hiv menurut usia

15
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit menular seksual AIDS masih menjadi perbincangan utama dalam permasalahan global. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh, sehingga akhirnya tubuh mudah terserang berbagai jenis penyakit (IKAPI, 2010). HIV-AIDS merupakan masalah kesehatan yang sangat erat kaitannya dengan berbagai isu sosial-budaya. Epidemi HIV dapat menimbulkan kematian disegala usia di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sejak tahun 1994, penyakit AIDS diterima sebagai persoalan multi sektor, bukan semata masalah kesehatan. Berbagai sektor perlu dilibatkan terkait intervensi pendidikan, psikososial, dan ekonomi karena tingkat kematian yang tinggi, pembiayaan pengobatan serta stigma yang melekat pada mereka yang tertular HIV. Oleh karena itu semua kelompok, baik pengidap penyakit, masyarakat yang peduli kesehatan, pemerintah serta organisasi sosial peduli AIDS harus menyadari pentingnya usaha terpadu untuk melakukan tindakan promosi dan prevensi terhadap penyebaran HIV-AIDS (DepKes RI, 2010).

Upload: yabniel-lit-jingga

Post on 16-Jul-2015

111 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hiv menurut usia

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu penyakit menular seksual AIDS masih menjadi perbincangan

utama dalam permasalahan global. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno

Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat

menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Human

Immunodeficiency Virus). Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi

diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. HIV menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia dan melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh,

sehingga akhirnya tubuh mudah terserang berbagai jenis penyakit (IKAPI, 2010).

HIV-AIDS merupakan masalah kesehatan yang sangat erat kaitannya dengan

berbagai isu sosial-budaya. Epidemi HIV dapat menimbulkan kematian disegala usia

di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sejak tahun 1994, penyakit AIDS

diterima sebagai persoalan multi sektor, bukan semata masalah kesehatan. Berbagai

sektor perlu dilibatkan terkait intervensi pendidikan, psikososial, dan ekonomi karena

tingkat kematian yang tinggi, pembiayaan pengobatan serta stigma yang melekat pada

mereka yang tertular HIV. Oleh karena itu semua kelompok, baik pengidap penyakit,

masyarakat yang peduli kesehatan, pemerintah serta organisasi sosial peduli AIDS

harus menyadari pentingnya usaha terpadu untuk melakukan tindakan promosi dan

prevensi terhadap penyebaran HIV-AIDS (DepKes RI, 2010).

 

Page 2: Hiv menurut usia

Berdasarkan case report United Nations Programme on HIV-AIDS

(UNAIDS) tahun 2011 jumlah orang yang terjangkit HIV didunia sampai akhir tahun

2010 terdapat 34 juta orang. Dua pertiga dari jumlah tersebut berada di Afrika

kawasan Selatan Sahara dimana ditemukan kasus infeksi baru mencapai 70 %. Di

Afrika Selatan mencapai 5,6 juta orang yang terinfeksi HIV, di Eropa Tengah dan

Barat jumlah kasus infeksi baru HIV-AIDS sekitar 840.000, di Jerman secara

kumulasi terdapat 73.000 orang dengan HIV-AIDS dan 5 juta penderita HIV-AIDS

ada di kawasan Asia Pasifik yang merupakan urutan kedua terbesar di dunia setelah

Afrika Selatan (UNAIDS, case report 2011).

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2011

terdapat 3,5 juta orang di Asia Tenggara hidup dengan HIV-AIDS. Beberapa Negara

seperti Myanmar, Nepal dan Thailand menunjukkan tren penurunan untuk infeksi

baru HIV. Trend kematian yang disebabkan oleh AIDS antara tahun 2001 sampai

2010 berbeda disetiap bagian Negara. Di Eropa Timur dan Asia Tengah sejumlah

orang meninggal karena AIDS meningkat dari 7.800 menjadi 90.000, di Timur

Tengah dan Afrika Utara meningkat dari 22.000 menjadi 35.000, di Asia Timur juga

meningkat dari 24.000 menjadi 56.000. Secara global, infeksi HIV baru mengalami

penurunan sebesar 24% antara 2001 dan 2011 (WHO, Progress Report 2011).

