haseltine W. A., Lee T. H., Essex M. (1985) Science 228, 1091

    1094. [PubMed]

  • 31

    32. Back N. K., Smit L., De Jong J. J., Keulen W., Schutten M., Goudsmit J.,

    Tersmette M. (1994) Virology 199, 431438. [PubMed]

    33. Koshte V. L., van Dijk W., van der Stelt M. E., Aalberse R. C. (1990)

    Biochem. J. 272, 721726. [PMC free article] [PubMed]

    34. Mo H., Winter H. C., Van Damme E. J., Peumans W. J., Misaki A.,

    Goldstein I. J. (2001) Eur. J. Biochem. 268, 26092615. [PubMed]

    35. Mastroianni, Claudio M et al. 1999. Improvement in neutrophil and

    monocyte function during highly active antiretroviral treatment of HIV-1

    infected patient. AIDS 1999, 13:883-890

    36. Ismarani, Iswantini D, Darusman LK. 2011. Mikroenkapsulasi Ekstrak

    Formula Pegagan-Kumis Kucing- Sambiloto sebagai Inhibitor Angiotensin

    Converting Enzyme I secara In Vitro. CEFARS: Jurnal Agribisnin dan

    Pengembangan Wilayah 3: 11-14

    37. Mundargi RC, Babu VR, Rangaswamy V, Patel P, Aminabhavi TM. 2008.

    Nano/micro technologies for delivering macromolecular therapeutics using

    poy (D,L-lactide-co-glycolide) and its derivatives. Journal of Controlled

    Release 125: 193-209.

    38. Olieveira EP, Bezerra MA, Santelli RE, Villar LS, Escaleira LA. 2008.

    Response surface methodology (RSM) as a tool for optimization in

    analytical chemistry. Talanta 76: 965-977

    39. Darusman LK, Iswantini D, Trisilawati O, Yulinda L, Rahminiwati,

    Trivadila. 2010. Formula Antihipertensi berbasis Bahan Aktif dan

    Budidaya Pegagan (Centella asiatica (L) Urban. Prosiding Seminar

    Nasional Sains III FMIPA IPB. Bogor-Indonesia: 154-162

  • 32

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Penulis 1

    Nama : MOCH. JAZIL AINUL YAQIN N. H.

    NIM : 011211131119

    Fakultas : Fakultas Kedokteran

    Jurusan : Pendidikan Dokter

    Tempat, tanggal lahir : Nganjuk, 7 Januari 1994

    Jenis Kelamin : Laki-Laki

    Alamat Domisili : Jl. Kedung Tarukan V/44,Surabaya

    No. HP : 085706424981

    Email : [email protected]

    Riwayat Pendidikan : TK Pertiwi Mlilir Nganjuk

    SDN Mlilir I Nganjuk

    SMP Negeri 1 Berbek

    SMA Negeri 2 Nganjuk

    Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

    Karya Ilmiah Yang Pernah Dibuat:

    Prototipe Acrolein Testiner (PROLEIN) sebagai Detektor Praktis

    Keberadaan Acrolein pada Minyak Goreng

    YONSA (Yoghurt Nusantara): Permen Sehat dan Edukatif sebagai sarana

    Meningkatkan Kecintaan pada Budaya Nusantara

    Smart Health Assistance (SEHAT) Provider: Solusi Mengatasi Keruwetan

    Pelayanan Kesehatan Di Indonesia

    Pengaruh Stimulus Bacaan Al-Quran terhadap Perbaikan Sel Hepar pada

    Mencit

    Penghargaan :

    Juara 1 PKM-KC Pekan Ilmiah Mahasiswa Universitas Airlangga 2012

    Penulis 2

    Nama : Rahmat Sayyid Zharfan

    NIM : 011211131026

    Fakultas : Fakultas Kedokteran

    Jurusan : Pendidikan Dokter

    Tempat, tanggal lahir : Surakarta, 31 Agustus 1995

    Jenis kelamin : Laki-laki

    Alamat : Jl Panglima Sudirman X/27 Gresik

    No Hp : 081332912111

    Email : [email protected]

    Karya ilmiah yang pernah dibuat:

  • 33

    Potensi p53 sebagai Modalitas Penanganan Obesitas Viseral untuk

    Menurunkan Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2

    Eradikasi Sel Yang Terinfeksi Virus Hepatitis C Menggunakan Cell-Permeable Zymogenized Toxin Mazef(Cztm): Sebuah Terapi Spesifik

    Dan Paripurna

    Penulis 3

    Nama : AHMAD LUKMAN HAKIM

    NIM : 011111108

    Fakultas : Fakultas Kedokteran

    Jurusan : Pendidikan Dokter

    Tempat, tanggal lahir : Sidoarjo, 27 April 1992

    Jenis Kelamin : Laki-Laki

    Alamat Domisili : Jl. Karang Menjangan 1/ 44 Surabaya

    No. HP : 08993727266

    Email : [email protected]

    Riwayat Pendidikan : TK Dharma Wanita Celep Sidoarjo

    SDN Celep I Sidoarjo

    SMP Negeri 3 Sidoarjo

    SMA Negeri I Sidoarjo

    Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

    Karya Ilmiah Yang Pernah Dibuat:

    Pohon Trembesi sebagai Mesin Alami Penyerap CO2 yang Efektif di

    Daerah Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara

    Pemanfaatan Beras Hitam (Oryza sativa L. indica) sebagai Dietary Fiber

    dalam Pencegahan Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Usia Tua

    Pemanfaatan Cystatin C dengan Stabilitas dan Sensitifitas yang Tinggi

    untuk Deteksi Dini Penyakit Ginjal Kronik

    Penggunaan Stem Sel Zebra Fish sebagai Terapi Penggantian Nefron pada

    Pasien Ginjal Kronik

    Optimalisasi Hormon Kortisol sebagai Upaya dalam Meningkatkan

    Konsentrasi Belajar Mahasiswa

    Nanopartikel Emas sebagai Metode Terapi Alternatif Perbaikan Kerusakan

    Sel dan Jaringan akibat Kelumpuhan pada Penderita Usia Di Bawah 21

    Tahun

    SUMANTO (Susu Mangrove Tinggi Karbohidrat dan Mikronutrien

    sebagai Olahan Alternatif Buah Magrove dalam Pencegahan Gizi Buruk

    dan Pemberdayaan Masyarakat di Daerah Pesisir

  • 34

    Penghargaan :

    Juara 3 Tingkat Nasional Lomba Karya Tulis Mahasiswa LOKAMAZI FK

    Undip, Semarang (2011)

    Juara 3 Tingkat Nasional Lomba Essay Ilmiah Hassanudin Scientific Fair

    (HSF) FK Unhas, Makassar (2012)

    Juara 1 Lomba Poster Ilmiah FST Universitas Airlangga (2013)