hipoksia janin

33
BAB I PENDAHULUAN Hipoksia merupakan salah satu penyebab tersering morbiditas dan mortalitas perinatal. Di Negara berkembang, hipoksia masih merupakan penyebab utama mortalitas perinatal.Insidensi morbiditas perinatal akibat hipoksia intrauterin maupun asfiksia tidak berubah secara signifikans, meskipun ada perbaikan dalam manajemen persalinan. Morbiditas perinatal menunjukan adanya kondisi antenatal yang berbahaya dan diikuti gangguan kapasitas janin dalam meresponsi episode tantangan selama proses persalinan. Janin yang kurang mampu meredistribusi aliran darah dalam meresponi kondisi hipoksia berikutnya, memiliki peluang lebih besar mengalami komplikasi intrapartum. Dari banyaknya penelitian didapatkan bahwa sebagian besar mortalitas janin terutama disebabkan oleh keadaan hipoksia intrauterin, sepertiga terjadi dalam periode intrapartum.Neonatus yang pernah mengalami asfiksia dalam kehidupan selanjutnya dapat terancam oleh gangguan akibat efek neurologi.Faktor resiko hipoksia janin intrauterine diantaranya adalah hipertensi dalam kehamilan pertumbuhan janin terhambat, solusio plasenta, postmaturitas, mal presentasi termasuk vasa previa.Faktor-faktor yang timbul dalam 1

Upload: yenny-belinda

Post on 09-Dec-2015

92 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hipoksia Janin

BAB IPENDAHULUAN

Hipoksia merupakan salah satu penyebab tersering morbiditas dan mortalitas

perinatal. Di Negara berkembang, hipoksia masih merupakan penyebab utama

mortalitas perinatal.Insidensi morbiditas perinatal akibat hipoksia intrauterin

maupun asfiksia tidak berubah secara signifikans, meskipun ada perbaikan dalam

manajemen persalinan. Morbiditas perinatal menunjukan adanya kondisi antenatal

yang berbahaya dan diikuti gangguan kapasitas janin dalam meresponsi episode

tantangan selama proses persalinan. Janin yang kurang mampu meredistribusi

aliran darah dalam meresponi kondisi hipoksia berikutnya, memiliki peluang lebih

besar mengalami komplikasi intrapartum.

Dari banyaknya penelitian didapatkan bahwa sebagian besar mortalitas janin

terutama disebabkan oleh keadaan hipoksia intrauterin, sepertiga terjadi dalam

periode intrapartum.Neonatus yang pernah mengalami asfiksia dalam kehidupan

selanjutnya dapat terancam oleh gangguan akibat efek neurologi.Faktor resiko

hipoksia janin intrauterine diantaranya adalah hipertensi dalam kehamilan

pertumbuhan janin terhambat, solusio plasenta, postmaturitas, mal presentasi

termasuk vasa previa.Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan bersifat lebih

mendadak dan hampir selalu mengakibatkan hipoksia janin.

Dengan teknik monitoring janin yang semakin maju, keadaan hipoksia janin

dapat dideteksi baik pada masa antepartum maupun intrapartum.Konsekuensi

dapat mengatasinya sehingga luaran kehamilan tetap baik.Intervensi untuk

memperbaiki sirkulasi uteroplasenta sehingga oksigenasi janin membaik disebut

dengan resusitasi intrauterin.

1

Page 2: Hipoksia Janin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 FISIOLOGI

Oksigen yang diperoleh janin dari ibu melalui plasenta akan diikat oleh sel

darah merah (eritrosit) janin, untuk selanjutnya ditransportasi dan didistribusikan

melalui sistim kardiovaskuller ke seluruh tubuh (sel), untuk dimanfaatkan dalam

proses metabolisme. Dengan adanya oksigen dan zat-zat lain seperti glukosa,

berbagai ion, asam amino dan bahan-bahan lemak serta unsur pokok lainnya

dalam jumlah yang cukup, sel-sel akan mampu untuk hidup, tumbuh, dan

melakukan fungsi-fungsi khususnya. Kondisi seperti ini dapat berlangsung dengan

baik selama homeostasis dapat dipertahankan dan dalam hal ini sistim

kardiovaskuler dan sistim pengaturan keseimbangan asam basa sangat berperan.

Denyut jantung janin (DJJ) berfluktuasi pada batas-batas tertentu. Pada

keadaan tertentu seperti kekurangan volume sirkulasi, kekurangan oksigen,

gangguan keseimbangan asam basa, DJJ juga mengalami perubahan. Hal ini

dimungkinkan karena DJJ dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor

tersebut adalah: sistim syaraf otonom, baroreseptor, kemoreseptor, susunan saraf

pusat, dan sistem hormonal. (Joerizal Serudji, 2002).

Frekuensi DJJ dasar dan variabilitas adalah merupakan hasil interaksi antara

sistim syaraf simpatis dan sistim syaraf parasimpatis (Whittle & Martin, 2002).

