hak-hak perempuan terhadap tanah adat menurut...

95
HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT ADAT PERPATIH DI DALAM ENAKMEN PEMEGANGAN ADAT BAB 215 NEGERI SEMBILAN (STUDI TERHADAP ADAT PERPATIH DI NEGERI SEMBILAN) Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: RAJA MUHAMMAD MANSOR BIN RAJA IDERAS BADIUZZAMAN NIM: 11160440000101 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020 M

Upload: others

Post on 22-Jul-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT

MENURUT ADAT PERPATIH DI DALAM ENAKMEN

PEMEGANGAN ADAT BAB 215 NEGERI SEMBILAN

(STUDI TERHADAP ADAT PERPATIH DI NEGERI SEMBILAN)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

RAJA MUHAMMAD MANSOR BIN RAJA IDERAS BADIUZZAMAN

NIM: 11160440000101

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/2020 M

Page 2: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

ii

Page 3: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Page 4: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Page 5: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

v

ABSTRAK

Raja Muhammad Mansor bin Raja Ideras Badiuzzaman. NIM 11160440000101.

HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT ADAT

PERPATIH DI DALAM ENAKMEN PEMEGANGAN ADAT BAB 215 NEGERI

SEMBILAN (Studi Terhadap Adat Perpatih Di Negeri Sembilan). Hukum

Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1441H/2020 M.

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis hak-hak perempuan terhadap tanah adat

menurut Adat Perpatih di dalam Enakmen Pemegangan Adat Bab 215 di samping

menjelaskan tentang bagaimana undang-undang adat ini melindungi hak-hak tersebut.

Skripsi ini juga akan menjelaskan alasan di sebalik ketidakbolehan laki-laki mewarisi tanah

adat. Selain itu, skripsi ini juga akan menjelaskan tentang pandangan Islam terhadap

undang-undang adat ini.

Di Malaysia, terdapat dua jenis adat yang digunakan yaitu adat perpatih dan adat

temenggung. Adapun adat perpatih adalah sebuah adat yang diamalkan di Negeri

Sembilan. Adat perpatih adalah suatu struktur sosial yang melibatkan perhubungan dan

proses-proses sosial dan ekonomi dan merupakan sebuah adat yang menjadikan nasab ibu

atau matrilineal sebagai dasar utamanya.

Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan jenis penulisan kualitatif dengan

cara library research atau dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-

undangan, buku-buku dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menurut hak perempuan terhadap tanah

adat menurut Adat Perpatih di dalam Enakmen Pemegangan Adat Bab 215 adalah suatu

tanah adat akan diwarisi oleh perempuan manakala laki-laki hanya diberikan hak guna ke

atas tanah adat tersebut. Dan sistem matrilineal juga membantu perempuan untuk

melindungi hak perwarisannya terhadap tanah adat tersebut. Dan hukum perwarisan tanah

melalui adat ini adalah dibenarkan oleh mufti Negeri Sembilan dan fatwa ini dikeluarkan

pada tahun 2016.

Kata Kunci : Adat Perpatih, Sistem Matrilineal, Tanah Adat

Pembimbing : Dr. H. Abdul Halim, M.Ag.

Daftar Pustaka : 1975 s.d. 2018

Page 6: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing

(terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini digunakan untuk beberapa

istilah Arab yang belum dapat diakui sebagai kata dalam bahasa Indonesia atau

lingkup penggunaannya masih terbatas.

a. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

B be ب

T te ت

Ts te dan es ث

J je ج

H ha dengan garis bawah ح

Kh ka dan ha خ

D de د

Dz de dan zet ذ

R er ر

Z zet ز

S es س

Sy es dan ye ش

S es dengan garis bawah ص

D de dengan garis bawah ض

T te dengan garis bawah ط

Page 7: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

vii

Z zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik di atas ‘ ع

hadap kanan

Gh ge dan ha غ

F ef ف

Q qo ق

K ka ك

L ef ل

M em م

N en ن

W we و

H ha ه

apostrof ` ء

Y ya ي

b. Vokal

Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia, memiliki

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A fathah

I kasrah

U dammah

Page 8: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

viii

Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya

sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي ai a dan i

و au a dan u

c. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ا Â a dengan topi di atas

ي Î i dengan topi di atas

و Û u dengan topi di atas

d. Kata Sandang

Kata sandang, dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif dan lam (ال),

dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah atau huruf

qamariyyah, misalnya:

al-ijtihâd = االجتهاد

al-rukhsah, bukan ar-rukhsah = الرخصة

e. Tasydîd (Syaddah)

Dalam alih aksara, tasydîd atau syaddah dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi hal ini tidak berlaku

jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang

diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:

al-syuf’ah, tidak ditulis asy-syuf’ah = الشفعة

Page 9: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

ix

f. Ta Marbûtah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau

diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti

dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “t”

(te) (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

syarî’ah شريعة 1

Al-syarî’ah al-islâmiyyah الشريعة اإلسالمية 2

Muqaranat al-madzâhib مقارنة المذاهب 3

g. Ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan

Huruf kapital tidak dikenal dalam tulisan Arab. Tetapi dalam transliterasi huruf

ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang

Disempurnakan (EYD). Perlu diketahui bahwa jika nama diri didahului oleh kata

sandang, maka huruf yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh: البخاري = al-Bukhâri, tidak

ditulis Al-Bukhâri.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara

ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal. Berkaitan

dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia Nusantara

sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kata nama tersebut berasal dari

bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Din al-Rânîri.

h. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’il), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis

secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan berpedoman

pada ketentuan-ketentuan di atas:

Page 10: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

x

No Kata Arab Alih Aksara

al-darûrah tubîhu al-mahzûrat الضرورة تبيح المحظورات 1

al-iqtisad al-islâmî االقتصاد اإلسالمي 2

usûl al-fiqh أصول الفقه 3

al-asl fî al-asyyâ` al-ibâhah األصل في األشياء اإلباحة 4

al-maslahah al-mursalah المصلحة المرسلة 5

Page 11: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

xi

KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan banyak karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan skripsi ini, baik secara moril maupun materil. Oleh

karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang

besar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H, M.H, M.A., selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Mesraini, M.Ag, selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan

Bapak Ahmad Chairul Hadi, M.A. selaku Sekretaris Program Studi Hukum

Keluarga.

3. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., selaku dosen pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu serta memberikan arahan dan ilmunya selama

penulis mengerjakan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Maskufa, M.A., selaku dosen Penasihat Akademik yang sentiasa

sedia menjawab segala masalah yang dihadapi penulis sepanjang penulis

berada di sini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatulah

Jakarta yang telah memberikan ilmunya beserta pengalaman kepada penulis

sepanjang penulis berada di sini.

6. Bapak Ahmad Afian Abdul Kadir yang telah memberi buku dan membantu

penulis dengan cara memberikan ide kepada penulis tentang apa yang harus

dibahas dan dikaji tentang Adat Perpatih ini.

7. Keluarga penulis, ayahanda Raja Ideras Badiuzzaman bin Raja Mansor dan

ibunda Norfadzillah binti Rambli yang telah memberikan izin kepada

penulis untuk melanjutkan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Page 12: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

xii

karena sentiasa mendoakan penulis dan menyemangati penulis sepanjang

penulis berada di sini.

8. Adik beradik penulis karena telah membantu memberikan ide dan cara

kepada penulis untuk mengerjakan kajian ini.

9. Tunang penulis yaitu Siti Nasuha binti Jefri karena sentiasa menyemangati

penulis tanpa mengira lelah sepanjang penulis berada di sini dan karena

sentiasa memberi solusi terhadap semua masalah yang dihadapi penulis.

Diharapkan dengan lulusan penulis dari sini akan mendekatkan lagi tempoh

pernikahan kita.

10. Auntie J dan Uncle Wan karena telah memberikan bantuan keuangan

kepada penulis sepanjang penulis berada di sini. Tanpa mereka, perjalanan

kuliah penulis di sini akan menjadi lebih sulit.

11. Megat Ahmad Najeeb Bin Amir Sharifuddin dan keluarga karena sentiasa

memfasilitas kepada penulis serta membantu penulis mencari bahan kajian

sepanjang penulis melakukan kajian ini.

12. Mohammad Ali Haidar yang telah membantu penulis di dalam semua aspek

dari proses konversi nilai sehingga penyusunan skripsi ini. Segala

bantuannya amat penulis hargai.

13. Terima kasih juga kepada semua sahabat Malaysia penulis yang berada di

sini. Keberadaan mereka menjadikan suasana belajar di sini menjadi lebih

enak dan nyaman. Perjalanan, kenangan dan pengalaman bersama mereka

sepanjang penulis di sini tidak akan penulis lupakan.

14. Akhir kata, terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis

nyatakan satu persatu di sini. Terima kasih karena telah membantu penulis

sepanjang penulis berada di sini.

Jakarta, 17 Januari 2020

Penulis

Page 13: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

xiii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ....................................................................... iv

ABSTRAK .............................................................................................................. v

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................ vi

KATA PENGANTAR ........................................................................................... xi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, Perumusan Masalah................................... 2

1. Identifikasi Masalah .................................................................. 2

2. Pembatasan Masalah ................................................................. 2

3. Perumusan Masalah .................................................................. 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitan ............................................................ 3

1. Tujuan Penulisan....................................................................... 3

2. Manfaat Penulisan..................................................................... 3

D. Kajian Terdahulu ................................................................................ 4

E. Kerangka Teori dan Konseptual ........................................................ 5

F. Metode Penulisan ............................................................................... 7

1. Jenis Penulisan .......................................................................... 7

2. Pendekatan Penulisan ............................................................... 7

3. Sumber dan Jenis Data .............................................................. 7

4. Teknik Pengumpulan Data........................................................ 7

Page 14: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

xiv

5. Analisis Data ............................................................................. 8

G. Sistematika Penulisan ......................................................................... 8

BAB II SEJARAH ENAKMEN PEMEGANGAN ADAT BAB 215 DI NEGERI

SEMBILAN .............................................................................................. 9

A. Sistem Torrens di Malaysia ................................................................ 9

1. Negeri-Negeri Selat ................................................................ 10

2. Negeri-Negeri Melayu Bersekutu ........................................... 12

3. Negeri-Negeri Melayu Tidak Bersekutu................................. 15

B. Sejarah Pembentukan Undang-Undang Tanah di Negeri Sembilan .....

....................................................................................................... 16

C. Revolusi Enakmen Pemegangan Tanah Adat Bab 215 di Negeri

Sembilan ........................................................................................... 18

BAB III PANDANGAN ISLAM TERHADAP PERWARISAN PEREMPUAN DI

DALAM TANAH ADAT MENURUT ENAKMEN PEMEGANGAN

ADAT BAB 215 ..................................................................................... 27

A. Hukum Waris dalam Islam ............................................................... 27

1. Pengertian ............................................................................... 27

2. Dasar Hukum Waris................................................................ 29

3. Rukun Waris ........................................................................... 34

4. Syarat Waris ............................................................................ 35

5. Sebab-Sebab Mewarisi ........................................................... 37

6. Sebab-Sebab Menghalangi Mewarisi ..................................... 39

7. Tertib Para Waris Dalam Menerima Pusaka ........................... 42

B. Pandangan Islam Terhadap Amalan Pewarisan Perempuan Terhadap

Tanah Adat (Pusaka Tinggi) Menurut Enakmen Pemegangan Adat

Bab 215. ............................................................................................ 49

Page 15: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

xv

1. Golongan Yang Menolak Amalan Pewarisan Tanah Adat

(Pusaka Tinggi) .............................................................................. 49

2. Golongan Yang Memilih Jalan Tengah Amalan Pewarisan

Tanah Adat (Pusaka Tinggi) .......................................................... 51

3. Golongan Yang Menerima Amalan Pewarisan Tanah Adat

(Pusaka Tinggi) .............................................................................. 53

BAB IV HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT

ADAT PERPATIH DI DALAM ENAKMEN PEMEGANGAN ADAT

BAB 215 NEGERI SEMBILAN ............................................................ 58

A. Penjelasan Mengenai Adat Perpatih ................................................. 58

B. Hak Perempuan Terhadap Tanah Adat Menurut Adat Perpatih di

Dalam Enakmen Pemegangan Adat Bab 215 Negeri Sembilan ....... 61

C. Peran Adat Perpatih dalam Melindungi Hak Perempuan Terhadap

Tanah Adat Di Dalam Enakmen Pemegangan Adat Bab 215 .......... 66

D. Kedudukan Laki-laki dalam Pewarisan Tanah Adat Mengikut Adat

Perpatih ............................................................................................ 71

BAB V PENUTUP .............................................................................................. 74

A. Kesimpulan ....................................................................................... 74

B. Saran ................................................................................................. 76

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 77

Page 16: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam pewarisan harta, dikenali dua jenis harta yaitu harta pusaka

benar dan harta pusaka sendiri. Harta pusaka benar adalah harta pusaka yang

menjadi milik suku yang lazimnya terdiri daripada tanah-tanah desa, sawah,

kebun, dan rumah yang diwarisi dari ibu yang terletak di atas tanah pusaka.

Dan harta pusaka sendiri adalah harta warisan perempuan daripada emak atau

bapa baik berupa pakaian atau barang-barang kemas. Harta pusaka sendiri ini

dapat dibagikan kepada anak laki-laki dan anak perempuan menurut jenis

barang-barang kemas dan seumpamanya.1 Harta pusaka sendiri juga turut

dikenali sebagai pusaka waris.2Jenis harta yang ingin dibahas oleh penulis di

sini adalah daripada jenis harta pusaka benar.

Harus diketahui bahwa adat ini mengamalkan sistem matrilineal dan

sistem ini turut digunapakai di dalam menentukan hak pemilikan harta warisan

terutama di dalam hal yang berkaitan dengan tanah Adat. Adapun yang ingin

dibahas oleh penulis adalah terkait pembagian tanah adat menurut Adat

Perpatih ini di dalam Enakmen Pemegangan Adat Bab 215. Hal ini karena,

harta selain daripada tanah tidak dibagikan melalui sistem matrilineal tetapi

sesuai dengan aturan pembagian secara islam di dalam ilmu faraidl.3 Pada

Pasal 24 di dalam Enakmen Pemegangan Adat Bab 215 dinyatakan bahwa

tanah adat itu akan diwariskan kepada waris sesuai menurut Adat Perpatih.4

Maka penulis di sini akan membahas tentang hak perempuan menurut Adat

1 Abdullah Siddik, Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia, (Kuala Lumpur:

Universiti Malaya, 1975) h. 116. 2 Nor Hasiah binti Harun, Nilai Etika Dalam Perbilangan Adat Perpatih Menurut

Pandangan Islam, (Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia, 1990), h. 53 3 Amir Husin Mohd Nor dkk., Cadangan Pembangunan Model Adat Perpatih Patuh

Syariah di Malaysia: Satu Tinjauan Awal, h. 6 4 Customary Tenure Enactment Chapter 215.

Page 17: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

2

Perpatih sesuai dengan apa yang diperuntukkan oleh Enakmen Pemegangan

Adat Bab 215.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memilih juduh “Perlindungan

Hak Perempuan di Dalam Keluarga (Studi Terhadap Adat Perpatih di Negeri

Sembilan)” karena untuk melihat apakah hak perempuan menurut Adat ini

beserta sejauh manakah pelaksanaan adat ini untuk memastikan hak perempuan

tersebut dijaga dan bagaimana bagaimana pandangan Islam menurut adat itu

sendiri.

B. Identifikasi, Pembatasan, Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana diungkapkan di atas, terdapat

sejumlah permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:

a. Apakah pandangan kaum laki-laki terhadap Adat Perpatih?

b. Apakah kepentingan Adat Perpatih terhadap perempuan?

c. Apakah terdapat permasalahan di dalam melaksanakan adat ini?

d. Apakah ada pertentangan dari pihak laki-laki ketika pelaksanaan adat

ini?

e. Apa yang menjadi faktor adat ini dalam mengutamakan hak

perempuan?

f. Apakah pelaksanaan adat ini sama dengan teorinya?

g. Apakah pelaksanaan adat ini berpotensi untuk melanggar syara’?

h. Sejauh manakah pemberlakuan adat ini dalam menjamin hak perempuan?

2. Pembatasan Masalah

Memandangkan ruang lingkup perbahasan Adat adalah luas, maka

penulis hanya membatasi penulisan mengenai Adat Perpatih di Negeri

Sembilan di dalam Undang-Undang Adat Tanah yang melibatkan hak

perempuan. Harus diketahui bahawa adat ini hanya digunakan di Negeri

Sembilan dan Naning di Melaka. Maka penulis memilih Negeri Sembilan

karena penggunaan adat ini yang lebih meluas di sana dan lebih

Page 18: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

3

memudahkan penulis untuk memperoleh bahan penelitian di Negeri

Sembilan tersebut.

3. Perumusan Masalah

Adapun antara rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

a. Apa saja hak perempuan menurut Adat Perpatih yang terdapat di dalam

Enakmen Pemegangan Adat Bab 215 dan bagaimana Adat ini

melindungi hak perempuan tersebut?

b. Mengapa laki-laki tidak memperoleh perwarisan terhadap tanah adat?

c. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap hak laki-laki dan

perempuan dalam hal kepemilikan tanah menurut Enakmen

Pemegangan Adat Bab 215?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitan

1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk:

a. Untuk mengetahui apa saja hak perempuan menurut Adat Perpatih

yang terdapat di dalam Enakmen Pemegangan Adat Bab 215 dan

kaidah yang digunakan oleh Adat ini untuk melindungi hak tersebut.

b. Untuk mengetahui alasan laki-laki tidak memperoleh warisan

terhadap tanah adat.

c. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap hak laki-laki

dan perempuan dalam hal kepemilikan tanah menurut Enakmen

Pemegangan Adat Bab 215?

2. Manfaat Penulisan

Hasil Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

teoritis dan praktis yaitu:

a. Secara teoritis diharapkan dapat diketahui hak perempuan terhadap

tanah adat seperti yang terdapat di dalam Enakmen Pemegangan Adat

Bab 215 dan bagaimana Adat Perpatih dalam mengekalkan hak

perempuan tersebut.

Page 19: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

4

b. Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat menjadi sumbangan

pemikiran atau masukan bagi pengembangan ilmu hukum khususnya

yang terkait dengan Adat Perpatih di Negeri Sembilan.

D. Kajian Terdahulu

1. Jurnal - Journal of Islamic Law Review, Vol. 10, No. 1 entitled “

Codification of Customary practice for promoting Muslim Women’s Right

to Land and Property: A Case Study of The Harta Sepencarian Rule in

Malaysia” di mana jurnal ini membahas tentang undang-undang adat

sebagai suatu cara bagi perempuan memperoleh tanah dan harta. Selain

itu, jurnal ini juga membahas tentang keberkesanan adat di dalam

masyarakat adalah tergantung kepada kesadaran masing-masing individu.

Jurnal ini juga membahas tentang perubahan hukum adat dalam memberi

perlidungan kepada hak harta perempuan di Malaysia dengan cara

penggabungan hukum adat dengan undang-undang syariah. Sedangkan

apa yang ingin dibahas oleh penulis adalah hak perempuan itu sendiri

menurut Enakmen Pemegangan Adat Bab 215 beserta pandangan hukum

Islam terhadap pemakaian adat itu sendiri.

2. Skripsi berjudul “Kajian Terhadap Pembangunan Tanah Adat Perpatih di

Negeri Sembilan” di mana skripsi ini menceritakan tentang kebolehan

untuk membina pembangunan di atas tanah adat yang menjadi hak

perempuan dan seterusnya mengkaji tentang nilai tanah adat itu sendiri.

Apakah status kedudukan tanah adat itu serta perbedaan tanah adat dengan

tanah rizab? Selain itu, skripsi ini juga mengkaji tentang apakah sikap

sosial masyarakat melayu Negeri Sembilan yang masih berpegang teguh

dengan Adat Perpatih yang mengakibatkan Tanah Adat tersebut menjadi

terbiar. Akan tetapi, perkara yang akan dibahas oleh penulis di dalam

kajian ini adalah terkait peran, alasan beserta situasi di mana lelaki

diharuskan membina rumah di atas tanah adat tersebut

3. Jurnal – Malaysian Journal of Society and Space XI Issue 2 entitled “

Perempuan Perpatih dan Keusahawanan di Negeri Sembilan: Suatu

Page 20: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

5

Tinjauan Geografi Sejarah” di mana jurnal ini menceritakan tentang

keberhasilan para perempuan dalam mengembangkan ekonomi dan

keusahawanan dengan menggunakan tanah adat pada masa lalu yaitu

sebelum penjajahan Inggris. Kajian ini menunjukkan bahwa Adat Perpatih

memberikan impak yang besar terhadap perempuan pada masa dahulu

dalam menjadikan mereka mandiri sehingga mereka menjadi usahawan

yang berjaya. Sedangkan perkara yang akan dibahas oleh penulis di dalam

kajian ini adalah terkait kedudukan perempuan terhadap tanah adat itu

sendiri dan bagaimana adat ini mampu memelihara hak perempuan

tersebut.

E. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Pengertian Gender

Gender merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan di

dalam hal yang menyangkut peran, fungsi, hak, tanggung jawab dan

perilaku yang mana kesemuanya dibentuk oleh nilai sosial, budaya dan adat

yang berbeda serta dapat berubah berdasarkan kondisi. Hasilnya,tuntutan

peran, tugas, kewajiban di antara laki-laki dan perempuan dibedakan dari

masyarakat ke masyarakat lainnya.5

2. Konsep kesetaraan dan keadilan gender di dalam keluarga

Akses yang diartikan sebagai kapasitas di dalam menggunakan

sumberdaya supaya dapat berpartisipasi di dalam massyarakat secara sosial,

ekonomi dan politik.