Salah satu project dari WHO yang ditandatangani melalui Deklarasi

Millenium pada September 2000 yaitu Millenium Development Goals (MDGs) sangat

berperan penting dalam bidang kesehatan. Secara global, kemajuan signifikan telah

dicapai dalam mengurangi angka kematian pada anak di bawah usia lima tahun. Pada

tahun 2011, 6,9 juta anak balita meninggal, dibandingkan dengan 12 juta pada tahun

Page 3: Hiv menurut usia

1990. Antara tahun 1990 dan 2011, kematian balita menurun sebesar 41 %, dari

tingkat estimasi 87 kematian per 1000 kelahiran hidup menjadi 51. Tingkat

penurunan global juga telah dipercepat dalam beberapa tahun terakhir dari 1,8 % per

tahun selama periode 1990-2000 menjadi 3,2 % selama 2000-2011 (WHO, 2012).

Meskipun penurunan yang signifikan dalam jumlah kematian ibu dari estimasi

543.000 di tahun 1990 dan 287.000 tahun 2010, tingkat penurunan hanya lebih dari

setengah yang dibutuhkan untuk mencapai target MDG pengurangan tiga perempat

rasio kematian di antara 1990 dan 2015. Untuk mengurangi jumlah kematian ibu,

perempuan membutuhkan akses ke baik kualitas kesehatan reproduksi dan intervensi

yang efektif. Pada tahun 2008, 63 % wanita usia 15-49 tahun yang menikah atau

dalam serikat konsensual menggunakan beberapa bentuk kontrasepsi, sementara 11 %

menginginkan untuk menghentikan atau menunda melahirkan tetapi tidak

menggunakan kontrasepsi (WHO, 2012).

Proporsi wanita yang menerima perawatan antenatal setidaknya sekali selama

kehamilan adalah sekitar 81 % untuk periode 2005-2011, tetapi untuk minimum yang

disarankan dari empat kunjungan atau lebih angka yang sesuai turun menjadi sekitar

55 %. Proporsi kelahiran yang dibantu oleh tenaga terampil penting untuk

mengurangi perinatal, kematian maternal dan neonatal di atas 90 % dalam tiga dari

enam wilayah WHO. Namun, cakupan peningkatan dibutuhkan di daerah tertentu,

seperti wilayah Afrika WHO dimana angka tersebut masih kurang dari 50 % (WHO,

2012).

Penyebaran HIV-AIDS di Indonesia sangat cepat, sehingga Indonesia berada

pada situasi epidemi terkonsentrasi. Saat ini tidak ada provinsi di Indonesia yang

Page 4: Hiv menurut usia

bebas HIV. Bahkan selama lima tahun terakhir ini, laju epidemi HIV di Indonesia

tercepat di lingkungan ASEAN, hal ini diungkapkan UNAIDS dalam laporannya HIV

in the ASIA and the Pacific “Getting to Zero”, pada tahun 2011 (UNAIDS, 2011).

Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan september 2012,

kasus HIV-AIDS tersebar di 341 (71%) dari 497 kabupaten/kota diseluruh (33)

provinsi di Indonesia. Provinsi yang pertama kali melaporkan kasus HIV-AIDS

adalah provinsi Bali (1987) dan provinsi Sulawesi Barat yang terakhir melaporkan

adanya kasus HIV pada tahun 2011 (Kemenkes, 2012).

Menurut laporan perkembangan HIV-AIDS Kementrian Kesehatan Indonesia

hingga September 2012 tercatat 92.251 kasus HIV dan 39.434 kasus AIDS. Dimana

angka tertinggi yaitu di tahun 2010 dengan jumlah sebanyak 21.591 kasus HIV dan

6.474 kasus AIDS.

Gambar 1.1. Diagram Bar Jumlah Kasus HIV-AIDS Menurut Tahun di Indonesia, 2005-September 2012

Page 5: Hiv menurut usia

Berdasarkan informasi Kementrian Kesehatan hingga September 2012,

persentase kumulatif kasus AIDS menurut kelompok umur paling tinggi adalah

kelompok umur 30-39 tahun yang juga merupakan kelompok umur reproduktif yaitu

mencapai 37.1 %. Angka yang cukup besar ini otomatis akan memperbesar

kemungkinan terjadinya penularan HIV-AIDS dari ibu hamil kepada bayi yang

dikandung. Data diatas menguatkan fakta bahwa HIV-AIDS memang menunjukkan

trend yang semakin meningkat.

Gambar 1.2. Diagram Bar Persentase Kumulatif Kasus AIDS Menurut Kelompok Umur di Indonesia Tahun 1987- September 2012

Pertumbuhan epidemi HIV-AIDS di Indonesia sebagian besar adalah kaum

laki-laki yaitu mencapai 66,8 % selanjutnya wanita 32,9%. Sumbangan terbesar

melalui dua modus penularan: (1) penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun,

(2) hubungan seksual tidak aman terutama di kalangan pekerja seks dan pelanggan

Page 6: Hiv menurut usia

dan waria serta kelompok lelaki seks dengan lelaki (LSL). Namun demikian jika tidak

dilakukan intervensi yang intensif, bukan tidak mungkin modus penularan lain akan

terus meningkat, seperti penularan prenatal (KPA, 2011).

