gambaran tentang sanitasi rumah di dusun...
TRANSCRIPT
i
GAMBARAN TENTANG SANITASI RUMAH DI DUSUN
KEBONSARI KELURAHAN KACANGAN
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
Puji Lestari
NIM : ST 13056
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertantangan dibawah ini :
Nama : Puji Lestari
NIM : ST 13056
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di
perguruan tinggi lain.
2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Penguji.
3. Dalam skripsi ini tidak ada karya atau pendapat yang tertulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena skripsi ini, serta sanksi lain sesuai norma yang berlaku di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Surakarta, 24 Januari 2015
Yang membuat pernyataan,
( Puji Lestari )
NIM.ST13056
iv
KATA PENGANTAR
Bissmillahhirrohmannirrohim
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, petunjuk, karunia serta hidayahNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dengan judul “Gambaran Sanitasi Rumah Di Dusun
Kebonsari Kelurahan Kacangan” dengan baik dan lancar. Penelitian ini dapat
terselesaikan berkat dukungan, bimbingan dan bantuan dari semua pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Endro Suprayitno,SpKJ.,Msi selaku Direktur Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis
untuk menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Dra. Agnes Sriharti, M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
3. Wahyu Rima Agustin,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua Program Studi S1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Happy Indri Hapsari,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Pembimbing Utama yang
telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan penelitian ini.
v
5. Joko Kismanto,S.Kep.,Ns selaku Pembimbing Pendamping yang telah
membantu memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan Penelitian
ini.
6. Atiek Murhayati,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Penguji yang telah membantu
memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penulisan
Penelitian ini.
7. Bp.Siswanta selaku Pelaksana Tugas Kepala Desa Kacangan yang telah
memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Desa yang dipimpinnya.
8. Suami, Ananda tercinta dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan
do’a restu dan dorongan kepada penulis selama menjalani pendidikan.
9. Teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta, terima kasih atas kerja sama dan bantuannya,
baik berupa moril dan materiil secara langsung maupun tidak langsung.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan Penelitian ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih terdapat beberapa bahkan banyak
kekurangan dalam proses penyusuna Penelitian ini, untuk itu dalam
kesempatan ini tak lupa penulis juga mengharapkan masukan dan saran
yang positif dari semua pihak.
Wassalamu’alaikumWarrahmatullahi Wabarakatuh
Surakarta, 24 Januari 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN............................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL.......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ ........ ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x
ABSTRAK .......................................................................................... .......... xi
ABSTRACT ........................................................................................ .......... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 5
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori ....................................................................... 7
2.2. Keaslian Penelitian ................................................................. 20
2.3. Kerangka Teori ....................................................................... 22
2.4. Kerangka Konsep ................................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Dan Rancangan Penelitian ............................................. 24
3.2. Populasi .................................................................................. 24
vii
3.3. Tehnik Sampling .................................................................... 24
3.4. Tempat Dan Waktu Penelitian................................................ 25
3.5. Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran .......... 25
3.6. Definisi Operasional …......................................................... 26
3.7. Alat Penelitian Dan Pengumpulan Data ................................. 28
3.8. Tehnik Pengolahan Data ........................................................ 29
3.9. Analisa Data .......................................................................... 29
3.10. Etika Penelitian.................................................................... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Data Hasil Penelitian.................................................... ........ 31
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Kondisi Sanitasi Rumah .................................. ... 35
BAB VI PENUTUP
6.1 Simpulan ................................................................. ............ 45
6.2 Saran ........................................................................ ............ 46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 2.1. Keaslian Penelitian 20
Tabel 3.1. Definisi Operasional 26
Tabel 4. 2 Gambaran sarana air bersih 31
Tabel 4.3 Gambaran Jamban dan pembuangan tinja 32
Tabel 4.4 Gambaran sarana pembuangan air limbah 32
Tabel 4.5 Gambaran sarana pembuangan sampah 33
Tabel 4.3 Gambaran sarana pengolahan sampah 34
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
Gambar 2.1. Kerangka Teori 22
Gambar 2.2. Kerangka Konsep 23
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Keterangan
1 Usulan Topik Penelitian
2 Pengajuan Judul Penelitian
3 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
4 Jadwal Penelitian
5 Surat Permohonan Studi Pendahuluan
6 Surat Keterangan Balasan Studi Pendahuluan
7 Lembar Permohonan Menjadi Responden
8 Lembar observasi Tentang Komponen Sanitasi Rumah
9 Lembar Konsultasi
10 Daftar Tabel
11 Daftar Gambar
12 Pengajuan Ijin Penelitian
13 Permohonan Ijin Penelitian
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Puji Lestari
Gambaran Tentang Sanitasi Rumah Di Dusun Kebonsari Kelurahan
Kacangan
Abstrak
Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
merupakan faktor resiko penularan berbagai penyakit, khususnya penyakit
berbasis lingkungan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi rumah
yang tidak sehat mempunyai hubungan terhadap kejadian penyakit. Kondisi
rumah yang baik sangat penting untuk mewujudkan masyarakat yang sehat..
Ruang lingkup sanitasi dalam laporan Riskesdas (2013) meliputi penggunaan
fasilitas BAB, jenis tempat BAB, tempat pembuangan akhir tinja, jenis tempat
penampungan air limbah, jenis tempat penampungan sampah, dan cara
pengelolaan sampah.
Jenis penelitian ini yang digunakan adalah diskriptif kuantitatif. Populasi
dalam penelitian ini adalah rumah yang berada di Dukuh Kebonsari Desa
Kacangan yang berjumlah 55 rumah bulan Januari - Juni 2015. Cara pengambilan
sample dilakukan secara Total Sampling, dengan memperhatikan kriteria inklusi
dan eksklusi sehingga didapatkan 55 responden.
Sebanyak 100% penduduk menggunakan air sumur dangkal, kualitas air
secara fisik 100% tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna, jamban dengan
leher angsa adalah sebesar 96%, cara pembuangan tinja 96% dengan septic tank,
jarak septic tank dengan sumber air 96% ≥10m, 90% penduduk Dukuh Kebonsari
menggunakan irigasi berupa selokan air yang langsung meresap ketanah, 100%
cara pembuangan sampah dengan dibakar, dan tehnik pembuangan sampah 100%
dengan ditimbun, pengolahan sampah 94% dibakar.
Hasil penelitian dapat dideskripsikan bahwa dari lima komponen syarat
sanitasi rumah sehat sebagian besar responden mempunyai lingkungan yang
mendukung tentang sanitasi kesehatan rumah.
Kata Kunci : Sanitasi rumah
Daftar Pustaka :37 (2000-2013)
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Puji Lestari
Description of House Sanitation in Kebonsari Sub-Village, Kacangan Ward
ABSTRACT
The dirty condition of house and environment is the transmission risk
factor of various diseases, particularly the environment-based diseases. A good
condition of house is important to establish a healthy community. According to
Basic Health Research’s report in 2013, the scope of sanitation included the use of
bowel movement facility, types of bowel movement location, final disposal
locations of feces, types and locations of waste water reservoir, types and
locations of waste disposal and method of waste management.
The research used the descriptive quantitative method. The population of
research was 55 houses in Kebonsari Sub-village, Kacangan Village. The research
was conducted from January to June 2015. The samples of research were 55
respondents. They were taken by using the total sampling technique
The result shows that all of the residents (100% ) used the water of
shallow well, physically the water was odorless, tasteless and colorless, 96% of
latrines used the goose neck-shaped ones, 96% of method of feces disposal used
septic-tank, 96% of the distance of septic-tank and water source was greater than
or equal to 10m, 90% of the residents used the irrigation in the form of a ditch
directly seeped into the soil, 100% of the residents burnt the garbage as the
method of garbage disposal, 100% of the residents stockpiled the garbage as the
technique of garbage disposal, 94% of the residents burnt the garbage as the
garbage management.
Thus, based on the five components of healthy house sanitation
requirements, most of the respondents had a good environment to support the
house sanitation.