Partisipasi di antara suami istri di dalam proses pengambilan keputusan

atas penggunaan sumberdaya keluarga secara demokratis.

Kontrol yaitu kedua laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan

penguasaan yang sama di dalam sumberdaya keluarga.

5 Herien Puspitawati, Konsep, Teori, dan Analisis Gender, (Bogor: PT IPB Press, 2012),

h., 1.

Page 21: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

6

Manfaat yaitu semua aktivitas keluarga harus mempunyai manfaat yang

sama bagi seluruh anggota keluarganya.6

3. Teknik Analisis Gender Model Moser

Teknik yang didasarkan kepada pendekatan pembangunan dan

gender yang berdasarkan pada pendekatan perempuan dalam

pembangunan ini dikembangkan oleh Caroline Moser.

Tujuannya adalah untuk memengaruhi kemampuan perempuan

untuk melibatkan diri dalam intervensi yang telah direncanakan serta

membantu perencanaan untuk memahami perbedaan kebutuhan di antara

laki-laki dan perempuan. Selain itu, ianya juga bertujuan untuk mencapai

kesetaraan gender dan pemberdayaan melalui kebutuhan praktis setiap

laki-laki dan perempuan.

Terdapat beberapa alat di dalam teknik ini yaitu, alat 1 yang

dilakukan dengan mengidentifikasi peranan gender yang mencakup peran

produktif, reproduktif dan kemasyarakatan. Alat 2 yang dilakukan dengan

menilai kebutuhan gender secara praktis (kebutuhan kehidupan sehari-

hari) maupun secara stategis (keadaaan yang dibutukan untuk mengubah

posisi subordinat perempuan seperti penyusunan jaminan hukum terhadap

hak-hak legal, penghapusan tindak kekerasan, upah yang sama, kesetaraan

dalam memiliki properti dan sebagainya).

Alat 3 yaitu peran diantara suami istri dalam pengambilan

keputusan dalam rumahtangga. Alat 4 yang dilakukan dengan cara

menyeimbangkan peran gender di dalam tugas produktif, reproduktif dan

kemasyarakatan antara laki-laki dan perempuan.. Adapun pelaksanaan alat

4 ini adalah dilakukan dengan cara menyeimbangkan peran di dalam

gender. 7

6 Herien Puspitawati, Konsep, Teori, dan Analisis Gender, (Bogor: PT IPB Press, 2012),

h., 6. 7 Herien Puspitawati, Konsep, Teori, dan Analisis Gender, (Bogor: PT IPB Press, 2012),

h., 12-13.

Page 22: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

7

F. Metode Penulisan

1. Jenis Penulisan

Jenis penulisan yang akan digunakan di dalam penulisan ini adalah

penulisan kualitatif yaitu sebuah penulisan yang akan menghasilkan data-

data deskriptif dan data yang berupa narasi.

2. Pendekatan Penulisan

Pendekatan pendekatan yang digunakan di dalam penulisan hukum

adalah pendekatan undang-undang (statute approach). Pendekatan undang-

undang (statute approach) dilakukan dengan mengkaji semua undang-

undang dan pengaturan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

sedang ditangani.

Statue Approch dalam penulisan ini ialah Adat perpatih, Enakmen

Pemegangan Adat Bab 215 dan Perlembagaan Persekutuan.

3. Sumber dan Jenis Data

Pengumpulan data dalam penulisan ini akan dilakukan bersesuaian

dengan fokus dan tujuan penulisan. Adapun sumber data yang akan

digunakan dalam penulisan ini terbagi kepada dua yaitu:

a. Data Hukum Primer: Yaitu Adat Perpatih, Enakmen Pemegangan

Adat Bab 215, dan Perlembagaan Persekutuan.

b. Data Hukum Sekunder: Yaitu data yang diperoleh dengan cara

penulisan kepustakaan yang dilakukan dengan cara penelusuran

literatur, hasil-hasil penulisan dan peraturan perundang-undangan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode yang akan digunakan dalam pegumpulan data

adalah dokumen primer dan dokumen sekunder beserta kajian pustaka.

Page 23: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

8

5. Analisis Data

Berdasarkan data-data tersebut, penulis kemudiannya akan membuat

kesimpulan yang bertujuan untuk menjawab semua rumusan masalah yang

ada di mana analisisnya dilakukan secara kualitatif yaitu penguraian data

yang dilakukan secara deskriptif dan narasi.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan, skripsi ini dibagi atas

lima bab yang saling berkaitan satu sama lain.

Bab pertama dalam penulisan ini berisi pendahuluan yang meliputi latar

belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penulisan, metode penulisan, review studi terdahulu dan sistematika penulisan.

Kemudian pada bab kedua, membahas tentang sejarah kemasukan serta

perkembangan Enakmen Pemegangan Adat Bab 215 di Negeri Sembilan.

Selanjutnya pada bab ketiga, penulis akan membahas tentang pewarisan

menurut Islam dan pandangan Islam terhadap perwarisan adat menurut Enakmen

Pemegangan Adat Baab 215.

Selanjutnya di bab 4, penulis akan membahas mengenai hak perempuan

di dalam adat ini sesuai dengan peruntukan di Enakmen Pemegangan Adat Bab

215 beserta bagaimana adat tersebut dalam mengekalkan hak perempuan.

Penulis juga akan membahas mengenai alasan kenapa laki-laki tidak di benarkan

mewarisi tanah adat.

Adapun pada bab lima, penulis akan menjelaskan mengenai hasil dari

kajian, penutup dan saran.

Page 24: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

9

BAB II

SEJARAH ENAKMEN PEMEGANGAN ADAT BAB 215 DI

NEGERI SEMBILAN

A. Sistem Torrens di Malaysia

Sistem Torrens merupakan suatu sistem yang diperkenalkan oleh Inggris

yang bertujuan untuk mewujudkan suatu sistem pendaftaran yang lengkap

dengan maksud untuk mewujudkan satu pegangan hak milik yang tidak boleh

dinafikan.1 Dalam arti kata lain, Sistem Torrens mementingkan pendaftaran hak

milik tanah demi mengelakkan unsur penipuan atau pemalsuan hak milik tanah

seseorang.2

Untuk memahami sejarah perkembangan undang-undang tanah di

Malaysia, pertama sekali harus memahami tentang sejarah penjajahan Inggris

ke atas tanah Melayu. Hal ini karena sistem Torrens ini dibawa ke tanah Melayu

pada zaman penjajahan Inggris. Di dalam penjajahan Ingris di Tanah Melayu,

Inggris telah membagikan Tanah Melayu kepada tiga bagian yaitu Negeri-

Negeri Selat yang terdiri daripada Pulau Pinang, Melaka dan Singapura, Negeri

Melayu Bersekutu yang terdiri daripada Pahang, Perak, Selangor dan Negeri

Sembilan, dan Negeri Melayu tidak Bersekutu yang terdiri daripada Perlis,

Kedah, Kelantan, Terengganu dan Johor. 3

1 Ridzuan Awang, Undang-Undang Tanah Islam Pendekatan Perbandingan, ( Selangor:

Perpustakaan Negara Malaysia, Cetakan Pertama, 1994 ), h. 70. 2 Hendun Abdul Rahman Shah, dkk, “Dinamika Undang-Undang Tanah Adat di Negeri

Sembilan: Kajian Perkembangan dan Isu Undang-Undang”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. V, 2017, h. 6 3 Rabi’ah Binti Muhammad Serji, “Application of Islam And Malay Customs In Torrens

Sistem In Malaysia”, Al-Irsyad: Journal of Islamic And Contemporary Issues, Vol. I, 2016, h. 14.

Page 25: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

10

1. Negeri-Negeri Selat

Penggunaan undang-undang Inggris di Negeri Selat bermula apabila

Pulau Pinang dipajak oleh Syarikat Hindia Timur Inggris daripada Sultan

Kedah. Pulau Pinang pada waktu itu merupakan bagian daripada provinsi

Kedah yang diperintah oleh sultan. Adapun cara penyerahan Pulau Pinang

kepada Inggris adalah dengan cara sewaan dan bukannya sebagai suatu

wilayah yang diduduki. Dan penyerahan itu dilakukan pada tahun 1791.

Berdasarkan norma undang-undang antarabangsa, undang-undang yang

harus digunakan di Pulau Pinang adalah undang- undang tempatan yaitu

Undang-undang Islam beserta adat Melayu yang bersesuaian dengan

undang-undang yang dipakai oleh Negeri Kedah. Akan tetapi, undang-

undang yang dipakai di Pulau Pinang pada waktu itu adalah undang-undang

yang dibawa oleh Inggris. Hal ini adalah rentetan daripada kasus Ong Cheng

Neo melawan Cheah Neo pada tahun 1872 di mana Majelis Privi telah

menyatakan bahwa Pulau Pinang “tidak didiami orang” pada waktu

kedatangan Inggris. Antara inti daripada kasus tersebut adalah:4

“Disebabkan Pulau Pinang dikira sebagai sebuah kawasan yang

tidak mempunyai undang-undang sendiri sebelum kedatangan Syarikat

Hindia Timur, maka tidak perlu lagi untuk mempertimbangkan bahwa Pulau

itu sebagai satu wilayah yang diserah atau diduduki. Oleh itu, Undang-

undang Inggris hendaklah dianggap sebagai undang-undang yang

digunapakai di kawasan itu setelah undang tersebut telah disesuaikan

dengan keadaan setempat.”

Adapun justifikasi Inggris untuk menggunakan undang-undang yang

dibawa oleh mereka di Pulau Pinang adalah karena pulau tersebut dinggap

tidak berpenghuni sedangkan pada asalnya, Pulau tersebut disewa oleh

4 Rabiah Muhammad Serji, “Application of Islam and Malay Customs in Torrens Sistem

in malaysia”, Al-Irsyad: Journal of Islamic and Contemporary Issues, Vol I, 2016, h. 14.

Page 26: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

11

Inggris daripada Sultan Kedah. Perbuatan Inggris ini seperti menidakkan

hak Sultan Kedah dan undang-undang Kedah ke atas Pulau Pinang.5

Adapun situasi yang terjadi di Melaka adalah berbeza dengan apa

yang terjadi di Pulau Pinang. Sebelum penjajahan Portugis dan Belanda

pada abad ke-16 dan 17, Melaka merupakan sebuah provinsi yang dikuasi

oleh Sultannya sendiri. Pada waktu Inggris mengambil alih Melaka daripada

Pihak Belanda, Melaka telah mempunyai undang-undang tempatannya yang

tersendiri. Adapun pengambil alihan yang terjadi adalah berdasarkan

perjanjian Inggris-Belanda yang berlaku pada tahun 1824.6

Dan berdasarkan keputusan mahkamah di dalam kasus Sahrip

menetang Mitchell dan Anor pada tahun 1870, jelas menunjukkkan bahwa

undang-undang tanah yang dipakai merupakan campuran antar adat Melayu

dan undang-undang Islam. Akan tetapi, penggunaan undang-undang tesebut

di Melaka telah berakhir pada tahun 1861. Peggunaan undang-undang itu

berakhir apabila suatu undang-undang baru telah diluluskan oleh penadbir

Inggris yang memerintah Melaka pada waktu itu. Berdasarkan undang-

undang baru tersebut, semua tanah yang belum dihapuskan di negeri Melaka

telah dinyatakan menjadi milik pemerintah sesuai dengan undang-undang

tanah Inggris yang diguna pakai di England pada masa itu. 7

Pada tahapan awal, Pulau Pinang dan Melaka menggunakan undang-

undang tanah yang dikenali sebagai Sistem Surat Ikatan Inggris. Undang-

undang tanah di Pulau Pinang dan Melaka kemudiannya telah berubah

kepada sistem Torrens dan hal ini dilakukan atas dasar penyeragaman

undang-undang tanah di antara dua provinsi itu.8

5 Rabiah Muhammad Serji, “Application of Islam and Malay Customs in Torrens Sistem

in malaysia”, Al-Irsyad: Journal of Islamic and Contemporary Issues, Vol I, 2016, h. 14. 6 Rabiah Muhammad Serji, “Application of Islam and Malay Customs in Torrens Sistem

in malaysia”, Al-Irsyad: Journal of Islamic and Contemporary Issues, Vol I, 2016, h. 14. 7 Rabiah Muhammad Serji, “Application of Islam and Malay Customs in Torrens Sistem

in malaysia”, Al-Irsyad: Journal of Islamic and Contemporary Issues, Vol I, 2016, h. 15. 8 Rabiah Muhammad Serji, “Application of Islam and Malay Customs in Torrens Sistem

in malaysia”, Al-Irsyad: Journal of Islamic and Contemporary Issues, Vol I, 2016, h. 14-15.

Page 27: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

12

2. Negeri-Negeri Melayu Bersekutu

Kesemua sebelas buah provinsi di Malaysia telah mengamalkan

sistem undang-undang tanah yang sama mulai Januari 1966, yang dikenali

sebagai Sistem Torrens atau Sistem Pendaftaran Hak Milik. Sistem Torens

telah diperkenalkan buat pertama kali di Negeri-negeri Melayu bersekutu

sewaktu kemasukan Inggris di negeri tersebut.9 Sistem ini didasarkan pada

Real Property Act 1857 yang berasal dari Australia Selatan dan ianya

mempunyai ciri-ciri Sistem Torrens yang di New Zealand dan Fiji. Sistem

Torrens mula diperkenalkan di semenanjung tanah Melayu pada tahun

1864.10

Sebelum penggunaan sistem Torrens di Negeri Melayu Bersekutu,

undang-undang yang digunakan di Provinsi Selangor, Perak dan Pahang

adalah undang-undang Islam dan undang-undang yang digunakan di Negeri

Sembilan adalah undang-undang adat. Akan tetapi, penggunaan undang-

undang Islam dan Adat ini mula dihapuskan dan diganti oleh sistem Torrens

selepas kedatangan penadbir Inggris di Negeri Melayu Bersekutu.11 Dan

kemasukan pengaruh british ke Negeri Sembilan adalah secara bertahap

disebabkan tumpuan British pada waktu itu adalah lebih tertumpu di

kawasan yang kaya dengan sumber galian.12

Sistem Torrens yang diamalkan di keempat-empat Negeri Melayu

Bersekutu sebelum tahun 1911 adalah tidak seragam dan mempunyai ciri

yang berlainan. Walau bagaimanapun, peraturan ini kemudiannya dibentuk

menjadi sebuah undang-undang yang digunakan oleh Negeri-negeri Melayu

9 Salleh Buang , Malaysian Torrens Sistem, ( Selangor: Perpustakaan Negara Malaysia,

2001), h. 9 10 Ridzuan Awang, Undang-Undang Tanah Islam Pendekatan Perbandingan, ( Selangor:

Perpustakaan Negara Malaysia, Cetakan Pertama, 1994 ), h. 59-60 11 Rabiah Muhammad Serji, “Application of Islam and Malay Customs in Torrens Sistem

in malaysia”, Al-Irsyad: Journal of Islamic and Contemporary Issues, Vol I, 2016, h. 16. 12 Ishak Yussof dkk. “The Implementation of Customary Tenure Enactment (CTE) in

Colonial Time and Effects on The Administration of Customary Land in Negeri Sembilan”, Kajian

Malaysia, Vol. 33, No. 1, 2015, h. 71.

Page 28: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

13

Bersekutu dan diperluaskan penggunaannya kepada Negeri-negeri Melayu

Tidak Bersekutu secara bertahap.13

Antara Peraturan yang terdapat di Negeri-negeri Melayu Bersekutu adalah:

1. Peraturan-peraturan Pelupusan Tanah Selangor Tahun 1877, yang

mempunyai ciri berikut:

a. Tanah negeri boleh diberi milik bagi tempoh waktu maksimum

selama 99 tahun dengan bayaran premium dan cukai tanah

tahunan.

b. Tanah itu boleh diberi milik bagi tujuan pertanian, pembangunan

atau tujuan tertentu.

c. Adapun tanah yang diberi milik bagi tujuan pertanian haruslah

diusahakan di dalam tempoh waktu yang diberikan oleh undang-

undang.

2. Peraturan-peraturan Khusus Pajakan Tanah Terbiar, tahun 1879 di

Perak dan Selangor. Peraturan ini mempunyai ciri berikut:

a. Tanah pertanian diberi milik selama 99 tahun.

b. Bayaran premium dan cukai tanah tahunan hendaklah dibayar

terhadap pemberian milik itu.

3. Peraturan-peraturan Tanah Am tahun 1879 dan 1885 bagi Negeri Perak

dan tahun 1882 bagi Negeri Selangor serta tahun 1887 bagi Negeri

Sembilan (Sungai Ujong). Antara ciri yang terdapat dalam peraturan ini

adalah:

a. Pemberian milik boleh berlaku terhadap empat jenis tanah yaitu

tanah pertanian, bandar, kampung dan tanah lombong.

b. Pemberian milik tanah pertanian adalah melalui sewaan selama

99 tahun atau sertifikat pemilikan tanah untuk selama-lamanya

yang terikat kepada bayaran cukai tahunan dan tanaman yang

dibenarkan atau yang ditetapkan oleh undang-undang.

13 Salleh Buang , Malaysian Torrens Sistem, ( Selangor: Perpustakaan Negara Malaysia,

2001), h. 9

Page 29: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

14

4. Kanun Tanah (Land Code) tahun 1891 di Selangor mengenai

kepentingan sewaan dan mempunyai bagian yang khusus bagi pegangan

bumiputera. 14

5. Enakmen Pendaftaran Hak Milik (Registration of Titles Regulatios)

tahun 1891 di Selangor, 1897 di Pahang dan Perak, 1898 di Negeri

Sembilan. Antara ciri utama enakmen ini adalah:

a. Semua tanah terletak pada sultan yang berkuasa memberi hak

kepemilikan sama ada untuk selamanya atau untuk suatu jangka

waktu yang tidak melebihi 99 tahun.

b. Kewujudan hak milik yang tidak boleh diragukan yang mana

ianya pertama kali diperkenalkan di Malaysia.

c. Segala kesepakatan bisnis terkait tanah hendaklah dilakukan

menurut ketentuan undang-undang sehingga urusan yang

dilakukan tanpa mengikut undang-undang dianggap batal.

d. Kesepakatan bisnis tanpa pendaftaran seperti sewaan, dan

cagaran hanya dianggap sah sekiranya tidak melebihi tiga

tahun.15

Enakmen Pendaftaran Hak Milik (Registration of Titles Enactment)

ini telah diamendemen sebanyak dua kali yaitu pada tahun 1903 dan 1909.16

Kemudian, pada tahun 1911 telah diluluskan dua undang-undang

tanah yang sama di seluruh Negeri-negeri Melayu Bersekutu yaitu Enakmen

Tanah tahun 1911 yang berdasarkan Ordinan tanah Melaka 1886 dan

Enakmen Pendaftaran Hak Milik tahun 1911. Enakmen Tanah tahun 1911

pada asanya adalah untuk pendaftaran tanah desa yang kurang dari 100

hektar manakala Enakmen Pendaftaran Hak Milik adalah tentang

pendaftaran tanah yang melebihi 100 hektar. Kedua-dua undang-undang ini

14 Ridzuan Awang, Undang-Undang Tanah Islam Pendekatan Perbandingan, ( Selangor:

Perpustakaan Negara Malaysia, Cetakan Pertama, 1994 ), h. 60-62. 15 Salleh Buang , Malaysian Torrens Sistem, ( Selangor: Perpustakaan Negara Malaysia,

2001), h. 9-10 16 Ridzuan Awang, Undang-Undang Tanah Islam Pendekatan Perbandingan, ( Selangor:

Perpustakaan Negara Malaysia, Cetakan Pertama, 1994 ), h. 62-63

Page 30: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

15

masih kekal dan digunakan sehinggalah undang-undang tersebut

diamendemen oleh Kanun Tanah 1926 yang mula digunakan pada Januari

1928 dan dinamakan sebagai Kanun Tanah 1928.17

Kanun Tanah 1928 kemudiannya mengalami perubahan sambil

mengekalkan dua kategori tanah di dalam undang-undang tersebut. Adapun

antara perubahan yang dilakukan terhadap Kanun Tanah 1928 tersebut

adalah pengekalan Undang-undang tanah adat di dalam Adat Pepatih.18

Kanun Tanah 1928 tersebut kemudiannya menjadi asas di dalam

pembentukan Kanun Tanah Negara yang kemudiannya menjadi undang-

undang yang diamalkan di seluruh Semenanjung Malaysia yang mulai

digunakan pada 1 Januari 1966.19

3. Negeri-Negeri Melayu Tidak Bersekutu

Pengaruh British di dalam 5 Negeri-Negeri Melayu Tidak Bersekutu

adalah lebih telat dibandingkan dengan 4 Negeri-Negeri Melayu Bersekutu.

Ini disebabkan oleh bagian utara Kedah dan Perlis pada waktu itu masih

berada di bawah pengaruh Raja Siam dan hal ini adalah sama terhadap

Kelantan dan Terengganu. Cuma di Kelantan dan Terengganu, pengaruh

Raja Siam adalah tidak sekuat seperti di Kedah dan Perlis. Dan pada tahun

1909, telah berlaku suatu perjanjian di antara Inggris dan Kerajaan siam

yang dinamakan Perjanjian Bangkok.20 Akibat daripada perjanjian ini,

Inggris dibenarkan untuk meletakkan seorang Penasehat atau Residen

Inggris di Setiap Negeri Melayu Tidak Bersekutu.21 Inggris akhirnya

berjaya menguasai keempat-empat negeri tersebut daripada Siam. Johor

17 Salleh Buang, Malaysian Torrens Sistem, ( Selangor: Perpustakaan Negara Malaysia,

2001), h. 10 18 Salleh Buang, Malaysian Torrens Sistem, ( Selangor: Perpustakaan Negara Malaysia,

2001), h. 10 19 Ridzuan Awang, Undang-Undang Tanah Islam Pendekatan Perbandingan, ( Selangor:

Perpustakaan Negara Malaysia, Cetakan Pertama, 1994 ), h. 63-64 20 Salleh Buang, Malaysian Torrens Sistem, ( Selangor: Perpustakaan Negara Malaysia,

2001), h. 8-9. 21 Rabiah Muhammad Serji, “Application of Islam and Malay Customs in Torrens Sistem

in malaysia”, Al-Irsyad: Journal of Islamic and Contemporary Issues, Vol I, 2016, h. 16.

