hak-hak perempuan pasca perceraian: nafkah iddah talak

12
17 A. Pendahuluan Islam adalah suatu agama yang ajaran- ajarannya disampaikan Allah melalui Nabi Muhammad saw.. 1 Selain sebagai utusan, fungsi Nabi saw. adalah sebagai perantara tersalurnya rahmat bagi seluruh alam semesta. 2 Karena fungsi itu, maka ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi saw. secara otomatis me- ngenai berbagai segi di dalam kehidupan ma- nusia, yang salah satunya adalah masalah perkawinan. Masalah perkawinan merupakan masalah yang esensial bagi kehidupan manusia, yang hal itu dikarenakan di dalamnya terdapat hubungan keperdataan, dan hubungan keperi- badatan. Keperdataan di samping sebagai HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah Iddah Talak dalam Hukum Keluarga Muslim Indonesia, Malaysia, dan Yordania Muchammad Hammad Sekolah Tinggi Islam At-Tahdzib (STIA), Jombang, Jawa Timur Email: [email protected] Abstract Regulations regarding divorce idda living in Muslim Family Law (Indonesia, Malaysia and Jordan) in general there is no difference with that found in conventional jurisprudence. Income levels that can be changed according to price inflation not contained in conventional jurisprudence, were living in Muslim Family Laws can be changed. Regulations regarding the divorce waiting period contained living in Muslim Family Law Malaysia and Jordan still better guarantee the rights of women post-divorce compared with existing regulations in Indonesia. [Peraturan mengenai nafkah iddah talak pada Hukum Keluarga Muslim (Indonesia, Malaysia dan Yordania) secara umum tidak ada perbedaan dengan yang terdapat pada fikih konvensional. Kadar nafkah yang dapat berubah sesuai inflasi harga tidak terdapat dalam fiqih konvensional, sedang dalam Hukum Keluarga Muslim nafkah tersebut dapat berubah. Peraturan mengenai nafkah iddah talak yang terdapat dalam UU Keluarga Muslim Malaysia dan Yordania masih lebih menjamin hak- hak perempuan pasca perceraian dibandingkan dengan peraturan yang ada di Indonesia.] Kata Kunci: Hak Perempuan, Perceraian, Nafkah, Iddah, Talak sarana untuk membentuk keluarga, juga sebagai sarana kodrati manusia dalam penya- luran kebutuhan biologisnya. Hubungan keperibadatan, hal ini didasarkan adanya tatacara pelaksanaannya yang diatur di dalam agama Islam, dengan harapan agar tujuan pokoknya dapat terwujud, yakni untuk mem- peroleh ketenangan hidup yang diliputi dengan cinta dan kasih sayang 3 . Aturan-aturan Islam tentang perkawinan sebenarnya telah jelas dan rinci, sehingga apabila dilaksanakan akan dapat mengan- tarkan sebuah pasangan pada keluarga yang bahagia. Namun, karena fitrah manusia se- bagai tempatnya kesalahan dan kekhilafan, dalam kehidupan berumah tangga terkadang 1 Q. S. asy-Syu> ra (42): 51-52. 2 Q. S. al-Anbiya> ’ (21): 107. 3 Q. S. ar-Ru> m (30):107.

Upload: others

Post on 03-Nov-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah Iddah Talak

17

Hak-hak Perempuan Pasca Perceraian: Nafkah Iddah Talak dalam Hukum Keluarga Muslim...

Al-Ah}wa>l, Vol. 7, No. 1, 2014 M/1435 H

A. PendahuluanIslam adalah suatu agama yang ajaran-

ajarannya disampaikan Allah melalui NabiMuhammad saw..1 Selain sebagai utusan,fungsi Nabi saw. adalah sebagai perantaratersalurnya rahmat bagi seluruh alam semesta.2

Karena fungsi itu, maka ajaran-ajaran yangdibawa oleh Nabi saw. secara otomatis me-ngenai berbagai segi di dalam kehidupan ma-nusia, yang salah satunya adalah masalahperkawinan.

Masalah perkawinan merupakan masalahyang esensial bagi kehidupan manusia, yanghal itu dikarenakan di dalamnya terdapathubungan keperdataan, dan hubungan keperi-badatan. Keperdataan di samping sebagai

HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah IddahTalak dalam Hukum Keluarga Muslim Indonesia, Malaysia, danYordania

Muchammad HammadSekolah Tinggi Islam At-Tahdzib (STIA), Jombang, Jawa TimurEmail: [email protected]

AbstractRegulations regarding divorce idda living in Muslim Family Law (Indonesia, Malaysia and Jordan) in generalthere is no difference with that found in conventional jurisprudence. Income levels that can be changed accordingto price inflation not contained in conventional jurisprudence, were living in Muslim Family Laws can bechanged. Regulations regarding the divorce waiting period contained living in Muslim Family Law Malaysiaand Jordan still better guarantee the rights of women post-divorce compared with existing regulations in Indonesia.

[Peraturan mengenai nafkah iddah talak pada Hukum Keluarga Muslim (Indonesia, Malaysia danYordania) secara umum tidak ada perbedaan dengan yang terdapat pada fikih konvensional. Kadarnafkah yang dapat berubah sesuai inflasi harga tidak terdapat dalam fiqih konvensional, sedangdalam Hukum Keluarga Muslim nafkah tersebut dapat berubah. Peraturan mengenai nafkah iddahtalak yang terdapat dalam UU Keluarga Muslim Malaysia dan Yordania masih lebih menjamin hak-hak perempuan pasca perceraian dibandingkan dengan peraturan yang ada di Indonesia.]

Kata Kunci: Hak Perempuan, Perceraian, Nafkah, Iddah, Talak

sarana untuk membentuk keluarga, jugasebagai sarana kodrati manusia dalam penya-luran kebutuhan biologisnya. Hubungankeperibadatan, hal ini didasarkan adanyatatacara pelaksanaannya yang diatur di dalamagama Islam, dengan harapan agar tujuanpokoknya dapat terwujud, yakni untuk mem-peroleh ketenangan hidup yang diliputi dengancinta dan kasih sayang3.

Aturan-aturan Islam tentang perkawinansebenarnya telah jelas dan rinci, sehinggaapabila dilaksanakan akan dapat mengan-tarkan sebuah pasangan pada keluarga yangbahagia. Namun, karena fitrah manusia se-bagai tempatnya kesalahan dan kekhilafan,dalam kehidupan berumah tangga terkadang

1 Q. S. asy-Syu>ra (42): 51-52.2 Q. S. al-Anbiya >’ (21): 107.3 Q. S. ar-Ru>m (30):107.

Page 2: HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah Iddah Talak

18

M. Misbahul Mujib

Al-Ah}wa>l, Vol. 7, No. 1, 2014 M/1435 H

timbul perselisihan yang berkepanjangan,sehingga tidak sedikit yang pada akhirnya ber-ujung perceraian.

