makalah ikterik tmk

24
MODUL ORGAN TINDAKAN MEDIK DAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA AKUT KELOMPOK 4 030 06 058 Dennys Bercia 030 06 149 M. Ardiyansyah Rakun 030 07 204 Primanda Andyastuty 030 07 205 Putri Balqis 030 08 034 Anrico Muhammad 030 08 035 Aqsha Tiara Viazelda 030 08 097 Fani Safitri 030 08 102 Ferdy 030 08 173 Naskaya Suriadinata 030 08 174 Neysa Glenda Preciosa 030 08 251 Vilma Swari 030 08 252 Vithia Ghozalla 030 08 303 Siti Nasirah BT Ahmad S JAKARTA, 18 November 2010 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Upload: al-adip-indra-mustafa

Post on 28-Dec-2015

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Modul TMK Universitas Trisakti Fakultas Kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: makalah ikterik tmk

MODUL ORGAN TINDAKAN MEDIK DAN KEPERAWATAN

OTITIS MEDIA AKUT

KELOMPOK 4

030 06 058 Dennys Bercia

030 06 149 M. Ardiyansyah Rakun

030 07 204 Primanda Andyastuty

030 07 205 Putri Balqis

030 08 034 Anrico Muhammad

030 08 035 Aqsha Tiara Viazelda

030 08 097 Fani Safitri

030 08 102 Ferdy

030 08 173 Naskaya Suriadinata

030 08 174 Neysa Glenda Preciosa

030 08 251 Vilma Swari

030 08 252 Vithia Ghozalla

030 08 303 Siti Nasirah BT Ahmad S

JAKARTA, 18 November 2010

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Page 2: makalah ikterik tmk

BAB I

PENDAHULUAN

Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya

produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada 

neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal

ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih

pendek(1).

Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin

(lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus

neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat

menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental

yang sangat mempengaruhi kualitas hidup(1).

Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per

1000 kelahiran hidup. Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah

satu tolok ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan

proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup(1).

Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens

ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis

dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian  terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%.

Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang

bulan 22,8(2).

Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita

ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada

kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan

pengobatan, hal ini disebut ikterus fisiologis. Namun sebagian lagi memerlukan pengobatan

karena berbahaya dan dikenal dengan ikterus patologis.

Page 3: makalah ikterik tmk

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang bayi usia 4 hari, mengalami ikterus sejak usia 2 hari, lahir spontan ditolong

bidan dengan berat lahir 2200 gram dan tidak langsung menang. Pada pemeriksaaam fisis

didaatkan berat 2100 gram, sadar, tidak panas, ikterus diwajah sampai toraks dan abdomen.

Hasil pemeriksaan bilirubin total 16, 5 ml/dL. Anda sebagai mahasiswa diminta merancang

tatalaksana kasus tersebut.

Page 4: makalah ikterik tmk

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa

karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus

pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL.

Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:

Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL (kondisi

hiperbilirubinemia) atau bayi kurang bulan >10 mg/dL.

Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.

Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.

Ikterus menetap pada usia >2 minggu.

Terdapat faktor risiko.

Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara umum, bila masuk ke

otak dapat menyebabkan ensefalopati bilirubin atau kern ikterus, dimana anak dapat

mengalami gangguan gerakan hingga kehilangan pendengaran sensorial.

ETIOLOGI

Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :

1. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis

yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi

enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar

Page 5: makalah ikterik tmk

Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat

asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom

criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang

berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan

bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole.

Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas

dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4. Gangguan dalam ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan

diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya

akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

5. Perinatal Stress

Terjadi karena adanya gangguan seperti sepsis, sesak nafas, dehidrasi, demam,

perdarahan yang menyebabkan hambatan pada proses konjugasi.

6. Prematuritas

Sehingga terjadi hepar belum terbentuk sempurna dan terjadi gangguan pada

perubahan bilirubin indirect menjadi bilirubin direct.

PATOFISIOLOGI

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian

yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar

yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran

eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari

sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Page 6: makalah ikterik tmk

Gangguan pengambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar

bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan

proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau

dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin

adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase)

atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau

sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.

Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air

tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel

otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak

ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan

pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih

dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya

tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus

sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat

keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan

susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi. (7,9)

MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.

Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :

1. Stadium oklusi tuba Eustachius

Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah.

Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan

dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.

2. Stadium hiperemis (presupurasi)

Page 7: makalah ikterik tmk

Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani

tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat

serosa sehingga sukar terlihat.

3. Stadium supurasi

Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa

telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di

kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga

bertambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan

nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan

kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.