Page 31: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

16

adalah negeri terakhir yang berada di bawah pengaruh British, meskipun

begitu, Sultan Johor masih mengekalkan hubungan baik dengan Raja

British. Pada akhirnya, Sistem Torrens dapat diperkenalkan dan

dilaksanakan di Negeri-Negeri Melayu Bersekutu22

B. Sejarah Pembentukan Undang-Undang Tanah di Negeri Sembilan

Pengaruh British yang berkembang di Negeri Sembilan adalah secara

bertahap dan hal ini dikarenakan minat Inggris yang hanya tertumpu kepada

hasil galian bijih. Sebagai contoh, kemasukan British di Negeri Sembilan adalah

bermula daripada Sungai Ujong yaitu pada 10 Oktober 1874. Dan hal ini

dikarenakan hasil bijih yang terbanyak di negeri Sembilan adalah di Sungai

Ujong. Kemudian pengaruh British meluas ke Jelebu pada tahun 1883, juga

disebakan jumlah bijih yang terdapat di Kawasan itu. Dan selepas daripada itu,

British meluaskan pengaruhnya di Kuala Pilah yaitu suatu wilayah adat yang

mempunyai jumlah bijih yang banyak. Tidak lama selepas itu, British juga telah

menawan Rembau. Dan pada tahun 1889, Rembau dan Kuala Pilah berada di

bawah pemerintahan Inggris dan diperintah oleh seorang Pegawai Tadbir yang

digelar sebagai Residen Negeri Sembilan. Sedangkan Sungai Ujong dan Jelebu

berada di bawah pengaturan yang bebeda. Pada tahun 1891, daerah pengaturan

ini telah disatukan di bawah satu persekutuan yaitu Negeri Sembilan. Negeri

Sembilan ini pula kemudiannya ditadbir oleh seorang Residen British yang

bertanggungjawab ke atas semua urusan kecuali urusan yang terkait agama dan

adat istiadat orang Melayu.23

Suatu sistem birokrasi telah diwujudkan oleh Inggris setelah perjanjian

penyerahan kuasa dibuat. Dan untuk tujuan memudahkan lagi sistem

pengaturan, Pihak Inggris telah memisahkan daerah pengaturan kepada

beberapa mukim yang mana di setiap mukim tersebut, telah diwujudkan jawatan

Penghulu Mukim dan di setiap desa diwujudkan jawatan Kepala Desa. Adapun

22 Salleh Buang, Malaysian Torrens Sistem, ( Selangor: Perpustakaan Negara Malaysia,

2001), h. 9. 23 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 42.

Page 32: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

17

kedua jawatan tersebt adalah dikhaskan buat bumiputra karena dasar yang

dibawa oleh British adalah “Bumiputra sebaiknya ditadbir oleh bumiputra

sendiri.” Adapun tujuan utama pihak Inggris menyusun sistem pengaturan

tersebut adalah untuk mewujudkan suatu pengaturan yang lebih jelas, teratur,

cekap dan berkesan. Bagi pengaturan tanah, Penadbir Inggris telah menyusun

ulang sistem pengaturan tanah dengan mengadakan penyesuaian undang-

undang tanah dari semasa ke semasa. Hal ini bertujuan bagi mewujudkan suatu

undang-undang tanah yang lengkap sekaligus menjaga kepentingan ekonomi

mereka dan melaksanakan tanggungjawab sebagai pelindung pada soal agama

dan adat orang Melayu.24

Sistem pengaturan tanah yang dibentuk oleh British adalah dengan cara

penguasaan penuh terhadap tanah melalui ketentuan dalam perjanjian yang

dibuat bersama pembesar-pembesar tempatan. Dengan itu, semua undang-

undang tanah yang dimaksudkan untuk pengaturan tanah di Kuala Pilah adalah

undang-undang yang dibentuk oleh pegawai Tadbir British yang telah

berkhidmat di daerah tersebut. Disebabkan itu, semua undang-undang yang

terkait dengan pengaturan tanah adalah sentiasa berubah. Perubahan ini

dilakukan bertujuan untuk menjaga kepentingan ekonomi British berserta

melindungi hak orang Melayu di dalam hal terkait agama dan adat istiadat

orang Melayu. Frank Swettenham ketika menjadi Resident-General pernah

mengeluarkan surat yang memerintahkan kepada pegawai tadbir yang

menyelaraskan undang-undang tanah supaya tidak mencampuri soal pengaturan

tanah mengikut adat tempatan.25

Ketika melaksanakan sesuatu perubahan, pegawai tadbir Inggris

diarahkan untuk berhati-hati agar tidak bertentangan dengan agama dan adat

istiadat orang Melayu.26 Segala aspek yang terkait dengan agama dan adat orang

24 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 43-44. 25 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 44-45. 26 Hendun Abdul Rahman Shah, dkk, “Dinamika Undang-Undang Tanah Adat di Negeri

Sembilan: Kajian Perkembangan dan Isu Undang-Undang”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. V, 2017, h. 6.

Page 33: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

18

Melayu hendaklah diberi perhatian. Sebagai contoh, bagi tanah kepunyaan

masyarakat bukan Adat Perpatih, pewarisan dilakukan dengan dua cara yaitu

berdasarkan hukum faraidl atau adat masyarakat tersebut. Sehingga tahun 1909,

pembagian dan pewarisan terhadap tanah adat dan tanah bukan pusaka adat

adalah mengikut ketentuan yang telah ditetapkan oleh Adat Perpatih. Setelah

dari tahun itu, pengaturan tanah yang telah dicatatkan Customary Land pada

sertifikat tanahnya, hendaklah mengikuti peraturan adat.27 Antara kepentingan

status sebuah tanah dicatatkan sebagai Customary Land adalah bagi

mengelakkan perpindahan tanah adat suatu suku kepada suatu suku lainnya.28

Menurut E.N Taylor, adalah menjadi dasar British di dalam sistem

pengaturan yang mereka perkenalkan untuk mengekalkan segala sistem

pewarisan dan pembagian tanah sesuatu masyarakat itu. Hal ini dilakukan

berdasarkan prinsip Undang-Undang Am atau The General Principle of Law

yang mengatakan bahwa harta seseorang itu hendaklah ditentukan pembagian

beserta pewarisannya mengikut adat dan agama yang dianuti oleh individu yang

berkaitan. Hal ini bersesuaian dengan adagium The Law Follows the Person.29

C. Revolusi Enakmen Pemegangan Tanah Adat Bab 215 di Negeri Sembilan

Undang-undang dan bentuk pengaturan tanah bagi Negeri Sembilan

adalah merupakan sambungan dari kanun-kanun tanah dan bentuk pengaturan

tanah yang telah diamalkan di Negeri-negeri selat dan di negeri-negeri Melayu

lain. Perkembangan pengaturan tanah adat Negeri Sembilan adalah terkait

rapat dengan pengaturan undang-undang di Negeri-Negeri Selat (Pulau Pinang,

Melaka dan Singapura), Selangor dan Perak yang mana adalah hasil usaha

Maxwell, seorang pegawai Britsh. Maxwell telah melakukan penyusunan

semula undang-undang tanah yang terdapat di Negeri-Negeri Selat, Selangor

27 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 45. 28 Hendun Abdul Rahman Shah, dkk, “Dinamika Undang-Undang Tanah Adat di Negeri

Sembilan: Kajian Perkembangan dan Isu Undang-Undang”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. V, 2017, h. 6 29 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 46.

Page 34: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

19

dan Perak yang dibuat oleh pegawai British di negeri tersebut. Penyusunan

semula ini adalah disebabkan ketidaksesuaian di samping mempunyai

kelemahan di dalam pelaksanaannya.30

Pada tahun 1881, Maxwell telah dihantar ke Australia, Ceylon, dan

Burma oleh Pejabat Tanah Jajahan untuk melakukan lawatan sambil belajar ke

pejabat tanah di sana. Setelah kembali dari sana, Maxwel telah melakukan

penyusunan semula ke atas sistem pengaturan tanah di Negeri-Negeri Selat dan

telah menambah beberapa pembaruan. Adapun pembaruan yang dilakukan

adalah meliputi sistem permohonan untuk memperoleh hak milik, status

pemegangan hak milik, pengiktirafan hak milik orang Melayu, Pembagian

Kawasan pengaturan kepada mukim dan lain-lain lagi.31 Maxwell telah

menyarankan supaya pendaftaran hak milik dilaksanakan mengikut sistem

torrens yaitu suatu sistem di mana hak kepemilikan tanah yang dimiliki oleh

seseorang yang tidak dapat diganggu gugat akan hak kepemilikannya.32

Matlamat sistem ini adalah untuk memudahkan urusan yang terkait dengan

tanah dan untuk menjamin hak kepemilikan tanah seseorang yang telah

didaftarkan namanya. Dan setiap pendaftaran tanah yang dilakukan mengikut

sistem ini akan dikeluarkan suatu dokumen hak milik yang diperakui sah dan

dilindung oleh undang-undang.33

Maxwell kemudiannya telah dilantik sebagai Residen Selangor pada

tahun 1889 dan dua tahun setelah pelantikannya, Maxwell telah

memperkenalkan suatu kanun tanah baru yang telah diluluskan oleh Majlis

Negri Selangor. Perkembangan tanah yang berlaku di Negeri-Negri Selat dan

Selangor telah memengaruhi perkembangan pengaturan tanah di Negeri

Sembilan. Sistem pendaftaran tanah yang diperkenalkan adalah mengikut

30 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 46-47 31 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 46-47 32 Salleh Buang , Malaysian Torrens Sistem, ( Selangor: Perpustakaan Negara Malaysia,

2001), h. 1 33Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 47-48.

Page 35: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

20

Sistem Torrens yang telah diperkenalkan oleh Maxwell di Negeri-Negeri Selat.

Ide pembuatan undang-undang Customary Tenure Enactment yang dibuat

adalah berdasarkan pada ketetapan yang terdapat pada Part III dalam Selangor

Land Code 1891. Sedangkan ide pembuatan undang-undang bagi Customary

Land adalah berdasarkan pada ketetapan yang terdapat pada Customary Land

di Melaka. Objektik undang-undang bagi Customary Land di Melaka dan

Selangor adalah untuk menyelamatkan tanah kepunyaan orang Melayu dan

sekaligus beberapa aspek sistem pengaturan tradisional. Hal ini adalah sama

dengan objektif pembuatan Customary Tenure Enactment yaitu untuk

mengekalkan hak kepemilikan tanah adat kepada orang Melayu sekaligus

mengekalkan beberapa aspek sistem pengaturan adat di dalam undang-undang

modern.34

Undang-undang tanah yang pertama digunakan untuk administrasi

tanah masyarakat adat ialah Land Regulation 1887 yang dimuat di dalam Order

9 April 1887. Undang-undang yang bersifat sementara ini telah dikeluarkan

oleh Pegawai Pentadbir British Sungai Ujung yang digunakan sementara

menunggu undang-undang tanah yang lengkap.35 Menurut undang-undang ini,

tanah dibagikan kepada 4 jenis yaitu tanah pertanian, tanah yang diduduki oleh

warganegara, tanah untuk tapak bangunan di Kawasan bandar, kampung atau

simpanan kerajaan, dan tanah untuk lombong. Peraturan khusus bagi tanah adat

masih belum wujud, oleh karena itu tanah adat berada di bawah peraturan tanah

kelas II yaitu tanah yang diduduki oleh bumiputera.36 Kewajiban pendaftaran

tanah serta pembayaran cukai telah mula dilaksanakan dengan terlaksananya

undang-undang ini.37

34 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 48-49. 35 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 46. 36 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 49 37 Raja Raziff Raja Shaharuddin, dkk, “Customary Land Development in Negeri Sembilan:

Its Way Forward and Challenges”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VI, 2017, h.7.

Page 36: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

21

Pada tahun 1889, suatu undang-undang baru bagi menggantikan Land

Regulation 1887 telah dikeluarkan yang dinamakan General Land Regulation

1889. Undang-undang ini telah ditulis oleh Martin Lister, seorang pengadil dan

pemungut hasil tanah pertama yang berkhidmat di daerah Kuala Pilah. Adapun

perbedaan di dalam kedua undang-undang ini adalah di dalam General Land

Regulation 1889, telah mengiktiraf bahwa semua pemillikan tanah oleh

bumiputra dianggap sebagai pemilikan yang sah menurut adat tempatan. Di

samping itu, administrasi tanah masyarakat adat juga diatur dengan lebih jelas

di dalam General Land Regulation 1889.38

Kemudian, pada tahun 1897, suatu undang-undang baru telah

diluluskan dan dikeluarkan oleh Majelis Negeri Sembilan yang bertujuan untuk

memberi panduan kepada Pemungut Hasil Tanah mengenai kuasa-kuasa yang

ada padanya dalam hal penyelesaian tanah. Undang undang ini diberi nama

sebagai Succession to Land Enactment 1897. Undang-undang ini dikeluarkan

bagi mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada undang-undang yang

terdahulu. Undang-undang ini turut memuat tentang administrasi dan

penyelesaian pusaka si mati sehingga ianya dapat dinamakan sebagai undang-

undang bagi penyelesaian harta pusaka kecil.39

Seterusnya, pada tahun yang sama yaitu 1897, telah dimansuhkan

General Land Regulation 1889 dan diganti dengan undang-undang yang baru

yaitu Land Enactment 1897. Adapun pelaksanaan Land Enactment 1897 ini

adalah untuk menyelaraskan undang-undang tanah di seluruh negeri Sembilan

sekaligus menyeragamkan dengan undang-undang tanah di Provinsi Perak,

Selangor dan Pahang.40

Adapun begitu, Land Enactment 1987 masih dianggap tidak dapat

memenuhi kehendak administrasi tanah adat di Negeri Sembilan. Melihat

kepada keadaan ini, suatu undang-undang khas telah dibentuk bagi mengatasi

38 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 51. 39 Raja Raziff Raja Shaharuddin, dkk, “Customary Land Development in Negeri Sembilan:

Its Way Forward and Challenges”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VI, 2017, h.7. 40 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 53.

Page 37: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

22

masalah tersebut. Maka, pada tahun 1909 telah lahir suatu undang-undang

khusus terkait administrasi tanah adat yang diberi nama Customary Tenure

Enactment 1909. Undang-undang ini adalah merupakan undang-undang

pertama yang digubal khusus untuk administrasi tanah adat. Pemungut hasil

tanah diberi kuasa untuk mencatat perkataan “Customary Land” ke atas surat

tanah dan rekod pendaftaran semua tanah kepunyaan masyarakat adat dengan

syarat tanah tersebut telah didaftarkan di dalam Daftar Mukim dan telah

dikelola mengikut peraturan tanah adat semenjak tanah itu dimiliki. Dan

sekiranya tanah adat tersebut tidak mengikut peraturan tanah adat, status

“Customary Land” suatu tanah bisa dihapus oleh Pemungut Hasil Tanah

tersebut.41

Di dalam pelaksanaan Customary Tenure Enactment 1909, masih tidak

dapat memenuhi tujuan pembuatan undang-undang tersebut secara optimal

berikutan kelemahan daripada pihak administrasi sendiri. Justru, pada tahun

1913 telah dikeluarkan suatu undang-undang baru bagi menggantikan

Customary Tenure Enactment 1909 yang diberi nama The Malay Reservation

Enactment. Adapun pembentukan undang-undang ini bertujuan untuk

melindungi semua tanah milik Melayu dalam provinsi jajahan British serta

memberi kuasa kepada Residen untuk meletakkan status mana-mana tanah

sebagai tanah negeri atau “state land” di mana tanah tersebut akan menjadi

sebagai sebuah tanah simpanan Melayu.42 Kesemua tanah yang dicatakan

dengan Customary Land telah diktiraf sebagai tanah simpanan Melayu.43

Kemudian, pada tahun 1926, sebuah undang-undang baru telah

diluluskan dan dikeluarkan oleh “Majlis Negeri Sembilan” yang bertujuan

untuk mengatasi kelemahan Customary Tenure Enactment 1909. Undang-

undang baru tersebut diberi nama sebagai Customary Tenure Enactment 1926.

41 Raja Raziff Raja Shaharuddin, dkk, “Customary Land Development in Negeri Sembilan:

Its Way Forward and Challenges”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VI, 2017, h.7-8. 42 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 61. 43 Hendun Abdul Rahman Shah, dkk, “Dinamika Undang-Undang Tanah Adat di Negeri

Sembilan: Kajian Perkembangan dan Isu Undang-Undang”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. V, 2017, h. 6

Page 38: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

23

Undang-undang baru ini memuat perkara terkait pengekalan konsep hakmilik

terhad, tatacara pemindahan hak milik, pewarisan dan pembagian adat. Dapat

dikatakan bahwa undang-undang baru tersebut dapat memenuhi kehendak

hukum adat yang yang disesuaikan ke dalam administrasi moderen.44

Pada tahun 1930, telah dilakukan sebuah perubahan pertama yang

disebut sebagai Negeri Sembilan Enactment No. 1 of 1930. Perubahan ini

dilakukan bagi mengatasi masalah yang terdapat di dalam Customary Tenure

Enactment 1926.45 Berdasarkan perubahan ini, peraturan adat perpatih

mengenai waris menjadi bagian lengkap dari undang-undang tanah Negeri.

Undang-Undang tersebut juga telah memberi kuasa kepada pegawai Kerajaan

di Pejabat Daerah tempatan dalam peranannya sebagai Collector of Land

Revenue dan harus menjaga di dalam hal pemindahan atau penjualan tanah adat

adalah mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

Menurut undang-undang ini, jenis harta dibagi kepada dua, pertama adalah

tanah pusaka adat yang diistilahkan sebagai Customary land. Harta yang kedua

adalah Harta carian yang diistilahkan sebagai Acquired Property. Adapun

terhadap kedua-dua jenis harta ini harus didaftarkan di Pejabat Tanah Daerah

dan terhadap kedua jenis harta ini berlaku Adat Perpatih.46

Berdasarkan pindaaan 1930 tersebut juga, catatan ‘customary land’

bagi tanah-tanah yang terdaftar dalam administrasi boleh dibuat dalam dua

jalan, yang pertama adalah dengan bukti bahwa tanah itu dimiliki melalui

peraturan adat dan nama pemiliknya adalah anggota adat yang perempuan.

Kedua, di dalam kasus di mana tanah yang diperoleh dengan cara pemberian

oleh kerajaan kepada seorang perempuan pada mana-mana suku, sertifikat

tanah tersebut boleh dicatatkan dengan perkataan ‘customary land’ dengan

persetujuan oleh pemilik tanah tersebut kepada Pemungut hasil tanah untuk

44 Raja Raziff Raja Shaharuddin, dkk, “Customary Land Development in Negeri Sembilan:

Its Way Forward and Challenges”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VI, 2017, h. 8 45 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 69. 46 Abdullah Siddik, Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia, ( Kuala Lumpur:

Universiti Malaya, 1975 ) h. 148

Page 39: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

24

berbuat sedemikian.47 Hal ini disebut di dalam Customary Tenure Enactment

1926 yang berbunyi:

“No customary land or any interest therein shall be transferred or leased to

any person other than a female member of one of the tribes included in

schedule B”

“No customary land or any interest therein shall be transferred, charged or

leased except with the assent of the Lembaga of the tribe of the registered

owner thereby and unless such notice in writing or otherwise of the intention

to transfer, charge or lease as the collector may deem sufficient shall have

been published for a period of not less than one month immediately

proceeding the execution of such transfer or charge or lease.”

