gagal nafas

28
PENDAHULUAN 1 Distress pernafasan adalah suatu keadaan sistem respirasi melakukan kompensasi untuk memperbaiki pertukaran gas yang menurun dalam paru serta mempertahankan oksigenasi dan ventilasi. Gagal nafas adalah suatu sindrom dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan pertukaran gas yaitu oksigenasi dan pengeluaran karbon dioksida. Gagal napas dapat terjadi secara akut atau kronis. Gagal nafas akut adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa dimana analisa gas darah arterial dan status asam basa berada dalam batas yang membahayakan. Gagal nafas kronik terjadi secara perlahan dan gejalanya kurang jelas. Adanya kegagalan pernafasan dinyatakan apabila paru-paru tidak dapat lagi memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan karbon dioksida. Ada beberapa tingkatan dari gagal pernafasan, dan dapat terjadi secara akut atau secara kronik. Kegagalan pernafasan kronik menyatakan gangguan fungsional jangka panjang yang menetap selama beberapa hari atau bulan dan mencerminkan adanya proses patologis yang mengarah kepada kegagalan dan proses komplikasi untuk menstabilkan keadaan. Gas-gas dalam darah dapat sedikit abnormal atau dalam batas normal pada saat istirahat, tetapi dalam keadaan di mana kebutuhan meningkat seperti pada sewaktu latihan maka gas-gas darah dapat jauh dari batas normal. Peningkatan kerja pernafasan mengurangi cadangan pernafasan dan pengurangan

Upload: anggunnandaretnita

Post on 01-Dec-2015

62 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

gaktau

TRANSCRIPT

Page 1: Gagal Nafas

PENDAHULUAN1

Distress pernafasan adalah suatu keadaan sistem respirasi melakukan kompensasi

untuk memperbaiki pertukaran gas yang menurun dalam paru serta mempertahankan

oksigenasi dan ventilasi.

Gagal nafas adalah suatu sindrom dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan

pertukaran gas yaitu oksigenasi dan pengeluaran karbon dioksida. Gagal napas dapat

terjadi secara akut atau kronis. Gagal nafas akut adalah suatu keadaan yang mengancam

jiwa dimana analisa gas darah arterial dan status asam basa berada dalam batas yang

membahayakan. Gagal nafas kronik terjadi secara perlahan dan gejalanya kurang jelas.

Adanya kegagalan pernafasan dinyatakan apabila paru-paru tidak dapat lagi

memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan

pembuangan karbon dioksida. Ada beberapa tingkatan dari gagal pernafasan, dan dapat

terjadi secara akut atau secara kronik. Kegagalan pernafasan kronik menyatakan gangguan

fungsional jangka panjang yang menetap selama beberapa hari atau bulan dan

mencerminkan adanya proses patologis yang mengarah kepada kegagalan dan proses

komplikasi untuk menstabilkan keadaan. Gas-gas dalam darah dapat sedikit abnormal atau

dalam batas normal pada saat istirahat, tetapi dalam keadaan di mana kebutuhan meningkat

seperti pada sewaktu latihan maka gas-gas darah dapat jauh dari batas normal. Peningkatan

kerja pernafasan mengurangi cadangan pernafasan dan pengurangan aktivitas fisik adalah

dua mekanisme utama untuk mengatasi insufisiensi pernafasan kronik.

Kegagalan pernafasan akut secara numerik didefinisikan bila PaO2 ≤ 50 sampai 60

mmHg atau dengan kadar CO2 ≥ 50 mmHg dalam keadaan istirahat pada ketinggian

permukaan laut. Alasan pemakaian definisi numerik berdasarkan gas-gas darah ini karena

batas antara insufisiensi pernafasan kronik dan kegagalan pernafasan tidak jelas dan tidak

bisa berdasarkan observasi klinis saja. Sebaliknya, harus diingat bahwa definisi

berdasarkan gas-gas darah ini tidak bersifat absolut. Makna dari angka-angka ini

tergantung dari riwayat penyakit terdahulu. Orang yang sebelumnya dalam keadaan sehat

yang kemudian mengalami kelainan gas-gas darah setelah mengalami kecelakaan hampir

tenggelam dapat diperkirakan akan jatuh ke dalam keadaan koma, sedangkan penderita

PPOM dapat melakukan kegiatan fisik dalam batas tertentu seperti dalam keadaaan gas

darah yang sama.

Secara klinis gagal nafas dapat berupa hipoksemia (PO2 < 60 mmHg at sea level),

karena kekurangan oksigen di dalam darah; hiperkarbia (PCO2 > 45 mmHg) karena

Page 2: Gagal Nafas

kelebihan karbon dioksida di dalam darah; atau yg lebih sering gabungan di antara

hipoksemia dan hiperkarbia. Gagal nafas diklasifikasikan sebagai hipoksemik, hiperkarbik

atau keduanya.

DEFINISI1

Penyakit gawat paru adalah suatu keadaan pertukaran gas dalam paru terganggu,

yang bila tidak segera diatasi akan menyebabkan suatu keadaan yang disebut gagal nafas

akut; yang ditandai dengan menurunnya kadar oksigen di arteri (hipoksemia) atau naiknya

kadar carbón dioksida (hiperkarbia) atau kombinasi keduanya.