Keywords: House sanitation
References: 37 (2000-2013)
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kebijakan Indonesia Sehat 2010 menetapkan tiga pilar utama yaitu
lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan bermutu adil dan
merata. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan untuk mendukung upaya
peningkatan perilaku sehat ditetapkan dalam Visi Nasional Promosi
Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/MENKES
/SK/X/2004 yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010” (PHBS 2010).
Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan merupakan faktor resiko penularan berbagai penyakit, khususnya
penyakit berbasis lingkungan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kondisi rumah yang tidak sehat mempunyai hubungan terhadap kejadian
penyakit. Penelitian Wahyuni (2005) menemukan bahwa balita yang
menderita demam berdarah (DBD) 64% bertempat tinggal di rumah yang
mempunyai sarana pembuangan air limbah tidak memenuhi syarat. Yuwono
(2008) menemukan lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat
merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia pada balita. Wulandari
(2009) menemukan sanitasi rumah yang buruk dapat menyebabkan balita
terkena diare. Rumah hendaknya dapat memenuhi persyaratan teknis dan
hygiene yaitu tidak terlalu padat penghuni, keadaan ventilasi baik (cross
ventilation), pencahayaan cukup, kelembaban rumah memenuhi syarat
2
dengan ketentuan jenis lantai dan dinding rumah kedap air serta atap rumah
dalam keadaan baik agar tidak terjadi kebocoran (Dinkes Provinsi Jawa
Tengah, 2010, Dirjen P2PL, 2005).
Ruang lingkup sanitasi dalam laporan Riskesdas (2013) meliputi
penggunaan fasilitas buang air besar (BAB), jenis tempat BAB, tempat
pembuangan akhir tinja, jenis tempat penampungan air limbah, jenis tempat
penampungan sampah, dan cara pengelolaan sampah. Untuk akses terhadap
fasilitas tempat buang air besar (sanitasi) digunakan kriteria JMP WHO -
UNICEF tahun 2006. Menurut kriteria tersebut, rumah tangga yang
memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improved adalah rumah tangga
yang menggunakan fasilitas BAB milik sendiri, jenis tempat BAB jenis
leher angsa atau plengsengan, dan tempat pembuangan akhir tinja jenis
tangki septik.
Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap status kesehatan,
jika kondisi lingkungan tidak baik maka dapat menimbulkan berbagai
masalah kesehatan pada masyarakat. Menurut Achmadi (2005), Sanitasi
lingkungan yang buruk dapat menyebabkan penularan penyakit terus
menyebar. Beberapa penyakit menular diantaranya penyakit malaria, TBC,
filariasis, demam berdarah dengue, kolera, diare dan sebagainya. Penyakit
demam berdarah disebut juga dengue haemorrhagic fever ( DHF) karena
disertai gejala demam dan pendarahan, sedangkan penyebabnya adalah virus
yang tergolong virus dengue. Penyakit ini merupakan penyakit yang baru
bagi Indonesia yakni baru pada tahun tujuh puluhan masuk ke Indonesia.
3
Kondisi rumah yang baik sangat penting untuk mewujudkan
masyarakat yang sehat. Kepadatan hunian (in-house overcrowding) akan
meningkatkan resiko dan tingkat keparahan penyakit berbasis lingkungan
khususnya lingkungan rumah (Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan
Badan Litbangkes, 2005).
Menurut Sastra (2005), salah satu kendala dalam pembangunan
perumahan dan pemukiman yang terjadi di Indonesia antara lain berupa,
kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah.
Kondisi ini diperparah lagi dengan kurang pahamnya masyarakat akan
pentingnya pemeliharaan lingkungan yang bersih bagi kesehatan mereka.
Persentase keluarga yang menghuni rumah sehat merupakan salah
satu indikator Indonesia Sehat 2010 dan target Millenium Development
Goals (MDGs) tahun 2015. Target rumah sehat yang hendak dicapai telah
ditentukan sebesar 80% (Depkes RI, 2003). Berdasarkan profil kesehatan
Indonesia tahun 2010, presentase rumah sehat secara nasional hanya sekitar
24,9%, jumlah ini dibawah target yang telah ditetapkan, kondisi ini juga
terjadi di Jawa Tengah yang hanya memiliki presentase 18,8% (Profil
Kesehatan Indonesia, 2010).
Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa rumah tangga di
Indonesia menggunakan fasilitas BAB milik sendiri (76,2%), milik bersama
(6,7%), dan fasilitas umum (4,2%). Lima provinsi tertinggi untuk proporsi
rumah tangga menggunakan fasilitas BAB milik sendiri adalah Riau
(88,4%), Kepulauan Riau (88,1%), Lampung (88,1%), Kalimantan Timur
4
(87,8%), dan DKI Jakarta (86,2%). Meskipun sebagian besar rumah tangga
di Indonesia memiliki fasilitas BAB, masih terdapat rumah tangga yang
tidak memiliki fasilitas BAB sehingga melakukan BAB sembarangan, yaitu
sebesar 12,9 persen. Lima provinsi rumah tangga yang tidak memiliki
fasilitas BAB/BAB sembarangan tertinggi adalah Sulawesi Barat (34,4%),
NTB (29,3%), Sulawesi Tengah (28,2%), Papua (27,9%), dan Gorontalo
(24,1%) (Riskesdas 2013).
Berdasarkan karakteristik, proporsi rumah tangga yang
menggunakan fasilitas BAB milik sendiri di perkotaan lebih tinggi (84,9%)
dibandingkan di perdesaan (67,3%); sedangkan proporsi rumah tangga BAB
di fasilitas milik bersama dan umum maupun BAB sembarangan di
perdesaan (masing-masing 6,9%, 5,0%, dan 20,8%) lebih tinggi
dibandingkan dengan di perkotaan (6,6%, 3,5%, dan 5,1%). Semakin tinggi
kuintil indeks kepemilikan, semakin tinggi juga proporsi rumah tangga yang
menggunakan fasilitas BAB milik sendiri. Semakin rendah kuintil indeks
kepemilikan, proporsi rumah tangga yang melakukan BAB sembarangan
semakin tinggi (Riskesdas 2013) .
Data Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen tahun 2010 jumlah
seluruhnya 238.906 rumah, jumlah yang diperiksa sebanyak 148.607 rumah
dan rumah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 89.718 (Profil DKK
Sragen,2010).
Studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 4 Januari 2015
terhadap empat rumah di wilayah Dukuh Kebonsari didapatkan, empat
5
rumah melakukan pembuangan air limbah di selokan terbuka di luar rumah
tetapi kurang terjaga kebersihan dan kelancaran salurannya. Perilaku
membuang sampah dilakukan di lahan kosong dan dibakar. Mengenai
perilaku perilaku BAB, tiga rumah menggunakan WC leher angsa yang
jaraknya dari sumber air kurang lebih 7 meter dan satu rumah jarak WC
kurang lebih 3 meter. Lingkungan wilayah Dukuh Kebonsari terdapat enam
rumah yang tidak berpenghuni tidak berfungsi sebagai tempat tinggal.
Sanitasi disekitar rumah tersebut menjadi tidak terjaga secara bersih. Hal itu
bisa membuat resiko terbentuknya lingkungan yang tidak menyehatkan.
Terbukti pada bulan November 2014 sudah ditemukan penduduk yang
terindikasi terkena demam berdarah sebanyak delapan orang.
Melihat dari latar belakang permasalahan diatas, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul : Gambaran sanitasi rumah Di
Dukuh Kebonsari Kelurahan Kacangan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah
penelitian ini adalah bagaimana gambaran sanitasi rumah di dukuh
kebonsari kelurahan kacangan?
1.3. Tujuan Penelitian
Mendiskripsikan Gambaran Sanitasi Rumah Di Dukuh Kebonsari Kalurahan
Kacangan
6
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini peneliti harapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, meliputi :
1.4.1. Manfaat praktis
1.4.1.1. Peneliti
Melalui penelitian ini peneliti berharap dapat memperoleh
informasi tentang sanitasi rumah Di Dukuh Kebonsari
Kalurahan Kacangan
1.4.1.2. Institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan sanitasi rumah
sehat dan untuk bahan referensi adik tingkat.
1.4.2. Manfaat teoritis
1.4.2.1. Pengembangan ilmu
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti nyata
untuk menggambarkan tentang sanitasi rumah yang baik.