Perubahan kedua telah dibuat pada tahun 1932 yaitu pada Pasal 2

dan Pasal 15 di dalam undang-undang tersebut dan pada tahun 1935, telah

dilakukan perubahan ketiga terhadap Pasal 5.48

Bagi mewujudkan suatu undang-undang tanah yang lengkap, Kanun

Tanah dan Customary Tenure Enactment telah dikaji semula sehingga lahirnya

Land Code 1936 Cap 138 dan Customary Tenure Enactment Cap 215. Semua

peruntukan di dalam Customary Tenure Enactment 1926 bersama perubahan

1930, 1932 dan 1934 dikekalkan ke dalam suatu statut yang dikenali sebagai

Customary Tenure Enactment Chapter 215 of The Revised Laws of the FMS

1936. Undang-undang ini diberlakukan ke atas administrasi tanah. Dan pada

Ogos 1949, Customary Tenure Enactment Cap 215 terpaksa diamendemen

susulan Pembentukan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1948. Dalam

bentuk politik yang baru institusi perundangan juga terpaksa diubahsuai,

Sebagai contoh, Majlis perundangan Persekutuan bertanggungjawab ke atas

pentadbiran di peringkat Persekutuan dan Majlis Perundangan Negeri

bertanggungjawab ke atas membentuk dan merancang undang-undang terkait

dengan provinsi. Oleh karena penadbiran tanah masyarakat adat merupakan

47 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 69. 48 Raja Raziff Raja Shaharuddin, dkk, “Customary Land Development in Negeri Sembilan:

Its Way Forward and Challenges”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VI, 2017, h. 8

Page 40: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

25

penadbiran di peringkat provinsi, maka Majlis Perundangan Persekutuan telah

membentuk Customary Tenure (State of Negeri Sembilan) Ordinance.49

Customary Tenure (State of Negeri Sembilan) Ordinance ini telah

diluluskan pada 21 Ogos 1952. Akan tetapi, Ordinan ini tidak membawa

sebarang perubahan terhadap Customary Tenure Enactment Cap 215. Ordinan

ini merupakan suatu pengagihan kuasa undang-undang dari Majlis

Perundangan Persekutuan kepada Majlis Negeri Sembilan berhubung dengan

undang-undang pentadbiran tanah adat di Negeri Sembilan. Di dalam praktek

Customary Tenure (State of Negeri Sembilan) Ordinance, terdapat banyak

masalah yang timbul terutama di dalam penyelesaian harta pusaka masyarakat

adat. Oleh yang demikian, suatu undang-undang baru telah dikeluarkan pada

tahun 1955. Undang-undang yang bertujuan untuk mengatasi masalah tersebut

diberi nama Small Estates (Distribution) Ordinance No. 34 of 1955. Undang-

undang ini merupakan undang-undang yang terakhir dibentuk oleh pegawai

Ingris dan kekal sehingga kini.50

Dalam perubahan pentadbiran tanah adat di bawah pentadbiran

British, undang-undang yang digubal untuk pentadbiran tanah adat akan

sentiasa mengalami kekurangan dan hal ini dikarenakan kurangnya orang

Melayu dalam membentuk undang-undang yang terkait dengan pentadbiran

tanah adat tersebut.51

Perlembagaan Persekutuan melalui Perkara 90 telah mengiktiraf

kedudukan Tanah Adat. Adapun Perkara 90 tersebut telah menggariskan

peruntukan khusus berkenaan pengiktirafan terhadap Perundangan Tanah Adat

yang mengatasi peruntukan perundangan yang lain terutamanya yang terkait

49 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 71. 50 Raja Raziff Raja Shaharuddin, dkk, “Customary Land Development in Negeri Sembilan:

Its Way Forward and Challenges”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VI, 2017, h. 9 51 Nadzan Harun, Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960, ( Negeri Sembilan:

Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan, 1997 ) h. 77.

Page 41: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

26

urusan tanah. Hal ini dinyatakan di dalam Pasal 1 Perkara 90 Perlembagaan

Persekutuan yang berbunyi:52

Tiada apa-apa jua dalam Perlembagaan ini boleh menyentuh

kesalahan apa-apa sekatan yang dikenakan oleh undang-undang ke atas

pemindahan hak milik atau pemajakan tanah adat di Negeri Sembilan atau

Negeri Melaka, atau pemindahan hak milik atau pemajakan apa-apa

kepentingan mengenai tanah itu.

Pengiktirafan ini juga disebutkan di dalam Undang-Undang Tubuh

Kerajaan Negeri Sembilan 1959 (Constitution of the State of Negeri Sembilan)

di dalam pasal 16 yang menyebutkan tentang tugas dan peran Dewan Keadilan

dan Undang sebagai sumber rujukan dan juga berperan di dalam memberi

nasihat kepada Menteri Besar terkait adat di Negeri Sembilan. Sedang di dalam

Pasal 32 menyebutkan tentang penggunaan adat dan kebiasaan penggunaan

adat tersebut adalah dibenarkan selagi mana ianya tidak bertentangan dengan

peruntukan Perlembagaan Negeri. Selain itu, Kanun Tanah Negara 1965

(National Land Code 1965) telah memperuntukkan kedudukan undang-undang

Tanah Adat sebagai suatu perundangan yang berlaku secara adat dan Kanun

tanah Negara tidak boleh menyentuh peruntukan terhadap tanah adat tersebut.

Hal ini dinyatakan di dalam Seksyen 4. Berdasarkan peruntukan di atas, dapat

kita katakan bahwa pengamalan Adat Perpatih di Negeri Sembilan dipelihara

dan dibenarkan di dalam mengamalkannya sesuai dengan peruntukan yang

diberikan di dalam Perlembagaan Persekutuan dan Perlembagaan Negeri.53

Dan sehingga kini, keluasan tanah adat yang telah didaftarkan adalah

sebanyak 34,550.07 ekar tanah..54

52 Hendun Abdul Rahman Shah, dkk, “Dinamika Undang-Undang Tanah Adat di Negeri

Sembilan: Kajian Perkembangan dan Isu Undang-Undang”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. V, 2017, h. 6. 53 Hendun Abdul Rahman Shah, dkk, “Dinamika Undang-Undang Tanah Adat di Negeri

Sembilan: Kajian Perkembangan dan Isu Undang-Undang”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. V, 2017, h. 6-7 54 Siti Selihah Che Hassan dkk., “Level of Understanding Among Community Towards

The Concept of Customary Land and Its Law: Study in Negeri Sembilan”, Malaysian Journal of

Syariah and Law, Vol. V, 2017, h. 2.

Page 42: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

27

BAB III

PANDANGAN ISLAM TERHADAP PERWARISAN

PEREMPUAN DI DALAM TANAH ADAT MENURUT

ENAKMEN PEMEGANGAN ADAT BAB 215

A. Hukum Waris dalam Islam

1. Pengertian

Faraidh merupakan segala sesuatu masalah yang terkait dengan

pembagian harta. Menurut bahasa, lafaz faraidh dimbil dari kata arab الفرض

atau kewajiban yang terkandung makna secara etimologis dan terminologis.

Adapun faraidh secara etimologis mempunyai beberapa arti, di antaranya

adalah:1

a. التقدير (at-taqdir) yang membawa arti suatu ketentuan. Hal ini

bertepatan dengan surah al-baqarah ayat 237 yang berarti “…karena

itu, bayarlah separuh dari jumlah yang telah kau tentukan itu…”

b. اإلنزال (al-inzal) yang membawa maksud menurunkan sebagaimana di

dalam surah (al-Qashash) di dalam ayat 85 yang berarti

“Sesunggguhnya, Yang mewajibkan atasmu untuk melaksanakan

hukum-hukum Al-Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke

tempat kembali…””

c. التبني (at-tabyin) yaitu penjelasan yang mana sesuai dengan firman

Allah swt., di dalam surah at-Tahrim ayat 2 yang bermaksud:

1 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 11.

Page 43: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

28

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian

membebaskan diri dari sumpahanmu…”

d. اإلحالل (al-ihlal) yaitu menghalalkan. Hal ini dapat dilihat dalam surah

Al-Ahzab ayat 38 yang bermaksud, “Tidak ada suatu keberatan pun atas

Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya.”

e. العطاء (al-Atha’) atau pemberian seperti di dalam pepatah arab yang

bermaksud “Aku tidak mendapatkan pemberian ataupun pinjaman

darinya.

Dan kesemua perkataan di atas dapat digunakan untuuk

menggambarkan tentang faraidh karena ilmu faraidh itu sendiri meliputi

beberapa bagian kepemilikan yang telah ditetapkan secara pasti dan tetap.2

Adapun pengertiannnya secaara terminologis bisa dibagikan kepada

beberapa yaitu:3

a. Penetapan kadar warisan terhadap ahli waris yang didasarkan kepada

ketentuan syara’ yang tidak bertambah kecuali dengan radd atau

mengembalikan sisa lebih kepada para penerima warisan. Juga tidak

berkurang melainkan dengan ‘aul atau pembagian harta waris di mana

jumlah para ahli waris adalah lebih besar daripada asal masalahnya,

sehingga harus dinaikkan menjadi sebesar jumlah bagian-bagian itu.

b. Suatu ilmu yang mengatur kita tentang cara pembagian warisan

(tirkah), tata cara menghitung terkait dengan pembagian harta waris

tersebut beserta dengan bagian yang wajib dari harta peninggalan

tersebut terhadap setiap pemilik hak waris.

c. Dikenali juga dengan fiqh al-mawarits yaitu tata cara menghitung harta

waris yang telah ditinggalkan.

2 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 11-12. 3 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 12.

Page 44: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

29

d. Suatu kaidah fikih yang mengajar kita tentang cara menghitung untuk

mengetahui bagian yang diperoleh oleh setiap ahli waris daripada harta

peninggalan si mati. Termasuk di dalam pengertian ini adalah batasan

dan kaidah yang terkait rapat dengan keadaan ahli waris seperti ash-

habul furudh (ahli waris wajib), ashabah atau ahli waris yang menerima

sisa peninggalan dari ahli waris wajib, dzawi al-arham yaitu ahli waris

yang tidak termasuk di dalam ash-habul furudh dan tidak juga termasuk

di dalam ashabah, juga membahas tentang perkara yang terkait rapat

dengan cara menyelesaikan pembagian harta waris yang berupa hijab,

aul, radd dan mereka yang terhalang daripada menerima warisan.

e. Sebuah ilmu yang mengajar kita tentang ahli waris yang dapat mewarisi

dan yang tidak dapat mewarisi beserta bagian ahli waris yang dapat

mewarisi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

ilmu faraidh mencakupi tiga elemen penting yaitu:

a. Pengetahuan tentang kerabat yang bisa menjadi ahli waris.

b. Pengetahuan tentang bagian setiap ahli waris.

c. Pengetahuan tentang cara menghitung pembagian harta waris.4

2. Dasar Hukum Waris

Dasar hukum waris dapat dilihat di dalam surah al-Quran seperti di bawah:5

a. Surat An-Nisa ayat 7

والق ربون وللن ساء نصيب ما ت رك الوالدان للر جال نصيب ما ت رك الوالدان

ق ربون ما قل منه أو كث ر نصيبا مفروضاوال

4 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 11-13 5 Saifuddin Masykuri, Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzhab,

(Kediri: Santri Salaf Press, 2016), h. 19-21.

Page 45: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

30

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan

kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta

peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut

bahagian yang telah ditetapkan”

b. Surat An-Nisa ayat 8

م ق ول وإذا حضر القسمة أولو القرب والي تامى والمساكني فارزقوهم منه وقولوا ل

معروفا

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang

miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah

kepada mereka perkataan yang baik.”

c. Surat An-Nisa ayat 9

لل ولي قولوا ق ول ا من خلفهم ذر ية ضعافا خافوا عليهم ف لي ت قوا اوليخش الذين لو ت ركو

سديدا

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya

meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka

khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah

mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan

perkataan yang benar”.

d. Surat An-Nisa ayat 10

ا يكلون ف بطونم نرا وسيصلون سعرياإن الذين يكلون أموال الي تامى ظلما إن

Page 46: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

31

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara

zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka

akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). “

e. Surat An-Nisa ayat 11

ف أولدكم للذكر مثل حظ الن ث يني فإن ك ي ن نساء ف وق اث ن تني ف لهن وصيكم الل

هما السدس ما ث لثا ما ت رك وإن كانت واحدة ف لها الن صف ولب ويه لكل واحد من

م ه الث لث فإن كان له إخوة رك إن كان له ولد فإن ل يكن له ولد وورثه أب واه فل ت

ة يوصي با أو دين آبؤكم وأب ناؤكم ل تدرون أي هم فلم ه السدس من ب عد وصي

ا أق رب لكم ن فعا فريضة من الل إن الل كان عليما حكيم

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusak untuk) anak-

anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian

dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih

dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika

anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan

untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta

yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang

yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya

(saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu

mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.

(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia

buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan

anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih

Page 47: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

32

dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. “

f. Surat An-Nisa ayat 12

د ف لكم الربع ما ولكم نصف ما ت رك أزواجكم إن ل يكن لن ولد فإن كان لن ول

د ة يوصني با أو دين ولن الربع ما ت ركتم إن ل يكن لكم ول ت ركن من ب عد وصي

ون با أو دين وإن كان فإن كان لكم ولد ف لهن الثمن ما ت ركتم من ب عد وصية توص

هما السدس فإن كانوا رجل يورث كاللة أو امرأة وله أخ أو أخت فلكل واحد من

لك ف هم شركاء ف الث لث من ب عد وصية يوصى با أو دي ن غري مضار أكث ر من ذ

عليم حليم وصية من الل والل

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh

isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu

mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang

ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)

seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang

kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai

anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu

tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah

dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun

perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,

tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang

saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua

jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu

lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,

Page 48: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

33

sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar

hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah

menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari

Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”

g. Surat An-Nisa ayat 13

ين لك حدود الل ومن يطع الل ورسوله يدخله جنات تري من تتها النار خالد

لك الفوز العظيم فيها وذ

“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah.

Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah

memasukkannya kedalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai,

sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. “

h. Surat An-Nisa ayat 14

ي عص الل ورسوله وي ت عد حدوده يدخله نرا خالدا فيها وله عذاب مهني ومن

“Dan barangsiapa yang mndurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar

ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api

neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.

i. Surat An-Nisa ayat 176

ي فتيكم ف الكاللة إن امرؤ هلك ليس له و لد وله أخت ف لها يست فتونك قل الل

ث لثان ما ت رك لا ولد فإن كان تا اث ن تني ف لهما ال نصف ما ت رك وهو يرث ها إن ل يكن

Page 49: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

34

وإن كانوا إخوة رجال ونساء فللذكر مثل حظ الن ث يني ي بني لكم أن تضلوا والل الل

بكل شيء عليم

“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah

memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal

dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka

bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang

ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta

saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara

perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang

ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari)

saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-

laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan

(hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui

segala sesuatu.”

3. Rukun Waris

a. Al Muwarrits (Orang yang meninggal dunia)

Yaitu orang yang meninggal dunia secara hakiki, hukmiy maupun

taqdiriy.6 Atau orang yang meninggalkan hartanya yang berhak

dipusakai kepada orang lain.7

b. Al-Warits (Ahli waris)

Yaitu orang yang hidup atau anak dalam kandungan.8 Atau orang

yang ada hubungan darah dengan orang yang telah meninggal,

6 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 28. 7 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris Hukum-Hukum Warisan Dalam Syari’at Islam,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 42. 8 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 28.

Page 50: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

35

dengan sesuatu sebab menerima pusaka seperti kekerabatan dan

perkawinan.9

c. Al-Mauruts

Al-Mauruts adalah harta yang menjadi pusaka atau harta yang

dipusakai dari orang meninggal. Harta ini juga dikenali sebagai

mirats, irts, tuurats dan tirkah.10 Adapun yang termasuk di dalam

kategori harta warisan adalah harta atau hak-hak yang mungkin

diwariskan seperti hak qishash atau hak perdata, hak menahan

barang yang belum dilunasi pembayarannya dan hak menahan

barang gadaian.11 Al Mauruts yang dimaksudkan adalah harta

peninggalan setelah dikurangi biaya perubatan, utang dan wasiat.12

Adapun jika kesemua rukun tersebut tidak terpenuhi, atau salah satu

daripada tiga rukun tersebut tidak ada, maka waris mewarisi tidak dapat

dilakukan.13

4. Syarat Waris

a. Matinya orang yang mewarisi.

Adapun syaratnya adalah orang tersebut sudah meninggal

baik secara hakiki, hukmiy ataupun mati taqdiry. Mati hakiki adalah

sebuah kematian yang disaksikan akan kematiannya itu atau sebuah

kematian yang dapat dibuktikan oleh dua orang saksi yang adil.

9 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris Hukum-Hukum Warisan Dalam Syari’at Islam,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 42. 10 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, Cetakan

Pertama, 1995), h. 56 11 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 28. 12 Otje Salman, Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama,

Cetakan Kedua, 2006), h. 19. 13 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 28.

Page 51: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

36

Adapun mati hukmiy adalah sebuah kematian yang

diputuskan oleh hakim. Sebagai contoh, seorang hakim yang

memvonis kematian seseorang disebabkan dirinya mafqud atau tidak

diketahui kabar beritanya, tidak diketahui hidup atau matinya, aatau

tidak dikenal domisilinya. Dan status orang tersebut setelah melewati

batas waktu yang telah ditentukan untuk pencariannya, maka akan

dikategorikan sebagai orang yang telah mati.

Mati taqdiry pula adalah kematian yang didasarkan oleh dugaan

yang sangat kuat. Dan orang yang meninggal tersebut meninggalkan

harta atau hak.14

b. Ahli waris yang hidup.

Adapun syaratnya adalah ahli waris tersebut hendaklah masih

hidup baik secara hakiki ataupun secara hukmiy setelah kematian si

pewaris meskipun hanya sebentar, secara otomatis mereka berhak

menjadi ahli waris.15 Akan tetapi di dalam kasus tertentu, hak

mewarisi tersebut gugur.16

Adapun cara pembuktian hidup atau tidaknya ahli waris setelah

kematian si pewaris adalah dilakukan dengan cara pengujian atau

kesaksian oleh dua orang saksi yang adil. Contoh ahli waris yang

hidup secara hukmiy adalah anak yang berada di dalam kandungan

si ibu, ia dapat mewarisi dari si pewaris jika keberadaannya benar-

benar terbukti di saat kematian si pewaris kendati ruh belum

ditiupkan ke dalam janin tersebut dengan syarat bahwa bayi tersebut

benar-benar hidup ketika lahirnya nanti.17

14 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 29-30. 15 Otje Salman, Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama,

Cetakan Kedua, 2006), h. 5. 16 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 28. 17 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 30.

Page 52: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

37

c. Mengetahui sebab yang mengikat ahli waris dengan si pewaris.

Adapun sebab mewarisi adalah garis kekerabatan, perkawinan

dan perwalian. Ahli waris harus mengetahui bahwa dirinya termasuk

di dalam garis kerabat nasab (kerabat yang memperoleh sisa dari ash-

habul furudh atau mendapat seluruh peninggalan bila tidak ada ash-

habul furudh), perkawinan, atau dari garis kerabat nasab dan

perkawinan, atau dari garis wala’. Hal ini karena setiap garis

keturunan akan memiliki hukum yang berbeza.18

5. Sebab-Sebab Mewarisi

a. Kekerabatan

Kekerabatan merupakan hubungan nasab antara orang yang

mewariskan dengan orang yang mewarisi yang terjadi disebabkan

oleh kelahiran. Dan ahli waris yang dapat mewarisi disebabkan oleh

kekerabatan terbagi kepada tiga:

1) Golongan ushul (leluhur) dari si pewaris yang terdiri daripada:

a) Ayah, kakek dan jalur ke atasnya.

b) Ibu, nenek dan jalur ke atasnya.

2) Golongan furu’ (keturunan) dari si pewaris yang terdiri daripada:

a) Anak laki-laki, cucu, cicit dan jalur ke bawahnya.

b) Anak perempuan, cucu, cicit dan jalur ke bawahnya.

3) Golongan hawasyi atau keluarga pewaris dari jalur horizontal.

a) Saudara laki-laki dan perempuan secara mutlak baik

saudara kandung maupun seayah atau seibu.

b) Anak- anak saudara kandung atau seayah.

18 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 30 - 31.

Page 53: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

38

c) Paman sekandung, seayah, dan anak laki-lakinya paman

yang sekandung.19

Dan pengelompokan ahli waris di atas, apabila ditinjau dari

segi bagian yang bakal diperolehi terbagi kepada 3 bagian yaitu:

d) Ashhabul furudl, wanita yang menerima bagian tertentu

daripada harta peninggalan si mati.

e) Ashabah, adalah waris-waris yang tidak mempunyai

bagian tertentu tetapi mengambil sisa tirkah sesudah

diberikan bagian Ashhabul furudl. Suami istri dinamakan

ashhabul furudl assabiyah sedang ashhabul furudl ini

dinamakan ashhabul furudl annasabiyyah.

f) Dzawul arham yaitu ahli waris yang tidak masuk

kedalam golongan ashhabul furudl dan ashabah.20

Terkadang, faktor nasab menjadi sebab seseorang memperoleh

harta peninggalan dari dua jalur seperti anak laki-laki mewarisi

bersama ayahnya, saudara laki-laki mewarisi bersama saudara laki-

lakinya. Faktor nasab juga dapat menjadi sebab seseorang mewarisi

harta peninggalan dari satu jalur seperti anak laki-laki saudara laki-

laki sekandung atau seayah mewarisi bersama saudara perempuan

ayah.21

b. Hubungan Perkawinan

Ahli waris yang dapat mewarisi disebakan oleh perkawinan

adalah suami yang kematian istrinya atau istri yang kematian

suaminya. Dan perkawinan mereka terikat dengan suatu akad yang

19 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 34 – 35. 20 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris Hukum-Hukum Warisan Dalam Syari’at Islam,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 43. 21 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 34 – 35.

Page 54: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

39

sah menurut syariat22. Dan mereka berhak mewarisi meskipun belum

berhubungan intim dan khulwah. 23

c. Wala’

Wala’ berarti tetapnya hukum syara’ karena membebaskan

budak. Dan wala’ yang dimaksudkan di sini adalah wala’ al-‘ataqah.

Wala’ al-‘ataqah adalah kenikmatan pemilik budak yang

dihadiahkan kepada budaknya dengan membebaskan budak melalui

pencabutan hak mewalikan dan hak mengurusi harta bendanya secara

sempurna maupun tidak sempurna. Maksud kalimat “kenikmatan

pemilik budak yang dihadiahkan kepada budaknya dengan

membebaskan budak” adalah masa sebelum seorang budak

dibebaskan.24 Dalam arti lain, dia telah memberikan kesenangan

kepada budak tersebut yang menyebabkan budak itu memperoleh

kemerdekaan dan sifat kemanusiaannya kembali. Maka di dalam hal

ini, Allah telah membalasnya dengan hak untuk mewarisi harta budak

itu sekiranya dia tidak meninggalkan ahli waris sama sekali.25 Dan

tujuan pembebasan tersebut tidak dilihat apa alasannya mau dia

membebaskannya untuk melaksanakan anjuran syariah ataupun

dilakukan untuk memperoleh imbalan.26

6. Sebab-Sebab Menghalangi Mewarisi

a. Berlainan agama

22 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 36 – 37. 23 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris Hukum-Hukum Warisan Dalam Syari’at Islam,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 43. 24 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 40 – 41 25 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, Cetakan

Pertama, 1995), h. 55 26 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 40 – 41.