Masalah tidak terdeteksinya PMS dan HIV di kalangan wanita hamil berlipat

ganda besarnya di Indonesia, mengingat masih banyak wanita yang tidak pernah

memeriksakan kehamilannya ke tenaga medis. Bahkan bagi wanita hamil yang

terkena HIV perlu mendapatkan pelayanan khusus. Wanita hamil yang terinfeksi HIV

beresiko lebih besar mengalami komplikasi kehamilan seperti keguguran, demam,

infeksi, persalinan prematur, bayi lahir berat rendah dan infeksi saat persalinan yang

tidak sembuh dengan pemberian antibiotik (Pusat Penelitian Universitas Indonesia,

1996).

Pada tingkat perseorangan, dua dari tiga anak yang terinfeksi HIV melalui

tranmisi prenatal akan mengidap AIDS dalam 12 sampai 15 bulan. Anak-anak yang

lahir tanpa HIV juga akan menderita bila ada anggota keluarga, terutama ibu yang

terkena HIV (+). Ibu yang baru saja terinfeksi atau telah masuk pada stadium AIDS,

cairan tubuhnya mengandung jumlah virus yang sangat besar, termasuk air susu ibu.

Hingga usia 12-18 bulan, sulit mengidentifisikan apakah bayi sudah terkena HIV.

Hasil tes HIV (+) pada bayi kurang dari 18 bulan tidak dapat dipercaya penuh karena

kemungkinan test positif terhadap antibodi ibu bukan dari bayi itu sendiri. Di

masyarakat kurang mampu, bayi yang tidak disusui beresiko meninggal akibat

penyakit anak-anak 14 kali lebih besar dibandingkan bayi yang yang disusui secara

eksklusif. Oleh karena itu, banyak pakar yang menasehatkan pemberian air susu ibu

(ASI) masih yang terbaik sekalipun ibu penderita HIV, jika alternatif lain yang aman

Page 7: Hiv menurut usia

tidak ada. Namun untuk ibu yang mengidap HIV, sebenarnya yang terbaik adalah

memberikan konseling yang benar agar ibu tersebut dapat memutuskan sendiri

apakah akan menyusui bayinya atau tidak (Pedoman Nasional PMTCT, 2011).

Saat ini provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat ke tiga untuk jumlah

kasus HIV tertinggi yaitu 5.935 kasus (Laporan Kementrian Kesehatan, 2012). Kota

Medan sendiri dilaporkan sebagai daerah paling banyak terdapat kasus HIV-AIDS

yaitu 3.410 kasus. Walaupun faktor resiko terbesar dari Heteroseksual sebanyak

2.198 kasus, IDU (narkoba suntik) 958 kasus dan homoseksual 118 kasus, namun ibu

rumah tangga juga sudah banyak yang terinfeksi sebanyak 452 orang sejak tahun

2006 sampai 2012. Selain itu kasus dari faktor resiko tranfusi darah juga ada 31 kasus

dan yang tidak diketahui 49 kasus serta faktor resiko prenatal (dari ibu ke anak) sudah

mencapai 56 kasus (Mardohar KPA, 2012).

Berdasarkan data diatas baik pemerintah maupun masyarakat harus bersama-

sama memerangi penyebaran HIV-AIDS khususnya kota Medan. Penularan HIV dari

ibu ke bayinya dapat terjadi melalui proses kehamilan, kelahiran dan menyusui

(KEMENEGPP, 2008).

Upaya mencegah penularan HIV dari ibu ke bayinya atau yang dikenal

dengan Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT) merupakan strategi

yang efektif dan mencakup spektrum yang luas, tidak hanya kepada ibu rumah tangga,

namun juga kepada perempuan pekerja seks, perempuan pengguna narkoba suntik,

buruh migran dan lain sebagainya dengan memperhatikan HAM dan layanan yang

sensitif gender. Program PMTCT dimulai dari pencegahan penularan HIV-AIDS

Page 8: Hiv menurut usia

untuk kelompok usia reproduktif tinggi hingga pemberian dukungan psikologis serta

sosial pada ibu dan bayi pengidap HIV-AIDS (KPA, 2010 ).

PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission) secara langsung

mempengaruhi pencapaian MDGs 2015 goals 4,5, dan 6 yaitu: mengurangi dua per

tiga angka kematian anak balita, mengurangi sampai tiga perempat rasio kematian ibu

serta menghentikan penyebaran HIV-AIDS (Pedoman Nasional PMTCT, 2011).

Pada tahun 2005, wakil-wakil dari pemerintah, lembaga multilateral, mitra

pembangunan, lembaga penelitian, masyarakat sipil, dan orang yang hidup dengan

HIV berkumpul di PMTCT Level Global Partners Forum Tinggi di Abuja, Nigeria

yang menghasilkan 'Call to Action' untuk menghilangkan infeksi HIV-AIDS pada

bayi dan anak-anak serta generasi yang bebas HIV-AIDS (WHO, Breafing Note

2007).

Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi mempunyai dua tujuan

yaitu: (1) untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi, karena 90% penularan

infeksi HIV pada bayi disebabkan penularan dari ibu dan hanya sekitar 10% yang

terjadi karena proses transfusi, (2) mengurangi dampak epidemik HIV terhadap ibu

dan bayi. Dampak akhir dari epidemik HIV berupa berkurangnya kemampuan

produksi serta peningkatan beban biaya hidup yang yang harus ditanggung karena

morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Modul pelatihan PMTCT, 2008)

Sejauh ini, fasilitas pelayanan untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke

anak (PPIA) masih jauh dari memadai. Data bulan Juni tahun 2012, menunjukkan

baru ada 94 fasilitas pelayanan kesehatan (85 Rumah Sakit dan 9 Puskesmas) yang

menyelenggarakan pelayanan PPIA. Demikian pula untuk cakupan pelayanannya

Page 9: Hiv menurut usia

masih rendah, yakni baru mencakup 28.314 ibu hamil yang dilakukan konseling dan

tes HIV dimana 812 diantaranya positif, sementara ibu hamil yang mendapatkan

ARV berjumlah 685 orang dan jumlah bayi yang mendapatkan ARV profilaksis

sebanyak 752 orang (data Ditjen P2PL, Januari-September 2012). Berkaitan dengan

permasalahan diatas, maka program PPIA merupakan hal yang tidak bisa ditunda lagi

kalau kita tidak ingin kehilangan generasi karena terinfeksi HIV (Pedoman Nasional

PPIA, 2012).

Di kota Medan sudah ada 2 layanan PMTCT (Prevention of Mother to Child

Transmission) yaitu di Rumah Sakit Haji dan Rumah Sakit Adam Malik. Hal ini

tentunya menunjukkan bahwa program PMTCT (Prevention of Mother to Child

Transmission) sudah mulai terlaksana. Walaupun cakupan layanan tersebut masih

tergolong sedikit, setidaknya para bidan di Puskesmas maupun Rumah Sakit

mengetahui dan paham tentang program PMTCT sehingga bisa memberikan

informasi tentang program tersebut kepada masyarakat (Jamalludin, 2013).

Pemanfaatan Bidan khususnya bagian pelayanan KIA/KB sangat diperlukan

dalam hal penanggulangan HIV-AIDS di khususkan untuk program Prevention of

Mother to Child Transmission (PMTCT) atau penularan dari ibu ke bayi. Para bidan

diharapkan cermat melakukan anamnese para ibu hamil (bumil) tentang ada tidaknya

faktor risiko terinfeksi HIV (Arifah, 2010).

Peran bidan dalam sosialisasi tes HIV-AIDS dan VCT (Voluntary Counseling

and Testing) bagi ibu hamil yang mempunyai faktor resiko tersebut sangat penting

untuk menurunkan bahkan mencegah kejadian penularan HIV-AIDS dari ibu hamil

kepada janinnya yang disebut sebagai program PMTCT. Mengingat tugas bidan yang

Page 10: Hiv menurut usia

merupakan ujung tombak dalam pelayanan ANC khususnya pada ibu hamil yang

mempunyai faktor resiko tertular HIV-AIDS, maka sosialisasi dan pelaksanaan

PMTCT harus tetap dilaksanakan (Siti Shofia’h, 2009).