Salah satu implikasi dari adanya percerai-an yaitu timbulnya hak dan kewajiban yangharus dipenuhi oleh suami dan istri. Masalahini di samping telah diatur di dalam fikih kon-vesional, juga mendapat perhatian khusus didalam hukum positif yang berupa Perundang-undangan Perkawinan di Dunia Muslim. Halini terbukti dengan masuknya masalah tersebutsebagai salah satu aspek dari tiga belas aspekdalam Undang-undang Keluarga MuslimKontemporer, yang menurut penelitian TahirMahmood mengalami pembaharuan.4

Tulisan ini membahas masalah nafkahiddah talak sebagai salah satu hak-hak perem-puan pasca perceraian menurut fikih konven-sional dan Undang-Undang PerkawinanMuslim yang berlaku Indonesia, Malaysia danYordania. Persoalan yang perlu dikaji adalahbagaimana aturan nafkah iddah sebab talakdalam Hukum Keluarga Muslim di Indonesiajika dibandingkan dengan Hukum KeluargaMuslim yang berlaku di Yordania dan Malaysiadalam hal penjaminan hak-hak perempuanpasca perceraian dan bagiamana jika aturantersebut di-compare dengan fikih konvensional.Namun, sebelum sampai pada pembahasantersebut perlu diketahui terlebih dulu definisihak, perceraian, talak, iddah, dan nafkah.

B. Definisi Hak, Perceraian, Talak, Iddah,dan Nafkah

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), salah satu pengertian hak adalah ke-

kuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah di-tentukan oleh undang-undang, aturan, dsb.5 Jikadisandarkan pada perempuan dalam konteksperceraian, hak dapat diartikan sebagai kekua-saan perempuan untuk berbuat sesuatu, yangtelah ditentukan oleh undang-undang, aturan,dsb., setelah adanya perceraian.

Selain hak ada pula istilah perceraian. Per-ceraian merupakan suatu akibat hukum yangdisebabkan adanya talak, khuluk, syiqaq, fasakh,ila’, zihar, li’an dalam perkawinan.6

Talak sebagai salah satu penyebab putus-nya perkawinan, secara bahasa berasal darikata kerja bahasa Arab, طلق yang disandarkanpada lafaz} المرأة yang mempunya arti bercerai.7

Secara istilah, talak menurut al-Jurjawisebagaimana dikutip oleh Tihami dan SohariSahrani, yaitu menghilangkan ikatan perkawin-an atau mengurangi pelepasan ikatannyadengan menggunakan kata tertentu.8 Sedang-kan menurut KHI pasal 117, talak adalah ikrarsuami dihadapan sidang Pengadilan Agamayang menjadi salah satu sebab putusnya per-kawinan, dengan cara-cara yang telah diaturdalam pasal 129, 130, 131.9

Berdasarkan pengertian talak di atas,dapat diketahui beberapa hal yang berhubung-an dengan talak. Pertama, unsur-unsur di da-lam talak, yakni: (1) orang yang mengikrarkan;(2) kata tertentu yang diucapkan sebagai shi-ghat talak; (3) atas kehendak sendiri atau istri(khuluk); (4) dilangsungkan dihadapan Peng-adilan Agama. Kedua, akibat dari perceraiantersebut di mana ia berimplikasi pada putusnyaikatan perkawinan.

4 Tiga belas aspek tersebut yakni: batasan umur minimal boleh kawin, pembatasan peran wali dalam perkawinan,pencatatan perkawinan, kemampuan ekonomi dalam perkawinan, pembatasan kebolehan poligami, nafkah keluarga,pembatasan hak cerai suami, hak dan kewajiban suami istri karena perceraian, masa kehamilan dan implikasinya, hakwali orang tua, wak waris kerabat dekat, wasiyyah wajibah, dan pengelolaan harta wakaf. Tahir Mahmood, Personal Lawin Islamic Countries (New Delhi: Time Press, 1987), hlm. 11-12.

5 www.kejut.com/kbbimobile.6 Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi Terhadap Perundang-undangan Perkawinan Muslim

Kontemporer di Indonesia dan Malaysia (Jakarta: INIS, 2002), hlm. 203-205.7 A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, Edisi II (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), hlm. 861.8 Tihami, Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat: Kajian Fiqih Nikah Lengkap, cet. ke-2 (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

2010), hlm. 230.9 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Akademika Pressindo, 2004), hlm. 141.

Page 3: HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah Iddah Talak

19

Bisakah Lembaga Hukum Adat Meminimalisir Pernikahan Sirri?

Al-Ah}wa>l, Vol. 7, No. 1, 2014 M/1435 H

Istilah lainnya adalah iddah. Secarabahasa, kata iddah berasal dari bahasa Arab-yang ber , عدّ {merupakan masdar dari lafaz , عدّةarti jumlah. lafaz } tersebut jika disandarkanpada lafaz -maka dapat diartikan iddah المرأة {nya orang perempuan.10

Menurut para ulama, sebagaimana pen-dapat as-Sayyid Sabiq, iddah adalah suatutenggang waktu tertentu yang harus dijalanioleh seorang perempuan sejak ia berpisah darisuaminya, baik perpisahan tersebut disebabkanditinggal mati suaminya atau karena percerai-an.11

Sedangkan menurut rumusan Tim Depar-temen Agama RI, iddah adalah masa tungguyang ditetapkan oleh hukum syara’ bagi wanitauntuk tidak melakukan akad perkawinandengan laki-laki lain dalam masa tersebut, se-bagai akibat perceraian atau ditinggal matisuaminya dalam rangka membersihkan diridari pengaruh dan akibat hubungan denganmantan suaminya.12

Secara eksplisit, dalam KHI maupun UU.No. 1 Tahun 1974 (UUP), definisi iddah tidakdijelaskan. Akan tetapi secara implisit, menurutKHI pasal 153 iddah dapat diartikan sebagaiwaktu tunggu bagi istri yang dicerai olehsuaminya, kecuali istri tersebut qobla ad-dukhuldan perkawinannya putus bukan karena ke-matian suaminya. Dalam pasal 11 UUP, iddahdapat diartikan sebagai jangka waktu tunggubagi istri sebab putus perkawinannya.

Berdasarkan definisi-definisi iddah di atas,dapat diketahui bahwa unsur di dalam iddahadalah adanya: (1) kewajiban bagi istri; (2)waktu tunggu; (3) adanya perceraian atau ke-

matian suami; (4) larangan menikah sementarabagi istri.

Iddah apabila dihubungkan dengan talak,sebagaimana keterangan di dalam surat al-Baqarah ayat 228, adalah masa dimana se-orang perempuan di wajibkan untuk menahandiri mereka selama tiga kali quru’.

Nafkah di dalam bahasa Indonesia, me-rupakan kata serapan dari bahasa Arab äÝÞÉyang berarti sama dengan المصروف والإنفاق, yaitu biaya. Jika kata tersebut disandarkan padakata الزوجة , maka akan mempunyai makna tun-jangan yang diberikan kepada istri.13 Jadi katanafkah secara bahasa dapat diartikan sebagaitunjangan yang diberikan oleh suami kepadaistri.

Secara istilah, sebagaimana firman Allahdalam surat al-Baqarah (2); 23314 dan hadisNabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Tir-miz }i,15 nafkah dapat diartikan sebagai suatupemberian oleh suami sebagai kewajiban ter-hadap istri secara pantas, baik yang berkaitandengan makanan, pakaian, ataupun tempattinggal.