Kriteria diagnosis untuk pasien yang bernafas pada udara kamar adalah:

1) PaO2 kurang dari 60 mmHg,

2) PaCO2 lebih dari 45 mmHg tanpa ada gangguan alkalosis metabolik primer

Gagal nafas dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit gawat paru baik

akut maupun kronis yang menjadi akut kembali (acute on chronic).

FISIOLOGI1

Proses respirasi normal memerlukan fungsi dari 5 komponen yang berbeda :

1. Sistem Saraf. Ini adalah pusat kontrol respirasi,dan ia terdiri daripada nuklei dorsal

dan ventral sistem respirasi medulla, beserta cabang-cabang afferent dan efferent.

Kesemua komponen ini bekerja bersama-sama korteks serebral untuk menentukan

respiratory rate dan breathing effort. Sebarang kegagalan respirasi yang

menyebabkan disfungsi central control system bisa dianggap sebagai controller

dysfunction,atau central apnea.

2. Otot-otot (the pump). Otot-otot dari proses inspirasi terdiri dari yang paling utama

adalah diafragma, tetapi otot-otot aksesoris turut bekerja, termasuklah internal

intercostals, suprasternal, dan sternokleidomastoid,serta otot-otot dinding dada,

yang bekerja dengan menurunkan tekanan di dalam ruang pleura, menjadikan

pressure gradient diantara pembukaan airway dan kompartmen alveolar, yang

menyebabkan gas mengalir ke dalam paru-paru. Kegagalan respirasi yang

menyebabkan disfungsi respiratory pump disebut sebagai pump dysfunction.

Sewaktu kondisi normal, hanya elastic recoil yang diperlukan untuk ekspirasi,

tetapi pada kegagalan respirasi, otot-otot aksesoris ekspirasi diperlukan.

3. Jalan Pernafasan. Ini terdiri daripada saluran napas atas, cartilaginous bronki, dan

saluran napas kecil distal kepada terminal bronkiol, yang bisa menbawa udara

Page 3: Gagal Nafas

dangan cepat kedalam dan keluar kompartmen alveolar dimana proses pertukaran

gas bisa terjadi. kegagalan respirasi ditandai dengan penyakit-penyakit yang

menyebabkan obstruksi atau disfungsi saluran napas.

ETIOLOGI1,2

Penyebab gagal napas dapat digolongkan sesuai kelainan primernya dan komponen sistem

pernapasan yaitu:

1. Gangguan sistem saraf pusat (SSP)

- Berbagai gangguan farmakologi, struktur dan metabolik pada SSP dapat

mendepresi dorongan untuk bernapas

- Hal ini dapat menyebabkan gagal napas hipoksemi atau hiperkapni yang akut

maupun kronis

- Contohnya adalah tumor atau kelainan pembuluh darah di otak, overdosis

narkotik atau sedatif, gangguan metabolik seperti miksedema atau alkalosis

metabolik kronis

2. Gangguan sistem saraf perifer, otot pernapasan dan dinding dada

- Gangguan pada kelompok ini adalah ketidakmampuan untuk menjaga tingkat

ventilasi per menit sesuai dengan produksi CO2

- Dapat meyebabkan hipoksemi dan hiperkapni

- Contohnya sindrom Guillan-Barre, distropi otot, miastenia gravis,

kiposkoliosis berat dan obesitas

3. Abnormalitas jalan napas

- Obstruksi jalan napas yang berat adlah penyebab umum hiperkapni akut dan

kronis

- Contonhnya epiglotitis, tumor yang menenai trakea, penyakit paru obstruktif

kronis, asma dan kistik fibrosis

4. Abnormalitas alveoli

- penyakit yang ditandai oleh hipoksemi walaupun kompliksi hiperkapni dapat

terjadi

- contohnya adalah edema pulmoner kardiogenik dan nonkardiogenik,

pneumonia aspirasi, perdarahan paru yang masif

- gangguan ini berhubungan dengan shunt intrapulmoner dan peningkatan

kerja pernapasan

Page 4: Gagal Nafas

5. Penyebab umum gagal napas tipe I (hipoksemi)

- Emfisema dan bronkitis

kronis (PPOK)

- Pneumonia

- Edema pulmoner

- Asma

- Pneumothorak

- Emboli paru

- Hipertensi arteri pulmoner

- Pneumokoniosis

- Penyakit paru granuloma

- Penyakit jantung kongenital

sianosis

- Bronkiekstasi

- Sindrom distres pernapasan

akut

- Sindrom emboli lemak

- Kiposkoliosis

- Obesitas

6. Penyebab umum gagal napas tipe II (hiperkapni)

- Emfisema dan bronkitis

kronis (PPOK)

- Asma yang berat

- Overdosis obat

- Keracunan

- Miastenia gravis

- Polineuropati

- Kelainan otot primer

- Porphiria

- Kordotomi servikal

- Trauma kepala dan servikal

- Hipoventilasi alveolar

primer

- Sindrom hipoventilasi pada

obesitas

- Edema pulmoner

- Sindrom distres pernapasan

akut

- Miksedema

- Tetanus

PATOFISIOLOGI

Gagal nafas dapat disebabkan oleh kelainan intrapulmoner maupun ekstrapulmoner.

Kelainan intrapulmoner meliputi kelainan pada saluran nafas bawah, sirkulasi pulmoner,

jaringan interstitial dan daerah kapiler alveolar. Sedangkan ekstrapulmoner berupa

kelainan pada pusat nafas, neuromuskular, pleura maupun saluran nafas atas.