Page 55: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

40

Para ahli fiqh sepakat bahwa berlainan agama antara orang

yang mewarisi dan mewariskan merupakan penghalang daripada

terjadinya perwarisan. Dalam arti kata lain, seorang muslim tidak bisa

jadi waris bagi orang kafir dan begitu juga sebaliknya.27

Perwarisan itu tidak bisa terjadi mekipun kafir tersebut adalah

kafir kitabi. Sebagai contoh, menurut madzhab jumhur ulama, apabila

seorang suami muslim meninggal dan dia mempunyai seorang isteri

kitabiyah, kemudian istrinya memeluk agama islam setelah suaminya

meninggal, dia tetap tidak dapat menerima harta warisan tersebut.

Disebabkan ada halangan (perbedaan agama) di waktu dia berhak

menerima pusaka tersebut. Akan tetapi, hal ini berbeda menurut

golongan Hambaliyah karena menurut mereka, seorang isteri

kitabiyah yang memeluk agama Islam setelah kematian suaminya

yang muslim, berhak menerima pusaka sekiranya harta peninggalan

tersebut masih belum dibagikan lagi mengikut ketentuan syara.28

Adapun menurut mazhab Hanafiyah, harta orang yang murtad

akan diwarisi oleh ahli warisnya. Akan tetapi, menurut imam Abu

Hanifah dan al-Tsauri, harta orang yang murtad hanya bisa diwarisi

oleh ahli waris sekiranya harta tersebut diperoleh sebelum pewaris itu

murtad sedangkan terhadap harta yang diperoleh ketika dirinya

murtad akan menjadi fai’ (sebentuk harta rampasan) dan akan

diserahkan ke baitul maal.29

b. Pembunuhan

Para ulama telah sepakat bahwa pembunuhan merupakan antara

penghalang daripada menerima warisan. Ini bermaksud, seorang

pembunuh tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang

27 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 47. 28 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris Hukum-Hukum Warisan Dalam Syari’at Islam,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 58 - 59. 29 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam Edisi Kedua, (Jakarta: Prenadamedia Group,

Cetakan Kelima, 2015), h. 91 – 92.

Page 56: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

41

dibunuhnya. Hal ini berdasarkan kepada Hadis Nabi yang artinya

“Pembunuhan tidak boleh mewarisi”.30

Adapun alasan seorang pembunuh tidak dapat mewarisi harta

orang yang dibunuhnya adalah disebabkan terkadang, seorang

pembunuh memiliki tendensi mempercepat kematian orang yang

akan mewariskan hartanya agar si pembunuh itu segera memiliki

hartanya tersebut. Dan apabila hal ini terjadi, adalah haram bagi si

pembunuh untuk mewarisi harta tersebut atas dasar sadd adz-dzara’i

atau akidah fiqih lain yang mengatakan bahwa sesiapa yang

mempercepat sesuatu sebelum masanya, maka untuk memperoleh

sesuatu tersebut menjadi haram.31 Akan tetapi, yang dibunuh berhak

untuk menerima pusaka daripada pembunuhnya apabila si pembunuh

mati terlebih dahulu daripada orang yang ingin dibunuhnya lantaran

sesuatu sebab. Maka di dalam kasus ini, orang yang dibunuh berhak

menerima pusaka daripada pembunuhnya.32

c. Perbudakan

Perbudakan dianggap sebagai penghalang daripada

terjadinya perbuatan waris mewarisi disebabkan oleh ketika seorang

budak mewarisi harta peninggalan daripada warisnya, niscaya yang

memiliki warisan tersebut adalah tuannya sedangkan budak tersebut

merupakan orang asing.

Dan dia juga tidak dapat mewariskan harta peninggalan

kepada ahli warisnya disebabkan dia dianggap tidak mempunyai

sesuatu. Sekiranya dia memiliki sesuatu, kepemilikannya dianggap

tidak sempurna sehingga kepemilikannya tersebut beralih kepada

tuannya akibat sirnanya kepemilikan yang ada pada budak. Hal ini

30 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam Edisi Kedua, (Jakarta: Prenadamedia Group,

Cetakan Kelima, 2015), h. 201. 31 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 56 – 57. 32 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris Hukum-Hukum Warisan Dalam Syari’at Islam,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 53.

Page 57: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

42

disebabkan oleh tuan tersebut lebih berhak memanfaatkannya dan

memperoleh harta budak tersebut di masa hidupnya dan ketika budak

tersebut meninggal dunia.33

d. Tidak tentu kematiannya

Kalau ada dua orang yang berwaris-waris, mati tenggelam,

mati ditimpa tembok atau sebagainya serta tidak diketahui siapa

yang mati dahulu, maka seorang dengan yang lain tidak dijadikan

ahli waris. Hanya harta masing-masing dibagikan kepada ahli waris

masing-masing.34

7. Tertib Para Waris Dalam Menerima Pusaka

a. Ashabul Furudl

Ahli waris ashabul furudl menerima tirkah. Dan golongan

ini adalah golongan yang sudah ditentukan bagiannya di dalam al-

Quran, As-Sunnah atau ijma’ ulama.35 Para ahli fara’id

membedakan ashabul furudl kepada dua yaitu, ashabul furudl

issababiyyah, yaitu mereka yang menjadi ahli waris disebabkan oleh

ikatan perkawinan dengan si pewaris. Yang kedua adalah ashabul

furudl in-nasababiyyah, yaitu mereka yang menjadi ahli waris

disebabkan oleh hubungan darah dengan si pewaris.36

b. Ashabah Nasabiyah

Ashabah nasabiyah adalah setiap kerabat yang berhak ke

atas sisa harta setelah diambil ashabul furudl. Dan golongan ini

berhak menerima seluruh harta peninggalan jikalau dia hanya

33 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Hukum Waris, (Jakarta Selatan: Senayan

Abadi Publishing, Maret 2004), h. 51 – 52. 34 A. Hassan, Al-Fara’id, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1992), h. 44. 35 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, Cetakan

Pertama, 1995), h. 54. 36 Otje Salman, Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama,

Cetakan Kedua, 2006), h. 52.

Page 58: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

43

sendirian seperti anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki,

saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki bapak dan sebagainya.37

c. Radd

Radd atau membagi sisa kepada ashabul furudl menurut

besar kecilnya hak mereka kecuali kepada suami atau istri. Oleh

karena itu, apabila ada kelebihan harta waris dan tidak ada ashabah,

maka harta tersebut akan dibagikan kepada ashabul furudl. Adapun

alasan mengapa suami atau istri tidak berhak menerima radd adalah

disebabkan mereka memperoleh warisan karena perkawinan dan

bukan kekerabatan. 38

d. Dzawul Arham

Dzawul arham adalah kerabat dari orang yang meninggal

dan tidak termasuk di dalam golongan ashabul furudl atau ashabah.

Contoh dzawul arham adalah saudara laki-laki ibu, saudara

perempuan ibu, saudara perempuan bapak, anak laki-laki dari anak

perempuan dan sebagainya. Dzawul arham hanya menerima harta

waris apabila si mati tidak meninggalkan ashabul furudl atau

ashabah. Adapun memberikan warisan kepada dzawul arham

adalah pendapat daripada golongan Hanabilah, Hanafiyah dan

Malakiyah.39

e. Radd kepada suami Isteri

Hal ini Cuma dilakukan sekiranya si mati tidak

meninggalkan ashabul furudl, ashabah maupun dzawul arham.

Sebagai contoh, apabila seorang suami meninggal dan dirinya hanya

37 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, Cetakan

Pertama, 1995), h. 54. 38 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, Cetakan

Pertama, 1995), h. 54. 39 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, Cetakan

Pertama, 1995), h. 54 .

Page 59: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

44

memiliki istrinya sahaja, maka istrinya berhak menerima 1/4 sebagai

furudl dan sisa melalui radd. Dengan demikian, seluruh harta

menjadi miliknya.40

f. Ashabat Sababiyah

Ashabat sababiyah adalah budak yang dimerdekakan sama

ada laki-laki maupun perempuan.

g. Orang yang mendapat wasiat lebih dari sepertiga harta sekalipun

wasiat itu seluruh harta. Dan ini adalah pandangan golongan

Hanabilah dan Hanafiyah.

h. Baitul Mal

Baitul mal hanya menerima apabila si mati tidak

meninggalkan langsung ashabul furudl, ashabah, dzawul arham,

radd suami atau istri, ataupun ashabat sababiyah. Dan adapun

sebab baitul mal mendapat harta warisan adalah untuk menjaga

kemaslahatan kaum Muslimin.41

8. Hak-Hak Yang Harus Didahulukan

Sebelum para waris memperoleh haknya, ada beberapa hal yang harus

didahulukan sebelum memulakan pembagian harta si mati yaitu:

a. Pentajhizan Mayyit

Pentajhizan mayyit yang meninggalkan harta dan pentahjizan

mayyit orang yang wajib dinafkahi oleh mayyit yang meninggalkan

40 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, Cetakan

Pertama, 1995), h. 54 – 55. 41 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, Cetakan

Pertama, 1995), h. 54 – 55.

Page 60: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

45

harta tersebut. Dan untuk melakukan semua itu, harta yang diambil

adalah daripada harta yang ditinggalkannya.42

Tajhiz adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh seseorang

yang meninggal dunia sejak dari wafatnya sehingga kepada

menguburkannya seperti belanja untuk memandikannya,

mengkafankannya, mengusungnya dan menguburkannya. Adapun

perbelanjaan yag diikeluarkan untuk melakukan semua ini

hendaklah tidak berlebihan dan tidak juga menyedikitkan.43

b. Membayar Hutang

Seseorang ahli waris harus membayar hutang yang

ditinggalkan oleh si mayyit dan untuk melakukan hal itu, uang

tersebut diambil daripada tirkah sesudah diambil kepeluan tajhiz.44

c. Menunaikan wasiat

Hak untuk menunaikan wasiat yang diwasiatkan oleh yang

meninggal diwaktu dia masih hidup dalam batas yang dibenarkan

syara’ tanpa perlu persetujuan oleh ahli waris. Adapun maksud batas

yang dibenarkan oleh syara’ adalah wasiat yang tidak melebihi 1/3

daripada harta peninggalannya sesudah diambil keperluan tajhiz dan

keperluan untuk membayar hutang.45

9. Bagian-Bagian Yang Telah Ditentukan Dalam Al-Quran

Terdapat 6 bagian yang telah disebutkan di dalam Alquran di mana

keenam-enam bagian tersebut dikelompokkan kepada dua macam yang

dikenali Macam pertama dan Macam kedua. Bagian di dalam macam

pertama adalah 1/2, 1/4, 1/8. Adapun disebut macam pertama adalah karena

42 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris Hukum-Hukum Warisan Dalam Syari’at Islam,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 25. 43 Otje Salman, Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama,

Cetakan Kedua, 2006), h. 6. 44 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris Hukum-Hukum Warisan Dalam Syari’at Islam,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 27 – 28. 45 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris Hukum-Hukum Warisan Dalam Syari’at Islam,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 30 – 31.

Page 61: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

46

penyebutnya dapat dimasuki sebagian atas sebagiannya. Adapun macam

kedua adalah 2/3, 1/3, 1/6, dan disebut sebagai macam kedua adalah karena

penyebutnya dapat dimasuki oleh sebagian atas sebagiannya. Adapun

aturan bagian-bagiannya adalah seperti berikut:

a. Yang berhak setengah, 1/2.

Setengah merupakan bagian terhadap lima ahli waris yaitu:

1) Suami

Suami mewarisi 1/2 apabila istrinya tidak meninggalkan

keturunan yang mewarisi seperti anak, anak dari anak laki-laki

istrinya yang meninggal baik anak itu dari hasil perkawinan

dengannya atau dari perkawinannya yang lain.46

2) Anak Perempuan

Dengan syarat dirinya tidak bersama dengan saudara laki-

laki yang berhak mewarisi, yakni anak laki-laki pewaris dan dia

hanya seorang. Dalam arti kata lain, anak perempuan tunggal.47

3) Anak Perempuan dari anak laki-laki.

Dengan syarat dia tidak bersama saudara laki-laki yang

berhak ashabah yaitu anak laki-laki dari anak laki-laki. Anak

perempuan itu juga hendaklah seorang diri dan tidak ada anak

perempuan sendiri atau anak laki-laki.

4) Saudara perempuan kandung.

Dengan syarat dia tidak bersama saudara laki-laki yang

berhak ashabah yaitu saudara laki-laki sekandung. Anak

perempuan itu juga hendaklah seorang diri dan si mayit tidak

mempunyai keturunan dan ushul laki-laki seperti bapak dan

kakek dan keturunan.

5) Saudara perempuan sebapak.

46 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, Cetakan

Pertama, 1995), h. 69. 47 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam Edisi Kedua, (Jakarta: Prenadamedia Group,

Cetakan Kelima, 2015), h. 44.

Page 62: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

47

Dengan syarat bahwa dirinya tidak bersama saudara laki-

laki yang mendapat ashabah yaitu saudara laki-laki sebapak,

dirinya bersendirian dan tidak ada saudara perempuan

sekandung. Si mayit juga hendaklah tidak meninggalkan ushul

dan keturunan.48

b. Yang berhak seperempat, 1/4.

Merupakan bagian dua orang ahli waris yaitu suami dan istri.

1) Suami mendapat 1/4 apabila istri ada anak atau anaknya anak

(cucu) baik anak itu hasil daripada perkawinan dengannya atau

dengan suami lain.

2) Istri mendapat 1/4 apabila suami tidak meninggalkan anak

atau anaknya anak (cucu) dan kebawah baik anak itu hasil dari

perkawinannya dengan istri itu atau istri yang lain.49

c. Yang berhak seperdelapan, 1/8.

1) Merupakan bagian seorang saja di antara ahli waris yaitu

istri atau beberapa istri. Hal ini berarti seorang istri atau lebih

akan memperoleh 1/8 apabila mayit mempunyai anak atau

cucu.50

d. Yang berhak dua pertiga 2/3.

Dua pertiga merupakan bagian empat orang wanita di antara

ahli waris seperti berikut:

1) Dua anak perempuan sendiri atau lebih akan memperoleh

2/3 apabila mereka tidak bersama dengan saudara laki-lakinya

yang ashabah yakni anak laki-laki si mayit.

2) Dua anak perempuan anak laki-laki atau dua anak

perempuannya anak laki-lakinya anak laki-laki atau lebih akan

memperoleh 2/3 apabila si mayit tidak mempunyai anak sendiri

48 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, Cetakan

Pertama, 1995), h. 71 - 73. 49 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam Edisi Kedua, (Jakarta: Prenadamedia Group,

Cetakan Kelima, 2015), h. 48. 50 Otje Salman, Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama,

Cetakan Kedua, 2006), h. 54.

Page 63: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

48

seperti anak laki-laki dan anak perempuan. Si mayit juga tidak

meninggalkan dua anak perempuan sendiri dan tidak ada

saudara laki-laki yang berhak ashabah seperti anak laki-

lakinya anak laki-laki dalam derajat mereka.

3) Dua saudara perempuan kandung atau lebih akan

memperoleh 2/3 dengan syarat si mati tidak meninggalkan

anak laki-laki atau perempuan dan tidak meninggalkan ushhul

dan keturunan. Si mati juga tidak meninggalkan saudara laki-

laki yang berhak ashabah dan tidak meninggalkan anak

perempuan atau anak perempuannya anak laki-laki.

4) Dua saudara perempuan sebapak atau lebih dengan syarat

si mati tidak mempunyai anak atau tidak meninggalkan ushul

atau keturunan. Si mati juga tidak meninggalkan laki-laki yang

berhak ashabah yakni laki-laki sebapak dan tidak

meninggalkan anak perempuan atau anak perempuannya anak

laki-laki dan tidak ada saudara laki-laki kandung atau saudara

perempuan kandung.51

e. Yang berhak sepertiga 1/3.

1/3 adalah bagian dua orang di antara ahli waris yaitu ibu dan

saudara laki-laki atau perempuan seibu, dua orang atau lebih.

1) Ibu akan mewarisi 1/3 mewarisi bersama ayah dan

pewaris tidak meninggalan anak atau saudara-saudara.52

2) Saudara laki-laki atau perempuan seibu, dua orang atau

lebih dengan syarat bahwa si pewaris tidak meninggalkan

ushul dan keturunan dan inilah yang dinamakan sebagai

kalalah. Dan apabila jumlah mereka adalah dua orang atau

lebih baik mereka laki-laki maupun perempuan.53

51 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, Cetakan

Pertama, 1995), h. 76 – 79. 52 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam Edisi Kedua, (Jakarta: Prenadamedia Group,

Cetakan Kelima, 2015), h. 48 53 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, Cetakan

Pertama, 1995), h. 80 – 81.

Page 64: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

49

B. Pandangan Islam Terhadap Amalan Pewarisan Perempuan Terhadap

Tanah Adat (Pusaka Tinggi) Menurut Enakmen Pemegangan Adat Bab

215.

Secara umumnya terdapat 3 golongan ulama yang menilai amalan

pewarisan adat Perpatih ini yaitu golongan yang menolak pandangan tersebut,

golongan yang menerima pandangan pewarisan Adat perpatih ini sebagai

sistem yang tidak bercanggah dengan syarak sebaliknya bertepatan dengan

hukum syarak, manakala golongan yang ketiga pula merupakan golongan yang

tidak memilih kedua-dua pandangan tersebut sebaliknya memilih jalan tengah

dalam mengklasifikasikan isu pewarisan tanah adat tersebut berdasarkan hujah-

hujah yang tertentu.

1. Golongan Yang Menolak Amalan Pewarisan Tanah Adat (Pusaka

Tinggi)

Pusaka Tinggi merupakan suatu harta yang diwarisi secara turun

temurun mengikut susur galur keturunan berdasarkan susur galur

perempuan. Ia merupakan harta yang tidak boleh digadaikan apatah lagi

dijadikan sebagai bahan untuk dijual beli 54. Oleh karena itu, perkara ini

menjadi satu isu di dalam konteks pandangan ulama karena ia tidak

disabitkan menurut hukum fara’idh, malah terdapat golongan ulama yang

menjelaskan bahawa ia sebagai suatu harta yang syubhah. Harta

sepencarian pula merupakan suatu yang sebaliknya karena ia boleh

diwasiatkan55. Antara golongan ulama yang berpegang kepada perkara ini

seperti Syaikh Ahmad Khatib al-Minagkabawi imam dan khatib Masjidil

54 Siddiq Fadhil, “Islamisasi Budaya Pribumi: Meninjau Pengalaman Minangkabau dalam

Fleksibiliti Adat Perpatih Dalam Proses Islamisasi” Seminar Tertutup Pemantapan Nilai Islam

Dalam Sistem Adat Perpatih, Jabatan Persuratan Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia,

November 1997) 55 Hamka, Islam & Adat Minangkabau (Selangor: Pustaka Dini Sdn Bhd, 2006), h. 29.

Page 65: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

50

Haram Mekah, Syaikh Tahir Jalaluddin di Perak, Malaysia, dan KH Agus

Salim di Indonesia56

Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi menjelaskan bahawa

harta yang diperolehi secara adat itu merupakan harta syubhat, malah

sebagai suatu yang perampasan, pencabulan hak anak yatim dengan segala

implikasinya. Pelakunya dianggap fasiq, tidak boleh menjadi saksi nikah

serta nikah yang disaksikannya tidak sah dan perlu diulangi semula. Ia juga

perlu bertaubat. Jika tidak maka ia akan menjadi murtad dan terkeluar

daripada islam serta tidak berhak dimakamkan secara Islam.57

Menurutnya lagi, perempuan mewarisi tanah adat sedangkan laki-

laki hanya mewarisi hak guna merupakan sesuatu yang tidak patut

berdasarkan syarak. Hal ini karena Islam memberikan kelebihan yang besar

kepada laki-laki disebabkan oleh peran beserta tanggungjawab yang

dimiliki oleh laki-laki adalah sangat besar dibandingkan perempuan. Justru,

beliau tidak bersetuju dengan perkara ini. Selain itu, beliau juga

berpendapat bahwa mereka yang mempertahankan adat ini berdosa besar

dan hal ini karena menurut beliau, mereka yang menghabiskan harta anak

yatim piatu adalah tergolong di dalam goolongan yamg fasik.58

Golongan ini menjelaskan bahawa sesuatu yang bercanggah dengan

Al-quran dan hadis merupakan perkara yang tidak boleh diterima dan

sesuatu yang perlu ditolak. Sebarang bentuk atau perkara yang meragukan

atau syubhah adalah ditegah apatah lagi perkara yang jelas bertentangan

dengan dalil-dalil. Justru, menurut golongan ini Adat Perpatih adalah

bercanggah dengan pandangan dan ajaran Islam.

56 Mariam Saidano Tagaranao dkk, “Pewarisan Tanah Adat/Ulayat di Indonesia dan

Malaysia Dalam Adat Perpatih: Sat Tinjauan Syarak”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol.

V, 2017 , h. 7. 57 Mohd Anuar Ramli, dkk, “Perspektif M.B. Hooker Tentang Adat Melayu”, JMS, Vol. 1

Issue 1, 2018, h. 106-136. 58 Nik Rahim Nik Wajis dkk., “Syeikh Ahmad Al-Khatib Al-Minangkabawi and His Stand

Towards the Issue of Inheritence According to Practice of Adat Minangkabau: A comparative Study

Pertaining to Customary Land Issue in Malaysia”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VII,

Juni 2018, h. 153-154.