Frekuensi DJJ dasar menurun secara gradual selama kehamilan, mungkin

disebabkan penguatan pengaruh sistin syaraf parasimpatik seiring bertambahnya

usia keamilan. Selama persalinan hanya terdapat sedikit perubahan DJJ dasar. Bila

terjadi hipoksia pada kehamilan akan terjadi peningkatan produksi kortikosteroid

dan katekolamin janin. Peningkatan produksi katekolamin menyebabkan

takikardia janin, oleh sebab itu meningkatnya DJJ dasar selama persalinan

merupakan gambaran dini terjadinya hipoksia (Whittle & Martin, 2002).

2.2 FUNGSI UNIT MATERNAL – PLASENTA – JANIN

Plasenta merupakan organ kompleks yang menghasilkan sejumlah hormon dan

enzim yang disekresikan ke dalam aliran darah maternal. Fungsi plasenta adalah

2

Page 3: Hipoksia Janin

sebagai transpor nutrisi dan produk metabolik janin, begitu pula dengan

pertukaran oksigen dan karbondioksida. Meskipun plasenta memegang peranan

utama untuk sirkulasi janin, tetapi secara keseluruhan tergantung pada sirkulasi

maternal.

Tekanan arteri maternal (60-70 mmHg) menyebabkan aliran menuju lempeng

korionik ke dalam ruang intervili bertekanan rendah (20 mmHg). Tekanan dalam

sirkulasi janin secara perlahan berubah, hal ini dipengaruhi oleh postur ibu,

pergerakan janin, dan stres fisik. Saat ibu berbaring, tekanan dalam ruang intervili

sebesar 10 mmHg. Setelah beberapa menit berdiri, tekanan bertamabah 30 mmHg,

sedangkan tekanan kapiler janin sebesar 20-40 mmHg.

Secara klinis, perfusi plasenta dapat dipengaruhi oleh berbagai perubahan

fisiologis maternal atau janin. Peningkatan kontraksi ritmik uterus bermanfaat

terhadap perfusi plasenta, tetapi kontraksi tetanik saat persalinan akan

mengganggu aliran plasenta dan sirkulasi janin.

2.3 FUNGSI SIRKULASI UTEROPLASENTA - FETOPLASENTA

Aliran darah uterin (sekitar 500-700 ml/menit) tidak seluruhnya melewati

ruang intervili. Hal ini mengasumsikan bahwa, 85% aliran darah uterin menuju

kotiledon dan miometrium serta endometrium. Pada plasenta matur, trombosis

menurunkan sejumlah pembukaan arteri menuju lempeng basal. Perubahan

struktural tampak pada arteri spiralis dalam desidua. Arteri spiralis berubah

menjadi saluran besar, membentuk saluran dengan resistensi rendah

(arteriovenous shunts). Bila arteri spiralis gagal untuk melakukan perubahan

fisiologis tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat (PJT) dengan

preeklampsia. Pada beberapa pasien dengan kegagalan dilatasi arteri spiralis dan

peningkatan resistensi vaskular menunjukan tingginya frekuensi hipertensi

proteinuri, pertumbuhan janin yang buruk, dan hipoksia janin. Doppler arteri

uterina kehamilan normal, menunjukan rasio kecepatan sistolik berbanding

diastolik kurang dari 2:6. Bila rasio lebih tinggi dan terdapat gelombang menukik,

biasanya berhubungan dengan komplikasi kehamilan seperti lahir mati, kelahiran

prematur, IUGR, atau preeklampsia.

3

Page 4: Hipoksia Janin

Aliran normal arteri umbilikal janin 350-400 ml/menit. Dengan demikian,

aliran maternoplasenta kurang lebih setara dengan aliran fetoplasenta. Sebelum

persalinan, pengisian plasenta terjadi ketika kontraksi uterus (Braxton Hiks

contraction), sehingga aliran keluar darah maternal tertutup, tetapi arteri

berdinding tebal hanya sedikit mengalami penyempitan. Ketika uterus relaksasi,

aliran darah keluar melalui vena maternal. Oleh sebab itu, darah tidak masuk ke

dalam plasenta setiap kali kontraksi, begitu pula saat relaksasi, darah yang masuk

tidak dalam jumlah yang besar. Kontraksi pada stadium awal, sebagian besar

kotiledon hanya mendapat sedikit aliran (hampir tidak ada) dan sisanya hanya

terisi sebagian. Sehingga aliran fetomaternal berkurang. Bila terjadi keadaan fase

kontraksi terus menerus misalnya pada tetani uterus, dapat mengakibatkan

hipoksia janin.