Pemahaman mengenai patofisiologi gagal nafas merupakan hal yang sangat penting

di dalam hal penatalaksanaannya nanti. Secara umum terdapat 4 dasar mekanisme

gangguan pertukaran gas pada sistem respirasi, yaitu2,3,4 :

1. Hipoventilasi

2. Right to left shunting of blood

3. Gangguan difusi

4. Ventilation/perfusion mismatch, V/Q mismatch

Page 5: Gagal Nafas

Gambar 1 V/Q normal

Gambar 2 Unit pirau, tidak ada ventilasi tetapi perfusi normal, sehingga

perfusi terbuang sia-sia (V/Q=0)

Dari keempat mekanisme di atas, kelainan extrapulmoner menyebabkan

hipoventilasi sedangkan kelainan intrapulmoner dapat meliputi seluruh mekanisme

tersebut.

Sesuai patofisiologinya gagal nafas dapat dibedakan dalam 2 bentuk yaitu

hipoksemik atau kegagalan oksigenasi dan hiperkapnik atau kegagalan ventilasi.

1. Kegagalan Oksigenasi (Gagal Nafas Tipe I/Hipoksemik)2,3,4

Gagal nafas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah, ditandai

dengan PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau menurun. Gagal nafas tipe I ini terjadi pada

kelainan pulmoner dan tidak disebabkan oleh kelainan ekstrapulmoner. Mekanisme

terjadinya hipoksemia terutama terjadi akibat :

- Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah mengalir ke bagian

paru yang ventilasinya buruk atau rendah. Keadaan ini paling sering. Contohnya

adalah posisi (terlentang di tempat tidur), ARDS, atelektasis, pneumonia, emboli

paru, displasia bronkopulmonal.

Page 6: Gagal Nafas

- Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membran alveolar atau

pembentukan cairan interstitial pada sambungan alveolar-kapiler. Contohnya

adalah edema paru, ARDS, pneumonia interstitial.

- Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area paru-paru yang tidak

pernah mengalami ventilasi. Contohnya adalah malvormasi arterio-vena paru,

malvormasi adenomatoid kongenital.

Penderita dengan gagal nafas tipe hipoksik dapat dibagi ke dalam: gangguan

pulmoner non spesifik akut (ARDS), penyakit paru spesifik akut, dan penyakit paru

progresif kronik.

1. Gangguan pulmoner non spesifik akut

Kelainan ini sering disebut ARDS (acute respiratory distress syndrome). Beberapa

nama lain yang dipergunakan yaitu shock lung, wet lung, white lung syndrome.

ARDS dapat terjadi pada penderita dengan penyakit paru atau paru yang normal.

Paling sering terjadi mengikuti pneumonia, trauma, aspirasi cairan lambung,

overload cairan, syok, pintasan kardiopulmoner, overdosis narkotik, inhalasi asap

beracun atau kelebihan oksigen.

Berbagai penyebab dari ARDS :

a. syok karena berbagai sebab

b. infeksi: sepsis gram negative, pneumonia viral, pneumonia bacterial.

c. trauma : emboli lemak, cedera kepala, kontusio paru.

d. aspirasi cairan : cairan lambung, tenggelam, cairan hidrokarbon

e. overdosis obat : heroin, metadon, propoxyphene, barbiturat.

f. inhalasi toksin, oksigen dengan konsentrasi, asap, bahan kimia korosif (NO2,

Cl2, NH3, Fosgen)

g. kelainan hematologik : koagulasi intravaskuler, transfusi masif, post

cardiopulmonary by pass

h. gangguan metabolik : pankreatitis, uremia

i. peningkatan intrakranial, eklampsia

Letak kelainan pada sindrom ini adalah pada membran alveolar kapiler, kerusakan

pada membran alveolar kapiler, kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan

terjadinya gangguan pengambilan oksigen dengan akibatnya terjadinya hipoksemia.

Kelainan terutama berupa peningkatan permeabilitas membran tersebut sehingga terjadi

Page 7: Gagal Nafas

kebocoran cairan yang mula-mula mengisi jaringan interstitial antara endotelium kapiler

dan epithelium alveolar, kemudian proses berlanjut dengan pengisian cairan di ruang

alveoli.

Patofisiologi ARDS dapat dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu: 1) pada tahap ini mulai

terjadi kerusakan membran alveolar kapiler yang menimbulkan kebocoran cairan di

jaringan interstitial, 2) karena kebocoran cairan berlanjut, paru menjadi lebih kaku dan

compliance (kelenturan) paru menurun, penurunan ini akan mengakibatkan terjadi

penurunan ventilasi dan perbandingan ventilasi-perfusi menurun sehingga terjadilah

hipoksemia arterial, 3) akhirnya masuk dan mengisi ruang alveoli, ventilasi sama sekali

tidak terjadi, perbandingan ventilasi-perfusi menjadi nol, maka terjadilah shunt atau

pintasan, lebih banyak ruang alveoli yang terisi, lebih berat pintasan intrapulmoner yang

terjadi, dan tekanan oksigen arterial menjadi semakin menurun, 4) terjadi penutupan ruang

jalan napas terminalis dengan akibat terjadi atelektasis, penurunan volume paru dan akan

memperberat penurunan tekanan oksigen arterial. Tekanan CO2 arterial tetap rendah

disebabkan karena terjadi kompensasi berupa takipnea.

