ikterik neonatorum

28
TINJAUAN PUSTAKA IKTERIK NEONATORUM A. DEFINISI Ikterus (‘jaundice’) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga secara klinis kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 µmol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 - 7 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan adanya peningkatan kadar serum bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90. B. METABOLISME BILIRUBIN Sebagian besar bilirubin berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX α. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan,

Upload: maztermaztermaztermazter-maztermaztermazteryande

Post on 12-Nov-2015

57 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

FEFWCDS

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKAIKTERIK NEONATORUMA. DEFINISIIkterus (jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga secara klinis kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 - 7 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan adanya peningkatan kadar serum bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90.

B. METABOLISME BILIRUBIN Sebagian besar bilirubin berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX . Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.

Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul dengan adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik.

Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.

C. ETIOLOGIHiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan:

A. Penyebab yang sering: 1. Hiperbilirubinemia fisiologis 2. Inkompatibilitas golongan darah ABO 3. Breast Milk Jaundice 4. Inkompatibilitas golongan darah rhesus 5. Infeksi 6. Hematoma sefal, hematoma subdural, excessive bruising 7. IDM (Infant of Diabetic Mother) 8. Polisitemia / hiperviskositas 9. Prematuritas / BBLR 10. Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi asidosis, hipoglikemia 11. Lain-lain

B. Penyebab yang jarang: 1. Defisiensi G6PD (Glucose 6 Phosphat Dehydrogenase) 2. Defisiensi piruvat kinase 3. Sferositosis kongenital 4. Lucey Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial) 5. Hipotiroidism 6. Hemoglobinopathy.Tabel 1. Penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek

DasarPenyebab

Peningkatan produksi bilirubin Peningkatan penghancuran hemoglobin Peningkatan jumlah hemoglobin

Peningkatan sirkluasi enterohepatik

Perubahan clearance bilirubin hati

Perubahan produksi atau aktivitas uridine diphosphoglucoronyl transferase

Perubahan fungsi dan perfusi hati (kemampuan konjugasi)

Obstruksi hepatik (berhubungan dengan hiperbilirubinemia direk) Incomptabilitas darah fatomaternal (Rh, ABO)

Defisiensi enzim kongenital (G6PD, galaktosemia) perdarahan tertutup (sefalhematom, memar) sepsis

Polisitemia (twin-to-twin transfusion, SGA) Keterlambatan klem tali pusat Keterlambatan pasase mekonium, ileus mekonium, Meconium plug syndrome.Puasa atau keterlambatan minum atresia atau stenosis intestinal

Imaturitas

Gangguan metabolik/endokrin (Criglar-Najjar disease Hiportiroidisme, gangguan metabolisme asam amino)

Asfiksia, hipoksia, hipotermi, hipoglikemi. Sepsis (juga proses imflamasi). Obat-obatan dan hormon (novobiasin,pregnanediol). Anomali kongenital (atresia biliaris, fibrosis kistik) statis biliaris (hepatitis, sepsis) Billirubin load berlebihan (sering pada hemolisis berat)

D. KLASIFIKASI

Ikterik fisiologis

Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar I mg/dL selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu. Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan mengalami peningkatan dengan puncak yang lebih tinggi dan lebih lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran fisiologis bahkan hingga 15 mg/Dl tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin. Kadar normal bilirubin tali pusat kurang dari 2 mg/dL dan berkisar dari 1,4 sampai 1,9 mg/dL. Ikterik patologis

Dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis. Keadaan di bawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut.

1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

3. Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam)

4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil).

5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup hulan, atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.

E. DIAGNOSISBerbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat. Perlu penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko, terutama untuk bayi-bayi yang pulang lebih awal Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan medis bayi dan disosialisasikan pada dokter yang menangani bayi tersebut selanjutnya. Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan pencahayaan yang baik, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dL.

Pemeriksaan fisis harus difokuskan pada identifikasi dan salah satu penyebab ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, extravasasi darah, memar kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi.

Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat.

Gambar 1. derajat jaundice menurut KramerAnamnesis 1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)

2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi

3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya

4. Riwayat inkompatibilitas darah

5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.

Pemeriksaan Fisik Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.

Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.