2.4 FISIOLOGI ASAM-BASA

Secara umum, keseimbangan asam-basa sebagian diatur oleh sistem bufer intra

dan ekstra seluler, dan sebagian lagi oleh mekanisme kompensasi ginjal dan

pernafasan. Bufer ekstraseluler memberikan respons segera terhadap perubahan

pH, di mana sistim asam bikarbonat-karbonat sangat berperan. Respons intra

seluler bekerja lebih lambat, menggunakan hemoglobin dan protein intraseluler

untuk membuang ion hidrogen. Untuk memelihara pH, volatile and fixed acids

harus dibuang. Asam karbonat merupakan volatile acid yang paling penting dan

dieksresikan melalui paru dalam bentuk CO2. Fixed acids antara lain adalah asam

laktat, ketoasid, asam posporik dan sulfurik, dan bahan-bahan ini harus di-bufer

dengan bikarbonat dari cairan ekstraseluler.

Pada janin, plasenta merupakan organ transfer. Selagi unit uteroplasental

dalam keadaan sehat, difusi CO2 yang cepat mengembalikan pH ke nilai normal

bila terjadi asidosis. Bufer intraseluler dan ekstraseluler juga dimanfatkan, tapi

mekanisme kompensasi renal masih immmatur dan relatif tidak efektif. Secara

praktis, fungsi renal diambil alih oleh plasenta.

Asidosis metabolik ditandai dengan pH yang rendah, CO2 yang rendah, HCO3

yang rendah, dan defisit basa yang sangat rendah. Begitu janin mengalami

4

Page 5: Hipoksia Janin

hipoksemia, respirasi aerobik tidak bisa berlangsung dan yang terjadi adalah

respirasi anaerobik. Akibatnya adalah dihasilkannya asam laktat. Asam laktat

yang tidak mampu di-buffer-i pada akhirnya akan menyebabkan penurunan pH

dan HCO3. Bila oksigenasi pulih, proses ini akan berbalik arah dan asam laktat

akan dieksresikan melalui plasenta ke darah ibu, dan dalam proses yang sangat

lambat melaui ginjal. Sepanjang oksigenasi mencukupi, laktat juga bisa dipakai

oleh janin sebagai substrat untuk produksi enerji.

Asidosis respiratorik ditandai dengan pH yang rendah, pCO2 yang tinggi,

meningkatnya HCO3, dan dan penurunan defisit basa yang sedang. Keadaan ini

dapat terlihat setelah beberapa episode kompresi tali pusat, yang menyebabkan

peningkatan pCO2 dan penurunan pH. Akibatnya adalah meningkatnya gerakan

pernafsan (yang tidak punya efek terhadap pH) dan meningkatnya retensi

bikarbonat oleh ginjal janin (yang hanya punya efek yang terbatas dalam

mengembalikan pH ke keadaan normal). Secara umum janin akan mengalami

sedikit asidosis respiratorik saat dilahirkan.

2.5 HIPOKSIA JANIN

2.5.1 Definisi

Hipoksia janin adalah suatu keadaan rendahnya kadar oksigendan

meningkatnya kadar karbondioksida dalam darah janin. Keadaan tersebut dapat

terjadi pada antepartum maupun intrapartum.

2.5.2 Etiologi

Kesehatan ibu dan perkembangan normal pada plasenta merupakan faktor yang

berperan dalam embriogenesis, pertumbuhan janin dan keselamatan periode

perinatal. Bila ibu dalam kondisi hipoksia atau berada dalam lingkungan hipoksia,

maka akan menyebabkan cedera terhadap organ vital. Faktor lain yang

mempengaruhi adalah kegagalan fungsi normal plasenta, sehingga berdampak

pada perkembangan janin (akut maupun kronik), intrauterine growth restriction

(IUGR), asfiksia, kegagalan multiorgan, kelahiran prematur, dan kematian

perinatal.

5

Page 6: Hipoksia Janin

Hipoksia intrauterin dibagi menjadi hipoksi preplasenta, uteroplasenta, dan

post-plasenta. Pada hipoksia preplasenta, ibu dan janin mengalami hipoksia.

Sebagai contoh yaitu pada ibu hamil yang tinggal di dataran tinggi dan penyakit

jantung tipe sianotik pada ibu. Mekanisme yang terjadi pada hipoksia preplasenta

adalah penurunan uptake O2dan gangguan transport O2. Bila hal tersebut terjadi

terus menerus akan terjadi hipoksia kronik, sehingga Reactive Oxygen Species

(ROS) akan meningkat dan mengaktivasi faktor vasokonstriktor (endotelin-1 dan

hypoxia induced factor). Di sisi lain akan menurunkan efek vasodilatasi NO.

Gangguan pada sistem hematologi ibu berdampak pada gangguan transfer

oksigen, misalnya pada anemia defisiensi besi dan sicle cell disease.

