hand out.pdf

48
1 HAND OUT FISIOLOGI MEMORI DAN PERILAKU Untuk Mahasiswa Kedokteran UMY Blok Kedokteran Jiwa Oleh : dr. Ratna Indriawati, M Kes

Upload: jamaluddin-ahmad-am

Post on 26-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: HAND OUT.pdf

1

HAND OUT

FISIOLOGI MEMORI DAN PERILAKU

Untuk Mahasiswa Kedokteran UMY

Blok Kedokteran Jiwa

Oleh :

dr. Ratna Indriawati, M Kes

Page 2: HAND OUT.pdf

2

MEMORI

Tujuan Instruksional :

- Mahasiswa mengetahui tentang memori

- Mahasiswa mengetahui tentang bentuk-bentuk/jenis memori

- Mahasiswa mengetahui tentang factor-faktor yang berpengaruh terhadap

memori

- Mahasiswa mengetahui pusat-pusat memori

Definisi

Memori adalah suatu penyimpanan dan penahanan informasi

Bentuk-bentuk Memori

Memori dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu :

1. memori tersurat (explisit memory)

yang disebut sebagai memori deklaratif atau pengenalan (recognition).

Memori ini berhubungan dengan kesadaran yang tidak tergantung pada

retensi di hipokampus atau bagian lain lobus temporalis medial. Memori ini

dibagi menjadi :

a. episodik : ingatan akan peristiwa

b. semantik : ingatan akan kata-kata, peraturan, bahasa, dan lain-lain

2. memori tersirat (implisit memory)

Disebut juga memori non deklaratif atau refleksif.

Memori ini tidak berhubungan dengan kesadaran. Retensi biasanya tidak

berhubungan dengan pemrosesan di hipokampus. Yang termasuk memori ini

antara lain kemahiran melakukan sesuatu, kebiasaan dan refleks bersyarat.

Tetapi memori tersurat pada awalnya diperlukan untuk kegiatan seperti

Page 3: HAND OUT.pdf

3

mengendarai sepeda dan akan menjadi memori tersirat bila telah cukup

mahir.

a. nonassociative :

i. habituasi

adalah bentuk belajar sederhana dengan stimulus netral

diulang berkali-kali. Saat pertama kali diberikan, stimulus ini

bersifat baru dan mencetuskan suatu refleks. Bila stimulus

tersebut diulang-ulang, maka respon listrik yang

ditimbulkannya semakin kurang. Akhirnya subyek menjadi

terbiasa (habituasi) dengan stimulus tersebut dan

mengabaikannya.

ii. Sensitisasi

Stimulus berulang akan menimbulkan respon yang lebih kuat

apabila stimulus tersebut digabungkan dengan satu atau lebih

stimulus yang menyenangkan/tidak menyenangkan.

Contoh : Seorang ibu dapat tidur dalam lingkungan bising

tetapi terbangun saat bayinya menangis

b. associative :

i. classic conditioning

ii. operant conditioning

adalah salah satu bentuk pengondisian dengan hewan yang

dilatih untuk melaksanakan tugas untuk memperoleh suatu

hadiah atau menghindari hukuman (refleks penghindaran

bersyarat)

c. Ketrampilan dan kebiasaan (skill and habits)

d. Penyiapan (priming)

Page 4: HAND OUT.pdf

4

Memori eksplisit

Memori eksplisit merupakan suatu memori pengenalan. Ada hubungannya dengan

kesadaran dan sadar. Pengodean memori tersurat meliputi memeori kerja di lobus

frontalis dan pemrosesan yang khusus di hipokampus.

Tergantung dari cara penyimpanannya dalam hipokampus dan bagian-bagiannya,

misalnya : di bagian lobus temporalis medialis yang terbagi menjadi 2, yaitu :

- untuk kejadian-kejadian memori episodik

- untuk menyimpan kata-kata dan bahasa memori semantik

Memori eksplisit

- merupakan memori yang memerlukan aktivitas inisiasi (misalnya naik

sepeda, harus belajar dahulu supaya dapat mengendarainya)

- memori eksplisit dapat menjadi memori implisit jika aktivitas tersebut

sudah dipelajari.

Memori eksplisit dan beberapa memori implisit

1. Ingatan jangka pendek (Short-term memory )

Short-term memory tinggal dan akan hilang dalam beberapa detik

sampai jam, selama proses di hippocampus. Ingatan jangka pendek

kemungkinan disebabkan oleh :

- aktivitas saraf yang berkesinambungan

- fasilitasi atau inhibisi presinaptik

- potensiasi sinaptik

2. Ingatan jangka menengah (intermediate memory)

Ingatan yang berlangsung bermenit-menit bahkan berminggu-minggu.

Page 5: HAND OUT.pdf

5

Ingatan ini kadang-kadang akan hilang kecuali jika ingatan menjadi

permanent menjadi ingatan jangka panjang

Mekanisme molekuler pada ingatan intermediate

- mekanisme habituatif

o efek habituatif pada terminal sensorik terjadi akibat penutupan

progresif saluran kalsium di membrane terminal presinaptik

- mekanisme fasilitasi

o efek asosiasi neuron fasilitator yang terangsang pada saat yang

bersamaan dengan terangsangnya neuron sensorik menyebabkan

peningkatan sensitivitas perangsangan yang lama pada terminal

sensorik, yang menimbulkan jejak ingatan.

3. Ingatan jangka panjang (Long-term memory)

Long-term memory menyimpan memori tahunan, kadang-kadang

selama hidup

Ingatan jangka panjang merupakan hasil dari perubahan structural

pada sinaps-sinaps yang memperkuat atau menekan penghantaran

sinyal-sinyal.

Kemampuan structural dari sinaps-sinaps untuk menjalarkan sinyal

menjadi meningkat selama adanya jejak ingatan jangka panjang yang

sebenarnya.

Memori jangka panjang disimpan di beberapa bagian neokorteks.

Beberapa bagian ingatan-penglihatan, penghidu, pendengaran, dan lain-

lain-terletak di tiap-tiap daerah korteks yang berperan dalam fungsi-

fungsi ini, dan pecahan-pecahan ingatan tersebut akan disatukan oleh

perubahan jangka panjang dalam kuatnya penghantaran di hubungan

sinaps yang bersangkutan, sehingga semua komponen kea alam sadar

apabila memori tersebut diingat kembali. Sekali memori jangka panjang

Page 6: HAND OUT.pdf

6

telah dikukuhkan dapat diingat kembali atau diakses oleh berbagai

hubungan yang berbeda. Misalnya, memori suatu kejadian yang kuat

dapat dibangkitkan tidak hanya oleh kejadian yang sama tetapi juga

oleh suatu bunyi atau bau, kata-kata, melihat sesuatu yang

berhubungan dengan kejadian tersebut.

Harus ada beberapa jaras untuk setiap memori. Selain itu, banyak

memori memiliki komponenemosional atau “warna”. Memori dapat

menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Working memory :

semacam short-term memory yang menyimpan informasi dalam waktu yang

sangat pendek, sedangkan aktivitas tergantung dari hal tersebut. Memori kerja

mempertahankan informasi yang baru untuk beberapa saat sebelum menentukan

akan diapakan memori tersebut. Bentuk memori ini memungkikan kita untuk

mencari nomer telepon, kemudian mengingatnya selagi kita mengangkat telepon

dan memutar nomer telepon tadi.

Memori kerja terdiri atas :

pelaksana pusat : terdapat di korteks prefrontal

system pelatihan :

o system verbal : untuk mempertahankan memori verbal

o system visuospatial : untuk mempertahankan aspek visual dan

spatial suatu objek.

Hipokampus dan Lobus Temporalis Medial

Area untuk memori kerja melibatkan hipokampus dan bagian

parahipokampus korteks temporalis medial yang berdekatan. Kerusakan bilateral

hipokampus ventral, misal pada penyakit Alzheimer dan proses penyakit sejenis

Page 7: HAND OUT.pdf

7

yang merusak neuron-neuron CA1 menyebabkan gangguan ingatan jangka pendek

yang hebat. Manusia yang mengalami kerusakan seperti itu memiliki memori kerja

dan jangka panjang yang utuh. Proses memori tersirat umunya utuh. Dalam hal

ingatan yang disadari, mereka memperlihatkan kinerja yang adekuat bila mereka

berkonsentrasi pada apa yang mereka kerjakan. Tetapi bila mereka mengalihkan

perhatian walaupun sangat singkat, semua ingatan mengenai apa yang sedang dan

akan mereka kerjakan hilang. Dengan demikian, mereka mampu belajar hal-hal

baru dan mempertahankan ingatan jangka panjang pralesi, tetapi tidak dapat

membentuk ingatan jangka panjang baru.