Sedangkan menurut pasal 80 KompilasiHukum Islam, nafkah dapat diartikan sesuatuyang diberikan oleh seorang suami sebagai ke-wajiban setelah adanya tamkin sempurna dariistri dan tidak dalam keadaan nusyuz, me-nyangkut segala keperluan hidup berumahtangga sesuai dengan kemampuannya.16

Dari definisi talak, iddah, dan nafkah diatas, maka nafkah iddah talak dapat diartikansebagai suatu pemberian dari suami kepadabekas istrinya makanan, pakaian atau tempattinggal, ketika dalam masa tunggu karena

1 0 Munawwir, Kamus al-Munawwir, hlm. 903.1 1 Lihat as-Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), hlm. 277, dalam al-Maktabah asy-Sya>milah, Versi 2.11.1 2 Chuzaiman T. Yanggo dkk., Problematika Hukum Islam Kontemporer, cet. I (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994), hlm.

149.1 3 Munawwir, Kamus al-Munawwir, hlm. 1449.1 4

Munawwir, hlm. 1449. وعلى المولود لھ رزقھنّ وكسوتھنّ بالمعروف

1 5 وعلى المولود لھ رزقھنّ وكسوتھنّ بالمعروف

وحقھن علیكم أن تحسنوا إلیھن في كسوتھن وطعامھن 1\

, hadis ini bersumber dari hasan bin ali, lihat at-Tirmiz\i, Sunan at-Tirmz\i, Juz III (ttp.; tnp., t.t.), hlm. 466. dalam al-Maktabah asy-Sya>milah, Versi 2.11.

1 6 Abdurrahman, Kompilasi Hukum, hlm. 132-133.

Page 4: HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah Iddah Talak

20

Muchammad Hammad

Al-Ah}wa>l, Vol. 7, No. 1, 2014 M/1435 H

putusnya perkawinan yang disebabkan jatuh-nya talak suami.

C. Nafkah Iddah Talak dalam FikihKonvensional

Mengenai nafkah sebagai hak istri dalamiddah talak raj’i, para ulama mazhab sepakatakan kewajiban suami dalam pemenuhan-nya.17 Namun, kewajiban suami memberi naf-kah tersebut akan gugur apabila istri nusyuz.18

Para ulama mazhab berbeda pendapatmengenai apa yang menjadi hak istri, apabilawanita tersebut dalam talak ba’in.19 Menurutulama Hanafiyyah, sebagaimana pendapat IbnHimam, tetap berhak mendapat nafkah dantempat tinggal. Dasar yang digunakan oleh IbnHimam yaitu: (1) adanya penolakan Umar,Zaid bin S|abit, Usamah bin Zaid, Jabir, serta‘Aisyah; (2) adanya hadis lain yang berten-tangan dengan hadis Fatimah binti Qais, yaituhadis yang bersumber dari Umar dan Da >r al-Qutni; (3) kisah dari Abi Ishak, yang men-ceritakan tentang pelemparan tanah liat olehAswad kepada asy-Sya’bi ketika mengatakanbahwa Fatimah binti Qais tidak mendapatkannafkah maupun sukna. 20 Alasan mengapaHanafiyyah lebih memilih hadis yang ber-sumber dari Umar dibanding dari Fatimah binQais adalah karena adanya keterangan dariIbrahim, yang dikutip dari perkataan Umar,bahwa dia tidak akan merubah suatu hukum

di dalam agamanya sebab persaksian perem-puan. Dengan perkataan tersebut, akhirnyaberimplikasi, dalam kasus nafkah ini, lebihdiunggulkannya pendapat Umar dari padaFatimah binti Qais, (4) dan beberapa keterang-an atau tanggapan dari ‘Aisyah mengenaihadis Fatimah binti Qais.21

Imam Malik, jika istri yang ditalak ba’intersebut tidak hamil, maka kewajiban suamihanya menyediakan tempat tinggal, tidakwajib memberi nafkah. Pendapat ini didasar-kan pada hadis yang bersumber dari Fatimahbinti Qais, yaitu ia tidak mendapatkan nafkahketika dicerai oleh suaminya.22

Menurut Imam Syafi’i, tidak ada kewajib-an bagi suami memberikan nafkah ataupuntempat tinggal. Pendapat ini didasarkan padahadis Fatimah binti Qais. Alasan tidak ada ke-wajiban suami memberikan tempat tinggal,didasarkan pada perintah Nabi saw. yangmenyuruh Fatimah binti Qais untuk menjalanimasa iddahnya di rumah Ummi Syarik, bukandi rumah suaminya, yang ini ia artikan bahwa-sannya tidak ada juga hak tempat tinggal.23

Selain itu, di dalam kitab al-Mudawwanahkarangan Sahnun, alasan Imam Syafi’i berpen-dapat tidak adanya nafkah bagi perempuanyang ditalak ba’in kecuali dalam keadaanhamil adalah dinisbatkan dengan tidak adanyakebolehan suami untuk bersenang-senangdengan istri ketika dalam keadaan talak ba’in,

1 7 Muhammad Jawad Mugniyah, al-Fiqh ‘ala> al-Maz\a>hib al-Khamsah, terj. Masykur A.B. dkk., cet. ke-3(Jakarta: Lentera, 2004), hlm. 401, bandingkan dengan Ibn Hima >m, Fath } al-Qadi>r, Juz IX (ttp.: tnp., t.t.), hlm.479, Sahnu>n, al-Mudawwanah al-Kubra>, Juz V (ttp.: tnp., t.t.), hlm. 2, asy-Sya>fi‘i, al-Umm, Juz V (ttp.: tnp., t.t.),hlm. 117, Ibn Quda >mah, asy-Syarh } al-Kabi>r li Ibn Qudama>h, Juz IX (ttp.: tnp., t.t.), hlm. 238, Sarakhsi, al-Mabsu >t}, Juz VII (ttp.: tnp., t.t.), hlm. 47, dalam al-Maktabah al-Sya>milah, Versi 2.11.

1 8 Ibn Rusyd, Bida>yah al-Mujtahid wa Niha>yah al- Muqtas}id, Juz II (ttp.: tnp., t.t.), hlm. 44, dalam al-Maktabahal-Sya>milah, Versi 2.11.

1 9 Talak raj‘i adalah “talak yang si suami diberi hak untuk kembali kepada isterinya tanpa melalui nikah baru,selama isterinya itu masih dalam masa iddah”, sedangkan talak ba’in merupakan “talak yang putus secara penuhdalam arti tidak memungkinkan suami kembali kepada isterinya kecuali dengan nikah baru.” Amir Syarifuddin,Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan (Jakarta: Kencana,2006), hlm. 220-221.

2 0 Ibn Himam, Fath } al-Qadi>r, Juz IX, hlm. 479 dan 482.2 1 Ibid., Juz IX , hlm. 482-483.2 2 Sahnu>n, al-Mudawwanah, Juz V, hlm. 2.2 3 Asy-Sya >fi‘i, al-Umm, Juz V, hlm. 117.

Page 5: HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah Iddah Talak

21

Hak-hak Perempuan Pasca Perceraian: Nafkah Iddah Talak dalam Hukum Keluarga Muslim...

Al-Ah}wa>l, Vol. 7, No. 1, 2014 M/1435 H

padahal nafkah dan sukma menjadi kewajibansuami apabila seorang suami boleh bersenang-senang dengan istrinya24.

