(erosi) chapter i
DESCRIPTION
(Erosi) Chapter ITRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Erosi tanah (soil erosion) adalah proses penghanyutan tanah dan merupakan
gejala alam yang wajar dan terus berlangsung selama ada aliran permukaan. Erosi
semacam itu melaju seimbang dengan laju pembentukan tanah sehingga tanah
mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).
Erosi tanah berubah menjadi bahaya jika prosesnya berlangsung lebih cepat
dari laju pembentukan tanah. Erosi yang mengalami percepatan secara berangsur
akan menipiskan tanah, bahkan akhirnya dapat menyingkap bahan induk tanah atau
batuan dasar ke permukaan tanah. Erosi semacam ini tidak hanya merusak lahan
daerah hulu (upland) yang terkena erosi langsung, akan tetapi juga berbahaya bagi
daerah hilir (lowland). Bahan erosi yang diendapkan di daerah hilir akan berakibat
buruk pada bangunan atau tubuh alam penyimpanan atau penyalur air sehingga
menimbulkan pendangkalan yang berakibat kapasitas tampung atau salurannya
menurun dengan cepat serta merusak lahan usaha dan pemukiman. Oleh
karenanya, usaha penanggulangan atau pengendalian erosi harus menjadi
bagian yang utama dari setiap rencana penggunaan lahan (land use planing).
Pelaksanaan dan perencanaan usaha pengawetan tanah dan air akan lebih efektif
dan lebih efisien jika dilakukan melalui sifat-sifat fisik lahan, kemudian
dilanjutkan secara agronomi, sosial ekonomi dan budaya.
Universitas Sumatera Utara
Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Lau Biang merupakan bagian hulu dari
DAS Wampu yang mencakup wilayah Kecamatan Dolok Silau dan Silimakuta
di Kabupaten Simalungun, Kecamatan Merek, Tiga Panah, Kabanjahe, Barus Jahe,
Munthe, Tiganderket, Kuta Buluh dan Payung di Kabupaten Karo. Luas wilayah Sub
DAS Lau Biang sekitar 94.147 hektar atau sekitar 15,42% dari total luas wilayah
DAS Wampu (610.551 hektar). Selain Sub DAS Lau Biang, Sub DAS lainnya
di DAS Wampu adalah Sub DAS Wampu Hulu seluas 210.374 hektar (34.46%), Sub
DAS Batang Serangan seluas 138.727 hektar (22.72%), Sub DAS Sei Bingei seluas
81.511 hektar (13,35%), Sub DAS Wampu Hilir seluas 85.792 hektar (14,05%)
(Misran, 2008).
Permasalahan umum di DAS Wampu yang menyebabkan berbagai bencana
alam, diantaranya banjir bandang di Sub DAS Wampu Hulu Sub-Sub DAS Bahorok
pada November 2003 yang lalu adalah akibat banyaknya penggarapan liar yang
menyebabkan banyak lahan hutan yang rusak dan beralih fungsi di daerah hulu,
sehingga dapat menimbulkan besarnya sedimentasi di daerah hilir. Pola usaha tani
yang kurang mengikuti kaedah konservasi tanah di Sub DAS Lau Biang di Kabupaten
Simalungun dan Karo dengan komoditi utama tanaman pangan dan hortikultura.
Sedangkan pada bagian hilir terjadi penyempitan dan pendangkalan sungai,
khususnya di Sub DAS Wampu Hilir dan Sub DAS Sei Bingei di Kabupaten Langkat
dan Kota Binjai (Misran, 2008).
Hutabarat (2008) menyebutkan bahwa ada tiga faktor utama penyebab
degradasi DAS di Indonesia yaitu: (1) keadaan alam geomorfologi (geologi, tanah,
Universitas Sumatera Utara
dan topografi) yang rentan terjadi erosi, banjir, tanah longsor, dan kekeringan;
(2) iklim, tarutama curah hujan yang tinggi dan potensial dapat menimbulkan daya
rusak terhadap hamparan lahan/tanah, yang menyebabkan erosivitas yang tinggi; dan
(3) aktivitas manusia dalam pemanfaatan/penggunaan lahan/hutan yang melampaui
daya dukung wilayah/lingkungan dan atau tidak menerapkan kaidah konservasi tanah
dan air yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan ketrampilan petani, serta
sikap mental orang-orang yang tidak bertanggung jawab (memiliki moral hazard).