2. Penyakit paru spesifik akut

Termasuk dalam penyakit ini adalah pneumonia, edema paru dan atelektasis.

Gangguan fisiologis utama pada penyakit ini adalah pengisian alveoli (alveolar filling)

dengan akibat perbadingan V/Q menjadi nol. Pada pneumonia alveoli terisi material

peradangan, sedangkan pada edema terisi cairan transudat, dan pada kasus atelektasis tidak

terjadinya ventilasi di unit respirasi distal karena terjadinya kolaps jalan nafas.

3. Penyakit paru progresif kronik

Kelainan yang termasuk dalam kategori ini adalah fibrosis interstitial dan karsinoma

limfangitik. Keduanya jarang didapatkan pada anak-anak.

2. Kegagalan Ventilasi (Gagal Nafas Tipe II/Hiperkapnik)2,3,4

Gagal nafas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2, pada

umumnya disebabkan oleh kegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi CO2

(peningkatan PaCO2 atau hiperkapnea) disertai dengan penurunan pH yang abnormal dan

penurunan PaO2 atau hipoksemia.

Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan

ekstrapulmoner. Hiperkapnik yang terjadi karena kelainan extrapulmoner dapat disebabkan

karena 1) penekanan dorongan pernapasan sentral atau 2) gangguan pada respon ventilasi.

Penyakit-penyakit atau kedaan penyebab kegagalan ventilasi :

Page 8: Gagal Nafas

a. Ekstrapulmoner

- overdosis sedatif atau opiat

- stroke serebrovaskular

- koma

- hipotiroid

- kerusakan primer pusat

nafas

- trauma dada (flail chest)

- cedera medula spinalis

- miastenia gravis

- poliomielitis

- amiotropik lateral sklerosis

- Penyakit Guillain Barre

- Sklerosis multipel

- Paralisis diafragma

- Distrofi muskuler

- Gangguan keseimbangan elektrolit

(K,Ca,Mg,PO4)

- Neurotoksin (botulisme, difteria,

tetanus)

- Obesitas

- Distensi abdominal

- Deformitas dinding dada

- Nyeri dada yang hebat

- Efusi pleura

- Obstruksi trakea

- Epiglotitis

- Hipertrofi tonsiler dan adenoid

- Peripheral sleep apnea

b. Pulmoner

- asma bronkial

- PPOK

- fibrosis kistik

- penyakit paru interstitisl

- atelektasis

- konsolidasi

- fibrosis

- edema paru

GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN1,3,4,5

Manifestasi dari kegagalan pernafasan akut mencerminkan gabungan dari

gambaran klinis penyakit dasarnya, faktor-faktor pencetus, serta manifestasi hipoksemia

dan hiperkapnea. Dengan demikian gambaran klinisnya cukup bervariasi karena berbagai

faktor dapat menjadi pencetusnya. Ada atau tidaknya insufisiensi pernafasan kronik yang

mendahuluinya, juga merupakan faktor lain yang dapat memberikan perbedaan dalam

gejala klinisnya.

Tanda dan gejala hipoksemia merupakan akibat langsung dari hipoksia jaringan.

Tanda dan gejala yang sering dicari untuk menentukan adanya hipoksemia seringkali baru

timbul setelah PaO2 mencapai 40 sampai 50 mmHg. Jaringan yang sangat peka terhadap

penurunan oksigen diantaranya adalah otak, jantung, dan paru-paru. Tanda dan gejala yang

Page 9: Gagal Nafas

paling menonjol adalah gejala neurologis, berupa sakit kepala, kekacauan mental,

gangguan dalam penilaian, bicara kacau, gangguan fungsi motorik, agitasi dan gelisah

yang dapat berlanjut menjadi delirium dan menjadi tidak sadar. Respons kardiovaskular

yang mula-mula tehadap hipoksemia adalah takikardi dan peningkatan curah jantung serta

tekanan darah. Jika hipoksia menetap, bradikardi, hipotensi, penurunan curah jantung dan

aritmia dapat terjadi. Hipoksemia dapat menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah

paru-paru. Efek metabolik dari hipoksia jaringan metabolisme anaerobik yang

mengakibatkan asidosis metabolik. Meskipun sianosis sering dianggap sebagai salah satu

tanda hipoksia, tetapi tanda ini tidak dapat diandalkan. Gejala klasik dispnea mungkin

tidak ada, terutama bila ada penekanan pusat pernafasan seperti pada kegagalan pernafasan

akibat takar lajak narkotik.

Hiperkapnea yang tejadi dalam ruangan selalu disertai hipoksemia. Akibatnya

tanda dan gejala dari kegagalan pernafasan mencerminkan efek-efek hiperkapnea dan

hipoksemia. Efek utama dari PaCO2 yang meningkat adalah penekanan sistem saraf pusat.