Hubungan hipokampus ke diensefalon juga berperan dalam ingatan.

Beberapa pecandu alcohol dengan kerusakan otak mengalami gangguan ingatan

jangka pendek. Kehilangan daya ingat berhungan erat dengan perubahan patologik

di korpus mamilaris, yang memiliki hubunganeferen ke hipokampus melalui forniks.

Confabulation : orang ini kurang berhasil bila dilakukan uji ingatan, tetapi

akan secara spontan menceritakan hal-hal yang belum pernah terjadi. Keadaan ini

disebut juga “berbohong jujur” (“honest lying”). Confabulation terjadi oleh

karena kerusakan bagian ventromedial lobus frontalis.

Memori Implisit :

- Tidak tergantung kesadaran.

- Penyimpanannya tidak ada hubungannya dengan proses di dalam hipokampus

- Sekali didapat/diperoleh menjadi sadar dan akan secara otomatis.

Hal ini merupakan priming/utama, yang memudahkan mengingat kata-kata atau

obyek dengan ada pemaparan sebelumnya, contoh : mengingat kata-kata dengan

menunjukkan beberapa huruf, huruf depannya.

Nonassocitive learning

Page 8: HAND OUT.pdf

8

mempelajari tentang satu macam rangsang

associtive learning

mempelajari tentang hubungan satu rangsang dengan rangsang lain

Habitual dan Sensitisasi

Habitual

Suatu bentuk pembelajaran sederhana, dengan diberi rangsang sederhana

dan diulang berkali-kali. Rangsang pertama merupakan pemicu dan timbul reaksi

dan memberikan jawaban semakin kurang.Akhirnya orang tersebut menjadi biasa

terhadap rangsang dan mengabaikannya.

Sensitisasi

Rangsang yang berkali-kali memberikan jawaban makin besar, rangsang

beberapa kali yang dapat berbentuk menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Contoh : seorang ibu tetap tidur dengan suara bermacam-macam dari

lingkungannya, tetapi akan segera bangun mendengar bayinya menangis.

Refleks conditioning

Suatu refleks yang jawabannya terhadap rangsang sebelumnya sangat kecil

atau tidak ada jawaban. Jawaban dapat dicapai dengan memberikan rangsang

yang berulang dan dengan bersama rangsang lain yang biasanya menghasilkan

jawaban.

Contoh ;

Percobaan Pavlov :

Saliva disekresi bila daging di mulut anjing. Bel dibunyikan dekat sebelum

daging dimasukkan ke dalam mulut anjing dan hal ini diulang berkali-kali sampai

Page 9: HAND OUT.pdf

9

anjing mengeluarkan saliva dengan adanya suara bel, walaupun tanpa ada daging

yang diberikan.

Unconditioned stimulus (US) : daging dalam mulut

conditioned stimulus (CS) : bunyi bel

Setelah CS dan US dijalankan berkali-kali, CS kan memberikan jawaban yang

asalnya hanya akibat ditimbulkan oleh US

Jika CS diberikan berkali-kali tanpa US, refleks kondision hilang internal

inhibition

Jika hewan coba diganggu oleh rangsang eksternal segera setelah CS diberikan,

jawaban kondision tidak akan terjadi eksternal inhibition

Operant conditioning

Bentuk kondision yang jika hewan coba diberi pelajaran untuk melakukan

sesuatu pelajaran agar supaya dapat mendapatkan pujian atau tidak mendapat

hukuman.

US adalah keadaan yang senang atau tidak senang.

CS adalah tanda untuk hewan coba untuk mengerjakan pekerjaannya.

Memori transfer interkorteks

Jika kucing atau kera dibuat untuk menjawab satu rangsang visual dengan

satu mata tertutup dan kemudian diberi rangsang pada mata yang ditutup

transfer ke satu matanya jawaban kondision.

Hal ini dapat terjadi walaupun chiasma di potong rangsang sebelah mata akan

diteruskan ipsilateral.

Penyakit Alzheimer dan Demensia Senilis

Page 10: HAND OUT.pdf

10

Penyakit Alzheimer ditandai oleh hiloangnya memori jangka pendek secara

progresif diikuti oleh hilangnya fungsi kognitif umum dan kematian pada usia

pertengahan.Umumnya kasus ini sporadic tetapi ada juga yang familial. Penyakit

ini merupakan penyebab 50-60% kasus demensia senilis. Perubahan-perubahan

dini pada penyakit Alzheimer antara lain atrofi hipokampus dan korteks

entorhinal.Penurunan jumlah neuron nkolinergik dan neuron lain di korteks

serebrum, dan terjadi pengurangan sejumlah besar neuron kolinergik di nucleus

basalis Meynert dan nucleus terkait lainnya yang mengandung bahan-bahan sel

neuron kolinergik yang berproyeksi di hipokampus, amigdala dan semua

neokorteks. Pada penyakit Alzheimer , kadang-kadang dapat terjadi perbaikan

kecil yang bersifat sementara dengan pemberian obat-obatan yang bekerja di

pusat yang menghambat asetilkolinesterase sehingga menurunkan penguraian

asetilkolin, tetapi pengobatan ini tidak memiliki efek pada proses degeneratif

yang mendasari.

Penyebab degerasi saraf pada penyakit Alzheimer masih belum jelas. Tanda

sitopatologi utama penyakit ini adalah kekusutan neurofibril intrasel, yang

sebagian terdiri dari bentuk hiperfosforilasi protein atau yang biasanya

berikatan dengan mikrotubul dan endapan (plaque) senilis ekstrasel, berinti β-

amiloid (A β) yang dibungkus oleh serat-serat saraf yang berubah dan sel glia

reaktif.

Page 11: HAND OUT.pdf

11

Page 12: HAND OUT.pdf

12

FISIOLOGI TINGKAH LAKU

(Hand Out)

Ratna Indriawati

FUNGSI OTAK DALAM TINGKAH LAKU : SISTEM LIMBIK DAN PERANAN

HIPOTALAMUS

Tingkah laku adalah fungsi seluruh system saraf. Fungsi saraf terutama

dilakukan oleh struktur subkortikal yang terletak di daerah basal otak. Seluruh

system otak ini disebut system limbik. Bagian-bagian system limbic, terutama

hipotalamus dan struktur-struktur yang berhubungan, mengatur banyak fungsi

internal tubuh, seperti suhu tubuh, osmolalitas cairan tubuh dan berat badan.

Fungsi ini secara bersama-sama disebut fungsi vegetatif.

Peranan Sistem limbik dalam emosi dan perilaku

Sistem limbic bukanlah suatu struktur tersendiri tetapi mengacu pada

struktur-struktur otak depan yang mengelilingi batang otak dan dihubungkan satu

sama lain oleh jalur-jalur saraf yang rumit. Sistem ini meliputi bagian dari :

lobus-lobus korteks serebrum

nucleus basalis

thalamus

hipotalamus

Jaringan interaktif yang kompleks ini berkaitan dengan :

Page 13: HAND OUT.pdf

13

emosi

pola-pola perilaku sosioseksual dan kelangsungan hidup dasar

motivasi

belajar

EMOSI

Konsep emosi mencakup perasaan emosional subyektif dan suasana hati

(misalnya rasa marah, rasa takut,dan kebahagiaan) dan respon fisik nyata yang

berkaitan dengan perasaan tersebut. Respon-respon tersebut mencakup pola-pola

perilaku spesifik (misalnya persiapan menyerang atau bertahan jika dibuat marah

oleh musuh) dan ekspresi emosional yang dapat diamati (misalnya tertawa,

menangis, atau tersipu). Bukti menunjukkan bahwa system limbic berperan

sentral dalam semua aspek emosi.

Stimulasi daerah-daerah tertentu di dalam system limbic manusia selama

pembedahan otak menimbulkan berbagai sensasi subyektif yang tidak jelas, yang

diutarakan pasien sebagai rasa senang, kepuasan atau kenikmatan di satu daerah

serta keputusasaan, ketakutan atau kecemasan di bagian lain.