4. Stadium perforasi

Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi

ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien

yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.

5. Stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi

perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan

virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut

(OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret

yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media

supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala

sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.

Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi.

Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.

Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau kurang

dengar.

Page 8: makalah ikterik tmk

Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5

derajat celsius), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-

kadang memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh

akan turun dan anak tertidur.

DIAGNOSA

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.6

1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)

2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga

tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

a. menggembungnya gendang telinga

b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang

telinga

c. adanya bayangan cairan di belakang

gendang telinga

d. cairan yang keluar dari telinga

3.  Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu

di antara tanda berikut:

a. kemerahan pada gendang telinga

b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga

pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan,

mual dan muntah, serta rewel.4,6,7 Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari

telinga) tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada

riwayat semata.6

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang

telinga dengan jelas).4 Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang

menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan

suram, serta cairan di liang telinga.

Page 9: makalah ikterik tmk

Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan

telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara

kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara).6 Gerakan

gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan

ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis

OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.4 Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan

dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga).6 Namun timpanosentesis

tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah

OMA pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah

sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada

beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.8

OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Untuk

membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.4

Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan efusi

Nyeri telinga, demam, rewel + -

Efusi telinga tengah + +

Gendang telinga suram + +/-

Gendang yang menggembung +/- -

Gerakan gendang berkurang + +

Berkurangnya pendengaran + +

- Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA tidak memiliki

bukti yang cukup.4

PENCEGAHAN

Page 10: makalah ikterik tmk

Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah pencegahan ISPA pada

bayi dan anak-anak dan penghindaran pajanan terhadap asap rokok.4,6. Berenang

kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.4

KOMPLIKASI

Sebelum adanya antibiotik, otitis media akut (OMA) dapat menimbulkan komplikasi, mulai

dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Otitis media yang tidak diobati

dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah, termasuk otak.3 Namun komplikasi ini

umumnya jarang terjadi.4 Salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan

OMA yangtidak diobati.

Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen.3

Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran anak serta

menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa. Otitis media dengan efusi

didiagnosis jika cairan bertahan dalam telinga tengah selama 3 bulan atau lebih.4

Rujukan

Beberapa keadaan yang memerlukan rujukan pada ahli THT adalah;

1. Anak dengan episode OMA yang sering (lebih dari 4 episode dalam 6 bulan.)4 Sumber lain

menyatakan lebih dari 3 kali dalam 6 bulan atau lebih dari 4 kali dalam satu tahun7.

2. Anak dengan efusi selama 3 bulan atau lebih, keluarnya cairan dari telinga, atau

berlubangnya gendang telinga4,7 .

3. Anak dengan kemungkinan komplikasi serius seperti kelumpuhan saraf wajah atau

mastoiditis (mastoiditis: peradangan bagian tulang tengkorak, kurang lebih terletak pada

tonjolan tulang di belakang telinga)7 .

4. Anak dengan kelainan kraniofasial (kraniofasial: kepala dan wajah), sindrom Down,

sumbing, atau dengan keterlambatan bicara7.

5. OMA dengan gejala sedang-berat yang tidak memberi respon terhadap 2 antibiotik7

BAB IV

Page 11: makalah ikterik tmk

PEMBAHASAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Tn. A

Usia : 3 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

ANAMNESIS

Keluhan utama :

Sakit telinga kiri

Keluhan tambahan :

Batuk dan pilek sudah satu minggu

Anamnesis tambahan (alloanamnese)

Bagaimana sifat demamnya? Apakah demam muncul mendadak atau perlahan?

(perlahan disebabkan karena bakteri dan jika munculnya mendadak disebabkan

karena virus)

Apakah pada telinga keluar cairan (sekret) atau tidak ada? Jika ada bagaimana warna

dan konsistensi cairannya?

Apakah ada riwayat alergi? (mungkin rhinitis akut oleh karena alergen)

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum:

Tampak sakit berat, gelisah, rewel

Tangannya memegang telinga kirinya

Nadi meningkat tidak normal

Suhu 40 oC febris (karena adanya infeksi)

Status THT :

Page 12: makalah ikterik tmk

Telinga kiri: tidak ada nyeri tekan tragus dan nyeri tarik aurikula. Tidak ada

nyeri tekan mastoid, liang telinga lapang, tenang -> telinga luar kiri tenang.

Membran Timpani telinga kiri bulging warna sedikit kekuningan -> tidak

normal. Ada sesuatu yang mendorong keluar membran timpani, mungkin

dikarenakan adanya cairan (sekret) dan pus serta sumbatan akibat inflamasi

jaringan sehingga pus dan cairan ini menekan membran timpani keluar.