Itulah sebabnya mengapa hiperkapnea yang berat kadang-kadang disebut sebagai narkosis

CO2. Hiperkapnea mengakibatkan vasodilatasi serebral, peningkatan aliran darah serebral,

dan peningkatan tekanan intrakranial. Akibatnya timbulnya gejala yang khas, berupa sakit

kepala, yang bertambah berat sewaktu bangun tidur pada pagi hari karena PaCO 2 sedikit

menigkat pada waktu tidur. Tanda dan gejala lain adalah edema papil, iritabilitas

neuromuskular, alam perasan yang berubah-ubah, dan rasa mengantuk yang terus

bertambah, yang akhirnya akan menuju koma. Meskipun peningkatan PaCO2 merupakan

rangsangan yang paling kuat untuk bernafas, tetapi juga mempunyai efek menekan

pernafasan jika kadarnya melebihi 70 mmHg. Selain itu, orang dengan PPOM dan

hiperkapnea kronik akan menjadi tidak peka terhadap peningkatan PaCO2 dan menjadi

tergantung pada dorongan hipoksia. Hiperkapnea menyebabkan konstriksi pada pembuluh

darah paru-paru, sehingga dapat memperberat hipertensi arteri pulmonalis. Jika retensi CO2

sangat berat, maka dapat terjadi penurunan kontraktilitas miokardium, vasodilatasi

sistemik, gagal jantung, dan hipotensi. Hiperkapnea menyebabkan asidosis respiratorik

yang sering bercampur dengan asidosis metabolik jika terjadi hiposia. Campuran ini dapat

mengakibatkan penurunan yang serius dari pH darah. Respon kompensasi ginjal terhadap

asidosis respiratorik adalah reabsorpsi bikarbonat untuk mempertahankan pH darah tetap

normal. Respon ini memerlukan waktus ekitar 3 hari, sehingga asidosis respiratorik akan

jauh lebih berat jika awitannya cepat.

Page 10: Gagal Nafas

Kadar oksigen yang rendah dalam darah dapat menyebabkan sianosis. Kadar

karbon dioksida yang tinggi dan penurunan dari pH darah dapat menyebabkan gangguan

kesadaran, antara lain bingung dan mengantuk. Kompensasi dari tubuh untuk mengatasi

hal ini dengan cara bernafas dengan dalam dan cepat. Namun bila keadaan paru tidak baik,

usaha ini tidak akan dapat mengatasi. Pada akhirnya keadaan kadar oksigen yang rendah

menyebabkan malfungsi otak dan jantung. Akibatnya terjadi penurunan kesadaran dan

gangguan pada irama jantung yang dapat menyebabkan kematian.

Gejala yang timbul karena gangguan neuromuskular atau gangguan medulla

spinalis adalah berupa tanda-tanda rasa tercekik, retraksi, tracheal tug, sampai apnoe. Yang

menonjol adalah gejala hipoksia berupa takikardi, kulit dingin dan basah.

Gejala yang timbul karena obstruksi saluran nafas bagian atas biasanya terjadi tiba-

tiba, afoni, tanda-tanda seperti tercekik, retraksi suprasternal dan epigastrik.

Pada penyakit paru obstruktif, biasanya berlangsung secara kronik. Pada penyakit

paru obstruktif menahun terjadi kerusakan pada jalan nafas, biasanya selain didapatkan

hipoksemi juga disertai hiperkarbi karena retensi CO2 kronik. Hal ini menyebabkan

rangsangan terhadap pusat pernafasan tidak lagi oleh keadaan hiperkarbi (hypoxic drive)

dari pusat pernafasan menjadi sangat sensitif terhadap obat-obatan yang mendepresi pusat

nafas dan terhadap konsentrasi oksigen yang tinggi.

Pada asma timbul berupa serangan sesak nafas, wheezing, sputum yang lengket dan

kental. Serangan asma biasanya berhubungan dengan suatu keadaan alergi.

Pada emfisema biasanya kadar PaCO2 tidak terlalu tinggi.

Gangguan pada parenkim paru dapat berupa infeksi, gejala utamanya batuk,

demam, dahak yang purulen atau seperti karat dan sebagainya.

Aspirasi bahan yang iritatif dapat menyebabkan kerusakan parenkim paru,

menimbulkan gejala hipoksi karena pertukaran gas terganggu.

Pada kasus-kasus trauma biasanya menyebabkan gangguan berupa

pneumohematotoraks, gangguan pergerakan dinding thoraks, gangguan mekanik

pernafasan. Gejala yang harus diperhatikan antara lain sesak nafas, takikardia oleh karena

sakit, hipoksia dan sebagainya. Dapat disertai tanda-tanda takhipnoe atau disertai syok.

Semua keadaan-keadaan gawat paru tersebut harus segera diatasi karena penderita

dapat jatuh ke dalam gagal nafas akut. Diagnosa pasti gagal nafas akut biasanya ditegakkan

dari hasil pemeriksaan analisis gas darah, tetapi kadang-kadang diagnosis sudah dapat

ditegakkan dengan pemeriksaan klinis saja. Seperti pada obstruksi jalan nafas, adanya

apnoe dan lain-lain.

Page 11: Gagal Nafas

DIAGNOSIS

Anamnesa1,2

Penurunan aktivitas dan perubahan status mental, keluhan nafas pendek, sesak atau

sakit kepala. Riwayat menelan benda asing dan infeksi saluran nafas atas sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik1,2

Tanda dan gejala pada gagal napas akut tidak spesifik, tergantung dari penyakit

yang mendasarinya dan termasuk tipe hipoksemi atau hiperkapni. Gejala lokal pada paru-

paru yang menyebabkan hipoksemi akut seperti pnemonia, edema pulmoner, asma atau

PPOK dapat muncul. Pada pasien dengan sindrom distress pernapasan akut, gejala dapat

muncul dari luar thorak seperti nyeri abdomen atau patah tulang panjang. Gejala neurologis

dapat muncul seperti gelisah, lelah, bingung, kejang, bahkan koma.