Page 66: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

51

2. Golongan Yang Memilih Jalan Tengah Amalan Pewarisan Tanah

Adat (Pusaka Tinggi)

Golongan ini merupakan golongan yang tidak menerima kaedah

pewarisan harta menurut Adat Perpatih ini, namun ia terpaksa bersetuju

disebabkan oleh kemaslahatan yang timbul daripada isu pewarisan ini yang

boleh memberikan kemudaratan yang besar terhadap suatu masyarakat.

Sistem fara’idh merupakan suatu sistem yang perlu jelas akan

daripada siapa kepada siapa. Bagi mengaplikasi sistem farai’idh ini

terhadap harta pusaka tinggi bukanlah sesuatu yang mudah. Harta yang

diperturunkan bergenarasi itu sudah tidak dapat dipastikan lagi akan

pemiliknya yang sebenar. Disebabkan oleh hal yang demikian, Prof. Dr.

Hazairin S.H., merupakan seorang ahli bidang hukum Islam, mengambil

keputusan bahawa ia tidak lagi dapat diuruskan dengan kaedah hukum

Islam lagi. Beliau telah menyarankan “Biarlah tetap dikunkung oleh adat.

Pakailah sistem Menangkabau. Jalankanlah”. Beliau akur dengan

ketetapan yang telah dibuat oleh Kongres Bukit Tinggi 1952 yang

menjelaskan akan Harta Pencarian diwariskan mengikut hukum fara’idh,

manakala harta pusaka kekal dipusakai secara adat59.

Prof. Sidiq Faadhil menjelaskan bahawa kaedah pembahagian

pusaka tinggi dalam sistem adat itu mempunyai kejanggalannya yang

tersendiri, namun membawanya kepada sistem fara’idh tidak pula

menjadikannya Islamik, malah mungkin lebih tidak Islamik.

Memfara’idkan harta yang bukan menjadi milik mutlak si mati adalah

suatu perkara yang bertentangan dengan syarak. Oleh disebabkan hal yang

demikian, para ulama berpendirian bersetuju mengekalkan sistem adat

tersebut memang dapat difahami. Namun mereka tetap merasa dituntut

untuk memberikan justifikasi syaraknya. Mungkin dalam rangka inilah

59 Siddiq Fadhil, “Islamisasi Budaya Pribumi: Meninjau Pengalaman Minangkabau dalam

Fleksibiliti Adat Perpatih Dalam Proses Islamisasi”, Seminar Tertutup Pemantapan Nilai Islam

Dalam Sistem Adat Perpatih, Jabatan Persuratan Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia, 24-25

November 1997.

Page 67: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

52

terdapat sebilangan mereka bersandar kepada prinsif ‘‘urf sebagai sumber

hukum. Yang dimaksudkan dengan ‘‘urf seperti yang diungkapkan oleh

Hasbi Asy Shiddieqy ialah adat kebiasaan yang dipandang baik oleh akal

dan diterima oleh tabiat manusia yang waras.60

Antara kaedah untuk menyelesaikan isu pusaka tinggi ini, terdapat

ramai golongan ulama Minang yang memasukkan pusaka tinggi ke dalam

kategori wakaf. Namun pada masa yang sama juga, mereka sedar akan isu-

isu didalam perkara ini seperti syarat-syarat wakaf iaitu; wakaf dan

pewakafnya, barang yang hendak diwakfkan, dan pihak yang menerima

wakaf. Isu yang perlu dilihat adalah dari sudut barang yang hendak

diwakafkan tersebut yang tidak jelas akan usul atau pemiliknya. Yahya

S.H., seorang ahli hukum, cuba menyelesaikan perkara tersebut dan

menurut pendapatnya, “Harta pusaka tinggi juga dapat diwakafkan atau

dihibahkan asal seluruh ahli waris menyetujuinya”.61

Kesimpulannya, golongan ini tidak dapat menerima secara total

akan kaedah pewarisan tanah adat menurut adat Perpatih tersebut namun

menerimanya bagi mengelakkan akan kemaslahatan yang lebih besar atau

sekiranya seluruh ahli keluarga bersetuju akan kaedah wakaf atau hibah

tersebut. Namun kaedah tersebut juga pada hakikatnya sesuatu yang sulit

untuk dilakukan dan sukar untuk diterima oleh seluruh ahli keluarga

disebabkan oleh perkara-perkara tertentu seperti melihat dari sudut

keadilan terhadap seluruh ahli keluarga, syarak, dan sebagainya lagi.62

60Siddiq Fadhil, “Islamisasi Budaya Pribumi: Meninjau Pengalaman Minangkabau dalam

Fleksibiliti Adat Perpatih Dalam Proses Islamisasi”, Seminar Tertutup Pemantapan Nilai Islam

Dalam Sistem Adat Perpatih, Jabatan Persuratan Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia, 24-25

November 1997. 61Siddiq Fadhil,“Islamisasi Budaya Pribumi: Meninjau Pengalaman Minangkabau dalam

Fleksibiliti Adat Perpatih Dalam Proses Islamisasi”, Seminar Tertutup Pemantapan Nilai Islam

Dalam Sistem Adat Perpatih, Jabatan Persuratan Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia, 24-25

November 1997. 62 Siddiq Fadhil,“Islamisasi Budaya Pribumi: Meninjau Pengalaman Minangkabau dalam

Fleksibiliti Adat Perpatih Dalam Proses Islamisasi”, Seminar Tertutup Pemantapan Nilai Islam

Dalam Sistem Adat Perpatih, Jabatan Persuratan Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia, 24-25

November 1997.

Page 68: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

53

3. Golongan Yang Menerima Amalan Pewarisan Tanah Adat (Pusaka

Tinggi)

Menurut Dato’ Mohd Yusof, yaitu seorang Mufti Negeri Sembilan,

beliau berpandangan bahwa amalan pewarisan menurut adat ini adalah

tidak bertentangan dengan maqasid al-syariah dan dibolehkan

pengamalannya selagi ianya tidak bertentangan dengan hukum syarak.63 Di

antara pendapat lain yang membolehkan amalan ini adalah:

a. Dr Syaikh Abdulkarim Amrullah yang berpendapat bahwa harta pusaka

tinggi adalah waqaf. Dan pandangan beliau ini adalah berdasarkan

kepada sirah Umar al-Khatab pada waktu beliau berada di Khaibar di

mana beliau telah menjadikan hartanya sebagai Musabalah di mana

harta tersebut dibolehkan untuk digunakan serta diambil manfaatnya,

akan tetapi dilarang untuk berjual beli. Ini berdasarkan kaidah fiqh al-

‘adah muhakamh, wa al- ‘‘urf qadhin yang bermaksud Adat adalah

diperkukuhkan dan ‘urf adalah berlaku.

b. Mualim Mochamad Sahid yang berpendapat bahwa wakaf keluarga

atau dzurri merupakan suatu cara yang sesuai di dalam menguruskan

tanah adat. Dan hal ini termasuk di dalam bidang pewarisan di mana

pihak wanita sebagai pemegang amanah sahaja.64

c. Makiah Tussaripah dan Jamaliah Mohd Taib di mana menurut mereka,

konsep pewarisan tanah adat menurut Undang-undang Tanah Adat

Perpatih adalah sama dengan waqf khas.65

Selain itu, kebolehan untuk menggunakan adat ini juga telah

diperkuatkan lagi oleh Islam dengan kaidah fiqh seperti al-‘adah

muhakkamah dan penentuan hukum berdasarkan ‘urf sama seperti

63Azman Abdul Rahman, ”The Concept of Al-Adah Muhakkamah in the Inheritance of

Customary Land According to Adat Perpatih in Malaysia”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. VI, Disember 2017, h. 173. 64 Nik Rahim Nik Wajis dkk., “Syeikh Ahmad Al-Khatib Al-Minangkabawi and His Stand

Towards the Issue of Inheritence According to Practice of Adat Minangkabau: A comparative Study

Pertaining to Customary Land Issue in Malaysia”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VII,

Juni 2018, h. 154. 65 Jamaliah Mohd Taib, Kajian Adat Perpatih di Negeri Sembilan: Satu Tinjauan Menurut

Perspektif Islam, h. 154.

Page 69: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

54

penentuan hukum berdasarkan nas atau dikenali sebagai al-ta’yin bi al-

‘‘urf ka al-ta’yin bi al-nas. Kebolehan ini pula disandarkan kepada

beberapa alasan yaitu:

a. Tanah adat merupakan tanah milik suku dan bukan milik pribadi

sehingga ianya tidak boleh dijual atau digadai.

b. Penama yang terdapat dalam Sertifikat hak milik yang diberikan oleh

kantor tanah adalah pemegang amanah kepada tanah adat tersebut.

c. Tanah adat tidak termasuk ke dalam harta yang boleh difaraidhkan

karena tanah adat yang dimiliki oleh pewaris itu bukanlah miliknya

secara mutlak.

d. Jenis-jenis tanah atau harta selain tanah adat yang termasuk di dalam

tanah atau harta bawaan , harta dapatan atau harta carian dapat

dibagikan mengikut faraidh.

e. Pewarisan tanah adat di Negeri Sembilan tidak bertentangan dengan

ajaran Islam dan kenyataan ini dikeluarkan oleh Jabatan Mufti Negeri

Sembilan pada tahun 2016. 66

Berdasarkan golongan yang menerima dan menolak amalan

pewarisan adat perpatih ini, maka alasan beserta hujah mereka menolak

dan menerima dapat dibagi kepada dua bagian yaitu:

1) Hujah dan alasan golongan yang menolak sistem Tanah Adat Perpatih

ini:

a) Amalan pembagian pusaka tinggi ini adalah bertentangan dengan

syarak sepertimana yang dijelaskan di dalam al-Quran dan Hadis.

Dan ketetapan ini dapat dilihat berdasarkan surah an-Nisa’ ayat 11-

12 yang menjelaskan tentang pembagian faraidh.

b) Pelaksanaan sistem ini membawa kesan negatif dari sudut

ekonomi. Hal ini dapat dilihat apabila perempuan yang mewarisi

tanah tersebut enggan tinggal maupun mengusahakan tanah

66 Azman Abdul Rahman, ”The Concept of Al-Adah Muhakkamah in the Inheritance of

Customary Land According to Adat Perpatih in Malaysia”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. VI, Disember 2017, h. 173-174.

Page 70: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

55

tersebut. Akibatnya, terdapat banyak tanah pusaka terbiar. Situasi

tanah pusaka terbiar ini juga sering terjadi apabila waris laki-laki

yang enggan mendiami tanah tersebut disebabkan mereka tidak

akan boleh mewarisi tanah tersebut jika terjadinya kematian.

c) Pelaksanaan adat ini mampu untuk melonggarkan hubungan

kekeluargaan di antara pihak keluarga. Ini karena waris laki-laki

akan merasakan bahwa mereka dizalimi karena mereka

digugurkan dari menjadi ahli waris terhadap tanah adat tersebut.67

2) Hujah dan alasan golongan yang menerima sistem Tanah Adat

Perpatih ini:

a) Pelaksanaan adat ini mampu memberikan perlindungan kepada

pihak perempuan sekiranya terjadi perceraian. Mereka berhujah

bahwa sistem ini adalah tidak bertentangan dengan hukum syarak

yang sentiasa meletakkan wanita di kedudukan yang tinggi dan

terhormat. Sebagai contoh, apabila terjadinya perceraian, pihak

wanita sudah mempunyai tempat tinggal dikarenakan rumah yang

dibina oleh pihak laki-laki di tempat kediaman ibu wanita tersebut

menjadi milik perempuan itu.

b) Tanah adat perpatih turut memberikan keadilan kepada pihak laki-

laki karena meskipun laki-laki tidak boleh mewarisi tanah tersebut,

tetapi mereka memperoleh hak guna tanah tersebut di mana mereka

boleh mengusahakan dan mengambil hasil usahanya itu. Selain itu

dalam keadaan tertentu, mereka boleh didaftarkkan sebagai

penghuni sepanjang hayat.

c) Manfaat laki-laki dan istrinya dapat membina rumah di atas tanah

pusaka tersebut

d) Pihak institusi agama Islam berpandangan sistem Tanah Adat ini

tidak bercanggah dengan Islam dan hal ini terbukti karena pihak

67 Mariam Saidano Tagaranao dkk, “Pewarisan Tanah Adat/Ulayat di Indonesia dan Malaysia Dalam

Adat Perpatih: Sat Tinjauan Syarak”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. V, 2017 , h. 9-

10.

Page 71: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

56

berkuasa agama Islam dan institusi agama Islam di Negeri

Sembilan telah menyepakati bahwa pembagian pusaka dalam

sistem tanah adat ini tidak bertentangan dengan Islam karena ianya

merupakan tanah yang diwakafkan kepada suku. Manakala

penama tanah itu hanyalah sebagai pemegang amanah kepada

tanah tersebut.

e) Sistem tanah adat adalah sama seperti sistem wakaf dalam Islam.

Menurut Makkiah Tussaripah Jamil dan Jamaliah Mohd Taib,

sistem pewarisan tanah adat ini adalah sama dengan wakaf khas di

dalam islam di mana sistem pewarisan tanah adat dan wakaf khas

tersebut keduanya meletakkan syarat kepemilikan kepada waris

perempuan akan tetapi manfaat daripada harta tersebut adalah

milik bersama.68

Berdasarkan alasan dan hujah di atas, pandangan yang digunakan

terhadap penggunaan adat perpatih ini adalah pandangan golongan yang

menerima pengamalan perwarisan tanah adat ini. Adapun alasan pewarisan

tanah adat menurut Undang-undang Tanah Adat adalah dibolehkan oleh

syara’ dan hal ini adalah karena amalan adat ini bersesuaian dan menepati

ciri-ciri konsep Al’ Adah Al Muhakkamah berdasarkan kepada syarat dan

kriteria tertentu yang telah digariskan oleh para ulama.69

Selain itu, syarak telah menetapkan sebab-sebab untuk mewarisi

adalah hubungan kerabat, perkawinan dan wala’. Akan tetapi, ini adalah

berbeza dengan Adat Perpatih yang beranggapan bahwa tanah pusaka

merupakan milik perempuan sebagai suatu perlindungan kepadanya untuk

mengelakkan kemiskinan dan penderitaan.70 Dan harus diketahui bahwa

68 Mariam Saidano Tagaranao dkk, “Pewarisan Tanah Adat/Ulayat di Indonesia dan

Malaysia Dalam Adat Perpatih: Sat Tinjauan Syarak”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol.

V, 2017 , h. 9-11. 69 Azman Abdul Rahman, ”The Concept of Al-Adah Muhakkamah in the Inheritance of

Customary Land According to Adat Perpatih in Malaysia”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. VI, Disember 2017, h. 174-175 70 Azman Abdul Rahman, ”The Concept of Al-Adah Muhakkamah in the Inheritance of

Customary Land According to Adat Perpatih in Malaysia”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. VI, Disember 2017, h. 175.

Page 72: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

57

tanah adat yang diwarisi oleh pihak perempuan adalah bukan milik mutlak

dirinya melainkan milik kepada suatu suku di dalam masyarakat adat itu

sendiri sehingga perempuan tidak boleh menjual atau memfaraidhkan tanah

tersebut disebabkan tanah tersebut bukanlah milik dirinya secara mutlak.

Dan model pembagiannya adalah tidak sama seperti di dalam syara’di mana

pembagian laki-laki adalah dua dan perempuan adalah satu. Akan tetapi,

model pembagian tanah adat menurut Enakmen Pemegangan Adat Bab 215

yang disesuaikan dengan adat Perpatih di dalam perwarisan tanah adat

adalah perempuan mewarisi tanah adat manakala laki-laki hanya diberikan

hak guna ke atas tanah tersebut sahaja.71

71 Nik Rahim Nik Wajis dkk., “Syeikh Ahmad Al-Khatib Al-Minangkabawi and His Stand

Towards the Issue of Inheritence According to Practice of Adat Minangkabau: A comparative Study

Pertaining to Customary Land Issue in Malaysia”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VII,

Juni 2018, h. 157.

Page 73: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

58

BAB IV

HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT

MENURUT ADAT PERPATIH DI DALAM ENAKMEN

PEMEGANGAN ADAT BAB 215 NEGERI SEMBILAN

A. Penjelasan Mengenai Adat Perpatih

Adat Perpatih adalah sebuah adat yang diamalkan di Negeri Sembilan

dan Naning di Melaka. Asas adat ini adalah bersumberkan adat resam dan adat

turun temurun.1Adapun pengertian Adat adalah garis panduan kehidupan yang

merangkumi peraturan, adab dan amalan yang diamalkan oleh suatu kelompok

masyarakat dalam menjalani kehidupan seharian. Sedangkan pengertian

Perpatih pula merujuk kepada Dato’ Perpatih Nan Sebatang, yaitu seorang

pengasas ideologi Adat Perpatih dan pembesar di Tanah Minang. Maka, Secara

garis besar, Adat Perpatih dapat didefinisikan sebagai suatu struktur sosial yang

melibatkan perhubungan dan proses-proses sosial dan ekonomi, politik

berasaskan nasab ibu atau matrilineal sebagai dasar utamanya.2

Adat Perpatih sangat mengutamakan hak perempuan sehingga mereka

diberi kepercayaan untuk menjaga tanah dan harta pusaka. Kaum perempuan

juga menyandang jawatan dalam adat sebagai Ibu Soko serta turut menjadi

rujukan di dalam masyarakat. Selain itu, antara peranan dan tanggungjawab

perempuan menurut adat ini adalah bertanggungjawab meneruskan jurai

keturunan keluarganya, menjadi pendidik kepada keluarganya,

bertanggungjawab sebagai penghuni tanah pusaka dan rumah pusaka,

menyimpan dan menjaga hasil kegiatan ekonomi anggota keluarganya,

1 Amir Husin Mohd Nor dkk., Cadangan Pembangunan Model Adat Perpatih Patuh

Syariah di Malaysia : Satu Tinjauan Awal, h. 4 2 Ahmad Afian Abdul Kadir, Adat Perpatih, (Negeri Sembilan : Lembaga Muzium Negeri

Sembilan,2016, Cet. Pertama), h., 5.

Page 74: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

59

mempunyai hak suara yang sama dengan kaum lelaki. Segala sesuatu yang akan

diputuskan dan dilaksanakan harus mendapat persetujuan kaum perempuan.3

Dari sudut pemerintahan atau kepemimpinan, adat ini membagikannya

kepada beberapa hierarki di mana pada setiap peringkatnya mempunyai hak

kuasa dan tugas-tugas tertentu. Adapun sistem hierarkinya terdiri daripada

Undang, Lembaga, Buapak, Perut dan orang ramai.4 Adapun pemilihan ketua

adalah dilakukan dengan persetujuan ketua yang berada di setiap peringkat.5

Harus diketahui bahwa organisasi hidup masyarakat adat ini berteraskan dua

belas kelompok keluarga besar yang dikenali sebagai “Suku” di mana setiap

suku tersebut diketuai oleh seorang pembesar yang dikenali sebagai

“Lembaga”.6 Suku adalah suatu pengelompokan anggota masyarakat yang telah

ada sejak dahulu lagi. Faktor utama keanggotaan suku adalah hubungan

kekeluargaan antar perut-perut yang ada dalam suatu suku tersebut.7 Setiap

suku tersebut kemudiannya terbagi kepada beberapa kelompok yang lebih kecil

yang juga dikenali sebagai “Perut” dan perut tersebut kemudiannya dipecah lagi

kepada kelompok yang lebih kecil yang dikenali sebagai “Ruang”. Perut ini

diketuai oleh seorang “Buapak” manakala ruang itu pula diketuai oleh seorang

“Besar”.8 Setiap anggota perut adalah terdiri daripada keturunan perempuan

yang sama.9 Perut adalah berasal daripada moyang atau keturunan yang sama.10

Dan kelompok yang terkecil pula akan wujud hasil pecahan daripada ruang yang

3 Ahmad Afian Abdul Kadir, Adat Perpatih, (Negeri Sembilan : Lembaga Muzium Negeri

Sembilan,2016, Cet. Pertama), h., 12-13. 4 Amir Husin Mohd Nor dkk., Cadangan Pembangunan Model Adat Perpatih Patuh

Syariah di Malaysia : Satu Tinjauan Awal, h. 4 5 Nazarudin Zainun, Antropologi dan Sejarah Dalam Kearifan Tempatan, (Pulau Pinang :

Pustaka Iman, 2015, Cet. Pertama), h., 27. 6 Rais Yatim, Adat The Legacy of Minangkabau, (Yayasan Warisanegara : Kuala Lumpur,

Cetakan Pertama, 2015), h. 294 7 Habibah Zainudin, Adat Perpatih Pandangan Islam dan Masyarakat Rembau, (Bangi :

Universiti Kebangsaan Malaysia, 1979), h. 27. 8 Raja Raziff Raja Shaharuddin, dkk, “Customary Land Development in Negeri Sembilan

: Its Way Forward and Challenges”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VI, 2017, h. 5 9 Amir Husin Mohd Nor dkk., Cadangan Pembangunan Model Adat Perpatih Patuh

Syariah di Malaysia : Satu Tinjauan Awal, h. 5 10 Mohd Rosli Saludin, Seri Menanti Tanah Beradat Bermula Di Sini, (Kuala Lumpur :

Crescent News, Cetakan Pertama, 2011), h. 8.