Telinga kanan dalam batas normal

Pemeriksaan Lab :

Hemoglobin : 13 gr% -> normal

Leukosit : 19.500/µl -> leukositosis (biasa karena infeksi bakteri)

DIAGNOSIS KERJA

OTITIS MEDIA AKUT STADIUM SUPURASI AURIS SINISTRA

PENATALAKSANAAN

Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk

mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau

sistemik, dan antipiretik.

Stadium Supurasi

Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani

masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur4.

Penanganan

Antibiotik

OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya4. Sekitar 80% OMA

sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak mengurangi komplikasi

yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.4,9 Observasi dapat dilakukan pada

sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala,

antibiotik diberikan.4,6

Page 13: makalah ikterik tmk

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39°C dalam 24

jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang – berat atau demam 39°C.

Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan – dua

tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua

tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana.

Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.

Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak

adalah amoxicillin.4,6,7

Buku ajar THT UI menganjurkan pemberian pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-

100 mg/BB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/BB/hari dibagi dalam 3

dosis, atau eritromisin 40 mg/BB/hari14.

Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam.6 Dalam 24 jam

pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan. Jika pasien

tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan yang

diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini

kedua. Misalnya:

1. Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan Haemophilus

influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih adalah amoxicillin-

clavulanate.6 Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-clavulanate dilakukan jika

gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali muncul dalam 14 hari.4

2. Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti

cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.

3. Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau

clarithromycin.4,6

4. Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-trimethoprim.5,6

Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik dengan

amoxicillin.4,6

Page 14: makalah ikterik tmk

Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang diambil

adalah ceftriaxone selama tiga hari.6

Analgesia/pereda nyeri

Selain antibiotik, penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).4,6

Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol atau

ibuprofen. Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan

bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare karena

ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna.

Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan tidak

memberikan manfaat bagi anak.4

- Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan.7

- Miringotomi (miringotomi: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan cairan yang

menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana terjadi

gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.4 Cairan yang keluar harus dikultur.

Miringotomi

Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi drainase

sekret dari telinga tengah ke telinga luar. Tindakan bedah kecil ini harus dilakukan a vue

(lihat langsung), pasien harus tenang dan dikuasai. Lokasi insisi di kuadran posterior inferior.

Operator harus memakai lampu kepala dengan sinar yang cukup terang, corng telinga yang

sesuai,_serta_pisau_parasentesis_yang_kecil_dan_steril.

Dianjurkan untuk melakukannya dengan narkosis umum dan memakai mikroskop.

Bila pasien mendapat terapi yang adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali bila

jelas_tampak_adanya_nanah_di_telinga_tengah.

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan akibat trauma liang telinga luar,

dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma nervus fasialis, dan

trauma_pada_bulbus_jugular.

Indikasi Miringotomi

- Persisten pain dan recurrent otalgia

Page 15: makalah ikterik tmk

- Efusi telinga tengah dengan hyperemia dan buldging dan anak tampak sakit berat

- Severe earache

- Bila hasil pengobatan antibiotik kurang memuaskan

- Anak tiba-tiba menderita OMA selagi mendapat terapi AB untuk penyakit lain

- Bila OMA terjadi pada anak yang immunologically comprunused

- OMA pada neonatus

Parasentesis

Parasentesis adalah pungsi pada membran timpani dengan semprit dan jarum khusus untuk

mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik. Komplikasinya kurang lebih sama

dengan miringotomi.

Page 16: makalah ikterik tmk
Page 17: makalah ikterik tmk

BAB V

KESIMPULAN

Telinga tengah terdiri dari Membran timpani, Kavum timpani, Prosesus mastoideus,

dan Tuba eustachius. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh

mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Penyebab otitis

media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Bakteri penyebab otitis media

tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan

Moraxella cattarhalis. Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa.

Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur

pasien serta terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pada pasien pada kasus di atas,

pasien menderita otitis media akut stadium supurasi auris sinistra. Selain antibiotik, pasien

harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga

gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur4. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik,

pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah amoksisilin dan pemberian antibiotik

adalah 3-7 hari atau lima hari.

Page 18: makalah ikterik tmk

DAFTAR PUSTAKA

1. Pediatrik.Com. Hiperbiliribinnemia. Available at:

http://www.pediatrik.com/isi03.php?

page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-

ypme265.htm. Access at November 23, 2010

2. Informasi Kesehatan. Mengenal Ikterus Neonatum. Available at:

http://www.smallcrab.com/anak-anak/535-mengenal-ikterus-neonatorum. Access at

November 23, 2010.

3.