Ulama Hambaliyyah, dalam hal ini IbnQudamah, sependapat dengan Imam Syafi’imengenai tidak wajibnya suami memberikannafkah dan tempat tinggal bagi istri yang ditalak ba’in. Pendapat ini di dasarkan atashadits dari Imam Ahmad, al-As\ram dan al-Humaidi, bahwa Rasulullah saw. memberi-tahukan pada Fatimah binti Qais bahwasan-nya nafkah dan tempat tinggal adalah untukistri yang masih ada kebolehan bagi suaminyauntuk kembali.25 Pendapat tersebut diperkuatoleh Ibn Abd al-Bari yang menyatakan bahwa-sannya pendapat Ahmad bin Hanbal serta parapengikutnya adalah yang paling sah ataubenar, karena itu menurutnya tidak ada yanglebih mempunyai keabsahan untuk mentakwilsurat at-Talak ayat 6, kecuali Rasulullah saw..26

Selain itu, pendapat tersebut dikuatkan denganhadis dari Ibn Abbas dalam bab muttala’aini,yang menceritakan bahwa Rasulullah saw. me-misahkan keduanya dan menetapkan bahwatidak adanya makanan dan tempat tinggal bagiistri, disebabkan karena tidak adanya keboleh-an bagi suami untuk ruju’ kembali. Meskipunhadis ini berkenaan dengan masalah li’an, akantetapi karena kesamaan ‘illat yang berupa tidakbisa rujuk kembali yang menjadi sebab tidakadanya nafkah maupun tempat tinggal, men-jadi alasan juga bagi ketidak adaannya hak istriyang ditalak ba’in atas nafkah maupun tempattinggal.27

Mengenai perkataan Umar tentang, “tidakakan dia rubah hukum di dalam agamanyakarena persaksian perempuan”, Ahmad meng-ingkari perkataan tersebut. Menurut Ahmadperkataan Umar tersebut tidak sah, karenatelah menjadi kesepakatan, bahwasannya per-

kataan perempuan di dalam sebuah periwayat-an adalah diterima. Menanggapi perkataan‘Aisyah, Ahmad juga berpendapat bahwasan-nya perkataan tersebut tidak sah, karena Nabisaw. tidak memberikan hujjah sebagaimanayang dipegangi oleh ‘Aisyah, tetapi yang benarmenurutnya adalah hadis yang diriwayatkandari al-Humaidi.28

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas,serta argumen yang dikeluarkan masing-masing ulama untuk menguatkan pendapat-nya, dapat diketahui bahwasannya perbedaantersebut tidak lain disebabkan karena perbeda-an pengambilan dasar hukum di dalam hadisserta perbedaan pemahaman mengenai ke-hujjahan atau keabsahan suatu hadis. Lebihdari itu, meskipun Imam Syafi’i dan Hambali-yyah, dalam hal ini Ibn Qudamah, mempunyaipendapat yang sama mengenai ketidakada-annya hak istri dalam talak bai’n, baik berupanafkah ataupun tempat tinggal, tetapi merekaberbeda dalam pengambilan dasar hukum.

Melihat perbedaan-perbedaan itu, hematPenulis merupakan sebuah keuntungan yangbesar, karena dengan itu, seseorang dapat me-milih menggunakan (mengikuti) pendapatmana yang sekiranya dianggap sesuai dengankondisi dan keadaan di lingkungannya. Sebabpada umumnya keempat pendapat inilah yangdi dalam Dunia Islam diakui keberadaannya danditerima oleh mayoritas masyarakat Muslim.

Mengenai pertimbangan jumlah nafkah,apakah didasarkan kepada kebutuhan istriatau kemampuan suami, para Imam Mazhabberbeda pendapat mengenainya. MenurutImam Malik dan Abu Hanifah adalah menurutkebutuhan istri, hal ini didasarkan pada suratal-Baqarah ayat 223 dan hadis Rasulullah yangmemerintahkan Hindun mengambil hartasuaminya untuk keperluannya dan anak-anak-

2 4 Ibn Hima >m, Fath } al-Qadi>r, Juz IX, hlm. 479.2 5 Ibn Quda >mah, asy-Syarh } al-Kabi>r, Juz IX, hlm. 240.2 6 Ibid.2 7 Ibid., 241.2 8 Ibid.

Page 6: HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah Iddah Talak

22

Muchammad Hammad

Al-Ah}wa>l, Vol. 7, No. 1, 2014 M/1435 H

nya secara baik,29 sedangkan menurut Imam Syafi’iadalah menurut kemampuan suami, yang hal inididasarkan pada surat at-Talak ayat 730. MenurutImam Hambal, sebagaimana dikutip oleh IbnQudamah, adalah menurut kebutuhan istri yangdisesuaikan dengan kemampuan suami, hal inimerupakan pertengahan dari kedua dalil yangdigunakan dalam kedua pendapat di atas, dengantujuan agar dapat mengamalkan keduanya danuntuk kehati-hatian.31

Mengenai kadar nafkah, para ulama jugaberbeda pendapat mengenainya. Imam Hanafi32

dan Imam Malik33, tidak ada ukuran mengenai-nya, hal itu dikarenakan tidak adanya keterang-an mengenai permasalahan tersebut. Hanyasaja ukuran tersebut menurut keadaan lapang(mampu) atau sempitnya (idak mampu) suamidan kebutuhan istri, dan kedua pertimbangantersebut akan berbeda-beda dalam menghasil-kan jumlah kadar nafkah karena perbedaanwaktu, tempat, dan kebutuhan.34 MenurutHanafiyyah, Samarqandi, jika lapang makakadar nafkah tidak lebih dari harga satu pem-bantu, dan jika sempit maka tidak kurang darinafkah satu pembantu.35 Imam Syafi’i berpen-dapat, bahwasannya kadar nafkah adalah duamud apabila suami lapang, jika tidak lapangadalah satu mud, dan jika di antara lapang dantidak, ukurannya adalah satu setengah mud.36

Menurut Hambaliyyah, Ibn Qudamah, tidakada ukuran mengenainya, hal ini dikarenakantidak adanya keterangan mengenai hal tersebutdalam Alqur’an maupun hadis. Hanya saja iamenambahkan, jangan sampai melebihi duamud, dan ukuran satu mud didasarkan terhadapukuran satu mud pada masa Nabi saw..37

Suami yang tidak bisa memberikan nafkahkaitannya dengan masalah hak perempuanpasca perceraian, menurut Imam Malik ImamHanafi, Imam Syafi’i, dan ulama mazhabHambali, dalam hal ini Ibn Qudamah, makamenjadi hutang suami jika istri tidak me-ma’afkan. Ketentuan ini dikarenakan nafkahmerupakan sebuah kewajiban suami kepadaistrinya, yang secara otomatis menjadi hak istriyang harus dipenuhi oleh suami. 38

Suami pergi, sedangkan hutang belumdibayar, menurut mazhab empat dapat di-ambilkan dari harta yang ditinggalkan suami.Apabila suami tidak mempunyai harta, makaakan tetap dijadikan hutang bagi suami. Lebihjauh lagi mazhab Hanafi memberikan izin bagiistri untuk mencari hutang atas nama suami-nya terlebih dahulu, dan pengadilan harusmemberikan jaminan terhadap dapatnya istrimencari hutangan tersebut.39

Berkaitan gugur dan tidaknya suatu naf-kah yang belum dibayar padahal tanggungan

2 9 kata ma ,وعلى المولود لھ رزقھن وكسوتھن بالمعروفdan Malik condong atau diartikan pada kebutuhan istri bukan bermakna pil

, kata ma‘ruf menurut Abu Hanifah dan Malik condong atau diartikan padakebutuhan istri bukan bermakna pilhan bagi suami antara nafkah dan baju, yang pilhan tersebut menurut kemampuansuami. Begitu pula makna makruf dalam hadis

dan baju, yang pilhan tersebut menurut kemampuan suami. menurut , خذي ما یكفیك وولدك بالمعروف

keduanya merupakan tingkah yang disandarkan pada istri bukan disandarkan pada , menurut keduanya merupakan tingkah

yang disandarkan pada istri bukan disandarkan pada kebutuhan suami. Ibid., hlm. 230, bandingkan dalam Sarakhsi, al-Mabsu >t}, Juz VI, hlm. 492-493.