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa bagian hulu DAS Wampu (Sub
DAS Lau Biang) yang seharusnya merupakan kawasan konservasi, justru menjadi
kawasan budidaya terutama untuk komoditi tanaman pangan (jagung, padi gogo,
umbi-umbian), hortikultura (sayuran, buah-buahan), dan tanaman industri (kopi,
cacao, dan kemiri). Sementara agroekoteknologi yang dikembangkan belum
sepenuhnya, bahkan dapat dikatakan sangat minimal, dalam menerapkan teknik
konservasi tanah dan air, dan kawasan ini memiliki curah hujan yang tinggi (rata rata
lebih dari 3000 mm/tahun) dengan jenis tanah yang rentan terhadap erosi (merupakan
tanah muda), serta kondisi relief yang bergelombang hingga bergunung (BPDAS
WU, 2008). Berkaitan dengan hal tersebut perlu dilakukan penelitian guna
mendapatkan informasi sejauhmana tingkat bahaya erosi yang terjadi pada setiap tipe
penggunaan lahan di kawasan hulu DAS Wampu (Sub DAS Lau Biang), untuk
kemudian diharapkan dapat dijadikan dasar dalam pengelolaan lahan yang
berkelanjutan di daerah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah
Baik buruknya suatu kawasan DAS dalam arti masih mantap atau telah
terdegradasinya suatu kawasan DAS dapat dilihat dari fluktuasi air larian atau air
limpasan (sungai), besarnya erosi dan sedimentasi yang terjadi, dan tingkat
produktivitas lahan. Fluktuasi air larian yang tinggi antara musim hujan dengan
musim kemarau menandakan tanah memiliki kemampuan yang kecil dalam menyerap
dan menyimpan air (kapasitas infiltrasi rendah), sementara erosi dan sedimentasi
yang tinggi menandakan tanah memiliki kemantapan agregat yang rendah.
Kemampuan tanah yang rendah dalam menyerap dan menyimpan air, bukan
hanya menyebabkan tanaman akan mudah kekeringan pada musim kemarau, tetapi
juga menyebabkan air yang mengalir di atas permukaan tanah (run-off) pada musim
hujan menjadi lebih banyak dan akan menyebabkan lapisan tanah akan lebih banyak
terkikis akibat erosi.
Berbagai cara dapat dipergunakan dalam pengukuran erosi seperti pengukuran
air limpasan yaitu dengan menggunakan metode petak standar dan metode sendimen,
dengan menggunakan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) perlu diuji untuk
mendapatkan metode pengukuran erosi mana yang tepat dalam mengukur besarnya
jumlah tanah yang tererosi berdasarkan penggunaan lahan pada kawasan Sub DAS
Lau Biang.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dapat dijadikan dasar
dalam penelitian ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Sejauhmana teknik konservasi tanah dan air yang telah diterapkan di kawasan
budidaya pada Sub DAS Lau Biang dan pengaruhnya terhadap erosi.
2. Sejauhmana penggunaan lahan lainnya (non-pertanian) di Sub DAS Lau Biang
dan pengaruhnya terhadap erosi.
3. Bagaimana indeks (tingkat) bahaya erosi yang terjadi pada berbagai tipe
penggunaan lahan di Sub DAS Lau Biang.
4. Seberapa besar erosi yang ditoleransikan pada setiap tipe penggunaan lahan
di Sub DAS Lau Biang.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui teknik konservasi tanah dan air yang telah diterapkan di Sub DAS
Lau Biang.
2. Mengetahui besarnya prediksi erosi pada setiap tipe penggunaan lahan di Sub
DAS Lau Biang.
3. Mengetahui sejauhmana pengaruh teknik konservasi yang diterapkan di Sub DAS
Lau Biang dalam mempengaruhi erosi.
4. Mengetahui erosi yang ditoleransikan (T) pada setiap tipe penggunaan lahan
di Sub DAS Lau Biang.
5. Mengevaluasi tingkat bahaya erosi (TBE) di Sub DAS Lau Biang.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai:
1. Sumber informasi bagi pihak yang berkepentingan tentang tingkat bahaya erosi
pada berbagai tipe penggunaan lahan, khususnya di kawasan hulu DAS Wampu
(Sub DAS Lau Biang).
2. Sebagai dasar dalam mengelola lahan pertanian secara berkelanjutan, dengan
tetap mempertimbangkan keuntungan ekonomis di satu sisi, tetapi tetap menjamin
kelestarian sumberdaya lahan di sisi lain.
Universitas Sumatera Utara