POLA-POLA PERILAKU

Pola-pola perilaku yang dikontrol oleh system limbic mencakup pola-pola

yang ditujukan bagi kelangsungan hidap individu (misalnya menyerang, mencari

makanan) dan yang diarahkan untuk kesinambungan species ( perilaku sosioseksual

yang konduksif untuk perkawinan). Hubungan antara hipotalamus, system lmbik

dan daerah-daerah kortikal yang lebih tinggi berkenaan dengan emosi dan

perilaku masih belum dipahami dengan jelas. Tampaknya keterlibatan hipotalamus

yang luas pada system limbic bertanggung jawab terhadap respon-respon nternal

involunter berbagai system tubuh dalam mempersiapkan tindakan yang sesuai

untuk menyertai keadaan emosional tertentu. Sebagai contoh : peningkatan

Page 14: HAND OUT.pdf

14

frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernafasan, peningkatan tekanan darah

dan peningkatan aliran darah ke otot-otot rangka sebagai antisipasi serangan

sewaktu marah, dikontrol oleh hipotalamus. Perubahan keadaan internal sebagai

persiapan tersebut tidak memerlukan control kesadaran.

Dalam melaksanakan aktivitas perilaku yang kompleks misalnya menyerang,

berkelahi, atau bersetubuh, individu harus berinteraksi dengan lingkungan

eksternal. Mekanisme-mekanisme korteks yang lebih tinggi ikut berperan dalam

menghubungkan system limbic dan hipotalamus ke dunia luar, sehingga

manifestasi perilakunya sesuai. Pada tingkat yang paling sederhana, korteks

menyediakan mekanisme-mekanisme saraf yang perlu untuk implementasi

aktivitas rangka otot yang sesuai yang dibutuhkan untuk mendekati atau

menghindari musuh, berpartisipasi dalam aktivitas seksual, ekspresi emosi.

Sebagai contoh, gerakan stereotipik untuk ekspresi manusia yang universal, yaitu

tersenyum, diprogramkan di koetrks dan dipanggil seterusnya oleh system limbic.

Seseorang juga dapat secara volunteer memanggil program tersenyum, misalnya

sewaktu berpose untuk difoto. Bahkan individu yang sejak lahir memiliki ekspresi

wajah yang normal.

Pada manusia, korteks sangat penting untuk kesadaran akan perasaan-

perasaan emosional. Korteks juga dapat memperkuat, memodifikasi atau menekan

respon-respon perilaku dasar, sehingga tindakan dapat dipandu dengan

perencanaan, strategi, dan penilaian yang didasarkan atas pemahaman mengenai

keadaan. Sebagai contoh, apabila Anda marah kepada seseorang dan tubuh Anda

secara internal bersiap untuk menyerang, Anda mungkin akan menilai bahwa

serangan akan kurang sesuai dan secara sadar menekannya. Korteks, terutama

daerah asosiasi prafrontalis dan limbic, penting dalam control terhadap pola-pola

perilaku berpembawaan halus yang dipelajari secara sadar.

Page 15: HAND OUT.pdf

15

Individu cenderung memeperkuat perilaku-perilaku yang telah terbukti

memberi kepuasan dan menekan perilaku yang berkaitan dengan pengalaman yang

tidak menyenangkan. Daerah-derah tertentu di sistim limbik diberi nama pusat-

pusat “penghargaan dan “hukuman” karena stimulasi di daerah yang

bersangkutan masing-masing menimbulkan rasa enak dan tidak enak. Pusat-pusat

penghargaan dijumpai terutama di daerah-daerah yang berperan dalam aktivitas-

aktivitas perilaku yang bermotivasi tinggi, yaitu makan, minum dan aktivitas

seksual.

MOTIVASI

Motivasi adalah kemampuan untuk mengarahkan perilaku ke tujuan spesifik.

Sebagian dari perilaku yang diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut ditujukan

untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisik spesifik berkaitan dengan

homeostasis. Dorongan homeostasis mencerminkan keinginan subyektif berkaitan

dengan kebutuhan tubuh spesifik yang memotivasi perilaku yang sesuai untuk

memuaskan kebutuhan tersebut. Sebagai contoh, sensasi haus yang menyertai

deficit air di dalam tubuh mendorong individu minum untuk memuaskan kebutuhan

homeostasis akan air. Namun apakah air, minuman ringan atau minuman lain yang

dipilih sebagai penghilang rasa haus tidaklah berkaitan dengan homeostasis.

Banyak perilaku manusia yang tidak dipengaruhi homeostasis murni yang

berkaitan dengan deficit jaringan sederhana seperti rasa haus, tetapi

dipengaruhi oleh pengalaman, belajar dan kebiasaan. Dengan demikian, perilaku

manusia dibentuk dalam suatu jalinan kompleks kepuasan pribadi unik (khas)

bercampur dengan kebudayaan yang diharapkan. Masih belum dimengerti sampai

seberapa jauh, jika ada, dorongan motivasi yang tidak berkaitan dengan

Page 16: HAND OUT.pdf

16

homeostasis, misalnya dorongan untuk mencapai karier tertentu atau

memenangkan lomba tertentu, terlibat dalam memperkuat efek pusat-pusat

penghargaan dan hukuman. Memang, sebagian individu yang termotivasi mencapai

tujusn tertentu bahkan secara sengaja “menghukum” diri sendiri dalam jangka

waktu pendek untuk mencapai kepuasan jangka panjang (misalnya, nyeri

sementara yang menyertai latihan dalam persiapan untuk memenangkan suatu

kompetisi atletik).,

Norepinefrin, dopamine dan serotonin berfungsi sebagai neurotrnsmiter di

jalur-jalur dorongan perilaku dan emosi.

Mekanisme-mekanisme neurofisiologi mendasar yang bertanggung jawab

terhadap observasi psikologis dorongan perilaku dan emosi sebagian besar masih

berupa misteri, walaupun neurotransmitter norepinefrin, dopamine dan serotonin

dianggap berperan. Norepinefrin dan dopamine secara kimiawi diklasifikasikan

sebagai katekolamin, dikenal sebagai zat perantara di daerah-daerah yang

menghasilkan kecepatan tertinggi stimulasi diri (self-stimulation). Sejumlah obat

mempengruhi suasana hati (mood).

Sebagian kasus, efektifitas berbagai obat dalam mengobati suatu kelainan

spesifik memberikan petunjuk penting mengenai defek biokimiawi mendasar yang

bertanggungjawab terhadap keadaan tersebut.Misalnya, terdapat dua rangkaian

biokimiwi yang mengisyaratkan bahwa skizofrenia, suatu gangguan mental yang

dicirikan oleh dilusi dan halusinasi berlebihan, mungkin terjadi akibat transmisi

dopamine yang berlebihan. Kedua, obat-obat yang meningkatkan aktivitas

dopamine dapat menginduksi timbulnya gejala-gejala mirip dengan yang dijumpai

pada penderita skizofrenia. Penelitian-penelitian mengidentifikasikan daerah-

daerah di otak yang secara ekstensif menggunakan dopamine sebagai

Page 17: HAND OUT.pdf

17

neurotransmitter adalah jaringan saraf yang berhubungan dengan system limbic.

Karena system limbic secara luas berperan dalam emosi dan dalam mencetuskan

perilaku yang sesuai dengan keadaan lingkungan-yaitu fungsi-fungsi abnormal

pada pasien skizofrenia-diperkirakan bahwa jaringan tersebut mungkin

merupakan tempat defektif pada skizofrenia.

Mekanisme molekuler gangguan mental lain sekarang juga mulai terkuak

melalui bukti farmakologis serupa. Sebagai contoh, defisiensi fungsional

serotonin atau norepinefrin atau keduanya diperkirakan berperan pada depresi.

Obat anti depresan yang efektif meningkatkan konsentrasi neurotransmitter di

system saraf pusat. Serotonin dan norepinefrin adalah zat perantara sinaps di

daerah-daerah otak yang terlibat dalam kenikmatan dan motivasi

mengisyaratkan bahwa rasa sedih yang meresap dan tidak adanya keinginan (tidak

ada motivasi) pada pasien depresi paling tidak sebagian berkaitan dengan

gangguan di daerah-daerah yang bersangkutan akibat defisiensi atau penurunan

efektivitas kedua neuron tersebut.