1.4.2.2. Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
sebagai data atau hasil riset untuk pengembangan penelitian
selanjutnya berkaitan dengan sanitasi ruma
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Sanitasi Rumah
1. Definisi
Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang
menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup
manusia (Widyati dan Yuliarsih, 2002). Menurut WHO , sanitasi
didefinisikan sebagai pengawasan faktor-faktor dalam lingkungan
fisik manusia yang dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan
terhadap perkembangan jasmani, maka berarti pula suatu usaha
untuk menurunkan jumlah penyakit manusia sedemikian rupa
sehingga derajat kesehatan yang optimal dapat dicapai. Sanitasi
rumah adalah pengendalian dari faktor-faktor lingkungan fisik
bangunan/gedung yang digunakan oleh manusia sebagai tempat
berlindung, beristirahat serta untuk melakukan kegiatan lainnya,
sehingga dapat menjamin kesehatan jasmani, rohani dan keadaan
sosial serta kelangsungan hidup bagi penghuninya (Dalimunthe,
2004).
8
2. Sarana Sanitasi Rumah
Menurut laporan MDGs tahun 2007 terdapat beberapa
kendala yang menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang
belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar.
Di antaranya adalah cakupan pembangunan yang sangat besar,
sebaran penduduk yang tak merata dan beragamnya wilayah
Indonesia, keterbatasan sumber pendanaan. Pemerintah selama ini
belum menempatkan perbaikan fasilitas sanitasi sebagai prioritas
dalam pembangunan. Faktor lain yang juga menjadi kendala adalah
kualitas dan kuantitas sumber air baku sendiri terus menurun akibat
perubahan tata guna lahan (termasuk hutan) yang mengganggu
sistem siklus air. Selain itu, meningkatnya kepadatan dan jumlah
penduduk di perkotaan akibat urbanisasi.
Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak
memenuhi syarat dapat menjadi faktor resiko terhadap penyakit
diare dan kecacingan. Diare merupakan penyebab kematian nomor
4 sedangkan kecacingan dapat mengakibatkan produktifitas kerja
dan dapat menurunkan kecerdasan anak sekolah, disamping itu
masih tingginya penyakit yang dibawa vektor seperti DBD,
malaria, pes, dan filariasis(Chandra, 2007) .
3. Sarana Air Bersih
9
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah dimasak. Air minum adalah air yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum. Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
b. Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan
0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l)
c. Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0
per 100 ml air)
Sarana air bersih yang biasa terdapat di Indonesia adalah : sumur
pompa, sumur air dalam, air PAM.
4. Jamban dan Pembuangan Tinja
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas
pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau
tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa
(cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan
air untuk membersihkannya (Proverawati, 2012). Jamban keluarga
adalah suatu fasilitas pembuangan tinja bagi suatu keluarga
(Depkes, 2009).
Menurut Notoatmodjo (2007), jamban atau latrine
merupakan tempat pembuangan kotoran manusia baik tinja maupun
10
air seni. Kotoran manusia (feces) adalah sumber penyebaran
berbagai macam penyakit seperti tifus, disentri, kolera, bermacam-
macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita), schistosomiasis dan
sebagainya. Sedangkan menurut Suyono & Budiman (2011),
beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja manusia
diantaranya kholera, disentri, tifus abdominalis, gastroenteritis,
polio mielitis anterior akuta, hepatitis infeksiosa, cacingan, antraks,
leptospirosis, skistosomiasis atau legionelosis.
Sementara menurut Slamet (2009) tinja dan urin manusia
berbahaya karena mengandung banyak kuman patogen, baik
berbentuk virus (Enter ovirus), bakteri (Coliform tinja, Salmonella
sp., Shigella sp., Vibrio cholera), protozoa (E. Histolytica) dan
metazoa (A. Lumbricoides).
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban
dengan syarat antara lain sebagai berikut, Soeparman dan Suparmin
(2004) :
a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin
memasuki mata air atau sumur, jarak jamban > 10 m dari sumur
dan bila membuat lubang jamban jangan sampai dalam lubang
tersebut mencapai sumber air.
c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
11
d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain. Kotoran
manusia yang dibuang harus tertutup rapat.
e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar atau bila memang
benar benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin.
f. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap
dipandang.
g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan
tidak mahal.
Ada 4 cara pembuangan tinja yaitu ( Notoatmojo, 2007):
a. Pembuangan tinja di atas tanah, pada cara ini tinja dibuang
begitu saja di atas permuakaan tanah, halaman rumah, di kebun,
di tepi sungai dan sebagainya. Cara demikian tentu sama sekali
tidak dianjurkan, karena dapat mengganggu kesehatan.
b. Kakus lubang gali (pit pravy), cara ini merupakan salah satu
yang paling mendekati persyaratan yang harus dipenuhi. Tinja
dikumpulkan di dalam tanah dan lubang di bawah tanah,
umumnya langsung terletak di bawah ± 90 cm = kedalaman
sekitar 2,5 m. Dinidngnya diperkuat dengan batu, dapat
ditembok ataupun tidak, macam kakus ini hanya baik digunakan
di tempat di mana air tanah letaknya dalam.
c. Kakus air (aqua privy), cara ini hampir mirip dengan kakus
lubang gali, hanya lubang kakus dibuat dari tangki yang kedap
air yang berisi air, terletak langsung di bawah tempat jongkok.
12
Cara kerjanya merupakan peralihan antara lubang kakus dengan
septic tank. Fungsi dari tank adalah untuk menerima,
menyimpan, mencernakan tinja serta melindunginya dari lalat
dan serangga lainnya. Bentuk bulat, bujur sangkar atau empat
persegi panjang diletakkan vertikal dengan diameter antara 90 –
120 cm.
d. Septic Tank, merupakan cara yang paling memuaskan dan
dianjurkan diantara pembuangan tinja dan dari buangan rumah
tangga. Terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air dimana
tinja dan air ruangan masuk dan mengalami proses dekomposisi.
Di dalam tangki, tinja akan berada selama 1-3 minggu
tergantung kapasitas tangki.
Pembuangan tinja yang buruk sekali berhubungan
dengan kurangnya penyediaan air bersih dan fasilitas kesehatan
lainnya. Kondisi-kondisi demikian ini akan berakibat terhadap
serta mempersukar penilaian peranan masing-masing komponen
dalam transmisi penyakit namun sudah diketahui bahwa
terhadap hubungan antara tinja dengan status kesehatan.
Hubungan keduanya dapat bersifat langsung ataupun tak
langsung. Efek langsung misalnya dapat mengurangi insiden
penyakit tertentu yang dapat ditularkan karena kontaminasi
dengan tinja, misalnya thypus abdominalis, kolera dan lain-lain,
sedanngkan hubungan tak langsung dari pembuangan tinja ini
13
bermacam-macam, tetapi umumnya berkaitan dengan
komponen-komponen lain dalam sanitasi lingkungan,
Notoatmodjo (2007).
5. Sarana Pembuangan Air Limbah
Buruknya kualitas sanitasi juga tercermin dari rendahnya
persentase penduduk yang terkoneksi dengan sistem pembuangan
limbah (sewerag system). Pegolahan air limbah dimaksudkan untuk
melindungi lingkungan hidup terhadap pencemaran air limbah
tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan mempunyai daya
dukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul karena
pencemaraan air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut
mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya,
sehingga air limbah perlu dibuang, Sarwono (2004).
Beberapa cara sederhana pengolahan air buangan antara
lain sebagai berikut, Sarwono (2004):
a. Pengenceran
Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi
yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air.
Tetapi, dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti
makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah
yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperluka air
pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat
dipertahankan lagi. Disamping itu, cara ini menimbulkan
14
kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-
badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya
menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti
selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnnya dapat
menimbulkan banjir.
b. Kolam Oksidasi
Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan
sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam
proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan kedalam
kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2
meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan
apapun. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan
didaerah yang terbuka, sehingga memungkinkan memungkinkan
sirkulasi angin dengan baik.
c. Irigasi
Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali,
dan air akan merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan
dindindg parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan
dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau
perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini
terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga,
perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, dan lain-lainya
15
dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi
yang diperlukan oleh tanam-tanaman.