Pasien akan bernapas dengan cepat dan nadi yang cepat. Penyalit paru dapat

menimbulkan suara yang berbeda pada saat auskultasi, pada asma terdapat

wheezing dan pada penyakit paru obstruktif akan terdapat crackles. Pada pasien

gagal napas karena ganguan ventilasi terjadi gasping dan penggunaan otot leher

pada saat bernapas untuk membantu pengembangan dada.

Asterixis, terjadi pada hiperkapni berat. Takikardi dan aritmia terjadi karena

hipoksemi dan asidosis.

Sianosis, warna kebiruan pada kulit dan membran mukosa, menujukkan terjadi

hipoksemi. Sianosis akan terlihat bila kadar hemoglobin deoksigenasi di kapiler

atau jaringan kurang dari 5 g/dL.

Dyspneu, rasa sakit bila bernapas, dapat terjadi karena usaha bernapas yang

berlebihan, reflek vagal atau rangsangan kimia (hipoksemi atau hiperkapni).

Bingung dan somnolen dapat terjadi pada gagal napas. Kejang mioklonik dapat

terjadi pada hipoksemi berat. Polisitemia dapat terjadi sebagai komplikasi jika terjadi

hipoksemi yang lama.

Pemeriksaan Laboratorium3,4,5

1. Analisis gas darah

Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika gejala

klinis gagal napas sudah terjadi maka analisis gas darah harus dilakukan untuk

Page 12: Gagal Nafas

memastikan diagnosis, membedakan gagal napas akut atau kronik. Hal ini penting

untuk menilai berat-ringannya gagal napas dan mempermudahkan pemberian

terapi. Analisa gas darah dilakukan untuk patokan terapi oksigen dan penilaian

obyektif dari berat-ringan gagal nafas. Indikator klinis yang paling sensitif untuk

peningkatan kesulitan respirasi ialah peningkatan laju pernafasan. Sedangkan

kapasitas vital paru baik digunakan menilai gangguan respirasi akibat

neuromuskular, misalnya pada sindroma Guillain-Barre, dimana kapasitas vital

berkurang sejalan dengan peningkatan kelemahan. Interpretasi hasil analisis gas

darah meliputi 2 bagian, yaitu gangguan keseimbangan asam-basa dan perubahan

oksigenasi jaringan.

2. Pulse oximetry

Alat ini mengukur perubahan cahaya yang ditransmisikan melalui aliran

darah arteri yang berdenyut. Informasi yang didapatkan berupa saturasi oksigen

yang kontinyu dan non-invasif yang dapat diletakkan baik di lobus bawah telinga

atau jari tangan maupun kaki. Hasil pada keadaan perfusi perifer yang kecil, tidak

akurat. Hubungan antara saturasi oksigen dan tekanan oksigen dapat dilihat pada

kurva disosiasi oksihemoglobin. Nilai kritisnya adalah 90%, dibawah level itu

maka penurunan tekanan oksigen akan lebih menurunkan saturasi oksigen.

3. Capnography

Alat yang dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi kadar karbon

dioksida darah secara kontinu. Penggunaannya antara lain untuk konfirmasi

intubasi trakeal, mendeteksi malfungsi aparatus serta gangguan fungsi paru.

4. Pemeriksaan apus darah untuk mendeteksi anemia yang menunjukkan terjadinya

hipoksia jaringan. Adanya polisitemia menunjukkan gagal napas kronik.

5. Pemeriksaan kimia untuk menilai fungsi hati dan ginjal, karena hasil pemeriksaan

yang abnormal dapat menjadi petunjuk sebab-sebab terjadinya gagal napas.

Abnormalitas elektrolit seperti kalium, magnesium dan fosfat dapat memperberat

gejala gagal napas.

6. Pemeriksaan kadar kreatinin serum daan troponin I dapat membedakan infark

miokard dengan gagal napas, Kadar kreatinin serum yang meningkat dengan

kadar troponin I yang normal menunjukkan terjadinya miositis yang dapat

menyebabkan gagal napas.

Page 13: Gagal Nafas

7. Pada pasien dengan gagal napas hiperkapni kronik, kadar TSH serum perlu

diperiksa untuk membedakan dengan hipotiroid, yang dapat menyebabkan gagal

napas reversibel.

8. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai status nutrisi adalah pengukuran kadar

albumin serum, prealbumin, transferin, total iron-binding protein, keseimbangan

nitrogen, indeks kreatinin dan jumlah limfosit total.

Pemeriksaaan Radiologi

Radiografi dada.

o Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya gagal napas

tetapi kadang sulit untuk membedakan edema pulmoiner kardiogenik dan

nonkardiogenik.

Ekokardiografi .

o Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya dilakukan pada

pasien dengan dugaan gagal napas akut karena penyakit jantung.

o Adanya dilatasi ventrikel kiri, pergerakan dinding dada yang abnormal atau

regurgitasi mitral berat menunjukkan edema pulmoner kardiogenik.

o Ukuran jantung yang normal, fungsi sistolik dan diastolic yang normal pada

pasien dengan edema pulmoner menunjukkan sindrom distress pernapasan

akut.

o Ekokardiografi menilai fungsi ventrikel kanan dan tekanan arteri pulmoner

dengan tepat untuk pasien dengan gagal napas hiperkapni kronik.