EFEK PSIKOSOMATIK HIPOTALAMUS DAN SISTEM PENGAKTIVASI

RETIKULARIS

Fungsi abnormal di dalam susunan saraf pusat sering dapat menimbulkan

disfungsi berat pada berbagai organ somatic tubuh. Caranya antara lain melalui :

Penghantaran efek psikosomatik melalui susunan saraf otonom

Banyak kelainan psikosomatik disebabkan oleh hiperaktivitas system

saraf simpatis atau parasimpatis.

Efek hiperaktivitas simpatis antara lain adalah :

Meningkatnya frekuensi denyut jantung-kadang-kadang

dengan palpitasi jantung

Page 18: HAND OUT.pdf

18

Meningkatnya tekanan darah arteri

Konstipasi

Meningkatnya laju metabolic

Isyarat parasimpatis mungkin lebih bersifat setempat. Misalnya,

isyarat yang dihantarkan ke daerah spesifik di dalam nucleus

motoris dorsalis nervus vagus dapat menyebabkan antara lain :

Peningkatan atau penurunan frekuensi jantung dan

palpitasi jantung

Spasme eosophagus

Peningkatan peristaltic tractus gastrointestinal

Peningkatan hiperasiditas lambung

Perangsangan daerah sacral system parasimpatis mungkin

menyebabkan sekresi kelenjar kolon dan peristaltic yang luar biasa,

dapat menyebabkan diare. Pola emosi yang mengatur pusat simpatis

dan parasimpatis di hypothalamus dapat menyebabkan berbagai efek

psikosomatik.

Page 19: HAND OUT.pdf

19

Page 20: HAND OUT.pdf

20

Page 21: HAND OUT.pdf

21

Efek Psikosomatik yang dihantarkan melalui kelenjar hipofisis anterior

Page 22: HAND OUT.pdf

22

Rangsangan listrik pada hipotalamus posterior meningkatkan sekresi

kortikotropin oleh kelenjar hipofisis anterior sehingga secara tidak

langsung meningkatkan pengeluaran hormone korteks adrenal. Salah

satu efeknya adalah peningkatan hiperasiditas lambung secara

berangsung-angsur karena efek glukokortikoid pada sekresi lambung.

Setelah jangka waktu yang lama dapat menimbulkan ulkus peptikum,

yang merupakan salah satu efek hipersekresi korteks adrenal.

Begitu pula, kegiatan hipotalamus anterior meningkatkan sekresi

tirotropin oleh hipofisis, menyebabkan peningkatan pengeluaran

tiroksin dan menimbulkan peningkatan metabolisme basal. Telah

diketahui bahwa, berbagai gangguan emosi dapat menimbulkan

tirotoksikosis.Hal ini mungkin akibat aktivitas yang berlebihan di

dalam hipofisis anterior.

Oleh karena itu, dari contoh-contoh di atas jelas bahwa

banyak macam penyakit psikosomatik tubuh dapat disebabkan oleh

pengaturan abnormal pada sekresi hipofisis anterior.

FUNGSI AMIGDALA

Amigdala merupakan kompleks nucleus yang terletak tepat di bawah

permukaan medial korteks serebri di kutub tiap lobus temporalis.

Amigdala menerima impuls dari semua bagian korteks limbic, dari

permukaan orbital lobus frontalis, dari girus singuli dan dari girus

hipokampus. Amigdala mengirimkan isyarat ke :

1. kembali ke daerah korteks yang sama

2. ke dalam hipokampus

3. ke dalam septum

4. ke dalam thalamus

Page 23: HAND OUT.pdf

23

5. terutama ke dalam hipotalamus

Efek perangsangan Amigdala

Pada umumnya peranhgsdangan amigdala dapat menyebabkan hamper

semua efek sama seperti yang timbul oleh perangsangan hipotalamus,

ditambah efek lainnya meliputi :

1. gerakan tonik, seperti mengangkat kepala atau

membungkukkan badan

2. gerakan berputar-putar

3. kadang-kadang gerakan klonik berirama

4. berbagai jenis gerakan yang berhubungan dengan

penghiduan dan makan, seperti menjilat, mengunyah dan

menelan

Perangsangan nucleus amigdala tertentu kadang-kadang dapat

menyebabkan suatu pola kemarahan, melarikan diri, hukuman dan

nyeri yang mirip pola afektif defensive yang dibangkitkan dari

hipotalamus. Perangsangan nucleus lain dapat memberikan reaksi

ganjaran dan kesenangan. Eksitasi bagian amigdala lain dapat

menyebabkan kegiatan seksual yang meliputi ereksi, gerakan

kopulasi, ejakulasi, ovulasi, kegiatan uterus dan partus premature.

Singkatnya, perangsangan bagian nucleus amigdala yang tepat

dapat memberikan hampir setiap pola tingkah laku. Fungsi normal

amigdala adalah membantu mengatur seluruh pola tingkah laku yang

diperlukan untuk tiap kejadian social dan lingkungan.

FUNGSI HIPOKAMPUS

Hipokampus merupakan suatu strukturmemnjang yang terdiri dari suatu

modifikasi korteks serebri. Salah satu ujung hipokampus berbatasan dengan

Page 24: HAND OUT.pdf

24

nucleus amigdala, ia juga bersatu sepanjang salah satu tepinya dengan girus

hipokampus , yang merupakan korteks permukaan ventromedial lobus temporalis.

Hipokampus mempunyai banyak hubungan dengan hamper semua bagian system

limbic, terutama meliputi amigdala, girus hipokampus, girus singuli, hipotalamus,

dan daerah-daerah lain yang berhubungan erat dengan hipotalamus.

Salah satu efek yang paling menarik dari perangsangan hipokampus pada

manusia yang sadar adalah segera hilangnya hubungan dengan orang lain dengan

siapa ia mungkin berbicara; yang menunjukkan juga bahwa hipokampus dapat

memegang peranan dalam menentukan perhatian seseorang.

Suatu segu khusus dari hipokampus adalah perangsangan lstrik yang lemah

dapat menyebabkan serangan epilepsy setempat di daerah ini. Kejang ini

menyebabkan berbagai efek psikomotor yang meliputi halusinasi olfaktorius,

visual, auditorius, taktil dan jenis halusinasi lainnya yang tidak dapat

dikemdalikan meskipun orang tersebut tidak kehilangan kesadaran dan meskipun

ia mengetahui bahwa halusoinasi tersebut tidak menurut kenyataan.

FUNGSI KORTEKS LIMBIK

Mungkin bagian yang kurang dimengertiu dari seluruh system limbic adalah

korteks limbic. Korteks limbic merupakan salah satu bagain tertua diantara

semua bagain korteks serebri. Ia memegang peranan penting dalam berbegai

fenomena olfaktorius, gustatorius, dan pemberian makanan pada hewan. Tetapi

pada manusia, fungsi korteks limbic kurang penting. Malahan korteks limbic

manusia dipercaya menjadi korteks asosiasi serebral untuk mengatur pusat-pusat

yang lebih rendah yang terutama berhubungandengan tingkah laku.

KECEMASAN

Page 25: HAND OUT.pdf

25

Kecemasan merupakan sinyal yang menyadarkan sesorang akan adanya bahaya

yang mengancam dan memungkinkan sesorang mengambil tindakan guna mengatasi

ancaman tersebut.Secara subyektif kecemasan merupakan perasaan yang tidak

menyenangkan dan tidak pula nyaman, sehingga sedapatnya perasaan tersebut

inginnya dengan secepat-cepatnya dihalaukan.

Secara obyektif kecemasan merupakan suatu pola psikobiologik yang mempunyai

fungsi pemberitahuan (alarm) akan adanya bahaya, sehingga membutuhkan

perencanaan tindakan yang efektif dalam bentuk usaha penyesuaian diri terhadap

trauma psikik, psikis dan juga terhadap konflik.

Pada umumnya kecemasan merupakan fenomena normal dalam mengiringi proses

pertumbuhan dan perkembangan, terutama dalam menghadapi sekaligus

mengatasi dan mengantisipaasi pengalaman-pengalaman baru yang sebelumnya

tak pernah dihadapi.Tingkat kecemasan mempunyai rentang kesakitan, dari

tingkat kecemasan yang normal sampai dengan derajat kecemasan yang patologis

( gangguan cemas ), dengan berbagai gangguan pada sistem urogenital,

kardiovaskuler, gastrointestinal, respiratorius, muskuloskeleal, dan gangguan

psikologis seperti misalnya perasaan akan pingsan, takut akan menjadi gila,

derealisasi dan depersonalisasi.