3 0492-493. ,لینفق ذو سعة من سعتھ ومن قدر علیھ رزقھ فلینفق مما آتاه االله لا یكلف االله نفسا إلا ما آتاھا 1

>, ayat ini menurut asy-Sya >fi‘i

adalah ayat yang menunjukkan bahwa besarnya nafkah adalah kemampuan suami semata. Lihat Ibn Quda >mah, asy-Syarh } al-Kabi>r, Juz IX, hlm. 230.

3 1 Ibid., Juz IX, hlm. 231.3 2 Al-Samarqandi, Tuh }fah al-Fuqaha>’, Juz II (ttp.: tnp., t.t.), hlm. 159-160, dalam al-Maktabah al-Syamilah, Versi 2.11.3 3 Ibn Rusyd, Bida>yah al-Mujtahid, Juz II, hlm. 44.3 4 Ibid.3 5 As-Samarqandi, Tuh }fah al-Fuqaha>’, Juz II, hlm. 160.3 6 Lihat Al-Nawawi, Raudah at}-T {a>libi>n wa ‘Umdah al-Mufti>n, Juz III (ttp.: tnp., t.t.), hlm. 281, bandingkan dengan Ibn

Rusd, Bida>yah al-Mujtahid, hlm. 44, dan Ibn Quda >mah, asy-Syarh } al-Kabi>r, Juz IX, hlm. 231.3 7 Ibn Quda >mah, asy-Syarh } al-Kabi>r, Juz IX, hlm. 231.3 8 Lihat Jawad Mugniyah, al-Fiqh ‘ala> al-Maz\ahib, hlm. 401.3 9 Ibid, hlm. 406-407, bandingkan Ibn Hima >m, Fath } al-Qadi>r, Juz XVI, hlm. 381.

Page 7: HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah Iddah Talak

23

Hak-hak Perempuan Pasca Perceraian: Nafkah Iddah Talak dalam Hukum Keluarga Muslim...

Al-Ah}wa>l, Vol. 7, No. 1, 2014 M/1435 H

tersebut telah lampau, menurut mazhabMaliki, Syafi’i, dan Hanbali, hutang suami ke-pada istri tidak akan pernah gugur meskipunwaktunya lama dan meski tanpa ketetapanhakim. Menurut mazhab Hanafi, nafkah ter-sebut tidak akan pernah gugur kecuali jika adakeputusan hakim mengenainya.40

D. Ketentuan Nafkah Iddah dalam HukumKeluarga Muslim di Indonesia,Malaysia, dan Yordania.

Di Indonesia, dalam UUP dan KHI, per-aturan mengenai hak perempuan pasca per-ceraian yang berupa nafkah iddah talak adalahsebagai berikut: (a) bahwasannya pengadilandapat mewajibkan bekas suami untuk mem-berikan biaya penghidupan dan/atau menen-tukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri;41 (b)suami wajib melindungi istrinya dan mem-berikan segala sesuatu keperluan hidup beru-mah tangga sesuai dengan kemampuan-nya;42(b) suami wajib memberi nafkah, maskandan kiswah kepada bekas istri selama dalamiddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talakba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidakhamil; 43(c) tempat kediaman adalah tempattinggal yang layak untuk istri selama dalamikatan perkawinan, atau dalam iddah talakatau iddah wafat;44(d) suami wajib melengkapitempat kediaman sesuai dengan kemampuan-nya serta disesuaikan dengan keadaan ling-kungan tempat tinggalnya, baik berupa alatperlengkapan rumah tangga maupun saranapenunjang lainnya;45

Mengenai besar kecilnya nafkah, maskan,kiswah adalah sesuai dengan kepatutan dan

kemampuan suami, yang didasarkan ataspenghasilan suami.46Jika nafkah tidak diberi-kan, maka istri dapat mengajukan gugatankepada pengadilan mengenai kelalaian suamidalam memenuhi nafkah tersebut.47

Jika ditelaah, meskipun peraturan-per-aturan mengenai hukum keluarga secaraumum pada KHI ataupun UUP bersumber daribeberapa madzhab dalam fikih konvensional,akan tetapi dalam masalah nafkah iddah talakini, peraturan-peraturan tersebut bersumberdari pendapat di kalangan ulama madzhabSyafi’iyyah saja. Hal ini dikarenakan, di sam-ping karena sebagian besar jumlah kitab yangdigunakan dalam perumusan aturan tersebutadalah kitab-kitab dari kalangan Syafi’iyyah48,juga dikarenakan mayoritas umat Islam diIndonesia dalam praktek bidang sosial danbudaya keagamaannya, lebih banyak ber-orientasikan atau berpedoman pada pendapat-pendapat dalam kalangan ulama Syafi’iyyah.Sehingga peraturan yang merupakan kebijakandari pemerintah, mau tidak mau dalam bidangkeluarga, khusunya mengenai nafkah iddahtalak, pada akhirnya juga lebih condong meng-gunakan pendapat-pendapat dari kalanganmazhab Syafi’iyyah.

Ketentuan-ketentuan hak istri pasca per-ceraian dalam Perundang-undangan Per-kawinan Muslim di Malaysia berkenaan dengannafkah iddah talak adalah sebagai berikut: (a)pengadilan dapat, sesuai dengan hukumsyara’, memerintahkan seorang pria membayarpemeliharaan untuk istri atau mantan istri,kecuali dia nusyuz;49 (b) istri berhak mendapat-kan nafkah sampai habis ‘iddah atau bekas istriberzina dengan orang lain;50 (b) hak akomodasi

4 0 Ibid.4 1 UU. No. 1 Tahun 1974 pasal 41 ayat 34 2 Pasal 34 ayat 1 dan KHI pasal 80 ayat 2.4 3 KHI pasal 149 poin b.4 4 Pasal 81 ayat 2.4 5 Pasal 81 ayat 44 6 UU. No. 1 Tahun 1974 pasal 34 ayat 1, dan KHI pasal 80 ayat 2 dan 81 ayat 4.4 7 UU. No. 1 Tahun 1974 Pasal 34 ayat 3.4 8 Abdurrahman, Kompilasi Hukum, hlm. 39-40.4 9 Islamic Family Law Enactment 1984 (Federal Territories Act 303), pasal 59 ayat 1 dan 2.5 0 Pasal 65 ayat (1)