Tabel 2. Perkiraan klinis derajat ikterus Usia Ikterus terlihat pada Klasifikasi

Hari 1

Hari 2

Hari 3 dst. Setiap ikterus yang terlihat

Lengan dan tungkai

Tangan dan kaki Ikterus berat

(Dikutip dari Peter Cooper, A.Suryono, Indarso F, et al. Jaundice. In : Managing Newborn Problems : a guide for doctor, nurses and midwives, WHO, 2003 : F-77-F-89)

Tabel 3. Klasifikasi Ikterus Tanya dan Lihat Tanda / Gejala Klasifikasi

Mulai kapan ikterus ?

Daerah mana yang ikterus ?

Bayinya kurang bulan ?

Warna tinja ? Ikterus segera setelah lahir

Ikterus pada 2 hari pertama

Ikterus pada usia > 14 hari

Ikterus lutut/ siku/ lebih

Bayi kurang bulan

Tinja pucat Ikterus patologis

Ikterus usia 3-13 hari

Tanda patologis (-) Ikterus fisiologis

(Dikutip dari Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001)

Tabel 4. Faktor risiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan 35 mg. (sumber AAP)

Faktor risiko major Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko tinggi (gambar 2)

Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan

Inkomparibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang positif atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD, peningkatan ETOO)

Umur kehamilan 35-36 minggu Riwayat anak sebelamnya yang mendapat fototerapi Sefalhematom atau memar yang bermakna ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang berlebihan

Ras Asia Timur

Faktor risiko minor Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko sedang (gambar 2)

Umur kehamilan 37-38 minggu

Sebelum pulang, bayi tampak kuning

Riwayat anak sebelumnya kuning

Bayi makrosomia dari ibu DM

Umur ibu ? 25 tahun

Laki-laki

Faktor risiko kurang (faktor-faktor ini berhubungan dengan menurunnya resiko ikterus yang signifikan, besarnya resiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin ke bawah resiko makin rendah) Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko rendah

Umur kehamilan 41 minggu

Bayi mendapat susu formula penuh

Kulit hitam

Bayi dipulangkan setelah 72 jam

F. PENATALAKSANAANBerbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut termasuk : pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi dan tranfusi tukar.Strategi pencegahan

American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis dalam pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35 minggu atau lebih ) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal hiperbilirubinemia berat dan ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang tidak menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi yang tidak diperlukan. Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin, sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang kestabilan bakteri flora normal , dan merangsang akitifitas usus halus.

Strategi pencegahan hiperbilirubinernia 1. Pencegahan primer

Rekomendasi 1.0 : Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama. :

Rekomendasi 1 1 : Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

2. Pencegahan sekunder

Rekomendasi 2.0

Harus melakukan penilaian sistematis terhadap risiko kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia berat. selama periode neonatal

Rekomendasi 2.1 tentang golongan darah : Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa.

Rekomendasi 2.1 : Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif, dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan darah dan tipe Rh(D) darah tali pusat bayi.

Rekomendasi 2.1.2 : Bila golongan darah ibu 0, Rh positif, terdapat pilihan untuk dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian terhadap risiko sebelum keluar Rumah Sakit (RS) dan tindak lanjut yang memadai.

Rekomendasi 2.2 tentang penilaian klinis : Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital bayi,tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.

Rekomendasi 2.2.1 : protokol untuk penilaian ikterus harus melibatkan seluruh staf perawatan yang dituntut untuk dapat memeriksa tingkat bilirubin secara transkutaneus atau memeriksa bilirubin serum total.

3. Evaluasi laboratoriurn Rckomendasi 3.0 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total harus dilakukan pada setiap yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah Iahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum total tergantung pada daerah dimana kadar bilirubin serum total terletak (Gambar. 3), umur bayi, dan evolusi hiperbilirubinemia.

Rekomendasi 3.1 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total harus dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus meragukan, pemeriksaan bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum harus dilakukan, terutama pada kulit hitam, oleh ksrena pemeriksaan derajat ikterus secara visual seringkah salah.

Rekomendasi 3.2 : Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur bayi dalam jam.

4. Penyebab kuning

Rekomendasi 4.1 :memikirkan Kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Rekomendasi 4.1.1 : Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium tambahan untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Rekomendasi 4.1.2 : Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk mengidentifikasi adanya kolestasis. Juga dilakukan penyaringan terhadap tiroid dan galaktosemia.

Rekomendasi 4.1.3 : Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin konjugasi meningkat, dilakukan evaluasi tambahan untuk mencari penyebab kolestasis.

Rekomendasi 4.1.4 : Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase dehydrogenase (G6PD) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon terhadap fototerapi yang buruk.