Pada hipoksia uteroplasenta, sirkulasi maternal tidak mengalami gangguan

akan tetapi sirkulasi uteroplasenta yang terganggu. Faktor yang mempengaruhi

diantaranya pembentukan plasenta yang abnormal pada awal gestasi dan penyakit

vaskular plasenta pada kehamilan lanjut. Sebagai contoh pada ibu hamil dengan

preeklampsia dan insufisiensi plasenta. Terakhir, hipoksia post-plasenta adalah

hipoksia yang hanya terjadi pada janin sehingga berhubungan dengan penyakit

janin. Mekanisme yang terjadi, diantaranya penurunan aliarn darah uterus

(mekanisme kompresi mekanik, ruptur, oklusi oleh trombus), progresive fetal

cardiac failure (malformasi jantung janin), dan anomali kongenital.

Hipoksia akan menyebabkan komplikasi seperti aspirasi mekonium, gangguan

metabolisme dan hematologi, disfungsi kognitif dan serebral palsi.

2.5.3 Klasifikasi

Menurut Manning (1992), berdasarkan respon biofisikal, kondisi hipoksia

terbagi menjadi 2 kategori yaitu pertama respons akut / intermediat yaitu

perubahan atau hilangnya aktivitas yang diregulasi oleh sistim syaraf pusat

(gerakan nafas, gerakan tubuh, tonus fleksor janin) dan kedua respons kronik

(yakni berkurangnya produksi air ketuban / oligohidramnion, gangguan

pertumbuhan, pewarnaan mekonium dan meningkatnya risiko komplikasi

neonatal).

6

Page 7: Hipoksia Janin

2.5.4 Mekanisme Hipoksia

Sirkulasi janin pada fase intrauterin berpusat pada plasenta. Vena umbilikalis

membawa darah dengan oksigen dari plasenta menuju hepar, cabang kecil menuju

duktus arteriosus, kemudian memasuki vena kava inferior. Sebagian darah yang

berasal dari tubuh bagian atas, akan masuk melalui vena kava superior. Darah

mulai memasuki jantung melalui atrium kanan, selanjutnya sebagian melewati

foramen ovale dan sebagian menuju ventrikel kanan yang kemudian akan

melewati trunkus pulmonalis. Darah yang melewati foramen ovale, langsung

menempati atrium kiri, lalu melalui ventrikel kiri dan dipompa keluar jantung

menuju arkus aorta. Darah yang melewati trunkus pulmonalis selanjutnya akan

masuk atrium kiri dan sebagian melewati duktus arteriosus yang langsung menuju

arkus aorta. Setelah memasuki aorta, darah akan dialirkan menuru aorta

desendens, aorta abdominalis, A. illiaca communis, A. hipogastrica, A.

umbilikalis, dan berakhir di plasenta untuk pertukaran gas serta nutrisi.

Ketika terjadi gangguan pada proses pertukaran gas plasenta atau ketika

transfer oksigen inadekuat maka saturasi oksigen akan menurun. Pada keadaan

hipoksemia terjadi penurunan saturasi oksigen dalam darah tetapi fungsi organ

masih adekuat. Respon pertahanan janin terhadap keadaan ini adalah berusaha

untuk meningkatkan uptake oksigen dengan cara mengurangi aktivitas seperti

mengurangi gerakan dan nafas janin. Mekanisme pertahanan ini dapat

dipertahankan selama beberapa hari sampai minggu. Bila saturasi oksigen

menurun lebih lanjut, mekanisme pertahanan janin selama keadaan hipoksemia

tidak cukup untuk menjaga keseimbangan energi dan janin akan memasuki keadaa

hipoksia. Hal ini menunjukan bahwa defisiensi oksigen telah berpengaruh

terhadap jaringan perifer. Janin tidak memiliki kemampuan pertahanan pada

keadaan hipoksia. Respon utama terhadap hipoksia adalah peningkatan hormon

stres dan penurunan aliran darah perifer. Distribusi darah dipusatkan untuk organ

sentral seperti jantung, otak, dan glandula adrenal. Aliran darah meningkat 2-5

kali untuk berusaha menjaga suplai oksigen tetap adekuat.

Jaringan perifer mengalami metabolisme anaerobik dengan tujuan menjaga

keseimbangan energi tanpa oksigen yang adekuat terhadap organ sentral. Janin

7

Page 8: Hipoksia Janin

hanya dapat menjaga keseimbangan ini dalam beberapa jam. Hipoksia janin

menyebabkan reaksi seperti peningkatan hormon stres seperti adrenalin

(epinefrin) dan noradrenalin (norepinefrin) yang berasal dari glandula adrenal dan

sistem saraf simpatis. Peningkatan adrenalin akan mengaktivasi siklik AMP untuk

meningkatkan aktivitas selular termasuk aktivasi enzim fosforilase. Enzim

tersebut akan mengubah cadangan glukosa (glikogen) menjadi glukosa yang dapat

digunakan kemudian (glikogenolisis). Hal ini merupakan tanda bahwa telah

terjadi metabolisme anaerobik. Hasil metabolisme anaerobik adalah akumulasi

asam laktat, CO2 serta H+ yang selanjutnya menyebabkan penurunan pH janin.