Pulmonary Function Tests (PFTs), dilakukan pada gagal napas kronik

o Nilai forced expiratory volume in one second (FEV1) dan forced vital

capacity (FVC) yang normal menunjukkan adanya gangguan di pusat

kontrol napas.

o Penurunan rasio FEV1 dan FVC menunjukkan obstruksi jalan napas,

penurunan nilai FEV1 dan FVC serta rasio keduanya yang tetap

menunjukkan penyakit paru restriktif.

o Gagal napas karena obstruksi jalan napas tidak terjadi jika nilai FEV1 lebih

dari 1 L dan gagal napas karena penyakit paru restriktif tidak terjadi bila

nilai FVC lebih dari 1 L.

Page 14: Gagal Nafas

PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN

Dibagi atas non spesifik dan spesifik tapi pada umumnya di perlukan kombinasi keduanya.

1) Penatalaksanaan dan Pengobatan Spesifik1,5,6,7:

Pengobatan spesifik ditujukan pada etiologinya, sehingga untuk masing-masing

keadaan berbeda-beda. Pada kasus-kasus emergency dan akut pengobatan spesifik

dilakukan di tempat kejadian atau di unit gawat darurat. Kasus-kasus kronik, biasa nya

kasus-kasus acute on chronic yang berkembang menjadi gagal nafas akut. Penyebab

terbanyak dari gagal nafas akut pada kasus-kasus yang kronik adalah pada eksaserbasi akut

dan Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM atau COPD).

Penanggulangannya antara lain:

1. Terapi oksigen: Diperlukan apabila PaO2 kurang dari 45 mmHg atau saturasinya

kurang dari 75%. Pemberian O2 harus diusahakan jangan menyebabkan

peningkatan PaCO2. Tujuan ini dapat dicapai dengan menggunakan venturi type

mask sehingga kadar oksigen yang diberikan dapat lebih akurat. Pemberian O2

tidak boleh terlalu tinggi dan harus secara kontinu karena pemberian intermiten

akan membahayakan.

2. Antibiotik. Kuman penyebab infeksi terbanyak pada kasus ini adalah Haemophilus

influensa.

3. Bronkhodilator. Walaupun beberapa bronchioli mengalami kerusakan yang

ireversibel tetapi bronkhodilatasi di tempat yang masih reversi- bel akan sangat

membantu. Biasanya diberikan aminophyllin.

4. Pemberian steroid dapat dipertimbangkan walaupun beberapa ahli masih

meragukan efektivitasnya.

5. Bantuan nafas/ventilasi biasanya diberikan untuk mencegah CO2narkosis,

pemberian terapi O2 yang tidak dibatasi, dan bila cara-cara konservatif tidak

berhasil.

2) Penatalaksanaan dan Pengobatan Non Spesifik

Harus dilakukan segera untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul pada kasus

gawat paru untuk mencegah gagal nafas akut. Sedangkan pada kasus gagal nafas akut

sebaiknya berikan terapi untuk mencegah agar pasien tidak jatuh ke dalam keadaan yang

Page 15: Gagal Nafas

lebih buruk, sambil menunggu pengobatan spesifik sesuai dengan etiologi penyakitnya.

Pengobatan non spesifik meliputi6,7:

– Mengatasi hipoksemia : terapi oksigen

– Mengatasi hiperkarbia : terapi ventilasi

a) Terapi Oksigen1,2,5,8

Pada keadaan PaO2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk menaikkan

PaO2 sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal nafas dan penyakit kronik yang

menjadi akut kembali (dimana pasien sudah terbiasa dengan keadaan hiperkarbia sehingga

pusat pernafasan tidak terangsang lagi oleh hypercarbic drive melainkan terhadap

hypoxemic drive), maka kenaikan PaO2 yang terlalu cepat dapat menyebabkan apnoe.

Terapi yang terbaik adalah dengan meningkatkan konsentrasi fraksi inspirasi oksigen

(FiO2 dan menurunkan kebutuhan O2 dengan bantuan ventilasi. Apabila penderita akan

dibiarkan bernafas spontan, O2 diberikan melalui nasal catheter. Hubungan antara

besarnya aliran udara dengan konsentrasi O2 inspirasi (tabel):

02 (l/mt) Konsentrasi O2 = (%)

Kateter nasal

Sungkup muka

Sungkup muka tipe vent in

Ventilator

Inkubator

2 - 6

4 - 12

4 - 8

Bervariasi

3 - 8

30 - 50

35 - 65

24, 28, 35, 40

Sesuai

30 - 40

b) Atasi Hiperkarbia perbaiki ventilasi2,5,7,8

Memperbaiki ventilasi dan tahap yang paling sederhana sampai pemberian ventilasi

buatan. Hiperkarbia yang berat dan akut akan mengakibatkan gangguan pH darah atau

asidosis; hal ini harus diatasi segera dengan memperbaiki ventilasi. Pada kasus-kasus acute

on chronic yang sudah terbiasa hiperkarbi, hindani penurunan PaCO2 yang terlalu rendah

karena akan menyebabkan alkalosis sehingga dapat menyebabkan hipokalemi, aritmi

jantung dan sebagainya. Penurunan PaCO2 harus bertahap tidak lebih dari 4 mmHg/jam.

Upaya untuk memperbaiki ventilasi antara lain5,6:

1. Membebaskan jalan nafas

Obstruksi jalan nafas bagian atas karena lidah yang jatuh dapat diatasi dengan

hiperekstensi kepala, apabila belum meno- long lakukan triple airway manuevre.