Page 8: HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah Iddah Talak

24

Muchammad Hammad

Al-Ah}wa>l, Vol. 7, No. 1, 2014 M/1435 H

bekas istri yaitu berhak tinggal di rumah bekassuami sebelum suami menyediakan rumahtempat tinggalnya;51dengan ketentuan (c) hakakomodasi tersebut akan hilang jika iddah habis,bekas istri nikah dengan orang lain, dan dengansuami mengajukan gugatan ke pengadilan agarrumahnya dikembalikan kepadanya.52

Mengenai jumlah besarnya nafkah adalahditetapkan pengadilan, yang didasarkan ke-mampuan suami dan kebutuhan para pihak.53

Sebelum ada ketetapan tetap tentang nafkah,istri mendapat nafkah sementara yang besarkecilnya ditentukan pengadilan54 atau suami,dengan syarat dapat memenuhi kebutuhandasar isteri.55Apabila nafkah tidak dibayarkan,maka akan menjadi hutang bagi suami ter-hitung sejak kewajiban membayarnya.56

Seperti halnya peraturan-peraturan me-ngenai nafkah di Indonesia yang bersumberpada madzhab Syafi’iyyah, Malaysiapun jugasama. Perbedaannya hanya, jika ketentuan diIndonesia mengenai nafkah yang bersumberdari Syafi’iyyah dibuat oleh pemerintah denganmengunakan 4 (empat) jalur, yang salah satu-nya adalah jalur kitab-kitab, sebagian besaradalah kitab ulama’ syafi’iyyah, dengan dise-suaikan dengan budaya keagamaan masya-rakat Indonesia, akan tetapi di Malaysia me-rupakan turunan dari hukum Kanun Malakadan Risalah Malaka yang dibuat oleh SultanMelaka.57

Nafkah dalam UU. Yordania berkaitan de-ngan hak perempuan pasca perceraian yaitu:(a) bahwa suami wajib membayar nafkah istrisepanjang iddah;58 (b) nafkah selama iddahsama dengan nafkah dalam perkawinan;59 (c)kebutuhan istri yang meninggal di waktuiddah, seperti kain kafan dan lain-lainnyaadalah tanggung jawab suami.60

Adapun besar kecilnya nafkah, disesuai-kan dengan kondisi suami, dengan syarat tidakkurang untuk memenuhi kebutuhan dasarmakan dan pakaian istri. Jumlah nafkah bisasaja berdasarkan kesepakatan berdua atauketetapan pengadilan.61 Tuntutan naik danturunnya nafkah dibuktikan dengan kondisiinflasi yang memang membuktikan adanyaperubahan harga dan tuntutan tersebut tidaklewat dari 6 (enam bulan) sejak keputusanpengadilan tentang kadar nafkah pertama.62

Perlu dicatat, bahwasannya nafkah iddah tidakditerima istri apabila dalam keadaan nusyuz63

Mengenai konsekwensi apabila suami me-nolak atau tidak mampu membayar nafkahdan istri menuntut, terdapat beberapa pen-jelasan, yaitu: (a) apabila suami tidak mau mem-bayar nafkah dan istri menuntut bayar, makahakim menetapkan hutang bagi suami ter-hadap istri mulai adanya penolakan pem-bayarannya;64 (b) jika suami tidak mampumembayar nafkah dan istri menuntut, maka

5 1 Pasal 71 ayat (1).5 2 Pasal 71 ayat (2).5 3 Pasal 61.5 4 Pasal 70 ayat (1)5 5 Pasal 70 ayat (2)5 6 Pasal 69 ayat (1)5 7 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia

Muslim: Studi Sejarah, Metode, dan Materi & Status Perempuan dalam Perunadang-undangan Muslim (Yogyakarta:ACAdeMIA+TAZZAFA, 2009), hlm. 99.

5 8 UU. Yordania No. 61 Tahun 1976, Pasal 79.5 9 Pasal 80.6 0 Pasal 82.6 1 Pasal 70.6 2 Pasal 71.6 3 Pasal 134.6 4 Pasal 73

Page 9: HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah Iddah Talak

25

Hak-hak Perempuan Pasca Perceraian: Nafkah Iddah Talak dalam Hukum Keluarga Muslim...

Al-Ah}wa>l, Vol. 7, No. 1, 2014 M/1435 H

hakim harus memberikan ijin bagi istri untukmenagih kepada suami sesuai dengan ke-mampuannya;65 (c) apabila suami tidak ada ditempat sejak adanya tuntutan, maka hakimharus menuntut bayar nafkah yang diambildari harta kekayaan suami, baik lewat piutangyang ada pada orang lain atau semacamnya;(d) nafkah istri dibayar oleh orang lain yangmampu dan sewajarnya membayar, dan orangtersebut berhak menuntut bayar kepadasuami.66

Mengenai ketentuan-ketentuan yang ter-dapat dalam UU. Yordania ini, kecuali kebijak-an dapat naik turunya kadar nafkah yang di-sesuaikan dengan inflasi harga, semua didasar-kan pada ketentuan-ketentuan di dalam maz-hab Hanafiyyah. Begitupun juga mengenaipenyelesaian permasalahan-permasalahanyang tidak diatur dalam UU. tersebut, sebagai-mana dijelaskan dalam pasal 183, maka jugaharus didasarkan pada ketentuan-ketentuanyang dianggap lebih unggul dalam kalanganmazhab Hanafiyyah.67

Peraturan mengenai nafkah iddah yangberlaku di Indonesia, jika dibandingkan de-ngan kedua negara di atas, maka akan dapatdiketahui bahwa: Pertama, mengenai wajibnyasuami memberi nafkah kepada istri tidak adaperbedaan. Kedua, mengenai hal yang dapatmenyebabkan gugurnya keawajiban suami ter-dapat persamaan dan perbedaan. Persamaan-nya adalah sama-sama menjadikan nusyuz se-bagai sesuatu yang menghilangkan hak istriatas nafkahnya ketika masa iddah. Perbeda-annya adalah jika dalam UU. Keluarga Muslimdi Indonesia dicantumkan talak ba’in sebagaisalah satu sebab gugurnya kewajban suamimemberikan nafkah pada istri (hak istri), akantetapi dalam UU. Keluarga Muslim di Malaysiamaupun Yordania tidak mencantumkannya.Ketiga, kadar nafkah yang diberikan secara

umum sama-sama berdasarkan kemampuansuami. Meski demikian, Malaysia mensyarat-kan juga harus tetap sesuai dengan kebutuhankedua belah pihak dan lebih dari itu men-syaratkan juga tidak kurang untuk memenuhikebutuhan dasar istri, yang kedua pertimbang-an tersebut tidak tercantum secara eksplisitdalam Hukum Keluarga Muslim di Indonesia.Begitupun di Yordania, selain juga atas ke-mampuan suami akan tetapi juga mendasar-kannya kepada kesepakatan keduanya (suami-istri). Selain itu, di Yordania kadar nafkah jugadapat berubah sesuai dengan inflasi perubahanharga, yang ini juga tidak terdapat dalamHukum Keluarga Muslim di Indunesia. Ke-empat, dalam hal apabila nafkah yang menjadihak perempuan tersebut tidak dipenuhi jugaterdapat perbedaan. Di Indonesia hanya se-batas pengajuan gugatan ke PengadilanAgama, akan tetapi dalam UU. Malaysia secaramenjadikannya sebagai hutang. Sedangkan diYordania, di samping menjadikannya hutang,juga memberikan solusi dan jaminan kepadaistri untuk mendapatkan haknya.