Selanjutnya respon janin terhadap keadaan hipoksia adalah stimulasi reflek

kemoreseptor, reflek baroreseptor dan depresi miokardial secara langsung. Arkus

aorta dan badan karotid (carotid bodies) yang memiliki kemoreseptor, sensitif

terhadap perubahan kadar oksigen dalam darah yang berasal dari plasenta dan

janin memberikan respons kadiovaskuler terhadap kondisi yang demikian.

Rangsangan pada syaraf simpatis akan meningkatkan frekuensi denyut jantung

janin (DJJ) sehingga menambah kekuatan kontraksi dan meningkatkan curah

jantung. (Whittle & Martin, 2002). Secara skematis, mekanisme tersebut dapat

digambarkan seperti di bawah ini.

8

Page 9: Hipoksia Janin

2.5.5 Pemeriksaan Antepartum

Menurut Fetal Health Surveillance: Antepartum and Intrapartum Consensus

Guideline, terdapat 6 kategori pemeriksaan antepartum, diantaranya:

1. Perhitungan pergerakan janin.

2. Non-stress test.

3. Contraction stress test.

4. Biophysical profile dan / atau volume cairan amnion.

5. Doppler arteri uterina maternal.

6. Doppler arteri umbilikal janin.

Keberhasilan program pemeriksaan antenatal janin untuk menurunkan dampak

asfiksia janin dan neonatal.

Tabel 1.Dampak Buruk Asfiksia Antepartum Terhadap Janin dan Neonatus

Dampak terhadap janin Dampak terhadap Neonatus

Stillbirth Kematian

Asidosis metabolik saat lahir Asidosis metabolik

Hypoxic renal damage

Necrotizing enterocolitis

Perdarahan Intrakranial

Kejang

Cerebral palsy

Neonatal encephalopathy

*Asfiksia dijelaskan sebagai hipoksia dengan asidosis metabolik

Tujuan pemeriksaan antenatal adalah:

9

Page 10: Hipoksia Janin

1. Mengetahui adanya kelainan pada janin (terutama saat pertengahan awal

kehamilan).

2. Memonitoring kondisi janin yang dianggap normal, dengan menentukan

waktu yang paling baik untuk melahirkan.

Waktu Untuk Memulai Pemeriksaan

1. Pergerakan janin

Dilakukan semua ibu hamil dengan atau tanpa faktor risiko.

Dimulai usia 26-32 minggu kehamilan.

2. Doppler arteri umbilikal janin

Ketika mendiagnosis suspek fetal growth restriction.

Pada follow up suspek kelainan plasenta berat atau fetal growth

restriction (pasti).

3. Non-stress test dan penilaian volume cairan amnion

Pada kehamilan lewat bulan (41-42 minggu) atau,

2 minggu sebelum kelainan pada usia kehamilan sebelumnya.

Segera lakukan bila pergerakan janin menurun.

2.5.5.1 Fetal Movement Counting

1. Monitoring harian mulai usia 26-32 minggu kehamilan, dilakukan pada

semua kehamilan dengan faktor risiko terhadap dampak buruk pada

perinatal.

2. Wanita hamil yang sehat tanpa faktor risiko sebaiknya menghitung

pergerakan janin mulai trimester 3 dan menanyakan cara melakukan

perhitungan bila pergerakan janin berkurang.

3. Bila pergerakan kurang dari 6 dalam 2 jam melakukan pemeriksaaan

antenatal lebih lanjut dan menghubungi dokter atau caregiver.

4. Bila pergerakan <6 x/2 jam, evaluasi dengan NST dan / atau BPP

10

Page 11: Hipoksia Janin

Gambar 4.Algoritma fetal movement counting.

2.5.5.2 NON-STRESS TEST

Syarat :

Dilakukan saat pemeriksaan antenatal ketika uterus relaks.

Janin tidak dalam kondisi stres terhadap kontraksi uterus.

Mengosongkan kandung kemih.

Posisi pada tempat tidur, atau setengah duduk, atau LLD.

Dilakukan selama minimal 20 menit.

11

Page 12: Hipoksia Janin

Gambar 5.Klasifikasi antepartum : Non Strees Test

2.5.5.3 Contraction Stress Test / Oxytocin Challenge Test

Mengevaluasi respon denyut jantung janin untuk menyebabkan kontraksi dan

menunjukan (unmask) fungsi buruk plasenta.

Pemeriksaan ini lebih jarang dilakukan.

Biasanya untuk menilai fungsi uteroplasenta lebih sering digunakan prosedur:

Biophysical variables (BPP).

Vascular flow measurement (Doppler).

Tujuan: menilai adanya kelainan uteroplasenta.

FR kelainan uteroplasenta : ibu dengan diabetes atau hipertensi, keadaan janin

seperti growth restriction dan persalinan tua.