5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan

Rekomendasi 5.1 : Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap risiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan semua perawatan harus menetapkan protokol untuk menilai risiko ini. Penilaian ini sangat penting pada bayi yang pulang sebelum umur 72 jam.

Rekomendasi 5. 1.1 : Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu:

Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin serum total sebelum keluar RS , secara individual atau kombinasi untuk pengukuran yang sistimatis terhadap risiko :

Penilaian foktor risiko klinis,

6. Kebijukan dan prosedur rumah sakit

Rekomendasi 6.1 : Hams memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua saat keluar dari RS, termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya monitoring terhadap kuning, dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukan.

Rekomendasi 6.1.1 : tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas kesehatan profesional yang berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk, menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning. Waktu dari tempat untuk melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lamanya perawatan, ada atau tidaknya faktor risiko untuk hiperbilirubinemia dan risiko masalah neonatal lainnya.

Rekomendasi 6.1.2 : saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah :

Tabel 5. Saat tindak lanjut

Bayi Keluar RS

Harus Dilihat Saat Umur

Sebelum unwr 24 jam

72 jam

Antara umur 24 dan 47,9 jam

96 jam

Antara umur 48 dan 72 jam

120 jam

Sumber : AAP Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam, diperlukan 2 kunjungan tindak lanjut yaitu kunjungan pertama antara 24-72 jam dan kedua antara 72-120 jam. Penilaian klinik harus digunakan dalam menentukan tindak lanjut. Pada bayi yang mempunyai faktor risiko terhadap hiperbilirubinemia, harus dilakukan tindak lanjut yang lebih awal atau lebih sering. Sedangkan bayi yang risiko kecil atau tidak berisiko, waktu pemeriksaan kembali dapat lebih lama.

Rekomendasi 6.1.3 : Menunda pulang dari Rumah Sakit :

Bila tindak lanjut yang memadai tidak dapat dilakukan terhadap adanya peningkatan risiko timbulnya hiperbiliruhinemia berat, mungkin diperlukan penundaan kepulangan dari RS sampai tindak lanjut yang memadai dapat dipastikan atau periode risiko terbesar telah terlewati (72-96 jam)

Rekomendasi 6.1.4 : penilaian tindak lanjut Penilaian tindak lanjut harus termasuk berat badan bayi dan perubahan persentase berat lahir, asupan yang adekuat, pola buang air besar dan buang air kecil, serta ada tidaknya kunino. Penilaiati klinis harus digunakan untuk menentukan perlunya dilakukan petneriksaan bilirubin Jika penilaian visual meragukan, kadar bilirubin transkutaneus dan bilirubin total serum harus diperiksa. Perkiraan kadar bilirubin secara visual dapat keliru, terutama pada bayi dengan kulit hitam.

7. Pengelolaan bayi dengan ikterus

Pengelolaan bayi ikterus yang mendapat ASl Berikut ini adalah elemen-elemen kunci yaitu perlu diperhatikan pada pengelolaan early jaundice pada bayi yang mendapat ASI (Tabel 9.7).

Tabel 6. Pengelolaan ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang mendapat ASI

1. Observasi scmua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses tidak keluar dalam waktu 24 jam.

2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu yang singkat lebih efektif dibundingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuansi yang jarang walaupun total waktu yang diberikan adalah sama

3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula penganci.

4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola menyusui

5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang pengeluaran/ produkai ASI dengan cara memompa, dan menggunakan protocol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP

6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnortnalitas ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika ikrerus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20 mg/dL, atau ibu memiiiki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

Sumber : Blackburn ST Penggunaan farmakoterapi

Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan merangsang induksi enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghancuran heme, atau untuk mengikat billirubin dalam usus halus sehingga reabsorpsi enterohepatik menurun. , antara lain :

1. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan tranfusi ganti.

2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas, dan konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin. Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan secara umum tidak direkomendasikan. Diperlukan waktu beberapa hari sebelum terlihat perubahan bermakna , hal ini membuat penggunaan fototerapi nampak jauh lebih mudah. Fenobarbital telah digunakan pertama kali pada inkompatabilitas Rh untuk mengurangi jumlah tindakan tranfusi ganti. Penggunaan fenobarbital profilaksis untuk mengurangi pemakaian fototerapi atau tranfusi ganti pada bayi dengan defisiensi G6PD ternyata tidak membuahkan hasil.

3. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga telah diteliti. Zat ini adalah analog sintetis heme. Protoporphyrin telah terbukti efektif sebagai inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan untuk katabolisme heme menjadi biliverdin. Dengan zat-zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan secara utuh didalam ctnpcdu.

4. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atau tanpa penyakit hemolitik, tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat menurunkan kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi setelah pemberian Sn-PP . berhubungan dengan timbulnya eritema fota toksik. Sn-MP kurang bersifat toksik, khususnya jika digunakan bersamaan dengan fototerapi. Pada penelitian terbaru dengan penggunaan Sn-MP, maka fototerapi pada bayi cukup bulan tidak diperlukan lagi, sedangkan pada bayi kurang bulan penggunaanya telah banyak berkurang. Pemakaian obat ini masih dalam percobaan dan keluaran jangka panjang belum diketahui, sehingga pemakaian obat ini sebaiknya hanya digunakan untuk bayi yang mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian hiperbilirubinemia yang berkembang menjadi disfungsi neurologi dan juga sebagai clinical trial.

5. Baru-baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor -glukuronidase pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat ASI, seperti asam L-aspartik dan kasein hoidrolisat dalam jumlah kecil (5 ml/dosis -6 kali/hari) dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi kontrol. Kelompok bayi yang mendapat campuran whey/kasein (bukan inhibitor -glukuronidase) kuningnya juga tampak menurun dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan ikatan bilirubin konjugasi yang berakibat pada penurunan jalur enterohepatik.

7. Foto terapi dan tranfusi tukar

Rekomendasi 7.1 : Jika kadar bilirubin total serum tidak menurun atau terus meningkat walaupun telah mendapat fototerapi intensif, kemungkinan telah terjadi hemolisis dan direkomendasikan untuk menghentikan fototerapi.

Tabel 7. Penatalaksanaan bayi dengan hiperbilirubinemia. (Sumber AAP)Terapi

Lakukan fototerapi intensif dan atau transfusi tukar sesuai indikasi Lakukan pemeriksaan laboratorium:

Bilirubin total dan direk

Golongan darah (ABO, Rh)

Test antibodi direct (Coombs)

Serum albumin

Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi

Jumlah retikulosit

ETCO (bila tersedia)

G6PD bila terdapat Lecurigaan (berdasarkan etnis dan geografis) atau respon terhadap foto terapi kurang

Urinalisis

Bila anamnesis dan atau tampilan klinis menunjukkan kemungkinan sepsis lakukan pemeriksaan kultur darah, urine, dan Iiyur untuk protein, glukosa, hitung sel dan kultur.

Tindakan:

Bila billirubin total 25 mg atau 20 mg padahal sakit atau bayi 38 minggu, lakukan petneriksaan golongan darah dan cross match pada pasien yang akan direncanakan transfusi ganti

Pada bayi dengan penyakit omimun hemolitik dan kadar bilirubin total meningkat walau telah dilakukan foto terapi intensi atau daLun 2-3 mg/dL kadar transfusi ganti, berikan imunoglobulin intravena 0,5-1 g/Kg selama 2 jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian.

Pada bayi pang mengalami penurunan berat badan lebih dari 12% atau secara klinis atau bukti secara biokimia menunjukantanda dehidrasi, dianjurkan pemberian susu formula atau ASI tambahan.Bila pemberian peroral kulit dapat diberikan intravena .

Pada bayi mendapat foto terapi intensif

Pemberian minurn dilakukan setiap 2-3 jam

Bila Bilirubin total 25 mg /dL, pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 2-3 jam

Bila bilirubin total 20-25 mg/dL pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 3-4 jam, bila 72 12 (170)

15 (260)

17 (290) 15 (260)

18 (310)

20 (340) 20 (340)

25 (430)

25 (430) 25 (430)

30 (510)

30 (510)

Tabel 9. Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan bayi baru lahir yang relatif sehat.

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL)

Sehat

Sakit

Berat Badan Fototerapi Transfusi Tukar Fototerapi Transfusi Tukar

Kurang Bulan

< 1000 g 5-7 bervariasi 4-6 Bervariasi

1001 -1500 g 7-10 bervariasi 6-8 Bervariasi

1501- 2000 g 10-12 bervariasi 8-10 Bervariasi

2001-2500 g 12-15 bervariasi 10-12 Bervariasi

Cukup bulan

>2500 15-18 20-25 12-15 18-20