6. Sarana Pembuangan Sampah
Sampah merupakan sisa hasil kegiatan manusia, yang
keberadaannya banyak menimbulkan masalah apabila tidak
dikelola dengan baik. Apabila dibuang dengan cara ditumpuk saja
maka akan menimbulkan bau dan gas yang berbahaya bagi
kesehatan manusia. Apabila dibakar akan menimbulkan polusi
udara. Kebiasaan membuang sampah disungai dapat
mengakibatkan pendangkalan sehingga menimbulkan banjir.
Dengan demikian sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat
menjadi sumber pencemar pada tanah, badan air dan udara,
Notoatmodjo (2007).
Berdasarkan asalnya, sampah digolongkan dalam dua
bagian yakni sampah organik ( sampah basah ) dan sampah
anorganik ( sampah kering ). Pada tingkat rumah tangga dapat
dihasilkan sampah domestik yang pada umumnya terdiri dari sisa
makanan, bahan dan peralatan yang sudah tidak dipakai lagi, bahan
pembungkus, kertas, plastik, dan sebagainya, Notoatmodjo (2007).
Teknik pengelolaan sampah yang baik menurut
Notoatmodjo ( 2007 ) diantaranya harus memperhatikan faktor-
aktor sebagai berikut :
a. Penimbunan sampah
16
b. Penyimpanan sampah
c. Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali
d. Pengangkutan
e. Pembuangan.
7. Metode Pengelolaan Sampah Akhir
Menurut Wahid Iqbal dan Nurul C. (2009) tentang tahap
pengelolaan dan pemusnahan sampah dilakukan dengan 2 metode:
a. Metode yang memuaskan
1) Metode Sanitary Landfill (lahan urug saniter), yaitu
pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah
kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah
sebagai lapisan penutup lalu dipadatkan. Cara ini
memerlukan persyaratan harus tersedia tempat yang luas,
tersedia tanah untuk menimbunnya, dan tersedia alat-alat
besar.
2) Inceneration (dibakar), yaitu memusnahkan sampah dengan
jalan membakar di dalam tungku pembakaran khusus.
Manfaat sistem ini volume sampah dapat diperkecil sampai
satu per tiga, tidak memerlukan ruang yang luas, panas yang
dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber uap, dan
pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal
jam kerja. Adapun akibat penerapan metode ini adalah
memerlukan biaya besar, lokasi pembuangan pabrik sulit
17
didapat karena keberadaan penduduk, dan peralatan peralatan
yang digunakan dalam incenerasi.
3) Composting (dijadikan pupuk), yaitu mengelola sampah
menjadi pupuk kompos; khususnya untuk sampah organik.
b. Metode yang tidak memuaskan
1) Metode Open Dumping, yaitu sistem pembuangan sampah
yang dilakukan secara terbuka. Hal ini akan menjadi masalah
jika sampah yang dihasilkan adalah sampah organik yang
membusuk karena menimbulkan gangguan pembauan dan
estetika serta menjadi sumber penularan penyakit.
2) Metode Dumping in Water, yaitu pembuangan sampah ke
dalam air. Hal ini akan dapat mengganggu rusaknya
ekosistem air. Air akan menjadi kotor, warnanya berubah,
dan menimbulkan sumber penyakit yang ditularkan melalui
air (water borne disease).
3) Metode Burning on premises (individual inceneration) yaitu
pembakaran sampah dilakukan di rumah-rumah tangga.
Sedang menurut SNI 19-2454-2002 tentang Teknik
Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, secara umum
teknologi pengolahan sampah dibedakan menjadi 3 metode yaitu
metode Open Dumping dan metode Sanitary Landfill (Lahan Urug
Saniter) seperti yang dikemukakan di atas serta metode Controlled
Landfill (Penimbunan terkendali). Controlled Landfill adalah
18
sistem open dumping yang diperbaiki yang merupakan sistem
pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan
penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA
penuh yang dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu.
Agar sampah tidak membahayakan kesehatan manusia, maka
perlu pengaturan pembuangannya, seperti penyimpanan sampah
yaitu tempat penyimpanan sementara sebelum sampah tersebut
dikumpulkan untuk diangkut serta dibuang (dimusnahkan). Untuk
tempat sampah tiap-tiap rumah isinya cukup 1 m3.
Tempat sampah
janganlah ditempatkan di dalam rumah atau pojok dapur, karena
akan menjadi gudang makanan bagi tikus-tikus sehingga rumah
banyak tikusnya.
Adapun syarat tempat sampah adalah sebagai berikut :
1) Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat
sehingga tidak mudah bocor, kedap air.
2) Tempat sampah harus mempunyai tutup, tetapi tutup ini
dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibuka,
dikosongkan isinya serta mudah dibersihkan. Sangat
dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau
ditutup tanpa mengotori tangan.
3) Ukuran tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah
diangkat oleh satu orang atau ditutup.
19
4) Harus ditutup rapat sehingga tidak menarik serangga atau
binatang-binatang lainnya seperti tikus, ayam, kucing
dan sebagainya.
8. Dampak Sanitasi Rumah
Menurut Chandra (2007) rumah atau tempat tinggal yang
buruk atau kumuh dapat mendukung terjadinya penularan penyakit
dan gangguan kesehatan, seperti:
a. Infeksi saluran napas
Contoh: common cold, TBC, influenza, campak, batuk rejan
(pertusis) dan sebagainya.
b. Infeksi pada kulit
Contoh: skabies, ring worm, impetigo dan lepra.
c. Infeksi akibat infestasi tikus
Contoh: pes dan leptospirosis.
d. Arthropoda
Contoh: infeksi saluran pencernaan (vektor lalat), relapsing
fever (kutu busuk) dan dengue, malaria serta kakai gajah
(vektor nyamuk).
e. Kecelakaan
Contoh: bangunan runtuh, terpeleset, patah tulang dan gegar
otak.
f. Mental
20
Contoh: neurosis, gangguan kepribadian, psikosomatis dan
ulkus peptikum.
2.2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan penelitian
yang serupa atau sama dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu
tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Sanitasi Rumah Terhadap
Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Di Dukuh Kebonsari Kelurahan
Kacangan. Penelitian lain yang berkaitan dengan Pendidikan Kesehatan yaitu:
Tabel 2.1. Keaslian Penelitian
Nama Peneliti Judul Peneliti Metode Penelitian Hasil Penelitian
Sofie Praditya Gambaran Sanitasi
Lingkungan Rumah
Tinggal Dengan Kejadian
Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD)
Di Kecamatan Sumbersari
Kabupaten Jember.2011
Metode penelitian
yang digunakan dalam
penelitian ini adalah
metode penelitian
survey dan survey
dalam penelitian ini
termasuk ke dalam
survey rumah tanga
(household survey).
Teknik pengambilan
data dilakukan dengan
cara menggunakan
lembar kuesioner dan
lembar observasi
Hasil penelitian
menunujukkan bahwa
terdapat beberapa rumah
penduduk yang pernah
menderita DBD termasuk
dalam kategori tidak sehat,
seperti: tidak terdapatnya
langit-langit, tempat
sampah yang tidak
memenuhi syarat (seperti:
tidak kedap air dan tidak
ada tutup) serta saluran
limbah yang langsung
dibuang ke sungai tanpa
melalui proses
pengolahan. Selain itu,
ditemukannya jentik
nyamuk dalam lubang
bambu, kebiasaan
menggantung baju, tidak
ada pemasangan kawat
kasa, tidak adanya
pemasangan kelambu di
21
kamar tidur dan tidak
dilakukannya penaburan
bubuk abate pada kamar
mandi yang jarang dikuras
Nur Ifka
Wahyuni
Faktor Risiko Sanitasi
Lingkungan Rumah
Terhadap Kejadian
Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD)
Di Wilayah Kerja
Puskesmas Limboto
Kecamatan Limboto
Kabupaten Gorontalo
Tahun 2013
Jenis penelitian yang
digunakan adalah
Survei analitik dengan
rancangan Case
Control study. Sampel
dalam penelitian ini
terdiri dari kasus 32
penderita DBD dan
kontrol
128 bukan penderita
DBD, dan populasi
berjumlah 160 jiwa di
Wilayah Kerja
Puskesmas
Limboto yang
ditentukan dengan
teknik Purposive
sampling
Hasil analisis besar risiko
Odds Ratio (OR)
menunjukkan variabel
yang merupakan faktor
risiko yaitu saluran
pembuangan air limbah
dengan nilai OR 1,42
(OR>1), dan hasil analisis
menunjukan variabel yang
bukan merupakan faktor
risiko yaitu variabel
penyediaan air bersih
dengan nilai OR 0,18
(OR<1) dan pengolahan
sampah padat dengan nilai
OR 0,39 (OR<1)
Yusuf A.T.