Bidan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan ibu hamil, kelahiran dan

pemeliharaan kesehatan ibu dan anak, memiliki peran cukup strategis dalam upaya

menekan laju pertumbuhan penyakit HIV-AIDS di antara kelompok masyarakat

pengunjung Puskesmas dan Rumah Sakit terutama pada pelayanan KIA/KB. Para

bidan di latih agar memiliki pengetahuan tentang pencegahan transmisi HIV-AIDS

dari ibu ke bayi. Proses penularan HIV AIDS dapat berlangsung melalui proses

kehamilan persalinan, maupun proses pemberian air susu ibu pada bayi. Kondisi

beresiko ini menuntut komitmen lintas kelembagaan, pemerintah maupun swasta

untuk menciptakan berbagai program dan aktifitas, secara optimal untuk mencegah

penularan HIV-AIDS dari ibu ke anak (Jamaludin, 2013).

Perilaku bidan dalam pelaksanaan PMTCT harus benar-benar diperhatikan.

Selain harus memiliki keterampilan khusus dalam mempromosikan program, bidan

juga harus mengetahui seluk beluk pemahaman tentang HIV-AIDS. Bidan diharapkan

bisa memahami kondisi yang ada pada klien sehingga klien merasa nyaman dan mau

melakukan langkah-langkah dari program PMTCT (Prevention of Mother to Child

Transmission). Para bidan diharapkan cermat melakukan anamnese para ibu hamil

(bumil) tentang ada tidaknya faktor risiko terinfeksi HIV. Selain itu ibu hamil

diharapkan secara suka rela memeriksakan diri ke klinik VCT (Voluntary Counceling

and Testing). Tujuan kegiatan VCT adalah untuk mendeteksi apakah seseorang (ibu

dan suami) terkena HIV atau tidak, Dalam pelayanan sehari-hari diprediksi akan ada

Page 11: Hiv menurut usia

20 persen ibu hamil yang diperiksa di Puskesmas / RS, dirujuk ke klinik VCT. Bila di

VCT ditemukan ibu hamil, dan wanita usia produktif positif HIV dirujuk ke program

PMTCT. Secara khusus, program PMTCT memiliki 4 sasaran yakni: (1) mencegah

agar para wanita usia reproduktif tinggi tidak terinfeksi HIV. (2) Kalau ada pasien

dengan HIV positif, diharapkan pasien tidak hamil. (3) Jika terlanjur ibu dengan HIV

terlanjur hamil, maka ada program PMTCT untuk menangani (4) secara khusus,

supaya anak yang di lahirkan tidak terinfeksi HIV. Caranya pelaksanaan secara

umum mulai dari (1) pemberian profilaksis kepada ibu hamil, (2) proses melahirkan

melalui operasi caesar, (3) pemberian ASI eksklusif tiga bulan atau diberikan

pengganti ASI. Kalau tidak ada tindakan intervensi, maka 15-30 persen bayi akan

terinfeksi (Pedoman Nasional Pencegahan HIV/AIDS 2007).

Berdasarkan hasil penelitian Arifah di beberapa klinik VCT yaitu (1) RSU

HAM, (2) RSU Dr. Pirngadi, (3) RS Bhayangkara Medan, (4) Rumkit Kesdam I Putri

Hijau (5) RS Bestari DKK Medan, (6) Klinik di Rutan Tanjung Gusta; (7) KKP

Belawan, (8) Puskesmas Padang Bulan, (9) Klinik Veteran, (10) RS Swasta, (11) RS

Haji Medan, bahwa bidan yang sudah mendapatkan pelatihan PMTCT kurang

mensosialisasikan program ini kepada klien sehingga klien kurang pemahaman

terhadap apa yang disampaikan oleh komunikator. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa proporsi bidan terhadap kunjungan klien (51,6%) sebagai komunikator

kategori kurang dibandingkan sebagai komunikator yang baik (48,4%), proporsi

bidan terhadap kunjungan klien (57,6%) sebagai pesan kategori baik dibandingkan

sebagai pesan yang kurang (42,4%), proporsi bidan terhadap kunjungan klien

(60,6%) sebagai media kategori kurang dibandingkan sebagai media yang baik

Page 12: Hiv menurut usia

(39,4%). Hal ini menunjukkan bahwa bidan kurang komunikasi dengan pasien dan

jarang menggunakan media dalam penyampaian pesan. (Arifah, 2010).