Dari perbandingan di atas, secara umum,maka dapat diketahui bahwa peraturan me-ngenai nafkah dalam UU. Keluarga Muslim diMalaysia dan Yordania lebih dapat menjaminhak perempuan pasca perceraian yang berupanafkah iddah talak dibandingkan di Indonesia.

Berdasarkan diskripsi mengenai nafkahiddah sebab talak dalam UU. Keluarga Muslim(Indonesia, Malaysia dan Yordania) di atas, jikadibandingkan dengan ketentuan yang terdapatdalam fikih konvensional, maka secara umumtidak ada perbedaan. Hanya saja dapat ber-ubahnya kadar nafkah yang telah ditetapkan,yang disebabkan inflasi harga dalam HukumKeluarga Muslim, tidak terdapat pada ketentu-an dalam fikih konvensional.

6 5 Pasal 746 6 Pasal 75.6 7 Pasal 183.

Page 10: HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah Iddah Talak

26

Muchammad Hammad

Al-Ah}wa>l, Vol. 7, No. 1, 2014 M/1435 H

E. Nafkah Menurut Al-Qur’an dan HadisDi dalam al-Qur’an, mengenai nafkah

yang berkaitan dengan talak terdapat pada:Pertama, Surat at }-T {ala>q (65) ayat 1:

یأٰیُّھَا ٱلنَّبِىُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَطَلِّقُوھُنَّ لِعِدَّتِھِنَّ وَأَحْصُواْ ٱلْعِدَّةَ وَٱتَّقُواْ ٱللَّھَ رَبَّكُمْ ...لاَ تُخْرِجُوھُنَّ مِن بُیُوتِھِنَّ وَلاَ یَخْرُجْنَ إِلاَّ أَن یَأْتِینَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَیِّنَةٍ

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikanmereka pada waktu mereka dapat(menghadapi) iddahnya (yang wajar) danhitunglah waktu iddah itu serta bertakwalahkepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamukeluarkan mereka dari rumah mereka danjanganlah mereka (diizinkan) ke luar kecualimereka mengerjakan perbuatan keji yangterang…”

Mengenai asbab al-nuzul turunnya ayatini, menurut Ibn Hatam ialah ketika Nabi saw.menceraikan istrinya yang bernama Hafsah.Setelah turunnya ayat ini Nabi saw. merujukkembali Hafsah.68 Menurut Ibn Abbas, Sa’id binMusayyab, asy-Sya’bi, Hasan, Ibn Sairaini,bahwasannya seorang suami hanya boleh me-ngeluarkan istrinya yang ditalak dari rumah,apabila dia berbuat zina dan juga nusyuz.69

Kedua, Surat at }-T{ala>q (65) ayat 6:

أَسْكِنُوھُنَّ مِنْ حَیْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلاَ تُضَآرُّوھُنَّ لِتُضَیِّقُواْ عَلَیْھِنَّ وَإِن كُنَّ أُوْلاَتِ حَمْلٍ فَأَنفِقُواْ عَلَیْھِنَّ حَتَّىٰ یَضَعْنَ حَمْلَھُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُو ھُنَّ

...أُجُورَھُنَّ

“Tempatkanlah mereka (para isteri) di manakamu bertempat tinggal menurut kemampu-anmu dan janganlah kamu menyusahkanmereka untuk menyempitkan (hati) mereka.Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudahditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah

kepada mereka nafkahnya hingga merekabersalin, kemudian jika mereka menyusukan(anak-anak)mu untukmu maka berikanlahkepada mereka upahnya…”

Dalam ayat di atas, yang dimaksudmenurut Muqatil bin Hiyan adalah لتضیّقوا علیھنّdengan menahan harta mereka dan menge-luarkannya dari rumah.70

Mengenai wanita dalam keadaan talak,apakah berhak mendapatkan nafkah, sukmaatau kedua-duanya, ada beberapa hadis yangmembicarakannya, di antaranya: (1) hadisyang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Tabranidan Nasa’i, bahwasannya wanita yang terkenatalak ba’in tidak wajib atas suami memberikannafkah ataupun tempat tinggal; (2) hadis yangdiriwayatkan az-Zuhri, yang menyatakanbahwa wanita yang ditalak ba’in tetap mem-peroleh tempat tinggal. 71

Ketiga, Surat at }-T{ala>q (65) ayat 7:

...لِیُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِھِ وَمَن قُدِرَ عَلَیْھِ رِزْقُھُ فَلْیُنفِقْ مِمَّآ آتَاهُ ٱللَّھُ

“Hendaklah orang yang mampu memberinafkah menurut kemampuannya. Dan orangyang disempitkan rezkinya hendaklahmemberi nafkah dari harta yang diberikanAllah kepadanya…”

Mengenai takwil lafaz yang لینفق ذو سعة... {merupakan landasan kadar nafkah, terdapatbeberapa penjelasan mengenainya. Di antara-nya adalah yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir,kadar keluasan memberi nafkah ketika diamampu adalah makanan yang paling baik,baju yang halus.72 Dalam riwayat lain, AbuQosim at-Tabran mengatakan sepersepuluhharta yang dimiliki suami.73

6 8 Ibn Kas\ir, Tafsi>r Ibn Kas\ir, Juz VIII, cet. ke-2 (ttp.: Dar at}-T {ayyibah, 1999), hlm. 144, dalam al-Maktabah al-Sya>milah,Versi 2.11.

6 9 Ibid., hlm. 144-145.7 0 Ibid., 153.7 1 Ibid., hlm, 144-145.7 2 Ibid., hlm. 153.7 3 Ibid., hlm. 154.

Page 11: HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah Iddah Talak

27

Hak-hak Perempuan Pasca Perceraian: Nafkah Iddah Talak dalam Hukum Keluarga Muslim...

Al-Ah}wa>l, Vol. 7, No. 1, 2014 M/1435 H

Adapun hadis mengenai nafkah istri, diantaranya:

Pertama, Sabda Nabi saw. dalam khutbahhaji wada’:74

وَلَھُنَّ عَلَیْكُمْ رِزْقُھُنَّ وَكِسْوَتُھُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan mereka (para istri) memiliki hak kataskalian, yaitu kalian memberikan harta danpakaian kepada mereka dengan baik.”

Kedua, Hadis yang diriwayatkan olehMuslim dari Aisyah r.a. bahwa Hindun binUtbah bertanya: “Yaa Rasulallah sesungguh-nya Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yangpelit, ia tidak memberi aku sesuatu yang men-cukupi aku dan anak-anakku, kecuali sesuatuyang aku ambil dari padanya dan ia tidakmengetahuinya”, kemudian Nabi saw. men-jawab: 75

وفرعبِـــالْم كلَـــدوو يـــككْفـــا يي مـــذخ

‘’Ambil-lah nafkah yang cukup untukmu dananak-anakmu dengan cara yang wajar.’’