Ibrahim
Faktor Risiko Sanitasi
Lingkungan Rumah
Terhadap Kejadian
Malaria Di Wilayah Kerja
Puskesmas Biluhu
Kabupaten Gorontalo
Tahun 2013
Penelitian ini
merupakan penelitian
Observasional dengan
rancangan Kasus -
Kontrol.
Hasil penelitian
menunjukan bahwa
variabel yang dikatakan
faktor risiko adalah
keberadaan kandang
ternak dengan hasil
perhitungan OR=4,865,
keberadaan semak –
semak OR=3,281, dan
keberadaan genangan air
mendapatkan hasil
OR=7,500, sedangkan
penggunaan kawat kasa
pada ventilasi tidak dapat
dianalisis
22
Sanitasi Rumah 1. Sarana Air Bersih
2. Jamban dan
Pembuangan Tinja
3. Sarana Pembuangan
Air Limbah
4. Sarana Pembuangan
Sampah
5. Metode Pengolahan
Sampah
Dampak Sanitasi :
a. Infeksi saluran napas
b. Infeksi pada kulit
c. Infeksi akibat infestasi tikus
d. Arthropoda
e. Kecelakaan
f. Mental
2.3. Kerangka Teori
Gambar 2.1. Kerangka Teori
23
2.4. Kerangka Konsep
Sanitasi Rumah
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Metode
Pengolahan
Sampah
Jamban dan
Pembuangan
Tinja
Sarana Air
Bersih
Sarana
Pembuangan
Air Limbah
Sarana
Pembuangan
Sampah
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif yaitu berbentuk angka-angka
hasil perhitungan atau pengukuran. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Arikunto, 2006) yang mengemukakan penelitian kuantitatif adalah
pendekatan penelitian yang banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari
pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan
hasilnya. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kuantitatif.
3.2. Populasi
Menurut Arikunto (2006) populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah rumah yang berada di
Dukuh Kebonsari Desa Kacangan yang berjumlah 55 rumah.
3.3. Tehnik Sampling
Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah total sampling .Menurut Sugiyono (2009) bahwa, total sampling
merupakan teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel. Jadi penelitian ini menggunakan total sampling dengan
populasi 50 rumah . Dengan Kriteria Inklusi: semua rumah yang berada di
Dukuh Kebonsari Desa Kacangan dan bersedia menjadi responden serta
25
Kriteria Eksklusi: rumah penduduk yang kosong dan tidak berada di
tempat ketika dilakukan penelitian.
3.4. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian Di Dukuh Kebonsari Desa Kacangan dimulai dari Bulan
Januari – Maret 2015.
3.5. Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
3.5.1. Variabel penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Jadi yang dimaksud dengan
variabel penelitian dalam penelitian ini adalah segala sesuatu sebagai
objek penelitian yang ditetapkan dan dipelajari sehingga
memperoleh informasi untuk menarik kesimpulan. Variabel
penelitian ini adalah variabel tunggal, yaitu sanitasi rumah.
26
3.6. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Variabel Alat ukur Kriteria Skala
1 Sanitas
rumah
Kondisi Rumah
Yang Memenuhi
Syarat Kesehatan :
1. Sarana air
bersih.
Air bersih
adalah air yang
digunakan untuk
keperluan
sehari-hari yang
kualitasnya
memenuhi
syarat kesehatan
dan dapat
diminum apabila
telah dimasak
2. Jamban dan
pembuangan
tinja.
Jamban adalah
suatu ruangan
yang
mempunyai
fasilitas
pembuangan
kotoranmanusia
yang terdiri atas
tempat jongkok
atau tempat
duduk dengan
leher angsa
atautanpa leher
angsa
(cemplung) yang
dilengkapi
dengan unit
penampungan
kotoran dan air
untuk
membersihkann
Lembar
observasi
1. Sarana Air Bersih
a. Sarana air bersih dirumah
menggunakan :
1) PAM
2) Sumur dangkal
3) Sumur Dalam
b. Kualitas Air Secara Fisik
1) Berbau
2) Berasa
3) Berwarna
2. Jamban dan Pembuangan Tinja
a. Model tempat Pembuangan
Tinja:
1) Leher angsa
2) Cemplung/plengsengan
b. Cara pembuangan tinja:
1) Di atas tanah
2) Lubang gali
3) Kakus air
4) Septic tank
c. Jarak septik tank dengan
sumber air:
1) <10 m
2) ≥10 m
3. Sarana Pembuangan Air Limbah
melalui :
1) Pengenceran
2) Kolam oksidasi
3) Irigasi
4. Sarana Pembuangan Sampah
a. Cara pembuangan sampah
dengan:
1) Ditumpuk
2) Dibakar
3) Dibuang di sampah
b. Tekhnik pengelolaan sampah :
1) Ditimbun
2) Disimpan
3) Dikumpulkan, diolah dan
dimanfaatkan kembali
4) Diangkut
Nominal
27
ya
3. Sarana
pembuangan air
limbah.
Pegolahan air
limbah
dimaksudkan
untuk
melindungi
lingkungan
hidup terhadap
pencemaran air
limbah tersebut
4. Sarana
pembuangan
sampah.
Sampah
merupakan sisa
hasil kegiatan
manusia, yang
keberadaannya
banyak
menimbulkan
masalah apabila
tidak dikelola
dengan baik
5. Metode
pengelolaan
sampah akhir.
Agar sampah
tidak
membahayakan
kesehatan
manusia, maka
perlu pengaturan
pembuangannya,
seperti
penyimpanan
sampah yaitu
tempat
penyimpanan
sementara
sebelum sampah
tersebut
dikumpulkan
untuk diangkut
5. Metode Pengelolaan Sampah Akhir
a. Metode yang memuaskan :
1) Lahan urug saniter
2) Dibakar
3) Composting
b. Metode yang tidak memuaskan:
1) Open dumping/dibuang
terbuka
2) Dumping in water/dibuang
kedalam air
3) Burning on
premises/dibakar
28
serta dibuang
(dimusnahkan)
3.7.Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
observasi tentang sanitasi rumah yang terdiri dari Sarana Air Bersih : 2
pertanyaan, Jamban Dan Pembuangan Tinja : 3 pertanyaan, sarana
pembuangan air limbah : 1 pertanyaan, sarana pembuangan sampah : 2
pertanyaan, metode pengelolaan sampah Akhir : 2 pertanyaan. Lembar
observasi ini akan diisi oleh peneliti sesuai hasil pengamatan dan wawancara
kepada responden.
Cara pengumpulan data dimulai dengan mendapatkan ijin dari
pemerintahan desa setempat kemudian setelah keluar ijin dilakukan studi
pendahuluan dan pendataan secara sekilas. Kemudian dilakukan inform
konsen terhadap kesediaan responden untuk dilakukan penelitian. Setelah
didapat data responden kemudian diberikan kuesioner dan dilakukan
pengamatan terhadap sanitasi rumah oleh peneliti.
3.8.Tekhnik Pengolahan Data
Menurut Setiadi (2007) dalam proses pengolahan data penelitian
menggunakan langkah-langkah diantaranya:
3.8.1. Editing
Peneliti mengumpulkan dan memeriksa kembali pembenaran yang
telah diperoleh dari responden. Kegiatan yang dilakukan pada tahap
ini adalah menjumlah dan melakukan korelasi.
29
3.8.2. Coding
Merupakan tahap kedua setelah editing dimana peneliti memberikan
setiap kuesioner yang disebarkan untuk memudahkan dalam
pengolahan data.