Berdasarkan suvei pendahuluan yang telah dilakukan, Rumah Sakit Haji

merupakan tempat percontohan untuk layanan PMTCT (Prevention of Mother to

Child Transmission) pertama kali tahun 2005. Hal ini tentu saja menjadi kebanggaan

sekaligus tantangan bagi Rumah Sakit tersebut karena sebagai contoh mereka harus

memberikan yang terbaik dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. Bapak

Jamalludin selaku pemegang program konseling di Rumah Sakit tersebut mengatakan

bahwa sudah banyak pasien yang datang dengan HIV (+). Jumlah kasus HIV-AIDS

yang sudah ditangani Rumah Sakit Haji hingga tahun 2013 mencapai 369 kasus dan

ada 33 orang yang sudah meninggal. Dari 369 kasus HIV-AIDS 90 diantaranya telah

mengikuti program PMTCT. Namun ada 4 kasus pasien yang gagal di follow up. Hal

ini dikarenakan kurangnya kepatuhan dari pasien itu sendiri. Selain itu lokasi

pelayanan yang jauh dari tempat tinggal pasien serta ketidakpahaman pasien akan

program PMTCT menyebabkan mereka mengurungkan niat untuk melanjutkan

program PMTCT.

Menurut dr. Jamalludin, secara keseluruhan program PMTCT bisa dikatakan

telah berhasil. Selain itu dalam bidang promosi, pihak Rumah Sakit sudah

melakukan sosialisasi, talkshow, dan pelatihan ke puskesmas-puskesmas sekitar. Hal

ini dilakukan karena puskesmas merupakan pelayanan pertama sebelum di rujuk ke

Rumah Sakit untuk dilakukan tindakan (Jamalludin, 2013).

Page 13: Hiv menurut usia

Berdasarkan paparan diatas dapat dilihat bahwa program PMTCT (Prevention

of Mother to Child Transmission) yang selama ini diharapkan menjadi program

andalan dalam penanggulangan masalah HIV/AIDS di kota Medan, mempunyai

masalah yang cukup kompleks dalam pelaksanaannya. Meskipun layanan PMTCT

memiliki 4 tiang strategi, namun di Indonesia hanya berfokus pada dua tiang

strategi saja yakni tiang ketiga mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil

HIV positif ke bayi yang dikandungnya dan tiang keempat, memberikan dukungan

psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan keluarga.

Beberapa isu merebak terkait akses dan layanan PMTCT oleh perempuan yang

terinfeksi HIV yang tersedia di Indonesia. Rumah Sakit yang merupakan rujukan

layanan PMTCT belum semua melakukan penatalaksanaan medis dan manajemen

yang baik kepada perempuan terinfeksi HIV meski Rumah Sakit berkewajiban

memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif

dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah

Sakit. Beberapa ketidaksesuaian layanan dan pelanggaran HAM disinyalir terjadi

meski tidak dilaporkan kepada lembaga hukum secara formal. Kasus-kasus tindakan

medis yang tidak mengacu pada pedoman, akses yang relatif sulit dan mahal, praktek

sterilisasi yang seolah dipaksakan, serta diskriminasi oleh tenaga medis menjadi

tantangan dalam akses dan mutu layanan PMTCT (IPPI, 2012).

Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk melihat sejauh mana tingkat

pengetahuan, sikap serta tindakan bidan layanan KIA / KB dalam proses pelaksanaan

program PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission) di Rumah Sakit Haji

Kota Medan tahun 2013.

Page 14: Hiv menurut usia

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

yang diteliti adalah “ Bagaimana Perilaku Bidan KIA/KB dalam Pelaksanaan

Program Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT) di Rumah Sakit Haji

Kota Medan tahun 2013 ” .

1.3 Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku

bidan KIA/KB dalam pelaksanaan program Prevention of Mother to Child

Transmission (PMTCT) di Rumah Sakit Haji Kota Medan tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengetahuan bidan tentang program PMTCT di Rumah

Sakit Haji Kota Medan tahun 2013

2. Untuk mengetahui sikap bidan terhadap program PMTCT di Rumah Sakit

Haji Kota Medan tahun 2013

3. Untuk mengetahui tindakan bidan dalam proses pelaksanaan program

PMTCT di Rumah Sakit Haji Kota Medan tahun 2013

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai informasi tentang program PMTCT kepada pihak Rumah Sakit

Haji Kota Medan

Page 15: Hiv menurut usia

2. Sebagai kontribusi terhadap Tim penanggulangan AIDS kota Medan

dalam pengembangan PMTCT untuk HIV-AIDS.

3. Memberikan masukan kepada pihak Dinas Kesehatan kota Medan dalam

rangka pengembangan pelayanan PMTCT bagi masyarakat kota Medan.

4. Untuk pengembangan konsep-konsep tentang program HIV-AIDS.

5. Untuk memberikan informasi bagi peneliti lain, yang ingin melakukan

penelitian sejenis.