Gangguan cemas (anxietas) adalah gangguan mental yang tidak mempunyai dasar

gangguan organik . Pasien dengan gangguan cemas masih memahami bahwa dirinya

terganggu / sakit, yang artinya pasien gangguan cemas masih mempunyai tilikan

(insight) yang setidak-tidaknya yang bersangkutan masih menyadari bahwa

dirinya terganggu Beda halnya dengan gangguan psikotik ,gangguan cemas(

neurosis ) mempunyai daya nilai realitas yang baik.

Page 26: HAND OUT.pdf

26

DEPRESI

A.Noradrenergic Transmision

Page 27: HAND OUT.pdf

27

SKIZOFRENIA

Page 28: HAND OUT.pdf

28

Page 29: HAND OUT.pdf

29

ASPEK NEUROFISIOLOGI GANGGUAN DEPRESI

Dr. Ratna Indriawati, M Kes

Pendahuluan

Stres kronik juga dapat meningkatkan sintesis autoreseptor 5 HTIA di

nukleus rafe dorsalis yang selanjutnya menurunkan transmisi serotonin. Dalam

keadaan stres kronik, glukokortikoid akan meningkat dan cenderung

meningkatkan fungsi serotonin, Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik

yang lazim terdapat dalam populasi. Insidensi depresi terdapat sekitar 5 % dari

populasi. Hanya sepertiga orang dengan gangguan depresi yang berobat, hal ini

dikarenakan selain tidak terdeteksi oleh petugas kesehatan juga dikarenakan

gangguan ini dianggap suatu defisiensi moral yang dirasa memalukan dan harus

disembunyikan. Depresi merupakan satu bentuk gangguan mood (gangguan

afektif) dan lebih bersifat sindrom, yang terdiri dari sekumpulan gejala.

Kumpulan gejala depresi adalah 1. gangguan vegetatif seperti tidur, nafsu makan,

berat badan dan dorongan seksual; 2. gambaran kognitif, seperti perhatian,

toleransi terhadap frustrasi, memori, distorsi negatif; 3. kontrol impuls misalnya

pembunuhan, bunuh diri; 4. gambaran perilaku, misalnya motivasi, perasaan senang,

minat, kelelahan dan 5. gambaran fisik (somatik) misalnya nyeri kepala, nyeri

perut dan tegang otot. (1,2).

Beberapa faktor risiko terjadinya gangguan depresi berat diantaranya

wanita dua kali dibanding pria, usia awitan 20-40 tahun, riwayat keluarga positif

depresi berisiko 1,5 – 3 kali, status marital misalnya pasangan yang berpisah atau

cerai, wanita yang kawin , pria yang tidak kawin dan wanita post partum (1)

Pasien depresi yang tidak diobati memiliki konsekwensi biaya tersembunyi

(hidden cost), misalnya bunuh diri, kecelakaan fatal akibat gangguan konsentrasi,

kematian dikarenakan penyakit akibat penyalahgunaan alkohol, kehilangan

Page 30: HAND OUT.pdf

30

pekerjaan, gagal melanjutkan sekolah, penyalahgunaan obat, disharmoni keluarga,

penurunan produktivitas, kecelakaan akibat kerja dan sebagainya. (1)

Faktor biologik

Terjadinya gangguan depresi dapat diakibatkan oleh beberapa faktor ialah

faktor biologik, genetik, faktor psikososial dan faktor lingkungan. (3,4)

Beberapa studi faktor biologik melaporkan adanya kelainan metabolit amin

biogenik, misalnya 5 hydroxy indol acetic acid (5-HIAA), homovanilic acid (HVA)

dan 5-hydroxy-4-hydroxyphenyl-glycol (MHPG) dalam darah, urine dan cairan

serebrospinal pada pasien gangguan mood. Dari laporan data tersebut sangat

konsisten dengan hipotesis, bahwa gangguan mood berkaitan dengan disregulasi

heterogen amin biogenik. Di antara amin biogenik tersebut norepinefrin dan

serotonin merupakan neurotransmiter yang paling terlibat pada patofisiologi

gangguan mood. Tapi ada juga hipotesis yang mengatakan bahwa dopamin terlibat

pada gangguan tersebut. Selain amin biogenik, terdapat teori yang mengatakan

keterlibatan regulasi endokrin dan faktor-faktor neurokimiawi lainnya misalnya

asetilkolin, gama amino butyric acid (GABA), melatonin, glisin, histamin, tiroid,

hormon adrenal dan neuropeptid (3,4,5)

Norepinefrin

Diduga, bahwa sistem noradrenergik terlibat pada gangguan depresi. Hal

ini berdasarkan studi ilmu dasar yang mengkaitkan adanya down regulation

reseptor β adrenergik dengan respon klinik terhadap antidepresan. Neuron

noradrenergik mempunyai badan sel (cell body) sebagian besar di batang otak

yang disebut locus ceruleus. Fungsi utama locus ceruleus adalah menentukan

apakah perhatian bisa terfokus pada lingkungan eksternal dan memantau

lingkungan internal tubuh. Norepinefrin dan locus ceruleus diduga memberi input

Page 31: HAND OUT.pdf

31

penting pada kontrol sistem saraf pusat, misalnya fungsi kognisi , mood, emosi,

gerakan dan tekanan darah. Malfungsi locus ceruleus diduga mendasari gangguan

mood dan kognisi seperti depresi, cemas, gangguan perhatian dan pemrosesan

informasi. Sindroma defisiensi norepinefrin secara teoritis ditandai dengan

hendaya perhatian, gangguan konsentrasi, gangguan working memory, gangguan

pemrosesan informasi, retardasi psikomotor, kelelahan, apatis dan penurunan

libido. Gejala-gejala tersebut sering menyertai depresi seperti juga menyertai

gangguan perhatian, kognisi, skizofrenia dan sebagainya (1,6). Bukti lain

menunjukkan, bahwa pada depresi terjadi aktivasi terhadap reseptor presinaptik

β2 yang menyebabkan menurunnya pelepasan norepinefrin. Peran norepinefrin ini

didukung dengan efektifnya, paling tidak untuk beberapa gejala, obat yang

bekerja pada sistem norepinefrin misalnya venlafaxin (3)

Serotonin

Dengan makin maraknya SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor)

untuk mengobati depresi, serotonin menjadi satu neurotransmiter penting

berkaitan dengan gangguan ini. Selain SSRI dan serotonergik antidepresan

efektif, data lain menunjukkan, bahwa serotonin terlibat dalam patofisiologi

depresi. Kekurangan serotonin dapat mempresipitasi depresi dan pasien dengan

impulsivitas bunuh diri memiliki kadar metabolit serotonin rendah (1,3).

Markas besar badan sel neuron serotonergik berada di batang otak pada

area yang dinamakan rafe nukleus. Dari rafe nukleus banyak terdapat proyeksi

neuron ke bagian lain otak dan di luar otak. Proyeksi ke korteks frontalis diduga

penting dalam pengaturan mood. Proyeksi ke basal ganglia berperan pada gerakan

seperti obsesi dan kompulsi. Proyeksi ke daerah limbik terlibat pada keadaan

cemas dan panik. Proyeksi ke hipotalamus mengatur selera serta perilaku makan.

Neuron serotonergik di pusat tidur batang otak mengatur tidur terutama tidur

Page 32: HAND OUT.pdf

32

stadium 3 dan 4 (slow wave sleep). Proyeksi serotonergik ke bawah ke medula

spinalis diduga bertanggung jawab terhadap refleks spinalis, bagian dari reseptor

seksual seperti orgasme dan ejakulasi. Terdapat zona “pacuan” di batang otak

yang dapat memediasi muntah. Juga terdapat reseptor perifer di sistem

gastrointestinal yang mengatur fungsi gastrointestinal misalnya gerakan usus.

Defisiensi serotonin mengakibatkan satu sindrom yang meliputi mood depresi,

anxietas, panik, fobia, obsesi-kompulsi dan bulimia. (1)

Terdapat bukti, bahwa neurotransmisi serotonin sebagian dipengaruhi atau

dikontrol faktor genetik. Tonus serotonin berfluktuasi. Dalam keadaan stres akut

terjadi peningkatan serotonin sementara, dalam keadaan stres kronik

menyebabkan penurunan aktivitas serotonin dan penyimpanan serotonin. sehingga

mempunyai efek kompensasi yang bermakna. (1,6)

Dopamin

Meskipun kebanyakan teori terjadinya depresi melibatkan serotonin dan

norepinefrin, namun dopamin juga diduga mempunyai peran pada gangguan ini.