Dari beberapa keterangan di atas, se-hubungan dengan nafkah iddah pada talak,dapat diambil kesimpulan. Pertama, bahwasan-nya dalam keadaan talak raj’i, nafkah dansukna wajib diberikan oleh suami kepada istri-nya baik dia dalam keadaan hamil maupuntidak hamil. Kedua, sebab talak ba’in ada yangberpendapat seorang suami harus menyedia-kan tempat tinggal bagi istrinya dan ada yangtidak. Kedua, kadar nafkah adalah menurutkemampuan suami dan kebiasaan denganmenyesuaikan kebutuhan istri, dan pemberiantersebut adalah sesuatu yang terbaik. Terbaikketika suami mampu adalah diibaratkan de-ngan pakaian yang halus dan makanan yangpaling baik. Atau sepersepuluh dari harta yangia punyai.

Melihat konteks pada zaman nabi, dimanaumumnya kebutuhan rumah ditanggung olehsuami, karena tidak memungkinnya kondisipada waktu itu seorang perempuan untuk be-kerja, maka tujuan yang dapat diambil dariketerangan dari al-Qur’an dan hadis di atasadalah tercukupinya kebutuhan nafkah iddah,dan ketenangan istri. Alasan pengambilanketenangan disini adalah karena istri yangditalak pasti dalam keadaan bersedih, sehinggadengan adanya nafkah pada waktu iddah istritidak terbebani dengan fikiran untuk me-menuhi kebutuhannya pada waktu iddah.

Jika dikontekskan dengan keadaan padasaat sekarang di Indonesia, sulitnya mencarinafkah dan tidak stabilnya harga, maka: (1) isipasal 149 poin b dalam KHI yang menjadikantalak ba’in sebagai penghalang istri men-dapatkan nafkah perlu dihilangkan; (2) pasal34 ayat 1 dalam UU. No. 1 Tahun 1974 danpasal 80 ayat 2 dalam KHI, yang menjadikankemampuan suami sebagai pertimbanganbesarnya nafkah, perlu ditambahi dengan per-timbangan kebutuhan istri juga; (3) perlunyatambahan peraturan tentang dapat berubah-nya kadar nafkah sesuai dengan kondisi harga;(4) perlunya tambahan peraturan, yang isinyamenyatakan secara tegas bahwa apabila naf-kah tidak di bayarkan akan menjadi hutangsuami; (5) perlunya tambahan peraturan, yangisinya solusi bagi istri apabila suami tidak mam-pu untuk membayar atau tidak ada di tempatkediaman ketika nafkah tidak dibayar.

F. PenutupDari pemaparan di atas, dapat diambil

kesimpulan: Pertama, peraturan mengenainafkah iddah talak yang terdapat dalam UUKeluarga Muslim Malaysia dan Yordania di-bandingkan dengan perturan yang ada di Indo-nesia masih lebih menjamin hak-hak perem-puan pasca perceraian yang berupa nafkah

7 4 Muslim, S {ah }i>h } Muslim, Juz VI (ttp.: tnp., t.t.), hlm. 245, dalam al-Maktabah asy-Sya>milah, Versi 2.11.7 5 Al-Bukhari, S {ah }i>h } al-Bukha>ri>, Juz VII (ttp.: tnp., t.t.), hlm. 422, dalam al-Maktabah asy-Sya>milah, Versi 2.11.

Page 12: HAK-HAK PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN: Nafkah Iddah Talak

28

Muchammad Hammad

Al-Ah}wa>l, Vol. 7, No. 1, 2014 M/1435 H

Iddah sebab talak. Kedua, ketentuan mengenainafkah iddah talak pada Hukum Keluarga Mus-lim (Indonesia, Malaysia dan Yordania) secaraumum tidak ada perbedaan dengan yangterdapat pada fikih konvensional, hanya sajapada kadar nafkah yang dapat berubah sesuaiinflasi harga tidak terdapat dalam fiqih konven-sional.

Mengingat lebih menjaminnya ketentuanyang terdapat dalam UU Keluarga Malaysiadan Yordania di dalam menjamin terpenuhi-nya nafkah iddah sebagai hak perempuan pas-ca perceraian, seharusnya pemerintah, dalamhal ini pembuat kebijakan perundang-undang-an, menelaah kembali atau mengkaji ulangketentuan-ketentuan yang terdapat dalamUUP dan KHI. Dengan demikian, diharapkankedua acuan hukum tersebut selanjutnyadapat lebih menjamin terpenuhinya hakperempuan pasca perceraian.

DAFTAR PUSTAKAAbdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo,2004.

Bukha >ri al-, S {ah}i >h} al-Bukha>ri >, Juz VII, ttp.: tnp.,t.t., hlm. 422.

Hima >m, Ibn, Fath } al-Qadi >r, Juz IX, ttp.: tnp.,t.t.

Islamic Family Law Enactment 1984 (FederalTerritories Act 303).

Kas\ir, Ibn, Tafsi >r Ibn Kas\ir, Juz VIII, cet. ke-2, ttp.: Dar al-Tayyibah, 1999.

Mahmood, Tahir, Personal Law in IslamicCountries, New Delhi: Time Press, 1987.

Mughniyah, Muhammad Jawad, al-Fiqh ‘ala> al-Maz\a >hib al-Khamsah, terj. Masykur A.B.dkk., cet. ke-3, Jakarta: Lentera, 2004.

Munawwir, A.W., Kamus al-Munawwir, EdisiII, Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997.

Muslim, S }ah}i >h} Muslim, Juz VI, ttp.: tnp., t.t.

Nasution, Khoiruddin, Hukum Perdata (Keluarga)Islam Indonesia dan Perbandingan HukumPerkawinan di Dunia Muslim: Studi Sejarah,Metode, dan Materi & Status Perempuandalam Perunadang-undangan Muslim ,Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA,2009.

______, Status Wanita di Asia Tenggara: StudiTerhadap Perundang-undangan PerkawinanMuslim Kontemporer di Indonesia danMalaysia, Jakarta: INIS, 2002.

Nawawi al-, Raudah at-Ta >libi >n wa ‘Umdah al-Mufti >n, Juz III, ttp.: tnp., t.t.

Quda >mah, Ibn, asy-Syarh } al-Kabi >r li IbnQuda>mah, Juz IX, ttp.: tnp., t.t.

Rusyd, Ibn, Bida>yah al-Mujtahid wa Niha>yah al-Muqtas }id, Juz II, ttp.: tnp., t.t.

Sabiq, Sayyid, Fiqh as-Sunnah, Beirut: DarulFikry, t.t.

Sahnu >n, al-Mudawwanah, Juz V, ttp.: tnp., t.t.

Samarqandi al, Tuh }fah al-Fuqaha>’, Juz II, ttp.:tnp., t.t.

Sarakhsi, al-Mabsu >t}, Juz VII, ttp.: tnp., t.t.

Sya>fi’i asy-, al-Umm, Juz V, ttp.: tnp., t.t.

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam diIndonesia: Antara Fiqh Munakahat danUndang-Undang Perkawinan , Jakarta:Kencana, 2006.

Tihami, Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat: KajianFiqih Nikah Lengkap, cet. ke-2, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2010.

Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Himpunan PeraturanPerundang-Undangan Tentang Perkawinan,Bandung: FOKUSMEDIA, 2005.

Tirmiz\i at-, Sunan at-Tirmiz\i>, Juz III, ttp.; tnp.,t.t.

UU Yordania No. 61 Tahun 1976.

Yanggo, Chuzaiman T. dkk., ProblematikaHukum Islam Kontemporer, cet. ke-1, PT.Pustaka Firdaus: Jakarta, 1994.

www.kejut.com/kbbimobile.