3.8.3. Scoring
Peneliti memberikan skor untuk tiap-tiap pertanyaan dengan nilai
yang sudah dibakukan sesuai chek list.
3.8.4. Tabulating
Tabulasi adalah pengorganisasian data sedemikain rupa agar dengan
mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan dan
dianalisis. Dimana peneliti memasukkan data yang telah terkumpul ke
dalam tabel distribusi frekuensi.
3.9.Analisa Data
3.9.1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan pada tiap variabel dari
hasil penelitian. Dalam analisis ini menghasilkan distribusi frekuensi
dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Adapun variabel
yang dianalisis adalah : Sarana air bersih, jamban dan pembuangan
tinja, sarana pembuangan air limbah, pegolahan air limbah, sarana
pembuangan sampah, metode pengelolaan sampah akhir.
3.10. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi dari pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada
30
instansi tempat penelitian dalam hal ini Pemerintah Desa setempat atau
Kelurahan Kacangan. Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan
penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi :
3.10.1. Informed Concent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti
yang memenuhi criteria inklusi dan disertai judul penelitian, bila
responden menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap
menghormati hak-hak responden.
3.10.2. Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden, tetapi lembaran tersebut diberikan kode.
3.10.3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti. Hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneliti.
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Data Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penelitian terhadap
kondisi sanitasi lingkungan rumah tinggal dari 55 sampel penelitian di
Kecamatan Sumberlawang Desa Kacangan Dukuh Kebonsari didapat
hasil sebagai berikut:
4.1.1 Sarana Air Bersih
Tabel 4. 2 Gambaran sarana air bersih di Dukuh Kebonsari Desa
Kacangan
No Komponen f Persentase(%)
I Sarana Air Bersih
a. Sarana air bersih dirumah
a. PAM - -
b. Sumur Dangkal 55 100
c. Sumur Dalam - -
b. Kualitas air secara fisik
a. Berbau - -
b. Berasa - -
c. Berwarna - -
d. Tidak ada salah satu
diatas
55 100
Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa 100% penduduk
menggunakan air sumur dangkal dan kualitas air 100% tidak
berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
32
4.1.2 Jamban Dan Pembuangan Tinja
Tabel 4.3 Gambaran Jamban dan pembuangan tinja di Dukuh
Kebonsari Desa Kacangan
No Komponen f Persentase(%)
II Jamban dan pembuangan tinja
1. Model tempat pembuangan
a. Leher angsa 53 96
b. Cemplung 2 4
2. Carapembuangan tinja
a. Di atas tanah - -
b. Lubang gali - -
c. Kakus air 2 4
d. Septik tank 53 96
3. Jarak septik tank dg sumber
air
a. < 10 m 2 4
b. ≥ 10 m 52 96
Hasil observasi didapatkan penggunaan jamban dengan
leher angsa adalah sebesar 96 % dan pemakain septik tank 96%.
Sedangkan jarak sumur dengan septik tank standar kesehatan
≥10m 96%.
4.1.3 Sarana Pembuangan Air Limbah
Tabel 4.4 Gambaran sarana pembuangan air limbah di Dukuh
Kebonsari Desa Kacangan
No Komponen f Persentase(%)
III Sarana pembuangan air
limbah
a. Pengenceran - -
b. Kolam oksidasi - -
c. Irigasi 50 90
d. Lainnya 5 10
33
Hasil observasi menunjukkan sebagian besar(90%)
penduduk Dukuh Kebonsari menggunakan irigasi berupa selokan
air yang langsung meresap ketanah sebagai jalan pembuangan air
limbahnya.
4.1.4 Sarana Pembuangan Sampah
Tabel 4.5 Gambaran sarana pembuangan sampah di Dukuh
Kebonsari Desa Kacangan
No Komponen f Persentase(%)
IV Sarana pembuangan sampah
1. Cara pembuangan sampah
a. Ditumpuk - -
b. Dibakar 55 100
c. Di buang disungai - -
2. Tekhnik pembuangan sampah
a. Ditimbun 55 100
b. Disimpan - -
c. Dikumpulkan,diolah dan
dimanfatkan
- -
d. Diangkut - -
Cara pembuangan sampah 100% dilakukan dengan cara di
bakar. Teknik pembuangan sampahnya 100% ditimbun dilubang
galian untuk selanjutnya dilakukan pembakaran
Hasil observasi menunjukkan, kebiasaan membuang
sampah di Dukuh Kebonsari dengan cara dibuang di lubang
sampah dekat rumah untuk kemudian dilakukan pembakaran
secara terbuka.
34
4.1.5 Metode Pengolahan Sampah
Tabel 4.3 Gambaran sarana pengolahan sampah di Dukuh
Kebonsari Desa Kacangan
No Komponen f Persentase(%)
V Metode Pengolahan
Sampah
1. Yang memuaskan
a. Lahan uruk saniter - -
b. Dibakar 52 94
c. Composting 3 6
2. Yang tidak memuaskan
a. Dibuka terbuka 3 6
b. Dibuang kedalam
air
- -
c. Dibakar 52 94
Dari tabel didapatkan pengolahan sampah 94% dibakar.
Penduduk belum pernah melakukan pengolahan sampah untuk
bisa digunakan lagi secara benar. Ada 6% responden membuang
sampah di lahan galian terbuka untuk kemudian dijadikan
kompos.
35
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah Tinggal
Dari hasil penilaian rumah tinggal berdasarkan wawancara sekaligus
observasi langsung dapat kami jelaskan sebagai berikut :
5.1.1 Sarana air bersih
Dari hasil observasi responden 100% menggunakan sumur
dangkal sebagai sumber air bersih.
Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air
permukaan tanah, lumpur akan tertahan demikian pula dengan
sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih. Air tanah dangkal
akan terdapat pada kedalaman 15 meter. Air tanah dangkal ini bisa
dimanfaatkan sebagai sumber air minum melalui sumur-sumur
dangkal. Dari segi kualitas agak baik sedangkan kuantitasnya kurang
cukup dan tergantung pada musim (Harmayani & Konsukartha, 2007).
Berdasarkan observasi penelitian terhadap kualitas fisik air
didapat hasil bahwa air tanah dangkal di dusun kebonsari 100% tidak
berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
Syarat fisik air menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
416 tahun 1990 dan PerMenKes Nomor 492 tahun 2010 tentang
persyaratan kualitas air minum menyatakan bahwa air yang layak
dikonsumsi dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air
36
yang mempunyai kualitas yang baik sebagai sumber air minum
maupun air baku (air bersih), antara lain harus memenuhi persyaratan
secara fisik yaitu tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
Bau dan rasa pada air biasanya terjadi secara bersamaan. Bila
suatu air iru berbau dan berasa hal itu bisa menunjukkan adanya bahan
organik yang membusuk, bisa berupa organisme mikroskopik serta
persenyawaan kimia yang menunjukkan air itu tidak layak
dikonsumsi. Sedangkan jika air itu berwarna menunjukkan terdapat
partikel-partikel penyebab kekeruhan dan bisa juga akibat dari
penguraian zat organik alami yang bisa dipastikan bahwa air yang
berwarna tidak layak dikonsumsi bagi manusia (Sutrisno, 2004).
5.1.2 Jamban Dan Pembuangan Tinja
Berdasarkan observasi penelitian didapat hasil penilaian bahwa
sebesar 96% model tempat pembuangan kotoran menggunakan model
leher angsa.
Jamban leher angsa mempunyai keuntungan yaitu lebih sehat,
bersih dan mempunyai nilai keleluasaan pribadi yang tinggi.
Timbulnya bau dapat dicegah oleh genangan air dalam leher angsa.
Bisa ditempatkan di luar atau di dalam rumah, dan aman dipakai bagi
anak-anak(Esti, 2000).