Kontraindikasi : semua wanita yang dikontraindikasikan untuk persalinan

pervaginam (Plasenta previa, bekas SC)

12

Page 13: Hipoksia Janin

CST dilakukan dengan cara :

1. Stimulasi puting susu ibu.

Mengusap puting susu melalui bajunya dengan permukaan palmar

tangannya dengan cepat dan lembut selama 2 menit, kemudian

dihentikan, tunggu 5 menit.

Evaluasi kontraksi uterus.

Bila kontraksi inadekuat, diulangi.

Bila gagal Oxytocin-induced contraction.

2. Oxytocin Stress Test

Telah menggunakan NST sebelumnya.

Kontraksi uterus diinduksi dengan oksitosin 0,5-1 mU/min, dinaikan 1

mU setiap 15-30 menit, sampai terjadi 3x kontraksi dalam 10 menit.

Hasil negatif : denyut jantung janin normal, tanpa deselerasi lambat.

Hasil meragukan : terdapat deselerasi berulang-ulang, bukan pola

lambat.

2.5.5.4 Sonographic Assessment Of Fetal Behaviour And/Or Amniotic Fluid

Volume

Menilai secara simultan beberapa karakteristik fisiologi dan tingkah laku

janin.

BPP untuk menilai kesejahteraan janin.

Dilakukan > 30 menit.

Penilaian: pergerakan nafas janin, pergerakan tubuh, tonus, dan volume

cairan amnion.

13

Page 14: Hipoksia Janin

Gambar 6.Komponen profile biofisikal fetal.

Kantung amnion : Kedalaman kantung : 2-8 cm = normal ; 1-2cm = marginal ;

<1cm = kurang ; >8 = meningkat.

2.5.5.5 Doppler Arteri Uterina

Prosedur non-invasif.

Mengukur resistensi pembuluh darah yang mensuplai plasenta.

Pada kehamilan normal : terdapat peningkatan kecepatan aliran darah dan

penurunan resistensi.

Pada keadaan hipertensi, doppler menunjukkan peningkatan resistensi aliran,

early diastolic notching, penurunan aliran diastol.

14

0 = tidakada

2 = ada

Skormaksimum = 8

NST normal = +2 max 10

10 atau 8 = normal

6 = meragukan

≤ 4 = abnormal

Page 15: Hipoksia Janin

Gambar 7.Indikasi Doppler arteri intrauterine.

2.5.5.6 Doppler Arteri Umbilical

Pada kehamilan normal, sirkulasi umbilical janin : aliran maju terus menerus

(resistensi rendah, arahnya ke plasenta, membaik seiring usia kehamilan

semakin berkembang dan bercabang-cabang)

Bila terjadi peningkatann resistensi, akan menunjukan:

o Rasio sistol diastol yg abnormal.

o Pulsatile index (PI) atau resistence index (RI) >95%

o Penurunan fungsi vaskular dalam plasenta.

Digunakan untuk menilai sirkulasi plasenta janin pada kehamilan dengan

placental insufficiency.

Penilaian dipertimbangkan : untuk memastikan suspek growth restriction dan

selama follow up suspek kelainan plasenta.

2.5.6 Pemeriksaan Intrapartum

2.5.6.1 Digital Fetal Scalp Stimulation

Tujuan : melihat respon saraf simpatis. Peningkatan amplitude sebanyak 15 bpm

dalam 15 detik menunjukkan adanya sensitivitas tingkat tinggi pada asidosis

15

Page 16: Hipoksia Janin

janin. Respon peningkatan secara general berhubungan dengan pH kulit kepala

lebih dari 7.20. teknik tersebut mungkin penting, karena pendekatan secara agresif

menggunakan tekanan substansial mungkin menghasilkan vagal bradikardia

sehingga harus dihindarkan. Jika terdapat sedikit aselerasi, asesmen lebih jauh

mungkin dibutuhkan, seperti asesmen langsung dengan fetal scalp blood sampling

untuk menentukan pH. Digital scalp stimulation sebaiknya dihindari saat

deselerasi, karena deselerasi menyebabkan respon vagal yang mencegah adanya

respon saraf simpatis selama stimulasi kulit kepala.

2.5.6.2 Fetal Scalp Blood Sampling

Sesuai untuk usia kehamilan lebih dari 34 minggu ketika proses persalinan

belum terjadi. Hal ini tidak dianjurkan di kehamilan kurang dari 34 minggu.

Kontra indikasi Fetal Scalp Blood Sampling adalah adanya anggota keluarga yang

memiliki riwayat hemophilia, suspek trombositopenia janin, presentasi muka,

infeksi maternal (HIV, hepatitis, herpes, suspek intrauterine sepsis). Kesulitan

yang dihadapi: kemampuan dan pengalaman dari operator, dilatasi serviks,

ketidaknyamanan pada pasien, dan proses pemeriksaan yang berulang. Jika pH <

7.20 persalinan diindikasikan karena dapat berisiko terjadi fetal acidemia.