Data menunjukkan, bahwa dopamin menurun pada depresi sedangkan pada mania

meningkat. Obat-obat yang menurunkan kadar dopamin, misalnya reserpin dan

penyakit dengan penurunan dopamin, misalnya Parkinson, berkaitan dengan gejala

depresi. Sebaliknya obat-obat yang meningkatkan kadar dopamin, misalnya tirosin,

amfetamin mengurangi gejala depresi. Teori saat ini mengenai dopamin dan

depresi mengatakan bahwa lintasan dopamin mesolimbik mengalami disfungsi, dan

reseptor dopamin tipe D1 mengalami hipoaktif pada depresi. Penurunan aktivitas

lintasan mesolimbik dan mesokorteks pada depresi menggangu fungsi kognitif,

motorik dan hedonia (3,6)

Faktor neurokimiawi lain

Page 33: HAND OUT.pdf

33

Walaupun belum merupakan suatu kesimpulan, neurotransmiter asam amino

(terutama gamma-amino butyric acid – GABA) dan peptida neuroaktif (terutama

vasopressin dan opiat endogen) dikatakan berperan dalam patofisiologi gangguan

mood. Beberapa peneliti berpendapat bahwa sistem second messenger seperti

adenylate cyclase, phosphotidylinositol dan kalsium dapat terlibat secara kausal.

Asam amino glutamat dan glisin, yang merupakan neurotransmiter eksitatori

utama dalam susunan saraf pusat terikat pada sisi yang berkaitan dengan N-

methyl–D– aspartate (NMDA), dalam keadaan berlebihan mempunyai efek toksik.

Hipokampus memiliki banyak (konsentrasi tinggi) reseptor NMDA, sehingga dalam

keadaan dimana orang mengalami stres kronik akan terjadi efek neurokognitif,

karena dimediasi oleh hiperkortisolemia. Terdapat bukti juga, bahwa obat yang

bekerja antagonis terhadap NMDA reseptor memiliki efek anti depresan. (3)

Regulasi neuroendokrin

Salah satu organ penting dalam otak, yaitu hipotalamus merupakan pusat

regulasi aksis neuroendokrin. Ia memperoleh input neuronal yang melibatkan

neurotransmiter amin biogenik. Berbagai gangguan neuroendokrin telah

dilaporkan pada pasien-pasien gangguan mood , dan gangguan regulasi aksis

neuroendokrin dapat diakibatkan oleh fungsi abnormal neuron-neuron yang

mengandung amin biogenik. Aksis neuroendokrin utama yang terlibat di sini adalah

aksis hormon adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan. (3)

Aksis adrenal

Peran kortisol. Seperti sudah kita ketahui, teori lama mengatakan bahwa

terdapat hubungan antara hipersekresi kortisol dengan depresi. Sekitar 50 %

penderita depresi memiliki peningkatan kadar kortisol. Neuron dalam nukleus

paraventrikuler (PVN) hipotalamus melepaskan corticotropin – releasing

hormon (CRH); hormon ini merangsang pelepasan adrenocorticotrophic hormon

Page 34: HAND OUT.pdf

34

(ACTH) dari hipofisis anterior. ACTH dilepas bersama dengan β – endorphin

dan β–lipotropin, dua peptida yang disintesis dari prekursor protein yang sama

dengan sintesisnya ACTH. ACTH merangsang pelepasan kortisol korteks

adrenal. Mekanisme balik kortisol bekerja dengan cara paling tidak melalui 2

mekanisme. Mekanisme balik cepat : sensitif terhadap peningkatan kadar

kortisol, bekerja melalui reseptor kortisol hipokampus dan menurunkan

pelepasan ACTH. Mekanisme lambat : sensitif terhadap kadar stabil kortisol,

mekanismenya diduga lewat reseptor hipofisis dan adrenal. (3)

Aksis tiroid

Gangguan tiroid ditemukan pada sekitar 5 – 10 % pasien depresi. Implikasi

klinis dari kaitan ini adalah pentingnya penentuan status tiroid pada pasien

depresi. Sekitar sepertiga pasien gangguan depresi berat memperlihatkan

pelepasan lambat (tumpul) tirotropin (TSH) terhadap infus protirelin (suatu

thyrotropin releasing hormone). Tapi abnormalitas ini terdapat juga pada

gangguan psikiatrik lain, sehingga kemanfaatan diagnostiknya terbatas.(3)

Hormon pertumbuhan

Beberapa studi menunjukkan perbedaan statistik antara pasien depresi

dengan lainnya dalam hal pelepasan hormon pertumbuhan. Somatostatin

menghambat GABA, ACTH dan TSH. Kadar somatostatin lebih rendah pada

cairan serebrospinal orang depresi dibandingkan dengan orang skizofrenia

atau orang normal, dan kadarnya meningkat pada orang dengan mania.

Pelepasan prolaktin dari hipofisis dirangsang oleh serotonin dan dihambat oleh

dopamin. Pada depresi tidak ditemukan abnormalitas bermakna sekresi

prolaktin. (3)

Page 35: HAND OUT.pdf

35

Abnormalitas tidur

Masalah tidur – initial and terminal insomnia, sering terbangun,

hipersomnia- merupakan gejala klasik depresi. Telah lama diketahui, bahwa

gambaran EEG tidur orang depresi memperlihatkan abnormalitas, yang lazim

adalah delayed sleep onset, pemendekan latensi REM (rapid eyes movement) ,

periode REM pertama memanjang, tidur delta abnormal. EEG tidur ini sering

dipakai oleh para peneliti dalam asesmen diagnostik pasien dengan gangguan mood

(3)

Neurofisiologi

Gejala-gejala gangguan mood dan studi biologik menunjukkan, bahwa pada

gangguan mood terdapat gangguan pada sistem limbik, hipotalamus dan basal

ganglia. Orang yang mengalami gangguan neurologik basal ganglia dan sistem

limbik tampaknya mengalami gejala-gejala depresi. Sistem limbik dan basal

ganglia merupakan dua organ yang saling terkait erat. Sistem limbik mempunyai

peran penting pada munculnya emosi. Adanya disfungsi hipotalamus pada depresi

ditunjukkan dengan adanya perubahan tidur, napsu makan, perilaku seksual,

perubahan-perubahan endokrin dan immunologik. Gejala lain depresi, seperti

postur bungkuk, perlambatan motorik dan hendaya kognitif minor mirip dengan

tanda orang dengan gangguan basal ganglia, misalnya Parkinson. (3)

Hipotesis monoamin ekspresi gen

Walaupun teori defisiensi monoamin sudah begitu sering dikemukakan

berkaiatan terjadinya depresi, namun sebenarnya hingga sejauh ini belum ada

bukti yang jelas dan meyakinkan bahwa defisiensi monoamin bertanggung jawab

terhadap depresi, dalam arti tidak ada defisit monoamin yang nyata. Tidak ada

bukti yang benar-benar nyata, bahwa kelebihan atau defisiensi reseptor

Page 36: HAND OUT.pdf

36

monoamin mengakibatkan depresi. Sebaliknya berkembang bukti, bahwa walaupun

kadar monoamin dan reseptornya normal tapi sistem tersebut tidak berespon

secara normal misalnya penelitian terhadap reseptor monoaminergik dengan obat

yang menstimulir sistem ini akan mengakibatkan penurunan output hormon

neuroendokrin, dan menyebabkan perubahan defisit pada neuronal firing rates

seperti diperlihatkan pada positron emission tomography (PET). Pemikiran ini

memunculkan suatu ide bahwa depresi dapat merupakan defisiensi

pseudomonoamin akibat defisiensi transduksi sinyal dari neurotransmiter

monoamin ke neuron post sinaptik dimana jumlah neurotransmiter dan

reseptornya normal. Apabila terdapat defisiensi proses molekuler dimulai dari

okupansi reseptor oleh neurotransmiter dapat menyebabkan defisiensi respon

seluler sehingga terjadi yang disebut defisiensi pseudomonoamin, misalnya

reseptor dan neurotransmiter normal tapi transduksi sinyal dari neurotransmiter

ke reseptornya kacau. (1).