Apabila terjadi obstruksi karena benda asing atau edema laning lakukan

Page 16: Gagal Nafas

cricothyrotomy atau tracheostomy. Mungkin juga diperlukan pemasangan pipa

endotrakheal.

2. Ventilasi bantu

Pada keadaan darurat bantuan nafas dapat dilakukan secara mulut ke mulut atau

mulut ke hidung. Apabila sarana tersedia dapat dilakukan dengan menggunakan

ambubag atau dengan alat IPPB, yang memberikan ventilasi berdasarkan tekanan

negatif yang ditimbulkan waktu pasien inspirasi (pada keadaan ini pa-sien masih

sadar dan bernafas spontan).

3. Ventilasi kendali

Pasien harus dipasangi pipa endotrakheal yang dihubungkan dengan ventilator.

Ventilasi pasien sepenuhnya dikendalikan oleh ventilator. Bantuan ventilasi

diperlukan biasanya berdasarkan kriteria4,6:

– Rasio PaO2/FiO2 < 200 (kadar FiO2 40% tetapi PaO2 80 mmHg)

– Penurunan compliance paru sampai 50%

– Frekuensi respirasi > 30-40 kali/menit

– Volume ventilasi semenit pada keadaan istirahat 10 l/ menit.

Terapi mula-mula adalah intubasi,berikan O2 dengan kadar 60%. Trakeostomi

dilakukan untuk mengganti pipa endotrakheal, bila penderita perlu diventilasi lebih dari 34

minggu. Monitoring yang perlu di1akukan. Pemeriksaan analisis gas darah setiap 15 menit

pada saat baru masuk ventilator sampai kembali ke nilai normal, setelah itu pemeriksaan

analisis gas darah dilakukan setiap 6 jam.

Untuk mempertahankan curah jantung sebaiknya hematokrit dipertahankan 30%,

berikan cairan secara adekuat oleh karena penurunan aliran darah akan memperburuk

permeabilitas mikrovaskuler di paru-paru dan merangsang timbulnya mediator yang toksik.

Tetapi terlalu banyak cairan (over load) pun akan menimbulkan edema paru hidrostatik.

Foto thoraks harus dilakukan setiap hari, udara inspirasi harus dilembabkan atau

humidifikasi yang cukup, dan kadang-kadang diperlukan mukoliti. Pasien harus diubah-

ubah posisinya secara bertahap setiap 2 jam dan nasotracheal suction setiap 2 jam. Lakukan

usaha-usaha untuk mengeluarkan sekret dan menepuk dada/punggung (tappotage).

Perhatikan gizi dan latihan nafas untuk menjaga kekuatan otot-otot pernafasan.

Setelah ekstubasi sebaiknya penderita tetap diobservasi untuk kemungkinan

gangguan nafas pasca ekstubasi.

Page 17: Gagal Nafas

KESIMPULAN

Tujuan semua tindakan untuk mengatasi penyakit gawat paru adalah mencegah

agar penderita tidak jatuh ke dalam keadaan yang lebih buruk berupa gagal nafas akut dan

multiple organ failure.

Gagal nafas akut dapat terjadi oleh karena gangguan nafas di otak, gangguan

neuromuskuler dan medulla spinalis, obstruksi jalan nafas, gangguan ventilasi, perfusi dan

karena kerusakan organ-organ lain seperti infark miokard, iskemi usus atau luka bakar

yang luas.

Diagnosis pasti didapatkan dari pemeriksaan analisis gas darah. Tetapi seringkali

pemeriksaan klinis sangat membantu menentukan tindakan pertama yang harus dilakukan

dengan cepat dan tepat. Kadang-kadang tindakan pertama harus dilakukan secepatnya di

tempat kejadian atau di unit gawat darurat tergantung etiologinya yang dikenal sebagai

penatalaksanaan spesifik.

Penatalaksanaan non spesifik meliputi upaya perbaikan oksigenisasi, ventilasi dan

sirkulasi. Upaya-upaya ini kadang-kadang memerlukan alat-alat yang lebih kompleks dan

memerlukan monitoring dan perawatan khusus.

Hal lain yang juga penting adalah evaluasi terhadap keberhasilan terapi dilakukan

dari saat ke saat sehingga terapi dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan.

Page 18: Gagal Nafas

KEPUSTAKAAN

1. Dennis LK, Eugene B, Fauci A, Hauser S. Harrison's Principles of Internal

Medicine McGraw-Hill Professional; 16 ed 2004

2. Hemdon DN, Traber DL. Pulmonary Failure and Acute Respiratory

3. TEOH. Respiratory Failure : Intensive Care Manual, 2nd ed, 1985; 67103.

4. Shoemaker WC, Ayres S, Grenvink A, Holbrook PR, Thompson WL. Textbook of

Critical Care, 2nd ed, 1989; 48490,49193.

5. Muhiman M. Gagal Nafas Akut : Intensive Care Unit 1st ed, 1989; 19.

6. Sibbald WJ. Synopsis of Critical Care, 2nd ed, 1984; 51105.

7. Evans TR. The Airway at Risk: ABC of Resuscitation, 2nd ed, 1990; 1228.

8. Vincentj L. Update in Intensive Care and Emergency Medicine, 1st ed, 1991; 313-

29