2.5.6.3 Umbilical Cord Blood Gases

Gas darah pada arteri dan vena pada tali pusat memberikan bukti oksigenasi

janin dan plasenta saat persalinan. Saat terdapat faktor risiko pemeriksaan ini

sangat direkomendasikan.

16

Page 17: Hipoksia Janin

Gambar 8.Klasifikasi hasil pengambilan darah fetal dari kepala

2.5.6.4 Fetal Pulse Oximetry

Fetal Pulse Oximetry merupakan teknologi yang bertujuan untuk memonitor

O2 saturasi janin intrapartum. Sebuah sensor diletakkan melalui serviks kemudian

mendekati pipi janin, hal ini membutuhkan dilatasi serviks (2 cm atau lebih) dan

selaput ketuban yang sudah pecah dengan presentasi kepala.

2.5.6.5 Fetal Electrocardiogram Analysis

Fetal Electrocardiogram merupakan teknologi kombinasi. Yang dimonitor:

detak jantung janin, sinyal aktivitas uterus, dan EKG janin. Hasil interpretasi

berdasarkan observasi dari perubahan gelombang QRS dan T janin dan

hubungannya dengan keadaan metabolic dari jantung janin.

2.5.6.6 Intrapartum Fetal Scalp Lactate Testing

Pada keadaan di mana monitoring intrapartum tidak memungkinkan,

pemeriksaan level laktat janin mungkin dilakukan. Kadar laktat dalam darah pada

kulit kepala janin berhubungan dengan kadar laktat dalam darah pada umbilical.

Keuntungan pemeriksaan kadar laktat dibandingkan dengan pH adalah

kemampuan untuk mengumpulkan hasil dengan jumlah darah yang lebih sedikit

dan kemampuan untuk membedakan asidosis respiratori dan asidosis metabolic.

17

Page 18: Hipoksia Janin

2.5.6.7 Auskultasi berkala

Auskultasi bunyi jantung janin secara berkala merupakan metode pengawasan

janin yang direkomendasikan untuk wanita hamil tanpa faktor risiko terhadap

hasil kehamilan yang merugikan. Pada metode ini, dibutuhkan kemampuan untuk

membedakan suara jantung ibu dengan jantung janin. Untuk membedakannya

dapat dilakukan dengan cara meraba denyut nadi ibu.

Denyut jantung dasar dinilai dengan mendengarkan dan menghitung antara

kontraksi rahim. Hasil akurasi terbesar kada;ah 168 ketika DJJ dihitung selama 60

detik. Setelah garis dasar didirikan, penilaian berkala sesuai lembaga nasional

protokol bantuan menentukan apakah denyut jantung dalam kisaran yang sama

(Tabel 10). Denyut jantung janin normal adalah110-160 bpm. Takikardia

didefinisikan sebagai denyut jantung janin di atas160 bpm selama >10 menit dan

bradikardia didefinisikan sebagai denyut jantung janin di bawah 110 bpm selama

>10 menit.

Gambar 9.Rekomendasi frekuensi auskultasi.

18

Page 19: Hipoksia Janin

Gambar

10.Penanganan abnormal denyut jantung fetal dengan auskultasi intermiten.

Gambar 11.Algoritma auskultasi denyut jantung fetus.

19

Page 20: Hipoksia Janin

2.5.6.8 Admission Cardiotocography

Kardiotografi adalah sebuah tehnik atau metode pengukuran detak jantung bayi

selama kehamilan atau setelah melahirkan dengan merekam atau menggambar

frekuensi denyut jantung dengan menggunakan ultrasound. Alat atau yang

digunakan untuk memantau detak jantung tersebut disebut kardiotograf. Selain

mentau detak jantung bayi alat tersebut juga memantau kotraksi rahim ibu.

kardiotokografi biasanya dilakukan pada trimester ketiga masa kehamilan . Hal ini

dilakukan untuk mengetahui apakah jantung bayi yang masih dalam kandungan

berdetak pada tingkat normal dan variabilitas . Biasanya detak jantung bayi

adalah  antara 110 dan 160 denyut per menit dan akan meningkat jika bayi

bergerak . Pemeriksaan detak jantung bayi yang merespon gerakannya adalah cara

tidak langsung untuk mengetahui apakah bayi tersebut mendapat cukup oksigen

dari plasenta . Tes ini juga akan melihat bagaimana detak jantung bayi

dipengaruhi oleh kontraksi .