Keadaan yang mirip mungkin terjadi dari hipotesis adanya problem

peristiwa molekuler distal dari reseptor. Sistem pembawa pesan ke dua (second

messenger system) yang mengakibatkan pembentukan faktor transkripsi intra

seluler yang mengatur gen dapat merupakan sisi defisiensi fungsi sistem

monoamin. Ini merupakan tantangan riset saat ini yang berbasis molekuler pada

gangguan afektif. Hipotesis ini mengatakan bahwa defisiensi secara molekuler

terjadi pada monoamin yang berada distal terhadap neuron monoamin dan

reseptornya, meskipun tampak jumlah monoamin dan reseptornya normal (1)

Satu kemungkinan mekanisme gangguan transduksi sinyal dari reseptor

monoamine adalah target gen bagi BDNF (brain derived neurotrophic factor).

Secara normal BDNF berfungsi mempertahankan kehidupan neuron otak. Dalam

keadaan stres, gen untuk BDNF tertekan mengakibatkan atrofi atau apoptosis

neuron-neuron hipokampus yang vulnerable bila BDNF mengalami kerusakan.

Page 37: HAND OUT.pdf

37

Keadaan ini bisa menyebabkan depresi dan konsekwensi terjadinya episode

berulang, artinya bisa muncul berkali-kali episode berulang dan kurang responsif

terhadap pengobatan. Kemungkinan turunnya jumlah neuron dan hendaya fungsi

neuron-neuron di hipokampus selama depresi didukung oleh studi imaging klinis

yang memperlihatkan penurunan volume otak (struktur yang terkait). Hipotesis

molekuler dan seluler ini sesuai dengan mekanisme distal reseptor dan melibatkan

ekspresi gen. Dengan demikian stress induced vulnerability menurunkan ekspresi

gen, dan hal ini membuat faktor neurotropik seperti BDNF menjadi hal yang

penting bagi kehidupan dan fungsi neuron. Hipotesis ini berkonsekuensi logis,

bahwa obat anti depresan mengatasi kondisi ini dengan teraktivasinya gen bagi

faktor neurotropik. (1)

Penutup

Terdapat beberapa faktor seperti neurofisiologi, sistem neurotransmiter,

neuroendokrin dan hipotesis ekspresi gen. Diharapkan untuk waktu mendatang

lebih banyak lagi bukti-bukti secara neurobiologi mengungkap proses atau

mekanisme gangguan psikiatri khususnya gangguan depresi.

Page 38: HAND OUT.pdf

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Stahl,S.M. 2002, Essential Psychopharmacology-Neuroscientific Basic and Practical Applications,2nd Ed,Canbridge University Press,Canbridge.

2. Neal,M.Z, 1993,Medical Pharmacology at a Glance, 2nd , Black Well Scientific

Publications, London.

3. Sadock B.J. and Sadock V.A., eds, 2003, Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 9thed, Lippincott Williams

and Wilkins, New York

4. Loosen,P.T, 2000, Mood Disorder dalam Ebert,M.H,at.al,ed, Current Diagnosis & Treatment in psychiatry, Mc Graw-Hill International editions, New York,

290 -327.

5. Hyman,S.E, 1993, The Molecular Foundation of Psychiatry, American

Psychiatric Press, Inc.1st ed, Washington.

6. Thase,M.E, 2005, Mood Disorder : Neurobiology dalam Sadock .B.Y. and

Sadok,V.A,eds : Comprehensive Textbook of Psychiatry, vol 1 B, 8th ed.

Lippincott Williams and Wilkins, New York, 1594 – 1603.

Page 39: HAND OUT.pdf

39

PSIKONEUROIMUNOLOGI

Dengan berkembangnya ilmu psikoneuroimunologi pada satu atau dua

dekade terakhir ini sungguh telah banyak membawa kemajuan dalam bidang

psikiatri. Banyak gejala psikiatrik yang sebelumnya jauh dari jangkauan

pendekatan aspek biologik saat ini sudah bisa dijelaskan dengan lebih obyektif

melalui pengukuran biologik. Teori psikoneuroimunologi memandang bahwa antara

status psikologik dan sistem imunologik adalah saling berinteraksi melalui sistem

neuron ( Uhlig and Kallus, 2005 ). Artinya, status psikologis dapat mempengaruhi

sistem imun, dan sebaliknya status imun juga dapat mempengaruhi psikologik

seseorang melalui pengaturan sistem saraf ( Schedlowski and Schmidt, 1996 ).

Oleh karena itu, otak dan sistem imun merupakan dua sistem homeostatis penting

dalam tubuh ( Ilia, et al, 2000 ). Interaksi ini berlangsung dengan cara yang

sangat komplek dan dinamik, dan apabila terjadi kekecauan dalam interaksi ini

maka dapat menimbulkan gangguan neuropsikiatrik ( Kerr et al., 2005 ). Proses

interaksi ini mungkin dimulai ketika individu terpapar stresor di mana pada saat

itu sel – sel astrosit / mikroglia dalam otak akan terinduksi untuk memproduksi

sitokin. Sitokin sebenarnya merupakan komponen imunologik yang berfungsi

melindungi tubuh dari efek agent. Ia merupakan mediator peptide, dan berbeda

dengan hormon endokrin karena sitokin diproduksi oleh sel ( bukan oleh kelenjar

). Sitokin diproduksi oleh sel-sel yang tersebar di seluruh tubuh termasuk dalam

Page 40: HAND OUT.pdf

40

sel-sel otak. Meskipun dalam otak sitokin umumnya diproduksi oleh sel astrosit /

mikroglia tetapi pada kondisi tertentu sel-sel neuron juga dapat memproduksi

sitokin. Dari berbagai jenis sitokin, ternyata hanya IL (interleukin)-1 , IL- 2, IL-

6, dan TNF (tumor necrosis factor )-

terlibat dalam pengendalian stresor ( psikologis / fisik ). Secara spesifik fungsi

masing –masing tipe sitokin tersebut belum diketahui secara pasti, namun ada

beberapa laporan penelitian yang telah mengusulkan mengenai fungsi masing –

masing tipe sitokin. Beberapa penelitian yang telah melaporkan peranan IL-1

antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh : 1) Muller and Achenheil (1998)

yang menemukan bahwa IL-1 berperan dalam aktivitas psikomotor 2) Kronfol and

Remick (2001), setelah menganalisis beberapa hasil penelitian menyimpulkan

bahwa kadar IL-1 dalam cairan serebrospinal meningkat selama tidur. Hal ini

diduga karena IL-1 berinteraksi dengan dengan neurohormon atau

neurotransmitter dalam otak yang menghasilkan aktivitas somnogenik. 3)

Lundberg et al.(1995) and Roitt et al. (1993) menyatakan bahwa IL-1 dan TNF-

merupakan stimulan terhadap hipotalamus dan amigdala. Penelitian – penelitian

yang telah melaporkan peranan IL-2, antara lain adalah penelitian yang dilakukan

oleh : 1) Stites et all. yang menemukan bahwa IL-2 diproduksi oleh limfosit T

akibat stimulasi dari IL-1 dan TNF- , 2) Bloom and Kupfer (1995) yang

menyatakan bahwa pada orang yang sedang mengikuti terapi relaksasi didapatkan

Page 41: HAND OUT.pdf

41

peningkatan kadar IL-2 pada serum darahnya. 3) La Costa et al. (1999) yang

menyatakan bahwa pemberian IL-2 ulangan dapat memperbaiki spatial working

memory, 4) Anisman and Merali (1999) yang menemukan bahwa pada pemberian

IL-2 secara akut dapat berfungsi sebagai reward process yang dapat mencegah

terjadinya ansietas, sedangkan pemberian IL-2 secara kronis dapat memperbaiki

spatial working memory. Mengenai peranan IL-6, Muller and Achenheil (1998)

melaporkan bahwa IL-6 berperan dalam timbulnya perilaku depresif. Sedangkan

penelitian – penelitian yang telah melaporkan peranan TNF- antara lain adalah

penelitian yang dilakukan oleh : 1) Nickola et al. (2000) yang menyatakan bahwa

TNF bisa mengaktivasi reseptor 2 neuron adrenergik sehingga produksi dan

pelepasan norepinefrin meningkat, padahal norepinefrin adalah neurotransmitter

yang bersifat aktivator, sehingga mengarah pada terjadinya perilaku agresif (3).