Hasil observasi tentang masalah jamban di Dukuh Kebonsari
masih ada data keberadaan model cemplung sebanyak 4% atau dua
rumah tangga. Model jamban yaitu tempat jongkok diatas lubang
37
penampungan kotoran dilengkapi tutup. Keuntungan dari jenis jamban
cemplung yaitu, dapat dibuat dengan biaya murah dan dapat dibuat
disetiap tempat (Entjang, 2000). Kondisi responden yang
menggunakan jamban cemplung karena penduduk yang mempunyai
rumah tersebut bersifat mengontrak tanah pasar, sehingga sarana
pembuangan tinja dibuat seadanya. Kondisi tersebut tidak
memungkinkan untuk membuat jamban secara sehat dan bisa
menimbulkan masalah kesehatan apabila lingkungan sekitar tempat
pembuangan tinja tidak dijaga kebersihanya.
Hasil observasi juga menunjukkan penggunaan septik tank
sebanyak 96%. Bangunan septic tank yang dibuat responden
diwilayah Dukuh Kebonsari Desa Kacangan biasanya terdiri dari dua
bak tapi ada pula yang terdiri atas satu bak saja dengan mengatur
sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau
tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air
kotor di dalam bak tersebut. Dalam bak bagian pertama akan terdapat
proses penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak
terdapat tiga macam lapisan yaitu: lapisan yang terapung, yang terdiri
atas kotoran-kotoran padat dan lapisan cair serta lapisan endap.
Dalam penggunaan septik tank ini terdapat keuntungan dan
kerugian. Keuntungannya adalah, bangunan kuat, biaya pembuatan
murah, kotoran tidak mencemari lingkungan. Sedang kerugiannya
adalah, membutuhkan biaya pengurasan, dibutuhkan perawatan agar
38
tidak tersumbat, tergantung dari muka air tanah dan memerlukan lahan
yang cukup luas (DIMSUM, 2008)
Sebagian besar jarak septik tank dengan sumber air sudah
memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 96 % jaraknya ≥10m,
bahkan ada yang berjarak 13 m. Tetapi terdapat 2 rumah yang
mempunyai jarak antara septik tank dengan sumur 7m dan 6 m, hal ini
dikarenakan luas tanah yang ditempati kurang dari 10m2, sehingga
tidak memungkinkan untuk membuat tempat penampungan sesuai
dengan syarat kesehatan.
Agar sumur terhindar dari pencemaran maka yang harus
diperhatikan adalah jarak sumur dengan jamban, lubang galian untuk
air limbah, dan sumber-sumber pengotoran lainnya. Jarak tersebut
tergantung pada keadaan serta kemiringan tanah, lokasi sumur pada
daerah yang bebas banjir, jarak sumur >11 meter dari sumber
pencemaran seperti kakus, kandang ternak, tempat sampah, dan
sebagainya. Selain itu konstruksinya dibuat lebih tinggi dari sumber
pencemaran (Harmayani dan Konsukartha, 2007).
5.1.3 Sarana pembuangan air limbah
Berdasarkan kegiatan observasi penelitian didapat hasil
penilaian bahwa sebesar 90% kondisi saluran pembuangan air limbah
rumah responden di kawasan Dukuh Kebonsari dialirkan ke selokan
terbuka yang bermuara ke gorong-gorong. Saluran pembuangan air
limbah responden terbuat dari bahan tembok yang disemen dan
39
berfungsi untuk mengalirkan air limbah ke selokan lingkungan.
Selokan lingkungan di wilayah Kebonsari Desa Kacangan tidak dibuat
permanen. Air limbah yang dibuang jika sampai ke selokan langsung
terserap tanah, karena tidak ada air yang mengalir disitu.
Secara tekhnis, cara pembuangan air limbah rumah tangga yang
disalurkan kedalam selokan kurang menunjang sanitasi yang sehat.
Hal ini dikarenakan bila keadaan saluran pembuangan air limbah tidak
mengalir lancar, dengan bentuk SPAL (Saluran Pembuangan Air
Limbah) yang tidak tertutup dibanyak tempat sehingga air limbah
menggenang ditempat terbuka berpotensi sebagai berkembang biak
vektor dan bernilai negatif dari aspek estetika(Soejadi,2003).
Limbah rumah tangga berdasarkan panduan Tekhnologi Tepat
Guna yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Riset Dan Tekhnologi,
tempat mandi dan cuci dibuat dari batu bata, campuran semen dan
pasir. Penampang dibuat dengan saluran got dan dibuat penampung
resapan yang diberi kerikil dan pasir. Sehingga limbah yang melewati
bak kontrol langsung ditampung kembali pada sumur resapan.
Sedangkan 10% sisanya tidak memiliki saluran pembuangan air
limbah/air hujan sehingga air tergenang tidak teratur di halaman
belakang rumah. Apalagi dari responden masih terdapat lima rumah
tangga yang membuang air limbah langsung ketanah perkebunan alias
tanpa ada galian. Hal ini akan lebih banyak beresiko mencemari
lingkungan.
40
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Notoadmodjo (2003), air limbah adalah sisa air yang di buang yang
berasal dari rumah tangga, industri dan pada umumya mengandung
bahan atau zat yang membahayakan. Sesuai dengan zat yang
terkandung didalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah
terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat
dan lingkungan hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran
penyakit.
5.1.4 Sarana pembuangan sampah
Hasil kegiatan observasi dan wawancara penelitian didapat
hasil penilaian bahwa sebesar 100% kondisi sarana pembuangan
sampah (tempat sampah) rumah responden di kawasan Dukuh
Kebonsari adalah terbuka dalam lubang galian tanah kemudian
dibakar.
Di Dukuh Kebonsari belum disosialisasikan mengenai
pembuatan bak sampah rumah tangga yang bisa terdiri dari dua bak
sampah, yaitu bak sampah organik dan bak sampah non organik.
Responden membuang sampah dilingkungan sekitar dengan cara
membuat lubang galian penampung sampah untuk kemudian sampah
itu dibakar, dengan cara pembakaran sampah kering atau dengan cara
individual incenerator, yaitu sampah dari rumah dikumpulkan sendiri
kemudian dibakar sendiri. Pembakaran sampah ini harus dilakukan
dengan baik sebab bila tidak asapnya dapat mengotori udara dan bila
41
tidak terbakar sempurna sisanya berceceran kemana-mana (Entjang,
2000).
Dari hasil observasi dan wawancara dengan penduduk dusun
Kebonsari, tehnik pembuangan sampah 100% dengan cara ditimbun
dan 6% diantaranya melakukan penimbunan sampah yang kemudian
digunakan sebagai kompos.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari
campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial
oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan
yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (modifikasi dari
J.H.Crawford, 2004). Kompos memiliki banyak manfaat ditinjau dari
beberapa aspek yaitu dari aspek ekonomi, aspek lingkungan dan aspek
bagi tanah dan tanaman.
Dari aspek ekonomi yaitu menghemat biaya untuk transport dan
penimbunan limbah, mengurangi volume/ukuran limbah, memiliki
nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya, bahan yang
dipakai tersedia tidak perlu membeli, dan masyarakat dapat
membuatnya sendiri tidak memerlukan peralatan dan instalasi yang
mahal.
Dari aspek lingkungan sendiri meliputi dapat mengurangi polusi
udara karena pembakaran, mengurangi kebutuhan lahan untuk
penimbunan, dan merupakan jenis pupuk yang ekologis dan tidak
merusak lingkungan.
42
Dan yang terakhir dari aspek bagi tanah/tanaman yaitu dapat
meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur dan
karakteristik tanah, meningkatkan kapasitas serap air tanah,
meningkatkan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan kualitas hasil
panen (rasa, nilai gizi dan jumlah panen), menyediakan hormon dan
vitamin bagi tanaman, menekan pertumbuhan/serangan penyakit
tanaman, dan meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.
5.1.5 Metode Pengolahan Sampah
Pengolahan sampah yang dilakukan sebagian besar responden
adalah dengan membakar 94%. Sedangkan 6% responden
menggunakan sampah dengan ditimbun untuk digunakan sebagai
pupuk atau composting. Responden yang membuat kompos adalah
mereka yang mempunyai lahan sawah sendiri, sehingga terkadang
menggunakan kompos yang terdapat dihalaman belakang rumah untuk
pupuk tanaman disawah. Akan tetapi dari hasil onservasi dalam
pembuatan kompos belum terlalu dipisahkan bahan-bahan yang
organik dengan non organik, sehingga kompos yang biasanya dibuat
masih tercampur dengan bahan-bahan yang tidak bisa terurai dengan
baik.