2.5.6.9 Electronic Fetal Monitoring

Elektronik Fetal Monitoring (EFM) adalah metode untuk memeriksa kondisi

bayi dalam kandungan oleh mencatat setiap perubahan yang luar biasa dalam

denyut jantung. Electronic fetal monitoring dilakukan di akhir kehamilan atau

terus selama tenaga kerja untuk memastikan normal bayi yang sehat. EFM dapat

dimanfaatkan baik secara eksternal maupun internal di dalam rahim. Seorang bayi

yang belum lahir, denyut jantung normal berkisar antara 120-160 beats per menit

(bpm). Bayi yang menerima cukup oksigen akan bergerak di sekitar. Monitor strip

akan menampilkan bayi denyut jantung meningkat sebentar karena dia bergerak

(seperti dewasa hati menilai meningkat ketika dia bergerak).

2.5.7 Penatalaksanaan

Ketika janin menunjukan tanda distress terdapat beberapa tata laksana umum

terutama adalah resusitasi intrauterin dan pertimbangkan terminasi kehamilan.

Resusitasi intrauterin dilakukan dengan tujuan memperbaiki sirkulasi darah dalam

rahim, perbaikan sirkulasi darah tali pusat, dan perbaikan oksigenasi janin.

20

Page 21: Hipoksia Janin

Beberapa manuver yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan vagina untuk

melihat adanya kelainan pada tali pusat seperti prolaps atau kompresi tali pusat.

Hal ini dapat diatasi dengan pembebasan tali pusat. Kedua adalah memiringkan

ibu pada salah satu sisi untuk mengurangi kompresi aortocaval. Ketiga,

pemberian oksigen kepada ibu. Keempat, penghentian oksitosin dan pemberian

tokolitik untuk menghentikan aktivita uterus. Terakhir adalah pemberian cairan

infus untuk menambah volume plasma ibu, cairan yang biasa digunakan adalah

cairan resusitasi kristaloid atau dekstrose 5%. Terakhir adalah pertimbangan

terminasi kehamilan yang tergantung pada keadaan hipoksia dan keadaan janin.

21

Page 22: Hipoksia Janin

BAB IIISIMPULAN

Hipoksia janin merupakan suatu keadaan yang membahayakan bagi ibu dan

janin. Saat ini, kriteria diagnosis hipoksia janin adalah: mekonium berwarna hijau

kental, hasil NST non reaktif, asidemia janin. Penting untuk mengenali tanda-

tanda hipoksia janin sedini mungkin, adapun banyak pemeriksaan yang bisa

dimanfaatkan. Penting bagi tenaga medis untuk memahami dan menangani pasien

dengan hipoksia janin sesuai prosedur yang berlaku.

22

Page 23: Hipoksia Janin

DAFTAR PUSTAKA

Arulkumaran S., Gibb. Fetal Monitoring in Practice, Oxford: Butterworth-

Heinemann Ltd, 1992:1-146

Cardiotochography. 21 Januari 2001. Diakses tanggal 11 Agustus 2007 di

http://www.fetal.freeserve.co.uk/ctg.html

Children’s Hospital of The King’s Daughters. Biophysical Profile. 30 September

2005. Diakses di http://www.chkd.org/highriskpregnancy/bpp.htm

Cleveland. Fetal Distress. Cleveland: Department of Patient Education and Health

Information. 2007. Diakses di

http://www.clevelandclinic.org/health/healthinfo/docs/3800/3896.asp?

index=12401 .

Cunningham, Garry F., M. D. et al: Antepartum Assesment, Williams Obstetrics,

24nd ed, Connecticut: Appleton & Lange, 2002:40:1095-1108

Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifudin, Trijatmo Rachimhadhi, dalam: Ilmu

Kebidanan, edisi keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 2012.

Hayley Willacy. Fetal Disress. UK: PatientPlus. 22 Juni 2007. Diakses di

http://www.patient.co.uk/showdoc/40000220/

Hayley Willacy. Meconium Stained Liquor. US: PatientPlus. 7 Agustus 2006.

Diakses di http://www.fetal.freeserve.co.uk/meconium.html

Hidayat Wijayanegara. Dalam: Makalah Lengkap Kursus Dasar Ultrasonografi

Kardiotokografi. Malang: RSUD DR. Saiful Anwar.2002:VIII1-5

Sean Kavanagh. Fetal Monitoring. UK: 29 Agustus 2006. Diakses tanggal di

http://www.patient.co.uk/showdoc/40000245/Wikipedia. Cardiotocography.

US:Wikipedia Foundation. 20 September 2006. Diakses di

http://www.fetal.freeserve.co.uk/meconium.html . Sofie Rifayani Krisnadi,

Johanes C. Mose, Jusuf S. Effendi. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri

dan Ginekologi. Bandung: Rumah Sakit Hasan Sadikin. 2005:7-1.

Steele, Wanda F., What are the signs of fetal distress? In: SheKnows Pregnancy

and Baby. Pennsylvania. 2007. Diakses di

23

Page 24: Hipoksia Janin

http://pregnancyandbaby.com/pregnancy/baby/What-are-the-signs-of-

fetadistress-5960.htm

World Health Organization. Fetal Distress in Labour.2003. Diakses di

http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Symptoms/Fetal_distress_S95_S

96.html

24