Page 75: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

60

dikenali sebagai “Rumpun” di mana rumpun tersebut diketuai oleh “Kadim”.11

Sistem hierarki Adat Perpatih ini ada disebutkan di dalam peribahasa yang

berbunyi :

Lembaga berlingkungan

Buapak beranak buah

Anak buah duduk bersuku-suku12

Adapun sistem perkawinan yang diamalkan oleh adat ini adalah sistem

eksogami, yaitu sebuah sistem di mana perkawinan antar sesama suku adalah

dilarang. Hal ini karena perkawinan itu harus dilaksanakan di antara dua suku

yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan keturunan mereka.13

Adapun sanksi bagi mereka yang melanggar aturan perkawinan ini akan

dilarang bagi ahli waris untuk mewarisi tanah pusaka.14

Perlu diketahui di sini bahwa terdapat beberapa alasan dan sebab

mengapa diberlakukannya sistem eksogami di dalam perkawinan menurut Adat

Perpatih yaitu:

1. Untuk menjaga dan mengekalkan perhubungan persaudaraan di dalam

suatu suku. Hal ini seterusnya dapat memperkukuhkan lagi kekuatan

moral masyarakat adat. Sebagai contoh, anggota lelaki daripada suatu

suku akan memandang dan menganggap anggota perempuan daripada

sukunya sebagai seorang ibu, kakak, adik atau anak yang patut

disayangi, dilindungi dan dihormati.

2. Hubungan di antara dua suku yang berbeda akan menjadi lebih erat

apabila berlakunya perkawinan antara dua suku. Di dalam perkawinan,

adanya istilah semenda dan tempat semenda. Dan kepada lelaki yang

akan berkahwin dengan pihak wanita itu digelar sebagai orang

11Raja Raziff Raja Shaharuddin, dkk, “Customary Land Development in Negeri Sembilan

: Its Way Forward and Challenges”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VI, 2017, h. 5. 12 Mohtar bin Mohd Dom, Adat Perpatih dan Adat Istiadat Masyarakat Malaysia, (Kuala

Lumpur : Federal Publications), h. 5. 13 Ahmad Afian Abdul Kadir, Adat Perpatih, (Negeri Sembilan : Lembaga Muzium Negeri

Sembilan,2016, Cet. Pertama), h., 13. 14 Amir Husin Mohd Nor dkk., Cadangan Pembangunan Model Adat Perpatih Patuh

Syariah di Malaysia : Satu Tinjauan Awal, h. 7

Page 76: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

61

semenda. Hal ini karena pihak lelaki tersebut merupakan pihak

mendatang yaitu pihak yang akan tinggal di Kawasan kediaman ibu

istrinya. Adapun pihak istri tersebut dinamakan sebagai tempat

semenda. Maka jelas di sini hubungan di antara dua suku akan menjadi

lebih rapat disebabkan kedudukan orang semenda di dalam suatu suku

terdiri daripada beberapa suku yang lain.

3. Untuk mengelakkan daripada terjadinya perbuatan terlarang di antara

lelaki dan perempuan terutamanya di kalangan anggota suku. Selain

itu, dikarenakan sistem perkawinan yang digunakan adalah sistem

eksogami, maka konsep saudara tidak terbatas kepada saudaranya

sendiri tetapi juga kepada suku-suku abang atau adik atau kakak ipar.15

B. Hak Perempuan Terhadap Tanah Adat Menurut Adat Perpatih di Dalam

Enakmen Pemegangan Adat Bab 215 Negeri Sembilan

Tanah adat merupakan tanah yang dibawah hak milik Pejabat Tanah yang

distempel perkataan “Tanah Adat” atau Customary Land di dalam sertefikat

kepemilikan tanah dan Buku Daftar Hak Milik tanah tersebut. Perkataan

Customary Land turut dikenali juga dengan pelbagai macam perkataan yang

membawa arti tanah tersebut merupakan tanah adat seperti gelaran Dato’

Lembaga atau Ketua Adat bagi suku yang memiliki tanah, Dato’ Raja Di Muda,

Dato’ Paduka Besar, Dato’ Seri Maharaja, Nama Suku dan Perut kepada

pemilik tanah tersebut. Terdapat juga perkataan Tiga Batu Nesan Tinggi,

Munggal, Biduanda Kebangsa dan lain-lain yang mana semuanya mengacu

kepada tanah tersebut merupakan tanah adat. Akan tetapi, kesemua perkataan

tersebut kecuali Customary Land hanya diguna pakai sebelum wujudnya Kanun

Tanah Negara 1965. Istilah lain bagi tanah adat adalah tanah pusaka. Tanah adat

merupakan harta pusaka yang menjadi milik suatu suku tertentu di mana

15 Fithriah Wardi dkk, “Effects of Matrilineal Sistem in Negeri Sembilan Custom : Syariah

Perspective”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VII, November 2018, h. 85-86.

Page 77: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

62

perempuan sebagai pengembang zuriat suku dan juga merupakan pemegang

amanah harta tersebut.16

Menurut adat ini, kaum perempuan diistilahkan sebagai “bunda kandung”

karena mereka yang bertanggungjawab bagi melahirkan para anggota

masyarakat. Kaum perempuan juga yang mengandung dan mengembangkan

zuriat sehinga mereka dianggap sebagai penentu kepada kualitas generasi akan

datang. Selain itu, di dalam aspek kehormatan diri, kaum perempuan dijadikan

sebagai simbol kepada maruah suku dan jika berlaku perkara yang tidak baik,

maka seluruh suku akan menanggung malu. Oleh sebab itu, demi menjaga

maruah suku, kaum perempuan diberi kedudukan ekonomi yang teguh.17

Oleh sebab itu, Adat Perpatih telah membagi harta kepada 4 bagian

yaitu “Harta Pusaka” yang merupakan sebuah harta yang diwariskan kepada

keturunan perempuan, “Harta Dapatan” yaitu harta yang diperoleh perempuan

sebelum perempuan tersebut berkahwin.18 “Harta Pembawa” yang merupakan

harta bawaan suami ke dalam keluarga baru. Antara ciri harta ini adalah harta

ini akan diwariskan kepada anak perempuannya sekiranya dia meninggal dunia.

Dan sekiranya berlaku perceraian, harta ini kekal menjadi hak laki-laki. “Harta

Sepencarian” yaitu harta sesudah berumah tangga yang akan dibagikan secara

sama rata sekiranya berlaku perceraian dan menjadi harta pusaka sekiranya

pasangan suami istri meninggal dunia. Adapun jika wanita yang meninggal

dunia, hartanya akan diwarisi oleh saudara perempuannya.19

Dan ahli waris yang akan mewarisi tanah adat atau tanah pusaka tinggi

menurut adat ini terbagi kepada empat dan ianya berbeda dengan ahli waris menurut

Islam. Adapun perbedaanya adalah karena ahli waris yang akan mewarisi tanah adat

ini adalah terdiri daripada ahli waris perempuan sahaja yaitu:

16Raja Raziff Raja Shaharuddin, dkk, “Customary Land Development in Negeri Sembilan

: Its Way Forward and Challenges”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VI, 2017, h.2. 17 Nordin Selat, Sistem Sosial Adat Perpatih, (Kuala Lumpur: Utusan Publication &

Distributors Sdn. Bhd, 1995, Cet. Pertama), h., 7. 18Amir Husin Mohd Nor dkk., Cadangan Pembangunan Model Adat Perpatih Patuh

Syariah di Malaysia: Satu Tinjauan Awal, h. 9-10. 19 Siti Selihah Che Hassan dkk., “Level of Understanding Among Community Towards

The Concept of Customary Land and Its Law: Study in Negeri Sembilan”, Malaysian Journal of

Syariah and Law, Vol. V, 2017, h. 4 - 5.

Page 78: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

63

1. Anak perempuan si mati. Di mana seluruh hartanya akan diwarisi oleh

anak perempuannya tanpa perlu dibagi sekiranya dia hanya

meninggalkan seorang anak perempuan. Akan tetapi, sekiranya si mati

meninggalkan lebih dari seorang, pembagian yang dilakukan adalah

sesuai dengan kesepakatan bersama dan sekiranya tiada kesepakatan di

dalam pembagian tersebut, maka harta tersebut akan dibagi secara sama

rata.

2. Waris ikrab yaitu kakak atau adik perempuan si mati. Waris ikrab akan

memperoleh harta peninggalan si mati sekiranya si mati tidak

meninggalkan anak perempuan.

3. Waris bersanak adalah waris terdekat mengikut susunan yaitu sanak ibu,

atau keluarga dari satu pupu, kemuudian sanak datuk yaitu keluarga dari

dua pupu, sanak nenek yaitu keluarga dari tiga pupu dan sanak moyang

yang terdiri daripada keluarga empat pupu. Adapun waris bersanak

hanya bisa mendapatkan harta peninggalan si mati sekiranya tiada waris

ikrab.20

4. Anak angkat.

Adapun aturan di dalam tanah adat ini telah menetapkan bahwa

hak warisan tanah adat ini diberikan kepada perempuan di dalam suku

tersebut. Akan tetapi, tanah tersebut bukanlah hak milik mutlak individu

melainkan milik suku berkenaan. Perempuan menurut adat ini diberikan

kepercayaan untuk menyatukan ahli keluarga dan menjaga warisan

tanah pusaka tersebut. Hal ini dapat dilihat di dalam perbilangan yang

berbunyi:

Ibu Soko

Tiang seri rumah pusaka

Pusat jala kumpulan tali

Semarak dalam kampong

20 Azman Abdul Rahman, ”The Concept of Al-Adah Muhakkamah in the Inheritance of

Customary Land According to Adat Perpatih in Malaysia”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. VI, Disember 2017, h. 166.

Page 79: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

64

Hiasan dalam negeri21

Perlu diketahui bahwa adat ini tidak menafikan hak waris laki-laki. Hal

ini karena hak pewarisan tadinya adalah bukan milik mutlak waris perempuan

tersebut. Dan hal ini yang menjadi antara alasan warisan tanah adat diberikan

kepada pihak perempuan. Akan tetapi, pihak laki-laki adalah dibolehkan untuk

mengusahakan tanah tersebut dan menikmati hasil usahanya dari tanah tersebut.

Dalam arti kata lain, laki-laki diberi hak guna ke atas tanah tersebut.22

Di dalam adat ini diakui adanya istilah penghuni sepanjang hayat atau

Life Occupant. Penghuni sepanjang hayat bermaksud seorang waris laki-laki

sama ada dirinya merupakan anak laki-laki ataupun saudara laki-laki seibu

sebapa boleh didaftarkan di dalam surat tanah sebagai penghuni sepanjang hayat

di mana waris wanita difdaftarkan sebagai pemilik tanah adat tersebut.23 Hal ini

dijelaskan di dalam suatu perbilangan yang berbunyi:

Terbit pusaka kepada saka,

Si laki-laki menyandang pusaka

Si perempuan yang punya pusaka

Orang semenda yang membela.

Adapun arti saka menurut perbilangan di atas adalah menghitung

keturunan sebelah perempuan. Hal ini karena masyarakat adat mengutamakan

kepentingan waris perempuan karena mereka dianggap sebagai kunci maruah

di dalam suatu suku. Kedudukan istimewa perempuan ini adalah disebabkan

karena mereka merupakan ibu yang melahirkan dan seterusnya mereka jugalah

yang mendidik generasi di dalam suku adat dan oleh karena itu, mereka harus

diberi perlindungan. Dan antara cara perlindungan yang dimaksudkan itu adalah

dengan cara mewariskan tanah pusaka tersebut kepada pihak perempuan.

Maksud lain pemberian tanah pusaka tersebut kepada perempuan adalah

21 Hendun Abdul Rahman Shah, dkk, “Dinamika Undang-Undang Tanah Adat di Negeri

Sembilan: Kajian Perkembangan dan Isu Undang-Undang”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. V, 2017, h. 3-4. 22 Mohd Rosli Saludin, Seri Menanti Tanah Beradat Bermula di Sini, (Kuala Lumpur:

Crescent News Cetakan Pertama, 2011), h. 232 23 Amir Husin Mohd Nor dkk., Cadangan Pembangunan Model Adat Perpatih Patuh

Syariah di Malaysia: Satu Tinjauan Awal, h. 9-10.

Page 80: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

65

sebagai jaminan hidup sekiranya mereka tidak mempunyai tempat bergantung

lagi seperti dalam kasus perceraian.24

Adapun terhadap tanah yang dimiliki sebelum suatu pasangan

berkahwin, yaitu tanah carian bujang adalah menjadi hak milik pribadi masing-

masing pihak yang memiliki tanah tersebut. Konsep hak milik terhadap tanah

carian bujang dan tanah carian suami istri adalah berbeza dengan tanah pusaka.

Hal ini karena terhadap tanah carian bujang dan tanah carian suami istri, para

pihak yang bersangkutan bebas untuk membuat pertukaran atau pemindahan

hak milik melalui proses jual beli dan sebagainya. Akan tetapi, tanah pusaka

adat adalah tidak dibenarkan sama sekali terhadap pihak pewaris yang mewarisi

untuk menjual, menggadai atau melakukan sesuatu yang mengakibatkan

pemindahan hak milik terhadap tanah tersebut.25

Ketidakbolehan untuk menjual tanah tersebut ada dinyatakan di dalam

perumpamaan yang berbunyi

Rumah gadang ketirisan

Adat pusaka tak berdiri

Gadis gadang tak berlaki

Mayit terbujur di tengah rumah

Keempat-empat perkara di atas melibatkan maruah suku. Oleh itu, kalau

ada suku yang mengabaikannya bermakna suku itu tidak ada maruah dan

kehormatan lagi.26

Akan tetapi, terdapat pengecualian oleh si waris untuk menjual tanah

pusaka tersebut dan kebenaran itu hanya dibenarkan sekiranya si waris yang

ingin menjual tanah pusaka tersebut telah memperoleh izin daripada ketua adat

24 Hendun Abdul Rahman Shah, dkk, “Dinamika Undang-Undang Tanah Adat di Negeri

Sembilan: Kajian Perkembangan dan Isu Undang-Undang”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. V, 2017, h. 4 25 Hendun Abdul Rahman Shah, dkk, “Dinamika Undang-Undang Tanah Adat di Negeri

Sembilan: Kajian Perkembangan dan Isu Undang-Undang”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. V, 2017, h. 4 26 Habibah Zainudin, Adat Perpatih Pandangan Islam dan Masyarakat Rembau, (Bangi:

Universiti Kebangsaan Malaysia, 1979), h. 11.

Page 81: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

66

dan waris-waris yang berhak ke atas tanah tersebut.27 Dan pengecualian

tersebut juga dibenarkan atas beberapa sebab seperti untuk menguruskan

kematian, untuk menunaikan haji, untuk memperbaiki rumah pusaka, untuk

menguruskan perkawinan anak perempuan yang telah cukup umur untuk

melakukan pernikahan atau denda yang terkait adat, ataupun untuk membayar

hutang saudara laki-lakinya yang masih bujang atau memberikan tempat

tinggal kepada saudara laki-lakinya yang masih bujang atau menduda atau yang

sedang sakit. Keizinan tersebut juga dibenarkan sekiranya ianya dilakukan

untuk memberi belanja menuntut ilmu di luar negara.28 Konsep pewarisan yang

diamalkan oleh adat ini adalah kesamarataan. Jika waris perempuan hanya

seorang, maka semuanya akan diwarisi oleh dirinya. Dan sekiranya waris

perempuan adalah lebih daripada seorang, maka semuanya akan dibagi sama

rata diantara kesemua mereka.29

C. Peran Adat Perpatih dalam Melindungi Hak Perempuan Terhadap Tanah

Adat Di Dalam Enakmen Pemegangan Adat Bab 215

Dalam memastikan perempuan untuk sentiasa memperoleh haknya

sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Enakmen Pemegangan Adat Bab

215, terdapat beberapa prinsip di dalam adat perpatih yang memastikan

perkara tersebut yaitu:

1. Semua tanah adat adalah hak suku dan bukan hak individu.

2. Tanah bukan pusaka adat akan menjadi tanah pusaka adat setelah tanah

tersebut diwarisi oleh anggota perempuan.

27 Hendun Abdul Rahman Shah, dkk, “Dinamika Undang-Undang Tanah Adat di Negeri

Sembilan: Kajian Perkembangan dan Isu Undang-Undang”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. V, 2017, h. 4 28 Mohd Rosli Saludin, Seri Menanti Tanah Beradat Bermula Di Sini, (Kuala Lumpur:

Crescent News Cetakan Pertama, 2011), h. 188. 29 Hendun Abdul Rahman Shah, dkk, “Dinamika Undang-Undang Tanah Adat di Negeri

Sembilan: Kajian Perkembangan dan Isu Undang-Undang”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. V, 2017, h. 4

Page 82: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

67

3. Hanya perempuan sahaja yang berhak untuk mewarisi dan mewariskan

tanah pusaka adat tersebut. Akan tetapi, pewarisan tersebut hanya bisa

dilakukan terhadap waris perempuan dan bukan terhadap waris laki-laki.

4. Pewarisan tanah pusaka adat hendaklah berdasarkan waris perempuan

yang terdekat.

5. Mengamalkan prisip sama rata di dalam pembagian harta pusaka. Akan

tetapi, konsep sama rata tersebut hanya digunapakai sekiranya waris

perempuan yang akan mewarisi adalah lebih daripada seorang.30

Selain itu, sistem matrilineal yang diamalkan oleh Adat Perpatih itu

sendiri mampu memberi perlindungan atau penjaminan hak ke atas pewarisan

terhadap perempuan. Hal ini dapat dilihat di dalam kebaikan dan manfaat

yang ada di dalam sistem ini yaitu:

1. Mampu melindungi hak perempuan daripada perkara yang tidak diingini

akibat daripada kegagalan perkawinan itu sendiri seperti perceraian. Hal

ini dapat dilihat ketika berlakunya perceraian antara suami dan istri di

mana pihak perempuan masih bisa menetap di atas tanah yang diwarisi

tersebut.

2. Sistem ini juga jelas membuktikan status kemuliaan seorang perempuan

itu diangkat dengan cara pihak perempuan diberikan kelebihan yang

istimewa seperti hak pewarisan tanah adat.

3. Adat ini juga bertujuan untuk mengelakkan pihak perempuan daripada

meninggalkan desa sendiri lantaran perkawinannya dengan pihak laki-

laki. Hal ini kerana, menurut adat ini, pihak perempuan adalah diwajibkan

untuk tinggal bersama suaminya di kawasan kediaman ibunya.31

Harus diketahui di sini bahwa antara cara untuk memastikan agar

kepentingan perempuan menurut adat ini terjaga adalah dengan kewujudan

istilah orang semenda yang diguna pakai di dalam adat Perpatih ini. Di dalam

hal ini, orang semenda adalah merujuk kepada suami di mana suami tersebut

30 Raja Raziff Raja Shaharuddin, dkk, “Customary Land Development in Negeri Sembilan:

Its Way Forward and Challenges”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VI, 2017, h. 5. 31 Amir Husin Mohd Nor dkk., Cadangan Pembangunan Model Adat Perpatih Patuh

Syariah di Malaysia: Satu Tinjauan Awal, h. 8.

Page 83: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

68

harus bertanggungjawab dan menyediakan kediaman untuk anak dan istrinya

di mana kediaman tersebut kemudiannya akan menjadi hak istri tersebut.32

Selain itu, hak perempuan juga turut dijaga melalui konsep harta yang

digunakan mengikut adat perpatih ini. Hal ini karena, menurut adat ini,

terdapat lima konsep yang harus dipatuhi di dalam melaksanakan warisan

tersebut. Adapun lima konsep tersebut adalah:

1. Keturunan dikira melalui nisab ibu.

Juga dikenali sebagai sistem matrilineal yaitu sebuah sistem di

mana perempua dianggap sebagai bonda-kandung dan diangkat di dalam

Adat Perpatih. Hal ini karena anggota masyarakat akan dilahirkan oleh

si ibu sehingga si ibu yang akan menentukan arah keturunan sesuatu

perut. Menurut konsep ini juga, dapat diketahui bahawa setiap individu

adalah mengikuti suku ibunya dan bukan suku bapanya.33

2. Tempat kediaman selepas berkahwin adalah di tempat ibu istri.

Konsep ini juga dikenali sebagai sistem matrilocal di mana

pasangan yang berkahwin harus menetap di tempat kediaman ibu istri.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa seorang laki-laki yang telah berkahwin

harus meninggalkan tanah asalnya dan menetap di Kawasan ibu istri. Hal

ini boleh dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menetap di suatu

rumah yang sama dengan si ibu istri atau sekiranya pasangan suami istri

khawatir akan berlakunya kejadian yang tidak diingini sekiranya tinggal

bersama dengan ibu si istri, maka mereka boleh membina rumah yang

baru di atas tanah rumah ibu istri. Adapun cara yang pertama turut

dikenali sebagai extended family.34

3. Perempuan mewarisi pusaka, laki-laki menyandang saka.

Berdasarkan konsep ini jelas menunjukkan bahwa hanya

perempuan yang berhak mewarisi dan mewariskan tanah pusaka

32 Jamaliah Mohd Taib, Kajian Adat Perpatih di Negeri Sembilan: Satu Tinjauan Menurut

Perspektif Islam, h. 7. 33 Mohd Rosli Saludin, Seri Menanti Tanah Beradat Bermula Di Sini, (Kuala Lumpur:

Crescent News Cetakan Pertama, 2011), h. 10 34 Amir Husin Mohd Nor dkk., Cadangan Pembangunan Model Adat Perpatih Patuh

Syariah di Malaysia: Satu Tinjauan Awal, h. 8-9

Page 84: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

69

sedangkan laki-laki hanya menyandang saka. Saka di sini membawa

maksud sebagai jawatan ketua adat. Jadi, dapat dikatakan di sini bahwa

laki-laki dapat memegang jawatan ketua adat dan seterusnya dapat

menggunakan tanah warisan tersebut dan tidak berhak untuk mewarisi.

4. Perkawinan seperut dan sesuku adalah dilarang.

Adapun sanksi bagi perkawinan seperut dan sesuku tersebut

adalah menggugurkan hak mewarisi oleh perempuan tersebut.