Menurut Wahid Iqbal dan Nurul C. (2009) tentang tahap
pengelolaan dan pemusnahan sampah dilakukan dengan metode yang
memuaskan, yaitu dengan dibakar (incenerator) dan dijadikan pupuk
(composting). Kelebihan dengan dibakar diantaranya adalah dapat
43
memusnahkan banyak materi yang mengandung karbon dan patogen,
reduksi volume mencapai 80-90%, hasil pengolahan tidak dikenali
sebagai bentuk aslinya dan panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan
kembali untuk menhasilkan uap. Sedangkan kekurangan dengan
dibakar adalah emisi udaranya menghasilkan bahan pencemar
terutama dioksin dan fluran yang oleh WHO dinyatakan karsiogenik,
perlu tenaga operator yang terampil, resiko timggi terhadap operator
karena panas dan potensi kebakaran, sulit menguji patogen secara
rutin dan fly-ash (abu) dari incenerator termasuk kategori limbah
berbahaya.
Sedangkan dengan composting (dijadikan pupuk) mempunyai
kelebihan yaitu penggunaan lahan yang lebih sempit, setelah selesai
dikelola hasilnya dapat digunakan untuk pupuk tanaman dan
merupakan cara yang relatiif murah untuk jumlah sampah yang besar
akan tetapi dengan fluktuasi sampah yang kecil. Dan untuk
kekurangan dari metode composting itu sendiri adalah memerlukan
biaya investasi awal yang jauh lebih besar, memerlukan biaya
operasional yang relatif tinggi, bahan yang tidak dapat diolah menjadi
pupuk kompos terpaksa harus menjadi sampah lagi, dan untuk
kebutuhan jangka panjang cara ini tidak efektif karena pada masa
yang akan datang jumlah sampah yang tidak dapat diolah menjadi
pupuk kompos menjadi lebih besar.
44
Pengolahan sampah penduduk Dusun Kebonsari yang tidak
memuaskan adalah 10% dengan dibuang terbuka (open dumping).
Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara
pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada
suatu lokasi, dibiarkan terbuka tampa pengamanan dan ditinggalkan
setelah lokasi tersebut penuh. Cara ini tidak direkomendasikan lagi
mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat
ditimbulkannya seperti (SKSNI T-11-1991-03) meliputi:
ü Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll.
ü Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan,
ü Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul,
ü Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor.
45
BAB VI
PENUTUP
6.1. Simpulan
1. Sarana air bersih penduduk dusun Kebonsari 100% bersumber dari sumur
dangkal.
2. Kualitas fisik dari air bersih sumur dangkal dusun Kebonsari 100% tidak
berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
3. Model tempat pembuangan tinja penduduk dusun Kebonsari 96% dengan
model leher angsa, sedangkan 4% menggunakan model cemplung.
4. Cara pembuangan tinja penduduk dusun Kebonsari 96% dengan septic
tank dan 4% dengan kakus air.
5. Jarak septic tank dengan sumber air yang dimiliki penduduk dusun
Kebonsari 96% ≥10m dan ada 4% yang jaraknya ≤10m.
6. Sarana pembuangan air limbah penduduk dusun Kebonsari 90% dengan
irigasi dam 10% dibiarkan tergenang tak beraturan di belakang rumah.
7. Cara pembuangan sampah penduduk dusun Kebonsari 100% dengan
dibakar.
8. Teknik pembuangan sampah penduduk dusun Kebonsari 100% dengan
cara ditimbun.
9. Metode pengolahan sampah penduduk dusun Kebonsari dengan cara
memuaskan 94% dengan dibakar dan 6% dengan composting, sedangkan
yang tidak memuaskan 90% dengan dibakar dan 10% dibiarkan terbuka.
46
6.2. Saran
1. Bagi Peneliti
Mampumemahami kondisi lingkungan sekitar yang tergolong mampu
mendukung terciptanya sanitasi yang bersih dan sehat.Dan
memberikan saran dan solusi tentang kondisi lingkungan yang belum
mampu mendukung sanitasi yang sehat, terutama saran menutup WC
cemplung dan segera membakar sampah yang di timbun.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan mampu membuat dan mensosialisasikan pentingnya bak
sampah untuk mencegah lingkungan yang tidak sehat dimulai dari
sosialisasi pihak kelurahan sebagai steak holder yang bertanggung
jawab terhadap kondisi sanitasi rumah yang mendukung terciptanya
lingkungan sehat.
3. Pengembangan ilmu
Diharapkan dengan gambaran tentang kondisi sanitasi rumah di Dukuh
Kebonsari Desa Kacangan mampu memberikan solusi tentang kondisi
rumah sehat yang lebih baik lagi.
4. Bagi Peneliti selanjutnya
Agar bisa melakukan penelitian lebih baik dengan mencakup populasi
yang lebih besar, sehingga mampu menandaskan tentang kondisi
sanitasi suatu daerah tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2010), hlm. 172.
Azwar, Syaifudin. 2005. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar Achmadi, Umar, Fahmi. 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Buku
Kompas, Jakarta.
Atikah Proverawati dan Eni Rahmawati, 2012, Perilaku Hidup Bersih & Sehat
(PHBS), Yogyakarta: Nuha Medika
Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
DKK Sragen. 2010. Profil Dinas Kabupaten Sragen Tahun 2010. DKK. Sragen.
File:///1:datainternetTBC/rumahsehatdalamlingkunganyangsehat.html
(Diakses tanggal 2 Oktober 2011)
Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia. (Jakarta : 2012)
Departemen Kesehatan. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
Bidang Biomedis. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013
Depkes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta
DIMSUM Indonesia.2008.Water and Sanitation:Tangki Septik. Surabaya. Institut
Teknologi Sepuluh November.
http://www.dimsum.its.ac/id/id/?page_id=88(6 Oktober 2011)
Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya Bakti.
Bandung
Esti, Haryanto Sahar. 2000 Buku Panduan Air dan Sanitasi, Pusat Informasi
Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss
Development Cooperation, Jakarta
Hindarto, Probo. 2007.Inspirasi Rumah Sehat di Perkotaan. Yogyakarta. Andi
Offset
Kusnoputranto, Haryoto. 2000. Kesehatan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama..
Jakarta
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung,:
Remaja Rosdakarya,2009) hlm. 9
Munif, Arifin. Rumah Sehat. (Lumajang : 2009). Diakses 07 maret 2014 ;
http//www.inspeksisanitasi.blogspot.com
Nusa Putra dan Ninin Dwilestari, “Penelitian Kualitatif ; Pendidikan Anak Usia
Dini”,(Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2012), hlm. 87
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat ; Prinsip-prinsip
Dasar. Jakarta : Rineka Cipta
--------------------------------. 2007. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Perilaku
Kesehatan. Yogyakarta. Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2007a). Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
---------------------- (2007b). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta
Rahmawati, E & Proverawati, A., 2012. Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS).
Nuha Medika Yogyakarta
Slamet, J. 2004. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
_______. 2009. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendeketan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), (Bandung : Alfabeta, 2009), cet. IX, hlm. 329
Soeparman & Suparmin. 2004. Pembuangan Tinja & Limbah Cair: Suatu
Pengantar.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sastra, S.,Marlina,E.2005. Perencanaan Dan Pengembangan Perumahan; Sebuah
Konsep, Pedoman Dan Strategi Perencanaan Dan pengembangan
Perumahan. Yogyakarta: penerbit ANDI
Standar Nasional Indonesia Nomor SNI-19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik
Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, Badan Standar Nasional
(BSN).
Setiadi. 2007. Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Soedjadi, K. 2003. Upaya Sanitasi Lingkungan di Pondok Pesantren Ali Maksum
Almunawir dan Pandanaran Dalam Penanggulangan Penyakit
Skabies.Jurnal Kesehatan Lingkungan. Surabaya
Sutrisno, Totok C, dkk. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta
Wulandari, S. 2012. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri
Semarang
Wahid dan Nurul C. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi.
Salemba
Yuwono, B. (2009). Memantau Pembangunan Perkotaan dengan RPIJ M. Cipta
Karya
.