2) De Sarro, et al. (1997) yang menemukan bahwa tikus yang berada dalam

keadaan agresif mempunyai kadar TNF- serum yang meningkat, (4) Fanani

(2003) setelah mengukur kadar TNF- serum pada 32 narapidana, dan

mendapatkan bahwa 11 narapidana yang mana termasuk dalam kelompok agresif

tipe I mempunyai kadar serum rerata TNF- = 68,00 pg / ml, dan 21 orang

lainnya yang mana termasuk dalam kelompok agresif tipe 2 mempunyai kadar

serum rerata TNF = 21,10 pg / ml, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada

Page 42: HAND OUT.pdf

42

intensitas agresivitas yang berbeda secara signifikan mempunyai kadar TNF-a

serum yang berbeda pula.

Setelah sitokin disekresi maka selanjutnya sitokinin akan menstimuli

hipotalamus agar mensekresi CRH ( Corticotropine Releasing Hormone ) untuk

menginduksi kortek adrenal mensekresi glukokortikoid, norepineprin, atau

epineprin agar tubuh terlindungi dari dampak negative stresor. Kerja CRH ini

sebenarnya dapat secara langsung dengan mengaktivasi sistem imun perifer lokal,

maupun secara tidak langsung dengan melalui aksis HPA ( Hipotalamus - Pituitari -

Adrenal ) dan sistem saraf simpatis. Apabila proses ini sudah tidak diperlukan

lagi atau produksi hormone adrenergik telah cukup maka akan terjadi proses

umpan balik di mana glukokortikoid, katekolamin, dan histamine akan melakukan

penghambatan terhadap sitokin ( Ziad Kronfol et al., 2000 ; Elenkov et al.,

2000 ).

Page 43: HAND OUT.pdf

43

Gambar 1. Skema pengelolaan stressor dengan melibatkan sistem saraf dan sistem

imun ( Ilia, et al, 2000 ).

ACTH = adrenocorticotropin hormone ; CRH = corticotropin-releasing hormone ;

E = epinephrine; IL = interleukin ; LC / NE = locus ceruleus / norepinephrine

autonomic (sympathetic) nervous system ; NE = norepinephrine ; TH = T helper

lymphocyte.

Glucocorticoids

Stress

CRH System LC/NE System

ACTH

Accute Inflammation

Histamine

Cytokines

Increase

CRH

Mast Cell

NE/E

Monocyte

IL-12

IL-10

TH1 TH2

+

Histamine

Page 44: HAND OUT.pdf

44

Gambar 3. Reaksi imunologik terhadap paparan stressor ( fisik / psikologik )

(Ziad Kronfol et al, 2000 )

IL = interleukin ; TNF- = tumor necrosis factor- ; CRH = corticotropin-

releasing hormone ; GnRH = gonadotropin-releasing hormone; NE =

norepinephrine ; 5-HT = serotonin ; DA = dopamine ; NK = natural Killer Cell

Page 45: HAND OUT.pdf

45

Gambar 2. Peranan system saraf simpatis dan aksis HPA dalam

komunikasi timbal balik antara sistem saraf – sistem imun

( Ilia, et al, 2005 ).

CNS = central nervous system ; PVN = paraventricular nucleus ; LC =

locus ceruleus ; NE = norepinephrine ; CRH = corticotropin-releasing

hormone ; IL = interleukin ; TNF = tumor necrosis factor ; NPY =

neuropeptide Y ; ACTH = adrenocorticotropic hormone ; DOPA =

dihydroxyphenylalanine ; DA = dopamine;

Page 46: HAND OUT.pdf

46

Dengan dasar pemahaman psikoneuroimunologik tersebut di atas maka

selanjutnya dapat diketahui bahwa suatu gangguan psikiatrik tertentu adalah

mempunyai latar belakang atau indikator psikoneuroimunologik spesifik, misalnya

adalah kadar sitokin. Bebrapa penelitian yang telah menemukan adanya

keterkaitan antara kadar suatu jenis sitokin dengan suatu jenis gangguan

psikiatrik, antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh : (1) Jacque and

Tchelingerian (1994) yang menemukan bahwa pada lesi hipokampus terdapat

peningkatan produksi TNF- a, (2) Ziad Kronfol (2000) yang menemukan bahwa

pada skizofrenia terdapat penurunan kadar IL-2, dan peningkatan IL-6 plasma.

Pada gangguan depresi terdapat peningkatan kadar IL-1 dan IL-6 plasma. Pada

gangguan Alzheimer terdapat peningkatan kadar IL-1, IL-6, dan TNF serum dan

cairan serebro spinal. Pada 30 menit setelah terpapar stresor didapatkan adanya

peningkatan kadar IL-6 plasma. (3) Muller (1997) yang menemukan bahwa

tingginya konsentarasi IL-2 dalam cairan serebrospinal sangat terkait dengan

kemungkinan relaps skizofrenia, sebaliknya Il-6 sangat terkait dengan depresi,

(4) Muller and Ackenheil (1998) yang menemukan bahwa meskipun tidak ada

sitokin tunggal apapun yang secara spesifik menyebabkan satu gangguan

psikiatrik, tetapi nampaknya gangguan memori dan kognitif terkait dengan IL- 2

dan TNF- -2, dan gangguan depresi dengan

IL-6.

Page 47: HAND OUT.pdf

47

DAFTAR PUSTAKA

Anisman, H., Merali, Z., 1999, Anhedonic and anxiogenic effects of cytocine exposure, Adv Exp Med Biol 461 : 199-233

Bloom, F.E., Kupfer D.J., 1995, Psychoneuroimunology in “Psychopharmacology”, Raven Press, New York.

De Sarro, GF., Gareri, P., Sinopoli, V.A., David, E., otirati, D., 1997, Comparative behaviour and electrocortical effects of TNF- -1 microinjected into the locus coeruleus of rat, Life ski 60 (8) : 555-64.

Elenkov, I. J., Wilder, R. L., Chrousos, G. P., Vizi, E. S., 2000, The sympathetic nerve--an integrative interface between two supersystems: the brain and the immune system, Inflammatory Joint Diseases Section, Arthritis and

Rheumatism Branch, National Institute of Arthritis and Musculoskeletal

and Skin Diseases, National Institutes of Health, Bethesda, Maryland,

USA.

Fanani, M., 2003, Efek Psikoterapi Albert Ellis terhadap perubahan perilaku

agresif pada narapidana, Naskah disertasi pasca sarjana UNAIR.

Ilia, J., Elenkov, Ronald, L., Wilder, George, P., Chrousos, Sylvester V., 2000,

The Sympathetic Nerve An Integrative Interface between Two Supersystems : The Brain and the Immune System, Department of

Pharmacology and Pharmacotherapy, Semmelweis University, Budapest,

Hungary (E.S.V.)

Kerr, D., Krishnan, C., Pucak, M. L., Carmen, J., 2005, The immune system and neuropsychiatric diseases, Department of Neurology, Johns Hopkins

Hospital, 600 N. Wolfe St, Pathology 627C, Baltimore MD 21287, USA.

[email protected]

La Costa, S., Merali, Z., Anisman, H., 1999, Influence of acute or repeated IL-2 behaviour and anxiety, Behav Neuroscy 113 (5) : 1039-4

Lunberg, Bregman, J.M., Engel, A.G., 1995, Analysis of cytocinine expression, in

“Muscle in inflammatory myopathies, Duchene dystrophy andnon weak controls”, Am J Psychiatry 157 : 638 – 94.

Nickola, T.J., Ignatowski, Sprengler, R.N., 2000, Antidfepressant drugs

, in the rat brain, J Neuroimunol.

107 (1) : 50-8

Schedlowski, M., Schmidt, R. E., 1996, Stress and the immune system, Abteilung

Klinische Immunologie, Medizinische Hochschule Hannover, Germany.

Stites D.P., Terr, A.L., Parslov, T.G., Basic and clinical Immunology, Prentice- Hall

International Inc. USA

Page 48: HAND OUT.pdf

48

Uhlig, T., Kallus, K. W., The brain: a psychoneuroimmunological approach, Clinic of

Anesthesiology and Intensive Care Medicine, Friedrich Schiller

Universitat, Jena, Germany. [email protected]

Ziad Kronfol, Daniel, G. , Remick, M. D., 2000, Cytokines and the Brain: Implications for Clinical Psychiatry, Departments of Psychiatry and

Pathology, University of Michigan Health System, Ann Arbor, MI 48109-

0722, USA. [email protected]