5. Proses berkadim

Proses berkadim merupakan suatu proses di mana perempuan

yang tidak mempunyai waris perempuan akan mengangkat seorang anak

perempuan bagi tujuan pewarisan. Sebelum mengambil anak angkat

tersebut, perempuan tersebut dikehendaki untuk berunding dengan

semua ahli sukunya karena harta pusaka yang tidak mempunyai waris

yang akan mewarisi, harta pusaka tersebut akan diwarisi oleh waris di

dalam suku yang sama dan bukan perut yang sama. Pembagian harta

pusaka ini kepada anak angkat pula adalah sebanyak 1/3 dari jumlah

keseluruhan harta tersebut dan baki 2/3 tersebut pula akan diwariskan

kepada warisnya karena mereka berhak ke atas harta si pewaris tersebut.

Adat ini membenarkan orang luar untuk menjadi anggota perut tertentu

dan juga memberi kesempatan kepada anggota adat yang ingin bertukar

suku.35

Perkawinan menurut adat ini dilakukan secara eksogami yaitu

sebuah sistem yang melarang perkawinan di antar suku yang sama.

Sekiranya perkawinan dilakukan juga di antar suku yang sama, maka sanksi

yang bakal diterima oleh pihak perempuan adalah haknya sebagai seorang

ahli waris yang akan mewarisi tanah adat akan gugur. Kendatipun begitu,

masih terdapat celah atau cara yang boleh dilakukan oleh para pihak bagi

35 Nik Rahim Nik Wajis dkk., “Syeikh Ahmad Al-Khatib Al-Minangkabawi and His Stand

Towards the Issue of Inheritence According to Practice of Adat Minangkabau: A comparative Study

Pertaining to Customary Land Issue in Malaysia”, Malaysian Journal of Syariah and Law, Vol. VII,

Juni 2018, h. 152.

Page 85: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

70

memastikan hak seorang perempuan sebagai ahli waris tidak gugur. Hal ini

ada disebutkan di dalam pepatah adat yang berbunyi:

Adat

Kok tinggi bak langit

Kok keras bak batu

Ibarat mengompang dan beralahan

Ibarat memagarada berpintu

Adapun arti daripada pepatah tersebut adalah wujudnya aturan adat

yang boleh diikuti oleh para pihak dari suatu suku yang sama jika mereka

ingin berkahwin yaitu dengan mengeluarkan laki-laki tersebut daripada

sukunya dan dikodinkan dengan suku yang lain. Apabila hal ini dilakukan,

maka perkawinan di antara mereka dapat diteruskan tanpa memberi kesan

kepada pihak perempuan tersebut.36

Selain itu, disebabkan adat ini mengamalkan sitem matrilineal, maka

susunan pewarisan hak waris di dalam tanah adat juga adalah berdasarkan

jalur perempuan sahaja. Dengan jalur ini, hak perempuan yang dapat

mewarisi dapat dijaga oleh adat ini. Adapun begitu, susunan orang yang

berhak mewarisi tanah tersebut menurut urutan adalah anak perempuan si

mati di mana pembagiannya dilakukan secara sama rata, cucu perempuan

daripada anak perempuan tanpa mengira sama ada anak perempuan tersebut

meninggal dunia sebelum atau sesudah dari si mati, ibu si mati, saudara

perempuan seibu sebapa dan seibu kepada si mati dan anak mereka yang

perempuan sehingga ke bawah, saudara perempuan seibu sebapa dan seibu

kepada ibu si mati dan anak mereka yang perempuan sehingga ke bawah,

nenek si mati dan saudara perempuan seibu sebapa dan seibu kepada nenek

si mati dan anak mereka yang perempuan sehingga ke bawah.

Giliran tersebut perlu dipatuhi dan tidak boleh diubah sesuka hati.

Sekiranya si mati tidak meninggalkan waris perempuan seperti di atas,

maka suku diberi pilihan untuk mencari waris wanita dari suku yang lain

36 Fitriah Wardi, “Effects of Matrilineal Sistem in Negeri Sembilan Custom: Syariah

Perspective”, Malaysian Journal Of Syariah and Law, Vol VII, November 2018, h. 86.

Page 86: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

71

untuk dijadikan saudara dan menjadi suku si mati melalui adat berkadi yang

akan melayakkannya untuk mewarisi.37

Aturan ini dibuat untuk menunjukkan kepentingan perempuan

menurut adat ini dan seterusnya supaya mereka mempunyai jaminan hidup

agar kehidupan mereka lebih sempurna dan langsung dapat memberi

pendidikan kepada anak-anak. Dan antara jaminan supaya perkara tersebut

dapat berlaku, maka diwujudkan aturan tanah pusaka yang mengutamakan

pihak wanita. Selain menjadi sumber ekonomi, tanah tersebut juga dapat

dijadikan sebagai tempat kediaman mereka. Selain itu, bagi menjamin hak

wanita, adat ini juga mengharuskan laki-laki berpindah di kediaman

perempuan setelah menikah dan sekiranya berlaku perceraian, pihak laki-

laki juga yang harus keluar dari kediaman tersebut.38

D. Kedudukan Laki-laki Dalam Pewarisan Tanah Adat Mengikut Adat

Perpatih

Adapun kedudukan kaum laki-laki di dalam pewarisan Tanah Adat

menurut Adat Perpatih adalah:

1. Pewarisan tanah adat menurut Adat Perpatih hanya diguna pakai terhadap

tanah adat yang didaftarkan sahaja. Hal ini karena tanah adat itu sendiri

bukan milik mutlak terhadap perempuan yang mewarisinya melainkan

merupakan milik kepada suku perempuan tersebut. Dan terhadap tanah

selain tanah adat, pembagiannya adalah sesuai menurut sistem Faraidh. Jadi

jelas di sini bahwa laki-laki masih tetap mendapatkan haknya di dalam

pewarisan harta tersebut.

2. Seorang laki-laki yang berkahwin hendaklah tinggal di Kawasan kediaman

ibu istri. Hal ini bermaksud, laki-laki tersebut hendaklah meninggalkan

kampung halamannya tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjaga hak

37 Jamaliah Mohd Taib, Kajian Adat Perpatih di Negeri Sembilan: Satu Tinjauan Menurut

Perspektif Islam, h. 8. 38 Nordin Selat, Sistem Sosial Adat Perpatih, (Kuala Lumpur: Utusan Publication &

Distributors Sdn. Bhd, 1995, Cet. Pertama), h., 6-7

Page 87: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

72

kepentingan perempuan tersebut sekiranya berlaku perkara yang tidak

diingini seperti perceraian. Apabila berlaku perceraian, maka hak

perempuan tersebut masih terjamin dan mereka masih boleh menetap di atas

tanah tersebut. Hal ini bukanlah menafikan hak seorang laki-laki tersebut.

Hal ini karena pihak laki-laki tersebut dapat mengusahakan tanah istrinya

dan selanjutnya menikmati hasil daripada usahanya terhadap tanah tersebut.

Justru, dapat dikatakan bahwa pihak laki-laki tetap mempunyai kedudukan

yang selayakanya di dalam Adat Perpatih itu sendiri.

3. Terhadap keadaan tertentu, sertefikat tanah adat boleh didaftarkan nama

suami untuk menjadi penghuni tetap ataupun turut dikenali sebagai life

occupant39. Adapun situasi di mana lelaki bisa menjadi penghuni tetap

adalah apabila pihak perempuan yang meninggal tidak mempunyai waris,

maka pada waktu itu, waris lelaki tersebut boleh mengusahakan tanah

tersebut selama dia hidup.40 Perempuan yang mewarisi tanah pusaka

hanyalah sebagai pemegang amanah dan bukannya sebagai seorang pemilik

mutlak terhadap tanah tersebut. Hal ini sekaligus memberi arti bahwa pihak

perempuan tidak mempunyai hak untuk memindahkan hak kepemilikan

tanah tersebut secara sewenangnya kecuali setelah memperoleh persetujuan

daripada ahli suku tersebut. Hal ini karena tanah tersebut adalah hak milik

suku dan bukannya hak milik pribadi. Hal ini jelas menunjukkan bahwa

tiada istilah ketidakadilan terhadap kaum laki-laki di dalam sistem

pewarisan tanah adat di dalam adat ini.41

Selain itu, seorang laki-laki adat yang ideal adalah mereka yang tidak

bergantung kepada pusaka ibunya. Dalam arti kata lain, adalah mereka yang

mampu mandiri. Ini disebabkan karena sifat alami laki-laki itu adalah mereka

mampu berusaha untuk mencari dan mengusahakan harta sendiri. Selain itu,

lelaki juga dibolehkan untuk merantau untuk mencari hartanya sendiri. Dan

39 Amir Husin Mohd Nor dkk., Cadangan Pembangunan Model Adat Perpatih Patuh

Syariah di Malaysia: Satu Tinjauan Awal, h. 9-10. 40 Jamaliah Mohd Taib, Kajian Adat Perpatih di Negeri Sembilan : Satu Tinjauan Menurut

Perspektif Islam, h. 4. 41 Amir Husin Mohd Nor dkk., Cadangan Pembangunan Model Adat Perpatih Patuh

Syariah di Malaysia: Satu Tinjauan Awal, h. 10.

Page 88: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

73

disebabkan hal ini yang menyebabkan antara alasan mengapa laki-laki tidak

boleh mewarisi tanah adat melainkan memiliki hak guna tanah adat tersebut.42

42 Hendun Abdul Rahman Shah, dkk, “Dinamika Undang-Undang Tanah Adat di Negeri

Sembilan: Kajian Perkembangan dan Isu Undang-Undang”, Malaysian Journal of Syariah and Law,

Vol. V, 2017, h. 4

Page 89: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan penulis mulai dari BAB I sampai dengan BAB

IV, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa hak perempuan di dalam tanah

adat menurut Adat Perpatih yang disesuaikan oleh Enakmen Pemegangan Adat

Bab 215 adalah tanah adat akan diwarisi oleh waris perempuan dan lelaki hanya

memperoleh hak guna. Adapun urutan ahli waris juga telah ditentukan oleh adat

ini yang mana urutan itu harus diikuti

Dan bagi memastikan hak perempuan tidak dirugikan, undang-undang

adat ini melindungi hak perempuan dengan pelbagai cara. Antara cara tersebut

adalah sistem yang digunakan yaitu sistem matrilineal yang mendahulukan

pihak perempuan. Selain itu, hak ini juga dilindungi dengan adanya aturan

tentang semenda, proses berkadim,

Meskipun perkawinan di antar sesama suku adalah dilarang menurut

undang-undang adat ini, yang mana larangan tersebut jika dilakukan akan

mengakibatkan hak pewarisan yang bakal diwarisi oleh perempuan menjadi

gugur. Akan tetapi, masih terdapat celah terhadap mereka yang ingin berkahwin

sesama suku tanpa menggugurkan hak wanita terhadap tanah adat. Dan hal ini

boleh dilakukan dengan cara mengeluarkan laki-laki tersebut daripada suku

tersebut. Dengan cara ini, hak waris perempuan yang bakal diwarisi tidak akan

menjadi gugur disebabkan perkawinan yang dilakukan.

Dan adapun alasan adat ini tidak memberikan hak mewarisi tanah pusaka

kepada waris laki-laki adalah karena menurut adat ini, laki-laki bisa mandiri

untuk berusaha dan mencari hartanya sendiri. Laki-laki juga bisa merantau

untuk mencari hartanya sendiri. Selain itu, adat ini membenarkan waris laki-

laki untuk menggunakan dan mengambil manfaat daripada tanah tersebut dan

Page 90: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

75

di dalam keadaan tertentu, pihak laki-laki juga bisa didaftarkan sebagai

penghuni tetap di atas tanah adat tersebut.

Dan Islam telah membenarkan pengamalan perwarisan tanah adat ini

seperti di dalam Enakmen Pemegangan Adat Bab 215. Kebolehan ini

berdasarkan kepada pengamalam adat ini yang bertepatan dengan konsep al-

‘addah muhakkamah dan kebolehan ini juga disandarkan kepada alasan

perempuan mewarisi tanah adat tersebut adalah bagi mengelakkan kemiskinan

dan penderitaan di samping perempuan itu hanya bertindak sebagai pemegang

amanah dan bukannya pemilik mutlak tanah tersebut sehingga memungkinkan

pihak waris laki-laki untuk mengusahkan tanah tersebut dan mengambil

hasilnya. Dan tanah tersebut juga tidak boleh difaraidhkan disebabkan tanah

tersebut bukan milik mutlak dirinya.

Dan hal perwarisan tanah adat kepada perempuan adalah sesuai dengan

analisis gender Model Moser. Sebagai contoh, model Moser ini menilai

kebutuhan gender secara praktis. Hal ini dapat dilihat di dalam perwarisan tanah

adat kepada perempuan dan hak guna kepada laki-laki. Adat ini jelas meberi

kelebihan kepada perempuan tanpa merugikan pihak laki-laki. Perwarisan ini

bertujuan untuk memberi perlindungan kepada perempuan di samping memberi

manfaaat penggunaan tanah kepada lelaki.

Model ini juga menekankan pengawalan terhadap sumber daya serta

kebersamaan dan penglibatan di antara suami dan istri di dalampengambilan

keputusan dalam rumah tangga. Hal ini bertepatan dengan perwarisan tanah

adat kepada perempuan karena pemilikan hak tanah tersebut dimiliki oleh

perempuan dan laki-laki diberi izin untuk mengusahakan tanah tersebut dan

menambil manfaat ke atas apa yang diusahakannya itu. Selain itu, menurut adat

ini, setiap suatu keputusan yang ingin diputus, harus berdasarkan kepada

pandangan perempuan juga disebabkan perempuan dipandang tinggi menurut

adat ini.

Model Moser juga berpandangan bahwa adanya keseimbangan antara

laki-laki dan perempuan dan hal ini bertepatan dengan perumpamaan

Page 91: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

76

“Perempuan mewarisi pusaka dan lelaki menyandang saka”. Perumpamaan ini

membawa maksud bahwa laki-laki memperoleh jawatan ketua adat dan

perempuan memiliki tanah pusaka tersebut. Perumpamaan ini jelas

menunjukkan keseimbangan antara laki-laki dan perempuan di mana meski

laki-laki tidak memperoleh warisan tanah adat, akan tetapi mereka diberi untuk

menjadi ketua adat dan diberi hak guna terhadap tanah adat tersebut dan diberi

izin untuk mengambil hasil dari apa yang diusahakannya di atas tanah adat

tersebut.

B. Saran

Adapun penulis mengharapkan dengan kajian ini dapat menaikkan

minat bagi mereka yang ingin mempelajari dan mengembangkan lagi hasil

penulisan ini. Adapun penulisan ini boleh dikembangkan di dalam bidang:

1. Aturan menurut adat ini terkait harta pusaka kecil.

2. Kaidah pewarisan tanah adat ini di dalam hal waris perempuan adalah

lebih daripada satu.

3. Tahap kefahaman masyarakat baru terhadap adat ini sendiri.

4. Kepentingan Tanah Adat terhadap masyarakat Adat Perpatih.

5. Pandangan laki-laki terhadap pewarisan tanah adat itu sendiri.

Page 92: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

77

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shabuniy, Muhammad Ali. Hukum Waris Islam. Surabaya: Al-Ikhlas. Cetakan

Pertama. 1995.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. Fiqhul Mawaris Hukum-Hukum Warisan Dalam Syari’at

Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1973.

Awang, Ridzuan. Undang-Undang Tanah Islam Pendekatan Perbandingan.

Selangor: Perpustakaan Negara Malaysia. Cet. Pertama. 1994.

Buang, Salleh. Malaysian Torrens Sistem. Selangor: Perpustakaan Negara

Malaysia. 2001.

Dom, Mohtar bin Mohd. Adat Perpatih dan Adat Istiadat Masyarakat Malaysia.

Kuala Lumpur: Federal Publications.

Hamka. Islam & Adat Minangkabau. Selangor: Pustaka Dini Sdn Bhd. 2006.

Harun, Nadzan. Pemilikan dan Administrasi Tanah Adat 1800-1960. Negeri

Sembilan: Jawatankuasa Penyelidikan Budaya Muzium Negeri Sembilan.

1997.

Harun, Nor Hasiah. Nilai Etika Dalam Perbilangan Adat Perpatih Menurut

Pandangan Islam. Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia. 1990.

Hassan, A. Al-Fara’id. Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif. 1992

Kadir, Ahmad Afian Abdul. Adat Perpatih. Negeri Sembilan: Lembaga Muzium

Negeri Sembilan. Cet. Pertama. 2016.

Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar. Hukum Waris. Jakarta Selatan:

Senayan Abadi Publishing. Maret 2004.

Mardani. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Cet. Kedua.

2015.

Masykuri, Saifuddin. Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4

Madzhab. Kediri: Santri Salaf Press. 2016..

Puspitawati, Herien. Konsep Teori dan Analisis Gender. Bogor: PT IPB Press.

2012.

Salman, Otje. Haffas, Mustofa. Hukum Waris Islam. Bandung: PT Refika Aditama.

Cetakan Kedua. 2006.

Page 93: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

78

Saludin, Mohd Rosli. Seri Menanti Tanah Beradat Bermula Di Sini. Kuala Lumpur:

Crescent News. Cet Pertama. 2011.

Selat, Nordin. Sistem Sosial Adat Perpatih. Kuala Lumpur: Utusan Publication &

Distributors Sdn. Bhd. Cet. Pertama. 1995.

Siddik, Abdullah. Pengantar Undang-Undang Adat di Malaysia. Kuala Lumpur:

Universiti Malaya. 1975

Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta:

Rajagrafindo Persada. 2004.

Syarifuddin, Amir. Hukum Kewarisan Islam Edisi Kedua. Jakarta: Prenadamedia

Group. Cetakan Kelima. 2015.

Yatim, Rais. Adat The Legacy of Minangkabau. Yayasan Warisanegara: Kuala

Lumpur. Cet. Pertama. 2015.

Zainudin, Habibah. Adat Perpatih Pandangan Islam dan Masyarakat Rembau.

Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia. 1979.

Zainun, Nazarudin. Antropologi dan Sejarah Dalam Kearifan Tempatan. Pulau

Pinang: Pustaka Iman. Cet. Pertama. 2015.

Majalah dan Jurnal

Fadhil, Siddiq. “Islamisasi Budaya Pribumi: Meninjau Pengalaman Minangkabau

dalam Fleksibiliti Adat Perpatih Dalam Proses Islamisasi”. Seminar

Tertutup Pemantapan Nilai Islam Dalam Sistem Adat Perpatih, Jabatan

Persuratan Melayu. Universiti Kebangsaan Malaysia. 24-25 November

1997.

Hassan, Siti Selihah Che, dkk. “Level of Understanding Among Community

Towards The Concept of Customary Land and Its Law: Study in Negeri

Sembilan”. Malaysian Journal of Syariah and Law. Vol. V. 2017.

Mohd Nor, Amir Husin. dkk. Cadangan Pembangunan Model Adat Perpatih Patuh

Syariah di Malaysia: Satu Tinjauan Awal.

Page 94: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

79

Rahman, Azman Abdul. “The Concept of Al-Adah Muhakkamah in the Inheritance

of Customary Land According to Adat Perpatih in Malaysia”. Malaysian

Journal of Syariah and Law. Vol. VI. Disember 2017.

Ramli, Mohd Anuar. dkk. “Perspektif M.B. Hooker Tentang Adat Melayu”. JMS.

Vol. 1. Issue 1. 2018.

Serji, Rabi’ah Binti Muhammad. “Application of Islam And Malay Customs In

Torrens Sistem In Malaysia”. Al-Irsyad: Journal of Islamic And

Contemporary Issues. Vol. I. 2016.

Shah, Hendun Abdul Rahman. dkk. “Dinamika Undang-Undang Tanah Adat di

Negeri Sembilan: Kajian Perkembangan dan Isu Undang-Undang”.

Malaysian Journal of Syariah and Law. Vol. V. 2017.

Shaharuddin, Raja Raziff Raja. Dkk. “Customary Land Development in Negeri

Sembilan: Its Way Forward and Challenges”. Malaysian Journal of Syariah

and Law. Vol. VI. 2017

Tagaranao, Mariam Saidano. dkk. “Pewarisan Tanah Adat/Ulayat di Indonesia dan

Malaysia Dalam Adat Perpatih: Satu Tinjauan Syarak”. Malaysian Journal

of Syariah and Law. Vol. V. 2017.

Taib, Jamaliah Mohd. Kajian Adat Perpatih di Negeri Sembilan: Satu Tinjauan

Menurut Perspektif Islam.

Wajis, Nik Rahim Nik. dkk. “Syeikh Ahmad Al-Khatib Al-Minangkabawi and His

Stand Towards the Issue of Inheritence According to Practice of Adat

Minangkabau: A comparative Study Pertaining to Customary Land Issue in

Malaysia”. Malaysian Journal of Syariah and Law. Vol. VII. Juni 2018.

Wardi, Fithriah. dkk. “Effects of Matrilineal Sistem in Negeri Sembilan Custom:

Syariah Perspective”. Malaysian Journal of Syariah and Law. Vol. VII.

November 2018.

Yussof, Ishak. dkk. “The Implementation of Customary Tenure Enactment (CTE)

in Colonial Time and Effects on The Administration of Customary Land in

Negeri Sembilan”. Kajian Malaysia. Vol. 33. No. 1. 2015.

Page 95: HAK-HAK PEREMPUAN TERHADAP TANAH ADAT MENURUT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · bantuannya amat penulis hargai. 13. Terima kasih juga kepada semua sahabat

80

Internet

Adat Perpatih dalam http://www.ns.gov.my/kerajaan/info-negeri/adat-perpatih